Memahami Urgensi Penggalangan Dana

Di artikel sebelumnya, DailySocial memberikan tips melakukan penggalangan dana untuk startup pemula. Penggalangan dana adalah hal yang krusial dalam proses pengembangan bisnis startup, meskipun bukan menjadi satu-satunya cara agar bisnis terus berjalan.

Salah satu cara konvensional yang bisa digunakan adalah memanfaatkan profit perusahaan untuk menutup biaya operasional dan biaya lain yang diperlukan. Hal ini tidak mudah, mengingat biasanya fokus startup adalah mengembangkan produk dan bisnis. Namun demikian kebanyakan startup memutuskan untuk melakukan penggalangan dana dengan tujuan yang beragam.

Satu hal yang pasti, fundraising bisa membantu startup bergerak lebih cepat, apapun model bisnis atau segmen yang disasar startup tersebut.

CEO Sribulancer Ryan Gondokusumo berpendapat:

“Akan menjadi sulit bagi startup untuk tidak melakukan penggalangan dana karena adanya kebutuhan capital itu sendiri untuk mempercepat pertumbuhan startup. Untuk itu pastikan fokus awal startup terlebih dahulu sejak awal, apakah mengejar growth atau sustainability.”

Fokus ke tujuan awal

Meskipun saat ini makin sulit menarik perhatian venture capital (VC) untuk berinvestasi di startup baru, hal ini tidak menyurutkan kegiatan penggalangan dana oleh berbagai startup.

Banyak startup yang mendapatkan pendanaan dengan jumlah yang besar. Meskipun demikian, perolehan funding bukan berarti otomatis startup tersebut akan mampu bertahan lama. Padahal aspek ini menjadi kunci utama agar startup bisa terus menjalankan bisnis.

Sangat penting bahwa founder tidak membiarkan proses penggalangan dana mengalihkan perhatian perusahaan menemukan product market fit yang diperlukan untuk menciptakan bisnis yang nyata.

“Menurut saya sebenarnya pada akhirnya orang membangun startup agar bisa menghasilkan uang. Jadi pasti memang harusnya profit dan sustain untuk bisnis yang baik. Pada akhirnya ada dua pilihan: apakah startup ingin bergerak secara organik atau kemudian mulai fokus kepada pertumbuhan bisnis dengan memanfaatkan fundraising,” kata CEO Sirclo Brian Marshal.

Brian menambahkan, agar bisa terus eksis dan relevan ke pengguna, stakeholder, dan investor, proses penggalangan dana memang sebaiknya dilakukan. Meskipun tidak terlalu sering, paling tidak bisa menjadi benchmark untuk startup itu sendiri.

Selain VC, Ryan melihat penggalangan dana dengan melakukan pendekatan kepada perusahaan bisa menjadi alternatif yang ideal. Selain mendapatkan modal, startup juga bisa menjalin kerja sama strategis dengan perusahaan itu sendiri.

“Pada akhirnya startup dibangun agar bisa menjadi bisnis yang menguntungkan. Jika tidak menguntungkan tentunya akan menjadi percuma. Untuk itu fundraising perlu dilakukan, menyesuaikan dengan prioritas dan target dari startup yang ingin dicapai,” ujar Ryan.

Profit dan skalabilitas

Mulai banyak startup yang kembali fokus memperoleh pendapatan demi menjalankan bisnis, terutama yang menyasar segmen bisnis atau B2B. Sifat B2B yang tergolong lebih rasional dibandingkan B2C atau C2C (yang biasanya lebih emosional), menjadikan segmen B2B makin banyak dilirik startup, seperti misalnya Sirclo, Ralali, Akseleran, atau Telunjuk untuk menjalankan bisnis.

“Kami memilih untuk tidak melakukan fundraising saat ini dan hanya fokus memanfaatkan profit dari perusahaan. Meskipun tidak terlalu besar namun paling tidak kami tidak tergantung dengan investasi dan ekuitas yang kerap diminta oleh venture capital,” kata CEO Telunjuk Hanindia Narendrata.

Penggalangan dana terakhir yang didapatkan Telunjuk adalah pada pertengahan tahun 2015 lalu. Telunjuk memperoleh pendanaan Seri A dari Venturra (sebelumnya Lippo Digital Ventures).

Untuk meraih profit, ada beberapa langkah yang wajib dilalui. Salah satunya adalah mengelola dan menekan biaya pengeluaran perusahaan. Perusahaan juga harus bisa mendapatkan repeat order dan memperoleh klien baru secara rutin.

Hal tersebut yang juga dilakukan Sribulancer, Mereka mencoba menggunakan funding dengan cara yang paling tepat dan menekan pengeluaran yang tidak diperlukan setelah tahu siapa target pasar yang ingin dicapai.

“Untuk startup yang menyasar bisnis B2B seperti Akseleran tentunya lebih menguntungkan karena kita berhubungan dengan pasar yang sudah mature. Namun tidak bisa dipungkiri penggalangan dana tetap kita butuhkan meskipun waktunya tidak harus terlalu sering,” kata Ivan.

Saham dan kontrol pendiri

Banyak alasan mengapa startup memutuskan untuk melakukan penggalangan dana, mulai dari mengakuisisi pengguna, melancarkan kegiatan pemasaran, hingga menambah jumlah tim.

Sabagai “imbalan” terhadap penggalangan dana, investor mendapatkan saham perusahaan. Menurut Hanindia, pembagian saham yang ideal tergantung dari kebutuhan masing-masing startup itu sendiri. Jumlah dan persentase saham bisa dinegosiasikan antara VC dan pendiri startup.

“Tergantung seberapa besar ekspektasi founder terhadap calon investor. Tergantung juga bagaimana ekspektasi investor terhadap founder. Apapun yang diinginkan founder dan investor, pastikan disepakati bersama secara tertulis dalam akta perusahaan.”

Hal senada disampaikan CEO Akseleran Ivan Tambunan. Ivan menambahkan, valuasi startup juga menjadi faktor pertimbangan.

“Kalau menurut saya, biasanya angel investor sampai 15%, kemudian tahapan seed dan Seri A investor masing-masing [mendapat] sekitar 20%-25%. Semakin advance pendanaan, dilusi biasanya juga makin besar.”

Setelah jumlah saham ditentukan antara founder dan VC, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah memastikan startup memiliki kontrol usai penggalangan dana dilakukan. Yang Ryan lakukan di Sribulancer adalah membuat cap table dan simulasi. Jika ada investor baru yang ingin masuk dengan memberikan sekitar X%, maka startup bisa mendapatkan sisanya–apakah kurang dari 51%.

“Jika pada akhirnya jumlah tersebut kurang dari 51% yang kemudian sisanya didapatkan oleh startup, bisa jadi startup sudah tidak lagi mendapatkan kontrol pada startup mereka,” kata Ryan.

Sementara menurut Ivan, ada dua cara yang bisa dilakukan agar startup masih bisa memiliki kontrol usai penggalangan dana dilakukan. Cara pertama adalah memastikan founders memegang tidak kurang dari 50,1% saham. Cara lainnya, dalam shareholders agreement diatur bahwa manajemen (direksi) diisi oleh orang-orang yang didominasi oleh founders sekalipun saham founders tidak sampai 50,1%.

Founders perlu berdiskusi dengan lawyer yang biasa memegang transaksi fundraising startup atau Mergers dan Acquisitions (M&A), agar tidak salah langkah dan mendapat perlindungan yang tepat,” kata Ivan.

Startup India dan Indonesia Jadi Fokus Penyaluran Dana BAce Capital

BAce Capital, perusahaan venture capital yang disokong Ant Financial, menargetkan bisa menyalurkan dana investasi untuk startup-startup India dan Asia Tenggara–khususnya Indonesia yang berorientasi pada konsumen dan bersifat mobile first.

BAce Capital sejauh ini sudah mengantongi komitmen modal senilai $100 juta (1,4 triliun Rupiah) dari Ant Financial dan juga investor individu dari sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Tiongkok, India, dan Asia Tenggara. Perusahaan menargetkan bisa mengumpulkan hingga $150 juta (2,1 triliun Rupiah) untuk dana awal ini dengan Ant Financial menjadi limited partner terbesar.

Tim investasi BAce Capital sendiri terdiri dari mantan tiga eksekutif Alibaba dan Ant Financial, yakni mantan Managing Director Ant Financial India Benny Chen, mantan Senior Director India and Southeast Asia Strategic Investment Alibaba Group Kshitij Karundia, dan mantan CIO Lazada Indonesia dan Deputy Director Alibaba Group Mulyono.

Managing Partner BAce Capital Benny Chen menjelaskan, mereka menargetkan pendanaan untuk tahapan Seri A ke Seri B dengan peluang ticket size mulai dari $500.000 hingga $15 juta. India dan Indonesia akan menjadi area dengan fokus terbesar, mendapat alokasi 70-80% dari dana corpus.

Kepada DailySocial, Mulyono menjelaskan bahwa di Indonesia mereka akan fokus untuk startup mobile first dan consumer internet. Dua sektor ini dianggap masih memiliki peluang besar, baik di pasar India maupun Indonesia. Sementara untuk vertikal, BAce Capital akan bersifat industry agnostic dan akan lebih banyak fokus ke area yang dirasa cocok dengan use case mobile internet.

“Kami percaya bahwa sekarang level dari adoption and stickiness-nya internet indonesia masih sangat early stage. Masih sangat banyak potensi yang akan bisa dimaksimalkan. Kuncinya adalah bagaimana kita bisa menggunakan network effect dengan efisiensi paling tinggi  utk membuat nilai tambah ke customer,” jelas Mulyono.

Adalah rahasia umum bahwa Indonesia memiliki potensi besar di Asia Tenggara untuk urusan ekonomi digital atau yang berkaitan dengan aplikasi mobile dan internet. Dikutip dari DailySocial Startup Report 2018, pengguna internet di Indonesia diperkirakan sudah mencapai lebih dari 54% populasi, atau berada di angka 90 juta jiwa. Pertumbuhan internet economy di Indonesia pun diprediksi akan mencapai angka $100 miliar pada tahun 2025 atau sekitar 41% dari seluruh ekonomi digital Asia Tenggara.

Mengawali kiprah investasinya, BAce Capital telah memberikan investasi pertamanya untuk startup asal Bangalore, India, Healofy, yang merupakan platform informasi kehamilan dan parenting, khususnya untuk ibu-ibu.

Simona Ventures’ Debut, to Raise Funding Worth 140 Billion

Simona Ventures starts its debut as a VC focused on startups encouraging business and initiative to bring out social mission related to gender gap. Currently, the company is having fundraising up to $5-10 million (around Rp71 billion-Rp142 billion).

Simona Ventures Managing Partner, Putri Izzati said, the early stage startups will be in Indonesia, to penetrate Southeast Asia to Asia Pacific. The number is around $50 thousand (711 million Rupiah) up to $200 thousand (2.48 billion Rupiah) per startup, including co-investing with the other investors. The fundraising is expected to be finalized by early semester II/2019.

“We’re still in the process to find potential LP, either local or overseas. In fact, to invest in this segment, there will be trust issue, to invest in women empowering will have broad impact. Not only profit, but also social,” she explained (3/19).

Simona’s commitment in this segment is quite challenging, moreover, there’s not enough investors specifically care for gender gap and female empowerment, either Indonesia or global. Also, it’s lack of female founders.

As we take the shortest example from unicorn startups in Southeast Asia, female founders or those having role at decision maker level aren’t so many. In fact, he continued, decision maker that comes from various background should provide better solution for a startup. Thus, the company will gain benefit in terms of business.

“In fact, any industry would have this kind of issue, we want to support the mindset, on why should we have diversity, why should we have female as decision maker. Should the level consists of diversity, not only in gender, there will be better solutions delivered, it’ll make the company more profitable.”

In addition, since Putri started her first career in the IT industry in 2011, this issue isn’t really significant. Although, Indonesia is now have different condition.

Simona will discover startups with enough diversity in team, product with solution to challenge related to gender gap, and not only technology. Moreover, they’re expected to have business and receive funding.

Simona Accelerator’s first batch

In its debut, Simona Ventures collaborates with Digitaraya to hold the APAC Women Founders Accelerator Program. The company has selected 11 startups led by female from countries in Asia Pacific region.

They are from various background and vertical industry, such as AI, resources, retail, insurance, fintech, and e-commerce. These are the participant list:

1. Avana (Malaysia): handling micro business using transaction in social media, through automatic tools and business intelligence. The business player can sell products online on various channel, and transform the social media which was only for promotion to transaction platform.

2. Fuse (China): a platform that integrates O2O and optimizes offline retail solution with e-commerce. Through Fuse, business can identify consumer’s habit offline to increase store sales conversion.

3. Gadjian (Indonesia): a cloud-based app for management and employees payroll. Gadjian provides an accurate data to optimize HR division, particularly for tax and payroll.

4. Glazziq (Thailand): an e-commerce platform selling glasses products online at two to three times under the usual price.

5. Kono (South Korea): AI based assistant to help company create meeting schedule to save time and help employees to meet more customers, merchants, and partners.

6. PolicyPal (Singapore): an insurance app that offers one-stop solution for distribution, management, and insurance claim through AI and blockchain technology. This startup graduated from MAS Fintech Sandbox in Singapore and acquire insurance broker license.

7. Roshni Rides (Pakistan): a woman-friendly carpooling platform for those routinely in need of comfortable vehicle.

8. Seekmi (Indonesia): app and web solution that connects local provider with customers from blue collar.

9. Snooper (Australia): a crowsourcing app that provide incentives for buyers by collecting data from various stores to be analyzed. The data is accessible through dashboard and real time.

10. Stylegenie (Philippines): a private stylist to help customers mix and match using the data providee by retail brand.

11. ViralWorks (Vietnam): a space connecting brand and marketers to the influencers bn for potential monetizing, for social media users with dozens of followers. Supported by the algorithm to create an effective target market.

All participants will join the accelerator program for five days, starts from bootcamp and immersion from 25-27 March 2019. Demo day starts on the next day. In March 29th, 2019 will be a time for 1-1 meeting with mentors or potential investors.

Speakers and Mentors come from experts and industry players, among those are McKinsey & Company Indoonesia, Danone Indonesia, Google, Blue Bird Group, Sintesa Group, Go-Jek, Patamar Capital, UBS, and Kominfo (Communication and Informaticsh Ministry) representative.

“As a startup accelerator in Indonesia, we’re aware of the challenge of female in startups. To date, only 10% startups in our program with female co-founder or C-level executives,” Digitaraya’s VP strategy, Nicole Yap said.

He continued, “We’re sure to create an environment that supports females and help them to be the leader in the next generation is very important. That is why we collaborate with Simona to celebrate the female founders from Asia Pacific and support gender equity in technology industry.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Simona Ventures Mulai Debut, Galang Dana Hingga 140 Miliar

Simona Ventures memulai debutnya sebagai VC yang fokus untuk startup yang memberdayakan bisnis dan inisiatif membawa misi sosial terkait tantangan kesenjangan gender. Saat ini perusahaan tengah mengumpulkan penggalangan dana investasi dengan target $5-10 juta (sekitar Rp71 miliar-Rp142 miliar).

Managing Partner Simona Ventures Putri Izzati menjelaskan, startup yang dibidik pada tahap awal akan berada di Indonesia, perlahan merambah ke Asia Tenggara sampai akhirnya mencakup Asia Pasifik. Adapun nominalnya berkisar $50 ribu (711 juta Rupiah) sampai $200 ribu (2,84 miliar Rupiah) per startup, termasuk co-investing bersama investor lain. Diharapkan, proses penggalangan dana investasi kelar pada awal semester II/2019 mendatang.

“Sekarang kami masih dalam proses mencari potensial LP dari luar negeri dan lokal. Sebab untuk berinvestasi ke segmen ini ada tantangan bahwa mereka harus percaya, berinvestasi di segmen women empowering ini akan berdampak luas. Tidak hanya secara profit, tapi ada dampak sosial pula,” terangnya, kemarin (19/3).

Komitmen Simona terhadap segmen ini sendiri sebenarnya cukup menantang, terlebih belum banyak investor yang spesifik peduli terhadap isu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, baik di Indonesia maupun global. Pun demikian, jumlah founder yang datang dari kalangan perempuan juga sedikit.

Ambil contoh tersingkat dari jumlah startup unicorn di level Asia Tenggara, di sana founder yang bertindak sebagai level decision maker dari kalangan perempuan juga sangat minim. Padahal, lanjutnya, ketika di level decision maker itu datang dari berbagai latar belakang, maka akan memberikan solusi yang jauh lebih baik buat suatu startup. Sehingga pada akhirnya perusahaan akan untung dari segi bisnis.

“Sebenarnya isu ini di industri manapun sama, yang ingin kami dukung adalah mindset-nya, kenapa harus diverse, kenapa harus ada perempuannya di level decision maker. Karena kalau di level itu ada ada diversity, enggak hanya dari segi gender saja maka akan beri suatu solusi yang jauh lebih baik, ujung-ujungnya perusahaan akan lebih profitable.”

Ditambah lagi, sejak pertama kali Putri memulai kariernya di dunia IT di 2011, isu ini belum memiliki perkembangan yang signifikan. Kendati, secara industri, kondisi Indonesia sudah jauh berbeda.

Simona akan mencari startup dengan memiliki tim yang cukup diversity, produk yang memberikan solusi tantangan mengenai gender gap, dan tidak harus bergerak di startup teknologi saja. Di samping itu, secara bisnis mereka diharapkan sudah memiliki bisnis dan pernah mendapatkan investasi.

Batch pertama program akselerator Simona

Dalam memulai debut perdananya, Simona Ventures menggandeng Digitaraya untuk menggelar program APAC Women Founders Accelerator. Perusahaan sudah memilih 11 startup yang dipimpin oleh perempuan dari negara-negara di wilayah Asia Pasifik.

Mereka datang dari berbagai latar belakang dan vertikal industri, seperti AI, sumber daya manusia, ritel, asuransi, fintech, hingga e-commerce. Berikut nama-nama peserta:

1. Avana (Malaysia): melayani usaha mikro melalui transaksi di media sosial, melalui alat otomatisasi dan business intelligence. Pemilik usaha dapat menjual produk secara online di berbagai channel, dan mengubah akun media sosial yang awalnya hanya media promosi jadi platform transaksional.

2. Fuse (Tiongkok): platform yang mengintegrasikan O2O dan mengoptimalkan solusi ritel offline dengan e-commerce. Melalui Fuse, bisnis dapat mengidentifikasi perilaku pelanggan secara offline untuk meningkatkan konversi penjualan toko.

3. Gadjian (Indonesia): adalah aplikasi untuk manajemen dan penggajian SDM berbasis cloud. Gadjian menyediakan data secara akurat untuk mengoptimatisasi peranan divisi HR terutama saat perhitungan gaji dan pajak.

4. Glazziq (Thailand): platform e-commerce yang menjual produk kacamata secara online dengan harga dua sampai tiga kali lebih murah dibandingkan toko biasa.

5. Kono (Korea Selatan): asisten berbasis AI untuk bantu perusahaan membuat jadwal rapat hingga dapat menghemat waktu dan membantu karyawan bertemu lebih banyak pelanggan, rekan, dan mitra kerja.

6. PolicyPal (Singapura): aplikasi asuansi yang menawarkan solusi menyeluruh dalam hal distribusi, manajemen, dan klaim asurasi lewat teknologi AI dan blockchain. Startup ini lulus dari MAS Fintech Sandbox di Singapura dan mendapat lisensi broker asuransi.

7. Roshni Rides (Pakistan): platform carpooling yang ramah bagi wanita yang secara rutin butuh transportasi yang nyaman.

8. Seekmi (Indonesia): solusi web dan aplikasi yang menghubungkan penyedia layanan lokal dengan pelanggan dari kalangan pekerja kerah biru.

9. Snooper (Australia): aplikasi crowdsourcing yang memberikan insentif bagi pembeli untuk mengumpulkan data dari berbagai toko yang mereka miliki untuk dianalisis oleh brand. Data ini dapat diakses melalui dashboard dan real time.

10. Stylegenie (Filipina): layanan penata busana pribadi yang membantu pelanggan mencocokkan gaya berpakaian mereka dengan data yang disediakan oleh brand ritel.

11. ViralWorks (Vietnam): wadah yang menghubungkan brand dan pemasar ke jaringan influencer sehingga memberikan peluang monetisasi bagi pengguna media sosial yang memiliki banyak followers. Dibantu juga dengan algoritma yang dapat menargetkan khalayak secara lebih efektif.

Seluruh peserta di atas akan mengikuti program akselerator selama lima hari yang dimulai dari bootcamp dan immersion berlangsung dari tanggal 25-27 Maret 2019. Esok harinya mulai demo day. Lalu, di tanggal 29 Maret 2019 akan berlangsung 1-1 meeting dengan para mentor atau calon investor.

Pembicara dan mentor datang dari para pakar dan pelaku industri, di antaranya dari McKinsey & Company Indonesia, Danone Indonesia, Google, Blue Bird Group, Sintesa Group, Go-Jek, Patamar Capital, UBS, hingga perwakilan dari Kementerian Kominfo.

“Sebagai akselerator startup di Indonesia, kami sangat sadar akan tantangan yang dihadapi para perempuan pendiri startup. Hingga saat ini, hanya 10% startup di program kami yang memiliki co-founder atau eksekutif di C-level adalah perempuan,” kata VP Strategy Digitaraya Nicole Yap.

Dia melanjutkan, “Kami yakin menciptakan lingkungan yang mendukung para perempuan dan membantu mereka jadi panutan bagi generasi berikutnya sangatlah penting. Itulah sebabnya kami bekerja sama dengan Simona untuk merayakan para founder perempuan dari Asia Pasifik dan mendukung keseimbangan gender dalam industri teknologi.”

Golden Gate Ventures Announces Partnership with Hanhwa Asset Management to Invest for Series B Funding

Golden Gate Ventures announces strategic partnership with Hanhwa Asset Management for series B funding to Southeast Asia’s startups. They targeting startup focused on consumer based platform, such as marketplace, fintech, health-tech, and logistics-as-a-service.

In the official release, they believe this segment can create opportunity from the rapid growth of middle class. Supported by internet penetration, smartphones, and other technology.

A consumer based startup focused on mobility, trading, or logistics; will discover unique data from consumers and micro consumers. It becomes the initial step for in-depth financial inclusion, health services, and the latest technologies throughout Southeast Asia.

Golden Gate representative said, Southeast Asia’s startups have quite long gap to reach series B. In terms of investors, it’s hard to find the willing one.

Therefore, startups raising for this stage of funding might find it difficult. They raise syndicate round of many investors in series A or offer some alternative sources, resulting incompatibility with characteristic as family company or global private equity (PE).

According to SVCA (Singapore Venture Capital & Private Equity Association), 50% startup in US and Europe at series A has reached series B. In Southeast Asia, it happens otherwise, where less than one third have reached series B.

“The downgrade is caused mostly because the lack of funding in the region.”

The Singapore based VC has scored more than 215 series A within two years. Based on the historical trend, both companies expecting 80-110 potential series B investment in the next two years. This number should doubled up in the next four years.

The announcement of investment partnership also strengthen the connection of both since five years ago, in 2014. Then, startup ecosystem in Southeast Asia is only started.

Both companies will use each other’s resources to develop further initiation. Start from global corporate partners network and investors, asset management experience, providing professional talents, and many more.

In addition, Golden Gate Ventures is a VC focused on early stage funding, established since 2011. Some of its portfolios are Carousell, Alodokter, Carro, Funding Societies, Omise, Ruma, and others. Meanwhile, Hanhwa Asset Management portfolio consists of Zymergen, N26, Yanolja, and Grab.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Golden Gate Ventures dan Hanwha Asset Management Umumkan Kongsi, Siap Berinvestasi untuk Pendanaan Seri B

Golden Gate Ventures dan Hanwha Asset Management mengumumkan kemitraan strategis untuk berinvestasi ke startup di Asia Tenggara pada tahap seri B. Segmen yang dibidik adalah startup yang fokus ke platform berbasis konsumer seperti marketplace, fintech, health-tech, dan logistic-as-a-service.

Dalam keterangan resminya, mereka percaya berinvestasi di segmen tersebut dapat mengambil kesempatan dari pertumbuha kelas menengah yang tengah tumbuh pesat. Di tambah dukungan penetrasi internet, smartphone, dan teknologi lainnya.

Startup yang fokus di bisnis konsumer, baik dalam mobilitas, perdagangan, atau logistik; akan menangkap data unik dari konsumen dan konsumer mikro. Data tersebut menjadi titik awal untuk pendalaman inklusi keuangan, layanan kesehatan, dan teknologi baru lainnya di seluruh Asia Tenggara.

Perwakilan Golden Gate menyebut, startup di Asia Tenggara mengalami kesenjangan pendanaan yang cukup jauh untuk bisa sampai ke seri B. Bahkan dari sisi investor, sulit ditemukan yang bersedia.

Alhasil, startup yang mencari pendanaan pada tahap ini seringkali berada di posisi sulit. Mereka melakukan putaran sindikasi dari banyak investor seri A atau mengajukan banding ke sumber alternatif, sehingga pada akhirnya tidak sesuai dengan karakteristik seperti dari perusahaan keluarga atau private equity (PE) global.

Mengacu pada data SVCA (Singapore Venture Capital & Private Equity Association), sebanyak 50% startup di AS dan Eropa yang sudah di tahap seri A sudah sampai ke seri B. Kondisi sebaliknya terjadi di Asia Tenggara, di mana kurang dari sepertiganya yang sudah sampai ke seri B.

“Penurunan yang dalam ini sebagian besar disebabkan oleh kurangnya sumber dana di wilayah tersebut.”

VC asal Singapura ini juga mencatat lebih dari 215 pendanaan seri A yang terjadi dalam kurun waktu dua tahun. Berdasarkan tren historis tersebut, kedua perusahaan mengharapkan setidaknya ada 80-110 peluang investasi seri B yang tersedia dalam dua tahun ke depan. Diyakini angka ini akan berlipat ganda dalam empat tahun mendatang.

Pengumuman kongsi investasi ini, sekaligus memperkuat hubungan kedua perusahaan yang sudah dijalin selama lima tahun lalu, tepatnya pada 2014. Pada waktu itu, ekosistem startup di Asia Tenggara masih awal terbentuk.

Kedua perusahaan akan memanfaatkan sumber daya satu sama lain untuk mengembangkan inisiasi berikutnya. Mulai dari jaringan global mitra korporat dan mitra investor, pengalaman mengelola aset, menyediakan tenaga profesional, dan lainnya.

Perlu diketahui, Golden Gate Ventures adalah VC yang fokus pada pendanaan tahap awal sejak diresmikan pada 2011. Beberapa portofolio-nya adalah Carousell, Alodokter, Carro, Funding Societies, Omise, Ruma, dan lainnya. Sementara, portofolio dari Hanwha Asset Management yang terkenal adalah Zymergen, N26, Yanolja, dan Grab.

Menemukan Investor yang Tepat Saat Menggalang Dana

Alpha JWC Ventures, perusahaan modal ventura yang fokus pada startup di Indonesia, dalam sebuah event bertajuk “Fundraising, It Ain’t Rocket Science” mengundang Co-Founder & CEO Modalku Reynold Wijaya, Co-Founder & CEO Kopi Kenangan Edward Tirtanata, dan AVP Corporate Finance Tokopedia Randall Aluwi untuk berbagi tentang poin-poin penggalangan dana bagi startup, khususnya startup pemula.

Tidak hanya soal angka

Penggalangan dana adalah suatu hal yang mendasar bagi perusahaan untuk mengembangkan produk dan bisnis secara keseluruhan. Banyak strategi yang digalakkan startup demi mendapatkan investasi yang tepat.

Menggalang dana tidak hanya berbicara tentang angka, tetapi juga pertimbangan lain, seperti reputasi investor. Hal ini tidak kalah penting dalam pengambilan keputusan. Untuk itu, sebuah startup tidak bisa gegabah dalam mengambil keputusan.

“Semua yang mengharuskan Anda untuk segera menandatangani kesepakatan belum tentu berujung baik. Saat seseorang melakukan investasi terhadap aset, hal itu akan berlangsung selamanya. Anda tidak akan memutuskan sesuatu yang berdampak jangka panjang dalam waktu singkat,” ujar Reynold Wijaya.

Jalan sudah ada, tinggal cara meyakinkannya

Randall Aluwi mengungkapkan bahwa penggalangan dana saat ini relatif lebih mudah jika dibandingkan tahun-tahun awal Tokopedia berdiri.

Fundraising pada tahun 2009 sangat berbeda dengan tahun 2014 ke atas. Pada saat itu belum ada VC dan tantangannya kami harus mendapatkan kepercayaan dan kenyamanan dari para investor, sementara industri digital belum semarak saat ini. Sekarang, jalannya sudah ada, tinggal bagaimana cara meyakinkannya,” ungkapnya.

Mengenai waktu yang tepat untuk penggalangan dana, ia menyebutkan tidak ada waktu yang tidak tepat. Penggalangan dana bisa dilakukan kapan saja.

“Penggalangan dana itu tidak sulit, yang sulit adalah menemukan investor yang tepat, dengan nilai investasi yang sesuai,” ungkap Reynold.

Siap dengan tiga hal fundamental

Persaingan ketat di era digital mengharuskan para pemain industri untuk lebih giat dalam usaha menggalang dana dan menyusun strategi yang tepat untuk bisa membangun bisnis yang berkelanjutan.

Menurut Reynold, dalam menggalang dana tidak perlu takut gagal mendapat investasi. Selama ada tiga hal fundamental: pasar yang baik, tim yang solid, dan didukung dengan data yang valid; investor akan berminat untuk menanamkan modal.

“VC tidak pernah takut kehilangan uang, tetapi mereka takut melewatkan kesepakatan yang bagus,” ujarnya.

Lima Pertanyaan Investor saat Pitching

Banyak hal yang perlu disiapkan saat startup mulai melakukan penggalangan dana. Salah satu tahap awal yang harus dipersiapkan adalah proses pitching dengan venture capital.

Ada beberapa hal penting yang wajib diperhatikan saat pitching, mulai dari model bisnis, traksi hingga yang paling penting berapa nilai pendanaan yang dibutuhkan oleh startup.

Berikut ini adalah lima poin yang menjadi perhatian investor, seperti yang diungkapkan secara eksklusif oleh Venturra Discovery.

Produk dan model bisnis startup

Mencari solusi terbaik untuk masyarakat umum merupakan salah satu produk atau layanan yang banyak dicari investor.Hal ini akan mempengaruhi masa depan dan teknologi yang ingin dikembangkan oleh startup. Untuk itu pastikan produk tersebut relevan dan model bisnis yang dimiliki masuk akal dan bisa diterima dengan baik oleh target pasar.

Contoh model bisnis yang sesuai dan memiliki potensi untuk kemudian mulai dimonetisasi adalah subscription, komisi per transaksi, harga markup, pay per lead, atau advertising.

Traksi

Agar investor mengetahui dengan jelas potensi dari startup, traksi wajib dimiliki dengan melakukan tes dan uji coba produk. Dari proses tersebut akan terlihat hasil dalam bentuk angka yang kemudian bisa dijadikan acuan untuk startup. Investor ingin mengetahui apakah ada kebutuhan yang jelas untuk solusi yang ditawarkan oleh startup, hal tersebut hanya dapat dibuktikan oleh pelanggan. Pelajari feedback tersebut, untuk bisa melacak metrik yang relevan, dan pastikan Anda mengetahui arti setiap metrik dan dampaknya terhadap bisnis.

Venturra menyarankan untuk selalu terbuka dan transparan dengan angka-angka yang berhasil dikumpulkan. Salah satu contoh umum adalah ketika Anda menghitung data secara kumulatif, sebutkan dengan jelas hasilnya. Misalnya, saat menjelaskan grafik non-kumulatif dan grafik kumulatif.

Unit ekonomi

Dalam hal ini investor ingin mengetahui berapa besar pengeluaran dari startup (semua biaya variabel untuk satu unit produk) untuk mendapatkan laba dari unit yang terjual. Unit ekonomi merupakan salah satu poin penting yang ingin diketahui dengan jelas oleh investor.

Biaya variabel meliputi: COGS (berapa biaya untuk produk satu produk), Pemasaran (berapa biayanya untuk memasarkan satu produk), SDM (berapa banyak tenaga yang dibutuhkan untuk menjual satu produk), biaya server (berapa biaya server untuk mengoperasikan satu unit produk).

Hal lain yang juga wajib untuk diperhatikan oleh startup saat pitching adalah Periode Pembayaran Kembali (CAC). Melanjutkan informasi unit ekonomi sebelumnya, proses selanjutnya akan mengarah ke berapa banyak pembelian (sebagian besar untuk penjualan produk) atau waktu (berlaku untuk bisnis SaaS) yang diperlukan startup untuk mengganti CAC atau Biaya Akuisisi Pelanggan.

Roadmap dan rencana ekspansi startup

Salah satu pertanyaan penting yang kerap disampaikan oleh investor saat pitching adalah apa saja roadmap atau rencana jangka panjang dari startup. Semakin baik startup mengalami peningkatan, semakin besar potensi, rencana, dan target yang ingin dicapai.

Untuk itu pastikan Anda telah mempersiapkan roadmap, produk, dan inovasi yang dibutuhkan target pasar hingga rencana untuk ekspansi. Tidak hanya ekspansi secara lokal namun juga, jika memungkinkan, rencana startup untuk memperluas bisnis hingga ke mancanegara. Hal ini akan mempengaruhi hal-hal terkait seperti negara mana yang paling ideal untuk disambangi hingga pelokalan seperti apa yang relevan di setiap negara.

Nilai investasi dan valuasi

Berapa nilai investasi yang dibutuhkan startup menjadi fokus utama dari investor. Untuk itu pastikan dengan baik nilai tersebut sudah mencakupi rencana dan target yang ingin dicapai. Dalam hal ini Venturra melihat, nilai investasi yang paling relevan untuk startup di tahap awal (early stage) adalah berkisar $500,000 – $3,000,000.

Hindari untuk meminta investasi dalam jumlah yang terlalu besar atau mengikuti nilai investasi yang telah diperoleh oleh startup lain. Jika Anda melakukan cara tersebut, Anda akan terlihat sebagai pendiri startup tidak profesional dan tidak mengetahui cara menjalankan bisnis dengan baik.

Venturra menyarankan untuk meluangkan waktu merencanakan tentang apa yang akan didapatkan startup dari uang yang dihasilkan dan apa yang ingin dicapai dari pengeluaran tersebut. Konsisten dengan rencana pengeluaran, karena harus sesuai dalam proyeksi yang akan disampaikan ke investor.

Menentukan nilai valuasi startup tergantung nilai startup itu sendiri. Pastikan untuk mengetahui berapa nilai startup Anda. Hindari untuk mematok nilai terlalu tinggi dari penilaian yang nantinya hanya akan mematikan investor, namun jangan juga mematok terlalu rendah karena akan melemahkan nilai  startup itu sendiri. Untuk itu temukan nilai yang seimbang dan menguntungkan.

Fokus Simona Ventures Dukung “Female Founders” di Asia Pasifik

Berangkat dari pengalamannya berkecimpung di dunia teknologi sejak tahun 2011, Putri Izzati kemudian berinisiatif untuk mendirikan sebuah wadah yang bisa menampung entrepreneur perempuan di Indonesia. Bernama Simona Ventures, misi dari Putri dan tim adalah membantu pendiri startup perempuan mendapatkan dukungan menyeluruh agar bisa membangun bisnis mereka, dan tidak kalah saing dengan pendiri startup yang saat ini masih didominasi laki-laki.

Indonesia menjadi negara di Asia Tenggara yang mengalami peningkatan cukup signifikan dalam hal pertumbuhan startup, juga pasar yang paling banyak dilirik oleh perusahaan venture capital asing. Namun demikian Putri mencatat, masih sedikit jumlah pendiri startup perempuan yang mendapatkan dukungan dalam bentuk investasi hingga kesempatan lainnya dari venture capital dan pihak terkait.

“Hal tersebut yang kemudian menjadi fokus kami di Simona Ventures, yaitu memberikan dukungan dalam bentuk networking dan edukasi sehingga pada akhirnya investasi kepada mereka pendiri startup perempuan atau startup yang memiliki perempuan di jajaran C-Level,” kata Putri.

Putri menambahkan, dengan demikian nantinya bisa muncul role model perempuan yang berkecimpung dalam dunia teknologi untuk bisa menjadi panutan bagi generasi muda khususnya perempuan. Hal tersebut yang saat ini masih sangat sedikit jumlahnya bukan hanya di Indonesia namun juga secara global.

“Kalau kita lihat saat ini negara seperti Amerika Serikat sudah mulai menempatkan perempuan di jajaran C-Level mereka sehingga meminimalisir gender gap di perusahaan. Di Indonesia sendiri masih sangat belum maksimal dilakukan,” kata Putri.

Meluncurkan Simona Accelerator APAC Women Founders

Salah satu kegiatan rutin yang baru saja diumumkan oleh Simona Ventures bulan Febuari lalu untuk batch pertama dan nantinya akan menjadi kegiatan rutin yang digelar dua kali dalam satu tahun adalah APAC Women Founders. Acara yang diinisiasi oleh Simona Accelerator ini akan memilih 12 startup terbaik yang memiliki pendiri perempuan atau memiliki perempuan di jajaran C-Level atau di manajemen perusahaan.

Nantinya startup terpilih dari Asia Pasifik akan mendapatkan bantuan, dukungan hingga investasi untuk kemudian melakukan ekspansi di Indonesia. Selain itu pemenang dari kegiatan tersebut juga berhak mendapatkan mentorship dari Google dan berhak mengikuti program khusus di Korea Selatan.

“Meskipun fokus kita adalah mengundang startup Asia Pasifik untuk masuk ke Indonesia, namun bagi startup dari Indonesia yang beruntung juga bisa mendapatkan kesempatan mentoring hingga perluasan bisnis secara regional,” kata Putri.

Kategori startup yang dipilih tentu saja yang mendukung “closing the gender gap” dan memiliki pendiri perempuan. Dengan demikian bisa lebih fokus lagi bagi Simona Ventures dan partner untuk meraih tujuan akhir yaitu memberikan kesempatan lebih kepada female founders untuk mengembangkan bisnis mereka.

“Kami juga ingin memberikan dukungan setelah kegiatan tersebut berakhir. Salah satu rencana kami adalah mengembangkan program alumni, sehingga peserta baru dan lama bisa saling bertemu dan menjalin networking setelah program berakhir,” kata Putri.

Intudo Ventures Provides 706 Billion Rupiah to Invest in Early-Stage Startups in Indonesia

Intudo Ventures (2/14), officially closed $50 million (706 billion rupiah) funding to invest on early-stage startups. A venture capital led by Eddy Chan and Patrick Yip as Managing Partner, made its debut in Indonesia in mid-2017. It was then, they raised $10 million, up to $20 million in early 2018.

Intudo Ventures representative said the funding was raised from Limited Partners (LP) of three countries, including US, Indonesia, and Taiwan. Participated also Founders Fund, Wasson Enterprise, Walgreens, WiL, CTBC Group, with more than twenty undisclosed Indonesian conglomerates.

They’re quite confident with the market growth of startup products. There are two main reasons, it’s the rapid increase of consumption, and significant improve of Indonesian middle class.

The funding requirements are: Indonesian-based startup, operate independently, in early-stage, and have concentrated portfolio. Some startup which already received Intudo Ventures’ investment include: BeliMobilGue, CoHive, Xendit, Ride Jakarta, Nalagenetics, Dana Cita, Oriente, EMQ, and ARTOTEL.

Strategy in Indonesia

Intudo Ventures Founding Partner, Eddy Chan and Patrick Yip
Intudo Ventures Founding Partner, Eddy Chan and Patrick Yip / Intudo Ventures

In its operational, Intudo Ventures connects startups with funding access from International VC. They also have local VC and distribution partners to create opportunity for startup in its portfolio list. It’s called a “beach-head strategy”.

Intudo Ventures is an independent venture capital company. Each LP is limited to contribute maximum 10% of the total raise in a round. Using “return-driven manner” approach, they’re confident to acquire partners.

The plan is to have 12-16 startups to invest in this round. Each startup is to get $500 thousand – $5 million. However, it’s possible for Intudo to invest in Series A and Series B. Each portfolio startup is expected to be passionate for market growth in the region.

In the previous interview with DailySocial, Eddy Chan mentioned that they’re focusing on early-stage in consumer, financial, health, education, and media sector. They’re chosen by reasons. He said those sectors are to have rapid growth along with the consumption increase of mid to high class society in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian