Permudah Akses EWA, GajiGesa Terintegrasi dengan Platform HRIS Gaji.id

Platform fintech earned wage access (EWA) GajiGesa mengumumkan kerja sama dengan platform manajemen karyawan (HRIS) Gaji.id. Kemitraan ini memungkinkan hadirnya solusi akses gaji fleksibel dari GajiGesa di platform Gaji.id untuk seluruh pengguna.

Kepada DailySocial.id, Co-founder dan CEO GajiGesa Vidit Agrawal memastikan bahwa kerja sama antara kedua perusahaan masih sebatas bisnis, belum ada aksi akuisisi yang dilakukan. GajiGesa berencana untuk perbanyak kerja sama serupa agar ambisi perusahaan menjangkau lebih dari 500 ribu perusahaan menengah hingga besar lebih cepat.

“Kami terbuka untuk kemitraan serupa karena kami ingin mengaktifkan ekosistem dengan produk EWA dan menjangkau sebanyak mungkin perusahaan di kawasan ini,” ucapnya.

Dijelaskan lebih jauh, kemitraan ini memberikan akses keuangan yang lebih bertanggung jawab kepada ribuan mitra perusahaan existing dan baru Gaji.id melalui aplikasi Gaji.id. Pada saat yang bersamaan, HR juga bisa langsung mengelola data karyawan di platform yang sama, sehingga efisiensi operasional meningkat.

Platform GajiGesa memungkinkan perusahaan mitra mengelola data karyawan dan arus kas secara efektif dan mudah, baik untuk manfaat keuangan, kesehatan, dan pendidikan holistik kepada karyawan. Karyawan pun dapat menarik gaji yang mereka peroleh sesuai permintaan dan lebih cepat dari siklus pembayaran tradisional pada akhir bulan. Solusi sepert ini dianggap mampu menghapus ketergantungan pada pemberi pinjamna predator.

Pihak GajiGesa telah mengintegrasikan solusi penggajian sesuai permintaan yang terdepan untuk membuat seluruh proses aktivasi, eksekusi, dan rekonsiliasi mulus melalui Gaji.id untuk perusahaan.

Secara terpisah, dalam keterangan resmi, Agrawal menuturkan, “Kami sangat gembira bisa berkolaborasi dengan perusahaan seperti Gaji.id [..]. Sekarang setiap perusahaan yang menggunakan Gaji.id sebagai HRIS mereka juga dapat memberikan manfaat GajiGesa kepada semua karyawan mereka dalam satu genggaman. Kemitraan yang menarik ini menciptakan salah satu solusi tunjangan karyawan terbaik di pasar.”

CEO Gaji.id Harry Moeljo menambahkan, “[..[ Kami bercita-cita untuk terus memberikan inovasi terbaik sambil memenuhi kebutuhan mitra kami dalam memperpendek waktu pemrosesan untuk administrasi data karyawan. Kami yakin integrasi ini akan secara efektif menjawab kebutuhan karyawan dalam mengakses dana cepat tanpa biaya tambahan.”

Sejak didirikan pada pertengahan 2020, solusi GajiGesa telah menjadi alat pemberdayaan yang sangat berharga bagi pengusaha dan karyawannya di berbagai sektor termasuk pabrik, perkebunan, manufaktur, ritel, restoran, rumah sakit, dan perusahaan teknologi. Perusahaan mitra telah tumbuh sekitar 500% dalam enam bulan terakhir dan terus bertambah, termasuk perusahaan menengah hingga besar yang mulai memilih pendekatan holistik kesehatan karyawan.

Saat ini, lebih dari 250 perusahaan telah bermitra dengan GajiGesa, melayani ratusan ribu karyawan di Indonesia. Kemitraan antara GajiGesa dan Gaji.id ini menjadi yang pertama dari banyak kolaborasi serupa untuk GajiGesa yang memiliki rencana agresif untuk melayani lebih dari 1.000 perusahaan baru tahun ini. Permintaan kesehatan holistik ini terus meningkat, mulai dari perusahaan menengah hingga besar, sebagai bagian dari program tunjangan baru untuk karyawan.

“Di bawah kemitraan bersama Gaji.id, kami telah mendapatkan tambahan kemitraan dengan lima perusahaan baru dan memiliki lebih dari 30 perusahaan dalam tahap kontrak,” tutup Agrawal.

Sebelumnya, pada Desember 2021, GajiGesa mengumumkan perolehan pendanaan pra-Seri A sebesaar $6,6 juta (sekitar 94,5 miliar Rupiah). Putaran ini dipimpin oleh MassMutual Ventures, dengan partisipasi dari January Capital, Wagestream, Bunda Group, Smile Group. Kemudian, sejumlah investor individual, seperti Oliver Jung, Patrick Walujo, Nipun Mehram, dan Noah Pepper. Lalu, ada investor lama yang ikut berpartisipasi, antara lain defy.vc, Quest Ventures, GK Plug and Play, dan Next Billion Ventures.

Solusi EWA di Indonesia

Ada yang mengartikan kepanjangan EWA sebagai early wage access. Ada juga yang memakai istilah lainnya seperti, on-demand pay, instant pay, daily pay benefit, atau earned income access. Tapi seluruh nama tersebut merujuk pada solusi yang melakukan hal dasar yang sama: membantu karyawan mengakses upah yang telah mereka peroleh sebelum hari gajian tiba.

Survei global yang diselenggarakan PwC pada 2019 menemukan bahwa sebanyak 67% pekerja melaporkan berjuang pada tekanan finansial, yang berarti lebih dari dua pertiga populasi pekerja rentan terhadap migrain, depresi, dan kecemasan. Banyak penelitian menyoroti efek stres keuangan karyawan terhadap kinerja bisnis.

Sementara banyak pemberi kerja memberikan pinjaman karyawan (seperti kasbon), sebenarnya mereka hanya mengunci arus kas yang berharga dan belum dapat memberikan fleksibilitas dan solusi instan kepada karyawan. Misalnya, golongan pekerja kelas bawah yang harus berjuang dengan pendapatan atau pengeluaran yang tidak stabil karena berbagai alasan, termasuk tagihan yang tidak terduga atau meningkat dan jam kerja yang berfluktuasi.

Untuk para pemberi kerja, program EWA memungkinkan karyawan mengakses sebagian dari gaji mereka lebih awal dapat membantu mereka menyelaraskan waktu pendapatan mereka dengan pengeluaran yang diharapkan atau tidak terduga untuk menghindari biaya keterlambatan atau penalti.

Diterimanya konsep EWA di negara maju, menginspirasi perusahaan fintech dari negara berkembang untuk turut hadir. Sebab, umumnya di negara berkembang, di mana pekerja berupah rendah sering beralih ke pinjaman cepat dengan bunga tinggi untuk menjaga pengeluaran mendadaknya sebelum hari gajian tiba.

Selain GajiGesa, sudah ada sejumlah perusahaan yang tertarik menggarap konsep serupa di Indonesia. Beberapa namanya, ada wagely, Gigacover, GajiKoin yang diusung KoinWorks, Vinmo, Mekari Flex, Halogaji dari Halofina, GetPaid, dan Gajiku.

GajiGesa Secures Pre Series A Funding Worth of $6,6 Million Led by MassMutual Ventures

Fintech startup GajiGesa announced a pre-series A funding of $6.6 million or equivalent to 94.5 billion Rupiah. MassMutual Ventures led this round with the participation of some new investors, including January Capital, Wagestream, Bunda Group, and Smile Group. There are also individual investors, such as Oliver Jung, Northstar Group’s Partner Patrick Walujo, Ula’s CEO, Nipun Mehram, and Stripe’s Business Lead for APAC, Noah Pepper.

Meanwhile, also participated the previous investors, including Defy.vc, Quest Ventures, GK Plug and Play, and Next Billion Ventures.

“GajiGesa’s integrated platform can combine customer-centric product design and world-class technology infrastructure to ensure its unique position to empower underserved markets and help expand financial resilience for millions of people in Southeast Asia,” MassMutual Ventures’ Managing Director, Anvesh Ramineni said in the release.

Wagestream’s Co-Founder & CEO, Peter Briffet said that he was amazed by GajiGesa’s innovative product roadmap and marketing speed. “We are currently accelerating our shared mission to improve the financial health of workers around the world,” he said.

Recently, GajiGesa also received an additional strategic investment four months after announcing its seed funding of $2.5 million. The fresh money comes from OCBC NISP Ventura and several angel investors, one of which is Edward Tirtanata through Kenangan Kapital.

An interesting fact, Bunda Group is listed as one of GajiGesa’s recent pre-series A investors. According to DailySocial.id’s data, GajiGesa is Bunda Group’s second portfolio which also an affiliate of PT Bundamedik Tbk (IDX: BMHS), the owner of an integrated health service ecosystem, from a network of hospitals, clinics, laboratories, and medical evacuations.

Multiplying business growth

Since the last year, digital transformation has becoming a significant trend within the company’s scope. The adoption of various digital solutions is required to reduce physical interactions and accelerate business processes constrained by the Covid-19 pandemic.

On a general note, GajiGesa is an integrated platform that allows partner companies to manage workforce and cash flow, also to empower the employers with services related to financial management.

One of its solutions is the Earned Wage Access (EWA) which allows employees to make payroll withdrawals on demand and faster than the traditional monthly payment cycle. This solution was developed to reduce dependence on illegal lenders.

Based on the company’s data, EWA has recorded 40-fold growth since January 2021, and has been used by various industrial sectors, such as plantations, retail, hospitals, restaurants, technology, and manufacturing. Currently, GajiGesa has partnered with 120 companies and serves hundreds of thousands of employees in Indonesia.

GajiGesa’s Founders, Vidit Agrawal and Martyna Malinowska discover an explosive growth trend in 2021 in line with the increasing interest of domestic and international investors in this funding round. Moreover, Indonesia becomes the main target market in Southeast Asia.

In addition, his team projects more large companies are starting to use a holistic approach to improve employee welfare.

Agrawal said that this investment is a proof that his team has built a business with strong fundamentals. Therefore, GajiGesa will double its business growth through this investment to expand financial stability for millions of workers in Southeast Asia.

“GajiGesa has doubled its team member over the past six months. We want to use this fresh fund to accelerate product development, grow our business across Indonesia, and expand our market throughout Southeast Asia,” he said.

Malinowska added, “in these turbulent times, our platform has become a valuable tool for employers to provide simple solutions and reduce financial burdens. The pandemic has emphasized the essential of having an empowered workforce and the benefits of a holistic workplace,” she said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

GajiGesa Memperoleh Pendanaan Pra-Seri A 94,5 Miliar Rupiah Dipimpin MassMutual Ventures

Startup fintech GajiGesa mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A senilai $6,6 juta atau sekitar 94,5 miliar Rupiah. MassMutual Ventures memimpin putaran ini dengan partisipasi dari sejumlah investor baru, antara lain January Capital, Wagestream, Bunda Group, dan Smile Group. Kemudian, investor individual, yaitu Oliver Jung, Partner Northstar Group Patrick Walujo, CEO Ula Nipun Mehram, serta Business Lead Stripe untuk APAC Noah Pepper.

Sementara itu, ada beberapa investor sebelumnya yang kembali berpartisipasi dalam pendanaan kali ini, antara lain defy.vc, Quest Ventures, GK Plug and Play, dan Next Billion Ventures.

“Platform terintegrasi GajiGesa dapat menggabungkan desain produk yang berpusat pada pelanggan dan infrastruktur teknologi kelas dunia, serta untuk memastikan posisi unik mereka dalam memberdayakan pasar yang kurang terlayani dan membantu memperluas ketahanan finansial bagi jutaan orang di Asia Tenggara,” ujar Managing Director MassMutual Ventures Anvesh Ramineni dalam keterangan resminya.

Co-Founder & CEO Wagestream Peter Briffett mengatakan bahwa pihaknya kagum dengan peta jalan produk inovatif dan kecepatan pemasaran yang dibuat oleh GajiGesa. “Saat ini kami mempercepat misi bersama kami untuk meningkatkan kesehatan keuangan pekerja di seluruh dunia,” tuturnya.

Beberapa waktu lalu, GajiGesa mendapatkan tambahan investasi strategis selang empat bulan usai mengumumkan pendanaan tahap awal sebesar $2,5 juta. Tambahan investasi ini diperoleh dari OCBC NISP Ventura dan sejumlah angel investor, salah satunya adalah Edward Tirtanata melalui Kenangan Kapital.

Menariknya, pada jajaran investor baru pra-seri A ini, terdapat Bunda Group yang kembali terlibat dalam pendanaan startup. Menurut catatan DailySocial.id, GajiGesa menjadi portofolio kedua yang diinvestasikan oleh Bunda Group yang merupakan afiliasi dari PT Bundamedik Tbk (IDX: BMHS), pemilik ekosistem layanan kesehatan terintegrasi, mulai dari jaringan rumah sakit, klinik, laboratorium, dan evakuasi medis.

Menggandakan pertumbuhan bisnis

Tren transformasi digital di lingkup perusahaan mulai terakselerasi secara signifikan sejak tahun lalu. Adopsi berbagai solusi digital dibutuhkan untuk mengurangi interaksi fisik dan mempercepat proses bisnis yang terkendala akibat pandemi Covid-19.

Seperti diketahui, GajiGesa merupakan platform terintegrasi yang memungkinkan perusahaan mitra untuk mengelola tenaga kerja dan arus kas hingga memberdayakan pemberi kerja dengan layanan terkait manajemen keuangan.

Salah satu solusinya adalah Earned Wage Access (EWA) yang memungkinkan karyawan untuk melakukan penarikan gaji sesuai permintaan dan lebih cepat dari siklus pembayaran tradisional secara bulanan. Solusi ini dikembangkan untuk mengurangi ketergantungan pada pemberi pinjaman ilegal.

Berdasarkan data perusahaan, solusi EWA telah mencatatkan pertumbuhan sebesar 40 kali lipat sejak Januari 2021, dan telah digunakan oleh berbagai sektor industri, seperti pabrik, perkebunan, ritel, rumah sakit, restoran, teknologi, dan manufaktur. Saat ini, GajiGesa telah bermitra dengan 120 perusahaan dan melayani ratusan ribu karyawan di Indonesia.

Para Founder GajiGesa, yakni Vidit Agrawal dan Martyna Malinowska melihat tren pertumbuhan eksplosif di 2021 sejalan dengan meningkatnya minat investor domestik dan internasional terhadap putaran pendanaan ini. Terlebih Indonesia merupakan target pasar utama di kawasan Asia Tenggara.

Selain itu, pihaknya melihat semakin banyak perusahaan besar yang mulai menggunakan pendekatan holistik untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan.

Vidit mengatakan bahwa investasi ini menjadi bukti bahwa timnya telah membangun bisnis dengan fundamental kuat. Maka itu, GajiGesa akan menggandakan pertumbuhan bisnis melalui investasi ini untuk memperluas stabilitas keuangan bagi jutaan pekerja di Asia Tenggara.

“Tim GajiGesa telah bertambah dua kali lipat selama enam bulan terakhir. Kami ingin menggunakan dana segar ini untuk mempercepat pengembangan produk, menumbuhkan bisnis di seluruh Indonesia, dan ekspansi pasar di seluruh Asia Tenggara,” ucapnya.

Sementara Martyna menambahkan, “di masa yang penuh gejolak ini, platform kami menjadi tool yang sangat berharga bagi pengusaha untuk dapat memberikan solusi sederhana dan mengurangi beban keuangan. Pandemi telah menekankan pentingnya memiliki tenaga kerja yang berdaya dan manfaat tempat kerja yang holistik,” ungkapnya.

Application Information Will Show Up Here

Makmur Investment Platform Secures Seed Funding

Online investment platform Makmur secures seven-figure seed funding led by BEENEXT. A number of VCs and angel investors participated in this round, including Kinesys Group, Trihill Capital, Yiping Goh (Partner at Quest Ventures), Edward Tirtanata via Kenangan Kapital, Vidit Agrawal (CEO of GajiGesa), and Andrew Lee.

The money will be used to drive business growth by developing product features and portfolios. Makmur will also increase the number and develop the quality of its human resources.

“Currently, Indonesia’s capital market investors are experiencing significant growth, but only represent 2% of the total population in Indonesia. We expect this funding to support our efforts to close the financial inclusion gap and encourage literacy in Indonesia,” Sander said in his official statement.

Edward Tirtanata through his angel investment fund, Kenangan Kapital said that Indonesia is currently experiencing an unprecedented surge in investment from the retail market. Using this growth, Makmur focuses on financial advisory and goal-based investing to help assist novice investors. He considered this to provide different values ​​compared to wealthtech startups in Indonesia.

“Non-professional investors like me need financial advisors, and Makmur democratizes financial advisor services,” Edward told DailySocial.id in separate occation.

In general note, Makmur allows investors to invest with a minimum value of IDR 10,000. Makmur offers a number of features to strengthen the added value of its products. First, technology-based human advisors and Makmur Recipe to make it easier for novice investors to compare the right mutual funds. Users can also place mutual funds in different pockets according to their needs or investment goals (goal based investing).

Currently, Makmur provides eight investment managers, BNI Asset Management, Bahana TCW Investment Management, Trimegah Asset Management, Avrist Asset Management, Capital Asset Management, RHB Asset Management, FWD Asset Management, and Syailendra Asset Management.

Strengthen its position

In fact, Makmur is backed by a series of team work experiences at well-known technology and financial companies in Silicon Valley and Wall Street. Sander previously had an internship as a Facebook Software Engineer who was responsible for the algorithm for sorting posts on the News Feed and a Software Engineer at Motorola Solutions.

He has also held various positions in the financial industry, from KCG Holdings to Head of Quantitative Trading at Virtu Financial, one of the largest stock trading companies on Wall Street.

As DailySocial.id reached, Sander based his thought on a number of strategies in blending Makmur’s superior features, therefore, users can experience investing like having a personal wealth manager

For example, Makmur Recipe’s superior features were developed in several options, such as Makmur Recipe for emergency funds, retirement funds, and passive income. In addition, there is also a tech-enabled human advisor feature to design strategies according to the user’s investment goals. The recommended investment strategy will also follow the user’s risk profile.

Sander said this feature was designed by experts in their fields with the support of research and data-based investment technology. He considered that human advisors better understand the investment needs of users than robo advisors that have been circulating on similar platforms.

“We see that Indonesia has a quite low investment literacy. Most people invest because they join in or are attracted to sweet returns. In fact, a good investment must be based on data and research, not just feeling or simply following. Therefore, we made a quantitative investment strategy which draws on decades of data and research results used by Wall Street, not just academic theory,” Sander said.

Business development

This year, Sander revealed that his team will increase the mutual funds options by adding investment manager partners with good reputation and track record. His team will also collaborate with several mutual fund sales outlet partners

“We strictly select investment manager partners. In terms of mutual fund products, we consider some factors, such as performance, top holding, managed funds, and management fees for similar mutual funds,” he said.

In terms of products, Makmur will add new features to make it easier for users to invest, such as payment methods. According to Sander, the GoPay and Direct Debit payment methods are in the process of being integrated and are targeted for release in the next two months.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Platform Investasi “Makmur” Mengamankan Pendanaan Tahap Awal

Platform investasi online Makmur mengamankan pendanaan tahap awal dengan nominal tujuh digit yang dipimpin oleh BEENEXT. Sejumlah VC dan angel investor turut berpartisipasi pada putaran ini, antara lain Kinesys Group, Trihill Capital, Yiping Goh (Partner di Quest Ventures), Edward Tirtanata via Kenangan Kapital, Vidit Agrawal (CEO GajiGesa), dan Andrew Lee.

Pendanaan ini akan digunakan untuk mendorong pertumbuhan bisnisnya dengan mengembangkan fitur dan portofolio produk. Makmur juga akan menambah jumlah dan mengembangkan kualitas SDM-nya.

“Saat ini, investor pasar modal di Indonesia mengalami pertumbuhan signifikan, tetapi baru mewakili 2% dari total populasi di Indonesia. Kami harap pendanaan awal ini dapat mendukung upaya kami menutup gap inklusi keuangan dan mendorong literasinya di Indonesia,” ungkap Sander dalam keterangan resminya.

Edward Tirtanata melalui angel investment fund miliknya di Kenangan Kapital mengatakan saat ini Indonesia tengah mengalami lonjakan investasi dari pasar ritel yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dengan pertumbuhan ini, Makmur berfokus pada financial advisory dan goal-based investing yang dapat membantu mendampingi investor pemula. Ia menilai fokus tersebut memberikan nilai berbeda dibandingkan startup wealthtech yang ada di Indonesia.

“Investor non-profesional seperti saya membutuhkan financial advisor, dan Makmur mendemokratisasi layanan financial advisor,” ungkap Edward dihubungi terpisah oleh DailySocial.id.

Sekadar informasi, Makmur memungkinkan investor untuk berinvestasi dengan nilai minimal Rp10.000. Makmur menawarkan sejumlah fitur untuk memperkuat nilai tambah produknya. Pertama, human advisor berbasis teknologi dan Makmur Recipe untuk mempermudah investor pemula dalam membandingkan reksa dana yang tepat. Pengguna juga dapat menempatkan reksa dana pada kantong berbeda sesuai kebutuhan atau tujuan investasi (goal based investing).

Saat ini Makmur menyediakan delapan manajer investasi, yaitu BNI Asset Management, Bahana TCW Investment Management, Trimegah Asset Management, Avrist Asset Management, Capital Asset Management, RHB Asset Management, FWD Asset Management, dan Syailendra Asset Management.

Memperkuat posisi Makmur

Sebagai informasi, Makmur diperkuat deretan pengalaman kerja tim di perusahaan-perusahaan teknologi dan keuangan ternama di Silicon Valley dan Wall Street. Sander sebelumnya pernah magang sebagai Software Engineer Facebook yang bertanggung jawab atas algoritma pengurutan postingan di News Feed dan Software Engineer di Motorola Solutions.

Ia juga pernah menduduki berbagai posisi di industri keuangan, mulai dari KCG Holdings hingga menjadi Head of Quantitative Trading di Virtu Financial, salah satu perusahaan trading saham terbesar di Wall Street.

Dihubungi DailySocial.id, Sander berpatokan pada sejumlah strategi dalam meracik-racik fitur unggulan Makmur agar pengguna dapat merasakan pengalaman berinvestasi layaknya memiliki wealth manager pribadi

Contohnya, fitur unggulan Makmur Recipe yang dikembangkan dalam beberapa opsi, yaitu Makmur Recipe untuk dana darurat, dana pensiun, dan penghasilan pasif. Selain itu, ada pula fitur tech-enabled human advisor yang dapat merancang strategi sesuai tujuan investasi pengguna. Strategi investasi yang direkomendasikan juga akan mengikuti profil risiko pengguna.

Sander mengatakan, fitur ini dirancang oleh para ahli di bidangnya dengan dukungan teknologi investasi berbasis riset dan data. Ia menilai human advisor lebih memahami kebutuhan investasi pengguna daripada robo advisor yang telah banyak beredar di platform sejenis.

“Kami melihat literasi investasi di Indonesia masih sangat rendah. Kebanyakan orang berinvestasi karena ikut-ikutan atau kepincut imbal hasil yang manis. Padahal, investasi yang baik harus berdasarkan data dan riset, bukan sekadar feeling atau following. Maka itu, kami membuat quantitative investment strategy yang mengacu pada data puluhan tahun dan hasil riset yang digunakan oleh Wall Street, bukan sekadar teori dunia akademis,” papar Sander.

Rencana pengembangan Makmur

Pada tahun ini, Sander mengungkap pihaknya akan menambah pilihan reksa dana dengan menambah partner manajer investasi yang memiliki reputasi dan rekam jejak yang baik. Pihaknya juga akan menggandeng beberapa partner gerai penjualan reksa dana

“Kami selalu menyeleksi partner manajer investasi dengan ketat. Untuk produk reksa dana, kami mempertimbangkan sejumlah faktor, seperti kinerja, top holding, dana kelolaan, dan management fee reksa dana sejenis,” ungkapnya

Dari sisi produk, Makmur akan menambah fitur-fitur baru untuk mempermudah pengguna berinvestasi, seperti metode pembayaran. Menurut Sander, metode pembayaran GoPay dan Direct Debit sedang dalam proses integrasi dan ditargetkan rilis dalam dua bulan mendatang.

Application Information Will Show Up Here

Earned Wage Access Concept to Normalize Advanced Salary

Some people say money can solve all problems. Ironically this is true. Quoting from the Health Living Index study by AIA, money is the main source of stress in Indonesia. Household finances cause Indonesians more stress than work, relationships, or even their physical health.

Another global survey conducted by PwC in 2019 found that 67% of workers reported struggling with financial stress, meaning more than two-thirds of the working population are prone to migraines, depression and anxiety. Many studies highlight the effects of employee financial stress on business performance.

According to PwC, workers spend three or more hours per week focusing on financial matters rather than their work. Of the employees who reported financial stress, 12% lost their jobs because of the problem, and 31% felt their productivity was affected. One in three workers admit to being less productive at work because of financial stress.

PwC estimates that for a company with 10,000 workers, all these problems related to financial stress could cost up to $3.3 million in one year.

In Indonesia, the lower to middle class workers still dominate the working class. The World Bank recorded out of a total of 85 million income recipients which include employees, casual workers, and self-employed, only 13 million workers or 15% have enough income to support a middle class life with four family members.

Of all that group, only 3.5 million or 4% of workers with middle-class income while enjoying full social benefits and having permanent employee status.

This is yet to talk about freelancers which total has reached 33.34 million, up 26% YOY as of August 2020 according to BPS data. Freelancers in Indonesia are in the lowest position of the work protection pyramid, even losing to blue-collar workers protected by Law No. 13 of 2003.

Freelancers in this country hardly have guarantees related to labor, not even job security, income or social protection. Their social security is not listed as part of the employer’s required entitlement, which means they have to pay for other products for protection.

This financial health issue does not only occur in Indonesia, but also in various other parts of the world. No single tool or approach can meet all employees’ financial needs. Employers should consider providing programs and tools that better equip employees to deal with financial emergencies.

While many employers provide employee loans (such as cash), they are actually only locking in valuable cash flow and yet to be able to provide employees with flexibility and instant solutions. For example, lower-class workers struggling with unstable incomes or expenses for a variety of reasons, including unexpected or increased bills and fluctuating working hours.

For employers, earned wage access (EWA) programs allow employees to access part of their paycheck early, helping them balance payday time with their expected or unexpected expenses to avoid late fees or penalties.

The United States became the first country to take a technological approach to solving the wage issue through technology. The pioneer company is Payactiv, a pioneer of earned wage access products, which was founded in 2012.

Some people interpret EWA for early wage access. There are also those who use other terms such as, on-demand pay, instant pay, daily pay benefit, or earned income access. But all the names refer to solutions covering the same basic thing: help employees access the wages they’ve earned before payday arrives.

The truth is, Payactiv created the term earned wage access carefully because they are very aware that every word in the term is specific and full of meaning. Payactive’s founder and CEO, Safwan Shah explained, the word “earned wage” is a wage that is earned, not “early” which connotes impatience.

“It’s wages, not income because income can be in the form of commissions or something; and the word access, not referring to a down payment that implies someone is helping you. The reasons for each word are very specific,” Shah said as quoted from an interview with Forbes.

He said, the main point of EWA is when the workers payday is fully controlled by the employer. This is a technological decision. This initial idea became the forerunner of Payactiv about 10 years ago.

“I said if technology drives the payment timing, then we can create technologies and products where people can access their money when they earned it. I have a very strong belief that, for this service to be delivered properly, employers must be part of the solution.”

Payactiv Wagestream Even
Operating since 2012 2018 2014
Country Amerika Serikat Inggris Amerika Serikat
Total funding $133,7 juta $79,3 juta $52 juta
Total user 2 juta orang 1 juta orang 500 ribu orang
Investors Softbank Capital, Ziegler, Plug and Play QED, Northzone, Balderton Capital Khosla, Valar Ventures, PayPal Ventures, Founders Fund

Global EWA which already achieve the unicor status

(Collected from several sources)

Indonesian players

The acceptance of EWA concept in developed countries has inspired fintech companies from developing countries. In fact, it is common in developing countries, where low-wage workers often turn to fast loans with high interest rates to keep their sudden expenses in check before payday arrives.

The pandemic creates momentum for them to start implementing the concept in Indonesia. Since the pandemic, at least four services have been operating, including GajiGesa, Wagely, Gigacover, and GajiKoin carried by KoinWorks.

Gigacover Indonesia’s Country Head, Cobysot Avego explained, the momentum of EWA’s platform in Indonesia was triggered by the pandemic situation which has affected many aspects of people’s lives, from working to managing monthly finances, makes it necessary for them to be more careful in managing cashflow and consider the possibility of an emergency need that can occur at any time.

“This situation is a momentum for Gigacover to help independent workers and communities of gig economy players yet to be served in the country, so that they can have access to the same benefits as part-time workers,” said Cobysot when contacted by DailySocial.

Gigacover not only provides EWA solutions, it also provides financial financial products and services for freelancers thanks to collaborations with various conventional financial services industries, such as insurance companies.

GajiGesa’s Co-Founder Vidit Agrawal said the platform presence is quite appropriate because many entrepreneurs struggled to provide employee benefits to their employees during the pandemic. “GajiGesa partners with employers to help them provide financial, health and educational benefits, also to build self-reliance and financial resilience for employees,” he said.

Agrawal continued, “We have seen employee benefits and EWA acceptance across all verticals including traditional businesses, factories and technology companies.”

Currently, GajiGesa’s solution includes not only EWA, but also financial products (top up credit, e-wallet transfers, and bill payments), micro health insurance, and educational products that soon to be released. Also, a special application for GajiTim’s employers that contains various employee management and HRIS features.

KoinGaji is the only EWA platform that stands as an additional service from KoinWorks for companies. KoinGaji was launched last year.

KoinWorks’ Co-Founder and CEO, Benedicto Haryono said the EWA solution is an attractive benefit to meet the needs of employees at any time, especially sudden needs such as medical, and so on. Therefore, it makes various startups interested in trying to provide this service.

“Although this will be a competitive market, KoinWorks set this solution as a bundle for MSME players. Our strategy through the Super App is to provide a more complete package with a unique value proposition, therefore, it can holistically meet the financial needs of MSMEs,” said Ben as Benedicto’s nickname.

All three monetize the service by adding a service fee for each employee from company partners using its technology and services. They “bail” the salary that was disbursed earlier, then billed it to the company partners at the end of the month.

With Gigacover, for example, Cobysot explained the application process where employees can download the Gigacover application and fill out a registration form including to explain information about the company, therefore, it can carry out further communication regarding their needs.

Furthermore, employees can apply for salary disbursement to be processed by Gigacover -the funds will be taken from Gigacover Indonesia- and the company will return the funds to Gigacover on the payday.

“For each of transaction, we apply an affordable administration fee ranging from Rp. 20,000 to Rp. 40,000. Our business model is quite unique B2B2W (Business to Business to Workers), where the partnership we have is with the company to provide welfare for its employees,” he said.

Meanwhile, KoinGaji sourced its funds from KoinP2P, the KoinWorks fintech lending company. However, this product does not take interest, but a service fee of 1%-2% of the total wages taken.

“In addition, we also offer KoinGaji as an additional feature for our clients and partners who have used our other product facilities before, therefore, we can monetize from several of our products at once,” Ben added.

GajiGesa wagely Gigacover KoinGaji
Operating since Oktober 2020 Maret 2020 2017 (Singapura), 2020 (Indonesia) Agustus 2020
Total users ≥200 ribu pengguna Puluhan ribu karyawan ≥30 ribu pengguna ≥30 ribu pengguna dgn pencairan >Rp30 miliar
Services Employee app: finansial (EWA, top up pulsa, transfer e-wallet, bayar tagihan), asuransi kesehatan mikro,  edukasi (segera dirilis). Employer app (GajiTim): manajemen karyawan dan HRIS EWA Prepaid Credits, Earning Advance (EWA), Productive Loan, Health and Life Protection Super App: KoinP2P, KoinBisnis, KoinInvoice, KoinRobo, KoinGold
Total funding $3 juta $5,6 juta Undisclosed $72,1 juta (melalui KoinWorks)
Investors Defy., Plug and Play, Next Billion Ventures, Alto Partners, OCBC NISP Venture, Quest Ventures, Kenangan Fund, dan angels Integra Partners, ADB Ventures, PT Triputra Trihill Capital, Global Founders Capital, 1982 Ventures, dan angels Vectr Fintech, Quest Venture Partners, Alto Partners, M Venture Partners, Farsight Capital EV Growth, Quona Capital, Mandiri Capital Indonesia,Convergence Ventures, Gunung Sewu, dan lainnya.

(collected from several sources)

Optimisme startup EWA

Although these players are still infant, they offer spirit that is quite ambitious, by wanting to reduce worker dependence with payday loans that often frustrating. Education plays an important role in manifesting this idea.

Due to such business model, some consider the EWA platform to be like a fintech lending company. Shah flatly rejected this assumption. He said, since Payactiv created Earned Wage Access in 2012, Payactiv’s competitors have increased and the industry has become more competitive.

He also tried to meet the Consumer Financial Protection Bureau (CFPB) dozens of times to discuss this matter. Eventually, in early 2021, EWA Payactiv products became the first products to be approved by the CFPB. “They recognized EWA was not a “credit” and were exempt from federal loan laws,” Shah said.

However, he was never against products that help people meet their needs before payday. Payday loans are only the initial phase of the financial education process because payday loan companies don’t bother involving employers, they just approach their employees.

“Therefore, I don’t blame them at all. I’m not criticizing them. I’m not judging of the history of payday loans. I put a product out there, and I said “If you still want to use a payday loan, I can’t stop you.” It’s like you want to drive a car that goes 9 miles, it’s up to you, but there are cars that will go 50 miles to the gallon.”

He continued, there are people who use payday loans, but no one has ever asked why. He said, this happened because there was a mismatch between the bi-weekly wage, and the several days in between where bills and other expenses had to be paid.

Bills and expenses don’t wait for payday. This misalignment creates cash flow shortfalls, which hourly workers have historically filled through expensive short-term forms of credit such as payday loans, installment loans, car ownership loans, mortgage loans, overdraft fees, and late fees.

“Earned wage access corrects this misalignment, while increasing worker liquidity, reducing demand for high-cost credit.”

In Indonesia, AFPI’s Daily Chair, Kuseryansyah explained, the regulation that actually accommodates EWA players is included in digital financial innovation and digital financial innovation support services, referring to POJK 13 of 2018 concerning Digital Financial Innovation.

“The platform must be registered with the OJK as an IKD. Or else, it can be reported as an illegal fintech service because it is not registered, listed, and licensed at the OJK,” he said.

Of all the current EWA players in Indonesia, only KoinGaji products have been registered as IKD in the aggregator cluster under PT Sejahtera Lunaria Annua. Others claimed to be preparing the submission to the OJK.

Amidst the huge opportunities awaited, Ben continued that he believes the growth of EWA players in Indonesia will be slower than that the overseas players. In fact, there’s still negative stigma of illegal loans attached in Indonesia’s people. Therefore, EWA players need to carry out more massive education. KoinWorks needs to first introduce KoinGaji’s vision and mission.

“Moreover, it is expected to provide awareness that this is a necessary product and a helpful one, it can even prevent employees from being entangled in illegal loan interest which can ultimately affect the employee’s performance.”

However, both Agrawal and Cobysot are prepared with a large population in Indonesia to deepen EWA adoption.

“We are very excited about the EWA’s growth in Indonesia. Employers are starting to realize the benefits of giving employees their paycheck before their pay date and are actively partnering with us to use our technology for the same purpose. GajiGesa has seen exponential growth this year and expects the same for the rest of the year as well,” Agrawal said.

Cobysot added, “If we look at the COVID-19 pandemic that encourages remote working and the trend of the Indonesian gig economy industry which is still very green and not well regulated, we believe that the services provided by EWA startups will continue to develop in the future, as the needs will always  be there. To provide a picture, the use of Gigacover products has increased by 10 times throughout 2020 among the Indonesian independent worker community.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
*header photo: Depositphotos.com

Konsep “Earned Wage Access” Menormalisasi Pembayaran Gaji di Muka

Ada yang bilang uang bisa menyelesaikan semua masalah. Ironisnya hal tersebut benar. Mengutip dari studi Health Living Index oleh AIA, uang adalah sumber utama faktor stres di Indonesia. Keuangan rumah tangga menyebabkan orang Indonesia lebih stres daripada pekerjaan, hubungan, atau bahkan kesehatan fisik mereka.

Survei global lainnya yang diselenggarakan PwC pada 2019 menemukan bahwa sebanyak 67% pekerja melaporkan berjuang pada tekanan finansial, yang berarti lebih dari dua pertiga populasi pekerja rentan terhadap migrain, depresi, dan kecemasan. Banyak penelitian menyoroti efek stres keuangan karyawan terhadap kinerja bisnis.

Menurut PwC, pekerja menghabiskan tiga jam atau lebih per minggu untuk fokus pada masalah keuangan daripada pekerjaan mereka. Dari karyawan yang melaporkan stres keuangan, sebanyak 12% kehilangan pekerjaan karena masalah tersebut, dan 31% merasa produktivitas mereka terpengaruh. Satu dari tiga pekerja mengaku kurang produktif di tempat kerja karena stres finansial.

PwC memperkirakan bahwa untuk sebuah perusahaan dengan 10.000 pekerja, semua masalah yang berkaitan dengan tekanan keuangan ini dapat menelan biaya hingga $3,3 juta dalam satu tahun.

Di Indonesia sendiri, pekerja kelas menengah ke bawah masih mendominasi dari kelas pekerja. Bank Dunia mencatat dari total 85 juta penerima pendapatan yang meliputi, pegawai, pekerja kasual, dan wiraswasta, hanya 13 juta pekerja atau 15% yang memiliki pendapatan cukup untuk membiayai kehidupan kelas menengah dengan empat anggota keluarga.

Dari kelompok tersebut, hanya 3,5 juta atau 4% pekerja dengan pendapatan setara kelas menengah sekaligus menikmati manfaat sosial secara utuh dan memiliki status pegawai tetap.

Ini belum bicara mengenai pekerja lepas yang jumlahnya mencapai 33,34 juta, naik 26% YOY per Agustus 2020 menurut data BPS. Pekerja lepas di Indonesia berada di posisi terendah dari piramida perlindungan kerja, bahkan kalah dari pekerja kerah biru yang dilindungi UU No.13 Tahun 2003.

Pekerja lepas di sini hampir tidak memiliki jaminan terkait tenaga kerja, baik itu jaminan pekerjaan, pendapatan atau perlindungan sosial. Jaminan sosial mereka tidak diwajibkan untuk masuk sebagai bagian dari hak yang harus diberikan pemberi kerja, yang berarti mereka harus membayar produk untuk melindungi diri mereka sendiri.

Isu kesehatan finansial ini sebenarnya tidak terjadi di Indonesia saja, juga di berbagai belahan dunia lainnya. Tidak ada alat atau pendekatan tunggal yang dapat memenuhi semua kebutuhan keuangan karyawan. Pemberi kerja harus mempertimbangkan untuk menyediakan program dan alat yang lebih membekali karyawan untuk menangani keadaan darurat keuangan.

Sementara banyak pemberi kerja memberikan pinjaman karyawan (seperti kasbon), sebenarnya mereka hanya mengunci arus kas yang berharga dan belum dapat memberikan fleksibilitas dan solusi instan kepada karyawan. Misalnya, golongan pekerja kelas bawah yang harus berjuang dengan pendapatan atau pengeluaran yang tidak stabil karena berbagai alasan, termasuk tagihan yang tidak terduga atau meningkat dan jam kerja yang berfluktuasi.

Untuk para pemberi kerja, program earned wage access (EWA) memungkinkan karyawan mengakses sebagian dari gaji mereka lebih awal dapat membantu mereka menyelaraskan waktu pendapatan mereka dengan pengeluaran yang diharapkan atau tidak terduga untuk menghindari biaya keterlambatan atau penalti.

Amerika Serikat menjadi negara pertama yang mengambil pendekatan teknologi untuk menyelesaikan isu upah lewat teknologi. Perusahaan pionirnya adalah Payactiv, pionir produk earned wage access, yang sudah meluncur sejak 2012 silam.

Ada yang mengartikan kepanjangan EWA sebagai early wage access. Ada juga yang memakai istilah lainnya seperti, on-demand pay, instant pay, daily pay benefit, atau earned income access. Tapi seluruh nama tersebut merujuk pada solusi yang melakukan hal dasar yang sama: membantu karyawan mengakses upah yang telah mereka peroleh sebelum hari gajian tiba.

Namun sejatinya, Payactiv menciptakan istilah earned wage access itu dengan hati-hati karena mereka sangat menyadari setiap kata-kata dalam istilah itu spesifik penuh makna. Founder dan CEO Payactive Safwan Shah menjelaskan, kata “earned wage” adalah upah yang diperoleh, jadi bukan “early” diperoleh di awal yang berkonotasi ketidaksabaran.

“Itu upah (wage), bukan penghasilan karena penghasilan bisa berupa komisi atau semacamnya; dan kata akses (access), bukan uang muka yang menyiratkan seolah-olah seseorang membantu Anda. Alasan untuk setiap kata sangat spesifik,” ujar Shah mengutip dari wawancara bersama Forbes.

Menurutnya, kunci utama yang ditawarkan dari EWA adalah kapan waktu pekerja di bayar sepenuhnya dikendalikan oleh pemberi kerja. Ini adalah keputusan teknologi. Ide awal inilah menjadi cikal bakal dari Payactiv sekitar 10 tahun lalu.

“Saya katakan jika teknologi mendorong waktu pembayaran, maka kita dapat menciptakan teknologi dan produk di mana orang dapat mengakses uang mereka saat mereka mendapatkannya. Saya memiliki keyakinan yang sangat kuat bahwa, agar layanan ini diberikan dengan benar, pemberi kerja harus menjadi bagian dari solusi.”

Payactiv Wagestream Even
Tahun beroperasi 2012 2018 2014
Negara Amerika Serikat Inggris Amerika Serikat
Total pendanaan $133,7 juta $79,3 juta $52 juta
Total pengguna 2 juta orang 1 juta orang 500 ribu orang
Investor Softbank Capital, Ziegler, Plug and Play QED, Northzone, Balderton Capital Khosla, Valar Ventures, PayPal Ventures, Founders Fund

Pemain EWA global yang sudah menjadi unicorn

(diolah dari berbagai sumber)

Pemain di Indonesia

Diterimanya konsep EWA di negara maju, menginsiprasi perusahaan fintech dari negara berkembang untuk turut hadir. Sebab, umumnya di negara berkembang, di mana pekerja berupah rendah sering beralih ke pinjaman cepat dengan bunga tinggi untuk menjaga pengeluaran mendadaknya sebelum hari gajian tiba.

Momentum pandemi membuka kesempatan kepada mereka untuk membawa konsep tersebut ke Indonesia. Sejak pandemi, setidaknya telah beroperasi empat layanan, yakni GajiGesa, wagely, Gigacover, dan GajiKoin yang diusung KoinWorks.

Country Head Gigacover Indonesia Cobysot Avego menjelaskan, momentum kehadiran platform EWA di Indonesia tak lain dipicu karena situasi pandemi yang telah banyak memengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat, mulai dari bekerja hingga mengatur keuangan bulanan. Hal tersebut membuat mereka perlu lebih berhati-hati mengatur cashflow dan mempertimbangkan kemungkinan ada kebutuhan darurat yang bisa terjadi kapan saja.

“Situasi ini merupakan momentum bagi Gigacover untuk membantu pekerja independen dan komunitas pelaku gig economy yang belum terlayani di dalam negeri, agar mereka dapat memiliki akses manfaat yang sama seperti pekerja paruh waktu,” kata Cobysot saat dihubungi DailySocial.

Gigacover tidak hanya menyediakan solusi EWA, juga memenuhi produk dan jasa keuangan finansial untuk pekerja lepas berkat kerja sama dengan berbagai industri jasa keuangan konvensional, seperti perusahaan asuransi.

Co-Founder GajiGesa Vidit Agrawal kehadiran GajiGesa cukup tepat karena selama pandemi banyak pengusaha yang berjuang untuk memberikan tunjangan karyawan kepada karyawannya. “GajiGesa bermitra dengan pengusaha untuk membantu mereka memberikan manfaat finansial, kesehatan dan pendidikan sehingga membangun ketergantungan diri dan ketahanan finansial pada karyawan,” ucapnya.

Agrawal melanjutkan, “Kami telah melihat penerimaan tunjangan karyawan dan EWA di semua vertikal termasuk bisnis tradisional, pabrik, dan perusahaan teknologi.”

Saat ini solusi GajiGesa tidak hanya mencakup EWA saja, tapi juga produk finansial (top up pulsa, transfer e-wallet, dan pembayaran tagihan), asuransi kesehatan mikro, dan produk edukasi yang akan segera dirilis. Serta, aplikasi khusus untuk pemberi kerja GajiTim yang berisi berbagai fitur manajemen karyawan dan HRIS.

KoinGaji menjadi satu-satunya platform EWA yang berdiri sebagai salah satu layanan tambahan dari KoinWorks untuk perusahaan. KoinGaji juga dirilis pada tahun lalu.

Co-Founder dan CEO KoinWorks Benedicto Haryono mengatakan solusi EWA menjadi benefit yang menarik untuk memenuhi kebutuhan karyawan sewaktu-waktu, terlebih kebutuhan mendadak seperti kebutuhan medis, dan sebagainya. Oleh karenanya, kebutuhan tersebut membuat berbagai startup tertarik untuk mencoba memberikan layanannya.

“Walaupun ini akan menjadi market yang kompetitif, KoinWorks melihat solusi ini sebagai salah satu jasa dari suatu paket yang bisa diberikan kepada para entrepreneur UMKM. Strategi kami melalui Super App adalah untuk memberikan paket yang lebih lengkap dengan value proposition yang unique sehingga bisa memenuhi kebutuhan finansial para UMKM dengan lebih holistik,” terang Ben, panggilan akrab Benedicto.

Ketiganya mengambil cara monetisasi dengan mengambil biaya layanan untuk setiap karyawan dari mitra perusahaan yang memanfaatkan teknologi dan layanannya. Mereka “menalangi” gaji yang dicairkan lebih awal tersebut, baru kemudian menagihkannya ke mitra perusahaan di akhir bulan.

Di Gigacover misalnya, Cobysot menjelaskan untuk proses pengajuan, karyawan dapat mengunduh aplikasi Gigacover dan mengisi formulir pendaftaran termasuk menjelaskan informasi mengenai perusahaan, sehingga pihaknya dapat melakukan komunikasi lebih lanjut terkait kebutuhan mereka.

Setelah itu karyawan dapat melakukan pengajuan pencairan gaji yang akan diproses oleh Gigacover -dana yang akan diambil berasal dari Gigacover Indonesia- dan perusahaan akan mengembalikan dana tersebut kepada Gigacover pada saat tanggal gajian.

“Untuk setiap transaksi ini kami memberlakukan biaya administrasi terjangkau yang berkisar antara Rp20 ribu hingga Rp40 ribu. Model bisnis kami cukup unik B2B2W (Business to Business to Workers), di mana kemitraan yang kami jalin adalah dengan perusahaan untuk memberikan kesejahteraan bagi para karyawannya,” kata dia.

Sedangkan, KoinGaji mengambil sumber dananya dari KoinP2P, perusahaan fintech lending KoinWorks. Namun demikian, produk ini tidak mengambil bunga, melainkan biaya layanan sebesar 1%-2% dari jumlah upah yang diambil.

“Selain itu KoinGaji juga kami tawarkan sebagai fitur tambahan terhadap client dan partner kita yang sudah menggunakan fasilitas produk kami yang lain sebelumnya, sehingga kami bisa mendapatkan monetisasi dari beberapa produk kami sekaligus,” tambah Ben.

GajiGesa wagely Gigacover KoinGaji
Tahun beroperasi Oktober 2020 Maret 2020 2017 (Singapura), 2020 (Indonesia) Agustus 2020
Total pengguna ≥200 ribu pengguna Puluhan ribu karyawan ≥30 ribu pengguna ≥30 ribu pengguna dgn pencairan >Rp30 miliar
Layanan Employee app: finansial (EWA, top up pulsa, transfer e-wallet, bayar tagihan), asuransi kesehatan mikro,  edukasi (segera dirilis). Employer app (GajiTim): manajemen karyawan dan HRIS EWA Prepaid Credits, Earning Advance (EWA), Productive Loan, Health and Life Protection Super App: KoinP2P, KoinBisnis, KoinInvoice, KoinRobo, KoinGold
Total pendanaan $3 juta $5,6 juta Undisclosed $72,1 juta (melalui KoinWorks)
Investor Defy., Plug and Play, Next Billion Ventures, Alto Partners, OCBC NISP Venture, Quest Ventures, Kenangan Fund, dan angels Integra Partners, ADB Ventures, PT Triputra Trihill Capital, Global Founders Capital, 1982 Ventures, dan angels Vectr Fintech, Quest Venture Partners, Alto Partners, M Venture Partners, Farsight Capital EV Growth, Quona Capital, Mandiri Capital Indonesia,Convergence Ventures, Gunung Sewu, dan lainnya.

(diolah dari berbagai sumber)

Optimisme startup EWA

Meski para pemain ini baru seumur jagung, tapi semangat yang mereka tawarkan cukup ambisius, yakni ingin mengurangi ketergantungan para pekerja dengan pinjaman payday yang sering menggerogoti mereka. Edukasi bermain penting dalam mewujudkan misi tersebut.

Karena model bisnis yang demikian, ada yang menganggap platform EWA itu seperti perusahaan fintech lending. Anggapan tersebut ditolak mentah-mentah oleh Shah. Dia bilang, sejak Payactiv menciptakan Earned Wage Access pada 2012, kompetitor Payactiv semakin banyak dan industrinya semakin kompetitif.

Ia pun berusaha menemui Consumer Financial Protection Bureau (CFPB) hingga puluhan kali untuk berdiskusi. Sampai akhirnya pada awal 2021 ini, produk EWA Payactiv menjadi produk produk pertama yang disetujui oleh CFPB. “Mereka mengakui EWA bukan “kredit” dan dibebaskan dari undang-undang pinjaman federal,” kata Shah.

Meski demikian, dirinya tidak pernah menentang produk yang membantu orang memenuhi kebutuhannya sebelum hari gajian. Pinjaman payday hanyalah fase awal dari proses edukasi finansial karena perusahaan payday loan tersebut tidak repot-repot melibatkan pemberi kerja, cukup menghampiri para pekerjanya.

“Jadi saya tidak menyalahkan mereka sama sekali. Saya tidak mengkritik mereka. Saya bukan hakim dari sejaraph payday loan. Saya memasang produk di luar sana, dan saya berkata “Jika Anda masih ingin menggunakan payday loan, saya tidak dapat menghentikan Anda.” Itu seperti Anda ingin mengendarai mobil yang menempuh jarak 9 mil, terserah Anda, tetapi ada mobil yang akan menempuh jarak 50 mil ke galon.”

Dia melanjutkan, ada orang yang menggunakan payday loan, tapi tidak pernah ada orang yang bertanya mengapa alasannya. Menurutnya, hal tersebut terjadi karena ada ketidakselarasan antara penerimaan upah dua mingguan, dan beberapa hari di antaranya di mana tagihan dan pengeluaran lainnya harus dipenuhi.

Tagihan dan pengeluaran tidak menunggu hari gajian. Ketidaksejajaran ini menciptakan kekurangan arus kas, yang secara historis telah diisi oleh pekerja per jam melalui bentuk kredit jangka pendek yang mahal seperti pinjaman gaji, pinjaman angsuran, pinjaman kepemilikan mobil, pinjaman gadai, biaya cerukan, dan biaya keterlambatan.

Earned wage access memperbaiki ketidakselarasan tersebut, sekaligus meningkatkan likuiditas pekerja, mengurangi permintaan kredit berbiaya tinggi.”

Di Indonesia sendiri, Ketua Harian AFPI Kuseryansyah menjelaskan, sebenarnya regulasi yang mengakomodasi para pemain EWA ini masuk ke dalam inovasi keuangan digital dan layanan pendukung inovasi keuangan digital yang merujuk pada POJK 13 Tahun 2018 tentang Inovasi Keuangan Digital.

“Platform tersebut harus mencatatkan diri di OJK sebagai IKD. Kalau tidak, ya bisa dilaporkan sebagai layanan fintech ilegal karena tidak tercatat, terdaftar, dan berizin di OJK,” kata dia.

Dari seluruh pemain EWA di Indonesia saat ini, hanya produk KoinGaji yang telah tercatat sebagai IKD dalam klaster agregator di bawah PT Sejahtera Lunaria Annua. Lainnya mengaku sedang menyiapkan diri untuk mengajukan diri ke OJK.

Di tengah peluang besar yang menanti, Ben melanjutkan bahwa ia berpendapat pertumbuhan pemain EWA di Indonesia akan lebih pelan daripada pemain di luar negeri. Lantaran, stigma pinjaman ilegal yang masih menempel di Indonesia. Oleh karena itu, pemain EWA perlu melakukan edukasi yang lebih masif. KoinWorks perlu memperkenal terlebih dahulu visi dan misi dari KoinGaji tersebut.

“Dengan itu diharapkan akan memberikan kesadaran bahwa produk ini memang sangatlah dibutuhkan dan membantu, bahkan bisa menghindari para karyawan untuk terjerat bunga pinjol ilegal yang pada akhirnya bisa memengaruhi kinerja karyawan tersebut.”

Kendati begitu, baik Agrawal dan Cobysot, bersiap dengan populasi yang besar di Indonesia untuk memperdalam adopsi EWA.

“Kami sangat gembira dengan pertumbuhan EWA di Indonesia. Pengusaha mulai menyadari manfaat memberikan gaji yang diperoleh karyawan sebelum tanggal gaji dan secara aktif bermitra dengan kami untuk menggunakan teknologi kami untuk hal yang sama. GajiGesa telah melihat pertumbuhan eksponensial tahun ini dan mengharapkan hal yang sama untuk sisa tahun ini juga,” kata Agrawal.

Cobysot menambahkan, “Jika kita melihat pandemi COVID-19 yang mendorong kerja jarak jauh serta tren industri gig economy Indonesia yang masih sangat hijau dan belum teregulasi dengan baik, kami yakin layanan yang diberikan startup EWA akan semakin berkembang ke depannya, sebagaimana kebutuhan yang terus berjalan. Sebagai gambaran, pada saat ini penggunaan produk Gigacover telah meningkat hingga 10 kali lipat sepanjang tahun 2020 di kalangan komunitas pekerja independen Indonesia.”


*Foto header: Depositphotos.com

Fintech Startup GajiGesa Raises Additional Funding, Launching Employee Management App “GajiTim”

Fintech startup GajiGesa announced additional strategic investments with an undisclosed value from OCBC NISP Ventura and some strategic angel investors, including Kopi Kenangan’s Founder. This round is announced four months after GajiGesa raised seed funding of $2.5 million.

In an interview with DailySocial, GajiGesa’s Co-Founder, Vidit Agrawal said, the OCBC NISP Ventura entrance creates an opportunity for GajiGesa to integrate its products with financial products. “Including to offer bank accounts opening for those who unbanked, loan products, and other financial solutions that can help improve the welfare of blue collar workers,” he said.

This is because as many as two thirds of the population in Indonesia are unbanked, which means they do not have bank accounts. Bank OCBC NISP has the opportunity to gathered them through GajiGesa.

In a separate interview with Techcrunch, Agrawal said that the founder of Kopi Kenangan, who is backed by a network of investors such as Sequoia Capital India, Alpha JWC, and Horizons Ventures, has made them prolific angel investors for other startups. He believes the network will help GajiGesa accelerate the impact for employers across Indonesia.

GajiGesa provides services for employers and employees in smoothing cash flow with financial products, including flexible salary access or what is known as Flexible Earned Wage Access (FEWA), financial education, bill payments, real-time analysis, and more. This concept is different from cash loan services operated by most lending companies in Indonesia.

For employees, GajiGesa provides employees with real-time access to early salaries in the current month, which can be used to pay bills, buy credit and data packages, and access financial education.

Meanwhile, for employers, GajiGesa’s analysis platform provides the HR team to measure the effectiveness of financial health strategies, get real-time visibility into engagement, maintain retention and productivity, and employee financial health.

Employers have the flexibility and control of FEWA offerings, they can decide whether to take this service to employees for an additional fee or as part of a benefit package.

Agrawal said that GajiGesa has been used by more than 30 companies with a total of tens of thousands of employees in Indonesia.

Without further details, he said Ramadan and Eidthese are has became busy periods regarding the trend of early disbursement of salaries, because many employees withdrew their salaries earlier, given the increasing family needs. This condition is reflected in GajiGesa, where salary disbursement activities almost doubled during that period.

Launching Gajitim app

Agrawal said that the company has launched GajiTim employee management application for the UMKM segment in late March. This product is due to the requests and input from GajiGesa users who want a more efficient, transparent salary calculation and employee tracking solution.

“Building a product that can be used by businesses of all sizes is at the heart of our commitment. Martyna and I always wanted a meaningful solution that everyone could use. Our team quickly innovated to launch GajiTim.”

GajiTim helps MSMEs to manage employees digitally, such as daily/monthly salary, attendance/leave, salary calculation, payments, and others. It is also equipped with features and business insights, therefore, companies have better employee retention.

The innovation is expected to create an integrated and meaningful employee benefits solution for businesses of all sizes and their employees. Agrawal claims that since this application was initiated, it has been able to attract more than 50,000 active users organically.

GajiTim competes with similar players under the same industry. Those are Catapa, Talenta, Jojonomics, KaryaOne, Gadjian, Gaji.id, Benemica, Synergo, and others.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Startup Fintech GajiGesa Peroleh Tambahan Investasi dan Rilis Aplikasi Kelola Karyawan “GajiTim”

Startup fintech GajiGesa mengumumkan tambahan investasi strategis dengan nominal dirahasiakan yang diberikan oleh OCBC NISP Ventura dan sejumlah angel investor strategis, salah satunya adalah founder Kopi Kenangan. Putaran ini diperoleh selang empat bulan setelah GajiGesa mengumumkan pendanaan tahap awal sebesar $2,5 juta.

Dalam wawancara bersama DailySocial, Co-Founder GajiGesa Vidit Agrawal menyampaikan, masuknya OCBC NISP Ventura membuka kesempatan bagi GajiGesa untuk mengintegrasikan produknya dengan produk finansial. “Termasuk, menawarkan pembukaan rekening bank untuk mereka yang masih dalam kelompok unbanked, produk pinjaman, dan solusi keuangan lainnya yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan pekerja kerah biru,” ujarnya.

Pasalnya, sebanyak dua pertiga dari populasi di Indonesia adalah kelompok unbanked yang berarti mereka tidak memiliki rekening bank. Bank OCBC NISP memiliki kesempatan untuk menjaring mereka melalui GajiGesa.

Secara terpisah dalam wawancara Agrawal bersama Techcrunch, ia mengatakan founder Kopi Kenangan yang telah di-back up oleh jaringan investor seperti Sequoia Capital India, Alpha JWC, dan Horizons Ventures, menjadikan mereka sebagai prolific angel investor bagi startup lain. Ia meyakini jaringan tersebut akan membantu GajiGesa mempercepat dampak untuk para pemberi kerja di seluruh Indonesia.

GajiGesa memberikan layanan untuk pemberi kerja dan karyawan dalam memperlancar arus kas dengan produk finansial, termasuk akses gaji yang fleksibel atau disebut dengan Flexible Earned Wage Access (FEWA), edukasi finansial, pembayaran tagihan, analisa real-time, dan lainnya. Konsep ini berbeda dengan layanan cash loan seperti yang dijalankan perusahaan lending kebanyakan di Indonesia.

Bagi karyawan, GajiGesa memberikan akses gaji lebih awal untuk karyawan bulan berjalannya secara real-time, yang dapat digunakan untuk membayar tagihan, membeli pulsa dan paket data, dan akses terhadap edukasi finansial.

Sementara bagi pemberi kerja, platform analisa GajiGesa memberikan tim HR untuk mengukur efektivitas strategi kesehatan finansial secara efektif, mendapatkan visibilitas real-time terhadap engagement, menjaga retensi dan produktivitas, dan kesehatan keuangan karyawan.

Pemberi kerja punya fleksibilitas dan kontrol untuk menawarkan FEWA kepada seluruh karyawan, dapat menentukan apakah mereka mau mengambil layanan ini untuk karyawan dengan biaya tambahan atau sebagai bagian dari paket manfaat.

Agrawal menuturkan GajiGesa telah digunakan oleh lebih dari 30 perusahaan dengan total puluhan ribu karyawan di Indonesia.

Terkait tren pencairan gaji lebih awal selama ramadan dan lebaran, meski tidak dirinci lebih jauh, ia bilang dua momentum ini menjadi masa sibuk karena banyak karyawan yang mencairkan gajinya lebih awal, mengingat kebutuhan keluarga yang meningkat. Kondisi tersebut terefleksi di GajiGesa, aktivitas pencairan gaji meningkat hampir dua kali lipat selama periode tersebut.

Aplikasi HRIS GajiTim

Agrawal menuturkan pada akhir Maret kemarin perusahaan meluncurkan aplikasi manajemen karyawan GajiTim untuk segmen UMKM. Produk ini hadir berkat permintaan dan masukan dari pengguna GajiGesa yang menginginkan perhitungan gaji yang lebih efisien, transparan, dan solusi pelacakan karyawan.

“Membangun suatu produk yang dapat digunakan oleh bisnis dari semua ukuran adalah inti dari komitmen kami. Martyna dan saya selalu menginginkan sebuah solusi bermakna yang dapat digunakan oleh semua orang. Tim kami dengan cepat berinovasi untuk meluncurkan GajiTim.”

GajiTim membantu UMKM untuk mengelola karyawan secara digital seperti gaji harian/bulanan, absensi/cuti, penghitungan gaji, pembayaran, dan lainnya. Dilengkapi pula dengan fitur-fitur dan insight bisnis yang dibuat agar perusahaan memiliki retensi karyawan yang lebih baik.

Inovasi ini diharapkan dapat menciptakan solusi tunjangan karyawan yang terintegrasi dan bermakna untuk semua ukuran bisnis dan karyawan mereka. Agrawal mengklaim sejak dirintis aplikasi ini mampu menarik lebih dari 50.000 pengguna aktif secara organik.

GajiTim bersaing dengan pemain sejenis di ranah yang sama. Mereka ada Catapa, Talenta, Jojonomics, KaryaOne, Gadjian, Gaji.id, Benemica, Synergo, dan lainnya.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Fintech Startup GajiGesa Provides Early Access to Salary for Employees

The thing is, the monthly payroll system in Indonesia held an issue for most workers. According to BPS data, Indonesia has at least 129 million workers, many of whom face financial pressures and difficulties caused by irregular cash flow, monthly payment schedules, unexpected expenses, and limited financial access.

The World Bank FINDEX estimates that 70% of Indonesians borrow money from informal institutions, often with high-interest rates and super-tense collection systems. GajiGesa intends to solve this issue, which was initiated at the end of 2020 by Martyna Malinowska (previously Standard Chartered Bank’s Product Lead and LenddoEFL’s Product Director ) and Vidit Agrawal (formerly APAC Strap’s Head of Business Development, CARRO’s COO , and Uber’s first employee in Asia).

In an interview with DailySocial, Agrawal explained that the idea was first initiated by Martyna, she had to work extensively with blue-collar employees at LenddoEFL, most of whom were unbanked since 2016. Martyna saw firsthand that the challenges to factory workers in gaining financial access were very limited, especially when getting additional capital.

If possible, they choose to take short tenors because of liquidity problems. However, this is contrary to the principle of loans in financial institutions in general, they are required to take long-term loans with higher nominal loans or short-term loans with high-interest rates.

At the same time, Agrawal was working in Southeast Asia for Uber. The average driver earns $250 per month, excluding Singapore. The main issue also concerns harassment by lenders. “Observing the many challenges faced by blue-collar workers to complete short-term access to capital that is fair and reliable is an inspiration for GajiGesa,” Agrawal explained.

GajiGesa provides services for employers and employees in speed up cash flow with financial products, including flexible salary access or what is known as Flexible Earned Wage Access (FEWA), financial education, bill payments, real-time analysis, and more.

For employees, GajiGesa provides real-time access to early salaries for employees for the current month, which can be used to pay bills, buy credit and data packages, and access financial education.

Meanwhile, for employers, the GajiGesa analysis platform provides the HR team to measure the effectiveness of financial health strategies, get real-time visibility into engagement, maintain retention and productivity, and employee financial health.

Employers have the flexibility and control to offer FEWA to all employees, able to decide whether they want to take this service to employees for an additional fee or as part of a benefits package.

Agrawal emphasized that the GajiGesa concept is different from cash loans like those run by most lending companies in Indonesia. The company actually collaborates with various multi-industry companies, integrating with corporate partners HRIS and payroll systems, ensuring efficient and fast integration.

Regarding license, he said that the company currently has a good relationship with OJK and is eager to continue working with regulators to ensure that the technology can benefit as many Indonesians as possible.

Currently, the company has partnered with 30 companies with tens of thousands of employees served in Indonesia.

Seed funding

GajiGesa announced seed funding of $2.5 million led by defy.vc and Quest Ventures. GK Plug and Play, Next Billion Ventures, Alto Partners, Multifamily Office, Kanmo Group, and several strategic angel investors participated in the round.

In an official statement, devy.vc’s Partner Bob Rosin said, “Lack of safe and reliable access to consumer credit is a critical problem in emerging markets. The majority of Indonesia’s 129 million workers are in the unbanked category. It is an honor to work with GajiGesa to support their mission of helping millions of hard workers achieve prosperity and financial security at work.”

Quest Ventures partner, Yiping Goh added, “GajiGesa helps middle to lower-income workers who live from paycheck to paycheck, deal with often stressful cash flow problems by providing the financial stability that employers and their employees urgently need, during times of the current economic uncertainty.

With this fresh fund, Agrawal will use it to expand its range of services, including investment in sales and customer success, and expand its technology team in Jakarta. “GajiGesa wants to add more wellness features for employees to provide a better experience when using the platform,” he concluded.

Global trend

A study conducted by Gartner predicted there will be 20% of US companies with the majority of hourly-paid workers by 2023, implementing flexible salary access solutions as part of efforts to improve worker experience, engagement, and retention.

Various companies have responded to this initiative through partnerships with fintech. Among other things, Square launched salary on-demand products, Visa and PayPal in collaboration with flexible payroll access providers, and Wagestream which also took advantage of this opportunity in Europe.

A study conducted by GajiGesa showed that more than 85% of workers admitted the ease of financial stress after getting access to flexible wages whenever they needed it. Then, the most common reasons for workers to access immediate salaries, including for investment purposes, paying debts, home renovations, vehicle repairs, and medical expenses.

Unfortunately, not all companies can provide this because it is thought to threaten the sustainability of the company’s cash flow. With the same spirit, KoinWorks has also explore this solution, through KoinGaji.

In terms of stage, KoinWorks, which is now a Super Financial App, has been registered as an IKD organizer in the Aggregator cluster at OJK. For the p2p lending product alone, we already have a license.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian