CrediBook Terima Pendanaan Pra-Seri A 21 Miliar Rupiah Dipimpin Wavemaker Partners [UPDATED]

Startup pencatatan keuangan CrediBook mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A senilai $1,5 juta (lebih dari 21 miliar Rupiah) yang dipimpin Wavemaker Partners. Alpha JWC Ventures turut berpartisipasi dalam putaran ini, serta diikuti Insignia Ventures yang merupakan investor di putaran sebelumnya.

Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO CrediBook Gabriel Frans menuturkan, dana segar akan dimanfaatkan untuk perkuat bisnis baru perusahaan yang kini mulai menyediakan solusi keuangan di UKM dengan fitur baru dan perluas kehadirannya, tidak hanya di Jabodetabek dan Bandung saja.

“Kami ingin digitalisasi proses manual di SME, masih banyak yang pakai paper and book dengan memperkenalkan produk yang lebih robust dan perluas jaringan distribusi retailer dan supplier,” ujarnya, Selasa (26/1).

Solusi yang dihadirkan untuk segmen UKM, lanjutnya, tidak hanya sekadar pencatatan utang atau pengiriman tagihan saja. Mereka juga membutuhkan solusi seperti manajemen penjualan agar aktivitas bisnisnya dapat terdigitalisasi secara perlahan dari sepenuhnya masih manual.

Jooalan menjadi salah satu contoh solusi untuk UKM yang sudah dirilis perusahaan. Ia memiliki sejumlah fitur untuk para UKM, seperti permudah pedagang warung bertransaksi di wholeseller tanpa harus repot antre datang ke lokasi.

“Credibook ingin menjadi katalis, sehingga aktivitas bisnis retailer bisa less and less manual. Kami juga ingin dukung retailer dan wholeseller dengan lebih banyak fitur dan produk keuangan agar bisa dukung aktivitas bisnis mereka.”

CrediBook pertama kali beroperasi pada tahun lalu, menyasar usaha mikro dengan solusi pencatatan keuangan sederhana untuk usaha mikro, seperti warung, dengan fitur pencatatan utang, laporan lengkap, dan pengiriman tagihan melalui WhatsApp/SMS, telepon.

Gabriel mengklaim kini pengguna CrediBook tembus di angka 500 ribu orang yang tersebar di seluruh Indonesia.

Pasca peroleh pendanaan dari Payfazz, kedua perusahaan gencar melakukan perluasan produk finansial dari satu sama lain untuk memberikan nilai tambah kepada masing-masing penggunanya. “Kami ada beberapa partnership dengan lending, termasuk dari Payfazz, untuk support user. Ke depannya akan ada lebih banyak produk financing bersama Payfazz.”

Dari segi bisnis, kehadiran layanan seperti CrediBook dianggap sangat membantu pengusaha untuk go digital dimulai dari pencatatan keuangan secara digital sebagai data historis yang bisa diboyong saat mengajukan pinjaman ke lembaga keuangan. Masih rendahnya penetrasi pengusaha mikro untuk sadar dengan pentingnya hal ini, menjadi bisnis yang menarik digeluti oleh banyak perusahaan teknologi.

Di segmen yang sama, selain CrediBook sebelumnya ada BukuKas dan BukuWarung yang juga mengumumkan perolehan pendanaan selama pandemi. Menariknya, ketiga startup ini kompak mendapat pendanaan pada tahun lalu sepanjang pandemi berlangsung. Selain mereka, masih ada pemain lain yang ikut masuk, diantaranya Moodah, Teman Bisnis, Akuntansiku, Lababook, Akuntansi UKM, dan masih banyak lagi.

*Kami melakukan revisi terkait tahapan pendanaan dari Seri A menjadi Pra-Seri A

Application Information Will Show Up Here

eFishery Announces Series B Funding Led by Go-Ventures and Northstar

Today (12/8), the aquatech startup eFishery announced a series B funding with an undisclosed amount. This round was led by Go-Ventures and Northstar Group with the participation of Aqua-spark and Wavemaker Partners. The business run by Gibran Huzaifah is to use investment funds for product development, to strengthen business positions, and expand teams.

“Through the introduction of new technology to fish and shrimp farmers in Indonesia, we have the goal of increasing crop yields, lowering operational costs, and increasing their productivity. We hope that product development from eFishery can support the aquaculture ecosystem as a whole, from the cultivation process to distribution,” Gibran Huzaifah said.

He added, “The fresh money helps us to grow the company, open up access to launch our products throughout Indonesia, and achieve our vision to become the leading aquaculture intelligence company in Indonesia. We are excited to welcome the strategic collaboration with Gojek and the Northstar Group that we believe. will be an added value on our platform.”

To date, eFishery has four main products. First is the eFisheryFeeder, which is an automatic feeding device. The second is eFisheryFeed, helping fish and shrimp farmers get feed products at competitive prices. Next, there is eFisheryFund, a loan program for cultivators. And the fourth is eFisheryFresh, an online grocery platform to help farmers sell their crops.

“We are deeply inspired by the positive impact that eFishery has on the aquaculture sector supply chain. The company’s ability to provide farmers with new smart devices integrated with cloud-based mobile analytics has transformed the very traditional way of doing business in Indonesia,” Northstar Group’s Co-founder Patrick Walujo said.

Meanwhile, Go-Ventures’ VP of Investments Aditya Kumar said, “The eFishery solution, which directly supports local farmers, also addresses broader problems, including strengthening the food supply chain, reducing global food shortages, and helping to improve the fishing industry and Indonesian economy in a sustainable manner. Overall. We look forward to seeing these benefits grow exponentially as eFishery expands domestically now and regionally in the future.”

eFishery was founded in 2013 in Bandung, becoming one of the pioneering startups that develop the internet of things-based products. Currently, their products have reached almost all regions of Indonesia. Previously they secured pre-series A funding in 2015, followed by the closing of series A in 2018. The company claims, since the last two years the business has achieved profitability, after experiencing significant growth over the past four years.

Further plans

Some specific plans for new investment funds have been announced. The company wants to build robust data and algorithm capabilities for eFisheryFeeder, as well as to make the automated feed device more compatible with a wide range of pool types and sizes. In order to support business processes, eFisheryPoint was recently launched, to make it easier for farmers to get equipment products, sell their crops, and participate in other activities. Currently, there are 30 points and will be developed to 100 locations by the end of the year.

Currently, eFishery has around 250 employees and plans to add more to achieve business growth. This year is to focus on strengthening the product & engineer team and selling & customer experience.

“Although we have started several trials in Bangladesh, Thailand, and Vietnam, our main focus for 2020 is to strengthen our position in Indonesia by enhancing our products and creating more strategic collaborations. Once we have built a strong and replicable model across Indonesia. , we are ready to explore possibilities for regional expansion, “Gibran said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

eFishery Umumkan Pendanaan Seri B, Dipimpin Go-Ventures dan Northstar

Hari ini (12/8), startup aquatech eFishery mengumumkan pendanaan seri B dengan nilai yang tidak disebutkan. Putaran pendanaan dipimpin Go-Ventures dan Northstar Group dengan keterlibatan Aqua-spark dan Wavemaker Partners. Bisnis yang dinakhodai Gibran Huzaifah tersebut akan menggunakan dana investasi untuk mengembangkan produk, menguatkan posisi bisnis, dan mengembangkan tim.

“Melalui pengenalan teknologi baru kepada pembudidaya ikan dan udang di Indonesia, kami memiliki tujuan meningkatkan hasil panen, menurunkan biaya operasional, dan meningkatkan produktivitas mereka. Kami berharap pengembangan produk dari eFishery dapat mendukung ekosistem akuakultur secara menyeluruh, mulai dari proses budidaya hingga distribusi,” ujar Gibran Huzaifah.

Ia menambahkan, “Pendanaan baru ini membantu kami untuk menumbuhkan perusahaan, membuka akses untuk meluncurkan produk kami di seluruh Indonesia, dan mencapai visi kami untuk menjadi perusahaan aquaculture intelligence terkemuka di  Indonesia. Kami sangat antusias menyambut kolaborasi strategis dengan Gojek dan Northstar Group yang kami yakini akan menjadi nilai tambah pada platform kami.”

Sejauh ini eFishery memiliki empat produk utama. Pertama adalah eFisheryFeeder, yakni perangkat pemberi pakan otomatis. Kedua adalah eFisheryFeed, membantu petani ikan dan udang mendapatkan produk pakan dengan harga kompetitif. Kemudian ada eFisheryFund, merupakan program pinjaman untuk pembudidaya. Dan yang keempat ada eFisheryFresh, platform online grocery untuk bantu petani jual hasil panen mereka.

“Kami amat terinspirasi oleh dampak positif yang diberikan oleh eFishery terhadap rantai pasok sektor akuakultur. Kemampuan perusahaan untuk menyajikan perangkat pintar terbaru yang terintegrasi dengan analisis seluler berbasis cloud kepada para pembudidaya telah mentransformasi cara berbisnis yang amat tradisional di Indonesia,” ujar Co-founder Northstar Group Patrick Walujo.

Sementara itu VP of Investments Go-Ventures Aditya Kumar mengatakan, “Solusi eFishery, yang secara langsung mendukung pembudidaya lokal, juga mengatasi permasalahan yang lebih luas, termasuk memperkuat rantai pasokan makanan, mengurangi kekurangan pangan global, dan membantu meningkatkan industri perikanan dan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Kami berharap dapat melihat manfaat-manfaat tersebut tumbuh secara eksponensial ketika eFishery berkembang secara domestik saat ini dan secara regional di kemudian hari.”

eFishery berdiri tahun 2013 di Bandung, menjadi salah satu startup pionir yang mengembangkan produk berbasis internet of things. Saat ini produk mereka telah menjangkau di hampir seluruh wilayah Indonesia. Sebelumnya mereka mendapatkan pendanaan pra-seri A di tahun 2015, dilanjutkan penutupan seri A di tahun 2018. Perusahaan mengklaim, sejak dua tahun terakhir bisnis sudah capai profitabilitas, setelah mengalami pertumbuhan signifikan selama empat tahun belakang.

Rencana berikutnya

Beberapa rencana spesifik alokasi dana investasi baru sudah disampaikan. Perusahaan ingin membangun kapabilitas data dan algoritma yang lebih kuat untuk eFisheryFeeder, juga membuat perangkat pakan otomatis itu lebih kompatibel dengan berbagai tipe dan ukuran kolam. Guna mendukung proses bisnis, baru-baru ini eFisheryPoint juga dilunjurkan, untuk memudahkan pembudidaya mendapatkan produk perangkat, menjual hasil panen, dan berpartisipasi dalam kegiatan lainnya. Saat ini sudah ada di 30 titik dan akan dikembangkan hingga 100 lokasi sampai akhir tahun.

Saat ini eFishery memiliki sekitar 250 karyawan dan berencana akan ditambah untuk mencapai pertumbuhan bisnis yang ditargetkan. Tahun ini fokusnya pada penguatan tim  product & engineer dan selling & customer experience.

“Walaupun kami telah memulai beberapa uji coba di Bangladesh, Thailand, dan Vietnam, fokus utama kami untuk tahun 2020 adalah memperkuat posisi di Indonesia dengan meningkatkan produk kami dan menciptakan kolaborasi yang lebih strategis. Setelah kami membangun model yang kuat dan dapat direplikasi di seluruh Indonesia, kami siap untuk mengeksplorasi kemungkinan untuk ekspansi regional,” ujar Gibran.

Application Information Will Show Up Here

GudangAda Notches 372 Billion Rupiah Worth of Series A Funding

After securing seed funding last February 2020, GudangAda B2B marketplace platform for FMCG products today (5/5) has announced another round. In this series A, the firm managed to bag funding worth of US$25.4 million, or around 372 billion Rupiah. This round was led by Sequoia India and Alpha JWC Ventures, with the participation of Wavemaker Partners. The company is to develop a new line ob business and build up the internal team.

The platform provides a place for FMCG industry players to meet and conduct transactions online, from suppliers, distributors to retail traders. This warehouse provides an opportunity for traders to develop their business through faster inventory turns, optimal pricing, greater choice of goods and business partners, and transparent transaction management.

GudangAda is said to succeed in connecting around 50 thousand traders in 500 cities, and covering almost 100 percent of FMCG wholesalers in Indonesia, through an enabler approach.

Previously, GudangAda received seed funding from Alpha JWC Ventures and Wavemaker Partners, with participation from Pavilion Capital, valued at US$10.5 million or around 154 billion Rupiah. With this series A funding, the company has managed to get total funding of US$ 36 million within 15 months since it was founded.

“When we first invested in GudangAda and Stevensang, we knew that they would become leading players in the FMCG industry, not only in Indonesia but also in Southeast Asia […] FMCG is an industry that is still running traditionally and is also difficult to break down innovation. It’s not easy to change habits and behavior, especially those that have been going on for decades. However, GudangAda claims that it is possible as long as the players know where to penetrate, what kind of difficulties, and how to execute the strategy effectively,” Alpha JWC Ventures’ Managing Partner, Chandra Tjan said.

In fact, there are some existing startups with similar services beforehand, making it easy for business partners to complete basic standards. Previously, there was Stoqo who served similar services targeting partners from food businesses. Unfortunately, they had to announce service termination earlier this year. In addition, there are other players such as Foodia, Eden Farm, Wahyoo, and many more serves different specializations – with the same core, becoming a hub for business players with merchants.

Momentum amid pandemic

Stevensang GudangAda
GudangAda’s Founder and CEO, Stevensang

GudangAda was founded in the end of 2018 by Stevensang (CEO) with 25 years of experience in the FMGC industry. In an interview with DailySocial he said, “GudangAda was founded due to his concerns over the continuity of the traditional shop business in the digital age. The business concept is to empower all parties involved in the ecosystem, therefore, they can get optimal benefits from the platform.”

Amid the Covid-19 pandemic, GudangAda has gained momentum to expand. The physical distancing situation has put the online-based solutions as an alternative to fulfill the demand of FMGC products – as to ensure the availability of food and other daily needs, and help industry players to continue to run optimally during the PSBB period in some areas.

“B2B supply chains in many developing countries face challenges in terms of capital constraints, ineffective inventory management, and manual operational processes. GudangAda built a digital ecosystem that can change the face of the Indonesian FMCG industry which is currently still running traditionally […] Indonesia will witness the emergence and development of the use of B2B technology in the second e-commerce wave, and we are very pleased for the opportunity to work with GudangAda in this trip,” Managing Director of Sequoia Capital (India) Singapore, Abheek Anand said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

GudangAda Dapatkan Pendanaan Seri A Senilai 372 Miliar Rupiah

Setelah Februari 2020 lalu umumkan pendanaan awal, hari ini (05/5) GudangAda platform marketplace B2B untuk produk FMCG kembali mengumumkan pendanaan terbarunya. Dalam putaran seri A, mereka berhasil bukukan dana senilai US$25,4 juta atau setara 372 miliar Rupiah. Pendanaan ini dipimpin oleh Sequoia India dan Alpha JWC Ventures, dengan partisipasi dari Wavemaker Partners. Perusahaan akan menggunakan pendanaan ini untuk terus mengembangkan sistem teknologinya, meluncurkan lini bisnis baru, dan memperkuat tim internal.

Platform yang dihadirkan menyediakan tempat bagi pemain industri FMCG untuk bertemu dan melakukan transaksi secara online, mulai dari pemasok, distributor, hingga pedagang eceran. GudangAda ini memberikan kesempatan bagi pedagang untuk mengembangkan bisnis mereka melalui perputaran inventori yang lebih cepat, penentuan harga yang optimal, pilihan barang dan rekan bisnis yang lebih banyak, serta manajemen transaksi yang transparan.

Diklaim saat ini GudangAda berhasil menghubungkan sekitar 50 ribu pedagang di 500 kota, serta mencakup hampir 100 persen dari pedagang grosir FMCG di Indonesia, melalui pendekatan sebagai penyokong (enabler).

Sebelumnya, GudangAda mendapatkan pendanaan awal dari Alpha JWC Ventures dan Wavemaker Partners, dengan partisipasi dari Pavilion Capital, sejumlah US$10,5 juta atau sekitar 154 miliar Rupiah. Dengan pendanaan seri A ini, perusahaan telah berhasil mendapatkan pendanaan total sebesar US$36 juta  dalam 15 bulan sejak berdiri.

“Saat kami pertama kali berinvestasi pada GudangAda dan Stevensang, kami tahu bawa mereka akan menjadi pemain unggulan di industri FMCG, tak hanya di Indonesia, tapi juga di Asia Tenggara […] FMCG adalah industri yang masih beroperasi secara tradisional dan juga sulit didobrak inovasi. Tidak mudah untuk mengubah kebiasaan dan perilaku, terutama yang telah dilakukan selama puluhan tahun. Namun, GudangAda membuktikan bahwa hal tersebut dapat dilakukan jika pelakunya paham di mana pintu masuk terbaik, kesulitan apa yang dihadapi, dan bagaimana cara mengeksekusi strategi dengan efektif,” jelas Managing Partner Alpha JWC Ventures, Chandra Tjan.

Benar saja, sebelumnya memang sudah ada beberapa startup yang jajakan layanan serupa, memberikan kemudahan bagi mitra pebisnis memenuhi kebutuhan dasar. Menyasar mitra dari pebisnis makanan, sebelumnya ada Stoqo yang sajikan layanan serupa. Namun awal tahun ini mereka harus mengumumkan penghentian layanan. Selain itu, masih ada pemain lain seperti Foodia, Eden Farm, Wahyoo dan lain-lain dengan spesialisasi yang berbeda — namun intinya sama, menjadi hub untuk pebisnis dengan penyedia barang dagangan.

Momentum di tengah pandemi

Stevensang GudangAda
Founder & CEO GudangAda Stevensang / GudangAda

GudangAda didirikan akhir tahun 2018 oleh Stevensang (CEO) yang telah berpengalaman di industri FMGC selama 25 tahun. Dalam wawancaranya dengan DailySocial ia pernah mengatakan, “GudangAda didirikan karena adanya keprihatinan terhadap kelangsungan bisnis toko tradisional di era digital. Konsep bisnis yang diusung adalah untuk memberdayakan semua pihak yang terlibat dalam ekosistem sehingga bisa mendapatkan manfaat yang optimal dari platform.”

Di tengah pandemi Covid-19, solusi GudangAda justru mendapatkan momentum baik untuk memperluas cakupannya. Adanya anjuran untuk melakukan physical distancing membuat solusi berbasis online menjadi alternatif untuk pemenuhan kebutuhan produk FMGC – membantu menjamin ketersediaan sembako dan kebutuhan sehari-hari lain, serta membantu pelaku industri agar tetap berjalan optimal di masa PSBB di banyak daerah.

“Rantai pasokan B2B di banyak negara berkembang menghadapi tantangan dari segi keterbatasan modal, manajemen inventori yang tidak efektif, dan proses operasional manual. GudangAda membangun sebuah ekosistem digital yang dapat mengubah wajah industri FMCG Indonesia yang kini masih berjalan secara tradisional […] Indonesia akan menyaksikan muncul dan berkembangnya penggunaan teknologi B2B dalam gelombang e-commerce kedua, dan kami sangat senang atas kesempatan bekerja sama dengan GudangAda dalam perjalanan ini,” ujar Managing Director Sequoia Capital (India) Singapore, Abheek Anand.

Application Information Will Show Up Here

A Hotel Management Service Developer, Zuzu, Receives Series A Funding Worth 52 Billion Rupiah

Zuzu Hospitality Solutions (formerly known as Zuzu Hotels) today (3/19) announces series A funding worth of $3.7 million or equivalent to 52,5 billion rupiah. This round was led by Wavemaker Partners, the previous investor which leads the seed funding. Other investors involved are Golden Gate Ventures, Convergence Venture, Alpha JWC Ventures, and Line Ventures.

The additional capital is to be focused on its operational in Indonesia, Taiwan, and Singapore. They also planed an expansion to some Asia Pacific’s region. Zuzu, along with this, also appointed some industry’s veteran, such as Jake Coleiro for Australia’s Country Manager,and Prae Wattanalapa for Thailand’s Country Manager.

“Acquiring advanced support from investors show that we’re still in line with mission to provide an independent hotel management service. We also glad to have new investors in supporting our next international expansion phase,” Zuzu’s Co-Founder,Dan Lynn said.

After pivot and stopped doing budget hotel business (B2C), Zuzu focused on providing management solution for hotel operation system (B2B). Through their digital system implementation, hotel can provide efficiency to increase online profit up to 30% in average. Their mission is to assure hotels can provide the best service for its customers without any barrier of operational and complicated software implementation for services.

Previously, there has been similar service in Indonesia offering operational system to help hospitality management. One example is Caption, a Yogyakarta based hospitality startup.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pengembang Layanan Manajemen Hotel “Zuzu” Dapatkan Pendanaan Seri A Senilai 52 Miliar Rupiah

Zuzu Hospitality Solutions (dulu dikenal dengan nama Zuzu Hotels) hari ini (19/3) mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $3,7 juta atau setara dengan 52.5 miliar Rupiah. Putaran pendanaan ini dipimpin oleh Wavemaker Partners, investor sebelumnya yang juga memimpin dalam pendanaan awal. Turut berpartisipasi beberapa investor termasuk Golden Gate Ventures, Convergence Venture, Alpha JWC Ventures, dan Line Ventures.

Penambahan modal yang didapat difokuskan untuk menguatkan operasionalnya di Indonesia, Taiwan, dan Singapura. Pihaknya juga berencana melakukan ekspansi ke beberapa wilayah di Asia Pasifik. Bersama dengan ini, Zuzu turut menunjuk beberapa veteran industri, yakni Jake Coleiro untuk menjadi Country Manager Zuzu Australia dan Prae Wattanalapa sebagai Country Manager Zuzu Thailand.

“Mendapatkan dukungan berkelanjutan dari investor menunjukkan bahwa kami masih selaras dengan misi untuk memberikan manajemen layanan hotel yang independen. Kami juga bersyukur telah mendapatkan investor baru untuk membantu fase ekspansi internasional berikutnya,” ujar Co-Founder Zuzu Dan Lynn.

Pasca pivot dan tidak menjalankan bisnis budget hotel (B2C), Zuzu fokus memberikan solusi manajemen untuk sistem operasi hotel (B2B). Melalui implementasi sistem digital miliknya, rata-rata hotel dapat menghadirkan efisiensi untuk meningkatkan pendapatan online hingga 30%. Misi Zuzu ialah memastikan hotel dapat fokus memberikan suguhan layanan terbaik bagi para tamunya, tanpa harus pusing mengurus operasional dan implementasi perangkat lunak yang berbelit untuk pelayanan.

Di Indonesia sebelumnya juga sudah ada layanan serupa yang memberikan sistem operasi untuk membantu manajemen perhotelan. Salah satunya ialah Caption, startup hospitality berbasis di Yogyakarta.

Zuzu Hotels Hentikan Layanan Reservasi Hotel Budget di Indonesia, Fokus ke Segmen B2B

Setelah sempat meluncurkan layanan online hospitality di Indonesia bulan November 2016 lalu, ZuzuHOTELS memutuskan menghentikan layanan hotel budget mereka di Indonesia dan kemudian hanya fokus kepada hotel budget di Taiwan. Keputusan ini diambil Co-founder Vikram Malhi dan rekannya yang sama-sama memiliki pengalaman bekerja di Expedia, Dan Lynn, setelah menjalankan bisnis dan mendapatkan pendanaan awal dari angel investor beberapa waktu yang lalu.

“Setelah mendapatkan funding di awal bisnis kami mulai menjalankan bisnis Zuzu Hotels, belajar dari pengalaman tersebut akhirnya kami memutuskan untuk fokus kepada B2B dan mulai mengurangi B2C di beberapa negara di Asia termasuk Indonesia,” kata Dan Lynn kepada DailySocial.

Dari pantauan DailySocial, saat ini budget hotel di Indonesia sudah tidak bisa diakses dan hanya terdaftar beberapa budget hotel di Taiwan, India dan Thailand. Disinggung tentang adanya persaingan yang cukup sengit di industri budget hotel, terutama di Indonesia, menurut Lynn bukan menjadi kendala.

Meskipun tidak memberikan penyebab pivot secara detail, Zuzu Hospitality Solutions didirikan. Hal ini mengingatkan kita akan pivot Tinggal.com yang menempuh arahan yang sama.

“Kami ingin memberikan platform teknologi dan service terbaik kepada hotel independen, visi tersebut yang kemudian menjadi fokus utama Zuzu Hospitality Solutions saat ini,” kata Lynn.

Pendanaan baru untuk mengembangkan teknologi

Hari Senin lalu (23/10) Zuzu Hospitality Solutions mengumumkan telah mendapatkan seed funding sebesar $2 juta (26 miliar Rupiah) yang dipimpinventure capital asal Silicon Valley yaitu Wavemaker Partners. Venture capital lainnya yang termasuk dalam putaran pendanaan seed ini adalah Golden Gate Ventures (Singapura), Alpha JWC dan Convergence Ventures (Indonesia).

“Mereka adalah tim yang terbaik dengan pengalaman dan traksi yang positif untuk wilayah regional terutama di Indonesia,” kata Founder dan Managing Partner Convergence Ventures Adrian Li kepada DailySocial tentang pendanaan ini.

Dengan pendanaan baru tersebut, Zuzu Hospitality Solutions ingin mengembangkan platform teknologi terutama teknologi manajemen pendapatan hotel. Termasuk di dalamnya fungsi yang memungkinkan Zuzu untuk menerapkan software dan model “layanan” kepada mitranya.

“Demi memastikan layanan yang dihadirkan Zuzu bisa menambah penghasilan hotel, kami ingin membatasi jumlah klien dulu hingga akhirnya bertambah secara organik dengan hasil yang memuaskan,” kata Lynn.

Fokus ke hotel independen

Untuk memastikan hotel independen di Asia saat ini memiliki teknologi dan sistem terpadu dalam manajemennya, Zuzu Hospitality Solutions tidak hanya menawarkan platform teknologi, namun juga layanan yang lebih personal langsung dengan tim sales untuk masing-masing hotel.

“Kita bisa memastikan pihak hotel akan mendapatkan [peningkatan] revenue 20-40% jika memanfaatkan layanan Zuzu Hospitality Solutions. Dengan demikian pihak hotel bisa memberikan pengalaman pelanggan lebih baik lagi,” kata Lynn.

Bisnis model yang baru ini memudahkan Zuzu Hospitality Solutions membina kemitraan dengan layanan OTA, seperti Traveloka dan Expedia, demi mendongkrak penjualan hotel independen yang memanfaatkan platform Zuzu.

“Saat ini sedikitnya sudah 150 hotel di Asia yang sudah menggunakan platform ZUZU Hospitality Solutions. Jumlah tersebut cukup beragam dari beberapa negara di Asia, termasuk di Indonesia,” kata Lynn.

Wavemaker Partners Umumkan Dana Investasi Kedua Khusus Asia Tenggara Senilai Hampir 900 Miliar Rupiah

Perusahaan modal ventura berbasis di Singapura Wavemaker Partners mengumumkan perolehan dana investasi kedua yang khusus diarahkan untuk perusahaan teknologi di Asia Tenggara sebesar US$66 juta (atau sekitar Rp891 miliar). Dana yang diperoleh Wavemakers melebihi ekspetasi awal dari target semula sebesar US$50 juta.

Salah satu perusahaan yang turut berpartisipasi dalam pengumpulan dana ini adalah anggota World Bank, International Financial Corporation (IFC) yang menaruh dananya sebesar US$10 juta.

Pihak IFC menuturkan partisipasinya ini menunjukkan komitmen perusahaan dalam mendukung penetrasi startup pada tahap awal. Sekaligus membentuk ekosistem untuk terus berinovasi dan mendorong pertumbuhan di pasar negara berkembang di Asia.

“Fokus kami di IFC adalah mendukung inovasi, transformasi digital, dan kewirausahaan di negara berkembang di Asia Tenggara. Hal tersebut mendorong kami untuk bermitra dengan perusahaan modal ventura yang fokus untuk pendanaan tahap awal skala regional,” terang Head of Investment Asia IFC Pravan Malhotra, dalam keterangan resmi yang diterima DailySocial.

Selain IFC, turut serta perusahaan modal ventura lainnya dari Thailand yaitu AddVentures. Perusahaan ini adalah bagian dari konglomerat Siam Cement Group (SCG). Partisipasi AddVentures menandakan langkah perdananya berinvestasi di Wavemaker. Perusahaan lainnya yang turut disebut adalah Temasek, perusahaan investasi milik negara berbasis di Singapura.

Managing Partner Wavemaker Partner Paul Santos mengatakan perusahaan menggunakan pendekatan yang berbeda ketika berinvestasi di Asia Tenggara. Hampir 80% investasi yang dilakukan perusahaan tergolong pendanaan tahap awal. Perusahaan juga menekankan portofolio yang dipilih harus dipimpin oleh founder yang cakap dibidangnya.

“Kami telah menempuh perjalanan jauh sejak kami pertama kali memulai di Singapura pada lima tahun lalu. Dalam banyak hal, kami mengalami banyak pengalaman pahit yang sama dialami startup. Kami pun terdorong oleh hasil yang telah dicapai dan respons dari para investor,” kata Paul.

Dengan dana segar yang baru diperoleh ini, Wavemaker telah melakukan investasi lanjutan dengan nominal yang signifikan untuk beberapa perusahaan. Termasuk diantaranya, Coins.ph, sebuah platform layanan keuangan berbasis blockchain; Wavecell, platform komunikasi dengan komputasi awan; dan Zilingo, marketplace fesyen dari Thailand yang kini sudah ekspansi ke Indonesia.

Selanjutnya, Paul memperkirakan setidaknya ada tambahan tiga investasi baru untuk putaran seri B sebelum akhir tahun ini. Dia juga mengatakan beberapa portofolio startup telah mencetak lebih dari US$3 juta untuk pendapatan tahunannya.

Diantaranya, Smove, platform berbagi mobil di Singapura; Ematic, penyedia solusi pemasaran; dan Lynk, platform berbagi pengetahuan dengan para pakar.

Wavemaker juga mengumumkan penambahan portofolio baru, misalnya Structo, solusi pencetakan 3D untuk gigi; dan Silent8, kecerdasarn buatan untuk memberantar praktik pencucian uang.

Wavemaker Partners Siapkan Dana $50 Juta, Indonesia Menjadi Prioritas Investasi

Perusahaan modal ventura Wavemaker Partners hari ini mengumumkan tengah menyelesaikan proses kucuran dana baru senilai $50 juta (atau 664,5 miliar rupiah) untuk wilayah Asia Tenggara. Pada kucuran pendanaan keduanya kali ini di Asia Tenggara, Indonesia akan menjadi sasaran utama untuk berinvestasi. Startup digital di tahap awal (early-stage) di sektor B2B akan menjadi fokus sasaran Wavemaker Partners.

Ditargetkan investasi akan ditargetkan kepada kurang lebih 80 startup, setelah sebelumnya memiliki 10 portofolio di Indonesia. Di Asia Tenggara debut Wavemaker Partners bisa dikatakan sukses, dalam dua tahun setidaknya 5 startup sudah berhasil “exit“, termasuk dua di antaranya diakuisisi oleh Google dan LVMH. Keberadaan Wavemaker juga menjadi representatif dari Draper Venture Network (DVN) di Asia Tenggara.

[Baca juga: Rencana Investasi Tim Draper di Indonesia]

Untuk memastikan upayanya berinvestasi di Indonesia, bersama investor Tim Draper dari DVN, perwakilan Wavemaker mengunjungi Indonesia. Dalam kunjungannya Draper mengatakan bahwa ada banyak hal menarik di Indonesia, salah satunya pertumbuhan GDP (Gross Domestic Product) yang sangat cepat didorong oleh populasi muda yang cerdas dan piawai secara digital, berimbas pada angkatan kerja yang semakin terampil dan peningkatan kelas menengah di kalangan masyarakat.

“Ini adalah lingkungan yang bagus untuk memulai scaling startup. Saya di sini untuk bertemu dengan para pendiri dan investor, belajar lebih banyak tentang negara ini dan berbagi beberapa pelajaran yang telah saya pelajari mengenai startup. Saya ingin menemukan lebih banyak kesepakatan untuk berinvestasi bersama Wavemaker dan memanfaatkan DVN untuk membantu mereka tumbuh,” ujar Draper.