CZ: Daripada Berspekulasi, Mari Berdiskusi Penerapan dan Regulasi Kripto

Wakil Ketua Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Aldi Haryopratomo bertatap muka dan berbincang dengan Founder & CEO Binance Changpeng Zhao (CZ), pada forum dialog resmi B20 yang juga bagian dari perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, Rabu (16/11).

Dalam perbincangannya, CZ menyinggung banyak hal terkait industri kripto, dari topik dasar mengenai use case, masa depan, hingga situasi panas yang muncul pasca-pengajuan kebangkrutan bursa kripto global FTX baru-baru ini.

Aldi merangkum beberapa sari penting dari dialognya bersama CZ sebagaimana disampaikan dalam laman Medium pribadinya.

Internet dulu adalah teknologi baru untuk transfer informasi, kripto saat ini adalah teknologi baru untuk transfer nilai

Menurut CZ, sebagian besar masih mengasosiasikan kripto sebagai produk spekulatif yang sekalinya bisa terbang tinggi atau justru runtuh. Namun, [kripto] adalah cara berbeda dan baru untuk mentransfer sebuah nilai.

“Internet hanya lah sebuah teknologi baru untuk mentransfer informasi. Itu saja, hanya layanan data yang berjalan melalui kabel atau udara. Namun, berkat itu, kita dapat membangun seluruh industri. Ekonomi baru. Dunia virtual.”

Kripto punya banyak use case dan peluang model bisnis baru

Jika teknologi [dulu] berkaitan dengan informasi, teknologi baru yang ada saat ini [kripto] berkaitan dengan uang. Dampaknya akan sangat besar. Teknologi, dalam menciptakan bentuk lebih baik dari uang, akan menghasilkan bentuk lebih baik dari industri fintech dan keuangan, yang mana akan menjadi pilar dari setiap sektor lainnya.

[Kripto] menjadi bentuk investasi asing paling direct. Setiap pemimpin yang ia ajak bicara, mau berinvestasi langsung. Namun, kenapa tidak membiarkan pengusaha menggalang dana menggunakan blockchain, seperti ICO dan model lainnya? Ada banyak use case kripto. Saat Covid-19 Delta menyerang tahun lalu, penggalangan dana global berjalan efektif, koin dapat dipindahkan secara instan. Hak cipta pada aset digital NFT juga sudah ada.

“Kita dapat membangun model bisnis baru yang akan mengubah cara melakukan penggalangan dana, pembayaran, dan berinvestasi. Sekarang kita bisa lakukan micropayment, kirim uang lintas negara, NFT, Metaverse. Semua itu akan terjadi, bahkan sudah, seperti penggalangan dana global lewat ICO.”

Namun, pada kasus seperti penggalangan dana untuk tujuan keamanan—meski teknologinya memungkinkan—diregulasi dan diawasi terlalu ketat. Di Amerika Serikat (AS), pemerintahnya menjalankan duck test untuk menentukan suatu hal berjalan aman atau tidak. Umpamanya pada security, jika bersuara atau berjalan seperti bebek, ya berarti aman.

Maka itu, perlu edukasi dan awareness terkait pemanfaatan kripto terlepas dari spekulasi yang disiarkan oleh media arus utama. Dengan begitu, publik dan regulator dapat mempertimbangkan aspek keuntungan dan kerugian.

Pelaku industri dan regulator perlu kerja sama melindungi konsumen

Secara kolektif, CZ menilai industri berperan melindungi konsumen sehingga dapat memproteksi semua orang. Jangan hanya meregulasi pihak yang punya peran saja, tetapi juga yang tidak sepenuhnya tanggung jawab mereka.

Sebagian besar regulator yang telah diajak bicara bilang kekhawatiran terbesar mereka adalah orang akan kehilangan minat karena berspekulasi dengan koin kripto. Robohnya FTX justru malah memvalidasi ketakutan tersebut. Ini menjadi “wake-up call” bagi regulator dan pelaku industri.

Melihat situasi yang terjadi akhir-akhir ini, pihaknya berupaya untuk mengumpulkan para pelaku industri untuk membentuk asosiasi di skala global. “Kita berada di industri baru. Kita melihat beberapa minggu terakhir, banyak hal gila terjadi. Butuh regulasi untuk menjalankan ini dengan cara stabil dan benar.”

Kripto tak berbatas tapi regulasinya terbatas, membuatnya sulit diatur

“Ada semacam kekuatan penyeimbang antara teknologi dan inovasi versus konsep tradisional tentang country border. Jika kamu berpikir tentang perbatasan negara, sebetulnya itu adalah konsep buatan manusia, bukan? Artinya, secara alamiah, perbatasan negara itu tidak pernah ada. Ibaratnya, sekelompok orang setuju bahwa ini batas yang menjadi perbatasan.”

Pada kasus FTX, mereka beroperasi di luar Bahama, tetapi mengambil deposit dari Singapura, AS, Eropa, dll. Artinya, orang dapat memindahkan uangnya ke luar perbatasan negara mereka. Sekarang, [crypto] exchange telah runtuh, pemerintah pasti bakal mencari cari untuk melindungi warganya dari kehancuran di masa depan.

Ia menilai, sebuah framework untuk mengatur cara kripto pada negara-negara G20 diperlukan. Pelaku industri perlu bertanggung jawab dan harus menghadapi upaya regulator dalam menuntut kejelasan.

Memungut pajak kripto rumit, tapi perlu. Pertanyaannya, bagaimana caranya?

“Dalam dunia kripto, hanya sedikit konsep tentang perbatasan negara. Jika Anda memungut pajak pada perusahaan, transaksi, kantor pusat, tren di negara terkait, ini akan memengaruhi transaksi setempat. Seluruh transaksi akan bergeser ke platform global di mana pajak yang akan dipungut sangat kecil.”

Dengan kata lain, pemerintah harus memberikan lisensi dengan mudah agar dapat memungut pajak pendapatan dengan layak. Ketika memberikan lisensi, pemerintah dapat meminta data. Jika tidak memberikan lisensi, platform bakal mencari cara lain, seperti beroperasi offshore. Sebaiknya, jangan kenakan pajak pada transaksi pengguna, melainkan pada perusahaannya.

CZ juga menyentil tentang keputusan pemerintah Indonesia untuk memungut pajak pada transaksi kripto. Menurutnya, aturan ini akan menambah gesekan baru yang berpotensi mendorong orang melarikan uangnya ke luar dari Indonesia. Justru itu hal yang ditakuti oleh Central Bank.

Namun di sisi lain, memungut pajak pendapatan membutuhkan kapabilitas yang justru belum dimiliki oleh sebagian besar otoritas pajak. IRS menerapkan rezim pajak global. Warga negara AS membayar pajak penghasilan di mana pun mereka tinggal. Pemerintah telah membangun infrastruktur, kapabilitas, dan alat untuk memantau warganya.

Masalahnya, banyak negara belum memiliki hal tersebut. Ini adalah pilihan sulit bagi regulator pajak.

Uang dan bakat mengalir ke negara yang paling banyak berinovasi

“Ketika kamu melakukan pencarian di Google, mengklik iklan di Twitter, itu dijalankan oleh perusahaan di AS. Tanpa batas. Ketika kamu mengklik iklan, pendapatan itu masuk ke AS atau negara lain, atau bisa jadi, perusahaan lokal tetapi melayani pengguna di seluruh dunia.”

Berbeda dengan dunia blockchain. Di era post-internet, skalanya jauh lebih global. Setiap orang di negaranya perlu mengembangkan talenta, disebut juga sebagai ekonomi Web3. Dengan begitu, mereka dapat melayani skala dunia. Semakin baik suatu negara, semakin baik [warga] negara menjalankannya, dan semakin banyak yang dapat mereka hasilkan.

Sama seperti teknologi baru lain, suatu negara bakal mengadopsi lebih cepat daripada yang lain. Hari ini bisa saja Dubai, tahun depan bisa yang lain. Dengan kata lain, regulasi pada akhirnya akan mengejar inovasi. Memang begitu.

Pertanyaannya, negara mana yang paling cepat beradaptasi untuk memanfaatkan perubahan teknologi secara ‘tektonik’ ini dalam bagaimana kita menggerakkan uang?

Platform Metaverse Lokal “Jagat” Resmi Diluncurkan

Platform digital lokal berbasis interaksi sosial “Jagat.io” meresmikan kehadirannya, setelah melalui fase tes awal sejak Agustus 2022. Platform Jagat.io dapat diakses melalui play.jagat.io, di situs web dan aplikasi mobile.

Jagat.io merupakan platform dunia visual pertama di Indonesia yang terhubung dengan kota nyata, yakni Ibu Kota Nusantara (IKN). Dalam aplikasinya, pengguna dapat memanfaatkan aplikasi ini untuk mengadakan rapat, pertemuan, nonton bareng film, konser virtual, pertunjukan karya digital, dan interaksi lainnya secara imersif.

Peresmian ini dilakukan oleh Presiden Joko Widodo bertepatan Hari Sumpah Pemuda, di Jakarta (28/10).

Founding Chairman Jagat Nusantara Wishnutama Kusubandio mengatakan, platform Jagat menghadirkan ekosistem teknologi yang terbuka dan inklusif bagi semua kalangan. Jagat Nusantara merupakan platform media sosial, platform e-commerce masa depan, serta platform olahraga dan hiburan masa depan.

“Sebuah platform social immersive berbasis web dan mobile yang menghubungkan pengguna dengan dunia virtual. Kita bisa bilang ini the next generation of social media, hasil kerja keras dan kolaborasi anak-anak muda kita,” kata Wishnu saat peluncuran.

Dia melanjutkan, “Kami sedang mempersiapkan platform ini untuk menjadi the next real estate platform untuk IKN melalui tokenisasi lahan. Bayangkan jika kita dapat memiliki lahan virtual yang juga mewakili kepemilikan lahan yang sesungguhnya nanti di IKN.”

Platform Jagat

Sementara itu, Co-founder & CEO Jagat Barry Beagan mengatakan, semua orang bebas mengekspresikan diri di platform ini. Dengan kehadiran avatar, masyarakat dapat mewujudkan kepribadian yang sesuai dengan aspirasi mereka atau persona suka-suka. Platform ini dapat diakses secara gratis.

Fitur-fitur yang dihadirkan terinspirasi dari interaksi sehari-hari, ataupun tatap muka secara online melalui kamera. Pengalaman otentik yang diciptakan Jagat menjawab peluang globalisasi di mana interaksi sosial menjadikan generasi muda di seluruh dunia menjadi semakin dekat.

“Jagat mengedepankan interaksi sosial yang berakar pada perasaan senang saat berkumpul interaksi sosial yang berakar pada perasaan senang saat berkumpul bersama teman-teman dan kebersamaan karena menurut kami bersosialisasi tidak bisa lepas dari entertainment,” ucap Barry.

Saat ini, platform Jagat menyuguhkan sensasi metaverse IKN agar pengguna bisa merasakan pengalaman berada di IKN, tepatnya di Titik Nol sebagai downtown (pusat kota) baru serta Istana Negara. Selanjutnya, Jagat akan mengembangkan ruang maupun interaksi baru dan diharapkan bisa membangun kreativitas generasi baru di Jagat, khususnya kalangan muda.

Agar pengalaman imersif, Jagat akan dikembangkan secara bertahap dengan mengumpulkan berbagai masukan dan menganalisis perilaku in-app dari pengguna untuk membuat lebih banyak inovasi sebagai platform inklusif. Nantinya, hal ini bertujuan memenuhi kebutuhan ekspresi lebih banyak masyarakat Indonesia.

Jagat menghadirkan partner-nya yang sudah terjun ke dunia virtual Jagat dengan konsep unik masing-masing, di antaranya Noice, Sociolla, Bumilangit, Hepmil Media Group, ROH Project, Indozone, Jakarta Intercultural School, Pijar Foundation, dan Play3.

Kehadiran Noice sebagai platform audio lokal pertama di Indonesia yang hadir di dunia metaverse merupakan bentuk komitmen dan kontribusi perusahaan untuk turut memajukan industri kreatif Indonesia.

“Dengan menyediakan wadah Noice Space di metaverse, kami ingin mengajak dan memfasilitasi kreator kami untuk bisa berinteraksi langsung dengan pendengar setianya dan memberikan pengalaman virtual yang spesial melalui avatar mereka di Jagat,” kata Chief Business Officer Noice Niken Sasmaya.

Saat ini Jagat telah mempersiapkan peta pengembangan yang tidak hanya membawa Ibu Kota Nusantara masuk ke dalam ekosistem Jagat, tapi juga brand dan kreator lokal untuk berkreasi dan beraktivitas secara nyata.

Menurut Barry, Jagat akan dikembangkan secara bertahap dengan mengumpulkan berbagai masukan dan mengalisis perilaku in-app dari pengguna untuk membuat lebih banyak inovasi di Jagat sebagai platform yang inklusif yang dapat memenuhi kebutuhan ekspresi masyarakat Indonesia.

“Kami melihat Nusantara sebagai aspirasi masa depan bangsa Indonesia, sama seperti Jagat yang membangun user-generated city. Jagat ingin menjadi sarana kreativitas masyarakat untuk menuangkan ekspresi serta harapan mereka untuk masa depan,” pungkas Barry.

Startup Web3 “Artopologi” Raih Pendanaan Pra-Awal dari Ideosource

Startup web3 Artopologi mengumumkan perolehan pendanaan pra-awal yang dipimpin Ideosource. Tidak disebutkan nominal yang diterima di putaran tersebut.

Undisclosed [untuk] pre-seed dan sedang raise di seed round saat ini,” ucap Co-Founder dan Managing Partner Ideosource Edward Chamdani saat dihubungi DailySocial.id.

Artopologi adalah pasar seni terkurasi yang terintegrasi dengan blockchain. Mereka memindahkan karya fisik, seperti lukisan, patung, dan instalasi seni, yang dipamerkan dan diperjualbelikan di platform Artopologi disertai dengan sertifikat keaslian digital yang terdaftar di blockchain.

Startup ini baru dirilis pada awal tahun 2022 dan dipimpin Intan Wibisono. Sebelumnya, ia lama melintang di dunia kehumasan untuk berbagai perusahaan, salah satunya Bukalapak.

Berbeda dengan kebanyakan pemain web3 lainnya, Artopologi ingin meregenerasi kolektor seni dan menghubungkan ekosistem seni di Indonesia, sehingga platform ini dilengkapi dengan berbagai fitur, produk, dan layanan yang sesuai untuk pecinta seni.

“Artopologi memberikan solusi atas distribusi penjualan karya yang selama ini punya masalah. Jejak karya itu penting karena selalu ada perselisihan kepemilikan, perselisihan autentisitas, dan perselisihan nilai. Kami sebagai fasilitator akan mendaftarkan karya fisik ke dalam blockchain dalam bentuk smart contract,” ujar Co-Founder dan CEO Artopologi Intan Wibisono, dalam media workshop yang digelar di Jakarta, kemarin (27/10).

Sebagai diferensiasi lainnya, Artopologi akan memverifikasi dan mengurasi setiap seniman, karya, galeri, museum, dan pelaku seni yang bergabung. Alhasil, setiap karya yang ada di platform diklaim benar-benar berkualitas dan tidak sporadis.

Nilai unik lainnya adalah fokus pada karya seni fisik, bukan karya seni digital. Artopologi bukan NFT marketplace, NFT project, ataupun launchpad; melainkan merekam jejak karya dan karier seniman. Setiap karya yang ditampilkan dijamin keasliannya dengan underlying karya fisik dan bisa dibuktikan dengan sertifikat yang terdaftar di blockchain, sehingga tidak bisa diubah dan bersifat kekal.

Artopologi juga terintegrasi dengan jaringan blockchain. Marketplace ini dapat mendaftarkan sertifikat keaslian dengan otomatis dan mudah, tanpa memerlukan mata uang kripto. Meskipun demikian, seniman tetap perlu memiliki crypto wallet untuk bisa menerima dan mentransfer sertifikat.

Artopologi ingin memanjakan para kreator dan seniman agar tetap melindungi karya-karyanya dengan cara yang lebih baik. Juga untuk kolektor dalam menikmati hasil-hasil karya seni.

“Artopologi ini punya kemiripan dengan yang lain, tapi melengkapi yang sudah ada sebelumnya. Industri ini akan jauh lebih bagus bila ada cara-cara yang baik, salah satunya lokapasar yang terkurasi, sebelumnya kayak gado-gado bercampur. Itu yang diresahkan oleh para kreator,” tambah Rain Rusidi, kurator seni rupa dan dosen di Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia.

Platform Artopologi sendiri akan diresmikan untuk umum pada hari ini (28/10) ditandai dengan diselenggarakannya pameran bertajuk “Rekam Masa” di Museum Nasional, Jakarta berlangsung hingga 6 November 2022. Makna dari tema tersebut menandai kehidupan pada masa/zaman seseorang, ditandai dengan stempel waktu yang dimiliki teknologi blockchain.

Setiap karya seni dalam pameran ini terintegrasi ke blockhain yang dinyatakan oleh kode kriptografi sebagai sebuah pernyataan autentisitas atas setiap karya yang diinput.

Pameran dan platform akan memajang lukisan, patung, instalasi seni, pertunjukan dan karya mode dari seniman senior, seperti Teguh Ostenrik, Galam Zulkifli, Dipo Andy, Mang Moel, FJ Kunting, Rinaldy Yunardi, Didi Budiardjo, Ghea Panggabean, Joshua Irwandi, dan banyak artis pendatang baru Indonesia lainnya.

Setiap karya seni yang ditampilkan akan didaftarkan di blockchain agar keaslian dan asalnya diakui. Hal ini memberikan potensi royalti dan peluang kepemilikan fraksional. “Harga ditentukan oleh seniman, tentu ada pembagian hasil dengan kami. Tapi ini sifatnya diskusi langsung dengan masing-masing seniman dan case by case,” tutup Intan.

East Ventures Pimpin Pendanaan Awal Startup Web3 Asal Singapura “AWST”

Startup web3 berbasis di Singapura, AWST, hari ini (25/10) mengumumkan perolehan pendanaan awal sebesar $1,7 juta (lebih dari 26,5 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh East Ventures, dengan partisipasi dari 500 Global dan Antler. Momentum ini sekaligus dimanfaatkan AWST untuk meresmikan kehadirannya secara publik.

Dalam keterangan resmi, Principal East Ventures Devina Halim menyampaikan pihaknya percaya web3 adalah suatu perubahan paradigma dan menjadi sorotan atau tema dalam beberapa tahun mendatang. Artinya, banyak peluang yang bisa dieksplorasi di sektor ini.

“Kami mendukung entrepreneur terbaik dan cerdas seperti Arun dan Aleksandar yang membangun AWST untuk membantu berbagai brand dan kreator dalam membangun komunitas yang bermakna. Mereka dapat mewujudkan ide-idenya melalui platform NFT-nya. Kami bersemangat untuk bekerja sama dengan tim AWST,” ucap Devina.

AWST didirikan oleh Arun Sugumaran dan Aleksandar Abu Samra pada Oktober 2020. AWST menawarkan Web3 ke berbagai merek dengan menciptakan platform bagi para pengguna untuk meluncurkan koleksi NFT di berbagai protokol blockchain yang dioptimalkan untuk kebutuhan setiap proyek.

Solusi-solusi AWST dapat diintegrasikan ke dalam kerangka kerja teknologi perusahaan dengan mudah dan lancar. Keahlian AWST akan membantu dalam menggabungkan utilitas ke dalam platform-platform ini, menciptakan fondasi yang kuat bagi para klien untuk memanfaatkan ekosistem Web3 yang berkembang. Semangatnya adalah membuat Web3 dan NFT dapat diakses oleh semua orang.

Disebutkan AWST merupakan startup web3 pertama di Asia bekerja sama dengan Stripe untuk memfasilitas transaksi NFT, membantu memroses pembayaran online untuk bisnis di 46 negara. Kolaborasi kedua perusahaan adalah langkah besar dalam membuat transaksi NFT layak secara komersial untuk bisnis.

Upaya bersama ini ditujukan untuk memosisikan NFT untuk adopsi secara mainstream dengan mengikutsertakan fungsi dan utilitas seperti keanggotaan, tiket, dan pengalaman yang diperluas melalui teknologi.

“Web3 berkembang dengan pesat, dan bisnis ingin terhubung dengan pelanggan mereka dengan cara baru dan mendapatkan pelanggan baru dari komunitas NFT. Kami yakin kami memiliki infrastruktur teknologi yang tepat, dan pengalaman untuk memandu para klien kami dalam memperluas bisnis dan kemampuan engagement mereka melalui Web3 dan NFT,” kata Co-Founder & CEO AWST Arun.

Dia melanjutkan, AWST bersemangat dengan adopsi NFT di masa depan dan telah melihat bagaimana ketertarikan yang telah ada melalui vending machine NFT mereka di National Gallery yang menunjukkan meningkatnya penerimaan masyarakat umum terhadap web3. Ke depannya, AWST ingin membangun alat dan platform yang menghubungkan organisasi dengan proyek NFT untuk memfasilitasi pertukaran nilai di dunia nyata.

Platform NFT “Trinvi” Jadi Senjata Transvision Majukan Ekosistem Digital

Bertambah lagi perusahaan Indonesia yang ikut meramaikan perkembangan tren Web3. Adalah Transvision, anak perusahaan Trans Media yang bergerak di bidang layanan TV berlangganan, yang memutuskan untuk melebarkan sayapnya ke ranah Web3 secara resmi. Tepat tanggal 7 Oktober kemarin, Transvision meluncurkan sebuah platform NFT bernama Trinvi.

Oleh CEO Transvision, Peter F. Gontha, Trinvi dideskripsikan sebagai inisiatif untuk membangun inovasi di dunia penyiaran, media, dan hiburan dengan memanfaatkan teknologi berbasis blockchain. Beliau dengan bangga menyebut Trinvi sebagai terobosan untuk masuk ke dalam ekosistem ekonomi digital dengan fundamental yang jelas, serta yang bisa memberi kesempatan bagi masyarakat Indonesia maupun global untuk ikut berpartisipasi dalam perkembangan industri penyiaran di tanah air.

“Trinvi dapat berfungsi sebagai fasilitator pelaku industri penyiaran untuk melahirkan karya dengan kualitas terbaik,” ucap Peter dalam sebuah video perkenalan yang diunggah ke kanal YouTube resmi Trinvi. Ia pun menambahkan bahwa Trinvi juga akan menjadi marketplace yang diharapkan bisa mendukung pengembangan produk dalam ekosistem Transvision.

Untuk menunjukkan seperti apa kira-kira sinergi antara NFT dan produk media yang digagaskan Trinvi, Transvision turut menyingkap proyek NFT bernama +62 Sails. Berdasarkan laporan CNN Indonesia, hasil penjualan dari proyek NFT tersebut nantinya akan digunakan untuk mendanai sebuah serial drama berjudul “Sang Soerya”, yang saat ini tengah diproduksi oleh Transvision dan dijadwalkan tayang musim perdananya pada akhir Desember 2022.

Penjualan NFT +62 Sails akan dibuka untuk umum pada akhir Oktober 2022. Para kolektor nantinya dapat menikmati berbagai keuntungan, mulai dari yang sesederhana voucer dan diskon, kelas inkubator bisnis, sampai bagi hasil dari pendapatan serialnya serta kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam proses produksinya.

Kalau melihat roadmap Trinvi di situs resminya, agenda terdekat yang akan dijalani adalah peluncuran serial drama Sang Soerya beserta proyek NFT +62 yang kedua pada kuartal keempat 2022. Lalu pada kuartal pertama 2023, Trinvi bakal meluncurkan launchpad untuk komunitas kreator, disusul oleh marketplace NFT-nya pada kuartal kedua 2023.

Utilisasi NFT dan blockchain dalam industri penyiaran dan media bukanlah hal yang baru. Raksasa media hiburan asal Amerika Serikat, Fox, sudah sejak lama serius menggarap ranah NFT dan Web3. Fox bahkan memiliki divisi khusus yang menangani semua inisiatif Web3-nya, dan mereka pun belum lama ini meluncurkan proyek NFT yang memiliki keterikatan dengan serial kartun komedi barunya, Krapopolis.

Artikel ini pertama kali dimuat oleh Hybrid.co.id: Mengenal Nusameta, Platform Metaverse yang Akan Jadi Kembaran Digital Indonesia

Jaring Pangan Dapat Pendanaan Pra-Seri A dari Gayo Capital, Akan Realisasikan Token Komoditas di 2024

Startup rantai pasok komoditas Jaring Pangan (JaPang) mendapat pendanaan pra-seri A sebesar $11,5 juta atau 175 miliar Rupiah dari Gayo Capital. JaPang akan memperkuat pasokan komoditas di sektor hulu (upstream) sebagai strategi kunci menuju pengembangan token komoditas (commodity token) di 2024.

DailySocial.id berkesempatan berbincang eksklusif dengan JaPang; Co-founder Tjong Benny dan Edison Tobing, Executive Chairman Ivan Arie Sustiawan, serta Gayo Capital; Co-founder dan Managing Partner Ishara Yusdian dan Investment Principal Eldo Wana Kusuma.

Disampaikan Ishara, Gayo Capital memiliki komitmen investasi sebesar $11,5 juta dengan menggabungkan antara debt financing dan equity. Investasi akan dikucurkan secara bertahap di mana fokus utama tahun pertama adalah memperkuat cakupan pasokan komoditas di Pulau Jawa.

Hal ini untuk memperkuat posisi JaPang dan mitra di sektor hulu dalam membangun dan mengendalikan sekitar 10% dari volume transaksi komoditas di wilayah terkait melalui kolaborasi dan/atau akuisisi mitra di sektor hulu. Strategi ini akan memperkuat underlying dari token komoditasnya nanti.

Sebelumnya pada akhir 2021, JaPang telah mendapat suntikan investasi awal (seed) senilai $500 ribu yang merupakan gabungan dari para pendiri dan sejumlah angel investor.

“Kami memiliki tiga lapis assessment risk untuk menentukan apakah startup dapat tumbuh, mencapai profitabilitas, dan punya exit path. Kami mulai dari debt financing, misalnya, tiga bulan pertama harus capai zero NPL. Ini penting untuk memastikan investasi dapat diputar menjadi GMV, opex, dan lainnya. Kemudian diputar lagi pada bulan berikutnya sampai 12-18 bulan ke depan,” tutur Ishara.

Selain memperkuat 10% kontrol supply chain pada wilayah yang ditargetkan, pihaknya berharap pertumbuhan bisnis dari mitra downstream (JaPang Warung Rakyat/JAWARA dan Juragan) juga tercapai. “Kami meyakini Japang dapat memiliki confidence level lebih dalam debut penawaran token komoditas dengan mitra strategis yang direncanakan apabila strategi KPI tersebut terpenuhi,” tambahnya.

Pada pendanaan kali ini, Ishara Yusdian juga masuk sebagai Strategic Advisor di JaPang. Dengan pengalamannya sebagai serial investor dan corporate venture builder di Amerika Utara, Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru, ia akan membantu memperkuat model bisnis dan operasional JaPang hingga siap menuju Sustainable Web3.

Sementara, Tjong Benny mengatakan pihaknya fokus mendigitalisasi sektor pertanian dan peternakan agar sejalan dengan visinya menjaga pasokan pangan di Indonesia. Ada dua segmen pasar yang dibidik, yakni B2B dan B2B2C untuk memberdayakan pelaku UMKM dengan produk utama beras, daging, dan ayam.

Produk ini dipilih mengingat potensi pasarnya besar, yakni potensi konsumsi beras nasional mencapai $22 miliar di 2020, sedangkan daging dan ayam nasional mencapai $6,3 miliar. Japang juga menyediakan bahan pokok makanan lainnya, yakni telur, gula, dan garam.

“Awalnya, kami mulai dengan B2B melalui strategi private label untuk masuk ke pasar. Memang traction B2B besar, tetapi belum bisa merata atau sustainable. Namun, kami melihat kebutuhan masyarakat sangat besar. Kami bergerak ke B2B2C agar dapat menjangkau lebih banyak user. Untuk skala pasar Indonesia, segmen ini kurang tersentuh,” jelasnya.

Kuasai 10% pangsa

Saat ini, JaPang baru mencakup sekitar 2%-3% permintaan pasokan di Jabodetabek dan Surabaya, itu pun dipenuhi oleh lini B2B2C JaPang Warung Rakyat (JAWARA). Menurut Ishara, dengan jumlah mitra RMU yang dimiliki saat ini, Japang dapat berpotensi memenuhi 10% dari permintaan commodity trading di kawasan tersebut.

“Jika dikalkulasi dalam 1-3 tahun ke depan, Japang bisa menjadi referensi index pricing berdasarkan transaksi yang terjadi. Maka itu, kami ingin JaPang engage dengan strategic partner yang dapat menjangkau pemain upstream. Sulit untuk menguasai 10% [pangsa] commodity trading kalau tidak bermitra dengan pelaku upstream,” lanjutnya.

Ivan Arie Sustiawan menambahkan, JaPang akan menambah jumlah sourcing pasokan mereka untuk memastikan ketersediaan supply dan demand dapat terpenuhi sesuai roadmap. JaPang kini telah bekerja sama dengan 10 rice milling unit (RMU), 3 rumah patok ayam, dan 2 kandang telur.

Selain itu, JaPang juga akan bekerja sama dengan penjamin komoditas (off-taker) untuk jangka panjang, baik dari BUMN maupun sektor swasta. Pada komoditas beras misalnya, produksi penggilingan padi oleh mitra RMU hanya untuk JaPang. Penambahan jumlah RMU juga akan bergantung dari milestone JaPang ke depan.

“JaPang tak hanya membidik sebagai pemimpin di pasar commodity trading, tetapi juga menjadi market maker. Kenapa memperkuat sisi upstream? Siapa pun yang bisa lock suplai di upstream, bisa menjadi market maker. Itu yang kami lakukan, baik itu beras, ayam, atau telur. Semoga bisa tercipta kestabilan harga dan jaminan ketersediaan,” ujarnya.

Token komoditas JaPang

Upaya JaPang untuk memperkuat pasokan dari sektor hulu dalam dua tahun ke depan menjadi langkah strategis untuk merealisasikan pengembangan token komoditas (commodity token) di 2024. Pengajuan lisensi ke Bappebti dan peluncuran token ini juga dilakukan secara bertahap sambil mengikuti perkembangan regulasi terkait.

Menurut Japang, commodity token justru memiliki underlying operation yang nyata dibandingkan dengan aset kripto, seperti Bitcoin atau Ethereum. Dalam kasus ini, JaPang fokus pada rantai pasok komoditas bahan pokok sebagai underlying. Token ini dapat menjadi salah satu cara bagi masyarakat yang tidak punya akses layanan keuangan untuk mencari modal usaha.

“Kami harap dapat menjadi yang pertama [meluncurkan token komoditas di Indonesia] karena kami sudah ada konsep dan kriteria. Staple food akan menjadi salah satu faktor utama kami menciptakan tokenomic. Apabila terwujud, ini bisa menjadi game changer di staple food. Kita tidak lagi bicara social commerce atau grocery karena harganya akan bergantung pada commodity token itu,” tambah Ivan.

Token komoditas bukanlah hal baru. Di 2017, ada sebuah proyek penggalangan dana bernama Bananacoin (BCO) yang diinisiasi pengembang asal Rusia untuk perkebunan pisang di provinsi Vientiane, Laos. Mengacu sejumlah sumber, harga BCO dipatok senilai $0,50 pada Initial Coin Offering (ICO). Untuk memastikan BCO bernilai, setiap token mengacu pada harga satu kilogram pisang di pasar.

“Sebelum masuk ke tokenomic, kami harus mencapai beberapa hal, termasuk target 10%. The closer we get there, ini akan menjadi kekuatan dalam proposal bahwa underlying kami sudah bisa represent komoditas supply chain, sehingga kami–bukan menentukan harga–berpartisipasi pada index pricing itu sendiri. Ini akan membuat stablecoin bisa di-exchange,” tutur Edison Tobing.

Sustainable Web3

Lebih lanjut, Ishara menuturkan sejak setahun terakhir Gayo Capital tengah mengeksplorasi potensi bisnis, terutama agritech, yang dapat dibawa ke jenjang Web3. Pihaknya mulai mengubah tesis investasinya di mana fokus utama tetap pada sektor impact. Namun, pihaknya membatasi investasi startup di sektor hulu yang modelnya masih tradisional.

“Di Gayo Capital, we will still focus on our part which is impact. Namun, kami ingin melihat portfolio mana yang sekiranya punya benang merah untuk kami embark ke Web3. That’s why our new investment thesis kita namai Sustainable Web3,” ungkapnya.

Menurutnya, JaPang siap melangkah menuju sustainable Web3 karena memiliki model bisnis yang baik dan bermain pada rantai pasok komoditas yang banyak dikonsumsi orang Indonesia. Baik beras, ayam, dan telur, punya trading cycle yang sangat tinggi atau bisa mencapai empat kali perputaran di pasar per minggu, per bulan, hingga per tahun.

Sementara itu, Eldo Wana Kusuma menambahkan inisiatif ini menjadi langkah besar untuk mendorong transparansi agrikultur di Indonesia. Apalagi pihaknya telah melihat sejumlah tantangan yang dialami pelaku agri di lapangan, salah satunya adalah kecurangan harga pada hasil panen petani oleh pihak ketiga.

“Kami melihat [commodity token] ini sebagai sustainable token, bukan yang bisa ‘digoreng’ sesuka hati. Commodity token tidak akan menggantikan fungsi P2P atau layanan inklusi keuangan. Idenya adalah [mendorong] transparansi harga komoditas. Token beras, misalnya, akan selalu diperbarui sesuai harga pasar di dunia. Real time.” Tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Mengenal Nusameta, Platform Metaverse yang Akan Jadi Kembaran Digital Indonesia

Setelah sibuk membangun hype selama beberapa bulan, WIR Group akhirnya resmi memperkenalkan platform metaverse-nya pada 31 Agustus lalu. Menggunakan nama Nusameta, platform metaverse ini dijadwalkan meluncur tahun depan dengan sejumlah use case yang menarik.

Untuk mengenal Nusameta lebih dekat lagi, saya pun berkesempatan berbicara dengan Joshua Budiman selaku Head of Meta Space di Nusameta. Obrolan kami mencakup banyak topik, dan di artikel ini saya akan merangkum poin-poin paling menarik seputar metaverse dalam pembicaraan kami.

Apa yang membuat Nusameta berbeda?

Menurut Joshua, kebanyakan platform metaverse yang sedang dibangun saat ini mengambil pendekatan “imaginary virtual world“, yang berarti semua yang dijumpai di metaverse sifatnya baru dan tidak langsung berkaitan dengan dunia nyata. Nusameta berbeda karena pendekatan yang diambil adalah digitalisasi dunia nyata.

Basically Nusameta nanti akan menjadi digital twin dari Indonesia,” ucap Joshua seraya menyederhanakan penjelasannya. Buat yang kurang familier dengan istilahnya, digital twin bisa kita artikan sebagai representasi visual yang sangat akurat dari suatu aset fisik, yang diperbarui secara konstan menggunakan data-data yang ada di lapangan. Dalam konteks Nusameta, digital twin dapat dipahami sebagai representasi visual yang terinspirasi dan menyerupai dunia nyata, contohnya dari segi aset yang mirip dengan dunia nyata, hingga wilayah pembagian daerah di dunia nyata.

Ya, lewat Nusameta, WIR Group pada dasarnya ingin membuat kembaran versi digital dari negara Indonesia. Itulah mengapa prosesnya bakal memakan waktu yang cukup lama, kira-kira sampai lima tahun sebelum ekosistemnya bisa berdiri secara menyeluruh kalau kata Stephen Ng, CEO Nusameta, dalam penjelasannya di acara Nexticorn International Summit bulan Agustus lalu.

Melihat skala proyeknya, wajar kalau pengerjaan Nusameta dilangsungkan secara bertahap. Joshua menjelaskan bahwa di awal nanti yang akan hadir lebih dulu adalah area-area seperti Jakarta, Jawa Barat, Makassar, dan Bali, dan masing-masing kota akan dibuat semirip mungkin dengan aslinya, sampai ke jalanan-jalanannya.

Sebagai contoh, versi Nusameta dari Jalan Legian di Bali nantinya juga akan dipenuhi dengan hotel, agen pariwisata, dan usaha-usaha lainnya. Pengguna pun juga bisa melakukan reservasi hotel atau perjalanan lewat Nusameta. Interaksi semacam ini, dalam kamus WIR Group, dikenal dengan istilah O2O alias online-to-offline (atau sebaliknya).

Di samping pemilik usaha swasta, WIR Group tidak lupa mengajak pihak pemerintah untuk membangun use case di Nusameta. Menurut Joshua, sejauh ini sudah ada tiga pemerintah daerah yang meneken MoU dengan WIR Group — Jakarta, Jawa Barat, Makassar — dan mereka berharap ke depannya Nusameta juga dapat menghadirkan beragam layanan publik dari masing-masing daerah.

Secara garis besar, tujuan yang hendak Nusameta capai adalah mewujudkan experience di dunia nyata lewat metaverse. Namun ketimbang membedakan diri dari metaverse lain, Nusameta justru ingin yang lain juga ikut memberikan use case yang menarik. Fokus WIR Group saat ini adalah memberikan contoh use case yang baik lewat Nusameta.

Ke depannya, setelah selesai dengan Nusameta, WIR Group masih akan mengerjakan proyek metaverse lain. Spesifiknya, kalau menurut penjelasan Joshua, sudah ada 22 negara di kawasan Mediterania yang menunggu untuk dibuatkan digital twin atau metaverse-nya oleh WIR Group.

Membangun metaverse yang sesuai dengan kebutuhan pasar Indonesia

Dengan klien negara sebanyak itu, wajib hukumnya bagi WIR Group untuk memahami kebiasaan masyarakat di setiap negara sebelum mulai membangun. Dalam konteks Nusameta dan Indonesia, Joshua mengaku WIR Group sudah lebih dulu melakukan banyak riset dan menemukan bahwa game adalah pendekatan yang paling mudah. Hal ini berarti aspek game harus terasa kental di Nusameta.

Selain aspek game, WIR Group tidak melupakan aspek komunitas dalam membangun Nusameta. Mereka bahkan sudah berhasil menggandeng beberapa komunitas untuk masuk ke Nusameta, seperti salah satu contohnya komunitas pencinta olahraga lari.

“WIR Group mengambil pendekatan yang mindful dan thoughtful dengan kebutuhan orang Indonesia. Dari awal pun sudah kami pikirkan use case-nya, jadi Nusameta ini bukan sebatas versi digital dari Nusantara saja, tetapi yang benar-benar bisa terintegrasi dengan dunia nyata,” jelas Joshua.

Contoh terbaik pemahaman WIR Group akan kebutuhan pasar Indonesia adalah rencana mereka mengimplementasikan mesin Digital Avatar (DAV). Joshua menjelaskan bahwa perusahaannya melihat kebiasaan masyarakat Indonesia yang terbiasa mengunjungi Alfamart untuk berbagai keperluan di samping sekadar berbelanja, dan dari situlah mereka punya rencana untuk menyebar ribuan mesin DAV ini di gerai-gerai Alfamart.

Berkat keberadaan mesin DAV, harapannya adalah masyarakat tanah air bisa lebih dimudahkan dalam mengakses Nusameta. Jadi untuk menciptakan avatar di Nusameta, konsumen akan punya beberapa opsi, salah satunya adalah dengan berkunjung ke gerai Alfamart terdekat dan menggunakan mesin DAV untuk memindai wajahnya, yang kemudian akan diterjemahkan menjadi avatar di metaverse.

Baca selengkapnya di Hybrid.co.id: Mengenal Nusameta, Platform Metaverse yang Akan Jadi Kembaran Digital Indonesia

Riset: Adopsi Kripto Tumbuh Subur di Indonesia

Adopsi aset kripto di Indonesia diyakini akan terus tumbuh hingga 10 tahun ke depan. Sebuah riset terbaru dari Chainalysis merilis indeks yang mengukur adopsi kripto global di tahun 2022, hasilnya Indonesia berada di urutan ke-20.

Chainalysis menyebutkan dalam Indeks Adopsi Kripto Global 2022, Indonesia termasuk dalam kategori negara berkembang berpenghasilan menengah ke bawah yang memiliki pertumbuhan adopsi kripto yang tinggi. Meskipun, Indonesia kalah dengan Vietnam yang menduduki nomor satu.

Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (ASPAKRINDO) Teguh Kurniawan Harmanda melihat masuknya Indonesia dalam daftar Indeks Adopsi Kripto Global 2022 versi Chainalysis cukup membanggakan. Pasalnya dalam laporan yang sama tahun lalu, Indonesia belum masuk ke posisi 20 negara teratas.

“Laporan ini cukup membuktikan bahwa pertumbuhan aset kripto di Indonesia itu masih terus berjalan dalam hal baik, meski market sedang lesu. Adopsi kripto yang tinggi ini didorong oleh penetrasi teknologi lebih luas dan edukasi investasi yang terus dilakukan, bersamaan regulasi yang aman melindungi konsumen,” kata pria yang akrab disapa manda.

Acara “Web3 Community Meetup 2022” di T-Hub by Tokocrypto Bali pada 26 Agustus 2022 / Tokocrypto.
Acara “Web3 Community Meetup 2022” di T-Hub by Tokocrypto Bali pada 26 Agustus 2022 / Tokocrypto.

Adopsi Web3 dan Blockchain

Menurut Manda adopsi kripto di Indonesia sudah lebih baik dibandingkan tahun lalu, walaupun dalam masa crypto winter. Aspek nilai transaksi perdagangan aset kripto di Indonesia memang cenderung menurun, khususnya sejak awal tahun 2022.

Misalnya, pada Juni 2022, nilai transaksi kripto tercatat hanya Rp 20 triliun, turun 65,5% turun dibanding periode Juni 2021 sebesar Rp 58,06 triliun. Penurunan disebabkan oleh kondisi situasi makroekonomi dan inflasi yang yang tinggi di beberapa negara.

Manda menjelaskan mungkin saat ini terlihat investor telah menjauh dari aset kripto yang lebih tradisional seperti Bitcoin mengingat berarish market, mereka mulai beralih ke aset yang dibangun dengan project utilitas yang menarik di dunia Web3, metaverse dan unsur teknologi blockchain lainnya yang membuatnya lebih mudah diakses.

“Adopsi di Indonesia didorong oleh aset kripto yang lebih tradisional yang ditawarkan melalui exchange dan platform teknologi keuangan. Namun, di sisi lain, instrumen kripto tradisional kini kurang diminati, saat ini pertumbuhan yang tinggi ada di project kripto berbasis Web3 yang di mana banyak beralih ke aplikasi, seperti NFT dan game,” jelas Manda.

Masyarakat Tertarik Web3

Lebih lanjut, Manda mengungkap perkembangan industri blockchain, khususnya Web3 di Indonesia, kini sudah jauh lebih baik dan dikenal lebih luas oleh masyarakat. Web3 sudah menjelma menjadi sebuah lahan baru yang memiliki potensi pengembangan dan keuntungan lebih besar, karena bicara terkait teknologi masa depan dengan konsep yang hampir sama dengan internet.

Terlepas dari peringkat adopsi, laporan Chainalysis juga menunjukkan meskipun adopsi kripto lebih lambat di tengah bear market, tapi masih lebih tinggi dari periode sebelum bull run pada tahun 2020.

“Kami yakin aset kripto, Web3 dan segala hal lainnya di dunia blockchain akan melihat adopsi yang cukup tinggi dan meluas dalam 10 tahun ke depan. Untuk memacu adopsi, pengalaman pengguna harus ditingkatkan. Keamanan juga penting, misalnya pemain kripto harus berlisensi dan bersertifikat. Kemudian, edukasi tentang manfaat dan kegunaan dari teknologi yang dikembangkan untuk meraih tingkat kepercayaan yang tinggi di masyarakat,” pungkas manda.

SerMorpheus Raih Pendanaan 37 Miliar Rupiah, Jembatani Brand Lokal Masuk ke Ekosistem Web3

SerMorpheus, platform web3 enabler lokal, mengumumkan pendanaan tahap awal senilai $2,5 juta atau lebih dari 37 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin Intudo Ventures, diikuti oleh 500 Global, Febe Ventures, AlphaLab Capital, BRI Ventures, dan Caballeros Capital.

Dengan putaran pendanaan ini, SerMorpheus akan fokus pada pengembangan infrastruktur teknologi agar dapat menjembatani kesenjangan antara web3 dan kebutuhan merek/konsumen Indonesia; dan merekrut talenta terbaik di semua fungsi.

Diluncurkan pada Januari 2022, SerMorpheus adalah platform yang fokus menjembatani brand dan peritel ke ekonomi digital baru. Perusahaan mengembangkan NFT dan mengelola utilitas yang memungkinkan mereka terhubung langsung dengan pengguna dan komunitas. Serta menciptakan nilai melalui pengalaman belanja yang dipersonalisasi.

Melalui mekanisme onlinetooffline yang disediakan, pemegang NFT bisa menikmati keuntungan secara nyata melalui acara yang diadakan oleh brand dan peritel. Pengguna bisa mengklaim NFT bermerek tertentu untuk mengikuti berbagai aktivitas offline, seperti konser, permutaran film, dan acara lainnya.

Saat ini perusahaan tengah membangun infrastruktur untuk brand dan kreator konten  yang menghubungkan produk dan layanan web3 dengan pengguna web2, menghilangkan hambatan teknis dan mengurangi gesekan.

Co-Founder SerMorpheus Kenneth Tali mengungkapkan, “Kami membayangkan web3 akan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari kami di masa depan dan NFT memiliki potensi besar untuk menjangkau audiens yang lebih besar daripada yang dimiliki kripto.”

Ia turut menambahkan bahwa Web3 telah memperoleh daya tarik yang signifikan di Indonesia. “Kami sangat antusias untuk membawa NFT ke pasar massal Indonesia sebagai pintu gerbang ke dunia web3 yang lebih besar.” tegasnya.

“Web3 menjadi wujud iterasi terbaru dari penggunaan internet yang menjanjikan—sebuah dunia di mana pengguna dapat menjadi kreator dan pemilik secara bersamaan. Namun, di antara lima miliar pengguna internet di dunia, hanya sekitar 400 juta orang yang merupakan pengguna kripto, dengan proyeksi miliaran lainnya akan online dalam beberapa tahun ke depan. Karena SerMorpheus melayani Indonesia, apa yang mereka bangun juga merupakan kunci untuk internet yang benar-benar inklusif, di luar Indonesia,” ungkap Managing Partner 500 Global Khailee Ng.

Tentang SerMorpheus

SerMorpheus didirikan oleh Kenneth Tali dan Budi Sukmana. Keduanya sudah cukup aktif di industri blockchain dan aset kripto sejak 2016; serta terlibat sebagai anggota pendiri dan pejabat Jaringan Blockchain Indonesia. Sebelumnya, Kenneth juga pernah mendirikan platform crowdfunding Likuid, yang telah rebranding menjadi ekuid. Saat ini ia menempati posisi komisaris di perusahaan.

Timnya menyadari bahwa ada permintaan cukup besar dari brand dan kreator untuk NFT dan aset digital lainnya, agar bisa terlibat langsung dengan pengguna dan basis penggemar mereka. Selain itu ada kebutuhan akan mitra lokal yang tidak hanya memahami aspek teknis web3, tetapi juga memiliki pemahaman mendalam terkait preferensi dan kebiasaan konsumen Indonesia.

Salah satu proposisi nilai yang ditawarkan SerMorpheus adalah menghilangkan gesekan onboarding dengan menghubungkan kreator langsung dengan pasar NFT global atas nama mereka sendiri, serta memungkinkan transaksi dilakukan dalam Rupiah (IDR) hanya dengan alamat email dan nomor telepon. Hal ini dilakukan untuk menyederhanakan proses dalam memasuki ekonomi digital baru.

Perusahaan membangun permintaan yang kuat oleh brand untuk terlibat dengan pemirsa Indonesia, SerMorpheus akan mempercepat upaya untuk memasukkan lebih banyak merek ke dalam ekonomi digital baru, termasuk NFT yang menyertai pembelian tiket film, kehadiran acara, dan kampanye aktivasi online-ke-offline lainnya.

SerMorpheus debut dengan proyek penjualan tiket Jazz Goes to Campus (JGTC) bekerja sama dengan Tokocrypto. Dengan tiket berbasis NFT, pengguna bisa menikmati pengalaman yang meneluruh mulai dari sebelum, selama, hingga setelah acara berakhir. Tiket tersebut juga dapat diperdagangkan dengan transparan di pasar sekunder, yang memungkinkan promotor untuk tetap mendapatkan royalti.

Selain itu, beberapa klien yang sudah mempercayai SerMorpheus untuk mengembangkan dan mendistribusikan NFT yang disesuaikan seperti Indonesia Comic Con, klub sepak bola profesional PERSITA Tangerang, festival musik Jogjarockarta, aktris dan penyanyi Indonesia Prilly Latuconsina, serta film yang diproduksi Visinema Pictures Mencuri Raden Saleh.

Rencana ke depan

Saat ini, perusahaan tengah mengembangkan platform untuk kreator, termasuk penciptaan NFT mandiri, yang memungkinkan pengguna untuk mencetak dan mengeluarkan NFT dengan ringkas tanpa memerlukan pengetahuan teknis. SerMorpheus juga berencana menyediakan fitur analisis untuk membantu kreator konten melacak koleksi dan basis pengguna mereka.

Disinggung mengenai proses kurasi, Kenneth menjelaskan dalam wawancara terpisah dengan DailySocial.id bahwa tidak ada kriteria spesifik untuk kreator atau IP yang ingin meluncurkan NFT-nya. Namun, timnya menyaring secara kualitatif dan sangat selektif. “Harus benar-benar serius dan memiliki value,” tegasnya.

Olivier Raussin, Co-founder & Managing Partner Febe Ventures mengungkapkan, “Teknologi blockchain menciptakan cara baru bagi kreator dan brand untuk berinteraksi langsung dengan penggemar dan konsumen mereka, termasuk kasus di dunia nyata seperti menghargai loyalitas pelanggan. SerMorpheus adalah pilihan mitra teknis untuk bisnis Indonesia yang ingin mendorong keterlibatan dalam ekonomi digital baru.”

Di tengah maraknya kiprah NFT di Indonesia, terdapat beberapa platform yang menawarkan layanan serupa. Salah satunya adalah Bolafy yang fokus menawarkan koleksi digital resmi dari kolaborasinya dengan partner di bidang sepak bola lokal. Selain itu juga ada platform marketplace NFT seperti Kolektibel, Artpedia serta Tokomall milik Tokocrypto.

Application Information Will Show Up Here

Potensi dan Tantangan Game Blockchain di Indonesia

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Newzoo dengan Crypto.com, sebanyak 40% gamers di Amerika Serikat, Inggris, dan Indonesia tertarik dengan game blockchain dan berencana untuk mencobanya di tahun ini. Namun, hanya 5% gamers yang mengaku sangat tertarik dengan game blockchain.

Sementara 35% gamers lainnya mengatakan, mereka hanya cukup tertarik saja. Tapi, hal ini tidak menyurutkan semangat sejumlah developer game Indonesia untuk mengembangkan game blockchain.

Keadaan Industri Game di Indonesia

Pada 2018, total pemasukan industri game di Indonesia mencapai US$1,1 miliar, berdasarkan data dari Newzoo. Sementara pada tahun lalu, total spending gamers Indonesia mencapai US$1,9 miliar.

Hal ini menunjukkan besarnya potensi industri game di Indonesia. Sayangnya, dari total belanja gamers Indonesia, developer lokal hanya mendapatkan US$7 juta, ungkap Arief Widhiyasa, Chairman dari Agate pada GamesBeat.

Pemerintah Indonesia sendiri menunjukkan minat untuk mengembangkan ekonomi digital di Tanah Air, termasuk di ranah game.

Sejauh ini, Indonesia bahkan telah berhasil menelurkan 14 unicorns, yaitu startup yang memiliki valuasi lebih dari US$1 miliar. Hal itu berarti, 38% dari total unicorn di Asia Tenggara berasal dari Indonesia. Hanya saja, tidak ada satu pun unicorn itu yang berasal dari industri game.

Perbandingan ekosistem game di Indonesia dan negara-negara Asia lain.
Perbandingan ekosistem game di Indonesia dan negara-negara Asia lain.

Padahal, jika sukses, perusahaan game juga bisa memberikan kontribusi besar ke ekonomi sebuah negara. Contohnya, Supercell dari Finlandia. Pemerintah Finlandia pernah memberikan pinjaman sebesar US$400 ribu pada Supercell. Dan pada 2018, Supercell membayar pajak sebesar US$122 juta dalam setahun setelah sukses dengan Clash of Clans.

Secara total, industri game Finlandia memiliki total pemasukan sebesar US$3 miliar dan mempekerjakan sekitar 3,6 ribu orang. Sebagai perbandingan, di Indonesia, hanya ada lebih dari 25 perusahaan game yang mempekerjakan lebih dari 2 ribu staff.

Potensi Game Blockchain di Indonesia

Popularitas cryptocurrency seperti Bitcoin dan Ethereum membuat masyarakat luas semakin kenal dengan blockchain. Dan sekarang, perusahaan game Indonesia tampaknya ingin menggunakan teknologi blockchain untuk mendisrupsi industri game lokal.

Setidaknya, begitulah yang diungkapkan oleh Ivan Chen, CEO dari Anantarupa, kreator dari Lokapala. Dia mengatakan, kebanyakan gamers lokal sudah memiliki cryptocurrency. Hal itu membuatnya optimistis, gamers di Indonesia akan memiliki pikiran yang terbuka untuk mencoba game blockchain.

“Di pasar lokal, saya tidak melihat adanya masalah,” kata Diana Paskarina, COO dan Co-founder dari Anantarupa, dikutip dari GamesBeat. “Saya rasa, orang-orang mengerti bahwa ketika Anda mendapatkan sesuatu di game tradisional, mereka tidak benar-benar memiliki items tersebut. Tapi, dengan blockchain dan NFT, Anda akan mendapatkan nilai lebih banyak dan masyarakat memahami itu.”

Lokalapa buatan Anantarupa. | Sumber: YouTube
Lokalapa buatan Anantarupa. | Sumber: YouTube

“Tren yang kami lihat di Asia Tenggara, orang-orang lebih mau untuk mencoba sesuatu yang baru,” kata Wei Zhou, CEO dari Coins.ph, bursa crypto di Filipina.

“Sebagian besar populasi di ASEAN masih muda dan kebanyakan dari mereka tidak memiliki rekening bank. Semua hal ini membentuk dinamika yang unik. Para developers akan muncul dari Asia Tenggara, yang menciptakan produk untuk konsumen Asia Tenggara. Di era Web2, kamilah yang menghabiskan uang untuk perusahaan-perusahaan game. Dengan Web3, saya mulai merasa bahwa transaksi ekonomi yang terjadi bersifat dua arah.”

Sementara itu, Yat Siu, Executive Chairman dari Animoca Brands, mengatakan, jika dibandingkan dengan gamers asal Amerika atau Eropa, gamers di Asia tidak terlihat memiliki kebencian yang amat sangat pada game blockchain. Faktanya, Axie Infinity bisa begitu populer di 2021 karena game tersebut dimainkan oleh banyak gamers asal Asia Tenggara, termasuk Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia.

Pada saat yang sama, Siu melanjutkan, tidak bisa dipungkiri, ada banyak gamers yang sudah terlanjur tidak suka dengan game blockchain. Kekhawatiran mereka akan adanya game blockchain yang bertujuan untuk menipu pemainnya juga merupakan ketakutan yang nyata.

Tantangan di Industri Game Blockchain

Sebagai industri yang relatif baru, game blockchain menawarkan tantangan tersendiri untuk para perusahaan yang berkutat di dalamnya. Melalui blog-nya, Adam Ardisasmita, CEO Arsanesia dan VP dari Asosiasi Game Indonesia (AGI), mencoba untuk menjabarkan beberapa masalah yang ada pada game blockchain saat ini.

Baca selengkapnya di Hybrid.co.id: Potensi dan Tantangan Game Blockchain di Indonesia