KoinWorks Introduces KoinGaji, Offering Salary Advance for Employees

KoinWorks officially introduces its latest service, KoinGaji. It allows employees of business partners to withdraw their salaries early or better known as salary advance. KoinWorks alone intends to become a “Super Financial App” in Indonesia through all its innovations and services in the financial sector.

“Employee performance is very important for the success of the company. The presence of KoinGaji is expected to be able to help business actors solve one of the obstacles to their employees, especially during the pandemic and new normal, without disrupting the cash flow of the company so that employee productivity and loyalty to the company will be better maintained, especially in facing a new normal period like today,” Co-founder & CEO of KoinWorks Benedicto Haryono said.

Transaction mechanism

KoinGaji allows employees to submit early salary disbursements up to 70% whether the company is a partner of KoinGaji. When the documents and requirements have completed, the disbursement process is claimed to take only 1×24 hours.

As for the refund process, the disbursed funds will be deducted from the monthly salary and there is no interest charged to employees. All processes take place digitally, therefore, KoinGaji is claimed to not interfere with cash flow and take time in the process.

Companies that have partnered with KoinGaji only need to prepare some information such as full names, telephone numbers, e-mails, KTP numbers, monthly salary figures, and employee account numbers to be entered into the KoinWorks system later.

“In fact, KoinWorks will keep this data confidential and will only be used for the purposes of this KoinGaji program. Furthermore, the entire application and withdrawal process can be done by employees directly in the KoinWorks application. Every month, KoinWorks will send reports about employees who use KoinGaji and their total amount of disbursement made,” Benedicto explained.

For companies intend to register as a partner, KoinWorks provides a form via the link http://bit.ly/koingajiform. Meanwhile, employees of partner companies only need to access the KoinWorks application. Those whose data has been integrated with the KoinWorks system only needs to verify the data during the registration process in the application in order to submit disbursement.

“Currently, KoinWorks has collaborated with Gadjian, GreatDay, and Talenta. Apart from KoinGaji, KoinWorks also offers employee loans in the form of installments to partners who have collaborated with KoinWorks. In addition, KoinWorks also collaborates with various platforms to improve employee financial literacy and financial or business development solutions for business players,” he added.

He also emphasized on KoinGaji’s role as a form of commitment to presenting a series of financial products, both personal and business. It is expected to be able to present solutions for businesses and businesses in Indonesia who want to further encourage their employees welfare. This includes helping businesses in this pandemic and new normal situation.

“Earlier, there were less than 10 companies joined the platform, but the response from the business owner/HRD to KoinGaji was very good. More than 80% of the companies we were talking to explore further about the KoinGaji process,” Benedicto said.

Last April, KoinWorks managed to secure new funding of IDR316 billion. Quona Capital, EV Growth, and Saison Capital are involved in equity financing. In terms of debt funding, comes from two European financial institutions.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

 

Dapat Pendanaan dari Konimex Group, Platform E-commerce IUIGA Masuk Indonesia

Platform e-commerce asal Singapura yang menjual berbagai barang pribadi dan perlengkapan rumah IUIGA meresmikan kehadirannya di Indonesia. Ekspansi ini ditempuh setelah berhasil mengamankan pendanaan dari Konimex Group dengan detail yang tidak disebutkan.

Konsep bisnisnya, mereka bekerja sama dengan produsen desain manufaktur, kemudian melakukan branding dan menjualkan produk-produk mereka secara online.

Tim IUIGA menyampaikan konsep bisnis ini diterapkan demi menghasilkan produk berkualitas dengan harga yang terjangkau. “IUIGA bekerja sama dengan pabrik-pabrik untuk menghasilkan produk berkualitas yang kemudian dilabeli dengan barang IUIGA.”

“IUIGA bekerja sama dengan lebih dari 400 pabrik ODM (Original Design Manufacturer) [..] Berbeda dengan Contract Manufacturer, ODM merupakan pabrik yang memiliki kapabilitas dan lisensi dalam desain dan pengembangan produk,” jelas Managing Director IUIGA Indonesia William Firman.

Dengan fokus pada pasokan barang dari ODM, IUIGA merasa tidak perlu memiliki tim product development karena desain dan pengembangan produk dilakukan oleh pabrik.

“Adanya sistem teknologi dan informasi yang terintegrasi membuat konsumen dapat merasakan pengalaman online-to-offline pertama di Indonesia yang mengedepankan teknologi self-services dan transparansi informasi, sehingga setiap konsumen dapat memahami value yang didapatkan dari setiap harga yang dibayarkan untuk sebuah produk IUIGA,” imbuh William.

Kualitas dan transparansi harga menjadi unggulan

Kendatie-commerce di Indonesia menjadi salah satu industri yang berkembang cukup pesat, persaingan di dalamnya pun cukup ketat. Menyadari hal itu IUIGA membawa sejumlah keahlian mereka, seperti mengubah jalur distribusi menjadi direct-to-consumer.

Dengan perubahan jalur distribusi tersebut, IUIGA mengklaim mampu memangkas harga barang. Misalnya, yang semula di pasaran bisa mencapai 8 hingga 15 kali dari harga produksi, kini menjadi 1,6 hingga 2 kali saja.

“Di IUIGA kami memungkinkan konsumen untuk dapat mengetahui komponen biaya dari setiap produk IUIGA melalui fitur transparent pricing. Fitur transparent pricing memuat informasi biaya produksi, profit, dan komparasi harga tradisional ritel dari setiap produk IUIGA”, terang William.

Di Indonesia IUIGA menawarkan 11 kategori produk, mulai dari home living hingga personal care. Selain bisa diakses melalui website dan aplikasi mobile IUIGA juga akan membuka toko fisik untuk meningkatkan pengalaman pengguna.

“Kami akan melakukan pengiriman melalu gudang kami di Jakarta. Selain itu kami sudah bekerja sama dengan beberapa delivery provider untuk menjangkau pelanggan IUIGA di seluruh Indonesia. Untuk delivery provider yang kami miliki terbagi menjadi instant, same day, next day, dan reguler,” jelas William.

Application Information Will Show Up Here

KoinWorks Rilis KoinGaji, Mungkinkan Karyawan Cairkan Gaji Lebih Awal

KoinWorks resmi memperkenalkan layanan terbaru mereka KoinGaji. Layanan ini memungkinkan karyawan mitra pelaku usaha untuk mencairkan gajinya lebih awal atau lebih dikenal sebagai salary advance. KoinWorks sendiri tengah berupaya untuk menjadiSuper Financial App di Indonesia dengan segenap inovasi dan layanannya di bidang keuangan.

“Kinerja karyawan sangat penting bagi suksesnya perusahaan. Kehadiran KoinGaji diharap mampu membantu pelaku usaha dalam menyelesaikan salah satu kendala pada karyawannya terutama di masa pandemi dan new normal ini, tanpa mengganggu cash flow dari perusahaan sehingga produktivitas dan loyalitas karyawan terhadap perusahaan akan lebih terjaga terutama dalam menghadapi masa new normal seperti saat ini,” ujar Co-founder & CEO KoinWorks Benedicto Haryono.

Mekanisme transaksi

KoinGaji sendiri memungkinkan karyawan mengajukan pencairan gaji lebih awal hingga 70% jika perusahaan tempat mereka bekerja sudah menjadi mitra KoinGaji. Jika dokumen dan persyaratan sudah dipenuhi proses pencairan dana diklaim hanya membutuhkan waktu 1×24 jam.

Sedangkan untuk proses pengembalian dana, dana yang sudah dicairkan terebut akan dipotong dari gaji bulanan dan tidak ada kewajiban bunga yang dibebankan kepada karyawan. Semua proses berlangsung secara digital sehingga KoinGaji diklaim tidak akan mengganggu cash flow dan memakan waktu dalam prosesnya.

Bagi perusahaan yang sudah bermitra dengan KoinGaji hanya perlu menyiapkan beberapa informasi seperti nama lengkap, nomor telepon, email, nomor KTP, angka gaji bulanan, dan nomor rekening para karyawannya untuk nantinya dimasukkan ke dalam sistem KoinWorks.

“Data ini tentunya akan KoinWorks jaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk keperluan program KoinGaji ini saja. Selanjutnya, seluruh proses pengajuan dan pencairan dapat dilakukan sendiri oleh karyawan secara langsung di aplikasi KoinWorks. Setiap bulannya KoinWorks juga akan mengirimkan laporan mengenai karyawan yang memanfaatkan KoinGaji serta total pencairan gaji yang dilakukan,” terang Benedicto.

Bagi perusahaan yang ingin bermitra KoinWorks menyediakan formulir melalui link http://bit.ly/koingajiform. Sementara bagi karyawan perusahaan yang sudah bermitra hanya perlu mengakses aplikasi KoinWorks. Mereka yang datanya sudah terintergrasi dengan sistem KoinWorks hanya perlu melakukan verifikasi data saat proses registrasi di aplikasi, untuk selanjutnya bisa melakukan pengajuan.

“Saat ini KoinWorks sudah bekerja sama dengan Gadjian, GreatDay, dan Talenta. Bentuk kerja sama yang KoinWorks lakukan selain untuk menawarkan KoinGaji adalah pinjaman karyawan berupa installment kepada mitra yang sudah bekerja sama dengan KoinWorks. Selain itu, KoinWorks juga kolaborasi dengan berbagai platform guna meningkatkan literasi keuangan para karyawan dan solusi pengembangan finansial ataupun bisnis untuk para pelaku bisnis,” imbuh Benedicto.

Ia juga menekankan, mereka mengembangkan KoinGaji sebagai bentuk komitmen untuk menghadirkan rangkaian produk keuangan, baik personal maupun bisnis. Harapannya untuk bisa menghadirkan solusi bagi pelaku bisnis dan usaha di Indonesia yang ingin lebih mendorong kesejahteraan karyawannya. Termasuk juga membantu bisnis dalam kondisi pandemi dan new normal ini.

“Di awal peluncuran ini, perusahaan yang sudah bergabung masih kurang dari 10 namun responses pemilik usaha/HRD kepada KoinGaji sangat baik. Lebih dari 80% perusahaan yang sedang berbicara dengan kami sedang meng-explore lebih dalam terkait proses KoinGaji ini,” cerita Benedicto.

April silam KoinWorks berhasil mengamankan pendanaan baru sebesar Rp316 miliar. Quona Capital, EV Growth, dan Saison Capital terlibat pendanaan dari ekuitas. Sementara untuk pinjaman mereka mendapatkan dari dua institusi finansial asal Eropa.

Application Information Will Show Up Here

DMMX Media Dibentuk, Industri Konten Hiburan Lokal Kian Dilirik

PT Digital Mediatama Maxima Tbk (DMMX), perusahaan infrastruktur cloud digital advertising yang juga merupakan anak perusahaan dari PT M Cash Integerasi Tbk (MCAS Group) mengumumkan pembentukan DMMX Media. Perusahaan ini tersebut sepenuhnya dimiliki DMMX dan bergerak di bidang media digital untuk masuk ke bisnis konten.

Pembentukan DMMX Media ini diambil sebagai langkah lanjutan dari investasi perusahaan di PT Bumilangit Entertainment Corpora (Bumilangit), sebuah perusahaan hiburan yang mengelola koleksi kekayaan intelektual komik superhero. DMMX Media akan berpartisipasi secara strategis dalam proyek film Bumilangit. Dari keseluruhan rencana Bumilangit Cinematic Universe Chapter 1, DMMX Media akan berpartisipasi di 4 film: Virgo & the Sparklings, Sri Asih, Godam dan Tira, dan Si Buta dari Gua Hantu.

Kepada DailySocial President Director DMMX Budiasto Kusuma menceritakan, unit barunya tersebut akan lebih fokus pada bisnis konten digital dan berbagai peluang yang muncul dengan kemitraan Bumi langit. DMMX Meda juga disiapkan untuk menjadi gerbang DMMX memperkaya value content bagi pengiklan dan berbagai kolaborasi trade-marketing.

“Melihat potensi pertumbuhan konten digital yang luar biasa dan manfaat sinerginya dalam platform periklanan kami, tim DMMX Media akan fokus pada pertumbuhan bisnis konten. sementara DMMX akan terus fokus pada bisnis periklanan digital yang berkembang pesat […] kami berharap Advertising Exchange Hub kami mendapatkan daya tarik yang lebih baik dari merek dan pengiklan dan juga untuk mendapatkan lebih banyak strategi bundling produk yang inovatif di segmen bisnis Trade Marketing kami,” ujar Budiasto.

Advertising Exchange Hub (Adex Hub) sendiri merupakan sebuah platform yang memungkinkan brand membeli slot iklan digital pada layar DMMX.

“Kami menyadari tantangan yang dihadapi bisnis bioskop konvensional, itulah sebabnya DMMX Media hadir membantu meningkatkan distribusi dan promosi film dan konten lokal melalui platform digital,” terang Budiasto.

Sementara itu di sisi Bumilangit, Founder and CEO Bismarka Kurniawan menerangkan bahwa pihaknya menyambut gembira kemitraan dengan DMMX Media, dengan kapabilitas periklanan jaringan DMMX ditambah dengan upaya dari DMMX Media dalam hal pengembangan konten, kami berharap produksi kami yang akan dapat bisa menjangkau lebih banyak masyarakat.

“Kami berharap konsumen dan basis penggemar kami dapat menantikan pengalaman perjalanan bersama BCU selama 6 tahun ke depan, yang kami rencanakan untuk dikembangkan bersama dengan DMMX Media,” terang Bismarka.

Ramai-ramai masuk ke bisnis konten

Industri kreatif, khususnya yang berkaitan dengan visual atau konten video dan film saat ini tengah menjadi perhatian banyak pihak. MCAS Group melalui NFCX sebelumnya juga terlibat dalam investasi ke Ideosource Entertaiment untuk fokus pada pembiayaan portofolio yang beragam. Ideosource Entertaiment sendiri sejauh ini sudah terlibat dalam beberapa judul film, seperti Keluarga Cemara, Gundala Putra Petir, dan beberapa judul lainnya.

Sementara tren masuk ke industri kreatif film juga dilakukan oleh IDN Media dengan meluncurkan IDN Picture. Mereka juga mengumumkan telah mengakuisisi rumah produksi “Demi Istri Production”. Geliat potensi bisnis film ini juga yang membuat Intudo Ventures bersama dengan GDP Venture dan Ancora Capital terlibat dalam investasi ke Visinema dengan total pendanaan senilai Rp45,5 miliar.

Sekelumit Cerita Startup Daerah: Dampak Pandemi dan Pentingnya Merantau Ke Jakarta

Pandemi memberikan efek berbeda bagi setiap startup. Ada yang mendulang keuntungan, ada juga yang kehabisan bahan bakar hingga akhirnya harus menutup layanannya. Saya mencoba menggali cerita dengan lima startup yang berdomisili di luar Jabodetabek tentang bagaimana bisnis mereka terdampak pandemi, dan urgensi memasuki Jabodetabek sebagai pusat ekosistem startup di Indonesia.

SimpliDots, startup asal Medan yang menyediakan solusi berbasis cloud untuk pengelolaan distributor dan retailer, mengaku meski terdampak mereka tetap bisa menjalankan operasi dengan melakukan beberapa penyesuaian operasional, termasuk kebijakan work from home.

CEO SimpliDots Jowan Kosasih menceritakan, bisnis mereka mengalami peningkatan. Salah satu penyebabnya adalah peningkatan jumlah pengusaha yang mulai melek terhadap implementasi teknologi digital.

“Pertama, sejak pandemi melanda, kami menyusun beberapa skenario dari yang terbaik sampai yang terburuk, dan bagaimana kita tetap bisa berekspansi tapi juga tetap menjaga runway minimal 18 bulan selama pandemi ini. Kedua, kami melakukan evaluasi dan penyesuaian untuk produk kita, dan mencari peluang baru dengan adanya perubahan perilaku karena pandemi ini. Ketiga, tim kami yang sebelumnya agak skeptis terhadap kerja remote, sekarang menyadari bahwa bekerja secara remote juga banyak dampak positifnya,” cerita Jowan. 

Sementara itu dari segi bisnis, banyak yang cenderung wait and see. SimpliDots juga menjadi lebih hati-hati dalam hal spending. Menurut Jowan, fund raising relatif lebih sulit sekarang ini.

Selain itu juga karena pandemi ini pengembangan tim field sales jadi terhambat karena kita tidak bisa melakukan travel dan tidak bisa berjumpa langsung dengan client,” imbuh Jowan. 

Sementara itu, startup asal Yogyakarta, Mitra Sejahtera Membangun Bangsa (MSMB), cukup merasakan dampak pandemi dan mulai mencoba membuka lini bisnis baru. Startup yang menawarkan solusi IoT untuk pertanian dan perikanan ini praktis tidak melakukan pemasangan sensor di lokasi-lokasi baru.

Beberapa kegiatan untuk proyek di daerah dengan kementerian dan lembaga juga terhenti, pelatihan penggunaan teknolgi dan aplikasi dengan penyuluh pertanian, petugas lapangan dan petani pun harus disesuaikan dan diselenggarakan secara online.

“Baru mulai kembali minggu ini dengan Bank Indonesia kami memasang dua sensor di Tegal dan Nganjuk untuk klaster bawang merah dan bawang putih, dan akan ada 8 lokasi baru lagi yang akan menjadi lokasi tujuan pemasangan sensor,” terang Chief Marketing Officer MSMB Ari Aji Cahyono.

Kendati demikian, melalui produk RiTxMarket, MSMB berusaha membuka perluang baru dengan menjual komoditas hasil tani. RiTxMarket yang semula hanya disiapkan untuk konsumen B2B mulai dibuka untuk pengguna rumahan sehingga bisa menjangkau lebih banyak pengguna.

“Jadi, kami menyuplai kebutuhan bahan baku untuk rumah makan, catering, dan sebagainya. Namun, karena pandemi, mulai pertengahan Maret kami juga menyasar hingga konsumen rumah tangga. Meski hanya beroperasi di wilayah Yogyakarta, ternyata permintaan cukup tinggi untuk penjualan paket-paket sayuran dan komoditas lainnya. Bahkan, kami pun jadi memperluas wilayah dan membuka cabang di Solo untuk komoditas buah-buahan,” jelas Ari.

Situasi pandemi juga membawa efek positif bagi bisnis Tumbasin. Startup yang bermarkas di Semarang itu mengklaim berhasil mendapatkan pertumbuhan bisnis yang cukup signifikan dengan 1000 pengguna harian dengan 14.000 pengguna aktif.

Startup yang mulai dirintis sejak tahun 2017 ini memang sejak awal berfokus pada menghubungkan pengguna dengan pasar tradisional. Di tengah himbauan jaga jarak dan pembatasan kerumunan model bisnis Tumbasin mulai menemukan potensi pengguna yang cukup besar.

“‌Sejak pandemi kami mengalami pertumbuhan hingga 6 kali lipat,” jelas Co-founder Tumbasin Muhammad.

Kondisi saat ini juga tak menghalangi startup Surabaya Riliv untuk terus berinovasi. Co-founder Riliv Audrey Maximillian Herli menceritakan bahwa mereka meluncurkan Riliv Hening, sebuah layanan meditasi online yang diharapkan mampu mencegah stres dan membuat pengguna lebih mindful.

Sementara itu, model bisnis (Software as a Services) SaaS berbasis chatbot membawa Botika mendapatkan peningkatkan permintaan. Startup yang lahir di Yogyakarta ini mengklaim mendapatkan permintaan yang semakin naik dan berlipat setelah pandemi, karena digitalisasi perusahaan juga semakin lazim.

Botika saat ini tengah fokus pada pengembangan teknologi kecerdasan buatan yang diaplikasikan pada komunikasi antara manusia dan mesin, baik secara tekstual maupun suara, terutama untuk Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan bahasa lainnya.

“Setelah meluncurkan smart speaker Bahasa Indonesia pertama bersama Widya, Botika dalam waktu dekat akan meluncurkan produk voicebot yang terhubung dengan saluran telepon, sehingga perusahaan dapat menerima dan melakukan panggilan suara melalui telepon secara otomatis untuk keperluan customer service, informasi, reminder dan penagihan,” terang Erikuncoro.

Pentingnya merantau ke Jabodetabek

Foto Jakarta / Pixabay
Foto Jakarta / Pixabay

Dalam sebuah laporan yang diterbitkan Startup Gnome, Jakarta dinobatkan sebagai kota dengan ekosistem terbaik, hanyak kalah dari Mumbai, India. Jakarta beserta kota-kota yang berada di sekitarnya, seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi menjadi episentrum ekosistem startup di Indonesia.

Dua startup berbasis SaaS di luar Jabodetabek yang saya hubungi, SimpliDots dan Botika, sepakat bahwa semua tergantung produk dan model bisnis. “Merantau” ke kota besar di Jabodetabek merupakan salah satu bagian dari strategi bisnis, tapi juga harus diperhitungkan dengan matang.

“Pada dasarnya, bisnis model SaaS  terbagi dua yaitu low touch (tidak membutuhkan banyak service dan support) dan high touch (sebaliknya). Untuk yang low touch sebenarnya tidak terlalu membutuhkan kantor fisik yang dekat dengan clients sepanjang users bisa self sign-up, self on-boarding dengan mudah.[…] Perusahaan juga sebenarnya masih cenderung untuk lebih memilih provider yang lebih dekat karena lebih mudah apabila memerlukan on-site support. Ekspansi ke Jakarta tentunya juga sangat penting bagi kami atas dasar beberapa pertimbangan tersebut,” jelas Jowan.

Sementara itu Co-Founder & CMO Botika Erikuncoro menjelaskan bahwa ekspansi ke Jabodetabek itu tergantung produk dan target pasarnya. Botika, misalnya, banyak memiliki potensi pengguna di Jakarta. Mau tidak mau mereka harus hadir di Jakarta meski tidak sepenuhnya. Mereka membuka kantor di Cohive Menara Prima sejak tahun 2019.

“Dan kalau melihat Botika, kami tidak memindahkan semua tim ke Jakarta walaupun klien kami sebagian besar berada di sana. Cukup beberapa [anggota] tim business development dan marketing aja yang berada di sana untuk kemudahan koordinasi dan komunikasi dengan klien,” papar Erikuncoro.

Kondisi tak jauh berbeda dialami MSMB dan juga Tumbasin. Meski kantor pusat dan operasionalnya ada di Yogyakarta, perusahaan tetap hadir di Jakarta dalam wujud tim marketing dan business development.

“Tak bisa dipungkiri, karena pusat pemerintahan, lembaga dan sektor swasta lainnya kebanyakan berpusat di Jakarta, dan mereka adalah client kami. Untuk itulah kenapa perlu kami menempatkan tim di Jakarta,” jelas Ari.

Sementara Tumbasin akhirnya memutuskan masuk ke Jakarta untuk menjemput pengguna yang lebih banyak. Hadir ke pasar tradisional Jakarta adalah keputusan yang diambil setelah apa yang mereka lakukan di Semarang diterima dengan baik oleh pengguna. Tumbasin juga membuka kantor operasional di lokasi yang dekat dengan tiap-tiap pasar. Saat ini mereka berharap menggalang dana baru untuk memperkuat operasionalnya di 10 kota.

“Kami sudah melakukan ekspansi ke Jabodetabek. Sudah [hadir di] 10 pasar tradisional untuk wilayah Jabodetabek. Kuncinya di kepuasan pelanggan yang kami jaga. Market Jabodetabek [memiliki] populasi penduduk sangat besar dengan penduduk yang bermacam-macam. Harapannya paling tidak Tumbasin bisa menyelesaikan masalah 10% total rumah tangga yang ada di Jabodetabek untuk memudahkan belanja di pasar tradisional,” terang Fuad.

Maxi berpendapat serupa. Menurutnya, secara operasional dan pengembangan produk startup tidak harus berada di Jabodetabek, namun dalam rangka untuk melakukan pemasaran, networking, dan business development, berada di Jabodetabek akan lebih memudahkan karena banyak partner dan klien yang berada di sana.

Di mana pun memulainya, Jakarta atau Jabodetabek pasti akan menjadi masuk dalam radar. Pusat perekonomian, masyarakat yang mayoritas melek teknologi, dan akses ke banyak perusahaan tentu menjadi godaan startup untuk hadir di sana.

Hacktiv8, Kata.ai, dan Riliv Terpilih Mengikuti Program Google for Startups Accelerator

Google hari ini (05/8) resmi mengumumkan startup yang menjadi peserta program Google for Startups Accelerator di Asia Tenggara. Dari 15 nama yang terpilih ada tiga dari Indonesia, yakni Hacktiv8, Riliv, dan Kata.ai. Ketiganya bakal mendapat kesempatan untuk mendapatkan mentoring dari tim Google, baik dari segi teknis maupun bisnis.

Dalam laman resminya, pihak Google juga menyebutkan bahwa mereka akan membantu para peserta untuk terhubung dengan mitra Google dan industri teknologi yang lebih luas. Dalam rangkaian kegiatan itu akan diadakan workshop yang berfokus pada perancangan produk, layanan pelanggan, dan pengembangan kepemimpinan bagi para founder.

Hacktiv8 merupakan startup edtech yang menyediakan solusi bootcamp dan pelatihan untuk developer, termasuk juga menghubungkan lulusannya dengan lapangan pekerjaan. Sementara itu Kata.ai merupakan penyedia solusi berbasis chatbot untuk bisnis. Sedangkan Riliv merupakan startup dengan solusi aplikasi konseling dan meditasi dengan tujuan membantu permasalahan kesehatan mental.

“Google for Startups Accelerator Asia Tenggara adalah program akselerator online selama tiga bulan untuk startup di tahap awal hingga seri A yang berpotensi besar untuk membantu menyelesaikan tantangan di wilayah ini,” tulis pihak Google.

Di periode pertama ini, Google menyeleksi lebih dari 600 startup untuk mendapatkan 15 peserta terpilih. Ada pun beberapa kategori yang dicari Google antara lain:

  • Startup yang berada di fase pendanaan awal dengan produk berbasis teknologi.
  • Sudah mendapatkan traksi dan sudah melewati “idea stage” dengan beberapa initial customer validation.
  • Startup yang mampu mengidentifikasi peluang pasar yang besar.
  • Startup yang berada di kategori kesehatan, pendidikan, finansial, atau logistik dan mengimplementasikan teknologi AI/ML atau data analitik.
  • Pendiri startup atau tim yang mampu mendemonstrasikan kemampuan teknis, bisnis, dan mindset untuk tumbuh dan mengembangkan bisnis regional.

Head of Corporate Communication Google Indonesia Jason Tedjasukmana kepada DailySocial menjelaskan bootcamp ini akan diselenggarakan intensif selama tiga bulan dan sepenuhnya akan diselenggarakan secara online. Para peserta akan mendapat pelatihan teknis terperinci dan peluang pengembangan strategi dengan machine learning, SDM, produk, dan growth lab yang dimiliki Google.

“Selama lebih dari lima tahun Google telah menjalankan program Launchpad Accelerators, yang menjangkau wirausahawan di lebih dari 40 negara dan memasukkannya dalam portofolio global beberapa startup paling sukses di dunia. Dalam upaya menyederhanakan program yang dilakukan Google untuk startup, mulai akhir 2019 semua Launchpad Accelerators telah berganti nama menjadi Google for Startups Accelerator,” imbuh Jason.

Beberapa startup Indonesia pernah turut serta dalam gelaran Google Launchpad antara lain, seperti Kulina untuk batch kelima; iGrow, Jurnal, Mapan, PicMix, Qlue dan Snapcart untuk batch ketiga; Jarvis Store, Talenta, Ruangguru, IDNtimes, Codapay, dan Hijup untuk batch kedua; dan Kerjabilitas, Setipe, Jojonomic, eFishery, Seekmi, HarukaEdu, dan Kakatu untuk batch pertama.

Update: tambahan kutipan dari Head of Corporate Communication Google Indonesia Jason Tedjasukmana.

Vidio’s Way to Capture Indonesian Market

The natural selection of the video on demand market in Southeast Asia has already taken place. iFlix and Hooq run out of fuel. iFlix was acquired by Tencent, while the remnants of Hooq were acquired by Coupang. In Indonesia, the video on demand industry competition is quite fascinating. Video as a local player managed to compete with Viu and Netflix. Vidio proves that their strategy to capture Indonesian market has finally gaining results.

Vidio team told DailySocial that their application managed to get 5 million downloads in April 2020. The visitor rate has reached 60 million times a month. An increase also occurred in downloads through Smart TV which reached 1 million downloads until July 2020.

“This increasing number shows the great enthusiasm of the people for Vidio’s features and services. The thing is, this growth occurred during the Covid-19 pandemic. This shows a change in Indonesian people’s habit to enjoy online entertainment content,” Vidio’s VP Marketing Rezki Yanuar explained.

Platform transformation and content improvement

Since it was first launched, Video has undergone some adjustments. In the beginning of its appearance, Vidio carried the concept of User Generated Content (UGC). Progressively, Vidio was transformed into a video on demand platform that not only provided films but also sports news footage, series, and other original content.

Vidio’s Chief Product Hadikusuma Wahab (Dhiku) explained this is inseparable from the demand of the Indonesian market that requires longer and higher quality content.

“[…] The growing interest in original content is now one of Vidio’s leading features. For us, consumer demand is the most important thing. Therefore, we have moved towards OTT applications (over the top) since 2019. in order to present the best content and services for the Indonesian people. This strategy has proven to produce Vidio’s ever-increasing customer loyalty and is recognized as a local OTT to be proud of,” Dhiku added.

According to Vidio’s Chief Content, Tina Arwin, it has launched several original series contents with various genres since 2019 in few categories, romance, thriller, comedy, and action. Some titles including Girls in The City, Heart Series, I Love You Baby, Get Married the Series, Jawara, On The Weekend, and Omen were successfully produced by Vidio to meet the demands of the Indonesian people for content demand.

“Vidio’s viewers and partners are the main strength of Vidio’s continued growth. We strongly believe that interesting content presented by a good platform, with strong marketing and distribution, will not succeed without an audience that continues to love domestic content and products. We want to thanking the Indonesian audience and our partners who made Vidio what it is today,” Vidio’s COO Hermawan Sutanto said.

Competition with foreign platforms

Quoted from a report, Vidio ranks second as the most popular platform in Indonesia after Viu. He became the only local video on demand player that triumphed in his country. Even in Indonesia, despite being blocked by a giant operator group, Netflix still competes in the top three.

Facing this intense competition, Hermawan explained three important points of their strategy to compete.

The first strategy is content. Hermawan said that content is the king of everything. Indonesian male audiences, for example, enjoy watching sports content such as Shopee Liga 1, UEFA Champions League, UEFA Europa League, NBA, and One Championship. These shows are exclusive content that can only be watched on the Vidio platform.

For drama fans, besides having original content, Vidio also has popular FTV shows, Mini-Series from TV, local films, Korean dramas, and featured soap operas aired on SCTV and other local television. Running under the same group as two popular TV channels in Indonesia is one of its own advantages.

Aside from content, product innovation is one of Vidio’s focuses to raise interest of many Indonesian users. Hermawan said, his platform has the fastest product customization capabilities considering all are developed by local young talents.

“This is reflected in the Vidio platform development that is massively available, not only on Android and iOS, but also available on Android Smart TVs, Tizen (Samsung), WebOS (LG), to Linux. What makes us proud is that the Vidio platform always features as a recommendation application for entertainment on all platforms, from mobile phones to TVs,” Hermawan explained.

Vidio also innovates by developing interactive features, such as quizzes, games, and polls.

Last is to optimize existing marketing channels. In addition to his position as a member of a large media group in Indonesia, Vidio also believes that cooperation with related parties is able to have a big impact. For example, working with Smart TV developers to become a pre-installed application, working with telecommunications operators to facilitate payment and others.

“Vidio’s collaboration with e-commerce and fintech [platforms] has also encouraging results. Vidio is currently the OTT [platform] with the most sales [voucher codes] at Shopee and LinkAja in June 2020. Achievements that can only be achieved by working with the same value as the partners,” Hermawan explained.

Understanding Indonesian market

Some video on demand platform providers have proven themselves how hard it is to win the hearts of Indonesian users. As Vidio observes, Indonesian users are quite distinct, therefore, they need efforts to present diverse content on their platforms and education to continue for them to love and support Indonesian original content, products and works.

“We always prioritize product development to ensure user’s convenience while using the Vidio application. In addition, we will be more intensive to collaborate with distribution partners to introduce Vidio closer to the Indonesian people,” explained Rezki.

One of the challenges of many video-on-demand platforms in Indonesia is piracy. Even though there are already many legal platforms present in Indonesia, illegal platforms cannot be blocked.

Vidio has continued to actively educate the public that OTT is the best option at an affordable price to be able to enjoy quality content while helping the national creative industry grow.

“Vidio also works with content owners, OTT partners in the industry, and is part of related associations to work with Google, Facebook, and other global platforms to reduce piracy with more intensive education,” Hermawan concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bagaimana Vidio Menangkan Hati Pengguna Indonesia

Seleksi alam pasar video on demand di Asia Tenggara sudah terjadi. iFlix dan Hooq kehabisan bahan bakar. iFlix diakuisisi Tencent, sementara sisa-sisa Hooq yang dilikuidasi diakuisisi Coupang. Di Indonesia, persaingan industri video on demand cukup menarik. Vidio sebagai pemain lokal berhasil bersaing dengan Viu dan Netflix. Vidio membuktikan strategi yang mereka jalankan untuk mengambil hati pengguna Indonesia mulai membuahkan hasil.

Kepada DailySocial, tim Vidio mengklaim aplikasi mereka berhasil mendapatkan 5 juta unduhan di bulan April 2020 saja. Jumlah kunjungan pada waktu itu menyentuh angka 60 juta kali dalam sebulan. Peningkatan juga terjadi pada unduhan melalui Smart TV yang mencapai 1 juta unduhan hingga Juli 2020.

“Peningkatan ini menunjukkan besarnya antusiasme masyarakat terhadap fitur dan layanan yang Vidio sajikan. Menariknya peningkatan ini terjadi di masa pandemi Covid-19. Hal ini menunjukkan adanya perubahan kebiasaan masyarakat Indonesia dalam menikmati konten hiburan secara online,” terang VP Marketing Vidio Rezki Yanuar.

Transformasi platform dan kekuatan konten

Sejak pertama kali diluncurkan, Vidio telah mengalami sejumlah penyesuaian. Di awal kemunculannya, Vidio mengusung konsep User Generated Content (UGC). Lambat laun Vidio bertransformasi menjadi platform video on demand yang tak hanya menyediakan film tetapi juga cuplikan berita olahraga, serial, dan konten-konten original lainnya.

Chief Product Vidio Hadikusuma Wahab (Dhiku) menjelaskan, hal tersebut tidak terlepas dari permintaan pasar Indonesia yang membutuhkan konten-konten yang lebih panjang dan lebih berkualitas.

“[…] Meningkatnya ketertarikan terhadap konten lokal original yang sekarang menjadi salah satu ujung tombak Vidio. Bagi kami, kebutuhan konsumen adalah hal yang terpenting. Maka dari itu, sejak tahun 2019, kami bergerak ke arah aplikasi OTT (over the top) demi menyajikan konten dan layanan terbaik untuk masyarakat Indonesia. Terbukti strategi ini menghasilkan loyal customer Vidio yang terus meningkat dan diakui sebagai OTT lokal yang bisa dibanggakan,” imbuh Dhiku.

Menurut penuturan Chief Content Vidio Tina Arwin, sejak tahun 2019 pihaknya sudah meluncurkan beberapa konten original series dengan berbagai genre, baik itu romansa, thriller, komedi, maupun aksi. Judul-judul Seperti Girls in The City, Heart Series, I Love You Baby, Get Married the Series, Jawara, On The Weekend, dan Omen berhasil diproduksi Vidio untuk memenuhi permintaan masyarakat Indonesia akan kebutuhan konten.

“Penonton dan Partner Vidio-lah yang menjadi kekuatan utama Vidio terus bertumbuh. Kami sangat percaya konten yang menarik disajikan oleh platform yang bagus, dengan marketing dan distribusi yang kuat, tidak akan berhasil tanpa penonton yang terus mencintai konten dan produk dalam negeri. Kami ingin berterima kasih bagi penonton Indonesia dan partner kami yang telah menjadikan Vidio seperti sekarang ini,” ujar COO Vidio Hermawan Sutanto.

Kompetitif melawan platform asing

Dikutip dari sebuah laporan, Vidio menempati posisi kedua sebagai platform terpopuler di Indonesia setelah Viu. Ia menjadi satu-satunya pemain video on demand lokal yang berjaya di negaranya. Di Indonesia pun, kendati sempat diblokir grup operator raksasa, Netflix masih bersaing berada di tiga besar.

Menghadapi persaingan ketat ini, Hermawan menjelaskan tiga poin penting strategi mereka untuk bersaing.

Strategi yang pertama adalah konten. Hermawan menyebutkan konten adalah raja segalanya. Penonton laki-laki Indonesia misalnya, gemar menonton konten olahraga seperti Shopee Liga 1, UEFA Champions League, UEFA Europa League, NBA, dan One Championship. Tayangan-tayangan tadi merupakan konten ekslusif yang hanya bisa dinikmati di platform Vidio.

Untuk penggemar drama, selain memiliki konten original, Vidio juga memiliki tayangan FTV, Mini Series populer dari TV, film lokal, drama Korea, dan sinetron unggulan yang tayang di SCTV dan televisi lokal lainnya. Berada di bawah naungan grup yang sama dengan dua kanal TV populer di Indonesia menjadi salah satu keunggulan tersendiri.

Selain konten, inovasi produk menjadi salah satu fokus Vidio untuk bisa dicintai banyak pengguna di Indonesia. Hermawan menuturkan, platform-nya memiliki kemampuan kustomisasi produk tercepat mengingat semua dikembangkan oleh talenta muda lokal.

“Hal ini tercermin dengan pengembangan platform Vidio yang tersedia secara masif, tidak hanya di ponsel Android dan iOS, tapi juga tersedia di Smart TV Android, Tizen (Samsung), WebOS (LG), hingga Linux. Yang sangat membanggakan adalah platform Vidio ini selalu di-feature sebagai aplikasi rekomendasi untuk hiburan di semua platform, dari ponsel hingga TV,” terang Hermawan.

Vidio juga berinovasi dengan mengembangkan fitur interaktif, seperti kuis, game, dan juga polling.

Terakhir adalah dengan memaksimalkan kanal pemasaran yang ada. Selain memanfaatkan posisinya sebagai anggota grup media besar di Indonesia, Vidio juga percaya bahwa kerja sama dengan pihak-pihak terkait mampu memberikan dampak besar. Contohnya bekerja dengan pengembang Smart TV untuk menjadi aplikasi pre-installed, kerja sama dengan operator telekomunikasi untuk memudahkan pembayaran, dan lainnya.

“Kerja sama Vidio dengan [platform] e-commerce dan fintech pun membuahkan hasil yang membanggakan. Vidio saat ini menjadi [platform] OTT dengan penjualan [kode voucher] terbanyak di Shopee dan LinkAja dalam bulan Juni 2020. Pencapaian yang hanya bisa dicapai dengan kerja sama erat dengan para partner,” terang Hermawan.

Memahami penonton Indonesia

Beberapa penyedia platform video on demand sudah membuktikan sendiri bagaimana beratnya mengambil hati pengguna Indonesia. Pihak Vidio mengamati, pengguna Indonesia cukup beragam sehingga perlu upaya menghadirkan konten yang beragam di platform mereka dan edukasi untuk terus mencintai dan mendukung konten, produk, dan karya asli Indonesia.

“Kami juga selalu mengedepankan pengembangan produk untuk memastikan kenyamanan pengguna selama menggunakan aplikasi Vidio. Tidak hanya itu, kami akan lebih bergerilya untuk menjalin kerja sama dengan partner-partner distribusi untuk memperkenalkan Vidio lebih dekat dengan masyarakat Indonesia,” terang Rezki.

Salah satu tantangan banyak platform video on demand di Indonesia adalah pembajakan. Kendati sudah banyak platform legal yang hadir di Indonesia, platform ilegal seolah tak bisa dibendung keberadaannya.

Pihak Vidio hingga kini terus aktif mengedukasi masyarakat bahwa OTT merupakan opsi terbaik dengan harga terjangkau untuk bisa menikmati konten berkualitas sekaligus membantu industri kreatif nasional bertumbuh.

“Vidio juga bekerja sama dengan pemilik konten, rekan OTT dalam industri, dan menjadi bagian dari asosiasi terkait untuk bersama-sama bekerja sama dengan Google, Facebook, dan platform global lainnya untuk mengurangi pembajakan dengan edukasi yang lebih intensif,” tutup Hermawan.

Application Information Will Show Up Here

Online Travel Platforms Remain Optimistic, Offering Staycation as Priority

Tourism is one of the many industries affected by the pandemic. In the first period, they struggled to serve the refund of its users. Currently, they are preparing to face a new wave of shifting habits starting with domestic tourists.

In the States, based on “Travel Sentiment Study Wave 11” data compiled by Longwoods International and Miles Partnership, 45% of respondents decided to derail their entire travel plans. The rest (55%) decide to make adjustments, including reducing travel plans, changing destinations that can be reached by car, or changing international travel plans to domestic areas.

Changes in travel plan patterns also occur in various countries. One that can be adopted is to re-empower local tourism.

Two local OTA players share their preparations for the new life order. They are ready to welcome users who have been at home for a long time with all the strategies and services that have been adjusted.

Pegipegi’s Corporate Communications Manager. Busyra Oryza explained, in order to recover, it’ll take the travel industry a long time. Nevertheless, it is optimistic that tourism will rise.

“To date, we find that the staycation trend is getting popular. In order to accommodate it easier for customers who want to release fatigue after undergoing quarantine for months, we present a flash sale program with hotel discounts up to 50% during not this July,” Busyra explained.

While Ticket also began to introduce several services to keep loyal users.

The first is the Tiket Clean containing Ticket’s commitment with partners to work together in the standardization of health and hygiene protocols issued by officials, such as WHO.

Tickets also extend the validity period of Tix Points. Those points that should expire between April-June will be extended to December 2020.

“Prioritizing assistance, rescheduling, and refund from customers. We consider this to be an asset investment in the future by prioritizing services to customers,” Ticket team said.

What has changed during the pandemic

Pandemic does not only affect Indonesia. All over the world is chaotic due to the prohibition of many economic activities. In China, there have been changes in the pattern of the travel agent industry.

Chinese local media reported that around 10,000 travel agencies decided to close their businesses at the end of March. The estimated decline in revenue from the tourism industry is estimated at $ 420 billion.

In Indonesia, the pandemic is making a run for the Airy business. Finally, one of the players in the budget hotel sector decided to close the service.

The McKinsey report titled “Hitting the road again: How Chinese travelers are thinking about their first trip after COVID-19” with 1600 respondents highlighting various things about travel after the pandemic.

One of the highlights in the report is domestic travel which is 55% of respondents interested. The pattern of travelers in the United States and China tends to be the same. Most choose to stay on vacation with caution.

Tiket and Pegipegi agree that the staycation trend is predicted to increase. The need for holidays and a pandemic situation that is yet to cease soon make people look for solutions. One answer is a vacation closer to home.

Nevertheless, the travel industry has certainly no longer the same. Some things have changed. One thing for sure is the health protocol. Ticket joins Antis to provide sanitizing kit equipment for those who use the Tiket Clean  service.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Memahami Program Kepemilikan Saham Perusahaan di Kalangan Startup

Employee Stock Option Program (ESOP) menjadi salah satu cara mendapatkan loyalitas karyawan. Program ini pada dasarnya membagikan porsi kepemilikan perusahaan, berbentuk saham, ke karyawan. Program ini sudah lazim digunakan perusahaan-perusahaan terbuka, pun demikian dengan startup. Hanya saja opsi ini masih belum populer di Indonesia karena beberapa hal.

CEO Davehunt International Indonesia David Wongso menjelaskan, ESOP merupakan salah satu monetary reward untuk menciptakan alignment antara financial objective company dan karyawan untuk longer term. ESOP biasanya cocok diberikan untuk skenario perusahaan yang bertumbuh sehingga ada potensial upside. Pria yang sudah bertahun-tahun mendalami industri HR ini menilai ESOP kurang tepat jika diterapkan pada industri yang sunset atau stagnan.

“Karyawan harus melakukan analisis, bila perusahaan menawarkan ESOP dengan membeli di harga tertentu. Apakah harga beli tersebut murah? Bagaimana potential upside-nya? Sebab kalau saham tersebut ternyata nyangkut ketika IDX anjlok atau pandemi seperti saat ini, maka uangnya terkunci dan malah rugi,” terang David.

Jika startup belum melakukan IPO, nilainya tentu tergantung pada valuasi. Semakin banyak investasi yang didapat pada pendanaan selanjutnya, semakin tinggi pula nilai saham. Perhitungan ini yang harus jadi pertimbangan, terlebih jika penawaran datang.

David memberikan pandangan bahwa ESOP penting dilakukan oleh perusahaan yang punya good governance.

ESOP di Startup

Salah satu persaingan di industri startup tidak hanya soal pasar dan pengguna, tetapi juga talenta. Perpindahan talenta dari satu startup ke startup lain tidak lagi menjadi hal yang baru. Ada istilah bajak-membajak talenta di kalangan startup.

Di Silicon Valley, banyak startup yang pada akhirnya menawarkan program ESOP untuk “menahan” talenta terbaik mereka, sekaligus menumbuhkan rasa memiliki yang bisa memotivasi karyawan bekerja secara maksimal.

Per tahun 2017, National Center for Employee Ownership (NCEO) Amerika memperkirakan ada 7.000 ESOP dengan 14 juta karyawan yang terlibat. Selain ESOP, ada sekitar 2000 program profit sharing di Amerika yang diaplikasikan untuk membagi keuntungan dengan karyawan.

Di Indonesia, beberapa perusahaan memang sudah menerapkan ESOP. Di sebuah startup unicorn misalnya, mereka memberikan jatah ESOP yang ditentukan vested setiap 4 tahun dengan pembagian 25% tiap tahun (dengan jumlah saham jatah yang tidak fixed). Saham yang dimiliki (seharusnya) bisa dijual di secondary market setelah vested. Startup unicorn yang lain juga ada yang menerapkan strategi mirip. Meskipun demikian, para pegawai cenderung masih menahan jatah mereka, tidak mencoba menjualnya, karena menganggap valuasi bakal lebih tinggi lagi.

Mendesain rencana kepemilikan saham bagi karyawan tidaklah mudah. Ada beberapa pertimbangan dan perhitungan penting yang harus dilalui untuk menentukan alokasi saham yang disiapkan untuk karyawan, co-founder, dan jajaran manajemen.

Seperti kita ketahui bersama, startup adalah perusahaan yang tumbuh dengan cepat. Ukuran anggota tim bisa naik beberapa kali lipat hanya dalam hitungan tahun. Menentukan kapan program ini dijalankan akan menjadi hal mendasar sebelum rencana ini dijalankan, termasuk rencana vesting.

Yang juga perlu diperhatikan adalah mekanisme bagaimana karyawan bisa mencairkan saham yang diberikan. Jika perusahaan tidak memiliki rencana IPO, bagaimana mekanisme buyback saham dan semacamnya.

Saya berbincang dengan Bhisma, salah satu pegawai sebuah startup di Indonesia. Ia percaya bahwa ESOP mampu memberikan efek yang baik bagi karyawannya, terlebih jika ESOP diberikan murni sebagai penghargaan mereka yang memiliki kinerja cemerlang selama masa bekerja.

“Untuk perusahaan rintisan, di mana situasi kerja dan sistem kerja mungkin masih belum sempurna, ESOP dapat mendorong karyawan untuk semakin giat dan aktif memberikan kontribusi. Namun yang perlu dilihat adalah manajemen harus dengan cermat melakukan penyaringan terhadap siapa saja karyawan yang dimungkinkan untuk mengikuti program ESOP ini. Tujuannya adalah agar ESOP bisa tepat sasaran dalam konteks mengajak karyawan menumbuhkan rasa kepemilikan yang berimbas pada peningkatan performa perusahaan,” jelas Bhisma.

Permasalahan dengan ESOP

Menerapkan ESOP bukan perkara mudah. Program ini membuat struktur modal menjadi lebih kompleks. Belum lagi perhitungan lain terkait pajak dan komposisi saham.

Hal menjadi kompleks ketika karyawan yang mendapatkan jatah saham memutuskan untuk keluar. Jika sudah melakukan IPO, karyawan bisa langsung menjual sahamnya di bursa saham, namun jika masih bersifat privat, perusahaan harus menyiapkan dana untuk membeli kembali saham tersebut. Di Indonesia sendiri OJK sudah mengeluarkan aturan mengenai Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Perusahaan Terbuk melalui POJK Nomor 30 /POJK.04/2017. Aturan tersebut mengatur segala sesuatunya terkait pembelian kembali saham oleh perusahaan terbuka.

Permasalahan ESOP ini juga timbul dari sisi karyawan. Nilai saham pada dasarnya mengikuti nilai perusahaan. Semakin maju perusahaan semakin tinggi nilai sahamnya. Sebaliknya, ketika karyawan menyimpan ESOP sebagai bagian dari rencana pensiun namun perusahaan bangkrut — hal ini bisa menjadi bencana.

Di Indonesia, ESOP belum jadi pilihan utama para startup untuk mengikat karyawannya. Dibandingkan pilihan financing, konsep ESOP dianggap belum memberikan manfaat secara riil.