Talentlytica: Transformasi Digital dalam Pengelolaan Sumber Daya Manusia

Peran tim SDM mengalami transformasi yang signifikan karena kini mereka tidak hanya berfokus pada administrasi, tetapi juga pada strategi bisnis. Para tim SDM didorong untuk mampu mengintegrasikan teknologi dalam setiap aspek pekerjaannya, mulai dari rekrutmen, pengembangan, hingga retensi karyawan.

Teknologi dibutuhkan sebab menyaring kualitas kandidat di tengah banyaknya informasi membuat proses rekrutmen jadi lebih kompleks. Ini baru membahas satu contoh tantangan saja. Para pemain startup berusaha memecahkan tiap masalah di lapangan dengan solusi-solusi yang mereka tawarkan, salah satunya adalah Talentlytica.

Sebagai permulaan, startup ini sudah berumur relatif lama, berdiri pada 2017 oleh Bagus Rahman Syah dan Aswin Januarsjaf. Sebelum sepakat mendirikan Talentlytica, keduanya bertemu dalam sebuah proyek yang melibatkan assessment engagement dan performance untuk salah satu lembaga pemerintahan.

Dari situ, mereka sepakat untuk memulai Talentlytica (PT Global Talentlytica Indonesia) yang berfokus pada pengembangan produk assessment berbasis teknologi. “Saya bertanggung jawab untuk mengembangkan teknologi, sementara Aswin membawa keahliannya dalam bidang psikometri dan HR,” kata Co-founder Talentlytica Bagus Rahman Syah saat dihubungi DailySocial.id.

Latar belakang Bagus dan Aswin cukup kuat di masing-masing bidangnya. Bagus sempat mendirikan Gagas Imaji, perusahaan IT yang berfokus pada pengembangan interactive new media dengan spesialisasinya dalam UX, interactive technology, web app development, digital product consultant, dan rapid prototyping. Perusahaan ini sudah berdiri sejak 2004 dan membantu perusahaan skala lokal dan internasional.

Sementara Aswin berpengalaman dalam bidang psikologi. Selama lebih dari 20 tahun, ia bekerja di berbagai anak usaha Grup Astra dan menjadi konsultan banyak perusahaan. Di dunia akademis, ia juga menjadi dosen untuk mata kuliah statistik. Ketertarikannya yang tinggi dalam pengolahan data, Aswin menciptakan beberapa software alat tes psikologi dan aplikasi SDM (workload analysis, talent mapping) yang telah digunakan banyak perusahaan.

Co-founder Talentlytica Bagus Rahman Syah / Talentlytica

Pengembangan produk

Bagus menjelaskan, Talentlytica memiliki product journey yang cukup panjang hingga akhirnya bisa diterima di pasar. Produk pertamanya adalah memindahkan tes psikologi dari format kertas (konvensional) ke format online. Respons yang didapat dari pasar ternyata tidak sebaik yang diharapkan.

“Kami belajar bahwa untuk menciptakan suatu produk yang dapat diterima oleh pasar, kami harus memahami permasalahan dan bisa memberikan solusi yang tepat kepada para profesional di bidang SDM. Caranya adalah dengan mendengarkan feedback dari customer.”

Masukan dari pengguna, lanjutnya, sangat membantu perusahaan dalam memahami apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh manajemen SDM. Pihaknya dapat menajamkan produknya dan bisa mengembangkan fitur-fitur baru yang lebih relevan sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang dialami oleh manajemen SDM.

Feedback customer pun menjadi akar budaya Talentlytica dalam mengembangkan produk. Karena hal tersebut pula, kami dapat terus berkembang hingga saat ini dan telah mengembangkan lebih dari 13 produk assessment yang dapat membantu praktisi HR dimulai dari proses recruitment, development, retention, hingga promotion karyawan.”

Talentlytica menawarkan berbagai solusi asesmen sesuai dengan kebutuhan perusahaan, mencakup berbagai jenis alat tes dan asesmen yang dapat digunakan untuk general recruitment, sales test, management trainee, promotion test, culture fit, talent management, hingga high level management recruitment.

Co-founder Talentlytica Aswin Januarsjaf / Talentlytica

Platform assessment online Talentlytica dirancang untuk membantu perusahaan mengambil keputusan terkait talenta dengan berbasis data dan analitik. Hasil asesmen akan menjadi objektif, tidak bias, dan lebih akurat. Kebutuhan ini pada dasarnya dibutuhkan oleh seluruh departemen SDM dari berbagai industri.

Namun produk Talentlytica lebih cocok digunakan secara masif, terutama untuk perusahaan dengan jumlah karyawan di atas 500 orang. Penggunanya datang dari level pemerintah, pelat merah, dan swasta dengan lintas industri. Beberapa di antaranya adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Biofarma, Mitra Keluarga, Wika, Elnusa, Telkom Indonesia, Astra Motor, Paragon, BRI, Bank Indonesia, Garuda Food, dan masih banyak lagi.

Diferensiasinya dengan pemain di ruang lingkup yang sama, Bagus mengklaim bahwa Talentlytica menjamin proses asesmen yang cepat, hasil yang akurat, dan laporan yang mudah dibaca dan terintegrasi.

“Tim customer support yang quick response, solutif, dan layanan customer yang konsisten menjadikan Talentlytica pilihan yang dipercaya oleh ratusan perusahaan di berbagai sektor industri.”

Pengalaman yang mendalam ini menarik perhatian banyak pihak untuk menjadikan Talentlytica sebagai business partner, khususnya untuk klien perusahaan yang ingin memahami dan menganalisa lebih dalam terkait data karyawan yang mereka miliki dengan persoalan yang dihadapi dalam dunia kerja sehari-hari.

Misalnya, ada yang ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan seseorang itu mengundurkan diri, bagaimana memprediksi talenta, aspek-aspek apa saja yang memberikan kontribusi tinggi untuk membentuk seorang talenta, hingga memprediksi kecenderungan karyawan melakukan kecurangan.

Di samping itu, dalam mendukung industri, perusahaan turut serta membuat aktivitas seminar dan workshop untuk existing customer dan para praktisi HR. Tujuannya membantu para praktisi agar lebih sadar dan mendalami tentang permasalahan HR di Indonesia, terutama dalam mengidentifikasi, mengelola, dan mempertahankan talenta di perusahaan.

Kinerja positif

Tak seperti pemain SaaS kebanyakan yang mengambil pendekatan melalui paket berlangganan untuk monetisasinya, Talentlytica mengambil angle yang sedikit berbeda. Model bisnisnya berfokus pada produk berbasis kuota asesmen. Jadi konsumen akan membeli kuota asesmen sesuai dengan jenis asesmen atau alat ukur yang mereka butuhkan. Kuota akan terpotong jika asesmen telah dikerjakan.

“Dengan catatan, ada beberapa orang yang menyelesaikan lebih dari satu asesmen atau lebih dari satu alat ukur, sehingga jumlah asesmen bisa melebihi jumlah user atau kandidat.”

Bagus mengklaim, sejak pertama kali perusahaan didirikan hingga Oktober 2023, total asesmen yang telah terselesaikan mencapai lebih dari 1 juta asesmen. Bila melihat berdasarkan per tahunnya saja, sepanjang 2022, terdapat 300 ribu asesmen yang telah diselesaikan oleh lebih dari 100 ribu kandidat.

Angka ini meningkat sebesar 44% dibandingkan tahun 2021. Terdapat 200 ribu asesmen yang telah diselesaikan oleh 68 ribu kandidat. Sementara hingga Oktober 2023, terdapat 270 ribu asesmen yang telah diselesaikan oleh 80 ribu kandidat. Pencapaian tahun ini diprediksi dapat melampaui kinerja dari tahun-tahun sebelumnya.

Kinerja perusahaan selama dua tahun belakangan terbilang cukup sehat mengingat pada saat itu masih terjadi pandemi. Bagus melihat bahwa pandemi mempercepat proses transformasi digital karena pada saat itu banyak perusahaan yang dipaksa untuk mengadopsi teknologi baru.

“Sehingga pada akhirnya, banyak perusahaan yang menyadari bahwa perubahan tersebut tidak seburuk yang mereka bayangkan bahkan dapat membantu mereka bekerja bekerja dengan lebih efisien dan efektif.”

Sepanjang 2017-2022, Talentlytica mencatat kinerja yang positif dengan CAGR (Compound Annual Growth Rate) sekitar 55% selama lima tahun terakhir. Pendapatan pada tahun lalu naik 18,9% dari Rp11 miliar menjadi Rp13 miliar, dengan total pengguna 165 perusahaan. Sementara, pada Oktober 2023, pendapatannya mencapai Rp11 miliar dengan 206 perusahaan.

Talentlytica

Disampaikan bahwa Talentlytica beroperasi dengan dana sendiri (bootstrap). Bagus memegang prinsip bahwa produk dan layanan yang baik harus mampu menghasilkan pendapatan sejak hari pertama diluncurkan. Walaupun begitu, ia tidak anti pada investor eksternal.

Malah, dalam beberapa waktu terakhir, pihaknya mulai penjajakan dengan beberapa investor besar dan angel investor untuk melihat kesempatan Talentlytica dapat tumbuh lebih eksponensial. Ia mencari investor yang memiliki visi dan value yang sama dengan apa yang Talentlytica tawarkan, serta percaya dengan apa yang mereka lakukan.

“Meskipun secara finansial kami telah mempersiapkan jalur bootstrapping dan rencana menuju IPO dalam 8-10 tahun ke depan, kehadiran investor eksternal mungkin akan mempercepat atau memperbesar rencana IPO kami di masa depan.”

Potensi industri

Bagus melanjutkan, prospek bisnis Talentlytica di dunia SDM masih sangat menjanjikan. Kualitas dan keunggulan karyawan sangat menentukan keberhasilan suatu perusahaan. Oleh karena itu, akan semakin banyak perusahaan yang akan meningkatkan investasinya untuk bidang SDM.

Di masa depan, teknologi seperti otomatisasi dan kecerdasan buatan makin mendominasi banyak aspek kehidupan, termasuk dunia kerja. Kehadiran teknologi ini bukan untuk menggantikan tugas manusia, tapi bekerja bersama dengan manusia. Maka yang diperlukan oleh perusahaan di masa depan adalah mampu berkolaborasi dengan teknologi ini secara efektif.

“Kami melihat bahwa transformasi digital dan perubahan dalam penggunaan AI akan menjadi tantangan besar bagi perusahaan. Oleh karena itu, kami berencana untuk memainkan peran kunci dalam menghadapi tantangan ini. Kami ingin memberikan solusi yang lebih efektif dalam membantu perusahaan mencari karyawan yang sesuai dengan kebutuhan mereka di era teknologi yang terus berubah ini.”

Dari berbagai interaksi yang intens dengan pengguna, perusahaan berhasil mengidentifikasi sejumlah masalah dan tantangan yang dihadapi oleh manajemen SDM. Hal ini membuka peluang bagi Talentlytica untuk meresponsnya dengan solusi tepat guna, melalui banyak eksperimen dan prototyping.

“Kami ingin memastikan bahwa produk yang Talentlytica kembangkan dapat dengan sempurna memenuhi kebutuhan customer. Selain itu, kami juga mengintegrasikan produk-produk yang baru kami kembangkan dengan produk yang sudah ada dalam portofolio kami. Ini akan memungkinkan Talentlytica untuk memberikan solusi yang lebih komprehensif kepada customer kami,” pungkas Bagus.

Perlahan Tapi Pasti, Startup B2B Digitalisasi Sektor Manufaktur

Digitalisasi industri manufaktur di Indonesia dikatakan belum secepat sektor lain, misalnya keuangan, ritel, atau transportasi. Lambatnya adopsi ini dipicu oleh faktor rantai proses yang kompleks, mulai dari produksi hingga distribusi.

Survei McKinsey pada 2020 menemukan bahwa baru 21% perusahaan di Indonesia yang mengadopsi industri 4.0, lebih rendah dari negara-negara lain yang disurvei, yakni Amerika Serikat (53%), Singapura (50%), dan Jepang (40%).

Karena proses yang berlapis itu, digitalisasi manufaktur dinilai menjadi lebih sulit dan memakan biaya besar. Belum lagi kekhawatiran akan risiko kegagalan. Pelaku industri pun ragu mengalokasikan anggarannya untuk digitalisasi. Faktor lainnya adalah kurangnya talenta digital di sektor ini.

Rendahnya rasio digitalisasi tersebut dimanfaatkan oleh sejumlah perusahaan rintisan untuk terlibat dalam transformasi manufaktur di Indonesia. Adalah Bababos, Imajin, dan Wifkain yang berupaya mensimplifikasi sebagian proses bisnis melalui platform tanpa menghilangkan aspek fisik dalam mempertemukan mitra manufaktur dengan pelaku bisnis.

Dengan traksi yang telah mereka peroleh, ketiga founder ini membagikan catatan penting terkait dinamikanya membangun platform rantai pasok manufaktur. Sebagai informasi, Bababos dan Imajin adalah platform penyedia rantai pasok material, seperti metal dan plastik, sedangkan Wifkain untuk bahan baku tekstil.

Memahami karateristik pelanggan

Baik Bababos, Imajin, dan Wifkain mengembangkan platform yang mempertemukan mitra manufaktur di Industri Kecil Menengah (IKM) dengan pemilik bisnis atau brand. Profil penggunanya berasal dari perusahaan skala menengah ke atas hingga korporasi.

Berangkat dari situ, mereka perlu memahami penggunanya karena kebutuhan segmen B2B dinilai lebih kompleks, dan terkadang membutuhkan komunikasi yang lebih intens dan personal sebelum memutuskan pembelian. Tak seperti pelanggan individu atau ritel.

Dengan karateristik ini, upaya digitalisasinya juga tidak bisa diimplementasikan 100% online. “Profil customer B2B kami adalah enterprise. Sulit untuk mengakuisisi customer kalau pure online. [Upaya] retensinya juga tidak sepenuhnya online,” tutur Co-Founder dan CEO Wifkain Sara Sofyan.

B2B memiliki kebutuhan kompleks / Sumber: Shutterstock

Dari sudut pandang Co-Founder dan CEO Bababos Fajar Adiwidodo, karateristik kebutuhan kebutuhan B2C disebut dapat cepat berubah–bisa jadi didorong karena faktor seasonal dan promosi harga. Namun, proses eksekusi di pasar B2C lebih simple dibandingkan B2B.

“Sementara, kebutuhan B2B akan selalu tetap sama; harga terjangkau, kualitas produk, dan pengiriman tepat waktu. Yang kami lakukan bukan mentransformasi apa yang mereka mau, tetapi mengirimkan apa yang dibutuhkan–yang mana sangat kompleks. Kami memiliki kemampuan untuk melakukan [delivery] tepat waktu. Setiap peningkatan yang kami lakukan, langsung ada direct impact.”

Mendigitalisasi proses, mempertahankan aspek fisik

Co-Founder dan CEO Imajin Chendy Jaya mengungkap ada banyak sekali rantai proses di manufaktur yang masih dilakukan secara manual. Misalnya, pengecekan mesin atau progres produksi. Ini membuat arus informasi menjadi terpecah-pecah, tidak melalui satu pintu yang sama dan berpotensi miskomunikasi.

Proses ini yang ingin disimplifikasi oleh pelaku startup dengan menghadirkan Dashboard di platformnya, memungkinkan mitra pabrikan atau pemilik bisnis memantau progres pekerjaan, mulai dari waktu pengerjaan hingga pengiriman. Contohnya, Dashboard Imajin di mana vendor dan pelanggan dapat memantau apabila ada perubahan ukuran produk.

Startup manufaktur tetap memiliki QC dan QA sendiri / Sumber: iStock

Sementara, Bababos menyoroti digitalisasi pada ‘dapur’ platformnya. Tak cuma mempertemukan vendor dan pemilik brand, pihaknya kini tengah mengembangkan engine yang memungkinkan pengguna untuk mendapatkan rekomendasi harga. Ada pula pengembangan fitur underwriting hingga collection pada credit engine. Menurut Fajar, fitur-fitur ini tidak akan ‘terlihat’, tetapi akan lebih terasa pada experience pengguna.

Meski sebagian proses manufaktur telah didigitasi, Chendy mengungkap aspek fisik tetap diperlukan bagi rantai pasok. Salah satunya adalah quality control (QC) dan quality assurance (QA), prosedur yang tak pernah luput dalam pengembangan sebuah produk.

“Model marketplace biasanya transaksi langsung. Bagi kami, ini akan sulit untuk kasih quality assurance karena customer terkadang khawatir dengan pesanannya. Makanya, kami ikut terlibat di tengah untuk mencarikan [mitra manufaktur], makanya kami tambahkan quality assurance. Jadi sebelum kirim ke customer, kirim ke Imajin dulu agar sesuai standar,” ujarnya.

Hal yang sama juga diterapkan Wifkain dalam menyuplai bahan baku tekstil. Sara menyebut memiliki QC sesuai standar global. Bahkan, ungkapnya, ada beberapa bahan baku yang harus melewati tingkat pengecekan lebih ketat untuk mencapai level tolerasi (rectification level). Klaimnya, Wifkain memiliki rectification level 0,5% dari rata-rata level global sebesar 3%. “Kami mendeteksi sedini mungkin agar barang yang dikirim memenuhi level toleransi tertentu.”

Seputar kendala

Sara mengungkap, pandemi telah memicu perubahan tren industri di mana pemilik merek fesyen kini mulai beralih ke manufaktur terdekat/domestik, termasuk Indonesia. Dengan memproduksi ke pabrikan terdekat, pelaku bisnis memiliki kejelasan dari sisi logistik.

Meski begitu, logistik tetap menjadi kendala yang kerap dihadapi pada rantai pasok, terutama bagi industri fesyen yang harus cepat mengejar tren. Isu yang ditemui biasanya terkait administrasi dan dokumentasi yang mengakibatkan pengiriman sample terlambat. Wifkain tengah menyiapkan fitur digital pattern sehingga pengguna dapat membuat pola sendiri dan mengurangi penggunaan bahan baku.

“Tantangan selanjutnya adalah akses pembiayaan syariah. Industri ini sangat padat modal, dan kami sudah bekerja sama dengan bank dan fintech agar brand bisa dorong produksi. Nah, Indonesia dan Malaysia adalah pasar terbesar kami, di mana permintaan produk modest wear (hijab) tinggi. Mereka strict untuk ambil pinjaman konvensional, sedangkan pembiayaan syariah di sini belum banyak. Ini membuat produksi mereka belum optimal,” jelasnya.

Sumber: Pexels

Sementara, Bababos enggan merinci soal tantangan pengembangan bisnisnya. Pihaknya menilai digitalisasi tak hanya sebatas soal simplifikasi saja, melainkan bagian dari sebuah proses. Meski sudah didigitalisasi, pihaknya berupaya menghadirkan proses semirip mungkin dengan biasa mereka lakukan.

“Pada setiap perubahan, kami ingin menghasilkan gain sebesar mungkin dan pain sekecil mungkin. Kami memastikan punya produk dan solusi yang tepat, serta strategi memiliki pasar, sumber daya, dan channel yang tepat. Kami ingin konsisten berikan harga, kualitas, pengiriman, dan transparansi.”

Wifkain Paparkan Tren Pasar Tekstil, Ekspansi, dan Digitalisasi Manufaktur

Sejak awal tahun ini, Wifkain mulai menggencarkan transformasinya menjadi platform Manufacturing-as-a-Service (MaaS). Sebelumnya, startup ini berawal sebagai marketplace untuk bahan baku tekstil yang berdiri sejak 2020.

Saat berbincang dengan DailySocial.id, Co-Founder dan CEO Wifkain Sara Sofyan mengatakan ada banyak proses manufaktur yang dapat diberdayakan melalui platform MaaS. Dalam menjalankan platform ini, Wifkain menggandeng sejumlah pabrikan di berbagai segmen, kapasitas produksi, dan lokasi di Indonesia.

Selain itu, secara bisnis, platform MaaS juga dinilai dapat menghasilkan gross margin lebih tinggi, yakni 7-8 kali lebih tinggi dibandingkan hanya menyuplai bahan baku saja. “Karena MaaS punya margin bagus, path to profitability kami cukup jelas. Kalau hanya suplai raw material, yang mana masuk komoditas, pricing tidak terlalu bagus. Margin menjadi tidak sehat,” tutur Sara.

Sara menyebut transaksi dari layanan MaaS belum berkontribusi signifikan saat ini. Namun, pihaknya tengah mendorong MaaS sejalan dengan upayanya mendorong realisasi keuntungan pada tahun depan.

Wifkain sempat mendapat pendanaan awal dipimpin oleh Insignia Ventures Partners dengan nominal yang tidak disebutkan pada 2022.

Adapun, sebesar 90% pendapatannya disumbang dari pasar domestik. Namun, sejak beberapa bulan terakhir, Wifkain telah melebarkan permintaan pasar ke Uni Emirat Arab (UEA) dan Malaysia yang telah berkontribusi terhadap total pendapatan sebesar 10%. “Ke depannya, kami ingin dorong ekspor, termasuk ke Australia dan Taiwan.”

Perubahan perilaku pasar

Lebih lanjut, Sara mengungkap industri rantai pasok tekstil pasca-pandemi mengalami perubahan selama tiga tahun terakhir. Ia melihat pelaku bisnis atau pemilik merek fesyen yang biasanya impor bahan dari Tiongkok, kini mulai beralih ke manufaktur terdekat/domestik.

Wifkain disebut baru mengantongi traksi nyata pada 2021 meski sudah berdiri secara legal sejak 2020. Hal ini dikarenakan Wifkain sempat kesulitan mengakuisisi pengguna akibat pembatasan sosial selama pandemi.

Baginya, perubahan tren ini berdampak terhadap pertumbuhan organik Wifkain karena pemilik bisnis mulai mengalihkan manufakturnya ke Indonesia dan Vietnam. “Manufaktur Tiongkok menguasai 50% dari pangsa manufaktur global. Pandemi membuat ketidakjelasan di sisi logistik sehingga manufaktur terdekat (nearshoring) menjadi opsi yang jelas dan fleksibel bagi mereka,” ujarnya.

Kemudian, mitra manufaktur dan pelaku bisnis yang terbiasa dengan cara konvensional sebelum pandemi, kini disebut sudah mulai mengadopsi proses kerja secara digital. Menurut Sara, ada banyak proses manufaktur yang dapat ditekan hingga 80% dengan memberdayakan teknologi.

Wifkain melayani pemilik bisnis fesyen skala menengah dengan klaim omset Rp2 miliar ke atas termasuk korporasi skala menengah ke atas yang memiliki kebutuhan pengadaan pada merchandise.

Peningkatan fitur

Dalam upayanya memenuhi kebutuhan rantai pasok tekstil, Sara mengaku tengah meningkatkan kemampuan platformnya lewat pengembangan sejumlah fitur baru pada dashboard mitra manufaktur maupun customer.

Fitur ini dapat memungkinkan mitra manufaktur untuk menginput target dan output produksi secara harian. Dengan demikian, Wifkain dapat memantau mitra yang kinerjanya agar dapat menjaga kecepatan produksi dan pengiriman barang tepat waktu.

Selain itu, Wifkain juga berupaya menekan penggunaan bahan baku dengan memberdayakan beberapa proses dengan teknologi. Salah satunya adalah pembuatan pola berbasis digital (digital pattern). Fitur ini diharapkan juga dapat menekan biaya dan menghemat waktu.

“Proses di manufaktur itu panjang sekali, kami enable pada bagian tertentu. Pola yang biasanya dibuat konvensional kini melalui digital di mana bisa plotting penempatannya. Ini dapat mengurangi penggunaan raw material hingga 20%,” ujarnya.

Untuk menjaga kualitas barang, Wifkain menetapkan standar quality checking (QC) sesuai SOP di internasional. Sara juga menyebut ada beberapa produk yang melalui pengecekan kualitas lebih ketat agar dapat mencapai batas tolerasi (rectification level) di level tertentu. Klaimnya, Wifkain memiliki rectification level sebesar 0,5% dari rata-rata tingkat global 3% per September 2023.

Inovasi “Preventive Healthcare” NalaGenetics dan Potensinya dalam Merevolusi Layanan Kesehatan

NalaGenetics adalah startup biotech yang berusaha merevolusi layanan kesehatan melalui inovasi di bidang genomik. Lewat layanan tes DNA terjangkau yang dimiliki, mereka berupaya memberdayakan setiap individu agar bisa membuat keputusan tepat untuk kesehatan mereka. Ini termasuk dengan memberikan rekomendasi terpersonalsiasi tentang pilihan nutrisi dan obat-obatan sesuai dengan genetika tubuhnya.

Berlandaskan data hasil tes DNA tersebut, layanan yang dimiliki NalaGenetics terus diperluas. Belum lama ini kapabilitas mereka diperluas dengan melahirkan tes prediksi risiko kanker payudara bernama MammoReady — dinilai sebagai yang paling komprehensif di Asia Tenggara. Ini adalah inovasi yang sangat penting dalam dunia medis, karena dengan melakukan deteksi dini akan kanker tersebut penyitas bisa memiliki tingkat kelangsungan hidup hingga 98%.

Seperti diketahui, dari data Globocan seperti dikutip Kemenkes, pada tahun 2020 tercatat jumlah kasus baru kanker payudara mencapai 68.858 kasus (16,6%) dari total 396.914 kasus baru kanker di Indonesia. Adapun jumlah kematiannya mencapai lebih dari 22 ribu jiwa. Angka ini menjadikan penyakit ini sebagai salah satu penyumbang kematian tertinggi di Indonesia.

Menariknya, banyak hal yang sebenarnya bisa dieksplorasi melalui data DNA manusia. DailySocial.id berkesempatan untuk berbincang dengan Co-Founder & COO NalaGenetics Astrid Irwanto, PhD.

Pengembangan solusi genomik

NalaGenetics sendiri didirikan oleh 4 orang founder: Levana Sani (CEO), Astrid Irwanto (COO), Alexander Lezhava, dan Jianjun Liu. Keempatnya bertemu saat melakukan riset di Genome Institute of Singapore bagian dari A*STAR.

Petualangan mereka dimulai saat para founder mengerjakan sebuah proyek di Papua bermitra dengan Kemenkes tahun 2016 untuk mendistribusikan seribu alat tes genetik di 5 desa di Papua dan Papua Barat. Hasil pengujiannya menemukan bahwa 20% pasien kusta di sana membawa gen yang bertanggung jawab atas reaksi yang berpotensi fatal terhadap Dapson (obat anti kusta); penemuan ini akhirnya membantu dokter memutuskan pasien yang dapat dirawat dengan aman dengan antibiotik.

Sejak itu, mereka berminat untuk membuat layanan itu bisa berdampak lebih luas dengan bekerja sama dengan dokter, rumah sakit, dan peneliti di Jakarta dan Singapura. Debut awalnya menjadi semakin mantap saat tahun 2018 lalu NalaGenetics membukukan seed funding. Mereka berhasil melakukan proof-of-value project bersama sejumlah rumah sakit dan institusi kesehatan di Indonesia dan Singapura.

“Nalagenetics bergerak di bidang preventive health dari sisi genomik. Kami mulai dari pemberian rekomendasi untuk obat-obatan yang tepat untuk seseorang berdasarkan DNA (farmakogenomik) dan juga nutrisi, vitamin, mineral yang tepat untuk seseorang berdasarkan DNA mereka (nutrigenomik). Untuk prediksi risiko seseorang terhadap penyakit, fokus kami di penyakit kronis. Selain kanker payudara, kami akan meluncurkan tes prediksi risiko untuk beberapa kanker lain, penyakit kardiovasuler, serta penyakit neurodegenerative seperti Parkinson’s Disease. Semuanya akan kami sesuaikan dengan etnik populasi Asia,” jelas Astrid kepada DailySocial.id.

Putaran Nilai Investor
Seed $1 juta East Ventures, Intudo Ventures, dan beberapa angel investor
Seri A $12,6 juta Intudo Ventures, Vulcan Capital, DxD Hub, A*STAR, Dexa International, Diagnos Laboratories, East Ventures, AC Ventures, GDP Venture, dan angel investor

Menurut hasil laporan yang dirangkum ResearchAndMarkets, pangsa pasar layanan genomik global telah mencapai $33,25 miliar pada 2022 dan akan terus bertumbuh sampai $441,35 miliar pada tahun 2023 mendatang (CAGR 19,4%). Dampak yang semakin nyata dirasakan di sektor biomedis dan kedokteran menjadikan solusi berbasis genomik semakin mudah diterima pasar, di tengah perhatian masyarakat yang lebih baik terhadap kesehatan pasca-pandemi Covid-19.

Merekomendasikan obat dan nutrisi yang tepat

Ada sejumlah produk yang saat ini sudah dikomersialkan oleh NalaGenetics. Pertama ada RxReady™, merupakan layanan tes DNA untuk membuka profil genetik konsumen (farmakogenomik). Tes farmakogenomik menganalisis susunan genetik unik setiap pasien untuk memberikan informasi yang dipersonalisasi tentang obat mana yang paling efektif bagi pasien dan membantu menghindari reaksi obat yang merugikan.

Hasil pengujian ini akan menghasilkan laporan komprehensif (sekitar 200an halaman: contoh laporan) yang berisi ringkasan upaya tindak lanjut, rekomendasi, pembuktian ilmiah, informasi genom, hingga laporan obat individu. Dengan lebih dari 180 jenis obat di panel NalaGenetics, tes farmakogenomik dapat mengurangi peluang reaksi obat yang merugikan hingga 24%.

Contoh hasil laporan tes genetik untuk merekomendasikan penggunaan obat untuk pasien / NalaGenetics
Contoh hasil laporan tes genetik untuk merekomendasikan penggunaan obat untuk pasien / NalaGenetics

“Saat ini kita ada dokter khusus di lab/klinik NalaGenetics yang dapat membantu memberikan konsultasi terhadap hasil tes [..] jumlahnya masih terus diperbanyak. Kami juga memberikan kesempatan training ke dokter yang ingin bisa baca laporan farmakogenomik ini. Jadi kita tidak ingin, setelah tes tidak ada follow up, tapi kami ada layanan yang memungkinkan pasien untuk satu atau beberapa kali berkonsultasi langsung ke dokter,” jelas Astrid.

Kendati tes genomik ini hanya perlu dilakukan satu kali seumur hidup, namun rekomendasi yang diberikan akan terus diperbarui berdasarkan bukti ilmiah terbaru. Untuk itu laporan tersebut juga dikemas dalam mobile apps yang saat ini sudah dirilis agar memudahkan pengguna mendapatkan info terkini tentang analisis terhadap DNA-nya.

“Sekarang kami juga sudah jalan dengan RSCM untuk membantu pasien depresi. Biasanya pasien akan diberikan obat setelah melakukan konsultasi dengan dokter, lalu sekitar 2 minggu lagi akan dicek apakah obat itu memberikan dampak atau tidak, jika tidak akan diberikan dosis atau jenis obat yang berbeda. Dengan farmakogenomik, NalaGenetics menghadirkan solusi yang lebih cost-effective dengan merekomendasikan obat yang lebih tepat ke pasien,” ujar Astrid.

Layanan berikutnya dari NalaGenetics adalah NutriReady™, yakni tes DNA yang dilakukan untuk membantu mempersonalisasi asupan nutrisi tubuh berdasarkan keunikan DNA. Laporan dari hasil tes ini sekitar 24 halaman (contoh laporan), memberikan informasi seperti intoleransi makanan, nutrisi apa yang lebih dibutuhkan tubuh, hingga personalisasi meal plan. Dari studi yang dilakukan, 67% orang mencapai tujuan kesehatannya dengan mengetahui nutrisi tubuh dari DNA.

Selain itu ada sejumlah produk lain yang saat ini turut dijajakan NalaGenetics, di antaranya:

  • MammoReady™ adalah tes DNA yang dapat membantu pasien memahami risiko kanker payudara, memungkinkan mereka untuk mengambil tindakan pencegahan guna menghindari hasil yang tidak diinginkan di masa depan.
  • QuickSpit™ adalah tes RT-PCR menggunakan air liur yang bertujuan untuk membuat pengujian PCR lebih mudah dan nyaman bagi pasien.
  • Nala PGx Core® adalah panel uji multi-gen yang dirancang untuk menganalisis empat farmakogen penting (CYP2C9, CYP2C19, CYP2D6 dan SLCO1B1).
  • Nala Clinical Decision Support™ adalah software untuk menginterpretasi genetik, yang dibangun dengan standar ISO untuk kualitas pengembangan produk, keamanan, dan kerahasiaan.

Grant penting untuk penelitian biotech

Terkait dengan genomik Astrid berpendapat, dari sisi teknologi saat ini perkembangannya cukup pesat. Sementara yang masih menjadi tantangan justru awareness di sisi masyarakat. Selama ini preventive healthcare masih belum banyak diminati — jarang yang memiliki alokasi budget khusus untuk mengakses layanan ini.

Untuk memasyarakatkan preventive healthcare di Asia Tenggara, khususnya pengujian genomik, dibutuhkan sinergi yang baik antara sektor publik dan privat dengan berbagai skenario. Termasuk misalnya kemitraan B2B dengan pemain asuransi atau integrasi dengan program kesehatan pemerintah.

Tamu ahli NalaGenetics, dr. Lonah, Sp.FK memberikan tips untuk mencegah efek negatif obat-obatan melalui tes DNA / NalaGenetics
Tamu ahli NalaGenetics, dr. Lonah, Sp.FK memberikan tips untuk mencegah efek negatif obat-obatan melalui tes DNA / NalaGenetics

“Kami secara konsisten melakukan banyak sekali awareness training kepada klinisi dan masyarakat umum melalui webinar, seminar, dan media sosial. Kami pun berusaha memperluas jangkauan melalui kerja sama dengan perusahaan yang memang ada budget untuk melakukan health screening pada staf mereka. Semoga kami juga bisa ikut dalam Health Technology Assessment dari pemerintah Indonesia di waktu dekat supaya mulai bisa di-reimburse juga dari sisi pemerintah,” imbuh Astrid.

Di sisi lain, pengembangan solusi genomik juga membutuhkan biaya besar untuk riset. Mekanisme grant (baik dari pemerintah dan swasta) menjadi salah satu amunisi penting untuk menjalankan mesin inovasi tersebut. Sayangnya waktu itu memang grant untuk penelitian klinis di bidang bioteknologi belum banyak di Indonesia.

Grant ini penting sekali dalam melangsungkan validasi klinis dari teknologi dan algoritma bioinformatika yang kami buat serta melakukan pilot implementasi di klinik. Untuk melangsungkan aktivitas tersebut dibutuhkan sampel yang cukup banyak dan biaya yang cukup besar,” jelas Astrid.

Kemudian NalaGenetics bekerja sama dengan sejumlah firma riset, termasuk di Singapura, untuk bisa mengakses grant tersebut untuk kebutuhan penelitian dan pengembangan produknya.

“Karena grant ini semua dari pemerintah Singapura, kolaborasi kami juga selalu dengan menggandeng key opinion leader dari instansi klinis pemerintah, recruitment pasien dari instansi klinis tersebut, dan hasilnya adalah suatu publikasikan bersama dan peluncuran servis dengan mereka. Ini berkaitan erat juga dengan adanya upaya pemerintah Singapura dalam proyek National Precision Medicine sehingga pilot ini pun menjadi proof of concept untuk scale up di skala nasional,” imbuh Astrid.

Astrid juga bercerita bagaimana Enterprise SG (unit pengembangan inovasi di bawah Kementerian Perdagangan Singapura) setempat memberikan dukungan menyeluruh untuk pengembangan inovasi NalaGenetics.

“Sedari awal kami sangat terbantu, terutama dari segi mengembangkan tim yang masih kecil. Karena Enterprise SG ada grant yang namanya T-UP untuk hire 2 talent selama 2 tahun dengan subsidi 70%, ini sangat membantu. Berikutnya adalah standards adoption grant yang bentuknya bisa berupa penambahan sertifikasi seperti ISO 13485 dan ISO 27001 yang memberikan kredibilitas kami kepada klien dan juga membuka akses ke market lain.”

Ia melanjutkan, “Kami juga mendapatkan market akses grant ke Eropa, USA serta program immersion ke Australia dan Cina berkat ketersediaan grant dari Enterprise SG juga. Selain itu kami diberi akses ke venture capital yang bekerja sama dengan mereka serta kesempatan berkolaborasi dengan partner private maupun government. Semua ini sangat membantu pengembangan produk dan bisnis di NalaGenetics.”

Mendukung inovasi genomik di Indonesia

Jajaran founder NalaGenetics / NalaGenetics
Jajaran founder NalaGenetics / NalaGenetics

NalaGenetics didirikan oleh jajaran founder dengan pengalaman yang cukup solid untuk menghasilkan inovasi. Astrid sendiri merengkuh strata doktoral di bidang Human Genetics, di NUS. Ia sempat bekerja di beberapa firma penelitian yang tidak jauh dengan dunia biomedis.

“Mempunyai co-founding yang solid dengan complementary skills itu penting sekali. Adanya suatu inovasi canggih dan berguna bagi masyarakat tapi kalau ilmuannya itu harus memajukan teknologi itu sendiri akan sangat sulit. NalaGenetics ini bisa lahir karena ada 4 orang di tim kami dengan kemampuan yang saling melengkapi, termasuk CEO kami Levana Sani yang memang berlatar belakang science dan juga bisnis, yang bantu mematangkan model bisnisnya dan fundraising,” jelas Astrid.

Ia melanjutkan, “Lalu Dr. Liu Jianjun co-founder & advisor kami yang saat ini adalah Executive Director dari Genome Institute of Singapore yang mengerti landscape genomics, koneksi dengan key opinion leader dan B2G partnerships. Dan terakhir Dr. Alexander Lezhava yang juga adalah co-founder & advisor kami mengerti cara membuat kit in-vitro diagnostic serta penyediaan layanan tes klinis.”

Saat ini NalaGenetics juga telah didukung 50 staf di Indonesia dan 25 staf di Singapura. Sekitar separuhnya adalah tim R&D.

Soliditas dan pemahaman mendalam tentang genomik tersebut juga akhirnya ingin dibawa lebih dalam ke Indonesia. Pertengahan Oktober 2023 lalu, bersama salah satu investor utamanya yakni East Ventures, NalaGenetics mengumumkan komitmennya untuk mendukung analisa sampel genomik di Biomedical and Genome Science Initiative (BGSi).

NalaGenetics akan bekerja sama dengan BGSi dengan transfer ilmu dan keahlian dalam melakukan sequencing. Kerja sama ini diharapkan dapat menciptakan inovasi produk baru berbasis data genetik lokal dalam memanfaatkan potensi dari data genomik populasi Indonesia.

Penandatanganan nota kesepahaman antara BGSi, East Ventures, dan NalaGenetics / East Ventures

Di sisi lain, saat ini NalaGenetics juga terus memperbanyak cakupan klinik dan kerja sama dengan ekosistem kesehatan di Indonesia untuk makin memasyarakatkan solusi berbasis genomik tersebut. Terbaru, mereka akan segera meresmikan klinik di daerah Fatmawati, Jakarta untuk memberikan akses tes DNA dan layanan konsultasi komprehensif kepada masyarakat.

“Tes DNA bisa dilakukan di mana saja. Tapi yang dikembangkan NalaGenetics adalah algoritmanya, ini yang kami jual ke lab/klinik. Algoritma ini memungkinkan kita untuk mendapatkan hasil analisis yang lengkap dari tes DNA tersebut [..] Ke depan kami juga akan terus memperdalam kerja samad dengan Kemenkes di Indonesia supaya preventive healthcare ini semakin terjangkau untuk masyarakat kita,” ujar Astrid.

Selain di Indonesia dan Singapura, NalaGenetics juga berkomitmen untuk bisa menjangkau pasar regional. Ambisi ini disampaikan saat mereka mendapatkan pendanaan seri A Maret 2022 lalu. Dana segar yang didapat akan dimaksimalkan untuk ekspansi, dengan negara tujuan berikutnya adalah Malaysia. Upaya ini di tengah momentum pertumbuhan pasar pengujian genetika yang sangat cepat di kawasan Asia.

Application Information Will Show Up Here

Mengenal Carta dan Memahami Konsep “Cold Wallet” Aset Kripto

Mega skandal FTX yang membawa kabur uang investor meninggalkan dampak buruk bagi industri aset kripto. Bagaimana investor bisa menjamin asetnya tetap aman di platform exchange yang mereka pakai. Solusi tersebut sebenarnya ditawarkan oleh cold wallet, salah satu jenis dompet kripto yang memberikan kontrol penuh untuk investor dan kepemilikan atas private key.

Carta adalah pemain baru cold wallet yang hadir di Indonesia. Startup ini digawangi oleh Teguh Kurniawan Harmanda, Moe Tengku, dan Pham Qui Hai. Ketiganya menggabungkan pengalaman di dunia keuangan digital dan kripto saat merintis startup yang menggunakan Bahasa Sanskerta yang artinya ‘katakan’.

“Setiap pengguna kripto Indonesia harus dapat mengamankan aset mereka dengan kualitas keamanan yang lebih baik dan terjangkau untuk semua kalangan,” terang Co-founder Carta Teguh Kurniawan Harmanda kepada DailySocial.id.

Keputusan untuk memulai Carta dimulai dari pemahaman, pengalaman, dan melihat besarnya potensi industri aset kripto di negeri ini, serta kebutuhan terhadap solusi keamanan yang baik namun tetap terjangkau. “Misi utama Carta dalah mendemokratisasi akses keamanan premium cold wallet.”

Belajar tentang dompet kripto

Sebelum masuk ke Carta, ada baiknya untuk mendalami soal dompet kripto. Dalam dunia web3, dompet kripto berperan penting dalam mengamankan dan mengelola kunci digital: public key dan private key. Kunci ini diperlukan untuk memvalidasi berbagai aktivitas di blockchain, seperti mengirim atau menerima aset kripto, membeli atau menjual NFT, dan sebagainya.

Private key bisa dikatakan sebagai pin atau password untuk rekening bank. Dengan memiliki akses ke private key, pengguna dapat menandatangani transaksi dan melakukan transfer aset kripto.

Dompet kripto terdiri dari dua jenis: custodial dan non-custodial. Perbedaaan antara keduanya terletak pada pengelolaan private key. Custodial wallet dikelola oleh pihak ketiga, seperti bursa yang dioperasikan oleh Tokocrypto, Indodax, Pintu, dan sebagainya. Merekalah yang bertanggung jawab atas keamanan private key pengguna.

Banyak investor kripto pemula memulai perjalanannya dengan wallet ini karena kenyamanan dan kemudahannya. Namun wallet ini punya kelemahan, salah satunya potensi peretasan atau pelanggaran keamanan yang dapat mengakibatkan hilangnya aset pengguna karena private key disimpan secara terpusat. Kasus FTX adalah bukti nyatanya.

Berikutnya, non-custodial wallet adalah jenis wallet yang memberikan kontrol penuh kepada pengguna dan kepemilikan atas kepemilikan private key, tanpa melibatkan pihak ketiga. Hanya saja, penggunaan non-custodial wallet ini memerlukan tingkat keahlian teknis yang lebih tinggi untuk mengatur dan menggunakannya dengan benar. Setidaknya perlu dipahami konsep dasar keamanan kriptografi dan langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi private key.

Ada kategori tersendiri untuk wallet jenis ini: hardware dan software, dengan dua klasifikasi: dingin (cold) dan panas (hot). Beberapa pemain software wallet ini ada Metamask dan Trust Wallet, sementara hardware ada Ledger, Trezor, dan SafePal.

Hot dan cold wallet mengacu pada dua solusi berbeda untuk menyimpan aset kripto. Keduanya juga menyimbolkan status konektivitas dompet ke internet. Hot wallet membutuhkan koneksi internet agar dapat berfungsi, sementara cold wallet berbentuk perangkat fisik yang berguna untuk menyimpan aset tanpa harus terhubung ke internet.

Tingkat risiko dari cold wallet akhirnya dapat dikurangi karena mampu menghalau serangan peretas, malfungsi teknis, dan aktivitas ilegal lainnya. Metamask dan Trust Wallet adalah contoh dari hot wallet, sementara Ledger, Trezor, dan SafePal dari cold wallet.

Kesadaran investor untuk melindungi asetnya semakin tinggi di kancah global. Dalam menyambut permintaan tersebut, perusahaan cold wallet ini berlomba-lomba menawarkan produk yang ditenagai dengan keunggulan masing-masing. Di antara ketiganya, Trezor adalah pemain tertua dan paling terkenal saat ini di pasar global.

Produk Carta

Manda, panggilan akrab Teguh, menjelaskan lebih jauh produk cold wallet milik Carta berbentuk kartu seukuran kartu debit bank yang dikemas dengan teknologi NFC dan beberapa lapisan keamanan dengan memanfaatkan NFC.

Carta menjamin flow menjadi lebih cepat dan aman karena semuanya tetap dilakukan secara offline. Chip-nya diproduksi oleh perusahaan semikonduktor global terkemuka yang mengkhususkan diri dalam teknologi NFC. Ukuran kartu seperti kartu debit pada umumnya, sehingga dapat disimpan bersama kartu-kartu lainnya di dalam dompet fisik.

Di samping itu, Carta sudah didukung dengan multi-token untuk menyimpan berbagai macam aset kripto, token, dan NFT dengan aman. Saat ini Carta mendukung lebih dari 4000+ token di berbagai jaringan blockchain.

Selain berbentuk hardware, Carta memiliki aplikasi mobile yang terintegrasi dengan kartu NFC, sehingga memastikan pengguna dapat mengelola aset mereka di mana saja dan kapan saja tanpa harus mengkhawatirkan keamanan dari aset yang disimpan.

“Integrasi hardware kartu NFC Carta dan aplikasi mobile menegaskan komitmen perusahaan dalam menyediakan solusi manajemen penyimpanan aset digital secara menyeluruh, disesuaikan antara kebutuhan dan preferensi dari pengguna Indonesia.”

Karena semangatnya ingin mendemokratisasi akses cold wallet, Manda mengklaim produk Carta jauh lebih terjangkau dibandingkan produk cold wallet lainnya. Kartu NFC nya dibanderol seharga $35 (sekitar Rp543 ribu). Dibandingkan dengan Ledger dan Trezor misalnya harus mengeluarkan biaya mulai dari $69-$219. Teknologi NFC dinilai lebih terjangkau karena sudah diadopsi oleh berbagai perangkat smartphone dari berbagai skala harga.

“Kami ini men-simplify aset digital yang tersimpan secara fisik. Jadi pengguna bisa simpan NFT sebanyak-banyaknya dan bisa divalidasi NFT-nya. Kadang sulit memindahkan kebiasaan orang dari web2 ke web3. Carta ingin jadi bridge, makanya tagline kami ‘tap into web3‘.”

Manda melanjutkan, “Kami ingin pengguna aware dengan value asetnya sebesar apapun. Kalau harga [cold wallet] Rp2 juta tapi asetnya hanya Rp1 juta, ya enggak worth. Makanya kami jual lebih kompetitif, tapi in terms of tech tidak murahan.”

Rencana berikutnya

Produk kartu NFC yang dirilis Carta sebenarnya sudah ada di Swiss bernama Tangem. Manda meyakini pihaknya dapat bersaing dengan pemain lainnya di pasar global karena potensi pasarnya yang besar. Dari cakupan global, terdapat lebih dari 50 juta investor aset kripto (self-custody). Dari angka ini, sekitar 30 juta di antaranya adalah pengguna aktif Metamask, dan sekitar 15 juta di dalamnya berasal dari Asia.

“Adapun pengguna Metamask di Indonesia saja itu sekitar 1 juta orang. Jadi sudah ada benchmark dan bisnis sudah proven. Yang membedakan adalah accessibility kita yang lebih mudah lagi dan harga yang sangat affordable.”

Meski berasal dari Indonesia, Carta akan menyasar pasar global. Pada tahap awal perusahaan akan masuk ke pasar regional terlebih dulu hingga pertengahan tahun depan.

Tidak hanya menjual produk dompet kripto, pihaknya juga akan menambah fitur jadi lebih kaya. Salah satu yang direncanakan adalah bekerja sama dengan perusahaan untuk program keanggotaan untuk meningkatkan utilitas NFT dan token yang sudah dimiliki pengguna.

Di samping itu, kerja sama B2B juga akan digalakkan dengan memosisikan Carta sebagai penerbit kartu whitelabel untuk perusahaan. Menurut dia, sudah ada beberapa perusahaan teknologi yang antusias dengan konsep cold wallet yang ditawarkan Carta.

Manda menjelaskan model bisnis Carta cukup simpel dan tidak membutuhkan strategi bakar duit. Penjualan akan dilakukan melalui channel online, seperti situs resmi dan platform e-commerce, kemudian mendistribusikannya langsung ke konsumer.

Diprediksi dengan penjualan dari dompet kripto saja, pendapatannya cukup untuk menghidupi operasional perusahaan. Kendati begitu, perusahaan sedang membuka penggalangan dana, mencari investor strategis untuk mempercepat rencananya masuk ke pasar regional sebelum ke global.

“Karena jual barang ril, kita sudah hitung kalkulasi cost margin dan BEP. Jadi kita tidak butuh fundraise dalam jumlah besar karena sudah dapat cashflow untuk menghidupi operasional, bahkan bisa profit maksimal dalam dua tahun,” tutup Manda.

Carta saat ini sedang menerima pesanan pre-order dan berencana mengirimkan batch pertamanya pada akhir tahun ini.

Sektor Otomotif Akselerasi Bisnis Manufaktur Imajin

Tak seperti sektor keuangan dan perdagangan, digitalisasi manufaktur di Indonesia terbilang baru. Sejumlah rangkaian prosesnya masih dilakukan secara manual atau tradisional. Artinya, potensi digitalisasinya masih besar. Perlu diketahui, industri manufaktur berkontribusi paling besar terhadap PDB Indonesia dengan capaian 16,3% pada kuartal II 2023.

Pasca-pendanaan awal yang diterima tahun lalu, Imajin berbicara soal potensi pasar otomotif, solusi pengelolaan proyek, dan skalabilitas pasar. Imajin sejak lima tahun terakhir ikut berkontribusi mendigitalisasi sektor ini. Berawal dari konsultan manufaktur di 2014, kemudian menawarkan cara baru dengan mengembangkan platform untuk mempertemukan supply dan demand. 

Kendaraan listrik akselerasi pasar otomotif

Imajin adalah online marketplace bagi manufaktur industri kecil menengah (IKM) yang menawarkan jasa moulding, pengecoran, perakitan mesin, hingga pembuatan komponen otomotif. Imajin juga mengembangkan solusi manajemen proyek untuk membantu pengguna memantau pekerjaan.

Target pasarnya adalah pemilik manufaktur dan pemilik bisnis/brand dengan fokus utama menyuplai material metal dan plastik. Permintaan produksinya didominasi oleh sektor otomotif, elektronik, dan kemasan.

Tren kendaraan listrik (EV) yang sedang digenjot pemerintah beberapa tahun ini disebut membawa dampak terhadap bisnis Imajin. Co-Founder dan CEO Imajin Chendy Jaya menyebut lebih dari 20 brand EV tengah mengambil kue pasar di Indonesia, berlomba memberikan keunggulan produk.

“Ini sesuatu yang menurut kami potensial. Ada antusiasme tinggi terhadap brand baru. Tak cuma EV, brand otomotif besar juga banyak merilis model baru. Ini ikut mendorong produksi Imajin karena sebagian besar klien kami adalah otomotif,” ujarnya saat dihubungi DailySocial.id.

Produsen otomotif raksasa berinvestasi di EV / Sumber: Indonesia’s Electric Vehicle Outlook

Mengutip CNN Indonesia, saat ini ada 50 perusahaan pengembang EV di Indonesia dengan total investasi lebih dari Rp3 triliun. Sejalan dengan upaya mendongkrak Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), brand baru yang masuk ke pasar Indonesia mau tak mau harus membangun atau bermitra dengan manufaktur lokal.

“Pemilik brand bisa bermitra dengan manufaktur kami supaya bisa produksi,” tambah Chendy. Nilai pasar kendaraan listrik di Indonesia ditaksir sebesar $20 miliar atau lebih dari Rp300 triliun. Adapun, TKDN kendaraan listrik ditarget dapat mencapai 40% pada 2026.

Standar kualitas

Dalam pengembangan platformnya, Imajin tak sekadar menghubungkan saja, tetapi juga menambahkan quality assurance dalam prosesnya. Hal ini untuk memastikan produksinya dapat memenuhi standar kualitas di setiap komponen.

“Tidak seperti marketplace, mencari mitra manufaktur, langsung ketemu dan lakukan transaksi, itu sulit untuk memastikan kualitasnya. Nah, customer kadang khawatir apakah pesanannya bisa dikerjakan dengan benar. Makanya, kami terlibat dalam proses itu. Kami tambahkan quality assurance, bangun quality center di Cikarang. Sebelum dikirim ke customer, produknya dikirim ke Imajin dulu [untuk pengecekan kualitas] sesuai standar,” jelasnya.

Kemudian, Imajin juga menambahkan sejumlah fitur untuk mempermudah pemesanan proyek. Misalnya, fitur Quick Note untuk mempermudah proses desain dan kalkulasi sebelum diproses ke mitra manufaktur. Saat ini, baru beberapa material yang dapat diproses lewat fitur Quick Note.

Ada pula Dashboard yang membantu pengguna memantau pengelolaan proyek, mulai dari waktu pengerjaan hingga saat produk siap dikirimkan. Chendy menyebut penambahan fitur selanjutnya akan disesuaikan dengan kebutuhan mitra/pengguna.

“Dulu tidak ada dedicated dashboard, aktivitasnya masih dilakukan secara manual. Ini bisa memicu miskomunikasi dari vendor maupun customer, seperti approval atau perubahan ukuran. Makanya, kami coba simplifikasi semua proses itu lewat Dashboard,” tuturnya.

Pasar Jawa masih luas

Jepang menjadi pasar empuk bagi Imajin untuk memulai ekspansinya di luar Indonesia. Terlebih, industri otomotif sangat besar di Negeri Matahari Terbit tersebut. “Kami sudah lama [punya] kemitraan di sana, tetapi sekarang ingin kami seriusi. Ada angel investor kami yang menjadi representatif Imajin di sana,” tambahnya.

Terdapat lebih dari 600 pabrikan lokal yang bermitra dengan Imajin, mulai dari mold maker, dies maker, injection, hingga fabrication. Lebih dari 100 pelanggan juga telah menggunakan jasanya, termasuk perusahaan Jepang di Indonesia.

Imajin merupakan startup pertama di Indonesia yang ditunjuk oleh Kemenperin sebagai hub manufaktur. Ekspansinya nanti juga akan mengikuti rekomendasi dari Kemenperin sebagaimana program manufaktur 4.0 berjalan.

Sumber: Imajin

“Kami masih lakukan riset untuk ekspansi ke Batam, semoga bisa terealisasi awal 2024. Kita juga riset di Kalimantan dan Sumatera. Namun, ekspansi nanti tergantung dari program Kemenperin.  Kalau arahnya ke sana, kami bakal masuk. Saat ini kebanyakan manufaktur ada di Pulau Jawa. Pasarnya masih sangat besar untuk kami masuki.”

Di tengah ramai tren profitabilitas di industri startup, Chendy enggan mengomentari lebih lanjut. Namun, ucapnya, Imajin berdiri hampir 10 tahun dan telah lama beroperasi dengan modal sendiri sebelum akhirnya dapat pendanaan dari East Ventures. Mengejar growth bukan menjadi goal bisnisnya.

“Kami terbiasa bootstrapping dengan apa yang kami miliki, it’s becoming our culture. Kami bertumbuh dengan responsibility.”

Tips Penggalangan Dana di Masa Sekarang dari Kacamata Eksekutif Startup

Penggalangan dana atau fundraising adalah bagian penting dalam perjalanan founder. Namun, aktivitas ini bisa menjadi sebuah tantangan yang rumit, dan sering kali membebani founder itu sendiri. Apalagi, penggalangan dana tak lagi semudah dulu.

Sebut saja proses pitching atau negosiasi persyaratan, yang mana menuntut keuletan dan pola pikir strategis dari para founder. Dari pengalaman ini, founder mengantongi pelajaran berharga yang dapat dimanfaatkan dalam mengambil keputusan bisnis selanjutnya.

DailySocial.id berbincang dengan tiga eksekutif startup yang tengah mengejar dan sudah mencapai profitabilitas tentang lika-liku penggalangan dana, dan menawarkan tips berharga yang dapat membantu calon founder selanjutnya menavigasi industri startup.

Strategi alokasi pendanaan

Sektor P2P Lending mendapat sorotan publik dan regulator sejak beberapa tahun ini. Kredit macet, memburuknya kinerja, hingga isu usang seperti pinjol ilegal, telah menjadi alarm bagi pelaku P2P untuk memperkuat fundamental bisnisnya.

Country Head Modalku Arthur Adisusanto bilang, potensi penyaluran pinjaman masih sangat besar. Sejak 2021, ia mencatat penyaluran pinjaman Grup Modalku, baik Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam, terbilang cukup stabil dengan rata-rata pertumbuhan hampir 30% setiap tahunnya.

Namun, di situasi makroekonomi yang tidak menentu ini, pihaknya mengaku fokus mengejar profitabilitas untuk menunjukkan pertumbuhan yang positif. Ia juga berhati-hati mengelola pengeluaran untuk menjaga kesehatan keuangan perusahaan.

Tren Pendanaan Startup 2021-2023 / Sumber: Indonesia’s Startup Handbook 2023

“Kami melihat adanya peningkatan dry powder yang ditahan oleh banyak dana VC dikarenakan valuasi pasar semakin ketat. Di samping itu, di tengah situasi ekonomi global yang menantang saat ini, ekspektasi dari para investor pun mengalami perubahan, di mana banyak investor yang saat ini akan lebih fokus kepada profitabilitas,” ujar Arthur.

Langkah ini turut tercermin dari strategi Grup Modalku mencari pendanaan. Perusahaan menggalang dana dari sejumlah VC untuk pengembangan produk dan jangkauan bisnis. Sementara, debt funding yang diperolehnya baru-baru ini digunakan untuk meningkatkan fasilitas pinjaman untuk UMKM di Asia Tenggara.terutama UMKM yang masih underserved atau underbanked.

Untuk memastikan pinjaman bisa diterima oleh UMKM yang tepat, Modalku menerapkan prinsip responsible lending untuk melakukan penilaian terhadap penerima dana dan kemampuan finansial mereka melunasi pendanaan,

Pencapaian, bukan narasi

Sudah menjadi rahasia umum dulu mudahnya mendapatkan investasi dari VC. Tak sedikit startup yang mudah meyakinkan investor hanya berbekal ide. Setidaknya demikian diungkap oleh Co-Founder Eden Farm David Setyadi Gunawan saat bicara situasi fundraising startup satu dekade lalu.

Hal ini juga tak lepas dari fakta bahwa VC kala itu mengincar investasi di high growth company, dengan menggunakan metrik-metrik familiar, misalnya pendapatan atau GMV. Namun, sejak beberapa tahun terakhir, ada perubahan mindset di mana VC membidik startup yang punya arah profitabilitas yang jelas.

“Dulu, [startup] hanya menggunakan narasi, sedangkan sekarang harus ada clear and proven way, apa saja yang telah dicapai. Kami selalu memakai metrik data dari apa yang telah kami lakukan dan capai–dan terbukti hasilnya,” cerita David.

Itupun, ungkapnya, memakan waktu delapan bulan untuk menutup kesepakatan pendanaan. Berbeda dengan tahun-tahun sebelum pandemi di mana startup dapat menggalang dana jutaan dolar AS dan memperolehnya dalam 1-2 bulan.

“Dulu persaingan VC ketat, siapa saja bisa mudah dapat modal. Kini VC mulai berkurang, dan investor mulai mengobservasi sebelum berinvestasi, apalagi setelah The Fed menaikkan suku bunga hingga 5%.”

Pentingnya due diligence

Melakukan penggalangan dana saat menjadi solo founder tidak mudah bagi Ryan Gondokusumo. Ada 80 VC yang ia jumpai sebelum mengamankan pendanaan dari Asteria Corporation pada 2014. Akunya, saat itu tak banyak opsi dari VC lokal, kebanyakan dari luar negeri.

Selain itu, rata-rata VC yang ia temui kurang tertarik dengan due diligence yang prosesnya kompleks dan panjang. Investor bahkan tidak memahami pasar dalam negeri karena tidak pernah turun ke lapangan. Padahal, ucapnya, proses ini justru sangat penting.

Meski menghabiskan banyak waktu, ia mengaku pengalaman tersebut membantunya untuk menghindari langkah ‘ranjau’ yang berisiko bagi bisnisnya.

“Begitu saya memutuskan ke profitabilitas, apalagi kue pasar [Sribu] tidak sebesar consumer, di situlah VC tidak begitu tertarik. Ini menjelaskan kenapa investor kami adalah korporat karena mereka menuntut profit.”

Pentingnya due diligence dan mencari VC yang memahami pasar / Sumber: Pixabay

Soal pengembangan bisnis, Ryan berpesan agar founder memperbanyak gali informasi di pasar, mengenali apa mereka butuhkan. Hal ini untuk menghindari biaya mahal yang keluar untuk pengembangan produk tanpa tahu pasarnya. “Coba tes pasar dengan secepat dan semurah mungkin. Misanya, Sribu Rekrutmen belum ada produk, tapi kami punya talentanya. Start with servicing, kita tidak coba jual, tetapi ingin tahu appetite dari pasar.”

Bottom line, pastikan ke mana arah bisnis, terutama apabila harus bakar uang. Pasalnya, penggalangan dana tidak akan ada habisnya. Fokus memperkuat fundamental bisnis yang bagus, nantinya investor akan datang sendiri.

Caxe Raih Profit di Bulan Pertama Sejak Fokus Garap Solusi Keuangan Digital B2B

Populasi unbanked dan underbanked di Indonesia masih tertinggi (81%) di Asia Tenggara, menurut laporan eConomy 2022. Angka ini memperlihatkan masih sulitnya orang Indonesia mengakses produk keuangan. Menyelesaikan tantangan ini harus dari berbagai sisi, tidak hanya untuk ritel saja, perlu juga dari sisi perusahaan untuk mengadopsi solusi keuangan digital.

Perusahaan yang membutuhkan solusi keuangan jauh lebih besar dan tidak kalah pentingnya dengan ritel dalam rangka meningkatkan keuangan yang inklusif. Hanya saja bagi perusahaan prosesnya tidaklah mudah, mengingat industri ini heavily regulated, khususnya institusi keuangan.

Prospek yang sangat hijau dan sehat lantaran segmen B2B ini tidak harus pakai strategi bakar duit. Bekal hipotesis ini membuat Caxe Technologies/Caxe (rebrand dari C88 Financial Technologies) tertarik menggarap segmen B2B pada 2019.

Ditandai dengan aksi akuisisi C88 terhadap IDX Optus. CEO IDX Optus Anton Hariyanto didapuk jadi CEO Caxe Technologies, menggantikan JP Ellis, CEO C88 sebelumnya.

Caxe

IDX Optus adalah penyedia solusi bidang analitik dan manajemen informasi, termasuk analisis kognitif dan prediktif, kecerdasan buatan, machine learning, manajemen dan visualisasi data, integrasi data hingga dukungan pengambilan keputusan dan manajemen risiko kredit.

Grup perusahaan ini sudah berdiri sejak 2006 dengan dua bisnis, id/x partners dan Optus Solution. Kliennya adalah korporasi dari multi-industri, seperti perbankan, fintech, asuransi, telekomunikasi, ritel dan instansi pemerintah.

Sebagai permulaan, sebelum rebrand jadi Caxe, C88 adalah induk dari dua platform marketplace produk finansial, yakni CekAja (Indonesia) dan eComparemo (Filipina) yang sepenuhnya bermain di area B2C sejak pertama kali hadir di 2013. CekAja telah dijual ke Amalan International Pte. Ltd. Pengumuman disampaikan pada 6 April 2022. Begitupula eComparemo yang dijual oleh entitas lokal, SnapCompare Corporation.

Sebelum sepenuhnya fokus di B2B, Caxe melakukan berbagai langkah rasionalisasi, termasuk meredefinisikan strategi bisnis, mengingat pada 2020-2021 terjadi pandemi Covid-19. Keputusan yang dihasilkan adalah menjual lini B2C pada 2022 untuk mengurangi dampak ‘batuk-batuk’ selama pandemi.

Dampak ini sempat terasa dari sisi operasional Caxe karena saat itu klien mengurangi anggarannya. Kendati demikian, Anton mengatakan tim tetap bertumbuh selama kurun waktu tersebut karena bisnis terus bertumbuh.

“Caxe baru profit di 2021 karena porsi [rugi] B2C mengecil. Lalu di 2022, profit membesar setelah B2C dijual. Karena nature marketplace produk finansial ini B2C, hingga kita jual [CekAja dan eComparemo] di 2022 belum make profit,” terang CEO Caxe Technologies Anton Hariyanto kepada DailySocial.id.

Anton mengaku, dengan kekuatan IDX Optus yang hanya bermain di area B2B, mampu membawa posisi yang sehat bagi Caxe. Dengan mindset profit, perusahaan mampu menjaga topline pertumbuhan revenue yang konsisten antara 50%-70% yoy dengan nominal lebih dari $10 juta per tahunnya.

CEO Caxe Technologies Anton Hariyanto / Caxe

Jumlah kliennya disebutkan mencapai lebih dari 50 perusahaan dari industri keuangan, baik itu bank, asuransi, p2p lending, dan multifinance. “Top five dari masing-masing industri keuangan itu sudah jadi klien kita,” tambahnya.

Pertumbuhan profit dinilai sejalan dengan pertumbuhan revenue. Dengan profit yang sudah diraih ini bahkan membuat Caxe mampu menghidupi operasionalnya sendiri (self-sustain) dan berinvestasi pada pusat inovasi untuk pengembangan produk dan inovasi. Walau demikian, pihaknya tetap membutuhkan keberadaan investor strategis untuk kebutuhan sinergi bisnis.

Produk Caxe

Saat ini Caxe memiliki satu produk flagship, iDecision, yang menyasar dua solusi sekaligus: digital lending dan regtech. Produk ini menyasar institusi keuangan sebagai target utama penggunanya.

“Kita pilih area ini karena 10-20 tahun ke depannya adalah area yang akan selalu dipakai. Data, machine learning, kecerdasan buatan, otomasi, dan regulasi tidak akan mati dan selalu berkembang. Kita juga perlu inovasi agar klien bisa terus bertambah, menunjang dari growth revenue kita.”

Solusi digital lending yang dihadirkan Caxe dinilai berbeda dengan pemain fintech kebanyakan karena solusinya dari hulu ke hilir. Artinya dari proses onboarding saat pengajuan pinjaman, penilaian risiko, pinjaman disetujui, plafon yang layak, hingga penagihannya diproses lewat sistem. Solusi ini memanfaatkan otomasi, AI, ML, dan mengoptimalkan penggunaan data agar semua keputusan pinjaman terjadi secara instan dan minim intervensi dari orang.

Diklaim Caxe mampu membantu otomasi 90% alur pinjaman digital yang keputusan akhirnya diambil dari sistemnya. Durasi yang dibutuhkan hanya satu menit pinjaman diberikan setelah pengajuan dilakukan. Jutaan transaksi sukses diproses setiap bulannya.

Sebelumnya proses pengajuan kredit di industri sangat konvensional karena menggunakan kertas dan analisanya juga manual. Waktu yang dihabiskan setidaknya satu minggu. “Dengan sistem kami, institusi keuangan bisa melangkah lebih maju dari konvensional ke digital karena mereka pakai sistem untuk mengambil keputusannya.”

Adapun untuk solusi regtech adalah industri baru yang menerapkan teknologi modern, termasuk AI dan ML untuk mengatasi tantangan regulasi terutama di bidang jasa keuangan. Biasanya perusahaan yang memakai regtech ini berfokus pada pemantauan peraturan, pelaporan, dan kepatuhan di sektor keuangan, termasuk upaya mencegah pencucian uang dan penipuan.

“Di era sekarang ini ada tendensi mengarah ke fraud dan money laundering yang makin marak. Dalam rangka memenuhi compliance terhadap OJK dan PPATK kita mengembangkan ke area regtech.”

Saat Caxe akuisisi IDX Optus di 2019 / Caxe

iDecision ini dapat dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhan perusahaan, termasuk maturitasnya dalam mengadopsi teknologi digital. Bisa diakses sebagai SaaS atau diinstalasi ke data center milik klien. “Kita sangat fleksibel bisa memenuhi segala jenis kebutuhan dan maturitas dari klien.”

Anton mengungkapkan, solusi regtech ini sangat diminati oleh institusi keuangan karena berkaitan erat dan memegang peranan penting bagi industri mereka. Kontribusi revenue-nya mencapai 60% dan sisanya dari solusi digital lending.

Untuk terus menjawab kebutuhan industri, Caxe terus berinovasi memanfaatkan teknologi modern. Dalam waktu dekat akan merilis solusi otomasi machine learning yang memungkinkan optimalisasi keputusan pinjaman diambil berdasarkan karakteristik peminjam, mengacu juga pada penilaian kredit yang rutin diperbarui agar risikonya selalu terjaga.

“Inovasinya akan banyak memanfaatkan AI dan ML agar pengambilan keputusannya bisa optimal. Ambil sebanyak mungkin data untuk analisa sehingga hasilnya lebih presisi.”

Sejauh ini Caxe masih beroperasi di Indonesia saja. Rencana untuk ekspansi ke Asia Tenggara akan dilakukan setidaknya tiga tahun mendatang. Secara total personil tim mencapai 250 orang.

Tips untuk founder baru

Anton menyampaikan, belajar dari pengalamannya, saat ini startup bukan lagi mengacu pada pertumbuhan revenue saja tapi aspek bagaimana bisa mencetak profit. Untuk itu, founder harus tahu bagaimana peta jalan menuju profitabilitas yang ditunjang solusi yang benar-benar dibutuhkan pasar.

“Yang saya lihat sekarang startup yang fundraising, tapi solusinya agak mengada-ada. Itu tidak sustain ke depannya. Perlu perhatikan produknya benar-benar fit di market untuk jangka panjang dan path to profitnya harus jelas. Dan sebaiknya itu masuk ke market yang cukup niche bukan red ocean yang begitu banyak pemainnya,” pungkasnya.

Platform “HaluApp” Ingin Jadi Poros Ekosistem Anime-Comics-Games Indonesia

“Semua akan Weebs pada waktunya” diusung HaluApp untuk memosisikan platformnya sebagai jantung dari ekosistem Anime, Comics, Cosplay, and Gaming (ACG) di Indonesia.

Berbasis di Surabaya, HaluApp digarap oleh Andree Wijaya, Marcel T, Yoshi Gondokusumo, pada akhir 2022. Ketiganya adalah teman dekat yang memiliki ketertarikan erat di dunia ACG dan pengalaman kerja di industri kreatif.

Marketplace para wibu

Dalam wawancaranya dengan DailySocial.id, Andree Wijaya bercerita bagaimana ia dan teman-temannya terpikirkan ide untuk mengutilisasi ekosistem wibu. Pasarnya dinilai potensial, apalagi Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan basis terbesar penggemar wibu.

Selain itu, ia melihat belum banyak platform di Indonesia yang punya fitur yang komprehensif mendukung/memfasilitasi kreator dan penggemar konten ACG. Kebanyakan platform kreator di sini memonetisasi dengan skema bayar konten atau tipping, Misalnya, Sociabuzz, Saweria, Trakteer, dan KaryaKarsa.

“Selama ini, kreator wibu mempromosikan karyanya di media sosial. Jika ada yang ingin membeli konten atau memberikan tipping, proses pembayarannya masih manual. Kami akhirnya finalisasi ide HaluApp pada Desember 2022 dan merilis platformnya pada Januari 2023,” ungkap Andree.

Marketplace HaluApp mempertemukan kreator dan penggemar ACG. Di awal, platform HaluApp baru memfasilitasi transaksi jual-beli foto saja. HaluApp kemudian kembali menggali apa yang dibutuhkan para kreator selama tiga bulan pertama. Beberapa fitur yang direkomendasikan kreator, mulai dari voice note sampai video.

“Kami build slowly sampai seperti sekarang. Fokus utama kami adalah kreator cosplayer karena emotional spending—that’s how we call it—dari para penggemar itu tinggi. Sekarang konten yang dapat dibeli sudah bervariasi, antara lain comission, gacha, sampai mabar (main bareng),” paparnya.

Menurut catatannya, ungkap Andree, pengguna kebanyakan membeli foto atau paket foto dari kreator dan memberikan tipping. Adapun, tip yang diberikan dapat bervariasi mulai dari Rp2000. Mayoritas kreator di HaluApp adalah cosplayer, tetapi ada juga fotografer, fan artist, youtuber, hingga gamer.

“Banyak brand yang melihat cosplayer sebagai SPG. Namun, cara kami memerlakukannya berbeda karena bagi kami, ini adalah kategori baru influencer—apalagi full time cosplayer. Ini menjadi lebih menarik dan interaktif buat mereka.”

Klaimnya, belum ada marketplace sejenis yang membidik segmen wibu di Indonesia. Namun, Andree mengaku mendapat pertumbuhan agresif dan organik pada beberapa bulan awal HaluApp meluncur, tanpa mengeluarkan biaya marketing ataupun iklan digital.

HaluApp menetapkan 10% take rate untuk setiap transaksi. Persentase ini dikatakan ideal bagi HaluApp jika ingin scale up dan mencapai keuntungan. Saat ini, HaluApp memiliki sekitar 3.900 kreator dan 15.000 pengguna. Tingkat retensinya juga diklaim bagus dengan 30% returning user.

Perluas pasar

Angka 10.000 kreator menjadi tonggak pencapaian HaluApp selanjutnya yang ditarget dapat terealisasi akhir 2023. “Jika target ini tercapai, kami sudah cashflow positif. Platform ini easy scalable, opex rendah, dan tim kami tidak banyak,” tambahnya.

Pihaknya berniat untuk memperluas cakupan layanannya ke berbagai kota mengingat sebagian besar kreator (cosplayer) masih berdomisili di Pulau Jawa. Menurutnya, ada banyak sekali kreator di luar Pulau Jawa yang tertarik ingin menggunakan aplikasi HaluApp.

HaluApp

juga mempertimbangkan ekspansi regional ke Filipina tahun depan. “Mengapa kami yakin ekspansi ke luar? Karena operational cost kami sangat rendah, tim kami tidak sampai 20, we keep it very lean. Ekspansi cuma perlu perwakilan sebagai community management. Untuk saat ini yang dekat-dekat dulu [ekspansinya].”

HaluApp baru saja menggelar Haluween, sebuah acara bagi komunitas Anime, Comics, Cosplay, and Gaming (ACG) di Indonesia dengan mengundang 900 kreator dan 100 super fan. Pihaknya meyakini acara ini dapat mendorong kenaikan Monthly Active Creator di platformnya hingga 50%.

Application Information Will Show Up Here

Setelah Diakuisisi Mynavi Corporation, Sribu Rencanakan Perluasan Lini Bisnis

Usai diakuisisi oleh Mynavi Corporation tahun lalu, Sribu ingin memperkuat posisinya di pasar talenta dan rekrutmen Indonesia, baik segmen pekerja lepas (freelance) maupun pekerja tetap (full time). Sejumlah strategi dan produk disiapkan untuk membidik skala bisnis yang lebih besar.

Sekilas terkait akuisisinya, perusahaan SDM asal Jepang Mynavi Corporation mencaplok mayoritas kepemilikan saham Sribu. Co-Founder & CEO Sribu Ryan Gondokusumo bilang proses pengambilalihan tersebut memakan waktu dua tahun. Pasca-diakuisisi, ia mengaku tidak ada perubahan manajemen. Sribu tetap memegang kendali terhadap pengembangan bisnis dan strateginya.

“Setelah diakuisisi, kami mencoba meredefinisi visi-misi Sribu, menentukan ke mana arah model bisnisnya. Hal ini kami diskusikan juga dengan Mynavi. Sribu memutuskan untuk fokus untuk meningkatkan kualitas talenta di Indonesia,” ujarnya saat berbincang dengan DailySocial.id soal profitabilitas baru baru ini.

Untuk mencapai standar emas yang dirancangnya, Sribu akan mengurasi sebanyak 30.000 freelancer di platformnya. Proses kurasi akan mengacu pada sejumlah metrik, seperti jumlah portofolio, ulasan klien, dan biografi freelancer. “Apabila [metriknya] bagus, mereka akan mencapai tahap interview. Nantinya, akan ada sertifikasi dan spesialisasi. Kami juga berencana grabbing overseas companies dalam 2-3 tahun ke depan.”

Kurasi freelancer ini juga sejalan dengan strategi Sribu untuk menyuplai pekerja lepas ke proyek yang lebih besar. Sribu juga mengembangkan fitur/produk white label untuk membidik segmen B2B atau pemilik bisnis yang butuh project/talent management, seperti PR dan advertising agency.

“Ada tool untuk invoicing atau quotation, cuma tidak pakai label Sribu. Pemilik bisnis bisa mengelola proyeknya [di platform Sribu]. White label menjadi salah satu revenue model kami.”

Kemudian, freelancer kini dapat memasang jasa sendiri atau mempromosikan dirinya dengan kata kunci pekerjaan yang lebih spesifik, tidak seperti sebelumnya yang hanya menampilkan profil untuk custom job. Fitur berupa search bar ini baru saja dirilis. Menurut Ryan, fitur tersebut dikembangkan untuk memenuhi permintaan pekerjaan yang suplainya tidak banyak atau sulit dicari di Indonesia. Contohnya, pengecekan Google Search Console.

Kepopuleran ChatGPT dan potensi munculnya teknologi baru di masa depan mau tak mau mendorong Sribu untuk meningkatkan kualitas talenta. Bisa jadi perkembangan teknologi berpotensi melenyapkan pekerjaan lama, tetapi otomatis menghadirkan jenis pekerjaan baru.

“Kebutuhan pekerja copywriting mulai berkurang, tetapi kategori baru muncul, yakni ChatGPT prompter. Kebutuhannya ada karena buat prompt itu sulit. Saya melihat pasar akan membutuhkan ekspertis, karena teknologi baru berarti ada suplai baru,” tambahnya.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pekerja lepas di Indonesia telah mencapai angka 34 juta orang pada 2022. Adapun, perusahaan yang membutuhkan jasa pekerja lepas ini diestimasi sebanyak 683 ribu yang bergerak di berbagai skala usaha.

Rekrutmen

Terakhir, Sribu juga akan masuk ke penyediaan talenta untuk pekerja penuh, akan bersaing pula dengan platform job marketplace di Indonesia. Saat ini, Sribu tengah menyiapkan produknya sebelum komersial ke publik.

“Saat ini sudah siap sekitar 500 talenta untuk IT dan programming. Modelnya adalah matching. Misalnya, kami provide tiga CV. Jika tertarik untuk lanjut ke proses interview, klien bisa deposit. Jika tidak cocok, deposit kembali. Mirip dengan recruitment agency. Saat ini, kami fokus di middle staff karena kami tidak ingin berkompetisi dengan head hunter,” jelasnya.

Untuk sourcing talent ini, Sribu hanya fokus di lima kategori pekerja, antara lain desainer grafis, programmer; video, audio & photographer; writer, translator, data entry; serta digital marketer.

Sekadar informasi, Indonesia memiliki sejumlah platform di bidang talenta dan rekrutmen yang hadir dengan beragam model dan pendekatan berbeda. Ada Jobseeker yang fokusnya mengincar pekerja kerah biru dengan model social recruitment.

Startup KUPU memanfaatkan AI ke dalam proses rekrutmen, baik untuk proses matching maupun interview. Sementara, KarirLab menghubungkan mahasiswa, perguruan tinggi, dan perusahaan dengan menyediakan platform pengembangan dan manajemen karir.