Nusantics Kantongi Pendanaan dari Program Akselerator Global “Illumina”

Setelah mengikuti program akselerator yang diinisiasi oleh Illumina, Inc. (NASDAQ: ILMN), Nusantics yang merupakan platform biotech lokal, mengatakan telah mengantongi pendanaan dari program tersebut. Tidak disebutkan lebih lanjut berapa pendanaan yang diterima. Selama enam bulan, Nusantics mengikuti rangkaian program akselerator yang fokus kepada sekuensing DNA dan teknologi berbasis array.

Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO Nusantics Sharlini Eriza Putri mengungkapkan, dana segar tersebut akan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk terus mengembangkan riset human microbiome dan produk-produk turunannya.

“Biotechnology itu harus global dan idenya harus terus di uji coba dan di peer-reviewed. Tidak bisa jago kandang, kita harus rutin kalibrasi apalagi tujuan kita membawa bioteknologi Indonesia di kancah global.”

Dalam keterangan resminya disebutkan, selama siklus programnya enam bulan dua kali per tahun, Illumina Accelerator menyediakan kepada startup terpilih akses ke investasi awal, panduan bisnis, keahlian genomik, dan ruang lab yang beroperasi penuh yang berdekatan dengan kampus Illumina di Cambridge atau Bay Area.

Selanjutnya Nusantics juga berencana untuk menjalin kolaborasi strategis dengan Illumina untuk melakukan riset terkini terutama kepada human respiratory microbiome. Tercatat saat ini ada lebih dari 20 juta orang di Indonesia yang di diagnosis dengan microbial related infection setiap tahunnya, kebanyakan yang berhubungan dengan gangguan pernapasan.

Nusantics sendiri sebelumnya telah mendapatkan pendanaan seri A dengan nominal dirahasiakan yang dipimpin East Ventures. Nusantics didirikan oleh Sharlini Eriza Putri, Vincent Kurniawan, dan Revata Utama.

Fokus kepada pengembangan

Bisnis inti Nusantics terletak pada kapabilitas R&D. Selain membudidayakan produk dan layanan kecantikan, Nusantics berencana bekerja sama dengan pemangku kepentingan di bidang kesehatan dan pendidikan untuk memproduksi test kit untuk menganalisis dan memantau profil mikrobioma.

Sejak awal meluncur misi dari Nusantics adalah memanfaatkan kemampuan dalam riset mikrobioma untuk mengembangkan dua generasi alat uji (test kit) Covid-19 berbasis PCR dengan tingkat sensitivas dan spesifitas tinggi. Alat uji tersebut mampu mendeteksi beragam mutasi virus Corona di Indonesia, termasuk strain virus yang baru-baru ini mewabah di Inggris.

Alat uji generasi pertama telah didistribusikan ke 19 provinsi sebagai bagian dari gerakan Indonesia PASTI BISA berkolaborasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Perusahaan juga bermitra dengan Bio Farma dalam pengembangan alat uji generasi kedua yang memangkas proses diagnosis pengujian menjadi tiga kali lebih cepat. Diklaim alat uji ini terbukti masih relevan dengan mutasi virus terkini yang mendeteksi mewabah di Inggris.

Startup ini pertama kali memperkenalkan teknologinya ke industri kecantikan. Di labnya, Nusantics Hub, startup tersebut melakukan tes usap wajah bagi konsumen untuk menilai dan menilai keragaman mikrobioma kulit. Mereka juga menyediakan layanan konsultasi untuk perawatan keseimbangan mikrobioma kulit.

Menurut Nusantics, mikrobioma yang beragam dan seimbang sangat penting untuk kulit yang sehat, jadi memahami keseimbangan mikrobioma dapat menghasilkan pilihan yang tepat tentang produk perawatan kulit yang sesuai dengan kondisi fisik alami seseorang.

Semaai dan Whiz Jadi Startup Lokal yang Terpilih di Surge Kohort ke-7

Surge, selaku program akselerator besutan Sequoia Southeast Asia dan India resmi mengumumkan kohort ketujuhnya yang diikuti oleh 15 startup tahap awal, melibatkan 37 founder. Terdapat dua startup asal Indonesia yang terpilih untuk bergabung, yaitu Semaai dan Whiz.

Selama tiga tahun terakhir, Surge telah berkembang pesat, termasuk memperkuat komitmen dengan meningkatkan kucuran dana untuk startup tahap awal binaannya. Sebelumnya mereka memberikan seed funding di rentang $1 juta – $2 juta, kini ditingkatkan hingga $3 juta.

Hingga saat ini,  komunitas Surge telah menaungi 281 founder dari 127 startup dalam 16 sektor. Startup-startup Surge telah mengumpulkan pendanaan secara kolektif sebesar lebih dari Rp25,2 triliun ($1,7 miliar), dengan lebih dari 60% perusahaan dari lima kohort pertamanya mengumpulkan pendanaan seri A dan seterusnya.

Para founder masa kini membidik bisnis mereka untuk panggung dunia. Mayoritas dari perusahaan ini membangun dari tahap awal untuk pasar-pasar global dan membidik khalayak di luar pasar asal mereka, hampir setengahnya hadir di pasar-pasar Amerika Serikat dan Eropa.

Beberapa founder yang terlibat sudah pernah memiliki pengalaman, seperti mantan CFO dari Nykaa, insinyur pertama Uber di India, teknisi yang membantu pengembangan Apache Hive, dan sebagainya. Selain itu, sepertiga dari startup-startup di kohort kali ini memiliki setidaknya satu founder perempuan.

Rajan Anandan selaku Managing Director Sequoia India & Southeast Asia dan Surge mengungkapkan kekaguman yang mendalam akan ambisi dan keanekaragaman ide yang ada, serta kaliber para founder dari tiap kohort dalam program Surge, tak terkecuali Surge 07.

“Kami telah bermitra dengan semua perusahaan tersebut di tahap paling awal pembangunan perusahaan, dengan hampir setengahnya masih dalam tahap pra-peluncuran pada saat memulai kemitraannya. Para founder kami membawa pengalaman dan kreativitas mereka yang luas, dan kami percaya bahwa para pemimpi, inovator dan pembangun kategori ini memiliki potensi untuk mengubah masa depan kawasan ini dan dunia,” ujarnya.

Startup Indonesia di program Surge

Indonesia sendiri diketahui menjadi salah satu negara yang ditargetkan oleh program akselerator ini. Dalam setiap kohort, terdapat minimal satu startup asal Indonesia yang menjadi perwakilan. Pertama kali dimulai pada Maret 2019, Bobobox dan Qoala bergabung sebagai representasi Indonesia. Diikuti dengan Bobobox dan Qoala.

Dalam tiga kohort terakhir, ada BukuKas, Hangry, CoLearn, Otoklix, Durianpay, Bukugaji/Vara, dan Rara Delivery. Dalam kohort ketujuh ini, terdapat dua startup asal Indonesia yang bergabung, yaitu Semaai dan Whiz.

Semaai merupakan startup agritech yang mengembangkan solusi untuk mengatasi masalah sistemik seperti itu di industri dengan menawarkan platform yang komprehensif untuk komunitas pertanian, dengan fokus awal pada input pertanian, seperti benih, pupuk, pestisida dan alat pertanian.

Belum lama ini perusahaan juga telah mengumumkan pendanaan tahap awal yang dipimpin oleh Surge, diikuti oleh Beenext dan sejumlah angel investor, seperti Nipun Mehra (Ula), Harshet Lunani (Qoala), dan Prashant Pawar (Houlihan Lokey).

Sektor pertanian dalam ekosistem startup digital di Indonesia sendiri kian menunjukkan potensi luar biasa. Bahkan saat pandemi, beberapa layanan terkait bisnis budidaya mendapati traksi yang luar biasa, beberapa di antaranya sudah menjadi soonicorn seperti Tanihub, Eden Farm, Aruna, dan eFishery.

Sementara itu, Whiz merupakan perusahaan fintech yang memfokuskan layanannya untuk kalanganr remaja di Indonesia. Startup yang digawangi oleh Agnes Wirya Lie, Dominic Sumarli, dan Frederick Widjaja ini memungkinkan remaja dapat membuka rekening keuangan pertama mereka dengan aplikasi yang mudah digunakan, melakukan pembelian melalui sistem pembayaran QR yang diterima secara luas di Indonesia, dan belajar tentang penganggaran dan tabungan.

Di antara padatnya persaingan di ranah fintech, solusi yang ditawarkan oleh Whiz membuka ruang untuk pasar yang lebih awam untuk sedini mungkin bisa terpapar oleh literasi keuangan. Beberapa aplikasi yang sudah lebih dulu meluncur seperti Finansialku, Sribuu, Pay Ok, PINA, Finoo, Moni, Xettle, Finku, Neu (Fazz Financial Group). Sebagian dari mereka juga sudah mengantongi kepercayaan dari investor dalam bentuk perolehan dana segar.

Saat ini, Semaai dan Whiz tengah menjalani program 16 minggu yang ketat secara hybrid. Surge 07 juga menghadirkan pembicara dan mentor yang sebelumnya sudah pernah terlibat dalam program ini termasuk Siu Rui Quek (Carousell), William Tanuwijaya (Tokopedia/GoTo), Chatri Sityodtong (ONE Championship) dan Doug Leone (Sequoia Capital).

Pada dasarnya, program-program inkubator dan akselerator yang ada saat ini menawarkan kemudahan bagi founder dalam melakukan eskalasi bisnis. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan DailySocial.id, per tahun 2021, ada sekitar 17 program inkubator dan/atau akselerator yang masih aktif membuka batch untuk startup baru.

Upturn Bicara Debut Program Akselerator hingga Tesis Investasi

Startup Upturn resmi memulai program akselerator perdananya pada Mei 2022 lalu. Mengklaim pencapaian positif pada debut program ini, Co-founder dan Partner Upturn Riswanto berencana memperluas keterlibatannya di industri startup melalui kendaraan investasi baru.

Selain Riswanto, Upturn turut didirikan Ayunda Afifah dan Bharat Ongso. Sejak April 2022, pihaknya telah berganti nama dari sebelumnya “Tunnelerate”. Selain itu, Upturn kini beroperasi dengan entitas baru PT Upturn Akselerasi Nusantara dan telah menghentikan operasional pada entitas yang menaungi Tunnelerate. Perlu dicatat, Upturn merupakan startup untuk program akselerator, bukan pemodal ventura (VC).

Dalam wawancara dengan DailySocial.id, Riswanto bercerita singkat mengenai program akselerator, hipotesis, hingga rencana investasi startup. Ia juga mengungkap tengah melakukan perekrutan untuk mengisi posisi Managing Partner yang dapat mewakili Upturn jangka panjang.

Program akselerator

Alih-alih fokus terhadap alasan rebranding, Riswanto lebih menyoroti upaya Upturn untuk membantu mengakselerasi bisnis startup di Indonesia. Dengan posisinya saat ini, program akselerator menjadi langkah tepat untuk memfasilitasi founder ke sejumlah mentor, investor, dan jaringan yang dimiliki Upturn.

Sebagai gambaran, nilai ekonomi digital di Indonesia tercatat sebesar $70 miliar pada 2021 yang juga terbesar di Asia Tenggara. Angka tersebut diperkirakan dapat menembus $146 miliar pada 2025.

Upturn telah meluncurkan “Upturn Scale Program Batch I” pada 17 Mei 2022. Sebanyak 14 peserta terpilih dari 200 pendaftar untuk mengikuti kegiatan selama sepuluh minggu. Adapun, sekitar 15 mitra VC terlibat dalam kegiatan Demo Day. Melalui kegiatan Demo Day, pihaknya berupaya mendorong kesiapan peserta untuk memformulasikan pitch deck sehingga dapat menarik minat investasi bagi pengembangan bisnisnya.

Ke-14 peserta ini di antaranya adalah Jaramba, Flash Campus, Broiler X, Wiseree, Cari Mobil, Bengkel Mania, Bintang Kecil, Goritax, Kibble, Psikologimu, Rakamin Academy, Sgara, Stellar X, dan Belajar Lagi.

“Kami mendapat support dari Amazon Web Services (AWS), Xendit, GoWork, dan beberapa perusahaan tradisional yang ingin melakukan transformasi digital. [Melalui program ini] kami bantu startup untuk melakukan validasi [masalah],” ujarnya.

Tesis investasi

Saat ini, Upturn mengincar sektor agnostik. Namun, mengingat para Partner Upturn punya sejumlah core expertise tertentu, ada beberapa sektor yang dinilai masih potensial di Indonesia, seperti agriculture, aquaculture, dan fintech; selain sektornya besar, fintech berkembang dinamis.

Selain itu, Partner Upturn memiliki pengalaman karier kombinasi, yakni pernah bekerja di perusahaan tradisional dan startup. Hal ini menjadi nilai tambah untuk berfokus pada fundamental bisnis dan unit economics. “Kami tidak ingin berinvestasi karena takut tertinggal [tren]. Malah, peserta di Batch I rata-rata sudah profitable dan bootstrapping. Contoh, platform Belajar Lagi,” ungkap Riswanto.

Sekadar informasi, Riswanto merupakan angel investor di startup agritech Eratani. Ia dan Bharat Ongso memiliki pengalaman karier kuat di sektor IT dan fintech. Sementara itu, Afi memiliki pengalaman karier kuat pada bidang people dan culture.

“Menurut tesis kami, saat dunia sedang krisis, orang akan kembali ke [hal] dasar. Orang butuh makanan, infrastruktur seperti logistik, dan modal melalui fintech. Maka itu, Upturn menawarkan value pada product development [berdasarkan pengalaman karier] dan business network yang kami miliki,” tambahnya.

Pihaknya meyakini masih banyak founder potensial dan bisnisnya berjalan baik di Indonesia, tetapi tidak memiliki know-how yang cukup untuk mencari pendanaan ke VC. Alih-alih berinvestasi karena tren, ia ingin menekankan komitmennya untuk mencari startup yang memiliki produk yang betul-betul dipakai pengguna dan membangun sustainable business.

Not every shiny founder [dengan latar pendidikan dari universitas ternama] can create a successful business. Sebaliknya, not every non-shiny founder tidak bisa membangun startup yang bagus.”

Kendaraan investasi

Riswanto menekankan bahwa pihaknya ingin mengambil peran di industri digital melalui dua wadah berbeda. Maka itu, usai debut program perdananya ini, Upturn berencana mendirikan entitas baru yang berfungsi sebagai kendaraan investasi. Sementara, program akselerator angkatan kedua akan digelar pada tahun depan.

Ia berujar, rencana tersebut sejalan dengan feedback positif yang diterima dari program akseleratornya. “Kami dapat banyak exposure sehingga ada ajakan untuk kolaborasi. Ini menjadi sinyal positif karena artinya banyak yang mulai vertical-focused,” ujar Riswanto.

“Kami pikir startup yang sudah menjalankan program akselerator pasti ingin mencari pendanaan. Di Batch I, ada startup yang kami coba hubungkan ke investor, dan ada yang sudah closing,” ucapnya.

Dalam beberapa bulan ke depan, pihaknya akan mengeksplorasi model yang dinilai cocok dengan visi-misi Upturn. Ia mempertimbangkan investasi lewat model kemitraan dengan VC atau perusahaan digital, seperti Grab Velocity Ventures (Grab) atau Sembrani Wira (BRI Ventures).

[Video] Pendekatan Program Akselerator Startup Impactto

Melalui wawancara bersama DailySocial, Partner Impactto Zahra Damariva membahas bagaimana progam akselerator yang diusungnya dapat membantu pendiri startup menemukan produk atau layanan yang ideal bagi pasar Indonesia.

Dukungan Impactto dilakukan melalui kurikulum yang sudah disiapkan di dalam program.

Seperti apa kurikulum tersebut dan startup seperti apa yang kerap dibantu? Simak pembahasan tentang Impactto yang terangkum di video wawancara berikut.

Untuk video menarik lainnya seputar program akselerasi dan ekosistem pendukung startup Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi Let’s Accelerate.

Program Akselerator “Lestari” Incar Startup Potensial Bermitra dengan Korporasi

Yayasan Pijar Masa Depan (Pijar Foundation) mengumumkan kehadiran program akselerator “Lestari” untuk membidik startup potensial bekerja sama dengan korporasi dan perusahaan incumbent di level nasional maupun internasional. Program ini menargetkan startup dari vertikal digital infrastructure and tech, environmental and sustainable tech, future food, sustainable energy, fintech, dan lainnya untuk bergabung sebagai peserta.

Dalam keterangan resmi, Direktur Lestari Pijar Foundation Cynthia Krisanti menuturkan bahwa melalui program akselerator ini pihaknya ingin mendorong pertumbuhan dan perkembangan inovasi berbasis teknologi di Indonesia. Caranya dengan mendemokratisasi kesempatan implementasi inovasi-inovasi di ekosistem bisnis yang telah terbentuk, sehingga mempercepat startup baru untuk mencapai titik product-market fit.

Perusahaan yang telah mapan ini akan menjadi wadah bagi startup untuk uji coba produk di tengah pasar secara lebih cepat dan terukur. Sementara itu bagi korporasi incumbent akan diuntungkan dengan berbagai informasi, uji coba, dan terobosan-terobosan baru di lini bisnisnya secara lebih cepat, sehingga mereka dapat beradaptasi mengikuti perkembangan inovasi disruptif.

“Selain akses terhadap ekosistem bisnis, Lestari juga akan memperluas kesempatan untuk perusahaan-perusahaan rintisan untuk mendapatkan pendanaan dari private maupun public investors. Ekonomi digital akan menjadi kunci dari pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata Cynthia, Selasa (26/7).

Dari data yang ia kutip, pada 2025 mendatang ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai total $146 juta. Tidak hanya itu, data Asian Development Bank di 2019 memprediksi transformasi berbasis teknologi dapat mendorong pertambahan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar $2.8 triliun di 2040.

Agenda kegiatan

Dengan konsep yang berbeda dari program akselerator kebanyakan, Lestari ingin menjadi sebuah hub dan akselerator startup dengan inisiatif teknologi yang merangkul tren, peluang, dan tantangan masa depan. Dengan menghubungkan inovator unggulan dengan para pemangku kepentingan di ekosistem untuk menumbuhkan kolaborasi serta mengakselerasi disrupsi positif di masyarakat.

“Bersama dengan inovator, mitra korporat, pakar dan pemain industri, serta mentor, Lestari menciptakan dampak konkret untuk mengubah masa depan bersama. Lestari berkomitmen memaksimalkan kolaborasi gagasan, inovasi, dan kebijakan terbaik, guna menghadapi tren, tatanan, dan peluang masa depan.”

Sejauh ini, jaringan mentor Lestari telah mencapai lebih dari 50 profesional yang ahli di berbagai bidang. Lestari pun mengembangkan model program berdasar riset best-practice akselerator-akselerator global yang telah disesuaikan disertai dengan pengalaman timnya di level nasional maupun internasional.

Dirinci lebih jauh, batch pertama program Lestari akan berlangsung selama enam bulan. Dalam dua bulan pertama, startup akan menjalani pra-program bersama 20 venture, kemudian berlanjut dari bulan ke-3 hingga ke-5 untuk menjalankan program akselerasi bersama 10 perusahaan yang telah bergabung. Lalu, pada bulan ke-6 atau bulan terakhir akan digunakan untuk monitoring dan evaluasi.

Langkah Lestari mendapat dukungan dari dua kementerian di Indonesia. Dalam sambutannya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia
Airlangga Hartarto menyoroti jumlah startup rintisan ini berkembang semakin pesat di Indonesia. Menurutnya, hingga Juli 2022, tercatat 2.391 startup berasal dari Indonesia, di antaranya terdapat dua decacorn dan delapan unicorn.

Dia menilai potensi perusahaan rintisan pada ekonomi digital 2021 sebesar Rp146 triliun dan pada 2030 naik delapan kali lipat menjadi Rp4.531 trilliun. Airlangga pun memaparkan peran Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam pertumbuhan startup ini adalah mendukung ekosistem yang berkelanjutan. Beberapa cara yang ditempuh ialah program inkubasi dan akselerasi startup seperti program Lestari oleh Pijar Foundation.

“Kehadiran startup-startup yang terus membawa inovasi ke masyarakat harus didukung oleh semua pihak, baik swasta maupun pemerintah. […] Untuk mendukung ekosistem yang berkelanjutan di bidang startup, ada beberapa cara yang ditempuh di mana salah satunya adalah program inkubasi dan akselerasi startup. Karena itu, saya sangat menyambut baik inisiatif yang dilakukan oleh Pijar Foundation dengan program Lestari yang akan dijalankan,” ujar Airlangga.

Selain Lestari, Pijar Foundation juga memiliki dua program lainnya. Yakni, Future Skills, untuk melatih & menajamkan keterampilan para calon inovator masa depan demi menghadapi tren dan tantangan di masa mendatang dan Global Future X,  untuk mengembangkan kebijakan yang berorientasi pada masa depan manusia dan alam dengan membangun peta jalan yang terarah, serta menjadi forum pertukaran gagasan.

Indonesia Menjadi Fokus Utama Endeavor dalam Berinvestasi di Asia Pasifik

Endeavor memiliki Endeavor Catalyst, sebuah modal ventura yang dibentuk secara eksklusif bagi pengusaha dalam jaringan program mereka. Belum lama ini, unit investasi tersebut menutup dana kelolaan keempat senilai $290 juta atau sekitar 4,3 triliun Rupiah — terbesar yang pernah mereka kelola. Dana tersebut dibukukan dari sejumlah institusi dan tokoh ternama, termasuk founder LinkedIn dan Snowflake.

Menurut pemaparan tim Endeavor Indonesia, sejauh ini Endeavor Catalyst telah berinvestasi ke 15 startup di Indonesia — ini menjadi yang terbanyak di Asia Pasifik. Beberapa startup tersebut termasuk Aruna, Bukalapak, BukuKas, eFishery, Investree, HappyFresh, OnlinePajak, dan VIDA. Di seluruh dunia, ada sejumlah 258 startups yang sudah mendapatkan investasi darinya, mulai dari pendanaan tahap awal sampai lanjut.

“Indonesia sendiri menjadi target utama Endeavor Global untuk berinvestasi di Asia Pasifik,” ujar tim Endeavor Indonesia.

Sejak awal dibentuk, Endeavor Catalyst melakukan penyertaan modal berbasis aturan, yaitu hanya terbuka bagi Endeavor Entrepreneurs, dengan besaran maksimal 10% atau $1,5 juta dari total jumlah pendanaan. Karena seluruh founder di jaringannya telah melewati proses seleksi yang ketat di rangkaian programnya, maka tidak lagi perlu melakukan proses uji tuntas sebelum memutuskan untuk menyertakan dana.

Saran untuk founder di masa sulit

Tidak dimungkiri, saat ini banyak startup tengah menghadapi masa sulit. Di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global, mereka memikirkan cara untuk menjaga runway bisnis dengan tetap memacu pertumbuhan. Sejumlah startup akhirnya melakukan efisiensi, termasuk melakukan layoff — beberapa lainnya pivot model bisnis, bahkan sampai menutup bisnis mereka. Fenomena ini tidak hanya dialami startup di Indonesia, namun dari berbagai belahan dunia.

Sebagai sebuah lembaga yang turut membantu startup bertumbuh melalui program akselerasi dan jejaring, Endeavor punya cara sendiri untuk membantu founder menghadapi masa sulit ini. Dikatakan mereka tidak pernah punya saran yang sifatnya “one size fits all”, pendekatannya selalu dipersonalisasi untuk setiap founder.

“Salah satu nilai yang kami junjung di Endeavor adalah ‘network of trust’, yang berarti Endeavor sebagai ruang aman untuk berbagi ketika para pengusaha menghadapi kesulitan atau masalah. Saat masa sulit melanda, maka yang kami lakukan adalah mempertemukan mereka dengan mentor dan peer network yang tepat, baik dari untuk memberikan perspektif, pertimbangan, dan validasi atas permasalahan yang sedang dihadapi. Didukung dengan nilai ‘entrepreneur first‘ yang kami anut, semua masukan diberikan secara obyektif, supaya para founder dapat mengambil langkah yang terbaik bagi diri dan bisnisnya.”

Kendati ekosistem startup tengah diterpa ketidakpastian, namun dikatakan tidak ada perubahan hipotesis atau strategi Endeavor dalam berinvestasi.

“Endeavor fokus pada misi membangun ekonomi yang berkelanjutan, yang bergantung pada high-impact entrepreneurship. Dampak di sini tidak dibatasi pada dampak sosial atau lingkungan, tetapi dampak ekonomi, sehingga kami sering mengukurnya misalnya melalui jumlah lapangan pekerjaan dan pendapatan yang dihasilkan oleh para perusahaan yang dimiliki oleh Endeavor Entrepreneurs.”

Tengah langsungkan ScaleUp Growth Ke-3

Sosialisasi program ScaleUp Growth yang dibawakan tim Endeavor Indonesia dan perwakilan pengusaha di jaringannya / Endeavor
Sosialisasi program ScaleUp Growth yang dibawakan tim Endeavor Indonesia dan perwakilan pengusaha di jaringannya / Endeavor

Endeavor kembali menyelenggarakan “Endeavor ScaleUp Growth Program” untuk yang ketiga kalinya. Program ini merupakan akselerator non-dilutif (tidak melakukan penyertaan modal bagi perusahaan yang terpilih) selama 3 bulan yang dirancang untuk memandu 10 startup terpilih agar dapat menavigasi kompleksitas bisnis menuju skala lanjut.

Endeavor ScaleUp Growth Program Manager Zakia Syifa mengatakan, “Misi Endeavor adalah untuk membuka kekuatan transformasional kewirausahaan dengan cara melakukan seleksi, memberikan dukungan, dan memberikan investasi pada para pendiri top dunia; serta menyediakan wadah untuk berkontribusi kembali ke masyarakat. Seluruh aspek program ini didukung sepenuhnya oleh jaringan pengusaha, mentor, pemimpin bisnis, dan investor Endeavor yang sudah dikurasi sedemikian rupa menyesuaikan kebutuhan dan tantangan perusahaan di fase pertumbuhan.”

Beberapa aktivitas yang ditawarkan oleh ScaleUp Growth Program meliputi sesi mentoring 1-on-1  bersama jaringan lokal maupun global yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap peserta dan usahanya. Selain itu peserta dilibatkan dalam diskusi panel untuk mendapatkan umpan balik atas strategi perkembangan merek dan perspektif baru terhadap tantangan yang sedang dihadapi.

Peserta juga akan memiliki akses ke jaringan investor Endeavor dan seorang Account Manager khusus dari tim Endeavor Indonesia. Selama program, peserta juga akan dipasangkan dengan seorang Endeavor Buddy, yang merupakan high-impact entrepreneur Endeavor sebagai dukungan peer to peer (sesama rekan).

Target selanjutnya di Indonesia

Sejak hadir di Indonesia pada 2012, program Endeavor telah mendukung 76 pengusaha dari 54 perusahaan. Mereka juga telah memiliki 80 mentor lokal, dari total 3.000 mentor yang ada di seluruh jaringan global. Dari startup yang ada di jaringannya, hingga akhir 2021 telah menciptakan lebih dari 3,4 juta lapangan pekerjaan dengan pendapatan sampai $42 miliar.

Lewat ScaleUp Growth Program, diharapkan tahun ini Endeavor bisa membina 20-25 startup baru dari Indonesia. Ke depannya, setelah lulus dari program ini, mereka ingin melanjutkan dukungan dengan mengirimkan para startup ke seleksi panel lokal dan internasional, sebelum akhirnya dapat terpilih menjadi Endeavor Entrepreneur.

Surge Tingkatkan Ukuran Tiket Pendanaan Awal Startup Binaannya

Setelah mengumumkan dana kelolaan perdana untuk kawasan Asia Tenggara senilai $850 juta (lebih dari 12,5 triliun Rupiah), Sequoia India dan Asia Tenggara melalui program akseleratornya Surge kembali memperkuat komitmen dengan meningkatkan kucuran dana untuk startup tahap awal binaannya. Sebelumnya mereka memberikan seed funding di rentang $1 juta – $2 juta, kini ditingkatkan hingga $3 juta.

Kendati di tengah pasar yang sedang melambat, Surge menaikkan ukuran tiket demi memberi para founder landasan pacu dan waktu yang lebih lebar untuk mendapatkan product-market fit; serta membangun tim yang kuat sebelum mengumpulkan putaran pendanaan berikutnya. Hal ini dilakukan Surge untuk bisa tetap relevan bagi sebanyak mungkin founder, termasuk mereka yang baru memulai serta yang tengah dalam proses mengumpulkan modal tambahan.

Para peserta di Surge 08 atau kohort selanjutnya berkesempatan mendapatkan pendanaan awal dengan ukuran tiket di atas. Namun Surge juga tidak menutup kesempatan bagi startup di tahap pre-seed untuk memperoleh dana dengan nominal yang lebih kecil, misalnya $300 ribu s/d $500 ribu. Faktanya lebih dari 20% startup Surge sedang dalam tahap pre-launch ketika mereka mulai bergabung.

Hingga saat ini, program Surge telah berlangsung sebanyak enam kali. Di enam kohort, Surge telah bermitra dengan 246 founder dari 112 startup — termasuk 45 dari Asia Tenggara dan 64 dari India. Startup di bawah naungan Surge secara kolektif telah mengumpulkan lebih dari $1,5 miliar.

Rajan Anandan selaku Managing Director Sequoia Capital India mengungkapkan, “Saat kami memperluas Surge, kami berharap untuk bermitra dengan startup masa depan yang akan mengubah ekosistem Indonesia di berbagai sektor. Selama tiga tahun terakhir, Surge telah bermitra dengan startup luar biasa dari Indonesia, termasuk Qoala, Lummo, Otoklix, Hangry, CoLearn, Durianpay, RaRa Delivery, Bobobox, Rukita dan lainnya.”

Tren pendanaan awal startup di Indonesia

Berdasarkan laporan DSInnovate yang bertajuk “Startup Report 2021-2022Q1“, jumlah putaran pendanaan meningkat dari 113 pada 2019 menjadi 214 pada tahun 2021. Berdasarkan laporan ini, pendanaan tahap awal menjadi putaran yang paling banyak terjadi.

Tingginya jumlah pendanaan awal juga menyiratkan bahwa masih ada peluang bagi generasi baru pendiri untuk menciptakan inovasi untuk mendemokratisasikan aspek bisnis tertentu.

Sumber: DSInnovate

Sementara itu, dari semua putaran pendanaan, terdapat sekitar 341 investor institusi yang terlibat. Daftar ini diisi oleh masing-masing dari Venture Capital (VC), Corporate Venture Capital (CVC), Limited Partners (LP), dan korporasi baik lokal maupun global.

Dalam daftar ini, East Venture menjadi VC dengan transaksi pendanaan terbanyak, diikuti oleh AC Ventures dan MDI Ventures. Sequoia Capital India sendiri masuk ke dalam lima teratas daftar ini dengan total 17 transaksi pendanaan. Berikut tabel lengkap para investor yang paling banyak menyalurkan investasi di Indonesia.

Sumber: DSInnovate

Accelerating Asia Umumkan Investasi ke 13 Startup, Termasuk Tokban dan TransTRACK.ID

Pemodal ventura sekaligus akselerator startup tahap awal Accelerating Asia mengumumkan putaran investasi terbarunya. Kali ini melihatkan 13 startup, termasuk 9 startup baru  yang bergabung dalam program unggulan Cohort 6. Selain itu mereka juga mengumumkan dana tambahan untuk 4 startup yang telah tergabung di Cohort sebelumnya.

Dari 9 startup baru tersebut, salah satunya dari Indonesia. Bernama Tokban, startup tersebut melahirkan platform B2B untuk bahan konstruksi, MRO, dan kebutuhan renovasi rumah lainnya. Tokban membantu toko bahan bangunan, toko perangkat keras, dan kontraktor mengakses bahan bangunan yang lebih bervariasi dengan harga lebih rendah. Serta mendigitalkan proses konektivitas bisnis.

Sementara dari portofolio Cohort sebelumnya, dari Indonesia yang mendapatkan dukungan follow-on funding adalah TransTRACK.ID.

Investasi terbaru yang dilakukan menambah total perusahaan portofolio Accelerating Asia menjadi 52 startup dengan total pendanaan lebih dari $42 juta. Investasi baru di Cohort 6 juga memiliki daya tarik pasar dan pendapatan yang terus meningkat dengan GMV rata-rata $100 ribu per bulan dan pendapatan rutin bulanan rata-rata lebih dari $25 ribu.

Masih dalam proses finalisasi, startu[ Cohort 6 Accelerating Asia akan melakukan Demo Day pada bulan Juni 2022 mendatang. Startup Cohort 6 hadir di lebih dari 10 negara serta mencakup 7 vertikal bisnis termasuk proptech, marketplace, fintech, logistik, services, e-commerce, dan healthtech.

“Sejak tahun 2019, kami telah membangun kumpulan aset investasi startup kami dengan investor yang mendatangi Accelerating Asia untuk mendapatkan akses awal ke jaringan startup yang menggabungkan keuntungan dengan tujuan,” kata General Partner Accelerating Asia Amra Naidoo.

Accelerating Asia meluncurkan Fund II pada tahun 2021. Cohort 6 merupakan investasi gelombang kedua untuk Fund II yang akan menyebarkan modal ke startup pra-seri A di seluruh wilayah Asia Tenggara dan Selatan.

Fokus kepada startup Indonesia dan Bangladesh

TransTRACK.ID menjadi salah satu startup unggulan mereka dari Indonesia. Startup ini didirikan oleh dua founder, yakni Anggia Meisesari dan Aris Pujud. Hingga saat ini pengguna sistem TransTRACK.ID sudah hampir 3000 unit. Perusahaan dapat melayani pelanggan di seluruh Indonesia, dengan service point sementara ini berada di seluruh pulau Jawa, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. TransTRACK.ID fokus pada model bisnis B2B dan B2B2C.

“Dengan solusi telematika armada mereka dan pengalaman industri yang luas dari tim pendiri, TransTRACK.ID berada di jalur yang tepat dengan berhasil meraup pangsa pasar kargo dan logistik yang diharapkan bernilai US$383 miliar pada tahun 2023,” kata General Partner Accelerating Asia Craig Bristol Dixon.

Selain investasi dari Accelerating Asia, startup-startup ini telah menggalang dana dari Cocoon Capital, Dana Pemberdayaan Wanita Indonesia (sebuah inisiatif dari Moonshot Global & YCAB Ventures), Draper Startup House Ventures Fund, HH VC Investments, Startup Bangladesh, Impact Collective, dan angels investor di pendanaan Accelerating Asia.

Selain fokus kepada startup di Indonesia, Accelerating Asia juga mulai melirik startup dari negara Bangladesh.

“Minat investor terhadap kumpulan aset investasi kami meningkat sejak pertama kali mulai berinvestasi di Bangladesh pada tahun 2019 sebagai salah satu pemodal ventura bertaraf internasional. Contohnya, Shuttle telah berhasil berkembang dari awalnya sebagai solusi transportasi yang aman bagi wanita hingga memperluas layanannya untuk memasukkan penawaran B2B untuk perusahaan dan jalan lainnya.” tambah Craig.

Melalui Rangkaian Program Akselerasi, Sequoia Capital Ingin Dukung Ekosistem Startup Indonesia

Sebagai salah satu pemodal ventura yang cukup aktif memberikan pendanaan kepada startup di Indonesia dan Asia Tenggara, Sequioa Capital memiliki strategi khusus yang diklaim bisa menjadi wadah bagi ekosistem startup. Mulai dari program akselerasi bernama Surge hingga Sequoia Spark, semua program yang dirancang menyesuaikan tahapan masing-masing startup. Dan kini telah melahirkan sejumlah startup yang berkualitas.

Kepada DailySocial.id, Managing Director Sequoia Capital Abheek Anand mengungkapkan bahwa beberapa program yang diinisiasi oleh Sequoia ditujukan untuk membantu startup yang masih dalam tahap awal hingga mereka yang sudah menyandang status unicorn hingga decacorn di India hingga Asia Tenggara.

Disinggung kategori bisnis startup seperti apa yang kemudian menjadi perhatian Sequoia saat berinvestasi, Abheek menegaskan secara khusus sekitar 80-90% mereka selama ini telah memberikan perhatian lebih kepada startup hingga perusahaan yang berbasis teknologi. Mulai dari consumer internet, financial services, B2B software. hingga industri yang sedang tren saat ini yaitu kripto dan web 3.0.

Namun demikian tidak menutup kemungkinan jika ada kategori bisnis yang memiliki potensi untuk berkembang kemudian dilirik oleh mereka. Contohnya startup aquaculture Indonesia seperti eFishery. Namun secara khusus sektor yang masih menjadi perhatian dari Sequoia hingga saat ini adalah fintech.

“Dan saya melihat masih banyak peluang dari layanan fintech untuk terus tumbuh di Indonesia. Kami juga ingin bermitra lebih banyak lagi dengan startup yang menyasar layanan fintech dan masih dalam tahap awal. Termasuk di dalamnya perusahaan yang menyasar kripto dan terkaitnya, kami tertarik untuk berinvestasi kepada mereka,” kata Abheek.

Program unggulan Surge

Salah satu program yang menjadi unggulan dari Sequoia Capital adalah, program akselerasi Surge. Melalui program ini startup yang masih dalam tahap awal, bisa mendapatkan mentoring hingga dukungan capital yang relevan. Surge menggabungkan modal awal $1 juta hingga $2 juta dengan dukungan pembangunan perusahaan, kurikulum global, dan dukungan dari komunitas mentor dan pendiri startup.

“Kami melihat program Surge menjadi langkah awal bagi startup yang masih berada dalam tahap awal. Kami ingin menjalin kemitraan dengan lebih banyak lagi startup di Indonesia,” kata Abheek.

Bagi mereka yang sudah masuk dalam program Surge dan berhasil mengantongi pendanaan, ke depannya jika memiliki potensi, Sequoia akan memberikan investasi dalam putaran pendanaan selanjutnya. Dengan demikian, program Surge menjadi pembuka bagi mereka untuk bisa mendapatkan kesempatan pendanaan lanjutan.

Startup yang awalnya merupakan lulusan program Surge dan berhasil mengantongi invetasi tahapan lanjutan dari Sequoia Capital di antaranya adalah Lummo dan Qoala.

Saat ini tercatat sudah ada 9 startup lulusan program Surge. Sementara Sequoia Capital sendiri sudah terlibat dalam 22 startup di Indonesia. Di antaranya adalah Traveloka, Gudangada, GoTo, hingga Kopi Kenangan.

Portofolio Sequoia Capital India di Indonesia

Program Sequoia Spark, Build dan The Guild

Salah satu program yang telah diluncurkan oleh Sequoia India yang mendukung usaha para perempuan adalah Sequoia Spark. Program dana hibah sebesar $100.000 beserta pendampingan ini, ingin mengajak lebih banyak perempuan di India dan kawasan Asia Tenggara untuk menjadi pengusaha.

Program ini diadakan dengan menyediakan pendampingan langsung yang mendalam kepada 15 startup yang dipimpin oleh perempuan setiap tahunnya dan modal cukup sebagai biaya awal untuk memulai usaha.

“Yang kami berikan adalah hibah bukan berupa investasi atau pembagian ekuitas. Melalui program ini kami ingin membuat proses membangun usaha bagi para perempuan lebih mudah, dengan pendampingan dari kami. Melalui program ini juga menjadi cara bagi kami untuk mencari perempuan yang cerdas dan memiliki motivasi yang besar untuk membangun usaha yang memiliki nilai” kata Abheek.

Kohort pertama dari program Sequoia Spark terdiri dari berbagai macam bidang, termasuk edtech, fintech, SaaS, dan crypto. Kohort ini menggabungkan tujuh startup dari Asia Tenggara, tujuh dari India dan satu dari Uni Emirat Arab. Dari Indonesia Sribuu berhasil mendapatkan mentoring dan pendanaan awal dari Sequoia Capital.

“Mentoring merupakan bagian dari Sequoia, kami bukan hanya bertindak sebagai mitra bisnis tapi juga bisa membantu mereka berupa mentoring melalui program yang kami tawarkan. Diharapkan bisa membantu komunitas karena semua program kami bangun berdasarkan tahapan yang ada. Mulai dari Surge untuk startup tahap awal, Spark untuk perempuan dan kami juga memiliki program bagi startup yang telah masuk dalam tahapan lanjutan seperti seri B hingga mereka yang sudah menjadi unicorn dan decacorn,” kata Abheek.

Khusus untuk startup yang akan mulai menggalang dana tahapan seri B, Sequoia Capital memiliki program bernama Sequoia Build. Melalui program ini, startup bisa mendapatkan kesempatan untuk mengelola bisnis lebih besar lagi, dengan memahami pentingnya mengejar growth, menciptakan kultur perusahaan hingga membangun strategi.

“Salah satu tantangan bagi startup yang berada dalam tahapan Seri B adalah, bagaimana mereka menciptakan kultur perusahaan yang baik, membangun strategi dan mempertimbangkan unit ekonomi versus growth,” kata Abheek.

Untuk startup hingga perusahaan teknologi yang sudah menyandang status unicorn hingga decacorn, Sequoia Capital juga memiliki program khusus bernama The The Guild. Melalui program ini mereka akan didampingi untuk memikirkan growth dan bagaimana perusahaan terus bisa tumbuh.

“Sesuai dengan filosofi Sequoia Capital, yaitu bukan hanya memberikan pendanaan tetapi kami juga membantu perusahaan terus tumbuh untuk jangka panjang,” tutup Abheek.

Tokocrypto dan BRI Ventures Resmikan Program Akselerator Blockchain

Setelah peluncuran TokoLaunchpad versi 2.0 di akhir 2021 lalu, Tokocrypto kini berkolaborasi dengan BRI Ventures melalui inisiatif Sembrani Wira Akselerator mengembangkan Tokocrypto Sembrani Blockchain Accelerator (TSBA). Program ini bertujuan untuk memberdayakan proyek startup dengan teknologi blockchain dan tokenisasi di Indonesia.

CEO Tokocrypto Pang Xue Kai menyebut kolaborasi ini sebagai pencapaian karena berhasil mendapatkan kepercayaan dari salah satu CVC di bawah naungan bank pelat merah Indonesia, BRI Ventures. Harapannya untuk program akselerator ini dapat mengembangkan ekosistem dan memberi dampak bagi industri startup dan blockchain di Indonesia.

“Kami berharap, kolaborasi ini dapat menjadi akselerator dari berbagai inisiatif Web3 dan perkembangan ekosistem metaverse. Terlebih kami memiliki dua dana ventura yang tengah berkembang yaitu Sembrani Nusantara dan Sembrani Kiqani yang berfokus pada pendanaan di sektor-sektor non-fintech,” ungkap CEO BRI Ventures Nicko Widjadja dalam pernyataan resmi.

Program akselerator dan kriteria pesertanya

Melalui TSBA, kedua perusahaan membentuk program akselerator yang menyediakan modul ekstensif khusus dirancang demi membawa proyek dan startup blockchain untuk muncul ke panggung dunia. Program ini meliputi berbagai aspek seperti pengembangan teknologi blockchain itu sendiri, nilai ekonomi atau tokenomics, pembentukan budaya tim, pendampingan untuk listing, serta fundraising.

Adapun kriteria proyek blockchain untuk program ini adalah startup yang sudah memiliki validasi dari sisi kapital atau pendanaan tahap awal. Lalu, perusahaan juga diwajibkan untuk memiliki teknologi blockchain sendiri serta rencana pengembangan secara smart contract. Lalu, perusahaan harus sudah memiliki working products atau white paper secara tokenomics. 

Markus Liman Rahardja, VP of Investment dan Business Development BRI Ventures yang turut hadir dalam acara penandatanganan MoU di Seminyak, Bali (20/1) menyoroti bahwa dua sisi aspek penggalangan dana yaitu crypto fundraising dan venture fundraising akan menjadi fokus dari partisipasi BRI Ventures.

BRI Ventures sendiri telah melakukan investasi ke lebih dari 18 startup baik fintech maupun non-fintech dan meluncurkan dua dana ventura yang diikuti oleh Grab Ventures, Celebes Capital, Mahanusa Capital, Buana Investment, Pulau Intan, dan beberapa bisnis keluarga.

Dana Ventura Sembrani Nusantara yang diluncurkan pada awal 2021 telah melakukan investasi di bidang agritech seperti Sayurbox, sektor new retail seperti Haus!, Brodo, Yummy Corp, dan sektor logistik seperti Andalin. Sedangkan, Dana Ventura Sembrani Kiqani yang baru diluncurkan awal tahun 2022 dengan fokus di sektor D2C atau consumer brands serta metaverse.

Menyediakan hub bagi para penggiat kripto

Selama tahun 2021, Tokocrypto dengan gerilya meluncurkan berbagai inisiatif untuk mengembangkan ekosistem aset kripto di Indonesia. Mulai dari meluncurkan token sendiri (TKO) di bulan April lalu, meresmikan platform marketplace NFT (TokoMall) di bulan Agustus, hingga menggandeng Bekind untuk mengembangkan berbagai CSR program melalui TokoCare.

Bersamaan dengan peluncuran TSBA, Tokocrypto resmi mengenalkan T-Hub yang berlokasi di Batubelig, Bali. Ini diharapkan bisa menjadi sarana edukasi dan berkumpulnya komunitas untuk berdiskusi dan mengembangkan berbagai ide guna mendorong perkembangan investasi kripto di Bali. Sebelumnya, Tokocrypto telah lebih dulu mengoperasikan T-hub yang berlokasi di Senayan, Jakarta.

Sebagai marketplace aset kripto yang legitimate, Tokocrypto merasa adalah sebuah keharusan untuk bisa mewadahi setiap kegiatan yang berpotensi untuk mengembangkan ekosistem aset kripto, “Karena salah satu cara agar blockchain dan aset kripto bisa mengakar dan bertumbuh dalam industri ini adalah dengan koneksi. Maka dari itu, Tokocrypto ingin menjembatani semua kebutuhan terkait pengembangan aset kripto di tengah sistem finansial tradisional yang ada,” tutup Kai.

Di luar TSBA, hingga saat ini, sudah ada berbagai startup maupun proyek yang berpartisipasi program inkubator TokoLaunchpad yang sudah berjalan. Beberapa di antaranya termasuk Play it Forward DAO, Avarik Saga dan Nanovest. Kai juga menyebutkan terdapat lebih dari 15 startup maupun proyek yang masih dalam tahap penjajakan.

Sebagai informasi, proses registrasi program akselerator TSBA akan ditutup pada 10 Februari 2022, lalu peserta yang lolos seleksi akan diumumkan pada 14 Februari 2022, sementara kick-off akselerator akan dimulai pada 21 Februari 2022.

Application Information Will Show Up Here