The SME Accounting App Developer BukuWarung Announces Seed Funding Led by East Ventures

BukuWarung, a SaaS accounting startup for SMEs, announced seed funding led by East Ventures. The fresh money will be channeled to tighten the company’s position and recruiting talents of engineers, product, design, growth and partnership.

Also participated other investors such as AC Ventures (merger of Agaeti Ventures and Convergence Ventures), Golden Gate Ventures, Tanglin Venture Partners, and Michael Sampoerna. It is also mentioned some angel investors from Grab, Gojek, Flipkart, Paypal, Xendit, Rapyd, Alterra, ZenRooms, and others.

In the exact event, Lunasbos‘ founder, Adjie Purbojati joined BukaWarung as the founding team to help accelerate the company’s growth. Lunasbos is a two-way accounting, claimed as one of the leading players in the accounting service industry for Indonesian SMEs.

BukuWarung was founded by Abhinay Peddisetty and Chinmay Chauhan in late 2019 when both are still working at Carousell. Previously, they also had experienced working in Grab, Belong and Near. They’re actively develop services for payment and financial for the last 15 years for SMEs in Indonesia and Southeast Asia.

BukuWarung is an app to facilitate SME players to record transactions digitally. It also provides feature to record debt and return.

The shop owner can record the transactions of customers who owe money. Nevertheless, the business owner owes the supplier or another party. Billing notifications are available via SMS or WhatsApp which will be sent as a bill.

There is also feature for income and outcome in order to record the cash flow and the report is accessible per day, week, or month.

bukuwarunng

In today’s official release (4/7), BukuWarung’s Co-founder, Abhinay Peddisetty said, “In the early days, BukuWarung has its own moment of strong growth. However, the number has not reached 1% of 60 million shop owners in Indonesia, which mostly depends on traditional accounting or never had any.”

“[..] Our mission is to support the shop owners with technology, therefore, they can manage their business in an efficient way. Kasbon (debt/return) includes in 80% of their business. This is the main reason we focus on digital accounting,” he added.

BukaWarung’s Co-founder, Chinmay Chauhan continued, “From our experience of developing products for driver and seller in Grab and Carousell, we are aware of the most useful product for SME is a simple product. The feature we offer has increased engagement for 500% in the last two months.”

Chinmay said that in the near future the company will release a feature for stall owners to send bills to their customers in the form of a payment link. The link is connected with a digital wallet and other methods.

“This is our effort to help them reduce direct contact amid the threat of the Covid-19 outbreak.”

East Ventures’ Co-Founder and Managing Partner Willson Cuaca said, they’re interested in BukuWarung because of their focus and quick execution. As a result, the traction and engagement growth is quite rapid, making them one of the main players in the market.

“We are sure the next wave of innovative startups will emerge from efforts to encourage digitization in the SME segment. Therefore, we don’t waste much time to decide to become a BukuWarung partner,” explained Willson.

It also mentioned that the following months after its launching, BukuWarung already used by 250 thousand stalls in 500 cities and regencies in Indonesia. The majority of them are located in second and third-tier cities.

It is said, through the application, users receive return debt payments three times faster and feel the impact of payment reminder features on their business cash flow. In addition, users can save time and expenses by an average of Rp110 thousand, which is usually spent on manual bookkeeping with ledgers, stationery, and calculators.

The new BukuWarung application is available for Android users. The iOS version is being considered for its availability.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Pengembang Aplikasi Pembukuan UKM “BukuWarung” Dapatkan Pendanaan Awal, Dipimpin East Ventures

BukuWarung, startup SaaS pembukuan untuk UKM, mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal yang dipimpin oleh East Ventures. Dana segar akan digunakan untuk memperkuat posisi di pasar dan merekrut talenta baru di bidang engineer, produk, desain, pertumbuhan, dan kemitraan.

Turut berpartisipasi investor lainnya seperti AC Ventures (merger Agaeti Ventures dan Convergence Ventures), Golden Gate Ventures, Tanglin Venture Partners, dan Michael Sampoerna. Disebutkan juga ada beberapa angel investor yang ikut mengucurkan dananya dari Grab, Gojek, Flipkart, Paypal, Xendit, Rapyd, Alterra, ZenRooms, dan lainnya.

Pada saat yang sama, founder Lunasbos Adjie Purbojati bergabung di BukuWarung sebagai founding team untuk mengakselerasi pertumbuhan perusahaan. Lunasbos adalah aplikasi pencatatan keuangan dua arah, mengklaim dirinya sebagai salah satu pemain utama dalam industri layanan akuntansi untuk UKM di Indonesia.

BukuWarung didirikan oleh Abhinay Peddisetty dan Chinmay Chauhan pada akhir tahun 2019 saat keduanya masih bekerja di Carousell. Sebelumnya mereka berdua pernah meniti karier di Grab, Belong, dan Near. Selama 15 tahun mereka aktif mengembangkan layanan pembayaran dan finansial untuk segmen UKM di Indonesia dan Asia Tenggara.

BukuWarung adalah aplikasi yang memudahkan pengusaha UKM dalam mencatat pembukuan usahanya secara digital. Di dalamnya terdapat fitur catat utang dan piutang.

Pemilik warung dapat mencatat transaksi pelanggan yang membeli dengan cara utang. Atau, jika pemilik usaha memiliki utang terhadap penyuplai ataupun pihak lain. Tersedia notifikasi tagihan melalui SMS atau WhatsApp yang akan dikirim sebagai tagihan.

Fitur lainnya adalah pencatatan pemasukan dan pengeluaran agar arus kas tetap tercatat dan laporan pembukuan usaha yang dapat diakses per hari, minggu, atau bulanan.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (7/4), Co-Founder BukuWarung Abhinay Peddisetty mengatakan, “Dalam beberapa bulan pertama, BukuWarung menikmati momentum pertumbuhan yang kuat. Namun, angka itu belum mencapai 1% dari 60 juta pemilik warung di Indonesia, yang hampir seluruhnya bergantung pada metode pencatatan tradisional atau tidak melakukan pembukuan sama sekali.”

“[..] Misi kami adalah mendukung pemilik warung ini dengan teknologi sehingga mereka bisa mengelola bisnis mereka dengan efisien. Kasbon (utang/piutang) mencakup 80% dari bisnis mereka. Ini alasan kami berfokus kepada produk pembukuan digital,” sambungnya.

Co-Founder BukuWarung Chinmay Chauhan menambahkan, “Dari pengalaman membangun produk untuk pengemudi dan pedagang di Grab dan Carousell, kami memahami bahwa produk yang paling bermanfaat bagi UKM adalah produk yang simpel. Fitur-fitur yang kami tawarkan membuat engagement naik 500% dalam dua bulan terakhir.”

Chinmay menyebut dalam waktu dekat perusahaan akan merilis fitur yang bisa dimanfaatkan oleh pemilik warung untuk mengirimkan tagihan ke pelanggan mereka dalam bentuk tautan pembayaran. Tautan tersebut terhubung dengan dompet digital dan metode lainnya.

“Ini adalah upaya kami untuk membantu mereka mengurangi kontak langsung di tengah ancaman wabah Covid-19.”

Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menjelaskan, pihaknya tertarik dengan BukuWarung karena mereka mengeksekusi dengan cepat dan fokus. Alhasil, pertumbuhan traction dan engagement yang dihasilkan cukup pesat, menjadikan mereka sebagai salah satu pemain utama.

“Kami yakin gelombang startup inovatif berikutnya akan muncul dari upaya mendorong digitalisasi di segmen UKM. Oleh karena itu, kami tidak hanya membutuhkan waktu yang singkat untuk memutuskan menjadi mitra BukuWarung,” terang Willson.

Disebutkan dalam beberapa bulan pasca diluncurkan, BukuWarung telah digunakan oleh 250 ribu warung di 500 kota dan kabupaten di Indonesia. Mayoritas mereka berlokasi di kota lapis dua dan tiga.

Diklaim, lewat aplikasi, pengguna menerima pembayaran piutang tiga kali lebih cepat dan merasakan dampak dari fitur pengingat pembayaran terhadap arus kas bisnis mereka. Di samping itu, pengguna bisa menghemat waktu dan pengeluaran dengan rata-rata Rp110 ribu, yang biasanya dihabiskan untuk pembukuan manual dengan buku besar, alat tulis, dan kalkulator.

Aplikasi BukuWarung baru tersedia untuk pengguna Android. Versi iOS sedang dipertimbangkan untuk ketersediaannya.

Application Information Will Show Up Here

TemanBisnis Hadirkan Aplikasi Akuntansi Berstandar untuk UKM

Aplikasi TemanBisnis (Tebi) memiliki tujuan untuk memudahkan UKM di Indonesia mengelola keuangan. Fitur yang disediakan mulai dari pencatatan hingga laporan keuangan berbasis digital yang berstandar. Harapannya para UMK bisa lebih fokus mengembangkan bisnisnya.

Tebi berawal dari pemikiran Founder & CEO TemanBisnis Abidah yang berlatar belakang akuntansi, mengenai peran sertanya dalam membantu pengusaha UKM.

Abidah mengatakan, “Kalau bisa menjadi akuntan bagi jutaan pebisnis UKM kenapa harus puas dengan membantu satu atau dua pebisnis saja.” Dari sinilah kemudian lahir Tebi dengan berbagai macam fitur yang disematkan dalam aplikasi.

Sejak diluncurkan Oktober 2018, Tebi sudah diunduh lebih dari 35 ribu kali dengan pengguna aktif per hari berkisar 700 hingga 1000 orang. Dengan modal awal dari angel investor dan para co-founder, di tahun pertamanya Tebi fokus pada perluasan pasar dan pengembangan aplikasi; mulai dari desain interface dan beberapa fungsionalitas yang dibutuhkan para pebinsis UKM.

Saat ini beberapa fitur yang sudah ada di aplikasi TemanBisnis antara lain fitur pencatatan keuangan dengan Standar Akuntansi Keuangan Usaha Mikro Kecil Menengah (SAK EMKM), fitur laporan keuangan arus kas dan laba rugi otomatis, dan analisis singkat laporan. Semua dikemas Tebi dengan tampilan yang tidak hanya menarik tetapi juga mudah dipahami.

“Karena berangkat dari mimpi besar untuk menciptakan 10 juta usaha mikro kecil Indonesia yang mandiri pada tahun 2023, kita menekankan pada penggunaan yang mudah, terjangkau, dan menyeluruh bagi semua pebisnis UKM. Secara bisnis model, kita menerapkan tipe belangganan atas fitur advance, sehingga pengguna bisa tetap menggunakan fitur dasar secara gratis, tapi kalau butuh lebih dari itu tinggal berlangganan,” terang CMO TemanBisnis Muhammad Zulfahly yang akrab disapa Zul.

Saat ini untuk terus menggenjot pertumbuhan pengguna, tim Tebi tengah melakukan berbagai macam upaya, salah satunya dengan melakukan kunjungan dan pelatihan literasi keuangan ke komunitas, sekolah bisnis hingga inkubator. Selain itu tim Tebi juga berusaha menemukan tampilan yang efektif dan sesuai dengan banyak pengguna sehingga lebih memudahkan dalam penggunaan.

“Di 2019 kita optimis untuk terus menambah jumlah pengguna aplikasi hingga 500.000 pengguna. Targetnya kami ingin membangun kolaborasi dengan lebih banyak komunitas, sekolah bisnis, inkubator, bahkan pemerintah untuk meningkatkan literasi keuangan dan teknologi bagi pebisnis UKM Indonesia melalui event offline. Selain itu, kita juga terus melakukan pembaruan aplikasi untuk menghadirkan aplikasi akuntansi keuangan yang paling mudah, cepat, dan terjangkau berbasis Android,” ujar Zul.

Application Information Will Show Up Here

SaaS Startup Jurnal.id Now Has Over 80 Thousand Users

Many SMEs are optimizing business processes with a digital approach as technology productivity services are increasingly in demand for the Indonesian market. It includes technology products made by the local startup, one of them is Jurnal.id. In Yogyakarta’s media gathering, Anthony Kosasih, Jurnal.id‘s COO, explained that the current SaaS service carries more than 80 thousand users, with over 60 thousand business registered from various regions in Indonesia.

Jurnal.id presents a variety of digital accounting products designed to simplify administrative and business operational process. With such applications, businesses (especially SMEs) can easily make the financial record, list of items, reports, and issuing invoice. User’s higher interest demands Jurnal.id to innovate more on products. The latest ones are “Tax Center Journal” and “Budgeting” services.

Jurnal Tax Center was released to simplify tax calculation and preparation process integrated with Jurnal. Therefore, SMEs with recorded cash flows and employee expenses can directly use the service to automate the tax calculation. Budgeting feature has released as a financial controller for entrepreneurs to manage the cash flow turnover occurred in business.

“With the shifting of SME’s tax regulation to 0.5%, the focus is to help entrepreneurs fulfill their tax obligations with an easy solution,” Kosasih said.

In 2018, Kosasih mentioned that Jurnal.id will strengthen the expansion process to all major cities in Indonesia. One of the approaches is to conduct free business training and seminar, introducing SMEs with the technology-based business system.

Previously, Jurnal.id has released the Jurnal Pay feature in collaboration with Xendit, a payment portal for business transactions through a virtual account. The feature allows SMEs to do two things at once, withdraw funds from customers via bank transfer or credit card, and help SMEs to make scheduled payments.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup SaaS Jurnal.id Telah Rangkul Lebih dari 80 Ribu Pengguna

Seiring makin banyak UKM yang mengoptimalkan proses bisnis dengan pendekatan digital, layanan produktivitas teknologi semakin diminati di pasar Indonesia. Tak terkecuali produk teknologi besutan startup lokal, salah satunya Jurnal.id. Dalam sebuah kesempatan temu media di Yogyakarta, COO Jurnal.id Anthony Kosasih menyampaikan bahwa layanan SaaS yang diusung saat ini sudah memiliki lebih dari 80 ribu pengguna, dengan total bisnis yang terdaftar melebihi 60 ribu unit dari berbagai wilayah di Indonesia.

Jurnal.id menyajikan ragam produk akuntansi digital yang didesain untuk menyederhanakan proses administrasi dan operasional bisnis. Dengan aplikasi tersebut bisnis (khususnya UKM) dapat dengan mudah mencatat pembiayaan, stok barang, membuat laporan, hingga menerbitkan faktur. Minat pengguna yang semakin tinggi juga membuat Jurnal.id terus melakukan inovasi produk. Dua yang terbaru ialah layanan “Jurnal Tax Center” dan “Budgeting”.

Jurnal Tax Center dirilis untuk mempermudah proses perhitungan dan persiapan pajak yang terintegrasi dengan Jurnal. Sehingga para UKM yang sudah mencatat alur kas dan pengeluaran biaya pegawai, dapat langsung memanfaatkan layanan tersebut untuk mengotomasi perhitungan pajak. Sedangkan fitur Budgeting dirilis sebagai financial control bagi para pengusaha, untuk mengelola perputaran arus kas yang terjadi pada bisnis.

“Dengan adanya perubahan peraturan pajak UMKM menjadi 0,5%, fokus membantu para pengusaha memenuhi kewajiban perpajakannya dengan solusi yang sangat mudah,” ujar Anthony.

Untuk tahun 2018, Anthony menyampaikan bahwa Jurnal.id akan menguatkan proses ekspansi ke seluruh kota besar di Indonesia. Salah satu pendekatan yang dilakukan ialah mengadakan pelatihan dan seminar bisnis secara gratis, memperkenalkan UKM dengan sistem bisnis berbasis teknologi.

Sebelumnya Jurnal.id juga merilis fitur Jurnal Pay bekerja sama dengan Xendit, yakni sebuah portal pembayaran yang dapat dimanfaatkan bisnis untuk transaksi melalui akun virtual. Fitur tersebut memungkinkan UKM melakukan dua hal sekaligus, menarik dana dari konsumen melalui mekanisme transfer bank dan kartu kredit, serta membantu UKM melakukan proses pembayaran secara terjadwal.

Application Information Will Show Up Here

Paper.id Resmikan Kehadiran, Umumkan Kolaborasi dengan BNI Yap!

Startup yang bergerak di invoicing (penagihan) Paper.id meresmikan kehadirannya ke publik, sekaligus mengumumkan kolaborasi bisnis dengan BNI dalam menghadirkan Yap!. Kehadiran BNI diharapkan dapat memudahkan klien dari mitra Paper.id untuk melakukan pembayaran invoice hanya dengan scan QR Code.

Paper.id adalah software invoicing, akunting, dan inventory. Pelaku usaha dapat membuat laporan keuangan di berbagai perangkat dan menyediakan analisis sehingga mereka bisa mengetahui semua hal tentang keuangan perusahaan (arus kas, inventaris, dan lainnya) secara real time.

Saat ini Paper.id telah digunakan oleh lebih dari 5 ribu pelaku UMKM dengan persentase sekitar 45% berlokasi di Pulau Jawa dan sisanya di luar Pulau Jawa. Dari total pengguna tersebut, Paper.id telah mengirimkan lebih dari 30 ribu invoice secara digital.

Ditargetkan sampai akhir tahun perusahaan dapat menggaet hingga 10 ribu pelanggan baru, sedangkan pada 2019 mendatang dapat naik 10 kali lipat menjadi 100 ribu pelanggan.

Sebelumnya Paper.id muncul pada akhir 2016 dengan versi beta, kemudian meningkatkan layanannya ke dalam versi full pada Agustus 2017. Aplikasi Paper.id baru tersedia untuk versi Android.

“Di tengah-tengah tingginya pertumbuhan UMKM di Indonesia, masih banyak pemilik usaha yang mengabaikan manajemen keuangan mereka yang seharusnya dikelola dengan baik. Kebanyakan pelaku masih menggunakan sistem invoicing manual yang merepotkan dan sulit dilacak, serta masih minimnya pemahaman pelaku usaha terhadap dasar-dasar akuntansi,” ucap CEO Paper.id Jeremy Limman, Senin (23/4).

Dia melanjutkan, seringkali ditengah kesibukan bisnis, pelaku usaha lupa untuk mengirimkan tagihan kepada pelanggan bisnisnya. Di dalam Paper.id, terdapat fitur pengingat untuk bantu mereka melakukan pengiriman tagihan atau menerima pembayaran dari pelanggan secara tepat waktu.

Seluruh invoice yang dimasukkan pelaku usaha, akan disimpan dalam cloud sehingga dapat diakses dan disimpan kapan saja. Lantaran Paper.id juga menyediakan akses layanannya via browser PC dan aplikasi mobile. Tak hanya itu, pelanggan juga dapat mengirimkan lembar tagihan melalui email, aplikasi messaging seperti WhatsApp, LINE, dan BBM.

Untuk monetisasinya, Paper.id menerapkan sistem freemium. Pelaku usaha dari skala usaha mikro dan kecil dapat menggunakan semua layanan Paper.id, hanya saja ada batasan akses pengguna yang bisa menggunakan aplikasi secara sekaligus.

“Kalau mau pakai invoice dari kami itu gratis tidak ada batasan. Cuma nanti akan ada batasan berapa pengguna yang bisa akses aplikasi secara sekaligus. Disitu monetisasi kami, biayanya dimulai dari Rp50 ribu sebulan sampai Rp500 ribu setahun.”

Kolaborasi bisnis dengan BNI Yap!

Penandatanganan MoU antara Paper.id dengan BNI / Paper.id
Penandatanganan MoU antara Paper.id dengan BNI / Paper.id

Untuk permudah pembayaran tagihan, kini Paper.id telah terintegrasi dengan BNI untuk produk Yap!. Jadi setiap invoice yang dikirimkan dari Paper.id akan tercantum QR Code, sehingga pelanggan dapat langsung melakukan pembayarannya dari aplikasi Yap!.

“Bersama Paper.id kami berkolaborasi untuk permudah para pelaku usaha dalam melakukan digitalisasi proses bisnis mereka, mulai dari mengirimkan invoice sampai menerima pembayaran dengan menggunakan solusi pembayaran digital,” ucap Assistant VP Internet Banking & e-Commerce Business BNI Ida Priadi Wibawa.

Selain dengan BNI, dalam sistem Paper.id tersedia pula berbagai pilihan metode pembayaran yang aman, mulai dari transfer bank, virtual account, kartu kredit, m-banking, dan e-wallet.

Peroleh pendanaan tahap awal

Dalam peluncurannya ini, Paper.id juga mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal dengan nilai yang tidak disebutkan dari Golden Gate Ventures pada awal tahun ini. Dana segar tersebut, menurut CTO Paper.id Yosia Sugialam, akan digunakan untuk pengembangan produk, operasional bisnis, dan memperkuat pemasaran.

Dia bilang, saat ini perusahaan cukup diuntungkan karena keyword pencarian “invoice gratis” sedang digandrungi oleh banyak pelaku UMKM di seluruh Indonesia. Alhasil, perusahaan memperoleh banyak pengguna dari sana.

“Pencarian “invoice gratis” cukup tinggi dan sudah baik hasilnya saat kita masih bootstrap. Nah itu yang akan kita perkuat dan mau boost lagi biar bisa lebih tinggi kinerjanya,” terang Yosia.

Business Development Golden Gate Ventures Dea Surjadi menuturkan Paper.id memposisikan diri sebagai platform untuk membantu menghilangkan hambatan dalam manajemen keuangan, sehingga semua UMKM dapat fokus pada apa yang benar-benar penting. Yakni melayani pelanggan dan mengembangkan bisnis mereka.

“Memberikan pendanaan tahap awal (seed funding) kepada Paper.id merupakan kesempatan yang unik bagi kami untuk turut membantu perkembangan UMKM di Indonesia,” ujar Dea.

Application Information Will Show Up Here

 

Jalin Kerja Sama dengan Xendit, Jurnal.id Hadirkan Fitur Jurnal Pay

Pengembang perangkat akuntansi online Jurnal.id baru-baru ini memperkenalkan fitur barunya yang diberi nama Jurnal Pay. Fitur ini diperuntukkan untuk membantu pengusaha UKM melakukan pembayaran akun melalui virtual account, baik berupa bank transfer ataupun kartu kredit. Sehingga kini para UKM dapat memproses penagihan agar pelanggan mereka melakukan pembayaran online dari setiap invoice yang dikirim.

Selain itu, melalui Jurnal Pay, pelaku UKM dapat mengelola dan merangkai rencana keuangan dengan memberikan pilihan proses pembayaran serta menerima pembayaran dengan cepat, di mana pun dan kapan pun. Pengembangan Jurnal Pay sendiri dilakukan bekerja sama dengan Xendit, yang merupakan penyedia jasa infrastruktur teknologi finansial di Asia Tenggara. Xendit menyediakan Payment Gateway Portal untuk pemrosesan transaksi melalui virtual account tadi.

Melalui fitur ini, pengguna Jurnal.id tidak perlu repot lagi untuk mendaftarkan virtual account sendiri. Dengan memasukkan beberapa informasi seperti nama perusahaan, email, nama bank, nama akun, rekening Jurnal.id, serta akun biaya pada Jurnal Pay, pengguna dapat menerima pembayaran melalui bank-bank terpilih meliputi Mandiri, BRI, BCA, dan BNI. Pencatatan transaksi penerimaan dan pencairan dana terverifikasi secara otomatis, sehingga pengguna Jurnal Pay tidak perlu melakukan pengecekan pembayaran secara manual karena semua telah tercatat pada sistem Jurnal.id.

“Mengamati bahwa pelaku UKM cenderung terpengaruh faktor eksternal sehingga mereka melewatkan faktur wajib untuk dibayarkan dan masih melakukan konfirmasi penerimaan uang secara manual, mendorong kami untuk berinovasi dengan menyediakan layanan praktis bagi UKM. Dengan menggandeng Xendit, kami memberikan solusi praktis agar pengguna dapat menerima pembayaran secara langsung dan mendapatkan notifikasi konfirmasi pembayaran serta pencatatan invoice yang telah dibayar secara otomatis sehingga para pelaku UKM tidak lagi khawatir melewatkan faktur wajib yang harus dibayarkan,” ujar Chief Executive Officer Jurnal.id Daniel Witono.

Terintegrasi dari Xendit memudahkan Jurnal.id mengakomodasi kebutuhan transaksi beragam tipe perusahaan untuk menerima pembayaran transfer bank dan kartu kredit, mengelola dana dengan sistem escrow, serta mengirim pembayaran skala besar.

Sementara itu Moses Lo selaku Founder & CEO Xendit mengungkapkan, “Hal ini sejalan dengan misi kami yang bertujuan membantu para pebisnis untuk menerima pembayaran secara mudah dan terkendali. Sebaliknya dari sisi pembayar dipermudah pada segi waktu dalam melakukan pembayaran melalui pilihan virtual account (bank transfer) atau kartu kredit. Kami harap kontribusi ini menuai respons positif dari pengguna Jurnal.id dan menguatkan posisi Jurnal.id sebagai software akuntansi.”

Application Information Will Show Up Here

Zahir dan Komitmennya Beralih ke Layanan SaaS

Perusahaan pengembang aplikasi bisnis Zahir Internasional mengungkapkan komitmennya untuk terus memperkaya produk dan layanan SaaS yang dimiliki agar makin sejalan dengan kebutuhan pasar.

Dari sisi produk, Zahir melakukan pengembangan ke platform cloud dan mobile apps dengan model SaaS. Fokus untuk para pengambil keputusan di organisasi bisnis, sehingga aplikasi mobile pertama yang dirilis adalah business dashboard. Membantu para pengusaha dan senior level management mengambil keputusan dengan informasi terkini mengenai kondisi perusahaan.

Model SaaS ini dihadirkan untuk pengguna agar dapat berlangganan dengan harga yang terjangkau dari berbagai skala bisnis dan industri.

Untuk sisi fitur, Zahir merangkap sebagai aplikasi inventory management, mulai dari pengelolaan stok sederhana, bagi online shop sampai yang kompleks untuk perusahaan manufacturing. Ada juga project costing untuk mempermudah perusahaan konstruksi mengelola pencatatan keuangan dan stok untuk setiap proyek yang berbeda.

“Januari 2018, kami berencana merilisi beberapa aplikasi mobile lainnya. Namun kami belum bisa beri detilnya. Intinya di era mobile seperti sekarang, Zahir menyadari bahwa setiap orang bisa menjalankan bisnis dan menyelesaikan pekerjaannya di mana saja dan kapan saja. Yang menarik, Zahir siap bermain di ranah fintech,” terang CEO PT Zahir Internasional Muhamad Ismail kepada DailySocial.

Sebagai perusahaan pengembang aplikasi yang sudah berdiri sejak 20 tahun silam, tentunya bisa dikatakan Zahir sebagai pemain terdepan di Indonesia. Untuk persaingannya dengan perusahaan sejenis, Ismail menuturkan bahwa apa yang ditawarkan Zahir kepada penggunanya adalah pengalaman perusahaan dalam membantu berbagai skala bisnis di berbagai industri.

“Ini memberi nilai tambah bagi kami untuk membawa pengalaman terbaik bagi pelanggan dalam mencapai bisnis mereka di level berikutnya. Melihat kenyataan ini, layanan yang ditawarkan perusahaan tentu berbeda dengan kompetitor, meski di permukaan terlihat sama.”

Tak hanya fokus ke bisnis dalam negeri. Zahir juga telah ekspansi ke luar negeri sejak beberapa waktu belakangan. Ada dua negara yang sudah dimasuki yakni Malaysia dan Australia. Bagi Ismail, ekspansi ke luar negeri adalah target perusahaan untuk melayani seluruh pengguna dalam skala global.

Fitur yang dihadirkan Zahir ternyata cukup mendapat respons yang positif dari pengguna korporat di luar negeri karena cukup kaya dan diklaim belum ada di pasar global. Kompleksitas mengelola bisnis di Indonesia ternyata lebih rumit dibandingkan di luar Indonesia, tapi ini jadi keuntungan tersendiri bagi Zahir. Sebab hal tersebut membuat produk Zahir jadi lebih menarik.

“Permasalahan yang dihadapi sebenarnya relatif sama, sehingga produk kita mudah diterima oleh pelanggan di luar Indonesia.”

Negara berikutnya yang akan disasar Zahir adalah Singapura, negara-negara kawasan Timur Tengah, dan Afrika. Hanya saja, Ismail enggan membeberkan dana yang disiapkan untuk menyasar kawasan tersebut.

“Untuk budget, tentu saja, karena penetrasi global jadi bagian dari langkah strategis kita untuk membuat Zahir terus tumbuh dan berkembang,” pungkas Ismail.

Berinvestasi pada Startup: Kombinasi Bisnis atau Membeli Aset Takberwujud?

Dengan berkembangnya perusahaan startup, semakin banyak investor yang tertarik untuk berinvestasi pada perusahaan startup. Namun keraguan tentang nilai wajar perusahaan startups sering menimbulkan pertanyaan dalam proses investasi ini.

Perusahaan startup adalah perusahaan yang biasanya baru berdiri dengan harapan dapat menjadi perusahaan besar di masa depan. Inovasi produk atau jasa berbasis teknologi menjadi kunci utama perusahaan startup, misalnya dengan menciptakan aplikasi-aplikasi komputer atau aplikasi telepon genggam. Sulit untuk bisa menampikkan peran gojek yang inovatif dalam mempermudah hidup masyarakat perkotaan di Indonesia untuk moda transportasi alternatif. Perusahaan startup yang banyak berkembang saat ini juga didominasi oleh anak-anak muda yang cerdas dan semangat sehingga mendorong pemuda Indonesia menjadi wirausaha.

Para pendiri startup biasanya membutuhkan investor untuk mengembangkan perusahaan mereka. Angel Investor yang masih punya hubungan darah atau perkawanan biasanya menjadi andalan para pendiri perusahaan startup. Namun bahkan seorang investor baik hati juga harus memikirkan risiko dari investasinya terhadap perusahaan startup ini. Artikel ini merangkum beberapa pertanyaan yang sering dimiliki pendiri startup maupun investor terkait dengan investasi pada startup.

Aset Takberwujud (intangible asset) yang dihasilkan sendiri, mengapa tidak bisa diakui?

Perusahaan startup mengandalkan modal intelektual untuk menawarkan nilai tambah kepada pelanggan. Penemuan produk baru yang inovatif biasanya kemudian didaftarkan hak patennya untuk melindungi kekayaan intelektual aset perusahaan. Aset takberwujud seperti paten ini bisa berupa suatu sistem tertentu, produk aplikasi, suatu design (misalnya dalam hal fashion), atau merk dagang. Sayangnya aset takberwujud yang dikembangkan secara internal sulit untuk dapat diakui dalam neraca baik sesuai dengan SAK maupun SAK ETAP.

SAK ETAP pada Bab 16 sudah sangat jelas tidak memberikan ruang untuk pengakuan aset takberwujud yang dihasilkan internal. Biaya-biaya riset dan pengembangan aset takberwujud dibebankan pada perioda berjalan. Sedangkan PSAK 19 Aset Takberwujud masih mengijinkan beban pengembangan aset takberwujud dikapitalisasi apabila sesuai dengan persyaratan yang cukup ketat (Lihat Paragraf 57-62 di PSAK 19 untuk penjelasan bagaimana biaya pengembangan dapat dikapitalisasi)

Penulis banyak menerima kritik terhadap SAK ETAP dari para pendiri perusahaan startup. Perusahaan startup biasanya adalah perusahaan kecil dan memenuhi syarat untuk menggunakan SAK ETAP. Namun aset utama perusahaan startup yang berupa aset takberwujud tidak dapat diakui dalam neraca. Hal ini dapat membuat neraca perusahaan startup dicatat terlalu rendah. Akibatnya banyak perusahaan startup yang melakukan solusi alternatif agar aset takberwujud yang mereka hasilkan dapat masuk ke neraca.

Salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan startup adalah mematenkan penemuan mereka atas nama individual pendiri perusahaan, yang kemudian menjual nya kepada perusahaan startup. Dengan demikian perusahaan startup dapat mencatat paten tersebut sebagai aset takberwujud sesuai dengan harga perolehannya.

Untuk perusahaan startup yang menggunakan PSAK 19, juga bukan hal yang mudah untuk dapat memisahkan biaya-biaya riset dan beban pengembangan. Salah satu kriteria untuk mengakui beban pengembangan adalah keyakinan adanya manfaat ekonomik masa depan yang akan dihasilkan. Pertanyaannya, siapa yang akan menjamin bahwa inovasi atau aplikasi baru yang dihasilkan dapat sukses di pasar? Terlebih dengan ketatnya persaingan yang dapat membuat produk sejenis lain dapat bermunculan. Akibatnya mungkin lebih mudah bagi perusahaan startup untuk membebankan biaya-biaya riset dan pengembangannya.

Berinvestasi pada Startup: Kombinasi Bisnis atau membeli Aset Takberwujud?

Ketika seorang investor ingin menanamkan modal pada perusahaan startup, ia harus menilai berapa nilai wajar dari perusahaan startup tersebut. Valuasi perusahaan startup menjadi tantangan tersendiri karena banyak mengandalkan pendapatan potensial di masa depan. Mengingat perusahaan startup adalah perusahaan yang baru berdiri sehingga perusahaan tidak memiliki data masa lalu yang panjang untuk membantu investor melakukan “forecasting” atas potensi pendapatan di masa depan.

Pertanyaan yang juga muncul adalah bagaimana bila investor ingin membeli suatu perusahaan startup yang bahkan belum menghasilkan pendapatan. Misalnya aset utama yang dimiliki perusahaan startup tersebut adalah paten atas suatu aplikasi telepon genggam namun aplikasi tersebut belum dipasarkan. Juga ada beberapa rancangan aplikasi lainnya yang masih dalam status riset dan pengembangan. Ketika investor memutuskan untuk membeli perusahaan startup seperti ini, apakah transaksinya dicatat sebagai kombinasi bisnis atau pembelian suatu (atau grup) aset takberwujud?

Untuk menjawab pertanyaan ini, maka definisi dari “bisnis” menjadi sangat penting. Apa yang dimaksud dengan suatu “bisnis” di dalam SAK? Suatu bisnis tidak selalu harus mengacu pada suatu badan hukum tertentu. Di dalam Pedoman Penerapan PSAK 22 dijelaskan bahwa suatu bisnis haruslah terdiri dari input dan proses yang diterapkan pada input tersebut dan mampu menghasilkan output. Yang perlu ditekankan disini adalah suatu bisnis tidak perlu memiliki output saat ini untuk dapat didefinisikan sebagai “bisnis”.

Apabila suatu bisnis belum memiliki output, maka investor harus mempertimbangkan faktor faktor berikut ini (PP10 dalam PSAK 22):

  1. Perusahaan telah memulai aktivitas utama yang direncanakan
  2. Memiliki karyawan, kekayaan intelektual serta input dan proses lainnya yang dapat diterapkan pada input
  3. Sedang menjalankan rencana untuk memproduksi output; dan
  4. Akan dapat memperoleh akses kepada pelanggan yang akan membeli output.
    Tidak seluruh faktor-faktor tersebut diatas harus terpenuhi dalam serangkaian aktivitas perusahaan. Dengan melihat penjelasan tersebut maka suatu perusahaan startup yang belum menghasilkan pendapatan dapat dikategorikan sebagai bisnis bila memiliki input (semisal aset takberwujud), serta memiliki proses (karyawan, keahlian teknikal, dsb) untuk mengubah input menjadi output.

Lebih lanjut, apabila proses dalam aktivitas bisnis tidak lengkap namun bisa ditutupi oleh “market participants” lainnya, maka hal tersebut tidak menghalangi suatu usaha disebut “bisnis”. Misalnya suatu perusahaan startup memiliki suatu aplikasi telepon genggam, untuk menghasilkan output (pendapatan), perusahaan harus mampu mengundang pengguna untuk mengunduh aplikasi tersebut. Apabila perusahaan startup tidak memiliki channel distribusi langsung kepada pelanggan, hal tersebut dapat di lakukan oleh pelaku pasar lainnya, seperti Google Play.

Penajaman Definisi Bisnis oleh FASB dan IASB

Sulitnya membedakan antara “bisnis” dan “grup aset” membuat dewan standar akuntansi Amerika Serikat (FASB) menajamkan definisi Bisnis pada bulan Januari 2017. IASB juga telah mengeluarkan exposure draft serupa pada bulan Juni 2016 namun sampai artikel ini diturunkan, proposal tersebut belum disahkan menjadi amandemen IFRS.

Definisi bisnis yang dimiliki IFRS dan standar FASB adalah sama persis karena kedua dewan standar ini memang melakukan konvergensi ketika dahulu membuat standar kombinasi bisnis. Namun ternyata dalam praktiknya, definisi ini diterapkan secara lebih luas dan tidak konsisten di Amerika Serikat dibandingkan pada negara-negara pengadopsi IFRS. FASB mendapatkan masukan bahwa definisi bisnis yang dianggap terlalu longgar membuat banyak transaksi pembelian group aset dicatat sebagai transaksi kombinasi bisnis. Sedangkan penghitungan goodwill, biaya transaksi dan juga dampak terhadap pajak tangguhan berbeda antara pembelian group aset dengan kombinasi bisnis.

FASB kemudian memutuskan adanya suatu “screen test” baru untuk memisahkan kombinasi bisnis atau pembelian group of aset. Disebutkan bahwa apabila nilai wajar dari aset bruto yang diakuisisi terkonsentrasi pada satu jenis aset saja atau pada suatu group aset yang serupa maka suatu “set” itu bukanlah kombinasi bisnis. Apabila perusahaan tidak yakin dengan hasil screen test yang dilakukan, maka amandemen tersebut juga mengklarifikasi definisi bisnis dengan menghilangkan evaluasi mengenai “market participants” dan juga mempertajam definisi output.

Pendeknya, suatu bisnis harus terdiri atas input, proses yang substantive dan output yang berupa barang atau jasa kepada pelanggan, atau pengembalian investasi atau pendapatan (penurunan biaya yang semua termasuk menjadi hilang). Untuk perusahaan startup yang belum memiliki output maka input dan proses dikatakan mampu menghasilkan output HANYA BILA akuisisi juga termasuk karyawan sebagai tenaga kerja teorganisir yang mampu mengubah input menjadi output.

Penekanan pada karyawan ini menjadi penting karena disebutkan bahwa para karyawan ini harus memiliki kemampuan yang memadai untuk mengubah input menjadi output. Sebagai ilustrasi apabila investor membeli sebuah perusahaan startup yang belum menghasilkan, namun akuisisi tersebut tidak termasuk karyawan-karyawan kunci yang mampu mengoperasikan aplikasi/barang/jasa yang akan ditawarkan, maka akan lebih sulit mengakui bahwa itu adalah kombinasi bisnis.

Perusahaan startup yang berkembang pesat banyak melakukan “distruption” terhadap bisnis yang berjalan, seperti fenomena fintech yang memangkas rantai penyaluran dana atau taksi online yang mengganggu bisnis taksi konvensional. Perkembangan perusahaan yang pesat dan biasanya lebih berfokus pada pengembangan inovasi teknologi dapat membuat perusahaan startup kurang perhatian atas aspek akuntansi perusahaan. Pemahaman prinsip-prinsip standar akuntansi akan sangat membantu perusahaan dan investor dalam mengembangkan industri ini.


Disclosure: Artikel tamu ini dibuat oleh Ersa Wahyuni, Dosen Akuntansi Universitas Padjadjaran dan Anggota DSAK-IAI. Tulisan aslinya dibuat di blog pribadi dan dimuat ulang dengan izin penulis. Artikel ini juga telah dimuat di majalah Akuntan Indonesia edisi Juli Agustus 2017.

Penulis dapat dihubungi melalui twitter @ersatriwahyuni dan email [email protected]

Platform SaaS Sleekr Luncurkan Produk Terbaru Sleekr HR 3.0

Hari ini platform bisnis berbasis teknologi komputasi awan Sleekr meluncurkan inovasi terbaru untuk desktop, mobile site dan aplikasi mobile. Perusahaan yang telah berdiri sejak tahun 2015 ini masih menargetkan kalangan UMKM dan startup dengan berbagai fitur dan kemudahan yang ditawarkan. Saat acara temu media hari ini, Co-founder dan CEO Sleekr Suwandi Soh menegaskan inovasi terbaru dari Sleekr bakal membantu pihak HR atau personalia hingga akunting untuk melakukan pekerjaan.

“Kami mencatat selama ini pihak HR dan akunting menghabiskan waktunya hinga 40% hanya untuk mengurusi pajak, administrasi, gaji hingga klaim dari pegawai, dengan fitur terbaru dari Sleekr kami ingin memangkas semua kesulitan tersebut,” kata Suwandi.

Saat ini Sleekr telah memiliki sekitar 10 ribu pengguna aktif di Sleekr HR dan 5 ribu pengguna aktif di Sleekr Accounting. Masing-masing platform tersebut sudah tersedia di desktop dan mobile site. Untuk Sleekr Accounting, aplikasi mobile platform Android sudah tersedia. Untuk Sleekr HR, aplikasi mobile Android dan iOS-nya akan diluncurkan akhir Febuari 2017 mendatang.

“Kini semakin banyak perusahaan yang merasakan sulitnya mengelola dan memperoleh data yang terus berkembang, hal ini berdampak pada timbulnya kesalahan perusahaan yang dapat memberikan kerugian. Untuk itulah Sleekr hadir membantu perusahaan menghindari kesalahan tersebut,” kata Suwandi.

Sebelumnya Sleekr mengakuisisi Kiper Cloud Accounting untuk meningkatkan portofolio produk yang dimiliki. Sleekr sendiri awalnya merupakan pengembang layanan SaaS (Software as a Service) untuk manajemen human resources (HR) sedangkan Kiper pengembang layanan SaaS untuk manajemen akuntansi bisnis. Bersatunya Kiper ke Sleekr turut membawa rebranding produk akuntansi Kiper menjadi Sleekr Accounting.

Fitur lengkap dan terintegrasi secara online

Co-founder dan CEO Sleekr Suwandi Soh

Secara keseluruhan Sleekr menawarkan dua opsi untuk membantu sistem administrasi perusahaan, diantaranya adalah Sleekr HR, yang bisa digunakan perusahaan untuk mengelola pekerjaan administrasi seperti manajemen absensi, cuti, klaim dan reimbursement, perhitungan gaji hingga perpajakan dan BPJS.

Sementara Sleekr Accounting mencoba untuk membantu perusahaan untuk memantau performa perusahaan secara mudah dan real time. Platform ini memungkinkan perusahaan untuk melakukan pembukuan, pemantauan transaksi jual beli, hingga menghitung rasio dan memperoleh keuangan secara otomatis.

“Kami rencananya akan melakukan integrasi dengan instansi terkait seperti dirjen pajak hingga bank untuk memudahkan perusahaan melakukan kegiatan rutin hingga proses keuangan secara online melalui sistem dari Sleekr,” kata Suwandi.

Sesuai dengan visi dan misi dari Sleekr yaitu memberikan kemudahan untuk perusahaan terutama bagian HR dan akunting melakukan pekerjaan dengan memanfaatkan sistem dari Sleekr yang berbasis teknologi komputasi awan dan dirancang khusus untuk perusahaan modern.

“Saat ini sudah banyak startup seperti Asmaraku, Midtrans, IDN Times, Uangteman, hingga Sale Stock yang telah menggunakan teknologi dari Sleekr. Kami juga menyediakan bantuan untuk perusahaan yang sebelumnya telah menggunakan software HR berbeda untuk migrasi ke Sleekr tanpa mengurangi data yang telah dimiliki,” kata Suwandi.

Strategi monetisasi Sleekr

Perusahaan yang menggunakan Sleekr HR dan Sleekr Accounting akan dikenakan biaya yang berbeda.

“Untuk Sleekr HR biaya yang kami tetapkan bergantung pada besarnya perusahaan, karena sistem pembayarannya adalah per karyawan. Sedangkan untuk Sleekr Accounting, biaya yang ditetapkan dapat disesuaikan dengan fitur yang dibutuhkan perusahaan,” kata Suwandi.

Sementara untuk pengguna umum yang bekerja secara freelance atau perusahaan yang belum mendaftarkan diri menggunakan sistem Sleekr, bisa memanfaatkan versi demo trial dalam batas waktu yang ditentukan.

“Kami telah merancang model bisnis yang terjangkau bagi perusahaan, bahkan yang masih berskala kecil atau mikro hingga perusahaan besar termasuk perusahaan terbuka,” kata Suwandi.

Sejak berdiri pada tahun 2015 lalu, Sleekr tidak bergantung pada investasi dari venture capital atau angel investor. Selain self-funding, Sleekr masih memanfaatkan kucuran dana dari korporasi dan hingga kini belum berniat untuk melakukan penggalangan dana.

Application Information Will Show Up Here