Modalku Acquires Singapore-Based Fintech Payment “CardUp”

Modalku Group announced acquisition with an undisclosed amount over CardUp, a Singapore-based fintech startup providing payment solutions. CardUp capabilities are to enhance Modalku’s loan products in order to provide more integrated financial services for MSMEs in Southeast Asia.

Once the acquisition process is complete and approved by local regulators, the Modalku Group will welcome CardUp Co-founder Nicki Ramsay as a member of the management team to lead the payments business while retaining all CardUp employees in Asia.

In an official statement (29/6), Co-founder of Funding Societies and CEO of Modalku Indonesia, Reynold Wijaya, said that his team has known Nicki and CardUp since 2018. In terms of culture and strategy, this is quite a match for the Modalku Group.

He said, with this acquisition, the company can accelerate its leadership in the regional fintech market by combining payment service capabilities, improving user experience, and adding local licenses to Modalku Group’s digital lending services in key markets. “We are excited to work with the CardUp team. This is an honor for us,” said Reynold.

CardUp’s Founder and CEO, Nicki Ramsay said, “We also identify the Modalku Group as a perfect associate for the company’s expertise in payments. For him, this acquisition reflects the strong strategic and cultural synergy between the two companies.

“We have the same mission to empower MSMEs and have been providing the medium for them in business operations and cash flow management. We believe that CardUp has a bright future with the Modalku Group and we are delighted to be working together on this new journey,” Ramsay added.

CardUp will continue to operate its business and consumer services, also continue its long-term relationships with partners, card issuers, and media partners. The two companies will take advantage of synergies through complementary human resources, technological innovation, banking, and technology partnerships to continue to empower MSMEs in Southeast Asia.

This acquisition, Reynolds continued, is one of the most significant corporate actions during this year. In February, the company raised $294 million in Series C funding, with $144 million streaming from equity. Moreover, the company also invested in Bank Index in Indonesia, launched a virtual business card called Elevate in Singapore, and expanded business in Vietnam. “All of this is to strengthen and expand the range of corporate financial services for MSMEs.”

About CardUp

CardUp was founded in 2016 in Singapore, providing payment solutions for individuals and businesses to pay suppliers and receive payments from customers digitally. In addition to Singapore, the solution has been used by tens of thousands of businesses on various business and industrial scales (B2B and C2B) in Malaysia and Hong Kong. They use CardUp for transactions related to payroll, rent payments, corporate taxes, vendor payments, accounts receivable flows, and fees between countries.

CardUp is licensed by the Monetary Authority of Singapore (MAS) as a Major Payment Institution under the Payment Services Act and is also licensed by the Hong Kong Customs and Excise Department or HKCED. ) as a Financial Service Operator (Money Service Operator).

CardUp is in high demand from businesses looking to save time and money by digitizing payment transactions. This is reflected in the claimed quarterly growth of 53%.

Momentum for MSMEs

The acquisition is considered to have the right momentum, as the MSME segment is projected to drive Southeast Asia’s digital financial market to $60 billion by 2025, according to a Bain & Company report. Meanwhile, citing McKinsey, the business payments sector will grow at a CAGR of 10% over the next five years.

Modalku provides digital funding services, borrowers (potential MSMEs) can get an unsecured business capital loan of up to IDR 2 billion funded by platform lenders (individuals or institutions looking for alternative investments) through the digital market.

In addition to Indonesia, Modalku also operates in Singapore, Malaysia, Thailand, and Vietnam under the name Funding Societies. To date, the Modalku Group has succeeded in disbursing business loans of Rp. 35.14 trillion to more than 5 million MSME loan transactions in Southeast Asia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Astra dan WeLab Pertajam Komitmen Membawa Bank Jasa Jakarta Bertransformasi Digital

PT Astra International Tbk (IDX: ASII) mengumumkan akuisisinya terhadap PT Bank Jasa Jakarta (BJJ). Dalam penandatanganan Shares Subscription Agreement (SSA), Astra melalui PT Sedaya Multi Investama mencaplok 1,138 juta lembar saham atau sekitar 49,56% dari seluruh modal ditempatkan dan disetor.

Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Astra menggelontorkan sebesar Rp3,87 miliar pada transaksi ini. Adapun, kesepakatan ini telah diteken pada 1 Juli 2022.

Corporate Secretary Gita Tiffani Boer mengatakan transaksi tersebut bertujuan sebagai pengembangan usaha dan investasi Sedaya Multi Investama.

Selain itu, perusahaan juga mengumumkan bahwa Welab Sky Limited (WeLab) selaku salah satu pemegang saham Bank Jasa, juga akan menambah kepemilikan sahamnya di sana. Usai penyelesaian transaksi, WeLab akan mengantongi 49,56% dari seluruh modal ditempatkan dan disetor di Bank Jasa Jakarta.

Pada Desember 2021, WeLab diketahui sudah menggenggam 24% saham Bank Jasa Jakarta. Aksi korporasi ini memperkuat komitmen mereka dalam membangun dan mengoperasikan bank digital. Mengingat potensinya masih besar, termasuk untuk menjangkau kalangan unbankable.

Dalam laporan yang dipublikasi oleh DSInnovate bertajuk “The Rise of Digital Banking in Indonesia“, disebutkan bahwa ukuran pasar bank digital, secara global nilainya diperkirakan sudah mencapai $12,1 miliar pada 2020 dan akan bertumbuh hingga $30,1 miliar di 2026 dengan CAGR 15.7%.

Menurut OJK, indeks inklusi keuangan di Indonesia mencapai 76,19% pada 2019. Selain itu, adopsi produk perbankan terus meningkat dari tahun ke tahun. Hingga 2020, tercatat 351,7 juta rekening terdaftar di 110 bank (96 bank konvensional, 14 bank syariah). Sementara di Indonesia saat ini sudah ada 12 aplikasi bank digital yang bisa digunakan masyarakat.

Daftar bank digital dan calon bank digital di Indonesia. Sumber: Laporan DSInnovate

Relasi bisnis Astra dan WeLab

Relasi bisnis Astra dengan Welab telah terjalin sejak tahun 2018 ketika kedua perusahaan membentuk usaha patungan (joint venture) yang bergerak di bidang fintech lending, Astra WeLab Digital Arta. Dalam kesempatan yang sama, perusahaan juga merilis aplikasi Maucash, menawarkan dua produk pinjaman, Maucepat dan Mauringan.

WeLab merupakan startup p2p lending yang beroperasi di tiga negara melalui tujuh merek produk keuangan, di antaranya WeLend dan WeLab Bank di Hong Kong; WeLab Digital, Taoxinji, Wallet Gugu, dan Tianmian Tech di Tiongkok; serta Maucash di Indonesia.

WeLab Bank tercatat telah memiliki 50 juta pengguna dan menyalurkan pinjaman lebih dari $10 miliar. Sementara, WeLab mengantongi 150 ribu pengguna digital banking di Hong Kong.

Sementara, Bank Jasa Jakarta merupakan bank ritel yang menawarkan produk simpanan, pinjaman, dan layanan perbankan. BJJ memiliki 11 kantor cabang pembantu dan tiga kantor kas dengan jaringan ATM tergabung dalam jaringan Prima di seluruh kota besar Indonesia.

Perkuat ekosistem produk digital Astra

Grup Astra mulai melakukan transformasi digital sejak beberapa tahun lalu. Transformasi ini menggunakan tiga strategi utama, yakni memodernisasi core business, menciptakan sumber pendapatan baru yang inovatif, dan berinvestasi pada produk di ekosistem digital. Beberapa produk digital yang sudah masuk dalam ekosistem produk digital Astra termasuk CariParkir, Sejalan, Movic, SEVA dan mo88i .

Di sepanjang 2021, Astra semakin gencar memperkuat ekosistem produk digitalnya. Pada kuartal pertama 2021, anak usaha Astra Financial meluncurkan aplikasi Moxa alias Mobile Experience by Astra Financial. Perusahaan juga telah meluncurkan AstraPay yang sudah dapat digunakan di ekosistem Grup Astra. Berikut rincian produk digital yang sudah masuk dalam ekosistem Astra.

Produk Kategori Grup
AstraPay Fintech Astra Financial
Moxa Fintech Astra Financial
Maucash Fintech Astra Welab Digital Arta
mo88i Marketplace (mobil bekas) Serasi Autoraya (Mobil88)
CariParkir Transportation (navigation) Astra Digital
Seva.id Marketplace (mobil baru dan bekas) Astra Digital
Movic Transportation (car rental) Astra Digital
Sejalan Transportation (ride-sharing) Astra Digital

Ruangguru Umumkan Akuisisi Schoters dan Kalananti, Perluas Ekosistem Produk

Ruangguru mengumumkan akuisisi penuh terhadap dua startup edtech, Schoters dan Kalananti, dengan nominal dirahasiakan. Kedua startup ini akan melengkapi rangkaian ekosistem produk K-12 di Ruangguru, masing-masing petinggi tetap fokus pada solusi yang mereka tawarkan untuk para pengguna Ruangguru.

“Kami baru akuisisi Kalananti dan Schoters, selama ini kurikulum di Ruangguru untuk bantu siswa masuk PTN dan PTS. Dengan Schoters, yang mau kuliah di luar negeri untuk S1, S2, dan dapat dapat beasiswa bisa dibantu. Schoters jadi yang terbesar di Indonesia untuk bimbingan seperti ini,” ujar Co-founder dan CEO Ruangguru Belva Devara dalam konferensi pers yang diadakan kemarin (4/7).

Secara terpisah, kepada DailySocial.id, masing-masing petinggi Schoters dan Kalananti memberikan pernyataannya. Co-founder dan CEO Schoters Radyum Ikono menuturkan penjajakan akuisisi sebenarnya sudah dilakukan pada November 2021, tapi kesepakatannya baru kelar pada akhir Juni ini. Setelah akuisisi, proses bisnis di Schoters tidak akan berubah secara signifikan, bahkan merek Schoters tetap akan ada untuk menjamah pengguna baru di luar ekosistem Ruangguru.

Solusi Schoters akan tersedia di platform Ruangguru dan diakses oleh seluruh pengguna yang membutuhkan solusi tersebut. “Kita jadi part of ecosystem Ruangguru. Ini yang menarik karena selama ini kan kita bimbing anak SMA yang mau kuliahi di luar negeri. Ruangguru punya pengguna anak SMA se-Indonesia, sementara kami startup terbatas, begitu gabung, semua anak SMA bisa kita approach,” kata Ikono.

Sejak beroperasi di 2018, Schoters mengklaim berhasil membantu kelulusan ribuan pelajar Indonesia ke lebih dari 400 universitas di 43 negara, termasuk Cornell University, University of College London, Nanyang Technological University, hingga Harvard University. Juga, membantu pelajar mendapatkan ratusan beasiswa dan angka pertumbuhan pengguna lebih dari 500% pada 2020-2021.

Solusi Schoters tidak hanya menawarkan konsultasi dan bimbingan pendaftaran kuliah, tapi juga kelas bahasa asing, persiapan dokumen, hingga membantu mencari akomodasi.

Sementara itu, proses akuisisi Kalananti sebenarnya sudah rampung sejak akhir Maret 2022. Setelah itu, keduanya langsung tancap gas kolaborasi bisnis. “Produk utama kita adalah keterampilan masa depan, salah satunya adalah coding. Banyak orang tua merasa itu sangat relevan, makanya banyak yang anggap coding adalah produk unggulannya. Kita diakuisisi ya karena produk coding itu sendiri,” ucap CEO Kalananti Ahmad Syahid Zakaria.

Syahid melanjutkan, setelah bergabung di Ruangguru, ia dan tim akan fokus pengembangan produk pembelajaran coding untuk anak karena kini memiliki sumber daya yang lebih lebar, tidak seperti sebelumnya. Sebenarnya, selain coding, Kalananti punya beberapa produk edukasi lainnya, namun yang akan menjadi fokus untuk beberapa waktu ke depan adalah coding sebelum kembali menyeriusi produk lainnya.

“Kami mau mengerucutkan ke satu produk untuk mature. Sebelum gabung ke Ruangguru, yang belum bisa kita optimize itu marketing and sales-nya, itu akan terbantu banget dari sisi kami. Makanya sekarang kita mau ke product development ke produk unggulan kita, nanti diversifikasi lagi ke produk yang lainnya.”

Sebagai catatan, Kalananti merupakan startup edtech yang sudah berdiri secara resmi pada 2020. Startup ini fokus menyediakan kursus coding dan inovasi untuk anak usia 5-12 tahun, mengeksplorasi berbagai keterampilan di masa dengan cara menyenangkan melalui program seru.

Kalananti menggunakan pendekatan blended learning yang berfokus pada konsep dan kompetensi. Untuk program ScratchJr misalnya, yang diperuntukkan untuk usia 5-6 tahun, anak akan dikenalkan coding dengan membuat game/animasi di aplikasi ScratchJr, tidak perlu sudah baca tulis. Aplikasi ini memungkinkan orang tua mengasah logika dasar coding secara sederhana dengan warna dan ikon.

Pembaruan fitur di Ruangguru

Hal lainnya yang disampaikan dalam konferensi pers adalah produk baru dan fitur pendukung dalam rangka menyambut tahun ajaran baru. Salah satu yang ditekankan adalah kehadiran Ruangguru for Kids, ekosistem belajar terpadu untuk mengembangkan potensi dan kemampuan akademik dan non-akademik anak sejak dini.

Dalam platform ini, tersedia berbagai pilihan moda dan bidang belajar bagi anak usia 3-12 tahun, mulai dari bahasa, coding, baca, tulis dan hitung, hingga sekolah online. Kalananti dan Alta School masuk melengkapi solusi tersebut, berikutnya Dafa Lulu, yakni platform pembelajaran interaktif dan beranimasi untuk siswa SD kelas 1-6, menggabungkan materi belajar dengan storytelling dan gamifikasi.

Platform Dafa Lulu ini dilengkapi dengan fitur Zona Berlatih, zona khusus untuk belajar melalui berbagai permainan edukasi menarik, Dafa Lulu Live, untuk belajar bersama guru secara live dan interaktif menggunakan konten Dafa Lulu. Di luar Ruangguru for Kids, perusahaan juga mengumumkan tambahan fitur untuk Adapto, video belajar adaptif yang alurnya dapat menyesuaikan dengan tingkat pemahaman siswa, dinamai Adapto X.

Adapto itu sendiri sudah dirilis sejak tahun lalu. Di dalam Adapto X, fitur ini menggunakan simulasi dan permainan interaktif, menekankan aspek penerapan secara proaktif untuk membantu siswa memahami materi pelajaran dengan lebih mudah. Terakhir, adalah UTBK Center, platform persiapan seleksi masuk PTN untuk pelajar SMA. Seluruh aspek yang diperlukan untuk persiapan UTBK, mulai dari countdown jadwal UTBK, persebaran materi dan strategi belajar, latihan soal, analisis peluang lolos UTBK, hingga info universitas dan program studi.

Application Information Will Show Up Here

Modalku Akuisisi CardUp, Startup Fintech Pembayaran Asal Singapura

Grup Modalku mengumumkan akuisisi terhadap CardUp, startup fintech penyedia solusi pembayaran dari Singapura dengan nominal dirahasiakan. Kapabilitas CardUp akan melengkapi produk-produk pinjaman Modalku dalam rangka menyediakan layanan keuangan yang lebih terintegrasi untuk UMKM di Asia Tenggara.

Setelah proses akuisisi selesai dan disetujui regulator setempat, Grup Modalku akan menyambut Co-founder CardUp Nicki Ramsay sebagai anggota tim manajemen untuk memimpin usaha pembayaran dengan tetap mempertahankan semua karyawan CardUp di Asia.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (29/6), Co-founder Funding Societies dan CEO Modalku Indonesia Reynold Wijaya menuturkan, pihaknya sudah mengenal Nicki dan CardUp sejak 2018. Secara kultural dan strategis, CardUp sangat cocok bagi Grup Modalku.

Menurutnya, dengan akuisisi ini, perusahaan dapat mempercepat kepemimpinan perusahaan di pasar fintech regional dengan menggabungkan kapabilitas layanan pembayaran, meningkatkan user experience, dan menambah lisensi lokal ke layanan digital lending Grup Modalku di pasar-pasar utama. “Kami bersemangat untuk bekerja sama dengan tim CardUp. Bergabung dengan mereka adalah suatu kehormatan bagi kami,” ucap Reynold.

Founder dan CEO CardUp Nicki Ramsay menambahkan, pihaknya juga melihat Grup Modalku sebagai pasangan komplementer untuk keahlian perusahaan di bidang pembayaran. Bagi dia, akuisisi ini mencerminkan sinergi strategis dan budaya yang kuat antara kedua pihak.

“Kami memiliki misi yang sama untuk memberdayakan UMKM dan selama ini menyediakan sarana bagi mereka untuk mendapatkan bisnis operasional dan mengelola arus kas. Kami percaya bahwa CardUp memiliki masa depan yang cerah dengan Grup Modalku dan kami senang akan bekerja sama dalam perjalanan baru ini,” kata Ramsay.

CardUp akan terus mengoperasikan layanan bisnis dan konsumennya, serta melanjutkan hubungan jangka panjangnya dengan para mitra, penerbit kartu, dan mitra media. Kedua perusahaan akan memanfaatkan sinergi, yaitu melalui sumber daya manusia yang komplementer, inovasi teknologi, kemitraan perbankan, dan teknologi untuk terus memberdayakan UMKM di Asia Tenggara.

Akuisisi ini, sambung Reynold, adalah salah satu aksi korporasi yang signifikan selama 2022. Pada Februari kemarin, perusahaan memperoleh pendanaan Seri C senilai $294 juta, dengan $144 juta di antaranya berasal dari pendanaan ekuitas. Berikutnya, berinvestasi terhadap Bank Index di Indonesia, meluncurkan kartu virtual usaha bernama Elevate di Singapura, dan perluas bisnis di Vietnam. “Semua ini dilakukan untuk memperkuat dan memperluas rangkaian layanan keuangan perusahaan bagi UMKM.”

Tentang CardUp

CardUp didirikan pada 2016 di Singapura, sediakan solusi pembayaran untuk individu dan badan usaha membayar pemasok dan menerima pembayaran dari pelanggan secara digital. Tak hanya Singapura, kini solusinya telah dimanfaatkan oleh puluhan ribu usaha dari berbagai skala bisnis dan industri (B2B dan C2B) di Malaysia dan Hong Kong. Mereka menggunakan CardUp untuk transaksi yang berhubungan dengan pembayaran gaji, pembayaran sewa, pajak korporat, pembayaran vendor, arus piutang, dan biaya antar negara.

CardUp memegang lisensi dari Monetary Authority of Singapore (MAS) sebagai Lembaga Pembayaran Signifikan (Major Payment Institution) di bawah Undang-Undang Layanan Pembayaran (Payment Services Act) dan juga terlisensi oleh Departemen Bea Cukai Hong Kong (Hong Kong Customs and Excise Department atau HKCED) sebagai Operator Layanan Keuangan (Money Service Operator).

CardUp memperoleh permintaan tinggi dari usaha-usaha yang ingin menghemat waktu dan uang lewat digitalisasi transaksi pembayaran. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan tiap kuartal yang diklaim sebesar 53%.

Momentum pangsa pasar UMKM

Langkah akuisisi dianggap memiliki momentum yang tepat, lantaran segmen UMKM diproyeksikan akan menggerakkan pasar keuangan digital Asia Tenggara menjadi sebesar $60 miliar pada 2025 mendatang, menurut laporan Bain & Company. Sementara, mengutip dari McKinsey, sektor pembayaran usaha akan tumbuh dengan CAGR 10% selama lima tahun ke depan.

Modalku menyediakan layanan pendanaan digital,  peminjam (UMKM yang berpotensi) bisa mendapatkan pinjaman modal usaha tanpa jaminan hingga Rp2 miliar yang didanai oleh pendana platform (individu atau institusi yang mencari alternatif investasi) melalui pasar digital.

Selain di Indonesia, Modalku juga beroperasi di Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam dengan nama Funding Societies. Sampai saat ini, Grup Modalku telah berhasil mencapai penyaluran pinjaman usaha sebesar Rp35,14 triliun kepada lebih dari 5 juta transaksi pinjaman UMKM di Asia Tenggara.

Application Information Will Show Up Here

Induk Shopee Beri Sinyal Masuk ke Insurtech, Dikabarkan Akuisisi Perusahaan Asuransi

Sea Group, induk Shopee, dikabarkan mengakuisisi perusahaan asuransi umum Asuransi Mega Pratama, menurut pemberitaan di Financial Times. Bila informasi ini akurat, bisa dipastikan Sea Group menjadi raksasa teknologi dengan solusi keuangan terlengkap di Asia Tenggara.

Dalam jajaran portofolio bisnis keuangannya sejauh ini, Sea Group memiliki anak usaha di bidang pembiayaan lewat CS Finance (ShopeePay Later), uang elektronik lewat ShopeePay, serta perbankan lewat SeaBank dan Bank Mayora. Sementara, kompetitornya, Grab dan GoTo belum mencapai level tersebut.

Asuransi Mega Pratama itu sendiri, sebelumnya adalah bagian dari Grup Bakrie, hingga akhirnya diakuisisi pada 2003 oleh perusahaan transportasi dan perkapalan PT Wahana Mandiri Sentosa Cemerlang. Kemudian pada awal tahun dibeli oleh sebuah entitas yang dimiliki oleh Andy Indigo, keponakan dari Martua Sitorus, pemilik Wilmar International.

Bisa dikatakan, masuknya ke ranah asuransi akan memberikan warna baru dalam rangkaian variasi produk di ekosistem di Sea Group. Misalnya, di bank dapat dikawinkan jadi produk bancassurance untuk menggenjot kontribusi fee-based income.

Adapun di Shopee sendiri, sejauh ini konsumen dapat membeli asuransi mikro untuk setiap transaksi di Shopee dengan harga dan proses klaim yang simpel. Perusahaan bekerja sama dengan insurtech seperti PasarPolis, Qoala, dan perusahaan asuransi umum lainnya.

Sebagai gambaran, potensi asuransi di Indonesia masih begitu besar. Penetrasinya masih mandeg di kisaran 3% sejak lima tahun belakangan. Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Founder dan CEO PasarPolis Cleosent Randing menuturkan ada beberapa masalah mendasar di industri asuransi, seperti inovasi yang loyo, produk tidak terjangkau untuk masyarakat umum, dan proses bisnis yang masih manual.

Makanya, pendekatan yang tepat untuk pemain insurtech adalah membangun konsep embedded insurance, dengan menautkan produk asuransi sebagai bagian dari gaya hidup digital. Ibaratnya, layanan PasarPolis diintegrasikan dengan berbagai layanan digital melalui sambungan backend. Lalu meracik bersama perusahaan asuransi untuk menyuguhkan produk asuransi yang lebih terpersonalisasi.

Mengutip dari laporan “Insurtech Ecosystem in Indonesia 2021” yang dirilis DSInnovate, bisnis insurtech di dunia telah berkembang pesat, menawarkan berbagai model bisnis spesifik.

Di Indonesia sendiri, beberapa model paling populer adalah marketplace, digital brokers, digital carriers, dan micro insurers. Bahkan sebuah startup bisa sekaligus mengakomodasi beberapa model bisnis, seperti PasarPolis dalam hal ini sebagai marketplace, digital brokers, on-demand insurers, dan digital carriers.

Varian model bisnis asuransi berbasis teknologi
Application Information Will Show Up Here

Investree Akuisisi Hampir 19% Saham Amar Bank

Investree Singapore Pte Ltd (Investree Group) mengumumkan akuisisi saham minoritas di Amar Bank sebesar 18,84%, bagian dari Tolaram Group, pasca penandatanganan perjanjian transaksi. Langkah strategis tersebut dipercaya dapat mempercepat inklusi keuangan di Indonesia.

Ke depannya, kedua belah pihak akan melakukan sinergi bisnis untuk menyediakan ragam produk pembiayaan dan menawarkan solusi bisnis digital untuk meningkatkan operasi UMKM secara nasional. Selaras dengan ambisi Investree Group, yang beroperasi di Indonesia di bawah PT Investree Radhika Jaya (Investree), berkomitmen untuk memperluas akses layanan keuangan bagi UMKM melalui solusi perbankan digital.

Pasalnya, ada sekitar 92 juta dan 47 juta orang dewasa yang tidak memiliki rekening bank dan tidak memiliki rekening bank di Indonesia masing-masing, dan segmen UMKM yang tidak memiliki rekening bank serta berkembang pesat menyumbang sekitar 60% dari PDB.

Direktur Investree Group, Co-founder dan CEO Investree Adrian Gunadi menuturkan bahwa inisiatif tersebut dalam rangka menciptakan kolaborasi yang kohesif antara fintech dan bank serta melakukan inovasi produk untuk menyediakan layanan pembiayaan digital dan solusi bisnis yang lebih terintegrasi, sebagai perluasan jangkauan kepada calon debitur/UMKM di kota-kota yang masuk dalam jaringan Amar Bank.

“Selain itu, akuisisi akan semakin meningkatkan ekosistem yang kuat yang telah memungkinkan peningkatan potensi strategis Investree untuk memberdayakan UMKM di seluruh negeri. Komitmen ini sejalan dengan salah satu agenda prioritas Presidensi G20 Indonesia, yaitu mendorong inklusi keuangan khususnya bagi komunitas UMKM yang selama ini belum terlayani dengan baik oleh perbankan,” kata Adrian dalam keterangan resmi, Selasa (10/5).

Managing Director, Fintech & Infrastructure Tolaram Navin Nahata menambahkan, kehadiran Investree, sejalan dengan upaya perusahaan untuk membangun Amar Bank menjadi bank digital terkemuka yang berfokus pada konsumen dan UMKM.

Dia memercayai pengetahuan mendalam Investree tentang ruang pembiayaan UMKM lokal memungkinkan Amar Bank mempercepat inovasi diversifikasi produk untuk menangani segmen ekonomi Indonesia yang penting namun secara historis kurang terlayani. “Kami menantikan kemitraan yang sukses dan berjangka panjang dengan Investree,” ujarnya.

Presiden Direktur Amar Bank Vishal Tulsian turut memberikan pernyataannya, “Transaksi ini merupakan langkah maju yang signifikan bagi Amar Bank. Keterlibatan dan keahlian Investree akan memungkinkan kami untuk memperkenalkan penawaran produk baru dan lebih baik untuk UMKM di Indonesia, di samping produk pinjaman digital unggulan kami, Tunaiku dan bank khusus seluler, Senyumku. Bersama-sama, kami akan menghadirkan Digital Banking with an Impact.”

Kinerja Amar Bank

Berdasarkan paparan kinerja Amar Bank, bank meraih laba bersih sepanjang tahun lalu sebesar Rp4,1 miliar dan kenaikan total aset sebesar Rp5,2 triliun yang tumbuh 28,2% (yoy). Dari sisi pinjaman, tumbuh 40,1% secara tahunan atau sebesar Rp2,4 triliun. Mayoritas pinjaman datang dari platform pinjaman Tunaiku yang menyalurkan Rp2 triliun atau naik 63%.

Masuknya Investree, juga merupakan upaya Amar Bank untuk memenuhi ketentuan inti minimum sebesar Rp3 triliun di penghujung 2022, berdasarkan POJK Nomor 12 Tahun 2020 tentang konsolidasi bank umum. Bank telah menyelesaikan Rights Issue I pada 1 Maret 2022, dan tetap optimis bisa memenuhi ketentuan hingga akhir tahun ini.

Hal yang sama juga dilakukan oleh bank kecil lainnya. Sebelumnya, ada Xendit yang mengakuisisi saham Bank Sahabat Sampoerna, induk Kredivo yang resmi menguasai 75% saham Bank Bisnis Internasional, Grab dan Singtel sebagai investor strategis Bank Fama, Modalku dan Carro berinvestasi di Bank Index, dan Ajaib Group genggam 40% saham Bank Bumi Artha. Selebihnya masih sekadar rumor, tinggal tunggu kabar peresmiannya, seperti Amartha yang dikabarkan akan akuisisi Bank Victoria Syariah.

Application Information Will Show Up Here

Xendit Kini Kuasai Hampir 15 Persen Saham Bank Sahabat Sampoerna [UPDATED]

Xendit mengumumkan investasi strategis di Bank Sahabat Sampoerna. Nantinya, Xendit akan menjadi mitra teknologi Bank Sampoerna untuk mengembangkan infrastruktur teknologi kelas dunia dan terus meningkatkan proses internal dan produk yang tersedia.

Dalam keterangan resmi, tidak disebutkan persentase saham Bank Sampoerna yang kini dimiliki Xendit. Namun menurut pemberitaan DailySocial.id sebelumnya, Xendit akan mengempit saham secara bertahap hingga 51% menjadi pemegang mayoritas.

Mengutip dari situs Bank Sampoerna, Xendit Pte. Ltd. menguasai 14,96% saham. Pemegang saham mayoritas, PT Sampoerna Investama terdilusi menjadi 64,24%. Kemudian, PT Cakrawala Mulia Prima (bagian dari Alfa Group) juga ikut tergerus menjadi 14,28%. Sisanya, dikuasai oleh Abakus Pte. Ltd. (2,55%), Sultan Agung Mulyani (2,49%), Ekadhamajanto Kasih (0,79%), dan Yan Peter Wangkar (0,69%).

Co-founder dan CEO Xendit Moses Lo menyampaikan kedua perusahaan akan terus berjalan secara independen, tanpa mengubah produk dan layanan yang ada. “Kami akan bekerja sama unutk menetapkan arah strategis jangka panjang,” ujar Lo dalam keterangan resmi, Rabu (22/4).

“Xendit dan Bank Sampoerna telah menjadi mitra sejak awal Xendit di Indonesia. Dengan investasi ini, Xendit bangga dapat mendukung Bank Sampoerna dalam mengembangkan infrastruktur digital Bank dan terus berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi digital bangsa.”

CEO Bank Sampoerna Ali Rukmijah turut menambahkan, “Kolaborasi telah menjadi titik sentral Bank Sampoerna dalam melayani bisnis mikro dan UKM. Dukungan dari Xendit tentunya akan meningkatkan kemampuan layanan kami. Peningkatan tersebut akan terlihat dari segi kapasitas layanan, cakupan, dan yang tidak kalah pentingnya, kualitas & inovasi.”

Bank Sampoerna adalah bank swasta Indonesia yang fokus pada bisnis mikro, UKM dan banking-as-a-service kepada bisnis berbasis teknologi. Selama bertahun-tahun, Bank Sampoerna terus berinovasi dan berinisiatif mengembangkan layanan transaksi perbankan yang inovatif dengan mengoptimalkan teknologi di berbagai produk dan layanan digital. Hal ini dilakukan melalui integrasi teknis dan berbagai format yang disediakan oleh bank.

Aplikasi Nex

Saat ini, Xendit tengah mengujicoba secara terbatas aplikasi bank digital Nex. Nex akan memanfaatkan kapabilitas perbankan milik Bank Sampoerna dan teknologi yang ditawarkan Xendit. Fitur awal yang ditawarkan adalah bunga tahunan 6% yang dibayar setiap hari untuk tabungan, bebas biaya admin dan transfer, dan kemudahan pengiriman dan penerimaan dana. Hal yang umum ditawarkan bank digital kekinian.

Aplikasi Nex dikelola tiga pihak, yakni PT Nex Teknologi Digital, PT Sumber Digital Teknologi (iluma.ai), PT Sinar Digital Terdepan (Xendit), dan afiliasi-afiliasinya. Iluma bertugas melakukan e-KYC dan pengecekan skoring kredit yang lebih seamless. Kemungkinan besar Iluma adalah bagian dari Xendit karena lokasi kantornya satu gedung dengan kantor pusat Xendit.

Kepada DailySocial.id, perwakilan Xendit memberikan pernyataannya. Mereka bilang, aplikasi Nex merupakan produk digital yang sedang berada dalam masa uji-coba terbatas dan saat ini hanya dipergunakan untuk kalangan internal, tanpa melibatkan Bank Sahabat Sampoerna.

“Aplikasi Nex sepenuhnya dikelola oleh PT Nex Teknologi Digital. PT Sumber Digital Teknologi (iluma.ai) maupun PT Sinar Digital Terdepan (Xendit) tidak terlibat dalam pengelolaan aplikasi ini,” tulis manajemen.

Akuisisi perusahaan pembiayaan

Sebelumnya, Xendit juga mengonfirmasi akan membeli saham perusahaan pembiayaan PT Global Multi Finance. Langkah ini terkait dengan rencana Global Multi Finance merger dengan PT Emaas Persada Finance.

“Yang saat ini diumumkan di media adalah rencana aksi korporasi dari Globalindo Multi Finance mengenai perubahan kepemilikan. Xendit group nantinya menjadi salah satu pemilik dari Globalindo Multi Finance,” ujar perwakilan perusahaan mengutip dari Katadata.

Tidak dirinci lebih lanjut terkait besaran saham yang akan diakuisisi Xendit nantinya. Sebab, dia bilang masih berlangsung proses administrasinya dan akan disampaikan ketika rampung. Dilanjutkan, masuknya ke perusahaan pembiayaan ini nantinya akan memberikan produk-produk pembiayaan sebagai nilai tambah.

 

*) Kami menambahkan pernyataan tambahan dari manajemen Xendit terkait Nex.

Application Information Will Show Up Here

Xendit Dikabarkan Bidik Bank Sahabat Sampoerna

Xendit turut berpartisipasi dalam gemuruh persaingan bank digital di Indonesia. Startup yang memperoleh status unicorn tahun lalu ini dikabarkan membidik  saham mayoritas di Bank Sahabat Sampoerna. Sumber DailySocial.id menyebutkan, aksi korporasi akan dilakukan secara bertahap sampai akhirnya menguasai 51%.

DailySocial.id berusaha menghubungi perwakilan Xendit untuk meminta respons, tapi hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan yang diberikan.

Akuisisi tersebut disinyalir menjadi pemulus langkah perusahaan melalui aplikasi bank digitalnya, Nex. Saat ini perusahaan tengah melakukan uji coba untuk internal dan membuka daftar tunggu (waitlist) untuk umum. Fitur awal yang ditawarkan adalah bunga tahunan 6% yang dibayar setiap hari untuk tabungan, bebas biaya admin dan transfer, dan kemudahan pengiriman dan penerimaan dana. Hal yang umum ditawarkan bank digital kekinian.

Aplikasi Nex dikelola tiga pihak, yakni PT Nex Teknologi Digital, PT Sumber Digital Teknologi (iluma.ai), PT Sinar Digital Terdepan (Xendit), dan afiliasi-afiliasinya. Iluma bertugas melakukan e-KYC dan mengecekan skoring kredit yang lebih seamless. Kemungkinan besar iluma adalah bagian dari Xendit karena lokasi kantornya satu gedung dengan kantor pusat Xendit.

Sebelumnya, Xendit juga memiliki saham di BPR Xen. Mengacu di data OJK, BPR Xen (PT Bank Perkreditan Rakyat Xen) sebelumnya bernama BPR Arthakelola Cahayatama yang terletak di Depok, Jawa Barat.

Co-founder Xendit Theresa Sandra Wijaya (Tessa Wijaya) masuk sebagai pemegang saham di BPR Xen dengan kepemilikan 0,68% pada Juni 2021. Pemegang saham mayoritas dikuasai oleh PT Indo Digital Raya (99,32%). Theresa meningkatkan kepemilikannya menjadi 1% pada Desember 2021.

Tidak banyak informasi yang bisa didapat mengenai PT Indo Digital Raya ini. Namun bisa dipastikan terafiliasi perusahaan karena selokasi dengan kantor pusat Xendit. Sebelumnya, perusahaan sudah melayangkan penyangkalannya terlibat dengan BPR Xen.

“Xendit baru saja menjalin kemitraan strategis dengan PT BPR Xen, sebuah BPR yang berlokasi di Depok, Jawa Barat. PT BPR Xen dan PT Sinar Digital Terdepan merupakan dua entitas terpisah dan tidak terafiliasi secara kepemilikan,” ujar juru bicara Xendit. Mereka pun mengaku masih dalam tahap eksplorasi terkait kemitraan tersebut bagaimana dapat membawa dampak yang baik buat UMKM.

Bank Sahabat Sampoerna

Secara terpisah, dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Finance & Business Planning Director Bank Sahabat Sampoerna Henky Suryaputra menyampaikan bahwa perbankan tengah berusaha memenuhi ketentuan permodalan inti Rp3 triliun sampai akhir tahun ini. Opsi terdekat yang tengah dijajaki adalah menerima investor strategis baru.

“Kemungkinan besar ada beberapa investor strategis yang tertarik untuk join di Bank Sahabat Sampoerna,” ucapnya Henky pada 13 Januari 2022.

Aksi pemenuhan modal inti ini merupakan bagian dari dorongan regulator melalui POJK Nomor 12 Tahun 2020 tentang Konsolidasi Bank Umum menetapkan aturan modal inti minimal Rp3 triliun per Desember 2022.

Pada tahun lalu, Bank Sahabat Sampoerna telah memenuhi modal inti Rp2 triliun per November 2021. Penambahan ini dilakukan lewat injeksi modal secara langsung dari pemegang saham terdahulu, kehadiran investor baru, dan akumulasi dari perolehan laba. Tidak dirinci siapa investor baru tersebut karena Michael Joseph Sampoerna lewat PT Sampoerna Investama tetap menjadi pengendali bank.

Mengutip dari Kontan, mengacu pada laporan keuangan Bank Sahabat Sampoerna per September 2021 dibanding laporan per Maret 2021, ada satu investor baru, yakni Sutan Agung Mulyadi, pemiliki Serba Mulya Group, dengan kepemilikan saham 2,96%.

Pemilik mayoritas masih dikuasai PT Sampoerna Investama dengan kepemilikan 78%.

Bank Sahabat Sampoerna sendiri cukup aktif melakukan pengembangan produk digital. Sejumlah layanan fintech telah bermitra. Yang terbaru mereka bekerja sama dengan KoinWorks menghadirkan layanan KoinWorks NEO, Julo, Indodana, Kredivo (kartu kredit fisik paylater), Akulaku, dan lainnya.

Mereka juga berkolaborasi dengan berbagai perusahaan payment gateway, seperti Xendit, Instamoney, Safecash, dan Dhasatra untuk memfasilitasi berbagai transaksi digital.

Sebelumnya sejumlah platform fintech telah mengambil langkah serupa untuk menjadi pemilik bank, seperti Akulaku yang menjadi pengendali di Bank Neo Commerce, Kredivo yang menjadi pemegang saham mayoritas di Bank Bisnis Internasional, dan Ajaib yang memiliki saham terbesar di Bank Bumi Artha.

Ajaib Group Kini Miliki 40% Saham Bank Bumi Arta

Ajaib Group melalui PT Takjub Finansial Teknologi (TFT) kembali meningkatkan porsi kepemilikan sahamnya di PT Bank Bumi Arta Tbk (IDX: BNBA) sebanyak 443,52 juta saham atau setara 16 persen dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh.

Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), transaksi pembelian saham ini dilaksanakan pada 8 April 2022 dengan harga pelaksanaan Rp1.345 per saham.

Sebelumnya, Ajaib Group mencaplok sebanyak 665,2 juta saham atau mewakili 24 persen saham Bank Bumi Arta pada November 2021. Dengan penambahan ini, Ajaib kini menguasai 1,10 miliar saham atau setara 40 persen dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh.

Manajemen Ajaib Group mengungkap bahwa pihaknya ingin menjadi pemegang saham pengendali baru Bank Bumi Arta melalui penambahan kepemilikan saham ini.

Ekspansi produk

Dalam pemberitaan sebelumnya, Director of Stock Brokerage Ajaib Sekuritas Anna Lora sempat menyampaikan bahwa akuisisi ini akan memudahkan Ajaib untuk mengembangkan lebih banyak produk di masa depan.

Perusahaan mulai memperkenalkan layanan baru bernama Margin Trading Ajaib pada Maret. Sebagai informasi, margin trading merupakan pinjaman yang difasilitasi perusahaan sekuritas kepada nasabah pemilik rekening efek.

Margin Trading Ajaib memungkinkan pengguna untuk menebus jumlah saham lebih banyak dengan menggunakan pinjaman dana dari perusahaan sekuritas. Ajaib memfasilitasi Margin Trading dengan 0% pada biaya broker dan bunga margin.

Saat ini, bisnis utama Ajaib adalah platform investasi untuk saham dan reksa dana. Per Desember 2021, total investor Ajaib telah mencapai 1,4 juta orang. Dari angka tersebut, sebesar 96 persen merupakan investor pemula dan 90 persen masuk kelompok usia muda.

Sementara data BEI per akhir 2021 mencatat baru ada 7,48 juta investor retail di Indonesia. Namun, angka tersebut tumbuh signifikan sebesar 92,7 persen dibandingkan akhir 2020 yang hanya sekitar 3,88 juta investor.

Jika mengacu pada model bisnis Robinhood, platform trading dan investasi ini menerapkan komisi nol pada layanannya. Robinhood memonetisasi bisnis melalui sejumlah skema, termasuk margin trading, cash management fee, hingga Robinhood Gold.

Fintech akuisisi bank

Sempat dihubungi secara terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebutkan sejumlah faktor kuat yang melandasi aksi startup fintech mengakuisisi bank.

Akuisisi bank akan memampukan startup fintech untuk meningkatkan inklusi keuangan ke seluruh Indonesia. Salah satunya lewat fasilitas pinjaman modal usaha dengan plafon lebih tinggi. Dalam catatan kami, beberapa startup fintech yang mengakuisisi bank ini fokus di segmen UMKM.

Diolah dari berbagai sumber / DailySocial.id

Faktor lainnya, bank-bank yang diakuisisi ini merupakan bank kecil. Mereka dicaplok dengan harga murah karena tidak mampu memenuhi syarat modal minimum yang ditetapkan OJK. Lagi pula, akuisisi bank kecil lebih memudahkan perusahaan untuk melakukan transformasi karena infrastruktur dan kantor cabangnya kecil.

Application Information Will Show Up Here

Komunal Akuisisi BPR Asal Kediri, Dijadikan sebagai Percontohan dan Lab Inovasi

BPR Prima Dadi Arta kini sudah resmi menjadi bagian dari startup p2p lending Komunal, setelah mendapat izin efektif dari OJK yang telah diterbitkan sejak Februari 2022. Perusahaan akan menjadikan BPR asal Kediri, Jawa Timur ini sebagai BPR percontohan sekaligus laboratorium inovasi untuk pengembangan solusi BPR di Indonesia agar dapat beroperasi secara efisien, serta terintegrasi dengan ekosistem Komunal.

“Sebelum kita punya BPR, ketika mau memperkenalkan inovasi ke OJK itu lama karena posisi kita bukan sebagai BPR tapi sebagai fintech. Banyak pihak yang harus kita yakinkan dan tidak bisa dipaksa. Namun ketika posisinya sudah menjadi BPR, kita bisa lebih mudah presentasi di depan OJK dan bisa sharing ke BPR lain juga,” ucap Co-founder dan CEO Komunal Hendry Lieviant saat dihubungi DailySocial.id, Selasa (12/4).

Sebelumnya pengumuman rencana aksi korporasi ini sudah diumumkan pada November 2021. Mengutip dari Bisnis.com, Komunal mengakuisisi 100% saham BPR Prima Dadi Arta atas nama direktur dan pendirinya, yakni Hendry Lieviant (34%), Rico Tedyono (33%), dan Kendrick Winoto (33%). Ketiganya mengambil alih kepemilikan saham BPR yang sebelumnya digenggam Peter Lumanpauw, Arthur Lumanpau, Elsye Susana, dan Fendy dengan total nominal saham Rp2,7 miliar.

Hendry melanjutkan, area inovasi digital yang dilakukan Komunal untuk BPR ini tidak ingin jauh-jauh dari DNA BPR sebagai spesialis di bisnis simpan-pinjam dan kredit. Hal itu dimaksudkan dengan penambahan solusi digital, dapat membuat BPR jadi tumbuh secara efisien, aman, dan mendorong masyarakat untuk menaruh dananya di BPR.

“Ini jadi cycle, masyarakat mau simpan dana di BPR, BPR-nya jadi tumbuh lebih besar, ekonomi lokal pun akan semakin terbantu. Sebab kami percaya, di daerah itu semua harus jalan bareng-bareng, fintech lending jalan, bank digital jalan, dengan demikian inklusi keuangan akan berjalan jauh lebih cepat.”

Dengan ambisi menjadi BPR percontohan, sambungnya, untuk urusan pendanaan di industri BPR bisa sepenuhnya mengandalkan kehadiran startup fintech. Kemampuan data analitik yang mumpuni dari startup, dapat membantu BPR menyalurkan kredit secara efisien, namun dengan tetap mengedepankan aspek prudensial.

Secara industri, BPR yang beroperasi di Indonesia itu berkisar di angka 1.500 dengan total 5.800 kantor cabang. Ia pun merinci, sekitar 5.500 dari total kantor cabang BPR ini setara dengan kantor cabang lima bank besar di Indonesia. Ialah, Bank Mandiri, BCA, CIMB Niaga, BTPN, dan BTN.

“Dari angka itu, 97% ada di luar Jabodetabek dan Banten, berlokasi di kota lapis dua dan tiga. Jadi masih banyak potensi yang bisa dikembangkan, asal mereka [BPR] mau berkembang. Maka, DepositoBPR ini jadi langkah pertama dan bisa jadi solusi win-win untuk semuanya.”

Salah satu implementasi yang akan dilakukan lewat BPR Prima Dadi Arta adalah e-bilyet. Hendry menuturkan, penerbitan bilyet kini sudah tidak relevan dengan perkembangan di era digital. Bilyet itu merupakan dokumen fisik untuk membuktikan keabsahan deposito yang dimiliki seseorang itu adalah asli.

Dicontohkan, BPR di Bali harus mengirimkan bilyet fisik ke deposan yang berlokasi di Jakarta, begitu pun sebaliknya saat deposan ingin menarik depositnya. Akibatnya biaya logistik harus ditanggung oleh konsumen. Pihaknya sedang mengajukan proses perizinan untuk e-bilyet di OJK.

“Banyak cara lain untuk solve that issue. Tapi kan kegiatan tersebut sudah dijalankan oleh BPR yang sudah puluhan tahun beroperasi, kita mau dobrak inovasi e-bilyet begitu sukses di BPR Prima Arta Dadi kita mau ajak yang lain.”

Peresmian aplikasi DepositoBPR

Pekan lalu (7/4), Komunal meresmikan aplikasi DepositoBPR untuk menghubungkan berbagai BPR dan nasabah di seluruh Indonesia yang ingin melakukan pembukaan DepositoBPR secara online. Produk ini dirintis melalui anak usaha Komunal (PT Komunal Finansial Indonesia), yakni PT. Komunal Sejahtera Indonesia yang telah tercatat di OJK sebagai penyelenggara inovasi keuangan digital (IKD).

Hendry menjelaskan sampai saat ini Komunal telah berhasil menyalurkan dana nasabah senilai Rp500 miliar kepada mitra-mitra BPR yang sudah bekerja sama dengan Komunal. Disebutkan DepositoBPR telah bekerja sama dengan 110 BPR, dengan persebaran sekitar 50% terpusat di area Jawa Timur, sisanya tersebar Pulau Jawa dan Bali.

“Kami mau perdalam penetrasi BPR ke luar Pulau Jawa dan Bali BPR, di Sumatera, Kalimantan, hingga Sulawesi. Kami baru ada masing-masing 1 BPR yang bekerja sama untuk masing-masing pulau tersebut. Meski sedikit ini bukan berarti tidak ada BPR di sana, tapi belum ada pihak yang mau ke sana. Ini jadi kesempatan kami.”

Seluruh BPR yang telah bekerja sama ini sebelumnya sudah disortir oleh perusahaan, hanya mereka yang sudah terdaftar di LPS. DepositoBPR dapat diunduh melalui App Store dan Play Store, menawarkan bunga deposito hingga 6% per tahun dan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)sampai dengan Rp2 miliar.

Application Information Will Show Up Here