BCTN 1.0 Summit Segera Digelar di Yogyakarta, Ulas Manfaat Blockchain untuk Masyarakat

Menyikapi perkembangan digital yang terus berkembang pesat, Hacklab.rocks! berkolaborasi dengan Nakka akan menyelenggarakan summit bertajuk Blockchain and Cryptocurrency Talks and Networking (BCTN). Acara tersebut akan berlangsung di Yogyakarta, tepatnya di Sahid Jaya Hotel and Conference pada tanggal 7 Desember 2018 mendatang.

BCTN memiliki tujuan untuk memperkenalkan teknologi dan aktor-aktor penggiat blockchain yang telah berhasil mengubah hidup banyak orang. BCTN akan menghadirkan pemain nasional dan internasional dari industri blockchain dan cryptocurrency dalam bentuk seminar, diskusi panel, pameran, dan networking.

Masing-masing pembicara akan berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang produk atau proyek blockchain yang sedang mereka kerjakan. Tema untuk BCTN 1.0 ini adalah “akar” yang berarti pertama sekaligus memiliki manfaat terhadap grassroot. Diharapkan masyarakat semakin terbuka dalam menghadapi perkembangan teknologi cukup ada.

Saga Iqranegara selaku ketua panitia acara ini menyampaikan, “Blockchain dan cryptocurrency adalah teknologi baru yang akan mengubah wajah dunia di masa depan. Namun banyak pihak yang belum memahami manfaatnya. Dan juga banyaknya informasi negatif yang beredar dalam beberapa waktu terakhir turut memberi citra negatif pada teknologi ini. Kami merasa perlu memberikan wawasan dan membangun komunitas yang antusias dengan teknologi ini.”

Kegiatan ini mendapat dukungan penuh dari ADITIF selaku asosiasi industri kreatif di Yogyakarta dan beberapa komunitas blockchain. Untuk informasi lebih lanjut mengenai acara ini, kunjungi laman resminya melalui tautan http://bit.ly/BCTN1-Dailysocial.

Disclosure: DailySocial merupakan media partner BCTN 1.0

Kondisi Terkini Industri Kreatif di Yogyakarta

Sebuah survei dilakukan terhadap pelaku industri kreatif di Yogyakarta oleh Dinas Komunikasi dan Informatika DIY, bekerja sama dengan Asosiasi Digital Kreatif (ADITIF) Yogyakarta dan JakPat yang melibatkan 84 responden pelaku usaha kreatif di berbagai bidang, termasuk startup digital. Dari data yang didapat, kategori usaha kreatif yang paling banyak di Yogyakarta ialah bidang agensi kreatif, pemasaran digital, dan media. Disusul kategori lain yakni e-commerce, pengembang aplikasi permainan dan animasi, jasa teknologi, dan pendidikan.

Ketegori pelaku usaha kreatif di Yogyakarta / ADITIF
Ketegori pelaku usaha kreatif di Yogyakarta / ADITIF

Menurut Ketua Umum ADITIF Saga Iqranegara, pertumbuhan industri kreatif di Yogyakarta sudah terlihat dalam satu dekade terakhir. Banyak faktor yang mendukung Yogyakarta dinilai nyaman bagi industri kreatif. Pertama ialah ketersediaan sumber daya manusia, ditopang banyaknya perguruan tinggi dengan berbagai jurusan. Di luar kampus, berbagai komunitas kreatif bisa ditemukan di kota ini sebagai sarana untuk berbagi informasi dan pengetahuan antar anggotanya.

Faktor kedua, menurut Saga, Yogyakarta terkenal dengan biaya hidup yang relatif murah. Dari segi infrastruktur yang dibutuhkan seperti internet dan sewa bangunan bisa dikatakan cukup terjangkau. Hal ini menjadikan Yogyakarta sebagai kota yang ramah untuk tumbuhnya perusahaan rintisan (startup) digital. Karena faktor-faktor itu, potensi industri kreatif digital di Yogyakarta sangat luar biasa besar.

Temuan menarik berikutnya soal pendanaan dari pelaku usaha kreatif di Yogyakarta. Data hasil survei menyebutkan, bahwa sebagian besar pendanaan untuk usaha didapat dari modal pribadi sang pemilik usaha (68%), sisanya dari pemodal ventura (7%), investor perorangan (7%), dan sumber lainnya. Kendati dari statistik tersebut bisa dikatakan bahwa pelaku usaha kreatif di Yogyakarta tidak banyak tersentuh investor, mereka bisa membuktikan proses bisnis yang relevan atas usahanya. Terbukti dari hasil survei yang menanyakan omset bisnis, jawaban terbanyak antara Rp300 juta – Rp2,4 miliar.

Kisaran omset usaha para pelaku kreatif di Yogyakarta / ADITIF
Kisaran omset usaha para pelaku kreatif di Yogyakarta / ADITIF

Sebelumnya banyak juga yang beranggapan, banyaknya usaha kreatif yang berdomisili Yogyakarta merupakan ekstensi atau cabang pembantu dari perusahaan yang berpusat di Jakarta. Beberapa startup seperti GO-JEK, Kitabisa, hingga Tiket.com memang memiliki kantor cabang di sini. Namun survei menemukan fakta bahwa 72% dari pelaku industri kreatif berdomisili asli (atau berkantor pusat) di Yogyakarta, sisanya memanfaatkan kantor di Yogyakarta sebagai cabang pembantu.

Didominasi startup tahap awal

Fokus lain yang coba dirangkum survei tersebut adalah seputar tahapan bisnis usaha kreatif di Yogyakarta. Dari pengakuan para responden, sebanyak 49% mengatakan bisnisnya tengah dalam tahap pertumbuhan (growth), 29% perluasan bisnis (expansion), 15% dalam tahap pengembangan (product development), 6% dalam tahap pematang (maturity), dan sisanya 1% dalam tahap bertahan (survival). Indikasinya karena sebagian bisnis kreatif di Yogyakarta masih dalam tahap usaha kecil menengah dengan anggota tim yang tidak banyak.

Rata-rata jumlah karyawan pelaku usaha kreatif di Yogyakarta / ADITIF
Rata-rata jumlah karyawan pelaku usaha kreatif di Yogyakarta / ADITIF

Lantas menjalankan bisnis di tempat yang relatif “ramah” ternyata tidak serta-merta membuat para pelakunya bebas dari masalah. Ada beberapa tantangan yang dikeluhkan oleh para pelaku bisnis di Yogyakarta. Dan menariknya tantangan yang dinilai paling memberatkan justru hal yang selama ini orang gadang-gadangkan banyak tersedia di Yogyakarta, yakni masalah SDM. Asumsi tersebut ternyata tidak sepenuhnya benar, banyaknya kampus yang melahirkan lulusan ternyata tidak membuat para pelaku usaha mendapatkan kemudahan dalam mendapatkan talenta yang membantu bisnisnya berkembang,

Tantangan utama bisnis yang dirasakan pelaku bisnis di Yogyakarta / ADITIF
Tantangan utama bisnis yang dirasakan pelaku bisnis di Yogyakarta / ADITIF

Sama seperti di kota-kota lain, talenta yang sulit dicari umumnya berkaitan dengan teknis pengembangan produk. Karena rata-rata perusahaan digital yang menjadi responden memang mencoba melakukan pengembangan produk dan layanan memanfaatkan medium teknologi. Sejauh ini hal yang dilakukan untuk mencari talenta terkait dilakukan dengan membuka lowongan pekerjaan di situs atau media sosial, dilanjutkan internship, talent development, job fair dan pemanfaatan layanan head hunter.

Talenta yang sulit didapatkan oleh pelaku usaha kreatif di Yogyakarta / ADITIF
Talenta yang sulit didapatkan oleh pelaku usaha kreatif di Yogyakarta / ADITIF

Terkait tantangan yang banyak dikeluhkan pelaku usaha Saga menuturkan, “Yang paling penting adalah menambah jumlah institusi pendidikan yang mampu menelurkan talenta yang dibutuhkan industri ini. Dari sisi infrastruktur, jangkauan koneksi internet broadband juga perlu diperluas. Angel investor sebagai pihak yang membantu mendanai tahap awal pendirian startup juga sangat dibutuhkan di Yogyakarta. Dan tidak kalah pentingnya adalah adanya dukungan dari pemerintah daerah, terutama dari sisi regulasi.”

Temuan lain terkait dengan legalitas bisnis, 55% pelaku usaha yang menjadi responden sudah berbadan hukum berbentuk PT, sebanyak 12% berbentuk CV dan sisanya yakni sebanyak 20% belum memiliki badan hukum untuk usahanya. Beberapa yang dikeluhkan dari yang belum berbadan hukum karena proses yang tidak mudah, aturan yang rumit, dan biaya yang mahal. Sementara itu bagi yang sudah berbadan hukum melakukannya karena kebanyakan klien atau investor membutuhkan legalitas, seperti untuk urusan perpajakan atau kepemilikan.

Pemerintah setempat akan terus bekerja sama dengan asosiasi untuk membentuk komunitas yang dapat mendampingi para pelaku usaha secara langsung. Pendekatan berbasis komunitas ini dirasa efektif dengan iklim bisnis di Yogyakarta.

Untuk informasi selengkapnya mengenai survei tersebut di atas, unduh melalui tautan berikut: klik di sini.

“ADITIF menampung aspirasi dari para anggotanya. Beberapa hal yang terkait dengan pemerintah daerah, kami bantu untuk menyuarakannya. ADITIF juga berperan aktif menyelenggarakan kegiatan bursa kerja khusus untuk industri kreatif digital di Jogja. Untuk tahun 2018 ini, ADITIF memiliki program untuk menumbuhkan investor baru di bidang kreatif digital. Kami berharap akan muncul angel investor baru dari kalangan pengusaha di daerah yang mulai melirik untuk berinvestasi di dunia startup digital,” pungkas Saga.

Komunitas bisnis kreatif yang ada di Yogyakarta / ADITIF
Komunitas bisnis kreatif yang ada di Yogyakarta / ADITIF

Jogja Geek Fair 2017: Jawaban dari Berbagai Isu Teknologi Yogyakarta

Penutupan development office GO-JEK dan AGATE Studio di Yogyakarta menjadikan para pelaku bisnis startup yang akan membuka kantor pengembangan maupun ekspansi pasar menjadi khawatir. Tidak hanya startup lokal, beberapa startup kelas internasional seperti 123RF yang juga membuka kantor di Yogyakarta juga melakukan hal yang sama di pertengahan tahun 2016 lalu. Kemudian muncul pertanyaan, apakah benar kota ini tidak cocok untuk berbisnis dan talenta atau sumber daya manusia di Yogyakarta kurang memiliki daya saing?

Permasalahan tersebut ternyata menjadi fokus dari beberapa pihak, salah satunya Asosiasi Digital Kreatif Indonesia (ADITIF), yang berbasis di Yogyakarta. Saga Iqranegara, Ketua ADITIF mengemukakan bahwa memang di Yogyakarta pada saat ini sedang mengalami krisis kepercayaan, khususnya dalam hal sumber daya manusia. Berkaca dari penutupan GO-JEK beberapa waktu yang lalu, muncul menjadikan beberapa startup mengurungkan niat untuk membuka kantor di Yogyakarta. Padahal talenta teknologi (baik programmer maupun non-programmer) di Yogyakarta sangatlah banyak dan potensial.

Potensi mengenai talenta teknologi di Yogyakarta juga diakui oleh GKR Hayu, Penghageng Tepas Tandhayekti Kraton Yogyakarta. Menurutnya, setidaknya dalam satu startup besar atau korporat teknologi, khususnya di kancah nasional, pasti ada orang Yogyakarta. Tidak hanya itu, beberapa startup terkenal seperti SaleStock Indonesia dan HIPWEE, mereka juga dari Yogyakarta dan membuktikan bahwa orang-orang Yogyakarta itu potensial.

Jogja Geek Fair

Beberapa isu yang menjadi sorotan tersebut, dijadikan sebuah tantangan oleh teman-teman startup di Yogyakarta. Seperti halnya startup, jika permasalahan ini tidak di validasi, maka akan menjadi wacana sepanjang masa.

“Oleh karena itu, kita mencoba mengurai ketidakpastian tersebut melalui event Jogja Geek Fair,” ujar Akbar Faisal, Project Manager JOGJA GEEK FAIR.

Akbar melanjutkan “Pada awalnya, kami mengajak beberapa startup seperti Evenesia, StartUP Jobs Asia, Nusantarahub, Caption, Taxies, dan SaleStock yang memiliki basis di Yogyakarta untuk membahas agenda tersebut, namun apabila bisa mengundang beberapa startup lain, maka akan lebih menarik. Selain itu, kami juga menggandeng DailySocial sebagai official tech-media partner agar lebih greget.”

Jogja Geek Fair merupakan event tahunan yang menghubungkan para pelaku bisnis startup, korporasi digital, komunitas, dan talenta yang ada di Yogyakarta. Rencananya, acara ini akan diadakan di Hartono Mall pada Sabtu, 6 Mei 2017. Nantinya akan ada beberapa startup lokal maupun internasional akan membuka stand untuk showcase maupun hiring. Perusahaan yang berminat untuk bergabung, ditunggu hingga 15 April untuk join event ini.

Peserta yang akan datang, tentunya tidak hanya dari Yogyakarta saja, namun juga dari sekitar Yogyakarta seperti Semarang, Solo, Magelang, dan Purwokerto. Selain itu, acara ini juga diramaikan oleh beberapa komunitas, di antaranya ADITIF, SOLOCONVALLEY, PAIJO (Paguyuban Akun Info Jogja), Inovative Academy (IA), GAMELAN (Komunitas Pengembang Game Yogya) dan Komunitas Android Yogya.

Kampus-kampus berbasis IT dan kampus yang memiliki jurusan teknologi informasi dan manajemen juga mendukung acara ini, salah satunya dengan dipersilakannya bagi perusahaan untuk memperkenalkan startupnya ke kampus dalam serangkaian event Jogja Geek Fair.

Bagi startup atau perusahaan digital yang ingin turut serta dalam pameran Jogja Geek Fair dapat mendaftarkan diri melalui tautan: http://jogjageekfair.com/companies.

Disclaimer: Artikel ini ditulis oleh tim Jogja Geek Fair 2017. DailySocial merupakan media partner acara Jogja Geek Fair 2017.

Bagaimana Perempuan Menjadi Bagian Sebuah Startup (Bagian 2)

Tulisan ini menjadi lanjutan dari artikel di tahun 2015 berjudul “Bagaimana Perempuan Menjadi Bagian Sebuah Startup”. Kala itu kami mewawancara tiga orang yang terlibat langsung dalam sebuah bisnis startup, dari sisi investor, pengembang bisnis dan juga developer. Dalam artikel tersebut dijabarkan beberapa hal teknis terkait keterlibatan perempuan dalam sebuah bisnis teknologi.

Dalam sebuah kesempatan, pada pagelaran Women in Tech yang diinisiasi oleh ADITIF (Asosiasi Digital Kreatif), sebuah diskusi terkait peran perempuan dalam industri teknologi dibahas. Kali ini fokus pada kultur kerja dan juga lingkungan yang berkorelasi dengan kenyamanan pekerja perempuan dalam bisnis teknologi, khususnya dalam ukuran startup.

Dalam kesempatan tersebut hadir GKR Hayu sebagai penanggung jawab TIK di Keraton Yogyakarta, Founder & CEO Fitinline Istofani Api Diany, Co-Founder & CEO JakPat Anggit Tut Pinilih dan CEO WeMarry Mugi Rahayu Wilujeng.

Salah satu yang melatarbelakangi diskusi ini adalah hasil survei Harvard Business Review (HBR) yang mengemukakan fakta untuk dalam industri teknologi. Dalam penelitian yang dilakukan pada tahun 2016 tersebut, dituliskan perbandingan keterlibatan perempuan dan laki-laki dalam industri teknologi adalah dua banding delapan. Hanya 9 persen dari total entrepreneur adalah perempuan.

Di sisi investasi pun juga angkanya sangat signifikan jaraknya. Data dari Entrepreneur.com mengemukakan 89 persen investor adalah laki-laki dan mereka berinvestasi pada (kebanyakan) perusahaan yang dikelola oleh laki-laki. Hanya 7 persen founder perempuan yang mendapatkan suntikan investasi dari venture capital.

Kultur yang menahun dianggap sebagai sebuah kepastian

Mengawali pemaparannya Hayu menceritakan pengalamannya masuk menjadi tim IT sebuah perusahaan perbankan diteruskan menjadi manajer produk di sebuah perusahaan pengembang game. Berbicara dari sisi kemampuan teknis, anggapan miring seputar kompetensi pekerja perempuan sudah sangat akrab ia terima. Hayu mengatakan masih sering menemui kebiasaan yang memposisikan perempuan selalu harus berada di role pekerjaan yang non-teknis. Itu jika berbicara dari sisi kapabilitas dan di lingkungan kerja menurutnya ada hal lebih mendasar yang justru mengganggu kemajuan karier perempuan di industri teknologi, yaitu lingkungan pekerjaan.

“Kantor di perusahaan IT sering kali kurang memberikan kenyamanan kepada perempuan. Hal ini terbangun secara alamiah karena umumnya perusahaan IT didominasi laki-laki. Sementara itu perempuan memiliki sifat kurang merasa aman ketika harus di lingkungan seperti itu,” ujar Hayu membuka diskusi.

Sebagai CEO, Anggit mengonfirmasi keadaan yang disebutkan dalam riset HBR di atas. Beberapa kali ia ketemu investor, tidak jarang yang menyampaikan sikap acuh dan underestimate. Namun jika dalam perspektif lingkungan kerja, karena di startup yang ia pimpin porsi jumlah perempuan dan laki-laki hampir seimbang, proses bisnis justru bisa saling melengkapi.

“Sering kali terjadi perbedaan pendapat terutama ketika mengembangkan produk. Karena tim pengembang laki-laki sering kali memfokuskan pada fitur, sedangkan perempuan lebih banyak mengulas tentang detail dan sudut pandang dari calon pengguna. Namun dari situ malah saling melengkapi,” ungkap Anggit menceritakan kultur kerja di kantornya.

Diskusi tentang Women in Tech dari Aditif

Edukasi perlu dilakukan dari sudut pandang laki-laki

CEO portal pernikahan WeMarry Mugi Rahayu Wilujeng atau akrab disapa Ajeng memberikan pendapat bahwa untuk meningkatkan awareness tentang kesetaraan ini, perlu dilakukan banyak kegiatan edukasi di sisi laki-laki. Kepekaan mereka dan mindset untuk bisa terbuka dinilai akan memberikan dampak signifikan pada meningkatnya persentase perempuan yang terjun dalam bisnis digital.

Istofani mengomentari hal yang sama. Kaitannya dengan kultur yang sudah terlanjur dianggap menjadi sebuah kebenaran, bahwa perempuan kurang pas jika harus berjibaku dengan urusan yang sangat teknis. Sulit untuk diubah, namun dengan memberikan role model yang banyak sedikit demi sedikit pandangan ini akan terkikis.

“Menariknya 90 persen customer Fitinline, yang banyak dinilai sebagai startup yang cewek banget, justru laki-laki. Ketika berhadapan dengan customer laki-laki so far tidak ada masalah. Justru ketika mereka mengetahui bahwa kita adalah perempuan, mereka dapat bersikap lebih lembut,” papar Istofani.

Pada akhirnya diskusi tersebut menyimpulkan bahwa dengan penempatan pada lingkungan yang baik (dalam startup teknologi) perempuan akan dapat berpartisipasi besar dalam proses pengembangan produk, khususnya pada bagian teknis. Kendati jumlahnya masih sangat sedikit, mengingat demand mahasiswi di bidang TIK juga tidak banyak, tantangan saat ini adalah menunjukkan panutan sebanyak- banyaknya tentang kisah sukses perempuan yang berkiprah di industri atau startup teknologi.

Makna Semangat Kemerdekaan bagi Penggiat Startup Indonesia

Banyak hal yang dapat diupayakan sebagai langkah untuk mengisi kemerdekaan. Memajukan bangsa dengan semangat berkreasi dan berinovasi adalah salah satunya. Semangat tersebut juga yang ingin ditunjukkan oleh para pelaku di ekosistem startup Indonesia. Melalu kreasi digitalnya, mereka bersama-sama memantapkan ekonomi digital guna mengimbangi perkembangan dan persaingan global yang kian menantang.

Di hari peringatan ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang ke 71 ini, tentu menjadi momen yang pas untuk terus meningkatkan semangat kebangsaan, semangat untuk turut serta memajukan kesejahteraan bangsa. Lalu seperti apa arti semangat kemerdekaan bagi para penggiat industri startup Indonesia?

“Merdeka itu bebas, bebas dalam berpikir dan berkarya. Anak muda harus berkarya dengan menciptakan solusi berbasis teknologi digital. Setelah merdeka 71 tahun, kita harus berhenti membahas potensi dan mimpi. Kini saatnya mencetak sejarah baru di era ekonomi digital. Indonesia harus jadi bangsa pemenang,” ujar Yansen Kamto selaku CEO Kibar sekaligus salah satu penggagas gerakan 1000 startup nasional.

Seperti yang telah kita ketahui dan rasakan, bahwa saat ini banyak hal sudah bergeser, dalam bentuk digitalisasi. Berbagai industri dan kegiatan ekonomi banyak ditopang penuh oleh peranan teknologi informasi dan komunikasi. Sebagai penggiat ekosistem digital, langkah nyata untuk menumbuhkan kekuatan digital nasional sangat diperlukan. Karena pilihannya hanya bekerja keras atau tergerus dinamika persaingan yang begitu kuat.

“Bagi saya arti kemerdekaan adalah kebebasan untuk mendapatkan akses kesehatan dan pendidikan yang baik, kehidupan yang layak, serta kebebasan dalam memilih pasangan hidup tanpa melihat perbedaan suku dan ras tertentu. Generasi muda dapat mengisi kemerdekaan dengan kreativitas tanpa batas. Bagaimana kita sebagai penerus bangsa, dapat menghasilkan gagasan jitu dan memiliki nilai ekonomi,” ujar Founder dan CEO Bridestory Kevin Mintaraga.

Kevin menambahkan, bahwa di era seperti sekarang ini, platform digital mampu memberikan banyak hal, termasuk meningkatkan potensi ekonomi yang sudah ada. Ini tentang bagaimana kita mampu menciptakan berbagai kesempatan baru, termasuk lapangan kerja hingga memperluas cakupan pasar secara digital. Untuk itu bagi Kevin, akses internet yang merata menjadi salah satu faktor penting untuk kesejahteraan bangsa.

Ketuka ADITIF (Asosiasi Digital Kreatif) Saga Iqranegara turut menyampaikan pendapatnya seputar semangat kebangsaan. Baginya, momentum ini adalah saatnya berintrospeksi apakah kita sudah berdaulat secara digital. Nyatanya, masih banyak permasalahan bangsa ini yang bisa diselesaikan dengan pendekatan teknologi. Ini perlu uluran tangan pemuda Indonesia.

Berjuang untuk aspek teknologi dan digital secara tidak langsung juga memperjuangkan perbaikan aspek lain yang beririsan. Sebut saja pendidikan, kemiskinan, dan masalah lapangan pekerjaan. Semua masalah tersebut perlahan-lahan mulai disentuh dan diselesaikan dengan munculnya perusahaan rintisan yang industrinya terus tumbuh di Indonesia.

“Dengan peluang yang terbuka lebar di dunia digital, seharusnya tidak ada lagi yang namanya pengangguran terpelajar. Bukan masanya anak muda menyerah pada keadaan. Mereka bisa ambil bagian dalam gelombang kemajuan zaman ini. Mereka harus bisa menemukan peruntungannya sendiri dari dunia digital ini,” ungkap Saga.

Tak ada cara lain kecuali keberanian untuk memulai, kegigihan untuk selalu bangkit ketika gagal dan harapan, visi, misi dan mimpi yang realistis untuk menghasilkan karya yang membanggakan. Hal tersebut yang turut menjadi keyakinan William Tanuwijaya Co-Founder dan CEO Tokopedia dalam semangat untuk memberikan sumbangsih terbaik untuk bangsa.

“Kami di Tokopedia merasa bersyukur karena kami diberikan keberanian untuk memulai, kegigihan untuk bangkit dalam setiap kegagalan kami, karena kami selalu menjaga harapan untuk mimpi kami membangun Indonesia lebih baik lewat internet. Jadi bagi kami makna kemerdekaan itu, adalah ketika setiap individu di Indonesia bisa terus memiliki kebebasan untuk mengejar impian mereka, setinggi apa pun itu,” pungkas William.

Prayogo Ryza berkontribusi dalam penyusunan artikel ini.

Asosiasi Digital Kreatif Dideklarasikan di Yogyakarta

Aditif diresmikan, beranggotakan startup-startup yang ada di Yogyakarta dan sekitarnya / Shutterstock

Beberapa waktu lalu kami sempat memberitakan tentang rencana adanya Aditif (Asosiasi Digital Kreatif) yang dimulai di kota Yogyakarta. Kemarin, Senin (15/6), asosiasi ini resmi dideklarasikan. Acara deklarasi ini sendiri dihadiri tak kurang dari 35 perusahaan digital yang berdomisili di Yogyakarta dan sekitarnya. Continue reading Asosiasi Digital Kreatif Dideklarasikan di Yogyakarta

Asosiasi Digital Kreatif Yogyakarta Dideklarasikan Bulan Juni Ini

ADITIF ingin memajukan ekosistem industri kreatif di Yogyakarta dan skala nasional / Shutterstock

Sebentar lagi perusahaan yang bergerak di bidang IT dan startup yang berbasis di Yogyakarta akan mempunyai wadah untuk berkumpul. Asosiasi Digital Kreatif (ADITIF) direncanakan akan dideklarasikan bulan Juni ini dan bervisi memajukan ekosistem di Yogyakarta dan akan dikembangkan di tingkat nasonal.

Continue reading Asosiasi Digital Kreatif Yogyakarta Dideklarasikan Bulan Juni Ini