Gojek Paparkan Strategi Jangka Panjang, Termasuk Ekspansi ke Malaysia dan Filipina

Gojek memantapkan diri untuk ekspansi ke Malaysia dan Filipina pada tahun depan. Rencana ini termasuk dalam rangkaian strategi jangka panjangnya yang dinamai “Going the Distance.”

“Tahun depan ada dua negara tambahan, Malaysia dan Filipina. Kami sedang persiapkan semua agar bisa hadir di dua negara tersebut. Di Filipina sebenarnya kami sudah hadir tapi sebagai sistem pembayaran, untuk layanan transportasinya sedang kami upayakan,” ucap Co-CEO Gojek Andre Soelistyo, Sabtu (2/11).

Perusahaan sebelumnya sudah mencadangkan dana sebesar $500 juta (hampir 7 triliun Rupiah) untuk ekspansi global. Dia menyebut dana tersebut masih memadai untuk masuk ke negara baru.

Rangkaian ekspansi ini dimaksudkan untuk mewujudkan aspirasi perusahaan yang ingin jadi berskala global. Andre berharap dapat meningkatkan rasio pelanggan Indonesia vs pasar internasional menjadi 50:50 dari saat ini 80:20. Target ini bakal dicapai paling lambat sampai lima tahun ke depan.

“Indonesia tetap menjadi ujung tombak buat kami. Apa yang kami pelajari selama ini ada kecocokan buat negara berkembang. Isunya sama, ada inefisiensi dan infrastruktur yang kurang maju, sehingga bisa bantu UMKM-nya untuk maju. Menurut kami, platform kami cocok.”

Sejalan dengan itu, pihaknya ingin membuka layanan Gojek yang ada di Indonesia untuk di bawa keluar. Tentunya, perlu dipilih yang mana yang sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sebab belum tentu apa yang cocok di Indonesia pasti cocok untuk negara tersebut.

“Tinggal dari para pemimpin Gojek di negara tersebut yang memilih, mana yang cocok. Mimpinya tahun depan ingin sediakan layanan apa saja asalkan bisa memuaskan para pelanggan.”

Khusus di Singapura, Andre menyebut tantangan di negara tersebut hanya akan sekitar transportasi, sebab masalah di sana adalah mengenai mobilitas. Lantaran perekonomian di sana terpaut lebih maju dibandingkan negara tetangganya.

“Singapura itu unik karena kelas atas dan jumlah penduduknya sedikit, jadi apa yang cocok di Indonesia belum tentu cocok di Singapura. Makanya fokus kita di sana adalah transportasinya.”

Perjalanan Gojek ke luar kandang, dimulai dari akhir 2018 dengan masuk ke Singapura. Lalu berlanjut ke Thailand dan Vietnam, selang beberapa bulan kemudian. Di Filipina sebenarnya sudah ada, tapi sebagai sistem pembayaran.

Layanan yang disediakan di negara tersebut masih seputar transportasi dan antar makanan. Padahal, di Indonesia Gojek sudah menyediakan lebih dari 20 ragam layanan, baik disediakan sendiri maupun bekerja sama dengan pihak ketiga.

Diklaim kontribusi bisnis internasional Gojek untuk total transaksinya (Gross Transaction Value/GTV) dalam setahun terakhir mencapai $1,5 miliar (hampir 21 triliun Rupiah). Pengguna aktif (MAU) Gojek di Singapura disebutkan ada 800 ribu orang, Vietnam (4,3 juta), Thailand (2 juta).

Pada saat yang sama, perusahaan sesumbar bangga dengan konsep super app yang kini menjadi referensi pemain teknologi global, salah satunya Uber. Model ini berhasil membuktikan ekosistem bisnis yang menghubungkan jutaan orang, pelanggan, mitra driver, merchant, serta penyedia layanan.

Andre juga turut bangga dengan mulai banyak talenta dari internasional yang melirik untuk berkarier di Gojek. Dalam enam bulan terakhir, perusahaan telah berhasil merekrut berbagai pemimpin industri teknologi kelas dunia antara lain dari Silicon Valley, serta perusahaan global terkemuka seperti NASA, Netflix, dan lainnya.

Pencapaian bisnis saat ini

Dalam rangkaian strategi “Going the Distance“, ada empat hal yang difokuskan. Yaitu, peningkatan kepuasan pelanggan, penyelarasan pertumbuhan dan keberlanjutan bisnis, menjadi perusahaan global melalui ekspansi internasional, dan mewujudkan Gojek sebagai tempat bekerja kelas dunia.

Bila diterjemahkan dalam bentuk nyata, perusahaan akan memperkuat pengembangan tiga pilar produk yang paling dibutuhkan dan diminati pelanggan. Yakni, pesan antar makanan dan minuman, pembayaran, serta transportasi.

Ketiganya disebutkan mampu mencetak kontribusi margin positif di Gojek, meski tidak disertai angka detailnya. “Tiga produk di atas jadi titik tumpu untuk pengembangan produk kami berikutnya,” tambah Co-CEO Gojek Kevin Aluwi.

Berikutnya, menambah kerja sama dengan pihak ketiga untuk perluasan layanan baru, dan berinvestasi pada sarana dan inisiatif jangka panjang yang bisa memastikan pengalaman terbaik pelanggan dalam menggunakan aplikasi.

“Salah satunya investasi yang kami lakukan adalah membuat pemetaan [kartografi] semacam Googgle Maps untuk routing yang lebih cepat.”

Untuk menjaga bisnis yang sehat, Kevin menekankan perlu fokus pada pertumbuhan yang berorientasi pada penguatan produk untuk meningkatkan loyalitas pelanggan. Terutama dari basis pelanggan yang menggunakan tiga atau lebih layanan Gojek setiap bulannya (core users).

Dari grafik yang dipaparkan, transaksi yang datang dari core users pada 2018 ada 258 juta transaksi, pada tahun sebelumnya sebanyak 238 juta transaksi. Diklaim angka ini lebih tinggi dari Alibaba dan Lyft.

“Banyak user yang balik karena kualitas servis kita yang baik dari mitra dan aplikasi. Maka ke depannya, fokus untuk meningkatan pengalaman dan produk. Mudah-mudahan dengan tambahan fitur baru, akan ada aktivasi baru dari user yang angkanya bisa lebih tinggi lagi.”

Pencapaian bisnis Gojek saat ini, meski tanpa disertai detailnya, diklaim telah mencetak pertumbuhan pendapatan dua kali lipat dalam setahun terakhir. Pertumbuhan transaksinya dalam tiga tahun terakhir mencapai 1100%.

Pertumbuhan angka unduhan aplikasi Gojek mencapai 1.992 kali lipat sepanjang Januari 2015-Desember 2018. Total unduhannya lebih dari 155 juta kali. Adapun untuk pengguna aktif bulanan (MAU) ada 29,5 juta orang. Mitra pengemudi ada lebih dari 2 juta, merchant GoFood 500 ribu, dan GoLife 60 ribu.

Sempat disebut juga terkait rencana dual listing dalam rangka menuju bisnis yang berkelanjutan. Andre memastikan perusahaan akan listing di Indonesia dan satu negara lagi yang masih dipertimbangkan. Terkait kapan akan dilaksanakan, ia belum bersedia mengungkapkan lebih jauh, sebab semuanya masih dalam persiapan.

“Sedang dipertimbangkan di mananya karena tergantung kondisi pasar di tiap negara, pasti selalu ada pro dan cons-nya. Tapi yang pasti satu listing harus di Indonesia karena Gojek itu perusahaan milik Indonesia dan harus bisa berkontribusi ke pasar saham Indonesia,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

The Importance of Mental Health Through the Lens of Gojek and East Venture

Working in a tech-startup demands creativity and innovations, in a fast-paced environment, and think of sustainable business at a time. When it comes to burnout, incapable of balancing work and life, it may lead to harm for oneself, family, also the company.

Mental health issues are often avoided and considered as taboo in the startup community. DailySocial has brought this issue once by interviewing some startup workers and talks on how important to keep the work-life balance in the industry.

Today, we bring up the issue with a different perspective, from the founders of unicorn and investors. Somehow, there’s no conference ever talked about this topic.

At least, this is the fact that Gojek‘s President, Andre Soelistyo confirmed as a speaker at East Venture’s 10th-year-anniversary event with East Ventures’ Managing Partner, Willson Cuaca as a moderator.

“The mental health issue on founders in the leadership has never been brought at any conference. In fact, we are all, investors and founders should really start thinking about this,” Andre said, Mon (10/7).

He didn’t specifically mention how to solve this problem. However, he admits the thing can damage the founder’s mind if not taken seriously.

As he quoted a statistic, founders have two times bigger possibility to get depressed, three times for substance abuse disorder, and other statistics following them.

The worst scenario, he thought, is very likely to happen as founders are required to be creative. Which is, a creative person tends to feel lonely. In a difficult time, they always keep it to themselves instead of sharing with people, especially the employees.

“I really want to encourage the startup community to change because it all started from the community. The closest person to the founder is investor, therefore, it’s important how investors handle this issue.”

Willson agreed that the investor is the closest person to founders. Honestly, investor’s job after investing money is to absorb them whining and complaining. He spent a lot of time on this.

“We do have a founder almost committing suicide. This is crucial because when investing in the early-stage in the digital economy, investors aren’t focused on the economy or the technology, but the people.”

“Our philosophy is to maintain the people [founder] because we invest in people,” Cuaca added.

Communication among Gojek’s officials

Another topic arises, on how to communicate with each founder under Gojek’s business verticals.

For your information, Gojek has 20 business verticals and subsidiaries by acquisition. Each founder comes from different kinds of startups, gathered in one company, must have various kinds of leadership.

However, the relationship among founders should be called a partnership-driven organization, not a dynasty consists of people in a high position.

“Aldi [Go-Pay], Ryu [Midtrans], Catherine, and 20 other strong leaders have their own leadership style and good quality on execution. They have the same perspective so that when focusing on Gojek’s goals and mission, many objectives will appear and synergy will be made with each other.”

For example, one of the synergies is Gojek’s product with the lowest user acquisition cost, Go-Ride. When they’re linked to Go-Food product, the potential is there to make them as loyal consumers.

Furthermore, for consumers to make easier transactions, a payment system provided as Gopay. “Everything is connected for consumers to get more sticky with Gojek services and have more transactions in our platform. And that’s the goal.”

For the record, Gojek is not listed as East Ventures’ portfolio. As Soelistyo asked the reason, Cuaca said in 2011, he already met Nadiem in Bali for an event participated by US’ former diplomat, Hillary Clinton.

However, he decided not to invest in Gojek because when it was started, Nadiem was not full-time. He was still working at Zalora as Managing Director.

“Our hypotheses since the beginning is to invest in the founder who works full-time. That’s it.”

After all, Cuaca didn’t regret the decision that costs him a unicorn potential, which is finally become one in 2017. He said investors must be discipline on the first hypotheses. Otherwise, they’ll lose by not having the competence to see unicorn potential.

“It’s okay to miss one or two, as long as we’re disciplined with the hypotheses. There’s a term, no one can invest in all unicorns. Therefore, we need to build hypotheses and discipline to it, then you’ll get many or missed a little [possibility to capture the unicorn potential],” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Mengungkit Pentingnya Kesehatan Mental Menurut Kacamata Gojek dan East Ventures

Bekerja di startup teknologi dituntut untuk selalu kreatif dan inovatif, bekerja dengan cepat, dan di saat yang bersamaan harus memikirkan bagaimana bisnis bisa tetap bertahan. Bila burnout, tidak bisa menyeimbangkan antara hidup dan kerja, lambat laun membahayakan bagi diri sendiri, keluarga, maupun perusahaan.

Gangguan kesehatan mental seringkali menjadi topik yang dihindari dan dianggap tabu untuk dibicarakan di kalangan penggiat startup. DailySocial pernah mengangkat topik ini dan mewawancarai sejumlah pekerja startup dan bagaimana work life balance itu harus selalu dijunjung tinggi.

Kali ini mengangkat kembali dengan perspektif dari founder dari startup unicorn dan investor. Pasalnya, di konferensi manapun, tidak ada ada yang mengangkat topik ini.

Setidaknya fakta inilah yang diakui oleh President Gojek Andre Soelistyo, saat menjadi pembicara di perayaan hari jadi East Ventures ke-10 yang dimoderatori oleh Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

“Isu mental health buat founder dalam kepemimpinannya di perusahaan ini tidak pernah ada yang di bahas di konferensi manapun. Padahal kita semua, investor, dan founder harus mulai memikirkan ini,” kata Andre, Senin (7/10).

Dia tidak menceritakan secara spesifik bagaimana dirinya mengatasi permasalahan ini. Namun dia mengaku hal demikian bisa menganggu kejiwaan founder bila tidak ditangani dengan serius.

Dari statistik yang ia kutip, founder itu punya kemungkinan dua kali lebih besar menderita depresi, tiga kali lebih besar untuk substance abuse disorder atau penyalahgunaan zat, dan statistik-statistik lainnya yang menghantui founder.

Kemungkinan buruk ini, menurutnya, sangat wajar terjadi karena founder itu dituntut untuk kreatif. Yang mana, orang kreatif itu punya tendensi sering kesepian. Ketika ada masalah, mereka selalu membebani pikiran tersebut ke diri sendiri ketimbang berbagi cerita ke orang lain, terlebih karyawannya.

“Ingin sekali mendorong bagaimana komunitas startup ini bisa berubah karena hal ini bisa dimulai dari komunitas. Orang terdekat founder itu adalah investor, sehingga perlu dilihat bagaimana investor menangani hal ini.”

Willson setuju, bahwa investor adalah orang terdekat bagi founder. Sejujurnya pekerjaan investor setelah menanamkan dana ke startup, adalah menerima keluh kesah para founder. Dia mengaku dirinya menghabiskan banyak waktu untuk hal yang satu ini.

“Bahkan ada founder kami yang berpikir untuk mau bunuh diri. Ini isu serius karena ketika investasi ke early stage di ekonomi digital, investor itu sebenarnya gak lihat ke ekonominya itu sendiri atau ke teknologi yang dipakai, justru ke orangnya.”

“Jadi filosofi kita adalah merawat orangnya [founder] karena kita berinvestasi ke people,” tambah Willson.

Bentuk komunikasi antar petinggi di Gojek

Selain membahas kesehatan mental, topik lainnya yang turut dibahas adalah bagaimana berkomunikasi dengan masing-masing founder yang membawahi vertikal unit bisnis dari Gojek.

Perlu diketahui, Gojek punya 20 vertikal bisnis dan anak-anak usaha yang sudah diakusisi. Masing-masing founder yang berasal dari startup berbeda dan dikumpulkan dalam satu perusahaan, pasti memiliki gaya kepemimpinan yang beragam.

Akan tetapi, hubungan antara masing-masing founder ini lebih pas disebut sebagai partnership-driven organization, bukan dinasti dengan menempatkan orang dengan posisi tertinggi.

“Aldi [Go-Pay], Ryu [Midtrans], Catherine, dan 20 strong leaders lainnya punya gaya kepemimpinan masing dan kemampuan yang baik dalam mengeksekusi. Mereka semua punya perspektif yang sama, jadi ketika kita fokus ke tujuan dan misi Gojek itu sendiri, ada banyak objektif yang muncul dan akhirnya menghasilkan sinergi satu sama lain.”

Dia mencontohkan, salah satu bentuk sinerginya adalah produk dari Gojek yang memiliki ongkos akuisisi konsumen terendah dari Go-Ride. Ketika mereka dikaitkan dengan produk Go-Food, ada potensi menjadikan mereka sebagai konsumen loyal.

Berikutnya, agar konsumen semakin mudah bertransaksi, disediakan sistem pembayaran dari Gopay. “Semuanya saling berhubungan sehingga konsumen jadi lebih sticky dengan layanan Gojek dan akhirnya banyak bertransaksi di tempat kita. Kira-kira seperti ini tujuannya.”

Sebagai catatan, Gojek tidak termasuk ke dalam portofolio di East Ventures. Ketika ditanya alasannya oleh Andre, Willson menjelaskan bahwa di 2011, dia sempat bertemu dengan Nadiem di Bali untuk menghadiri acara yang dihadiri oleh eks Menlu AS Hillary Clinton.

Namun Willson memutuskan untuk tidak berinvestasi di Gojek karena Gojek sudah dirintis, tapi Nadiem belum bekerja full time. Waktu itu Nadiem masih bekerja di Zalora sebagai Managing Director.

“Hipotesis kita sejak awal itu jelas hanya mau berinvestasi di founder yang bekerja full time. Itu saja alasannya.”

Kendati begitu, Willson mengaku tidak menyesal kehilangan calon unicorn, yang pada akhirnya memang menjadi unicorn di 2017. Menurut dia, investor harus tetap disiplin dengan hipotesis yang sudah dibuat dari awal. Bila tidak disiplin, justru investor akan rugi karena tidak bisa jeli menangkap potensi unicorn.

Missed one or two unicorn tidak apa, asal disiplin dengan hipotesis. Ada istilah tidak ada seorangpun yang bisa berinvestasi ke semua unicorn. Untuk itu, perlu bangun hipotesis dan disiplin menerapkannya, maka akhirnya kamu bisa mendapat banyak atau missed sedikit [kemungkinan menangkap calon unicorn],” pungkas dia.

Segera Tersedia di Gojek, LinkAja Jadi Alternatif Metode Pembayaran

LinkAja segera menjadi alternatif pembayaran dalam aplikasi Gojek, selain Go-Pay. Pengumuman ini menandakan pertama kalinya Gojek membuka ekosistemnya dengan gaet pihak ketiga, sekaligus mematahkan persepsi publik yang menganggap kehadiran LinkAja memanaskan peta persaingan uang elektronik di Indonesia.

President Gojek Andre Soelistyo mengatakan, fitur ini akan segera tersedia dalam waktu dekat tahun ini. Pihaknya menganggap dengan menerapkan ekosistem terbuka dan kolaborasi dengan semua pihak, maka akan lebih banyak masyarakat yang bisa merasakan dampak positifnya.

“Gojek mengucapkan selamat atas diluncurkannya LinkAja dan kami menyambut positif kehadiran LinkAJa dalam platform kami,” terang Andre dalam keterangan resmi.

Managing Director Go-Pay Budi Gandasoebrata menambahkan, LinkAja membawa misi yang serupa dengan Gojek dan Go-Pay, yaitu mendukung akselerasi Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), memperkenalkan, dan mengedukasi masyarakat Indonesia tentang manfaat pembayaran non tunai.

Andre menambahkan, ke depannya baik Gojek dan Go-Pay akan selalu terbuka pada kolaborasi yang bertujuan untuk memberikan dampak positif kepada masyarakat, serta membangun ekonomi Indonesia dari piramida terbawah.

LinkAja sendiri baru diperkenalkan secara resmi pada 30 Juni 2019 sebagai uang elektronik dari sinergi Telkomsel dan tujuh BUMN. Beberapa hari yang lalu, CEO LinkAja Danu Wicaksana menjelaskan strategi LinkAja saat adalah fokus ke layanan yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat, sehingga bukan memperbanyak promo pada layanan gaya hidup.

Ada sejumlah pilot project untuk penambahan layanan baru seperti remitansi, transportasi kereta api, tol, SPBU.

Salah satu layanan yang telah resmi tersedia adalah pinjaman. LinkAja bermitra startup lending Kredit Pintar untuk pengadaan layanan tersebut. Pengguna bisa meminjam dana cash loan mulai dari Rp600 ribu sampai Rp1,2 juta.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Go-Jek Mulai Versi Beta di Singapura

Go-jek secara resmi meluncurkan aplikasi untuk operasional di Singapura. Aplikasi betanya tersedia untuk plaform iOS dan perkembangan layanan dilakukan bertahap seiring dengan bertambahnya mitra pengemudi. Di Singapura Go-Jek memakai nama Gojek (tanpa strip) dan mengawali debutnya dengan membawa layanan GoCar.

“Kami bangga dapat memulai layanan kami di Singapura. Dari pelanggan di Singapura kami mendengar bahwa mereka menginginkan lebih banyak pilihan di sektor ini dan dengan peluncuran aplikasi beta Gojek, penantian mereka akan segera berakhir,” terang Presiden Gojek Andre Soelistyo.

Andre juga mengungkapkan bahwa pihaknya masih terus menyempurnakan layanan mereka di Singapura, untuk itu ia meminta pengguna, baik penumpang maupun pengemudi untuk memberikan feedback atau umpan balik.

”Versi beta diluncurkan seraya kami melakukan penyempurnaan dan memastikan bahwa aplikasi kami memenuhi standar terbaik yang diharapkan warga Singapura. Oleh karena itu, kami mengajak semua pengguna, baik mitra driver maupun penumpang, untuk terus memberikan feedback yang akan membantu kami memberikan layanan terbaik,” imbuhnya.

Umpan balik dari penumpang dan mitra driver dengan cara mengakses fungsi “Help” yang ada di dalam aplikasi Gojek. Feedback dari pelanggan kemudian akan dikombinasikan dengan data analisis pengandara untuk digunakan Gojek sebagai bahan evaluasi dan peningkatan layanan Gojek sebelum diluncurkan sepenuhnya.

Peluncuran versi beta di Singapura ini juga menandai permulaan kemitraan strategis regional antara Gojek dan DBS yang sudah terjalin beberapa waktu lalu. Selama fase beta yang sedang berlangsung akses pelanggan ke aplikasi akan diberikan secara bertahap untuk memastikan keseimbangan antara permintaan dan kemampuan layanan.

Nasabah DBS/POSB di Singapura diberikan prioritas dalam daftar tunggu dengan mengikuti petunjuk yang ada. Selain prioritas nasabah DBS juga akan menerima voucher kredit sebesar lima dolar Singapura untuk dua perjalanan pertama mereka.

Beroperasi tanpa ojek

Kehadiran Go-Jek di Singapura merupakan salah satu momentum penting bagi perjalanan bisnis Go-Jek.

Di Singapura Gojek akan beroperasi tanpa armada andalan mereka di negara-negara lainnya, sepeda motor (ojek). Hal ini karena di Singapura ada regulasi yang melarang kendaraan roda dua digunakan untuk transportasi umum. yang berimbas pada logo dan brand Gojek.

Belum ada informasi lanjut mengapa mereka tetap menggunakan brand Gojek di Singapura, tetapi menggunakan nama Go-Viet di Vietnam dan GET di Thailand. Di Singapura Gojek telah memiliki kantor sejak awal untuk kegiatan tim Engineering.

Application Information Will Show Up Here

Go-Jek to Launch Business in Singapore This Week

After the expansion plan officially announced some time ago, Go-Jek is now rumored to launch the “beta” version of its service in Singapore on Thu (11/29). The initial service only available for a limited amount of consumers.

Previously, Go-Jek had strategic partnership with DBS Bank to support its expansion in Singapore. In the previous agreement release, Andre Soelistyo, Go-Jek’s president said Go-Jek Singapore will be launched soon after this partnership.

In the same release, it was mentioned that DBS customers will get the same opportunities and special offers for the beginning of Go-Jek service. DBS is going to be a strategic partner for digital wallet service in Go-Jek app.

According to McKinsey & Company research, Singapore is one of the countries with the most developed penetration of the non-cash payment model in Asia, along with Hong Kong and South Korea. Therefore, it’s inefficient for Go-Jek to offer ride-hailing service without a digital payment system.

A new round for ride-hailing ecosystem in Singapore

Uber SEA acquisition has loosen the ride-hailing competition in Singapore. All services converge to Grab. In fact, although they refuse to be accused for doing market monopoly, there were no equal competitors. Go-Jek’s arrival has freshen the air in Singapore’s ride-hailing ecosystem.

The alternative service demand besides Grab is slightly indicated. ComfortDelGro is one of the taxi provider having a good impact. Companies claimed the service improvement post-uber acquisition. It was seen as a golden opportunity for other ride-hailing developers, including Tada.

However, to compete with Grab, requires a lot of effort. In fact, the company keep raising fund for app improvement to present multi-functional services. Having large capital means you can do many things to acquire users.

Go-Jek arrives with not-so-little capital, the latest news told us the old investors will raise funding to $9 billion – to provide equal service. Introducing app-based service for transportation in Singapore.

Singapore market is in fact not as big as Go-Jek’s origin or other target countries. Users are not as much as Indonesian or Vietnam people. However, Singapore looks like a proof after Grab’s duel in Indonesia, it’s time for Go-Jek to prove its competency in the opponent’s origin.

Go-Jek and Grab competition will be very interesting to be followed in the next round. It might not be transportation only, but also other innovation services the company keep innovating.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Minggu Ini Go-Jek Akan Luncurkan Layanan di Singapura

Setelah rencana ekspansinya resmi dikabarkan beberapa waktu lalu, kini beredar kabar Go-Jek akan segera meluncurkan versi “beta” layanannya di Singapura pada Kamis (29/11) ini. Peluncuran layanan tahap awal tersebut baru akan bisa dinikmati oleh konsumen dalam jumlah terbatas.

Sebelumnya Go-Jek telah menjalin kemitraan strategis dengan Bank DBS untuk mendukung pelebaran sayapnya di Singapura. Dalam rilis penandatanganan perjanjian beberapa waktu lalu, Presiden Go-Jek Andre Soelistyo menyampaikan, pasca kerja sama ini Go-Jek di Singapura akan diluncurkan dalam waktu dekat.

Di rilis yang sama juga disampaikan bahwa pelanggan DBS nantinya akan mendapatkan kesempatan dan penawaran khusus untuk layanan Go-Jek di fase awal.  Karena DBS akan menjadi mitra strategis layanan dompet digital di aplikasi Go-Jek.

Menurut penelitian McKisney & Company, Singapura adalah salah satu negara dengan penetrasi model pembayaran non tunai paling matang di Asia, bersama Hong Kong dan Korea Selatan. Sehingga sangat tidak efisien jika Go-Jek menjajakan layanan ride-hailing tanpa dibarengi sistem pembayaran digital.

Babak baru ekosistem ride-hailing di Singapura

Akuisisi layanan Uber di Asia Tenggara membuat persaingan layanan ride-hailing di Singapura memudar. Opsi layanan mengerucut pada Grab. Meski menolak dibilang memonopoli pasar, pada kenyataannya tidak ada pesaing yang berimbang. Masuknya Go-Jek memberikan angin segar pada persaingan di ekosistem ride-hailing Singapura.

Kebutuhan layanan alternatif selain Grab secara tidak langsung ditunjukkan. Layanan taksi ComfortDelGro salah satu yang menerima dampak baiknya. Perusahaan mengaku pasca Uber tidak ada, pemesanan layanan justru meningkat. Kondisi tersebut turut dilihat sebagai kesempatan emas bagi pengembang ride-hailing lainnya, salah satunya Tada.

Namun untuk menyaingi Grab memang membutuhkan banyak upaya. Pasalnya perusahaan terus melakukan penggalangan dana untuk menyulap aplikasi sehingga menghadirkan layanan multi-fungsi. Memiliki modal besar artinya dapat melakukan banyak hal untuk mengakuisisi pengguna.

Hadirnya Go-Jek –dengan dukungan permodalan yang tidak kecil, kabar terakhir investor lamanya akan menambah pendanaan hingga membawa valuasi mencapai $9 miliar—dapat menghadirkan opsi layanan yang berimbang. Menyajikan layanan berbasis aplikasi untuk kebutuhan transportasi di Singapura.

Pasar di Singapura memang tidak sebesar negara asal atau tujuan ekspansi Go-Jek lainnya. Penggunanya tidak sebesar di Indonesia atau Vietnam. Namun Singapura tampak seperti menjadi sebuah pembuktian, setelah Grab beradu di Indonesia, saatnya Go-Jek bertandang membuktikan kekuatannya di negara asal lawan.

Persaingan Go-Jek dan Grab masih akan menarik untuk diikuti dalam babak selanjutnya. Mungkin tidak hanya seputar layanan transportasi, melainkan kepada layanan-layanan lain yang terus diinovasikan oleh kedua perusahaan.

Application Information Will Show Up Here

Go-Jek Partners with DBS to Launch Business in Singapore

DBS and Go-Jek, today (11/12) announced a strategic partnership to support Go-Jek payment services in Singapore. Later, this partnership will reach other countries in Southeast Asia by presenting payment service innovation.

In the coming weeks, Go-Jek is to launch the ride-hailing app’s beta version in Singapore. In this partnership, DBS customers in Singapore will gain opportunities and special offers.

“We partnered up with companies having similar vision like Go-Jek to build the inclusive digital ecosystem for our customers,” Tan Su Shan, DBS’ Group Head of Consumer Banking, said.

He said that DBS Singapore has been distributed more than four million active debit/credit card for the public. They’ve also launched a digital wallet app called DBS PayLah! for customer’s non-cash payment.

Moreover, Andre Soelistyo, Go-Jek’s President, said this partnership is a proper step of the company. It is expected to gain customer’s enthusiasm, particularly those using DBS.

“We are looking forward to launching a beta version of our service in the coming weeks. We’ve received positive responses from the driver community since we opened up pre-registration. We believe through this partnership with DBS, there will be similar responses from consumers,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Go-Jek Jalin Kerja Sama dengan Bank DBS, Segera Resmikan Kehadiran di Singapura

Bank DBS dan Go-Jek hari ini (12/11) mengumumkan kerja sama strategis untuk mendukung layanan pembayaran Go-Jek di Singapura. Ke depannya, kemitraan ini akan berlanjut menjangkau negara-negara lain di Asia Tenggara dengan menghadirkan inovasi layanan pembayaran.

Beberapa minggu mendatang, Go-Jek akan segera meresmikan versi beta aplikasi ride-hailing di Singapura. Dengan kemitraan ini, pelanggan DBS di Singapura nantinya akan mendapatkan beberapa kesempatan dan penawaran khusus.

“Kami bermitra dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki kesamaan visi, seperti Go-Jek, untuk membangun ekosistem digital yang inklusif bagi nasabah kami,” sambut Group Head of Consumer Banking Bank DBS, Tan Su Shan.

Disampaikan juga bahwa saat ini DBS di Singapura telah mengedarkan lebih dari empat juta kartu debit/kredit aktif di masyarakat. Mereka juga sudah meluncurkan aplikasi dompet digital DBS PayLah! untuk kebutuhan pembayaran non tunai bagi nasabahnya.

Sementara itu Presiden Go-Jek, Andre Soelistyo, menyampaikan bahwa kemitraan ini menjadi langkah tepat bagi perusahaan. Harapannya kemitraan dengan DBS dapat menghadirkan sambutan antusias dari kalangan konsumen, khususnya yang sebelumnya menggunakan layanan DBS.

“Kami sangat menantikan peluncuran versi beta layanan kami dalam beberapa minggu mendatang. Kami telah mendapatkan tanggapan yang luar biasa dari komunitas driver sejak kami membuka pra-pendaftaran. Kami yakin bahwa melalui kemitraan dengan DBS, kami akan mendapat sambutan serupa dari konsumen,” ujar Andre.

Application Information Will Show Up Here