Go-Ventures Pimpin Pendanaan Seri A “Skuad”, Startup HRIS Pekerja Remote

Startup SaaS penyedia solusi manajemen karyawan (HRIS) untuk pekerja remote “Skuad” mengumumkan perolehan pendanaan seri A yang dipimpin oleh lengan investasi GoTo, Go-Ventures. Sejumlah investor lain seperti Beenext, Anthemis, Boleh Capital, dan angel investor turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Keterlibatan Go-Ventures tentunya menambah daftar portofolio startup asal luar Indonesia, setelah Safeboda (Uganda), Leanerbly (Inggris), Mobile Premier League (India), Mall91 (India), dan lainnya.

Skuad adalah startup HRIS asal Singapura yang didirikan pada 2020. Startup ini berfokus pada penyederhanaan proses menemukan dan mengelola talenta global sembari menghilangkan friksi-friksi yang ada. Hal tersebut memungkinkan perusahaan untuk membangun tim terdistribusi dengan mempekerjakan talenta global, tanpa mendirikan badan hukum di pasar baru. Layanannya mencakup orientasi, penggajian, tunjangan, pajak, dan kepatuhan lokal.

“Kami memulai Skuad karena kami menyadari bahwa bakat ada di mana-mana, tetapi peluang tidak. Dengan kompleksitas perekrutan di pasar luar negeri dan pembayaran lintas batas, perusahaan merasa sulit untuk menemukan dan merekrut bakat yang tepat dan membangun tim global,” ucap Founder dan CEO Skuad Sundeep Sahi dalam keterangan resmi seperti yang dikutip dari e27.

Solusi Skuad

Sahi menjelaskan, misi skuad adalah mengatasi tidak efisiensinya pasar perekrutan, dengan menyesuaikan antara peningkatan jumlah orang yang dapat kerja di mana saja dengan pemberi kerja yang membutuhkan jasa mereka.

Ada dua solusi yang ditawarkan Skuad, yakni membantu klien menemukan  talenta dan mengelola ketenagakerjaan untuk organisasi. Sehingga tidak perlu khawatir tentang regulasi, pajak, penggajian, dan aturan lokal lainnya.

Distribusi talenta terbaik, sambungnya, tidaklah merata. Secara sederhana, ekonomi di negara maju memiliki terlalu sedikit orang untuk mengisi terlalu banyak peran yang membutuhkan keterampilan khusus. Sementara, di negara berkembang, kondisinya terbalik. “Dalam hal ini, pengusaha ekonomi maju perlu membangun tim terdisitribusi dengan orang-orang berbakat yang tinggal dan bekerja di negara berkembang.”

Solusi yang ditawarkan Skuad bisa dibilang mendapat respons positif dari pasar. Dalam dua tahun terakhir, Skuad telah menjaring pengguna dari kalangan perusahaan yang tersebar di 34 negara (sekitar 50% di antaranya datang dari Amerika Utara dan Eropa) dan talenta di 94 negara (sekitar 80% dari negara berkembang).

Kemudian, memproses $120 juta pembayaran tahunan dalam 50 mata uang di seluruh dunia, dan mencatatkan kenaikan ARR (Annual Recurring Revenue) 3x lipat sejak Januari 2022. Sejumlah klien Skuad yang berasal dari Indonesia di antaranya Amartha, Akseleran, Funding Societies, dan Sayurbox.

Perusahaan akan melipatkagandakan pencapaiannya tersebut dengan mengambil sejumlah rencana strategis. Salah satunya, mengakuisisi Codejudge, platform penilaian bakat berbasis data yang mengotomatiskan proses wawancara. Nilai lebih yang ditawarkan tentunya akan memperkuat kemampuan perekrutan di Skuad. Disebutkan akuisisi terhadap startup berbasis di Amerika Serikat ini masih dalam tahap penyelesaian.

Kinobi Dikabarkan Raih Pendanaan Lanjutan Dipimpin Binus Group

Startup pencari kerja “Kinobi” dikabarkan mengantongi pendanaan lanjutan yang diberikan PT Binus Investama Indonesia, entitas bagian dari Binus Group. Menurut sumber DailySocial.id, putaran ini bernilai $547 ribu (lebih dari 8,5 miliar Rupiah).

Disebutkan pendanaan ini diikuti oleh sejumlah investor, seperti Backstroke Consulting, dan investor individu, yakni Wong Chee Weng, Natasha Foong (Advisor Kinobi), Bernard Gunawan Hadipoespito (CEO Bina Nusantara), dan Roy Sim Yu Jie.

Bila informasi ini dikonfirmasi akurat, maka Kinobi menjadi startup kedua yang menerima pendanaan dari PT Binus Investama, setelah CoLearn. Pendanaan yang diberikan adalah putaran seri A senilai $17 juta pada awal tahun ini.

Kinobi merupakan startup penyedia portal manajemen karier untuk universitas dan perusahaan. Tujuannya membantu universitas demi mempersiapkan karier mahasiswa ataupun fresh graduate. Kinobi menyediakan fitur-fitur seperti CV builder, cover letter builder yang didesain untuk membantu membentuk kompetensi mereka.

Kinobi dirintis pada Mei 2020 oleh Benjamin Wong (CEO), Joshua Phua (CTO), Hafiz Kasman (COO). Perusahaan mengklaim telah bekerja sama dengan lebih dari 200 universitas di Indonesia, Singapura, Filipina, dan Vietnam. Sejumlah kerja sama telah dilakukan bersama universitas di Indonesia di antaranya ITS, ITB, UNPAD, dan UNAIR.

Fitur utama yang ditawarkan adalah CV builder atau aplikasi pembuat CV berbasis AI. Aplikasi ini dapat membantu mahasiswa untuk membuat CV dengan format yang sudah sesuai dengan Applicant Tracking System (ATS).

Portal karier Kinobi juga memiliki fitur job portal, pihak universitas dapat mengunggah lowongan kerja yang hanya dapat diakses oleh mahasiswanya. Hal ini tentu akan memudahkan universitas yang telah berkolaborasi dengan perusahaan-perusahaan dalam menyediakan lowongan kerja.

Baru-baru ini perusahaan merilis fitur tambahan, yakni Company Approval untuk permudah proses kerja sama antara universitas dan perusahaan membuka lowongan kerja; Job Approval untuk memungkinkan tim Kinobi atau whitelabel mengelola lowongan yang diunggah oleh perusahaan.

Berikutnya, Job Offer yang memungkinkan pelamar di job portal Kinobi tidak hanya menunggu panggilan, tapi juga bisa menerima atau menolak job offer dari perusahaan yang dilamar.

Aplikasi Ringkasan Berita “KeTitik” Memperoleh Pendanaan Pra-Awal

Aplikasi ringkasan berita “KeTitik” memperoleh pendanaan pra-awal (pre-seed) dengan nominal yang dirahasiakan. Pendanaan ini disuntik oleh Evy Harjono (HiApp) dan sejumlah angel investor dari Flip, Moengage, Trusting Social, Chope, dan Brick.

Evy Harjono selaku Presiden PT Hello Kreasi Indonesia (HiApp) mengatakan bahwa KeTitik menawarkan pengalaman segar dan ringkasan berita tajam bagi pengguna di era konten snack yang identik dengan berita ringan dari media sosial.

“Nilai dan misi mereka sejalan dengan filosofi investasi kami untuk mendidik masyarakat Indonesia dengan informasi yang jelas, ringkas, dan terpercaya,” tutur Evy dalam keterangan resminya.

Resmi meluncur pada Agustus 2022, KeTitik merupakan aplikasi yang menyajikan ringkasan berita dalam maupun luar negeri dengan format pendek atau kurang dari 60 kata. Ada empat segmen utama yang dihadirkan, antara lain All News, My Feed, Top Stories, dan Trending. Saat ini, aplikasi KeTitik telah diunduh lebih dari 40.000 kali.

(Ki-ka) Presiden PT Hello Kreasi Indonesia Evy Harjono dan Co-founder KeTitik Dannis Joseph / KeTitik

Co-founder KeTitik Dannis Joseph mengatakan para investor turut terlibat dalam pengembangan bisnis di berbagai aspek. Dengan pendanaan ini, KeTitik akan memperkuat lini pengembangan produk, teknologi, dan menambah jumlah tim.

“Kami optimistis untuk mencapai target kami, terutama dengan dukungan Evy Harjono bersama angel investor yang punya keahlian serta jaringan luas. Mereka mendukung visi kami dalam memberikan pengalaman pengguna mengakses berita yang ringkas dan terpercaya di tengah aktivitas mereka sehari-hari,” paparnya.

Targetnya adalah mendorong rata-rata konsumsi berita harian masyarakat. Menurutnya, ada peluang untuk menjangkau 100 juta lebih pembaca berita setiap hari. KeTitik membidik jumlah ringkasan baru yang diterbitkan setiap hari dari rata-rata 300 menjadi 700 ringkasan berita pada akhir tahun ini.

Untuk itu, pihaknya akan membangun mesin berbasis Natural Language Processing (NLP) untuk melakukan peringkasan berita sehingga pengguna dapat mengakses berita lebih mudah dan cepat.

Sumber utama membaca berita

Berdasarkan survei Reuters Institute pada Februari 2022, mayoritas masyarakat Indonesia atau sekitar 88% memperoleh berita dari media online. Diikuti oleh media sosial (68%), televisi (57%), dan media cetak (17%).

Jika dirinci berdasarkan jenis media sosial, WhatsApp berada di urutan teratas dengan 54%, diikuti YouTube (46%), Facebook (44%), Instagram (37%), Twitter (20%), dan TikTok (16%). 

Tingginya penggunaan media sosial sebagai salah satu medium untuk memperoleh berita turut didorong faktor penetrasi smartphone yang juga besar di Indonesia. Sebanyak 83% masyarakat Indonesia mengakses berita melalui smartphone.

Application Information Will Show Up Here

Startup SaaS Kuliner “Runchise” Umumkan Pendanaan Awal

Startup pengembang layanan SaaS untuk bisnis kuliner Runchise mengumumkan pendanaan tahap awal dengan nilai yang dirahasiakan. Putaran investasi ini dipimpin oleh East Ventures, diikuti sejumlah investor meliputi Genesia Ventures, Arise MDI Ventures, Init-6, Prasetya Dwidharma, Alto Partners, dan sejumlah angel investor.

Ini bukan kali pertama SaaS yang spesifik untuk industri kuliner hadir, sebelumnya sudah ada Esensi Solusi Buana (ESB) yang juga fokus di area tersebut. Bahkan startup yang didukung Alpha JWC dan sejumlah investor ini sudah membukukan pendanaan seri B tahun ini senilai $29 juta atau sekitar 420 miliar Rupiah.

Runchise sendiri hadir tahun ini, didirikan Daniel Witono, yang sebelumnya dikenal sebagai founder Jurnal (diakuisisi Mekari). Dalam wawancaranya bersama DailySocial.id di bulan Juni 2022 lalu, ia mengatakan bahwa Runchise dibangun sebagai sebuah “outlet management solution“.

“Perkembangan bisnis kuliner dipengaruhi oleh pengelolaan atau sistem manajemen yang baik. Dengan menggunakan teknologi, kami yakin para pengusaha akan bisa meningkatkan profit dan meningkatkan output dari usaha. Runchise hadir menjadi solusi bagi pemilik bisnis kuliner, memberi para usaha kuliner solusi yang lengkap dalam satu platform di mana kebutuhan seluruh operasional usaha kuliner bisa terpenuhi,” ujar Daniel seperti disampaikan dalam rilis resminya.

Daniel juga mengatakan, salah satu segmen pasar utama Runchise adalah pebisnis waralaba (franchise). Persoalan tentang pengelolaan hingga pembinaan franchise masih menjadi tantangan yang kerap dirasakan oleh pemilik brand F&B. Mulai dari kurangnya transparansi dari penerima waralaba hingga penggunaan bahan baku yang tidak sesuai.

Layanan Runchise

Ada tiga layanan utama yang disajikan Runchise. Pertama adalah Supply Chain Management, tugasnya memudahkan operasional restoran yang memiliki banyak outlet, mulai dari pengaturan dan pengadaan stok, bahan baku, hingga pengaturan akses data perusahaan yang fleksibel. Kedua ada Point of Sales, memudahkan proses transaksi dengan pelanggan. Dan ketiga Online Ordering, untuk memudahkan pemilik gerai mengintegrasikan dengan layanan food delivery.

Runchise akan mengalokasikan dana dari investor untuk menambah talenta dan memperkuat tim, mengembangkan produk, dan inisiatif pemasaran. “Melalui investasi dan kolaborasi dengan investor, kami akan terus melakukan inovasi dengan menggunakan teknologi untuk meningkatkan performa bisnis F&B  dan menjadi mitra teknologi terpercaya di industri ini,” kata Daniel.

General Partner Genesia Ventures Takahiro Suzuki memberikan pandangannya terhadap potensi digitalisasi industri kuliner. “Dalam beberapa tahun terakhir ini, kita telah melihat bagaimana inovasi dan digitalisasi telah memberikan peluang baru bagi UMKM, khususnya sektor kuliner pada masa pandemi. Industri consumer food menjangkau hingga $50 miliar, dengan sebagian besar masih dijalankan secara offline, hal ini membuktikan bahwa masih banyak kesempatan untuk berinovasi, digitalisasi dan pertumbuhan di sektor ini,” ujarnya.

Ia melanjutkan, “Dengan pengalaman mengoperasionalkan perusahaan yang sedang berkembang dan menjadi founder untuk yang kedua kalinya, kami yakin Daniel beserta tim dapat menangkap peluang tersebut serta membawa progres yang positif bagi industri F&B di Indonesia.”

Startup “E-commerce Membership” Cosmart Terima Pendanaan Awal 76 Miliar Rupiah

Startup e-commerce membership Cosmart mengumumkan pendanaan awal sebesar $5 juta (atau sekitar 76,3 miliar Rupiah) dari Lightspeed, East Ventures, Vertex Ventures Asia Tenggara & Asia, serta diikuti angel investor, Henry Hendrawan dan Albert Lucius.

Cosmart berambisi ingin menghadirkan pengalaman belanja rutin secara mudah dan murah, sehingga mereka dapat menghemat dari berbagai aspek untuk fokus pada hal yang lebih penting.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk memperkuat teknologi dan infrastruktur, membangun tim dan kemitraan yang kuat dengan prinsipal sekaligus para pemain kunci dalam ekosistem rantai pasokan.

Cosmart memosisikan diri sebagai one-stop-solution untuk konsumen yang ingin membeli kebutuhan bulanan. Dengan membayar biaya keanggotaan, konsumen bisa mendapatkan akses ke produk berkualitas tinggi dengan harga lebih murah, diklaim tidak bisa ditemukan produk di platform e-commerce lain, dan berkesempatan mencoba produk sampel dari merek baru.

Biaya berlangganan saat ini ditawarkan mulai dari Rp29.900 untuk tiga bulan selama masa promosi berlangsung. Khusus anggota, mereka akan mendapat penawaran harga spesial lebih hemat hingga 10%, gratis ongkir untuk belanja minimum Rp250 ribu, dan mendapat produk gratis.

Cosmart mengembangkan teknologi yang memudahkan pengguna untuk menemukan, menjelajahi, dan memilih merek dan produk baru. Kelebihan tersebut membuat mereka optibis bisa menghadirkan pengalaman belanja yang cerdas dan menguntungkan bagi pengguna.

Startup ini baru berdiri pada kuartal II tahun ini, dirintis oleh Alvin Kumarga dan Robert Tan yang memiliki pengalaman luas dalam mendirikan dan mengembangkan perusahaan. Alvin yang sebelumnya berkarier sebagai SVP of Financial Services di Traveloka, Airy Rooms, dan Boston Consulting Group.

Diklaim Cosmart telah menjual lebih dari 100 ribu produk pada 10 kategori produk, bermitra dengan lebih dari 80 produsen. Pertumbuhan bisnis Cosmart disebutkan tumbuh enam kali lipat dalam tiga bulan terakhir, dan volume belanja bulanan tercatat naik empat kali lebih tinggi dibandingkan aktivitas belanja di platform lain.

Masing-masing investor menyampaikan pernyataannya dalam keterlibatannya melalui keterangan resmi yang disampaikan hari ini (3/10). Salah satunya, Co-founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca. Dia bilang, “[..] Indonesia memiliki potensi besar untuk industri perdagangan. Kami percaya Alvin dan timnya akan menangkap peluang ini dan membawa lebih banyak pertumbuhan dan dampak positif bagi masyarakat Indonesia.”

Partner Vertex Ventures SEA & India Gary Khoeng menambahkan, “[..] Seiring lanskap ritel Indonesia yang terus berkembang pesat, kami sangat percaya pada pendekatan baru Cosmart untuk melayani segmen pelanggan lebih besar yang menghargai value dan belanja dengan cermat, di antara banyak manfaat lainnya sebagai anggota, terutama saat inflasi dan biaya kebutuhan meningkat saat ini [..].”

Co-founder dan CEO Cosmart Alvin Kumarga menyampaikan, pihaknya senang dapat bermitra dengan para investor untuk memulai misinya dalam membantu pengguna di Indonesia membuat keputusan pembelian yang lebih baik.

“Di Cosmart, fokus kami adalah menghadirkan produk konsumen berkualitas tinggi dengan harga kompetitif sehingga pengguna kami selalu merasa mendapatkan value terbaik dan merasa senang baik itu dalam menemukan merek baru yang sudah ada maupun yang akan datang, mendapatkan sampel gratis, atau manfaat keanggotaan lainnya,” kata Alvin.

Application Information Will Show Up Here

Startup F&B UENA Kantongi Pendanaan Awal dari East Ventures, IDN Media, dan Angel Investor

East Ventures terlibat dalam pendanaan tahap awal dengan nilai investasi yang tidak disebutkan kepada startup F&B online UENA. Investor lainnya yang terlibat dalam putaran pendanaan kali ini termasuk IDN Media dan beberapa angel investor lainnya.

Startup ini didirikan oleh Alvin Arief (CEO) dan Roy Yohanes (COO). Dalam rilis disebutkan, UENA adalah solusi F&B terpadu untuk masyarakat luas di Indonesia melalui layanan pengiriman online. Layanannya menggabungkan berbagai menu harian favorit masyarakat dan menjualnya dengan harga yang terjangkau.

“Kami melihat masalah di Indonesia, di mana makanan harian merupakan segmen terbesar namun paling terbengkalai. Lebih dari 98% yang melayani segmen ini adalah individu/perorangan yang kurang terorganisir, sehingga konsumen sering dirugikan dari sisi kualitas, konsistensi, dan harga. Kami percaya UENA bisa menjadi solusi kebutuhan makan harian untuk masyarakat luas di Indonesia,” kata Alvin.

Fokus ekspansi layanan dan produk

Dana segar tersebut akan dimanfaatkan untuk melakukan ekspansi di Jakarta dan menjangkau lebih banyak pelanggan. Pilihan menu pun akan diperbanyak untuk berbagai kebutuhan makan setiap saat; mulai dari makanan berat, makanan ringan, dan juga minuman — sesuai dengan permintaan dan kebutuhan di masing-masing area.

UENA juga akan terus mengembangkan teknologi dalam melayani para pelanggan, seperti aplikasi mobile dan robot untuk memasak.

“Kami melihat potensi yang besar di industri F&B di Indonesia dengan nilai pasar lebih dari $90 miliar setiap tahunnya. Dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya, perkembangan industri F&B di Indonesia masih dalam tahap awal. Alvin dan Roy telah melakukan berbagai eksekusi nyata pada industri ini, dan kami sangat bersemangat untuk menyambut UENA ke dalam keluarga East Ventures,” kata Partner East Ventures Melisa Irene.

Sebelumnya startup food tech Greens juga telah menerima pendanaan putaran pra-awal dengan nominal tidak diungkapkan dipimpin oleh East Ventures. Fokusnya adalah menghadirkan teknologi pangan terintegrasi untuk menciptakan ekosistem pangan baru, guna meningkatkan cara masyarakat menanam dan mendapatkan makanan.

Selama dua tahun terakhir sudah ada startup food tech yang meluncur dan telah mendapatkan pendanaan. Di antaranya adalah Green Rebel, Off Foods, hingga Food Market Hub.

Solusi penyediaan makanan harian

Salah satu tujuan UENA adalah mengubah persepsi makanan harian yang saat ini identik dengan penjaja pinggir jalan, menjadi makanan berkualitas dengan bahan baku pilihan, proses dan peralatan standar restoran, serta jaminan kebersihan karyawan.

Semua proses dari hulu ke hilir ditangani sendiri, mulai dari penerimaan pesanan hingga pengantaran. Setiap lokasi hanya menjangkau area hiperlokal untuk mengoptimalkan biaya dan durasi pengantaran. Misi dari UENA adalah meningkatkan kualitas hidup dengan menyediakan makanan harian dengan harga yang terjangkau, layanan yang andal, dan lokasi yang tersebar luas.

“Pengiriman makanan secara online telah menjadi produk digital yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia, dengan tingkat adopsi sebesar 71% dan masih terus bertumbuh dengan cepat. Kami percaya begitu banyak peluang menarik yang akan terbuka ke depannya,” kata Roy Yohanes.

Sebelumnya sejumlah startup juga tawarkan konsep yang mirip, menyediakan pilihan hidangan terpadu untuk dipesan dalam satu outlet. Beberapa di antaranya Hangry, DailyBox, Mangkoku. Tahun ini Hangry bahkan baru mendapatkan pendanaan lanjutan 316 miliar Rupiah untuk digunakan sebagai amunisi ekspansi di wilayah yang lebih luas.

Momofin Luncurkan Platform Manajemen Dokumen dan Kontrak, Debut dengan Pendanaan “Angel Round”

Momofin adalah penyedia sistem manajemen lifecycle dokumen dan kontrak. Startup ini diinisiasi sejak awal tahun 2022 oleh Pranowo Putro, Saga Iqranegara, dan Yoga Pratama; dengan misi mempermudah masyarakat dalam berbagai proses administratif yang melibatkan tata kelola dokumen dan kontrak.

Untuk menunjang bisnis, dalam debutnya Momofin telah membukukan pendanaan angel round yang diikuti sejumlah investor individu — di antaranya dua co-founder startup social commerce Woobiz  Firlie Ganinduto dan Rorian Pratyaksa. Dana segar akan difokuskan untuk pengembangan dan penguatan lini produk.

Lewat dua produk yang telah dirilis sejak pertengahan tahun ini, yakni MomofinGO dan eMET by Momofin, layanan mereka telah digunakan lebih dari 10 ribu pengguna dan 100 klien perusahaan.

MomofinGo merupakan sebuah platform manajemen dokumen dan kontrak berbasis web yang ditujukan untuk bisnis. Sementara eMEY by Momofin berbentuk aplikasi e-materai yang ditujukan untuk konsumen akhir.

Mitra strategis Peruri

Salah satu kapabilitas yang dihadirkan lewat eMET adalah fitur e-Materai dan e-Signature. Seseorang bisa mengesahkan sebuah dokumen digital dengan materai elektronik dan tanda tangan elektronik; adapun materai tersebut secara resmi diterbitkan dari Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (PERURI).

Beleid tentang dokumen elektronik sendiri mengacu pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 (UU ITE) Pasal 5 ayat (1). Di sana disebutkan, bahwa dokumen elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan dokumen kertas setelah disahkan, salah satunya lewat pembubuhan e-materai.

Selain untuk memberikan tanda tangan dan e-materai, eMET juga difungsikan untuk memudahkan masyarakat dalam mengelola dokumen yang telah ditandatangani. Fungsinya mirip sebagai sebuah pustaka digital yang menyimpan berbagai arsip dokumen-dokumen penting yang dimiliki.

Tampilan layanan MomofinGO

Sementara itu, dengan MomofinGO sebuah perusahaan bisa mulai melakukan transformasi digital dengan mengubah proses administrasi dokumen (pembuatan, peresmian, hingga pemberkasan) yang sebelumnya berbasis kertas ke digital. Di sini pebisnis bisa mengunggah sebuah dokumen dan menambahkan pihak untuk melakukan pembubuhan legalitas. Layanan tersebut juga turut mengautomasi alur proses (lifecycle) tata kelola dokumen secara menyeluruh.

Momofin turut menyediakan layanan API yang bisa diintegrasikan dengan sistem ERP (Enterprise Resource Planning) yang sudah dimiliki perusahaan.

Potensi bisnis

Menurut data Ditjen Pajak, di Indonesia pembuatan dokumen mencapai 9,65 miliar per tahun, sekitar 20% di antaranya membutuhkan peresmian dengan materai. Dari sana diproyeksikan nilai ekonomi yang berputar mencapai 19 triliun Rupiah setiap tahun. E-meterai juga telah disahkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai Bea Meterai resmi yang berlandaskan hukum pada Oktober 2021.

Dengan potensi ini, sejumlah startup juga mulai memberikan layanan e-materai, di antaranya Paper.id (fokus ke layanan invoicing) dan TekenAja (fokus ke layanan tanda tangan digital).

Saat ini dokumen digital memang menjadi komoditas yang makin banyak digunakan. Penggunaannya seperti untuk pengesahan dokumen pembukaan rekening di bank digital; proses tanda tangan kontrak kerja di perusahaan yang sepenuhnya beroperasi secara remote working; dan lain-lain.

“Dengan adanya pendanaan baru, kami ingin berinovasi untuk mengembangkan teknologi produk kami agar lebih canggih dengan mengaplikasikan artificial intelligence. Harapannya dengan data yang ada, kami dapat mengembangkan fitur automasi yang sangat mempermudah pengguna kami ke depannya,” ujar Putro selaku Co-Founder Momofin.

Application Information Will Show Up Here

Maxi Kantongi Pendanaan Pra-Awal, Hadirkan Layanan “Mental Wellbeing” untuk Pekerja Profesional

Startup penyedia employee asisstance platform Maxi mengantongi pendanaan pra-awal (pre-seed) dengan nominal yang dirahasiakan. Putaran ini disuntik oleh Co-founder Modalku Iwan Kurniawan, General Partner Javas Venture Alexander Sie To, Founder WeNetwork Antonia Mazza, dan Country Manager LingoAce Emili Nirmala.

Maxi didirikan oleh Julia Erica dan Hariadi Tjandra pada Maret 2022. Misinya mendemokratisasi layanan mental wellbeing dan produktivitas pekerja profesional melalui employee wellbeing program dengan target pasar di Asia Tenggara. Beberapa perusahaan yang telah menggunakan Maxi di antaranya adalah EVOS, Bank Sampoerna, Keyta, dan Amanco.

Dihubungi oleh DailySocial.id, Co-founder Maxi Julia Erica meyakini bahwa penerimaan pasar di Asia Tenggara terhadap produk employee asisstance platform sudah siap karena dapat disesuaikan dengan kebutuhan mereka.

Dihimpun dari situs resminya, Maxi mencatat sebanyak 35% karyawan yang tidak bahagia berpotensi tidak produktif dalam pekerjaannya dan 64% pekerja stres berpotensi mengambil cuti sakit. Selain itu, karyawan yang mengabaikan mental wellbeing bisa berdampak terhadap turnover perusahaan yang tinggi. Sebanyak 4 dari 10 karyawan resign karena stres.

Ia juga menambahkan bahwa pendanaan ini akan digunakan untuk pengembangan aplikasi dan customer acquisition sehingga dapat mencapai product-market fit. “Saat ini kami fokus di B2B, sedangkan B2C [akuisisi] secara organik,” tambahnya.

Meningkatkan mental wellbeing dan produktivitas karyawan lewat  “employee wellbeing program”

Maxi menggunakan pendekatan unik dengan menggunakan anonimitas bagi para penggunanya. Mereka dapat saling terhubung, memberikan feedback, dan berbagi aktivitas. “Artinya, user identity dan activities di aplikasi dibuat secara anonim dari publik dan perusahaan. Dengan begitu, pengguna merasa nyaman untuk berbagi di forum komunitas,” tutur Julia.

Lebih lanjut, Maxi menawarkan sejumlah fitur mulai dari mood tracker, forum diskusi, hingga self-assessment. Ada pula dashboard yang berfungsi untuk mengelola wellbeing program karyawan dan menghasilkan insight mendalam. Modelnya berbasis langganan (subscription), tetapi pengguna dapat menikmati layanan gratis di dua bulan pertama.

Platform wellness profesional

Sekadar informasi, ini kali kedua Co-founder Modalku terlibat dalam pendanaan awal pada platform mental wellness bagi pekerja. Sebelum ini, tiga Co-founder Modalku, yakni Reynold Wijaya, Kelvin Teo, Koh Meng Wong berpartisipasi dalam pendanaan startup Ami.

Ami memiliki misi untuk mempermudah akses perawatan kesehatan mental bagi karyawan yang mengalami stres dalam pekerjaannya. Ami menggunakan model pencocokan karyawan dengan coach untuk berkonsultasi via WhatsApp, tanpa perlu membuat janji. Strategi ini dinilai untuk mempermudah akses dan meningkatkan kenyamanan pengguna seperti berbicara dengan teman.

Co-founder Ami Justin Kim mengaku optimistis dengan kehadiran Ami di Indonesia. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi yang cepat di Indonesia berpotensi memicu peningkatan stres di sebagian tempat kerja. Adapun, pekerja di Asia adalah pekerja paling stres di dunia dengan akses buruk terhadap sumber daya manajemen stres.

Di samping itu, muncul generasi baru karyawan yang lebih berorientasi pada nilai dibandingkan generasi pendahulu mereka. Generasi baru ini mencari lingkungan kehidupan kerja yang benar-benar holistik, otentik, dan seimbang.

Startup “Micro Finance Enabler” Djoin Memperoleh Pendanaan Pra Awal

Startup micro finance enabler Djoin memperoleh pendanaan pra-awal (pre-seed) sebesar $1 juta atau sekitar 14,5 miliar Rupiah dari angel investor yang dirahasiakan namanya (undisclosed). Pendanaan ini akan digunakan untuk memperkuat ekosistem keuangan mikro dan memperluas pasar di Indonesia.

Djoin merupakan startup asal Bali yang menyediakan platform SaaS terdesentralisasi untuk segmen koperasi. Berdiri sejak 2020, Djoin memiliki misi untuk menghadirkan solusi keuangan mikro secara holistik mulai aplikasi, pelatihan SDM, penguatan manajemen risiko, serta peningkatan brand bagi lembaga keuangan mikro, khususnya koperasi simpan pinjam.

Founder Djoin I Wayan Indra Adhi Suputra mengatakan akan memperluas cakupan layanannya ke seluruh Indonesia. Ia membidik target kerja sama dengan 1.000 lembaga keuangan mikro, terutama koperasi simpan pinjam, hingga 2025.

Saat ini, Djoin mengklaim telah bermitra dengan puluhan koperasi dengan total aset mencapai Rp1 triliun di Bali, NTB, dan NTT. Pihaknya juga bersinergi dengan pemerintah daerah setempat untuk mengedukasi lembaga keuangan mikro, khususnya koperasi.

“Kami memiliki visi untuk memberikan dampak sosial dengan mengembangkan lembaga keuangan mikro, khususnya koperasi modern, yang akan menjadi motor penggerak pertumbuhan UMKM di Indonesia.”

Djoin menawarkan dua layanan digital, yakni (1) Djoin Koperasi Digital untuk layanan simpan pinjam dan penjualan barang/jasa, dan (2) Djoin Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Digital. Perlu dicatat, aplikasi mobile bersifat white label sehingga memakai nama koperasi alih-alih brand Djoin. Adapun, aplikasinya sudah meluncur sejak 2020.

Sebelumnya ada Kodi, layanan serupa yang juga hendak membantu koperasi di daerah digitalkan layanan dan memberikan value-added kepada anggotanya lewat fitur berbasis teknologi.

Transformasi koperasi

Mengutip Katadata, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah koperasi di Indonesia pada 2020 mencapai 127.124 unit dengan mayoritas berada di Jawa Timur (17,6%), Jawa Barat (11,5%), dan Jawa tengah (9,5%).

Kontribusinya terhadap PDB baru mencapai 5% di periode tersebut. Adapun, Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) membidik kontribusi sektor koperasi menyentuh 5,5% terhadap PDB nasional pada 2024.

Dalam pernyataannya tahun lalu, Sekretaris KemenkopUKM Arif Rahman Hakim mengatakan, perkoperasional nasional dihadapkan pada tantangan untuk mengubah cara berbisnis dengan memanfaatkan teknologi dan inovasi produk.

Untuk menghadapi perkembangan teknologi yang cepat, ia menilai koperasi dan UKM perlu melakukan digitalisasi agar dapat mencapai efisiensi dan efektivitas layanan koperasi tanpa perlu mengubah nilai dasar.

“Modernisasi koperasi adalah upaya perubahan atau transformasi digital koperasi agar lebih maju dalam hal organisasi, tata kelola dengan teknologi, dan dapat mengikuti perkembangan zaman,” tuturnya.

BRIK Dikabarkan Dapat Pendanaan Awal 59 Miliar Rupiah Dipimpin AC Ventures [UPDATED]

Startup pengembang platform B2B commerce (B2B Raw Materials Aggregator) untuk bahan bangunan “BRIK” dikabarkan mendapatkan pendanaan awal dari sejumlah investor. BRIK memanfaatkan teknologi untuk memberikan pengalaman pendanaan dan distribusi yang lebih efisien di ekosistem konstruksi. Mereka melayani pelanggan institusional dan gerai ritel.

Menurut sumber yang dekat dengak kesepakatan ini, pendanaan awal yang bernilai hampir $4 juta (atau 59,5 miliar Rupiah) ini dipimpin AC Ventures, dengan keterlibatan Accel, Infra.Market, Alto Partners, BizOnGo, dan sejumlah angel investor — termasuk eksekutif YummyCorp, KoinWorks, Bank Aladin Syariah, Bilah Metal, Goldman Sachs, LVMH Catterton, dan Kementerian Dikbudristek.

BRIK didirikan oleh 4 orang founder, dua di antaranya mantan VP SEA Invesment di Jardines dan salah satu co-founder di iDexpress.

Produk yang dijajakan BRIK cukup beragam, mulai dari pasir, semen, baja, beton, sampai bahan kimia yang biasa digunakan dalam konstruksi. Solusi yang ditawarkan berfokus produk konstruksi volume tinggi di bawah mereknya sendiri. Dengan demikian mereka ingin memecahkan masalah seperti kurangnya transparansi harga, kualitas yang tidak dapat diandalkan, basis vendor yang terfragmentasi, dan logistik yang tidak efisien.

Model bisnis

Mengutip dari informasi di situs resminya, BRIK mengembangkan produk konstruksi sendiri dengan kualitas dan karakteristik yang sesuai dengan riset yang telah dilakukan tim. Keunggulan kompetitifnya antara lain terletak pada kemampuan mereka dalam memperpendek rantai pasok/supply chain. Perusahaan juga menyediakan sistem cloud manufacturing dan retail as a services.

Lewat mekanisme cloud manufacturing, perusahaan merangkul rekanan pemasok bahan bangunan untuk membantu perusahaan memproduksi barang — BRIK memberikan jaminan penjualan lewat kanal yang dimiliki. Sementara mekanisme retail as a services memungkinkan siapa saja untuk bergabung menjadi agen BRIK.

Visi BRIK adalah untuk mempersingkat rantai distribusi bahan konstruksi melalui platform pengadaan berteknologi tinggi, menghubungkan pembeli dengan produsen bahan konstruksi.

Sebelumnya platform GoCement juga telah hadir tawarkan pengadaan bahan bangunan, dengan model bisnis yang berbeda — lebih ke B2B marketplace. Oktober 2021 lalu, mereka mengumumkan pendanaan awal dari Arise (fund kolaborasi MDI Ventures dan Finch Capital), MDI Ventures, Beenext, dan Ideosource. Perusahaan akan memfokuskan dana segar untuk mengakselerasi pengembangan produk pasar B2B dengan memasukkan distributor besar ke dalam platform.

Menurut pemaparan yang disampaikan Kementerian Perdagangan RI, ukuran pasar B2B commerce di Indonesia akan mencapai $21,3 miliar pada 2023 mendatang. Sementara itu, menurut laporan Mordor Intelligence, ukuran pasar konstruksi bangunan di Indonesia telah mencapai $10,97 miliar pada 2022 ini. Ini adalah peluang yang cukup besar untuk dieksplorasi oleh para pegiat startup.

Updated: Kami memperbarui informasi terkait nominal dan daftar investor