Aplikasi Spectre Bantu Pengguna iPhone Ciptakan Foto Long Exposure Tanpa Ribet

Seperti yang kita tahu, perkembangan kamera smartphone tidak akan sepesat ini tanpa kemajuan di bidang computational photography. Bokeh artifisial pada hasil jepretan smartphone kita baru menggambarkan sebagian kecil dari potensi computational photography yang sebenarnya, sebab masih ada banyak yang bisa dieksplorasi.

Hal itu telah dibuktikan oleh Spectre, aplikasi kamera baru untuk iPhone yang digarap oleh tim yang sama yang mengerjakan aplikasi Halide. Spectre dirancang untuk membantu para pengguna iPhone menyalurkan hobi fotografi long exposure-nya tanpa harus melibatkan tripod maupun alat bantu lainnya, melainkan hanya dengan keterlibatan AI.

Teknik yang diterapkan Spectre cukup unik. Pada kamera biasa, foto long exposure dihasilkan dengan menyetel shutter speed dalam kecepatan selambat mungkin. Spectre tidak demikian, ia akan menjepret ratusan foto yang berbeda secara beruntun dalam beberapa detik, sebelum akhirnya disunting dan disatukan menjadi format live photo.

Spectre Camera

Dilihat dari sudut pandang yang praktis, ada banyak yang bisa dilakukan oleh Spectre. Yang pertama, Spectre bisa menghapuskan keramaian dari suatu foto, ideal untuk mengabadikan lokasi yang populer di kalangan para turis.

Yang kedua, Spectre mampu mendeteksi scene secara otomatis. Jadi ketika Anda memotret di malam hari, Spectre akan mengaktifkan mode untuk mengambil foto jejak cahaya (light trails), foto pemandangan kota, maupun foto light painting.

Saat memotret air terjun, maupun lokasi-lokasi lain di mana air menjadi sorotan utama, Spectre juga bakal secara otomatis menyulap airnya menjadi blur sampai akhirnya kelihatan mulus.

Salah satu hasil foto yang dihasilkan aplikasi Spectre / Chroma Noir
Salah satu hasil foto yang dihasilkan aplikasi Spectre / Chroma Noir

Secara teknis, Spectre bisa digunakan untuk mengambil foto dengan durasi exposure hingga 9 detik. 9 detik adalah waktu yang lama, untuk itu Spectre juga dibekali fitur stabilization berbasis AI, sehingga hasil akhirnya tetap akan kelihatan mulus.

Buat yang tertarik mencoba, Spectre saat ini sudah bisa diunduh lewat App Store dengan harga perkenalan sebesar Rp 29 ribu. Perangkat paling tua yang kompatibel adalah iPhone 6, akan tetapi Anda butuh minimal iPhone 8 untuk bisa menikmati semua fitur berbasis AI-nya.

Sumber: SlashGear.

Startup Kecerdasan Buatan 6Estates Bukukan Pendanaan Seri B dari GDP Venture dan Central Capital Ventura

6Estates, startup pengembang solusi berbasis kecerdasan buatan dan data besar asal Singapura, mengumumkan telah berhasil menyelesaikan putaran pendanaan seri B. Pendanaan ini dipimpin oleh GDP Venture dengan partisipasi Central Capital Venturacorporate venture milik BCA. Penambahan modal ini difokuskan dalam pengembangan solusi cognitive data intelligence miliknya dan ekspansi global.

Pasca pendanaan, perusahaan juga berencana mendirikan kantor di Indonesia untuk memanfaatkan peluang pasar. Termasuk untuk mengakselerasi pengembangan kemampuan Natural Language Processing Bahasa Indonesia dan berkolaborasi lebih dalam dengan BCA guna meningkatkan kompetensi kecerdasan buatan di perbankan.

“6Estates telah mendapatkan traksi pasar yang mengesankan dengan teknologi AI mereka di ruang data besar yang tengah berembang. Dengan DNA inovatif, mereka secara progresif mendorong batas-batas untuk memecahkan tantangan dunia nyata yang disajikan oleh ledakan data pada platform digital yang berbeda. Kami sangat bersemangat untuk berinvestasi di perusahaan dan memimpin putaran seri B-nya,” sambut CEO GDP Venture Martin Hartono.

Salah satu produk 6Estates adalah Market Innovation Knowledge Advisor (MIKA), solusi data berbasis kecerdasan buatan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi setiap atribut penjualan produk. MIKA mengidentifikasi tren konsumen mendatang dan atribut pembelian utama yang memungkinkan brand untuk menjalankan desain produk dan kegiatan pemasaran dengan lebih baik.

Solusi yang dikembangkan 6Estates kebanyakan berpusat pada intelijen pasar untuk industri consumer goods dan keuangan. Pendekatan teknologi seperti Natural Language Processing, Explainable Neural Network, dan Knowledge Graph diterapkan pada produk-produk yang dikembangkan.

“Karena kebutuhan konsumen yang terus berubah, klien kami mencari cara untuk tidak hanya memahami tren dengan lebih baik, tetapi mencari solusi yang dapat menjelaskan mengapa fenomena itu terjadi. Di 6Estates, kami menggunakan terobosan penelitian terbaru untuk menciptakan solusi inovatif untuk memberdayakan klien kami,” ujar Co-Founder & CEO 6Estates Luan Huanbo.

Luat turut menerangkan, bahwa di sektor keuangan 6Estates menerapkan teknologi ekstraksi informasi dan mesin pembaca yang komprehensif untuk membantu klien mentransformasikan dokumen tidak terstruktur menjadi pengetahuan yang bermanfaat. Selanjutnya informasi tersebut akan berguna untuk otomasi intelijen. Saat ini 6Estates juga tengah mengeksplorasi pemanfaatan teknologinya untuk industri perdagangan dan pasar modal.

6Estates
Tim 6Estates di Singapura / 6Estates

“Didirikan oleh pemenang ACM Achievements Award, Prof Chua Tat-Seng, CEO Dr Luan Huanbo dan CTO Dr Wang Chao, 6Estates adalah salah satu ahli kecerdasan buatan dunia. Mereka telah membentuk tim kecerdasan buatan kelas dunia. Mereka adalah salah satu perusahaan kecerdasan buatan terbaik di dunia, yang mampu menggabungkan pengalaman industri dan keahlian akademis,” ujar CTO GDP Venture, CEO/CTO GDP Labs On Lee, yang juga akan turut bergabung dalam dewan direksi 6Estates.

Kepercayaan investor juga didorong oleh prestasi bisnis yang mengesankan. Disampaikan pertumbuhan 6Estate mencapai 300% YoY dalam 12 bulan terakhir, didorong permintaan solusi intelijen pasar dari perusahaan Fortune 500 seperti P&G, Nestle, dan Unilever. Untuk solusi finansial yang dikembangkan, saat ini tengah diterapkan di beberapa perusahaan, seperti HengFeng Bank dan South-West Securities.

Menakar Adopsi Teknologi Kecerdasan Buatan di Indonesia

Setelah komputasi awan dan big data, istilah teknologi yang tengah gencar diperbincangkan adalah kecerdasan buatan (artificial intelligence). Definisi paling sederhana dari kecerdasan buatan adalah otomasi komputer untuk mengerjakan berbagai pekerjaan prediktif dan terukur. Pada dasarnya kecerdasan buatan mengeksekusi setiap tugas bermodalkan algoritma dan data yang terhimpun.

Jika kemunculannya berada di belakang komputasi awan dan big data, tampaknya memang seperti itu evolusinya. Diawali dengan komputasi awan yang mampu menyediakan infrastruktur dan platform untuk memenuhi kebutuhan bisnis yang dinamis, dilanjutkan pemrosesan big data dalam pengelolaan aset terpenting bisnis saat ini, yakni data.

Kecerdasan buatan diprogram dalam mesin komputer berperforma tinggi untuk mempelajari tren historis aktivitas, lalu melakukan kalkulasi tindakan. Pada prinsipnya teknologi tersebut memungkinkan komputer untuk belajar, berpikir, dan melakukan aksi secara mandiri.

Perkembangan kecerdasan buatan

Riset PwC menempatkan kecerdasan buatan sebagai “game changer” dengan potensi nilai yang disumbangkan terhadap ekonomi global mencapai $15,7 triliun di tahun 2030 mendatang. Angka tersebut bukan muncul secara tiba-tiba, melainkan didasari pada manfaat yang diberikan teknologi tersebut. Melihat pada aplikasi kecerdasan buatan yang mulai bermunculan saat ini, riset tersebut menyimpulkan dampak baik yang dapat dirasakan langsung dalam produktivitas bisnis.

1

Tidak mustahil jika perkembangan kecerdasan buatan di sektor riil akan lebih cepat. Sejak memasuki tahun 2000-an, riset seputar kecerdasan buatan meningkat hampir 9 kali lipat secara kuantitas publikasi. Bahkan jika melihat penelitian yang terindeks di Scopus, kuantitas publikasi kecerdasan buatan jauh melampaui komputer sains dan publikasi lainnya secara umum sejak tahun 2010-an.

Tiongkok dan Amerika Serikat menjadi penyumbang terbesar penelitian berbasis kecerdasan buatan. Hingga tahun 2015, totalnya lebih dari 15 ribu publikasi dari Tiongkok dan lebih dari 10 ribu publikasi dari Amerika Serikat.

Firma investasi Pitchbook melaporkan pada tahun 2017 terdapat $6 miliar investasi yang digelontorkan melalui pemodal ventura untuk proyek berbasis kecerdasan buatan. Di Amerika Serikat, setidaknya ada 600 startup yang fokus di bidang tersebut pada tahun 2017. Realisasi tersebut menjadi indikasi perkembangan baik. Pasalnya konsep yang sudah diteliti dalam riset mulai dihadirkan dalam solusi yang lebih nyata.

Menurut McKinsey Global Institute, saat ini kecerdasan buatan tengah ada dalam tahap penetrasi awal di Asia Tenggara. Perkembangannya diikuti hampir semua negara di kawasan regional, didalami oleh berbagai sektor bisnis. Di kawasan tersebut, salah sektor yang terpantau paling proaktif dalam menerapkan strategi transformasi digital dengan kecerdasan buatan adalah kesehatan (healthcare) dan keuangan (financial services). Kendatipun potensi terbesar diproyeksikan tetap ada di sektor manufaktur, yakni mencapai $311 miliar.

Kondisi di Indonesia tak jauh berbeda, tengah dalam tahap penetrasi awal. Produk-produk yang dikembangkan rata-rata berbentuk automated intelligence (melakukan otomasi pekerjaan rutin/manual, misalnya membantu pencatatan dengan sistem biometrik), assisted intelligence (membantu orang untuk mengerjakan tugasnya secara lebih cepat, misalnya dalam bentuk chatbot), augmented/autonomous intelligence (membantu orang membuat keputusan dengan lebih baik, berupa sistem rekomendasi).

Dari sudut padang teknologi pendukungnya, kecerdasan buatan hadir dalam beberapa fase. Dimulai tahun 1990-an, riset profesional dan akademik mulai banyak menyoroti sistem, logika, dan algoritma yang kini menjadi landasan kecerdasan buatan. Fase berikutnya ialah kematangan analisis data dengan berbagai metodologi.

Kepintaran membedakan obyek berdasarkan data yang ada melahirkan konsep deep learning, yakni kemampuan komputer untuk mengidentifikasi data dengan format yang lebih beragam hingga mampu menganalisis sentimen tertentu tren data.

Kecerdasan buatan di Indonesia

Perkembangan bisnis teknologi dipengaruhi berbagai aspek, termasuk terkait adopsi teknologi kecerdasan buatan di Indonesia. Mulai dari iklim investasi, regulasi, sumber daya manusia, dan lain-lain. Tahun 2015, pemerintah provinsi DKI Jakarta menganggarkan dana hingga Rp30 miliar untuk menginisiasi kota pintar (smart city). Kala itu tujuan utamanya untuk menghasilkan dasbor informasi terpusat sehingga dapat membantu pemangku kepentingan dalam memutuskan tindakan. Untuk kanal masukan data, pemerintah menyiapkan lebih dari 3000 titik CCTV untuk pemantauan. Melalui aplikasi, mereka turut menghimpun laporan langsung di lapangan oleh masyarakat.

Di tahun yang sama, aplikasi Qlue mulai dikenal masyarakat ibukota. Mereka bermitra langsung dengan pemerintah untuk menghimpun informasi dari warga kota. Didesain dengan pengalaman pengguna mirip aplikasi media sosial, Qlue nyata-nyata bisa meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memberikan informasi, seperti soal birokrasi, lingkungan, hingga bencana. Informasi yang masuk terpantau langsung dalam dasbor pemerintah dan ditampilkan dalam grafik yang representatif sehingga mudah dibaca.

Dasbor Jakarta Smart City / DailySocial
Dasbor Jakarta Smart City / DailySocial

Tahun 2017, Qlue mulai menggandeng startup Nodeflux yang fokus pada solusi pengenalan obyek yang ditangkap CCTV sehingga memungkinkan proses pendataan di solusi kota pintar lebih otomatis. Hal ini berimplikasi pada analisis data yang lebih real time. Di tahap ini, semakin banyak teknologi kecerdasan buatan yang diaplikasikan. Tidak hanya sekadar analisis data, namun pemrosesan computer vision untuk deteksi obyek.

Di tahun 2015 juga hadir sebuah startup yang mencoba menginisiasi platform berbasis kecerdasan buatan. Kala itu namanya masih YesBoss, sebelum akhirnya berubah menjadi Kata.ai. Awalnya mereka menghadirkan asisten virtual untuk memenuhi kebutuhan orang secara pribadi, termasuk membantu reservasi hotel hingga memesan makanan. Dengan brand Kata.ai, kini mereka fokus menyajikan platform asisten virtual berupa chatbot untuk bisnis.

Kini banyak perusahaan besar di berbagai sektor berbondong-bondong memulai inisiatif chatbot untuk membuat proses pelayanan pelanggan menjadi lebih efisien. Salah satunya adalah Vira, chatbot layanan pelanggan milik BCA. Hadir di bulan Februari 2017, Vira melayani pelanggan untuk memberikan info promo, lokasi ATM, pendaftaran kartu kredit, hingga pengecekan transaksi perbankan. Vira dapat diakses melalui platform Messenger, Kaskus, Line, dan Google Assistant.

Investasi untuk startup kecerdasan buatan

Di Indonesia, GDP Venture menjadi salah satu investor yang serius mendukung startup pengembang layanan kecerdasan buatan. Untuk mengetahui visi GDP Venture terkait fokus berinvestasi di solusi kecerdasan buatan, DailySocial menghubungi CTO GDP Venture yang juga menjabat sebagai CEO & CTO GDP Labs On Lee.

Menurut On Lee, kecerdasan buatan sudah sangat relevan diterapkan secara luas di sektor publik atau privat. Indikasinya saat ini banyak orang yang tidak sadar bahwa telah menggunakan aplikasi bertenaga kecerdasan buatan setiap hari, misalnya Alexa, Siri, Cortana, Google Assistant, fitur auto-complete dan auto-correct di ponsel pintar, mesin pencari, dan sebagainya.

Pernyataan tersebut menggarisbawahi bahwa teknologi kecerdasan buatan sebenarnya sudah diaplikasikan secara luas, dimulai dari hal-hal sederhana dalam penggunaan ponsel sehari-hari. Fitur auto-correct, misalnya, memang terlihat sederhana dalam penggunaan, namun jika mendalami sistem di baliknya, dibutuhkan pemrosesan canggih yang mampu melakukan pengecekan susunan huruf, lalu melakukan pencocokan dengan basisdata kata yang dimiliki secara kilat sehingga terbentuk rekomendasi kata yang sesuai.

Terkait sejauh mana bisnis di Indonesia mengadopsi kecerdasan buatan, On Lee tidak setuju jika dikatakan secara umum masih sebatas tren atau sekadar jargon untuk pemasaran produk. Salah satu portofolio GDP Venture adalah Prosa.ai yang secara khusus mengembangkan platform Natural Language Processors (NLP) untuk Bahasa Indonesia. Penerapan untuk layanan text and speech processing sudah ada di beberapa skenario, salah satunya di Kaskus untuk penyaringan dan moderasi konten.

“Meskipun benar bahwa keterampilan kecerdasan buatan belum terdistribusi secara merata, perusahaan portofolio GDP Venture, BCA, dan beberapa perusahaan sudah memiliki aplikasi yang diberdayakan kecerdasan buatan. GDP Venture telah berinvestasi pada startup kecerdasan buatan lokal maupun internasional, karena [bagi kami] kecerdasan buatan adalah teknologi strategis sekaligus investasi. Kami percaya bahwa kecerdasan buatan menjadi teknologi transformasional seperti internet, komputasi awan, dan komputasi mobile,” ujar On Lee.

CTO of GDP Venture On Lee

Penetrasi kecerdasan buatan di sektor riil akan lebih cepat dari yang dibayangkan. Untuk dapat memanfaatkan keunggulan teknologi tersebut, On Lee menuturkan secara umum sebuah bisnis perlu melakukan beberapa hal. Pertama dengan mendidik semua karyawan mengenai kecerdasan buatan. Kedua, mulai menjajaki kemitraan dengan perusahaan yang memiliki keterampilan kecerdasan buatan. Ketiga, melakukan percobaan dengan proyek kecil berbasis kecerdasan buatan.

Keempat, menetapkan strategi kecerdasan buatan di seluruh perusahaan — layaknya transformasi digital yang dilakukan dengan internet, komputasi awan dan sebagainya. Yang kelima adalah melakukan peninjauan dan pengamatan tentang pemanfaatan kecerdasan buatan di perusahaan, sehingga mendapatkan strategi implementasi yang layak.

Berikut ini perusahaan portofolio GDP Venture yang secara khusus memberikan solusi kecerdasan buatan:

Portofolio startup kecerdasan buatan GDP Venture

Selain GDP Venture, banyak startup besar yang kini mulai berinvestasi besar untuk kecerdasan buatan. Salah satunya Bukalapak. Baru-baru ini mereka meresmikan Artificial Intelligence & Cloud Computing Innovation Center di ITB. Harapannya lab kemitraan tersebut nantinya dapat menghasilkan temuan inovatif untuk mendorong perkembangan fitur-fitur di layanan marketplace ini.

Startup unicorn lain, seperti Gojek dan Traveloka, juga sudah berinvestasi untuk melakukan kegiatan serupa. Meskipun demikian, mereka cenderung mengembangkan pusat penelitian di luar negeri, seperti penerapan pusat R&D Traveloka yang baru di Bangalore, India. Misinya sama: untuk menangkap peluang baru dari potensi teknologi pintar demi meningkatkan kenyamanan pengguna.

Qlue Secures Funding from GDP Venture and MDI Ventures

After the positive achievement last year, and entering the second month in 2019, Qlue manages to secure new funding. The latest round was led by GDP Venture and supported by MDI Ventures.

Qlue said the fresh funding is to be used for talent acquisition in technology and business to develop Artificial Intelligence (AI) and Internet of Things (IoT). They are expected to improve services and smart city solution offered by Qlue.

There is no further details of the total value, however, Telkom’s participation is expected to give a strategic touch of the synergy in Indonesia’s government and state-owned enteprise.

The CEO, Rama Raditya said, “our initial mission is to accelerate the positive movement in the world, and we’re to make synergies with partners in similar mission. Telkom will be helping to strengthen scalability in the government and state-owned enteprise for our solution can give positive impact on digital transformation in Indonesia, according to the government lead to industry 4.0.”

“GDP Venture, on the other hand, has been helping us to build a developed and sustainable business. We’re very pleased and thrilled to join parnership with MDI Venture and Prasetia in our journey for better Indonesia,” he added.

Qlue is in a process to builf the biggest smart city ecosystem in Indonesia by improving smart city solution service for house developer, apartment, police department, toll, shopping center, industry area, and others through computer vision technology, such as face recognition, license plate recognition, street analysis, and people counting.

Regarding this round, MDI Ventures’ CEO, Nicko Widjaja said, “MDI Ventures has vision to build the leading startup generation in Indonesia, this investment is a realization of our attempt to make it happen. We’ve known Qlue since the beginning, and consider them to have disruptive and innovative mindset.”

He also aware of Qlue’s partnership with the government, it goes along with Telkom Indonesia’s main synergy. Moreover, their team decided to support Indonesian local startups with disruptive and game changing mindset like Qlue.

A similar speech comes out from GDP Venture’s CEO, Martin Hartono. He’s aware of Qlue’s smart city solution has the same vision and mission, and considered to be sustainable and capable to adapt with market situation, not only the government but also corporate.

“Qlue’s ability to provide command center and tech and data-based smart city management, is a crucial base towards Indonesia’s better future. We’re proud in supporting Qlue with the same vision and mission, not only for the development of digital tech ecosystem but also a very useful app for Indonesian people,” Hartono said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Qlue Amankan Pendanaan dari GDP Venture dan MDI Ventures

Setelah melewati tahun 2018 dengan capaian positif, memasuki bulan kedua tahun ini Qlue berhasil mengamankan pendanaan terbaru. Putaran pendanaan terbaru kali ini dipimpin oleh GDP Venture dengan partisipasi dari MDI Ventures.

Pihak Qlue menyebutkan bahwa dana segar yang didapatkan akan dimanfaatkan untuk merekrut para ahli di bidang teknologi dan bisnis untuk mengembangkan produk Artificial Intelligence (AI) dan Internet of Things (IoT). Talenta-talenta baru tersebut diharapkan mampu meningkatkan layanan dan solusi smart city yang ditawarkan oleh Qlue.

Tidak ada informasi resmi mengenai jumlah dana yang didapatkan, hanya saja keterlibatan Telkom diharapkan mampu memberikan sisi strategis sinergi di dalam pemerintahan dan BUMN Indonesia.

CEO Rama Raditya mengatakan, “Misi kami sejak awal adalah untuk mengakselerasi perubahan positif di dunia, dan kami ingin bersinergi sebanyak-banyaknya dengan mitra usaha yang memiliki kesamaan misi. Telkom akan banyak membantu kami untuk memperkuat skalabilitas di dalam pemerintahan dna BUMN agar solusi kami bisa memberikan dampak positif bagi transformasi digital di Indonesia sesuai arahan pemerintah menuju industri 4.0.”

“Sedangkan GDP Venture, sudah sejak lama membantu kami dalam membangun bisnis Qlue agar lebih maju dan berkelanjutan. Kami sangat terhormat dan bersyukur dapat menjalin kerja sama dengan MDI Ventures, GDP Venture dan Prasetia dalam perjalanan kami memberikan kemajuan bagi Indonesia,” lanjutnya.

Qlue tengah mengupayakan pembangunan ekosistem smart city terbesar di Indonesia dengan meningkatkan layanan solusi smart city untuk pengembang perumahan, apartemen, kepolisian, jalan tol, pusat perbelanjaan, kawasan industri dan mitra bisnis lainnya melalui inovasi teknologi computer vision seperti face recognition, license plate recognition, street analysis dan people counting.

Menanggapi putaran pendanaan ini, CEO MDI Ventures Nicko Widjaja menyampaikan, “MDI Ventures memiliki visi untuk membangun generasi startup terdepan di Indonesia dan investasi ini merupakan sebuah wujud nyata dari konsistensi kami untuk mendorong visi tersebut. Kami sudah mengenal Qlue sejak awal perusahaan tersebut berdiri, dan kami menilai bahwa Qlue selalu memiliki pola pikir disruptif dan inovatif.”

Nicko juga melihat bahwa Qlue bekerja sama dengan pemerintah, hal tersebut selaras dengan sinergi utama Telkom Indonesia. Selanjutnya pihaknya berkomitmen untuk terus mendukung startup-startup lokal Indonesia yang memiliki pola pikir disruptif dan game changing seperti Qlue.

Hal senada disampaikan CEO GDP Venture Martin Hartono. Ia melihat Qlue memiliki solusi smart city yang juga memiliki visi dan misi yang sama, karena dinilai mampu terus berkembang dan beradaptasi dengan kebutuhan pasar, tidak hanya pemerintahan namun juga korporasi.

“Kemampuan Qlue untuk menyediakan command center dan pengelolaan smart city berbasis teknologi dan data merupakan salah satu pilar penting menuju masa depan bangsa Indonesia. Kami bangga dapat turut serta mendukung Qlue yang memiliki visi dan misi bukan saja untuk perkembangan ekosistem digital teknologi Indonesia tetapi juga mengembangkan suatu aplikasi yang sangat bermanfaat untuk bangsa Indonesia,” jelas Martin.

Application Information Will Show Up Here

Bukalapak Officially Launches “Artificial Intelligence & Cloud Computing Innovation Center” with ITB

As per its commitment to be more than just e-commerce, Bukalapak, with Institut Teknologi Bandung (ITB) launching Bukalapak-ITB Artificial Intelligence & Cloud Computing Innovation Center.

This facility, to learn more about cloud computing and artificial intelligence (AI), is expected to inspire students of fresh ideas using Bukalapak’s data. Bukalapak claims to be the first local startup building a research center in Indonesia.

“As I was dreaming back then, when I found Bukalapak, is to create technology for Indonesia. Using this facility, I wish to deliver new digital talents in the future,” Achmad Zaky, Bukalapak’s CEO said.

Attended also in the launching, Prof.Dr.Ir. Kadarsah Suryadi, DEA, Rector of Institut Teknologi Bandung, welcoming Bukalapak and ITB Research Lab in the campus area. Hopefully, it could be helpful for the students to learn deeper knowledge from the experts.

Muhamad Nasir, Ministry of Research, Technology and Higher Education (Menristekdikti) said a similar thought. In his speech, he said its time for university to collaborate with practitioners and provide a whole education for students. Technology and related issues should have become curriculum-material.

“Start from the kind of industry like Bukalapak, hopefully, the government can fully support the initiative of building a Research Lab with ITB for the sake off new digital talents in Indonesia.”

The use of Bukalapak’s Big Data

One percent of Bukalapak’s data is prepared for this lab and claimed to not harming user’s data privacy and the business. The data selection is focused on general information, such as product description, etc.

This building, according to Bukalapak, can facilitate students and Researchers who interested to learn more about Bukalapak’s user behavior without crawling or searching millions of products in Bukalapak website.

Data Research will be released to public and expected to stimulate those academists and researchers interested to learn based on Bukalapak’s research.

Bukalapak collaboration with ITB is planned to be developed for research and innovation in other sectors.

“Not only education and research, I also expected to deliver new digital talents from ITB to join Bukalapak’s team to develop AI and cloud computing together in the future,” Zaky added.

Research focus

The synergy between AI and cloud computing is a reason behind Bukalapak and ITB to focus on those two technology. In Bukalapak, there are many teams in charge for cloud computing and company’s server. It should be helpful for students to operate this technology.

AI technology to be deeper developed and explored is computer vision.In ITB, there are some subject related to AI, such as robotics, NLP, machine learning, data mining, and voice recognition.

“Currently, we have around 1000 engineers in total, consist of software engineer, product, and other. With the current source, Bukalapak is ready to help students to learn deeper knowledge,” Zaky said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

 

Bukalapak dan ITB Resmikan “Artificial Intelligence & Cloud Computing Innovation Center”

Sesuai dengan komitmennya menjadi lebih dari sekedar layanan e-commerce, Bukalapak bersama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) meluncurkan Bukalapak-ITB Artificial Intelligence & Cloud Computing Innovation Center. 

Fasilitas untuk mempelajari lebih jauh penggunaan cloud computing dan artificial intelligence (AI) ini diharapkan bisa memancing ide segar dari kalangan mahasiswa menggunakan data yang dimiliki Bukalapak. Bukalapak mengklaim menjadi startup lokal pertama yang mendirikan lab riset di Indonesia.

“Sesuai dengan mimpi saya dulu ketika membangun Bukalapak yaitu ingin menciptakan teknologi untuk Indonesia. Dengan fasilitas ini ke depannya saya harap bisa lahir talenta digital baru,” kata CEO Bukalapak Achmad Zaky.

Turut hadir dalam acara tersebut Rektor Institut Teknologi Bandung, Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA yang menyambut baik hadirnya Research Lab Bukalapak dan ITB di kawasan kampus ITB. Research Lab ini diharapkan bisa membantu mahasiswa belajar lebih dalam secara langsung dari pakarnya.

Hal senada juga disampaikan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Muhamad Nasir. Dalam sambutannya disebutkan sudah waktunya universitas untuk melakukan kolaborasi dengan praktisi dan memberikan edukasi yang menyeluruh kepada mahasiswa. Teknologi dan hal-hal terkait di dalamnya sudah menjadi materi yang bisa disematkan dalam kurikulum.

“Dimulai dari industri seperti Bukalapak diharapkan nantinya bisa didukung penuh oleh pemerintah upaya yang dilakukan oleh Bukalapak dengan membangun Research Lab bersama ITB untuk kepentingan talenta digital baru di Indonesia.” 

Manfaatkan Big Data Bukalapak

Satu persen data Bukalapak disiapkan untuk lab ini dan diklaim tidak mengganggu privasi data pengguna dan bisnis Bukalapak. Pemilihan datanya sendiri lebih fokus ke informasi umum, seperti deskripsi produk dan sejenisnya.

Hal ini, menurut Bukalapak, bisa memudahkan mahasiswa dan kalangan Researcher yang tertarik mempelajari lebih jauh perilaku pengguna Bukalapak tanpa harus melakukan crawling atau searching jutaan produk di situs Bukalapak.

Data Research nantinya akan dirilis ke publik dan diharapkan bisa menstimulasi kalangan akademisi dan peneliti yang ingin belajar berdasarkan riset Bukalapak. 

Kolaborasi Bukalapak dan ITB rencananya akan dikembangkan untuk riset dan inovasi sektor lainnya.

“Bukan hanya edukasi dan riset, saya juga berharap akan lahir talenta digital baru dari ITB yang bisa bergabung dengan tim Bukalapak untuk kemudian bersama mengembangkan AI dan cloud computing,” kata Zaky.

Fokus riset

Sinergi antara AI dan cloud computing menjadi alasan Bukalapak dan ITB fokus ke dua teknologi tersebut. Di Bukalapak sendiri saat ini terdapat puluhan tim yang mengelola cloud computing dan server perusahaan. Pengalaman ini bisa membantu mahasiswa mengoperasikan teknologi ini.

Sementara teknologi AI yang akan dikembangkan dan dipelajari lebih jauh adalah computer vision. Di ITB sendiri pelajaran terkait AI adalah robotics, NLP, machine learning, data mining, dan voice recognition. 

“Saat ini secara keseluruhan kita memiliki sekitar 1000 engineer yang terdiri dari software engineer, product, dan lainnya. Dengan sumber yang ada Bukalapak siap membantu mahasiswa untuk belajar lebih dalam,” kata Zaky.

Application Information Will Show Up Here

AI dan Blockchain Siap Hadir di Platform Penyedia Jasa Legal “Kontrak Hukum”

Usai mendapat suntikan investasi dari Kaskus, Kontrak Hukum berencana menanamkan dua teknologi terkini ke dalam platform-nya pada tahun ini, yakni artificial intelligence (AI) dan blockchain. Kedua teknologi ini dinilai dapat memberikan pengalaman terhadap penyediaan jasa hukum lebih baik di masa depan.

Menurut Chief Operating Officer KontrakHukum Jimmy Karisma R, pihaknya saat ini tengah melakukan riset sembari melakukan pengembangan untuk mengimplementasi kedua teknologi tersebut. Harapannya, teknologi ini dapat memberikan layanan berkualitas dari sisi kecepatan dan kredibilitas.

“Kami tidak ingin sekadar memindahkan [layanan jasa hukum] dari offline ke online. Kami ingin ada teknologi di belakangnya. Dan kami lihat kiblat di Amerika Serikat, di mana kedua teknologi ini sering digunakan untuk kebutuhan legal,” ungkapnya ditemui DailySocial di GDP Power Lunch di Jakarta.

Jimmy mencontohkan, dengan AI proses review kontrak bisa lebih efisien waktu hingga 50-60 persen. Teknologi ini dapat memampukan sistem untuk membaca dan menghasilkan summary dari isi kontrak. Para lawyer tidak perlu membaca kontrak lagi.

Sementara contoh use case untuk teknologi blockchain adalah menghindari potensi manipulasi kontrak atau materi legal apapun di dalam sistem. Hal ini karena blockchain memiliki sifat transparan dan terdistribusi dalam konsep kerjanya.

“Rencananya [teknologi ini] sudah bisa di-roll out kuartal ketiga tahun ini karena sekarang masih riset dan pengembangan,” ucap Jimmy.

Kontrak Hukum saat ini memiliki tiga bisnis utama, yaitu penyedia layanan jasa hukum, ada tiga jasa pembuatan kontrak, pembuatan badan usaha, dan pendaftaran merek.

Perusahaan membidik target pasar UMKM dan pelaku usaha startup. Saat ini, Kontrak Hukum telah memiliki 2.000 klien dan 100 mitra yang telah dikurasi sesuai dengan spesialisasinya.

CEO dan Founder Kontrak Hukum Rieke Caroline menambahkan, tahun ini pihaknya akan bersinergi dengan Kaskus untuk mengedukasi pasar tentang pentingnya kebutuhan legal.

“Kami ingin mengubah wajah hukum agar lebih dekat dengan kehidupan masyarakat. Selama  ini kan hukum anggapannya jauh padahal penting sekali. Nah, kami bersama Kaskus akan buat konten berseri untuk mendorong tujuan itu,” kata Rieke.

Pentingnya urusan legal untuk startup

CEO dan Founder Layaria Dennis Adhiswara turut membagikan pandangannya seputar kebutuhan legal bagi pelaku usaha startup. Dennis menyoroti tentang bagaimana pentingnya membuat perjanjian antar-founder saat membangun startup.

“Selain pendaftaran merek, agreement antar founder atau shareholder itu cukup sering dikeluhkan. Kalau tidak ada perjanjian, itu bahaya, due diligence bisa tertunda. Apalagi kalau tidak ada kelengkapan dokumen, investor bisa mundur,” tuturnya di ajang GDP Power Lunch.

Sepakat dengan hal tersebut, Deputi Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF), Hari Sungkari mengungkap kebanyakan startup tutup bukan dikarenakan minimnya investasi, melainkan tidak adanya perjanjian dengan founder.

“Bukan hanya karena urusan legal tidak kelar, tapi ada clash antar founder, startup bisa tutup. Waktu di awal belum ada revenue, nanti kalau sudah ada bagaimana pembagiannya? Makanya perlu ada perjanjian supaya mendisiplinkan hak dan kewajiban mereka,” ujar Hari.

Obstacle Tower Adalah Game yang Dirancang Khusus untuk Melatih Keterampilan AI

Peneliti artificial intelligence (AI) sudah lama tahu kalau video game dapat menjadi salah satu medium yang sangat efektif untuk melatih dan menyempurnakan kreasi mereka. Salah satu contohnya adalah game Grand Theft Auto V yang dimanfaatkan untuk melatih AI yang dipakai pada mobil kemudi otomatis.

Peran GTA V sebagai ‘arena berlatih’ buat AI sama sekali tidak disengaja. Kebetulan saja game tersebut mampu menyimulasikan pengalaman berkendara yang cukup realistis. Namun sekarang ada satu video game yang dari awal benar-benar dirancang untuk keperluan melatih AI.

Namanya Obstacle Tower, dan ia merupakan hasil karya Unity, perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan game engine. Obstacle Tower tidak dibuat untuk bisa kita mainkan, dan fungsinya murni untuk mengukur keterampilan AI.

Obstacle Tower

Secara teknis, Obstacle Tower merupakan game puzzle platformer. Ia memiliki 100 level yang harus diselesaikan, dan tiap-tiap levelnya dihasilkan secara prosedural, yang berarti selalu ada perubahan setiap kali AI mencoba menyelesaikannya.

Tingkat kesulitannya pun juga ikut berubah-ubah secara tidak terprediksi. Unity sendiri berharap Obstacle Tower dapat menjadi semacam medium benchmark baru untuk mengevaluasi sistem artificial intelligence.

Guna menarik perhatian banyak pengembang AI, Unity pun mengadakan kontes berhadiah total $100.000 bagi yang berhasil menyelesaikan tantangan dalam game ini. Selain berebut hadiah, para peneliti AI sejatinya juga dapat saling membandingkan progress AI buatannya masing-masing dalam misi menamatkan Obstacle Tower.

Kepada The Verge, perwakilan Unity bilang bahwa sejumlah pemain manusia berhasil memainkan game ini sampai di sekitar level 15, menunjukkan betapa sulitnya game ini bahkan untuk kita yang superior perihal bakat problem solving ketimbang mesin. Rencananya, Obstacle Tower bakal dijadikan open-source sehingga para peneliti AI dapat memodifikasinya secara leluasa mengikuti kebutuhannya masing-masing.

Sumber: The Verge.

Airbus Ingin Kecerdasan Buatan Bisa Menggantikan Pilot Pesawat di Masa Depan

Sejak idenya diajukan beberapa tahun silam, konsep mobil tanpa pengemudi terus digodok terlepas dari sejumlah rintangan dan insiden. Driverless car kembali mendapatkan sorotan di CES 2019 awal Januari kemarin, dan perkembangannya berpotensi jadi lebih pesat dengan kehadiran 5G. Konektivitas seluler generasi baru ini dipercaya dapat membuat pengalaman berkendara lebih aman dan nyaman.

Namun apa jadinya jika teknologi otonom diimplementasikan pada jenis transportasi umum yang mampu menampung lebih banyak penumpang dan mengangkut mereka melewati jarak lebih jauh? Di konferensi Digital Life and Design yang dilangsungkan di kota Munich hari Minggu kemarin, Grazia Vittadini selaku chief technology officer Airbus mengungkapkan harapannya pada Bloomberg agar kecerdasan buatan bisa bertambah pintar lagi sehingga pesawat terbang komersial tak lagi membutuhkan pilot.

Di ranah penerbangan, sistem autopilot memang bukan sesuatu yang baru. Namun sepenuhnya mengandalkan artificial intelligence bisa merevolusi industri ini, terutama jika teknologinya sudah benar-benar aman dan konsumen dengan lapang dada mau menerimanya. Sebagai langkah awal, Vittadini menyampaikan bahwa kehadiran AI canggih di pesawat dapat membebaskan pilot dari rutinitas membosankan.

Mayoritas pesawat terbang komersial saat ini dioperasikan oleh dua pilot. Matangnya kecerdasan buatan memungkinkan perusahaan maskapai mengganti seorang pilot dengan komputer, sehingga prosedur penerbangan jadi lebih efisien.

Bagi maskapai, eksistensi dari dukungan kecerdasan buatan tentu saja sangat berdampak pada ongkos operasional. Berdasarkan laporan dari bank investasi UBS di tahun 2017, industri aviasi mengeluarkan modal lebih dari US$ 30 miliar per tahun untuk menghidupi pilot-pilot mereka. AI juga berpeluang meningkatkan efisiensi pemakaian mesin dan menghemat konsumsi bahan bakar.

Pesawat-pesawat bersistem otonom juga memberikan jawaban atas masalah kurangnya suplai pilot. Ada banyak maskapai merasakan sulitnya merekrut penerbang baru, sedangkan pilot-pilot mereka sendiri mulai menua. Beberapa perusahaan kadang menginginkan penerbang bekas anggota militer, padahal secara keseluruhan, ada penurunan minat terhadap dunia aviasi.

Teknologi penerbangan otonom sebetulnya sudah lama dimanfaatkan di ranah militer, dan berkat kehadiran drone fotografi/videografi, secara teknis ia telah tersedia buat publik. Yang sulit adalah jika skalanya diperbesar ke segmen transportasi umum. Pertama, kecerdasan buatan untuk pesawat terbang harus melewati banyak sekali proses uji coba dan sertifikasi. Kedua, maskapai harus bisa meyakinkan calon penumpangnya bahwa pesawat tanpa pilot tetaplah aman.

Dari hasil survei UBS, hanya 17 persen dari total 8.000 responden yang berkenan naik ke pesawat tanpa pilot.

Via Digital Trends.