Survei Ipsos Soroti Tingkat Kepuasan Pengguna Terhadap Layanan Dompet Digital di E-commerce

ShopeePay, uang elektronik milik Shopee, disebut sebagai e-wallet dengan penetrasi terbesar selama tiga bulan terakhir. Sebuah survei menyebutkan bahwa ShopeePay memiliki pengguna dengan tingkat kepuasan tertinggi.

Survei berjudul “Kepuasan, Persepsi, dan Loyalitas Pengguna Dompet Digital di Indonesia” ini dilakukan oleh Ipsos in Indonesia. Dalam survei ini, Ipsos mengukur beberapa hal mengenai penggunaan dompet elektronik di Indonesia mulai dari penetrasi, frekuensi penggunaan, kepuasan, serta pengalaman pengguna.

Ipsos melakukan survei secara daring sejak 16 Oktober sampai 23 Oktober 2020. Sampel yang mereka gunakan mencapai seribu responden dari seluruh Indonesia dengan batasan menggunakan layanan dompet elektronik dan belanja di e-commerce dalam dua tahun terakhir.

Managing Director Ipsos in Indonesia Soeprapto Tan mengatakan, pihaknya melihat ada peningkatan penggunaan dompet elektronik secara signifikan di Indonesia sejak dua tahun terakhir. Peningkatan itu makin tinggi ketika pandemi Covid-19 melanda sehingga mengharuskan banyak orang beralih ke pembayaran non-tunai agar terhindar dari penularan virus. Ia menyebut setidaknya 44% penduduk Indonesia lebih sering memakai dompet elektronik selama pandemi.

“Berdasarkan hal tersebut, Ipsos in Indonesia berinisiatif untuk mengadakan survei lebih lanjut, untuk mengetahui merek dompet digital apa yang memiliki kepuasan, loyalitas, dan persepsi pengguna yang paling unggul,” jelas Soeprapto.

ShopeePay mendominasi

Survei Ipsos menemukan lima besar layanan e-wallet di Indonesia, yakni GoPay, Ovo, Dana, LinkAja, dan ShopeePay. Meski belum terlalu lama muncul, survei mendapati ShopeePay justru mendominasi di setiap aspek penggunaan dompet elektronik. Associate Project Director Ipsos in Indonesia Indah Tanip menjelaskan, dari aspek kepuasan terhadap merek e-wallet. ShopeePay menempati peringkat satu untuk kepuasan ini dengan skor 82%. Angka itu jauh melebihi pemain lain seperti Ovo (77%), Gopay (71%), Dana (69%), dan LinkAja (67%).

Menurut Indah ada beberapa faktor yang menyebabkan kepuasan pengguna ShopeePay lebih tinggi dari yang lain. Sejumlah faktor itu di antaranya adalah layanan yang mudah digunakan, mudah top up, waktu top up real time, dan banyaknya tawaran promosi saat menggunakannya.

“Terakhir ShopeePay ini selain bisa digunakan di toko online, mulai digunakan di banyak toko offline,” imbuh Indah.

Ipsos juga menyoroti aspek loyalitas pengguna dalam penggunaan dompet elektronik ini. Ipsos mengukur kesetiaan pelanggan ini memakai Net Promotor Score (NPS) guna memahami bagaimana loyalitas pengguna terhadap suatu merek dompet elektronik.

Country Service Line Leader Customer Experience, Channel Performance, and Observer Ipsos in Indonesia Andi Sukma, menjelaskan NPS ini bisa mengukur reaksi pengguna atas penggunaan layanan. Semakin puas dan setia pengguna, semakin besar kemungkinan mereka merekomendasikan produk tersebut ke orang lain. Sebaliknya, jika produk itu tidak memuaskan pengguna dan menimbulkan sentimen negatif, kecil kemungkinan produk itu akan direkomendasikan.

“Bayangkan ini terjadi di seorang yang tergolong influencer,” ucap Andi.

Dalam aspek ini, ShopeePay lagi-lagi unggul dibanding yang lain. Skor NPS ShopeePay berada di angka +42% dari 598 responden, Ovo +34% dari 684 responden, Gopay +28% dari 580 responden. Dana dan LinkAja menyusul di belakang.

“Semua pengguna sebenarnya setia dengan layanannya masing-masing. Akan tetapi ShopeePay punya skor NPS paling setia,” ujar Indah menambahkan.

Berkat pertumbuhan pesat Shopee

Melejitnya kepopuleran ShopeePay tentu saja tak lepas dari performa Shopee sebagai e-commerce. Bertahun-tahun bersaing ketat dengan pemain besar lain seperti Tokopedia dan Bukalapak, Shopee saat ini berhasil mengungguli kompetitornya itu.

Indah menjelaskan bahwa hal itu pula yang berhasil mengangkat ShopeePay dalam waktu singkat. Shopee memperoleh lisensi uang elektronik dari Bank Indonesia di akhir 2018. Layanan itu baru benar-benar optimal berjalan sepanjang tahun lalu.

Menurut Indah Shopee berhasil menggaet banyak pengguna karena bertebarnya harga promo yang hanya bisa digunakan dengan pembayaran ShopeePay. Contoh paling umum adalah gratis ongkir dengan ShopeePay. Selain itu Shopee juga dianggap cukup agresif dalam menggaet merchant offline agar memakai dompet elektronik mereka.

“Hal itu bisa meningkatkan trial rate, dari yang cuma coba-coba lalu malah ketagihan. Itu juga yang membuat mereka menjadi promoter,” terang Indah.

Survei Ipsos ini juga menyimpulkan bahwa ShopeePay adalah merek dompet elektronik dengan penetrasi penggunaan tertinggi selama tiga bulan terakhir dan paling sering digunakan pada Oktober lalu.

Application Information Will Show Up Here

Gaet Parkee, DANA Tambah Fitur Pembayaran Parkir Nontunai

DANA meresmikan fitur terbaru pembayaran parkir lewat kerja sama dengan startup penyedia layanan parkir Parkee. Inovasi ini permudah pemilik kendaraan untuk masuk ke pembayaran digital karena mereka tidak perlu mengunduh aplikasi tambahan untuk bayar parkir secara nontunai.

Co-Founder & CEO DANA Vince Iswara menerangkan perilisan ini adalah strategi perusahaan mengubah kebiasaan pengguna untuk beralih ke pembayaran digital, terutama di era pandemi ini uang tunai bisa menjadi perantara virus berbahaya tersebut.

“Ini sebenarnya changing people behaviour, jadi bukan lihat amount [potensi bisnis saja], melainkan sudah saatnya berubah. Kita percaya dengan perkembangan teknologi, maka akan semakin mudah bertransaksi kalau pakai platform yang bisa dipercaya,” ujarnya saat konferensi pers secara online, Rabu (21/10).

Untuk menggunakan fitur ini, pengguna cukup memindai tiket parkir menggunakan DANA pada 15 menit sebelum keluar gedung. Lalu melakukan konfirmasi dan bayar. Begitu transaksi berhasil, pengguna akan mendapat notifikasi yang akan mengingat mereka untuk meninggalkan gedung atau area parkir sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Pada tahap awal, pengguna baru bisa menggunakan fitur ini di 200 lokasi parkir.

Parkee merupakan sekian banyak perusahaan yang digaet DANA. Vince menerangkan, teknologi DANA yang bersifat open platform memungkinkan mereka bekerja sama dengan beragam platform guna memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat Indonesia.

Salah satu pengelola parkir yang sudah bermitra dengan Parkee, PT Centerpark Citra Corpora mengatakan total omzet parkir secara global mencapai $80 miliar. Sementara, untuk di Indonesia sendiri pada tahun lalu sebesar Rp25 triliun untuk off street (pinggir jalan).

Dia memprediksi kalau on street (lahan parkir khusus) bisa lebih besar 1,5 kali lipat dari off street. “Ceruk marketnya sangat besar. Setahu saya sampai sekarang ini, market parking di Indonesia secara tarif masih yang paling murah. Di luar Jakarta, untuk parkir motor masih bisa Rp500,” kata Founder dan CEO Centerpark Charles Oentomo.

Ia mengaku pembayaran nontunai sangat dibutuhkan di industri parkir. Dari data perusahannya, 60% pembayaran masih menggunakan tunai. Sementara untuk pembayaran nontunai masih memanfaatkan uang elektronik berbasis kartu. Centerpark sendiri kini mengelola 400 lokasi parkir yang ada di 42 kota.

Bisnis Parkee

Founder & CEO Parkee Wilson Sumanang menerangkan, inovasi bersama DANA adalah jawaban dari konsumen yang membutuhkan solusi praktis, tanpa harus mengunduh aplikasi tambahan di smartphone.

Oleh karenanya, ia tidak khawatir apabila pengguna Parkee lebih memilih untuk beralih ke aplikasi DANA untuk bayar parkir, ketimbang aplikasi Parkee. Pasalnya, Parkee menempatkan diri sebagai platform, yang artinya teknologinya bisa ditempatkan ke mitra dan tetap memperoleh bisnis.

Toh, solusi yang dikembangkan Parkee tidak hanya bayar parkir, juga ada fitur reservasi parkir, dan dasbor untuk pemilik gedung dan operator saat ingin mengidentifikasi pengunjung di area parkirnya, lengkap dengan durasi yang dihabiskan dan memantau jumlah transaksi secara real time.

“DANA bisa bantu bersama-sama mempromosikan pembayaran nontunai ke pengguna mereka dan Parkee. Jadi ini bukan jadi churn [buat aplikasi] tapi akan membawa manfaat yang lebih maksimal buat pengguna.”

Bersama DANA, lanjutnya, akan ada pengembangan berikutnya yang akan dilakukan. Salah satunya adalah merilis fitur reservasi parkir yang sudah masuk dalam tahap pengembangan. “Harapannya bersama DANA bisa memproses 1 juta transaksi dalam setahun ke depan.”

Parkee sudah dimanfaatkan oleh lebih dari 200 ribu pengguna dan layanannya dapat digunakan di lebih dari 200 lokasi parkir di seluruh Indonesia. Volume transaksi yang berhasil diproses mencapai lebih 900 ribu kali. Mitra Parkee diantaranya Centerpark dan EZ Parking.

Parkee bukan satu-satunya pemain parkir online yang ada di Indonesia. Selain itu ada Smark, Parkirin, Cari Parkir, Parkways, dan eParkir yang dikelola oleh Telkom.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Sejumlah Startup Masih Terus Kembangkan Fitur Uang Elektronik “Closed Loop”

Meskipun sempat menjadi polemik, eksistensi uang elektronik berkonsep closed loop tetap berkembang , khususnya di antara startup non-finansial. Dengan konsep closed loop, uang elektronik (biasanya berbentuk kredit) bisa digunakan untuk bertransaksi di dalam platform (internal) saja dan memiliki nominal dana kelolaan dengan limitasi tertentu.

Menurut CEO Dana Vincent Iswara, salah satu platform uang elektronik (open loop) terdepan di Indonesia, perkembangan platform uang elektronik closed loop ini bisa dianggap sebagai hal positif. Salah satunya adalah semakin terbiasanya konsumen berbelanja secara digital.

“Konsep transaksi digital yang makin banyak diadopsi oleh masyarakat ini menjadi pertanda bahwa masyarakat tidak lagi resisten dengan transaksi nontunai. Kecenderungan mereka untuk memiliki lebih dari satu aplikasi dalam ponsel mereka pun harus disambut dengan baik, dengan begitu kita bisa sama-sama melihat kemampuan mereka beradaptasi,” kata Vincent.

Potensi platform berbasis closed loop

Salah satu platform yang mengembangkan konsep closed loop ini adalah Strongbee melalui Strongbee Credit. Menurut Founder Strongbee Farah Suraputra, sejak diluncurkan bulan Juli 2020 lalu, saat ini penggunaan Strongbee Credit komposisinya 50-50% dibandingkan dengan pilihan pembayaran lainnya.

Strongbee mengembangkan fitur Credit untuk mempermudah pengguna bertransaksi di dalam aplikasi. Fitur ini sangat mendukung promosi-promosi perusahaan, misalnya in-app purchase yang lebih murah jika menggunakan Strongbee Credit dibanding metode pembayaran lainnya.

“Sampai saat ini Strongbee Credit hanya bisa digunakan untuk transaksi booking di aplikasi Strongbee. Strongbee Credit itu bukan berupa dompet digital karena Strongbee Credit tidak bisa diuangkan. Bentuknya juga closed loop, hanya bisa untuk pembayaran dari pelanggan ke kita dan bukan untuk pembayaran dari kita ke partner,” kata Farah.

Sementara menurut CEO D-Laundry Ridhwan Basalamah, D-Pay, yang sebelumnya bernama D-Wallet, digunakan untuk mengisi D-Laundry Coin.

“[..] D-Pay yang sudah terhubung ke berbagai bank, fintech, dan instansi layanan masyarakat sehingga pengguna D-Laundry memiliki banyak pilihan untuk melakukan pengisian D-laundry Coin,” kata Ridhwan.

D-Pay disebut dirancang untuk melengkapi ekosistem yang sudah ada. Selain bekerja sama dengan platform pembayaran yang sudah ada, D-Pay berkomitmen merambah kolaborasi ke berbagai instansi untuk memudahkan konsumen menggunakan layanan ini.

Sementara semenjak diluncurkan Oktober 2018 lalu, perkembangan Ralali Wallet diklaim mendapatkan feedback positif. Sampai Q3 2020 terdapat lebih dari 200 ribu pengguna Ralali yang sudah mengaktifkan fitur ini. Kontribusi metode pembayaran melalui wallet ini rata-rata 30,13% dari jumlah transaksi setiap bulannya. Angka ini yang mendorong pihak internal untuk melakukan banyak pembaruan fitur.

“Pada awal peluncuran Wallet, fitur ini [..] sesuai visi untuk memberikan solusi untuk market B2B di Indonesia khususnya di area financial business. Fitur ini bisa memudahkan Ralali users untuk melakukan pembayaran order pesanan mereka secara cepat dan terintegrasi. Akun wallet ini juga bisa menjadi wadah untuk menerima cashback promo untuk loyal user Ralali,” kata CTO Ralali Irwan Suryady.

Ralali melihat aspek finansial adalah salah satu hal fundamental di pasar B2B. Ralali Wallet berencana memperkuat KYC dan KYB pengguna dengan standarisasi yang berlaku. Ralali Wallet akan menjadi wadah disbursement untuk pilihan pembayaran paylater yang terkoneksi dengan beberapa mitra fintech.

Regulasi

Saat ini D-Pay sudah memiliki lisensi dari Bank Indonesia sehingga mempermudah D-Laundry memperluas fungsi uang elektronik closed loop ini untuk

“Ekspansi kami baru dimulai pada awal tahun 2020 ini sejak diluncurkannya fitur pembayaran cashless, yang sebelumnya [..] hanya bisa melakukan pembayaran secara tunai. Tahun ini, kami mendapatkan lisensi dari Bank Indonesia untuk D-Pay dan diterapkan kepada seluruh produk dan layanan kami,” kata Ridhwan.

Sementara Strongbee belum berniat mendaftarkan fitur miliknya ke regulator.

“Fungsi dari dompet itu sendiri untuk setiap dana yang diisikan hanya bisa dipakai untuk booking atau pemesanan saja. Sehingga setiap transaksi akan jadi lebih mudah, lebih ringkas, dan instan dibandingkan pembayaran menggunakan payment method lainnya. Pengguna pun bisa menikmati tambahan dana, senilai 40% dari nilai yang dibayarkan,” kata Farah.

Dana Masuk ke Solusi Logistik, Rilis Layanan “Delivery” Bersama Shipper

Dana memperluas fungsinya sebagai dompet digital dengan merambah layanan logistik “Dana Delivery” untuk melayani para penggunanya yang terdiri dari pengusaha online dan masyarakat umum. Dalam menyediakan layanan tersebut, perusahaan ini menggaet startup agregator logistik Shipper.

Co-Founder & CEO Dana Vincent Iswara menjelaskan, inisiasi ini adalah bentuk lanjutan komitmen perusahaan untuk mendukung masyarakat dan pelaku usaha online beradaptasi dengan kondisi tatanan baru di saat pandemi. Di satu sisi, kemitraan dengan Shipper ini memperkuat misi perusahaan untuk menjadi delivery hub bagi perusahaan logistik dalam memberikan layanan yang sifatnya B2B dan C2C.

Pengguna dapat melakukan pengiriman barang secara praktis dan terintegrasi melalui satu platform. Mereka dapat melakukan order pengiriman sesuai dengan penyedia jasa logistik maupun jenis pengiriman yang dipilih.

“Dana Delivery memberikan kemudahan bagi pelaku usaha, terutama UMKM yang belum terhubung dengan jasa ekspedisi, untuk melakukan pengiriman barang secara aman, mudah, dan terjamin. Ini selaras dengan komitmen Dana sebagai sahabat UMKM,” katanya dalam keterangan resmi.

Untuk tahap awal, layanan ini baru mencakup area Jakarta saja. Pengguna dapat memilih jenis pengiriman Instant dan Same Day. Untuk layanan Instant, pengiriman barang dengan berat maksimal 7 kg-20kg, tergantung ekspedisi yang dipilih. Sementara Same Day, berat maksimalnya antara 5 kg-7 kg.

Shipper sendiri sudah berdiri sejak 2017 dan bekerja sama dengan belasan perusahaan logistik, mulai dari JNE, SiCepat, RPX, Popbox, DHL, Aramex, Grab, Gojek, J&T Express, Wahana, Pos Indonesia, TIKI, Lalamove, dan masih banyak lagi.

Model bisnis Shipper seperti marketplace untuk logistik, pengguna dapat membuat order pengiriman melalui dasbor khusus. Lalu memilih jasa logistik yang diinginkan, dan mitra Shipper akan melakukan penjemputan untuk diserahkan ke mitra logistik yang dituju agar segera diproses pengirimannya. Pengalaman tersebut dibawa ke aplikasi Dana.

“Sesuai dengan misi Dana, kami ingin memberikan solusi yang terintegrasi. Ditambah dengan adanya masa pandemi seperti ini, kebutuhan akan jasa pengiriman semakin meningkat. Maka dari itu, Dana Delivery hadir untuk mengakomodasi kebutuhan pengguna agar semakin mudah menjalankan aktivitas maupun bisnisnya,” ujar Vincent secara terpisah kepada DailySocial.

Dia menuturkan, Dana Delivery sudah hadir pada awal September ini sebelum diperkenalkan secara resmi ke publik. Oleh karenanya, ia masih memantau jumlah pengguna dan merchant Dana yang menggunakan layanan tersebut. Sembari itu, pihaknya tetap berencana untuk memperluas area cakupannya, tidak terbatas di Jakarta saja.

“Hasil kerja sama dengan mitra saat ini batas pengirimannya masih di sejauh 40 km. Ekspansi mengenai jarak Dana Delivery tentu ada dalam rencana kami, tapi untuk saat ini kami tengah fokus untuk menyempurnakan layanan di area Jakarta dan menanti masukan dan saran dari pengguna.”

Dalam melanjutkan misinya untuk membantu pengusaha online, Dana akan terus menambah kemitraan dengan perusahaan lainnya. Vincent mengaku masih dalam tahap diskusi untuk membuka kemungkinan tersebut. “Dengan demikian, pengguna dan merchant Dana kelak akan memiliki berbagai pilihan layanan pengiriman dalam satu platform.”

Vincent juga menuturkan, meski saat ini dalam Dana Delivery belum tersedia asuransi untuk melindungi produk sampai ke konsumen dengan aman. Pengguna dapat memonitor proses pengiriman barang langsung lewat aplikasi. Selain itu, bila ada kerusakan/kehilangan barang dalam proses pengiriman, pengguna bisa mengajukan klaim tersebut ke mitra layanan ekspedisi.

Tanggung jawab penggantian klaim adalah senilai objek pengiriman berdasarkan nilai yang paling rendah antara 10 kali biaya pengiriman sampai dengan maksimal penggantian sebesar nominal tertentu. “Kami juga tidak menutup kemungkinan apabila kelak kami bisa menerapkan layanan asuransi pada fitur ini,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Gandeng Pluang, Dana Tambah Fitur Investasi Emas di Aplikasi

Dana menjadi pemain uang elektronik berikutnya yang merilis fitur investasi emas digital di dalam aplikasinya dengan fitur Dana eMas. Pluang menjadi mitra penyedia untuk fitur tersebut — sebelumnya juga bermitra dengan Gojek untuk merilis GoInvestasi.

Dituliskan dalam keterangan resminya, pandemi telah menciptakan ketidakpastian di pasar modal dan keuangan yang menyebabkan aset-aset investasi bereksiko tinggi berguguran. Para investor kemudian menata ulang portofolio investasinya dengan menempatkan uangnya pada instrumen safe-haven, salah satunya emas.

Secara historikal pun, harga emas dunia terus menanjak dan terus mencetak rekor baru. Di pasar lokal, harga emas Antam sepanjang tahun ini (year-to-date) naik lebih dari 30%.

“Di tengah kondisi ketidakpastian akibat pandemi Covid-19, kami melihat masyarakat mulai mengurangi pengeluaran yang tidak perlu dan memilih untuk berinvestasi jangka panjang dengan membeli emas. Melalui fitur Dana eMas yang ada di aplikasi Dana, pengguna kini dapat memulai investasi emas secara online dengan praktis,” kata Co-Founder dan CEO Dana Vincent Iswara, Jumat (7/8).

Fitur ini, lanjut Vincent, diperuntukkan bagi pemilik akun Dana Premium. Untuk mulai membeli emas, pengguna dapat memilih mulai dari 0,01 gram atau kurang dari Rp10 ribu secara langsung tanpa biaya. Selain transaksi emas jual dan beli, pengguna bisa membeli emas dengan program cicilan dari 3-24 bulan.

Co-Founder Pluang Claudia Kolonas mengatakan bahwa kedua perusahaan percaya bahwa kunci pemberdayaan adalah menciptakan produk yang tidak terlalu mengintimidasi dan membangun keyakinan bahwa produk keuangan yang baik dapat dinikmati oleh siapa pun, bukan hanya segelintir orang saja.

“[..] Semua orang berhak untuk mempunyai tabungan demi masa depan yang lebih cerah. Kerja sama Pluang dengan Dana meluncurkan Dana eMas bertujuan untuk membantu kami memenuhi visi dan misi tersebut,” ucap Claudia.

Perlu dicatat, fitur ini belum menyediakan emas fisik saat penarikan atau penjualan dari portofolio pengguna Dana. Namun, pihak Pluang memastikan bahwa investasi ini aman karena perusahaan ada di bawah PT PG Berjangka yang sudah terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Emas nasabah sepenuhnya disimpan dan dijamin oleh Kliring Berjangka Indonesia (KBI). “Dengan begitu, semua transaksi yang terjadi tidak hanya tercatat dalam aplikasi, tapi juga tercatat di badan pemerintah yang berwenang dan fisik emas disimpan dan dijamin oleh KBI yang statusnya BUMN,” tandas Vincent.

Paling banyak pemain

Emas merupakan salah satu komoditas tertua di dunia dan investasi safe haven. Sejumlah kelebihan ini akhirnya membuat pamor investasi emas tergolong tinggi dan familiar di telinga orang Indonesia. Oleh karenanya, investasi emas sering kali menjadi gerbang awal untuk menjaring investor baru terjun ke instrumen investasi lainnya.

Adapun, aplikasi yang sejauh ini hanya menyediakan investasi emas selain Pluang, ada Tamasia, E-mas, Lakuemas, IndoGold, Treasury, dan Pegadaian. Semua pemain ini menawarkan kemudahan membeli dan menjual emas secara digital. Pemain tersebut akhirnya digaet oleh pemain digital lainnya. Misalnya ada Bareksa, Tanamduit, Tokopedia, Bukalapak, dan Gojek.

Berkat kemitraan tersebut, total kontribusi pembelian emas secara online mencapai 10% dari transaksi secara nasional. Kontribusinya turut dipicu oleh dampak pandemi, menurut laporan dari The Ken.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Mengulik Medium Pembayaran: Menuju Babak baru Sektor Fintech di Indonesia

Dua dompet digital besar di Indonesia, Ovo dan Dana, dilaporkan tengah dalam proses finalisasi merger, yang telah berlangsung sejak September 2019 dan mungkin memberi mereka kesempatan untuk bersaing dengan kompetitor utama Ovo, GoPay oleh Gojek.

Konsolidasi ini masuk akal. Mengingat Ovo, yang didukung oleh Lippo Group dan Grab, telah bersaing ketat dengan GoPay. Berbagai laporan menunjukkan bahwa kedua platform ini mendominasi lanskap pembayaran digital Indonesia dalam hal jumlah pengguna, sementara Dana dan LinkAja milik BUMN masing-masing menempati peringkat ketiga dan keempat. Maka, ketika Ovo dan Dana menggabungkan basis pengguna mereka, bisa jadi entitas baru ini akan membentuk pangsa pasar yang jauh lebih besar.

Michael Hijanto, analis riset senior dari perusahaan konsultan M2Insights yang berbasis di Singapura, percaya bahwa melalui merger, Ovo dan Dana dapat mengarahkan sumber daya mereka dan mengembangkan strategi bisnis bersama untuk bersaing dengan GoPay. “Dalam hal pangsa pasar, Ovo adalah e-wallet pilihan Grab dan Tokopedia, dan Dana adalah e-wallet pilihan Lazada dan Bukalapak. Baik Ovo dan Dana memiliki basis konsumen yang signifikan yang tidak mungkin untuk segera beralih ke GoPay atau Shopee Pay,“ katanya kepada KrASIA.

Tentang Ovo

Ovo didirikan pada tahun 2017 oleh konglomerat Indonesia Lippo Group, yang bisnisnya meliputi pengembangan real estat, media dan komunikasi, perawatan kesehatan, dan pendidikan. Sebagai bagian dari Lippo Group, Ovo memiliki keunggulan akses langsung ke bisnis ritel yang berafiliasi dengan Lippo, yang kemudian menghasilkan traksi instan di tahun pertama operasinya. Pada rapor tahun 2018, Ovo mengklaim telah melakukan 1 miliar transaksi.

Ovo tidak pernah blak-blakan mengenai pendanaan. Satu-satunya putaran pendanaan yang dibagikan kepada publik adalah investasi 116 juta dolar AS dari Tokyo Century Corporation pada Desember 2017, ketika investor Jepang mengakuisisi 20% saham. Pada bulan November berikutnya, super-app Asia Tenggara, Grab, dilaporkan berinvestasi di Ovo serta membuka jalan menuju babak baru fintech yang tengah berkembang di Indonesia.

Awalnya, Grab berencana untuk membawa GrabPay ke Indonesia, tetapi mereka gagal mendapatkan lisensi dari bank sentral, Bank Indonesia. Kemitraan antara Ovo dan Grab ini merupakan jalan keluar bagi perusahaan yang berbasis di Singapura ini untuk mengatasi hambatan itu, dengan menunjuk mantan kepala GrabPay, Jason Thompson, sebagai CEO Ovo pada bulan April 2018. Sebelum memulai peran ini, tugas utama Thompson di GrabPay adalah untuk “Mengawasi perkembangan teknologi pembayaran baru dan meningkatkan akses ke layanan pembayaran seluler di seluruh wilayah.”

Berkolaborasi dengan Ovo juga menjadi solusi untuk platform besar lainnya. Ketika TokoCash, e-wallet dari platform e-commerce terbesar di Indonesia Tokopedia, ditangguhkan oleh Bank Indonesia pada tahun 2017, Tokopedia tidak memiliki pilihan selain mencari kemitraan dengan penyedia pembayaran eksternal. Perusahaan ini dilaporkan melakukan investasi yang dirahasiakan di Ovo pada Maret 2019, lalu kedua perusahaan mengumumkan kemitraan resmi beberapa bulan kemudian.

Berhasil menyandang gelar unicorn tahun lalu, Ovo menunjukkan pertumbuhan yang cepat dan perkembangan positif dalam dua tahun beroperasi. Dalam sebuah wawancara dengan KrASIA, CEO Ovo Jason Thompson mengatakan pengguna aktif bulanan perusahaan tumbuh 400% per tahun pada tahun 2019.

Namun, ada tanda-tanda bahwa tidak semuanya berjalan lancar di Ovo. Pada bulan November, pendiri Lippo Group Mochtar Riady mengatakan perusahaannya menjual 70% sahamnya di Ovo karena pengeluaran yang cukup besar.

Bakar uang menjadi strategi yang umum bagi startup teknologi untuk memperoleh sebanyak mungkin pelanggan. Dalam beberapa kasus, hal ini bahkan diperlukan. Namun, jika rapor perusahaan tetap merah, strategi ini bisa menjadi beban berat bagi investor. Tech in Asia melaporkan bahwa Lippo Group menghabiskan USD 50 juta setiap bulan untuk mempertahankan Ovo, meskipun klaim itu kemudian dibantah oleh perusahaan.

Menurut data perusahaan yang diperoleh M2Insights pada bulan Desember 2019, Grab memegang saham terbanyak di Ovo, diikuti oleh Tokopedia, Tokyo Century Corporation, dan kemudian Lippo Group. Sementara itu, Dana didukung oleh unit investasi Alibaba, Ant Financial, dan konglomerat Indonesia Emtek. Ovo dan Dana telah lama berbagi DNA; Alibaba juga berinvestasi di Tokopedia, sementara Grab, Tokopedia, serta Alibaba didukung oleh SoftBank.

Designed by Shermin Shu

Laporan Bloomberg mengatakan syarat dan waktu merger antara Ovo dan Dana mungkin berubah, dan kesepakatan bisa saja gagal. Hal ini adalah konsekuensi dari kerumitan konsolidasi.

”Ovo saat ini memiliki pangsa pasar yang lebih besar daripada Dana di Indonesia, tetapi sulit untuk mengatakan siapa yang akan menjadi pemegang saham mayoritas. Pemegang saham mayoritas yang baru mungkin juga bergantung pada siapa yang akan menginvestasikan lebih banyak uang ke dalam entitas gabungan. Kami percaya bahwa merger antara kedua e-wallet ini tidak akan sederhana,” pungkas Hijanto dari M2Insights.

Karena kedua perusahaan memproses pembayaran untuk raksasa e-commerce negara, merger ini akan berdampak pada mitra mereka. Sementara Ovo memiliki hubungan dekat dengan Tokopedia, Dana adalah e-wallet yang terintegrasi ke dalam sistem Bukalapak dan Lazada, dan sebagian besar nilai transaksi bruto Dana berasal dari dua platform ini.

“Kami tidak tahu apakah Bukalapak dan Lazada akan merasa nyaman bekerja dengan Ovo-Dana yang baru digabung jika pesaing terbesar mereka, Tokopedia, adalah pemegang saham utama dari e-wallet,” kata Hijanto.

Bisnis e-commerce kini telah, dan mungkin akan terus menyumbang, sebagian besar dari ekonomi digital Indonesia. Oleh karena itu, masuk akal untuk berharap bahwa baik Ovo dan Dana ingin mempertahankan kemitraan erat di arena ini.

Babak panjang

Indonesia memiliki populasi lebih dari 270 juta, tetapi lebih dari separuh penduduk negara ini tidak memiliki rekening bank. Sementara itu, ada sekitar 175,4 juta pengguna internet di Indonesia per Januari 2020, yang menunjukkan 64% penetrasi internet, menurut sebuah laporan oleh perusahaan pemasaran media sosial global, We Are Social and Hootsuite. Meskipun orang Indonesia suka menghabiskan waktu online, laporan itu menunjukkan bahwa hanya 3,1% dari populasi negara itu menggunakan dompet digital, yang berarti ada potensi pertumbuhan besar-besaran di segmen ini.

Sumber: laporan Digital in 2020 oleh We Are Social dan Hootsuite

Mudah untuk menyarankan Ovo dan Dana untuk bergabung dan menantang GoPay, tetapi melihat dompet digital yang masih memiliki jejak terbatas di Indonesia, industri ini masih punya banyak ruang untuk pemain baru. Namun, pasar ini cukup sulit untuk ditembus; semua bergantung pada kemitraan yang tepat dan mengembangkan model bisnis berkelanjutan.

Mantan menteri IT Rudiantara mengamini pandangan itu. Dia percaya bahwa merger adalah langkah yang tepat, mengingat bagaimana platform pembayaran fintech perlu memiliki “skala ekonomi” untuk mengimbangi pasar konsumen negara.

“Pesaing [Ovo dan Dana] tidak hanya platform pembayaran lokal, tetapi juga platform pesan singkat dengan adopsi massal seperti WhatsApp yang memiliki basis pengguna yang sangat besar di sini,” katanya kepada KrASIA. WhatsApp telah meluncurkan fitur pembayaran di India dan Brasil. Rumor mengatakan bahwa raksasa teknologi juga akan membawa fitur ke Indonesia segera. “Jumlah pengguna WhatsApp di Indonesia jauh lebih besar dari jumlah pengguna dompet seluler yang digabungkan. WhatsApp Pay bisa menjadi ancaman bagi platform pembayaran digital lokal, terutama karena pengguna WhatsApp dapat memilih untuk membayar menggunakan aplikasi pesan untuk kenyamanan,” tambah Rudiantara.

Tampilan aplikasi Ovo dari website

Untuk berkembang, platform pembayaran harus memberikan layanan yang komprehensif, memberi pelanggan lebih banyak alasan untuk menghabiskan waktu di aplikasi. Itu berarti dompet digital perlu melakukan lebih dari sekadar memfasilitasi transaksi, dan Ovo sepenuhnya menyadari hal itu. Sejak awal 2019, perusahaan telah membawa layanan keuangan tambahan ke aplikasinya.

Pada bulan Maret tahun lalu, platform meluncurkan fitur investasi reksa dana bekerja sama dengan Bareksa, pelopor dalam sektornya di Indonesia. Kemudian, Ovo memperkenalkan fitur paylater di bulan Mei, dijalankan oleh kredit online dan layanan pinjaman Taralite, yang diakuisisi Ovo di awal tahun. Menurut Fintech Report 2019 yang dirilis DailySocial, pay-later adalah produk fintech paling populer ketiga di Indonesia, dan Ovo adalah aplikasi yang paling banyak digunakan untuk layanan pay-later.

Belum lama, Ovo meluncurkan asuransi kecelakaan kematian dan COVID-19 bersama Prudential. Perusahaan akan terus fokus pada pinjaman, investasi elektronik, dan produk asuransi digital tahun ini, CEO Ovo mengatakan dalam sebuah wawancara beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Dana baru saja meresmikan kemitraan dengan startup Polri insurtech Pasar Polis untuk menawarkan layanan asuransi mikro melalui e-wallet. Tahun lalu, Dana juga dikabarkan sedang mengerjakan produk paylater bekerja sama dengan Akulaku, walaupun fitur tersebut belum resmi beroperasi. Semua mengacu pada saat Ovo dan Dana akhirnya bergabung, entitas yang baru akan dapat memperluas penawaran mereka dan menyediakan paket beragam produk keuangan. Ini akan memberikan kesempatan yang lebih baik untuk terus maju sebagai dompet digital pilihan dalam jangka panjang.

Seperti Ovo, GoPay juga memiliki daftar mitra dan investor yang tak kalah menjulang, meliputi Google, JD.com, Djarum, Facebook, dan PayPal. Dengan investasi dari Djarum dan JD, GoPay terintegrasi dengan Blibli dan JD.id, yang merupakan platform e-commerce paling populer kelima dan keenam di Indonesia pada kuartal pertama tahun 2020, menurut data yang dikumpulkan oleh iPrice.

Kemitraan dengan Facebook dan PayPal akan memungkinkan Gojek dan GoPay untuk memasuki basis pengguna perusahaan-perusahaan Amerika di Indonesia bersama dengan jaringan pedagang mereka. Namun, para analis meragukan bahwa GoPay akan menjadi mitra eksklusif untuk Facebook di Indonesia, karena jejaring sosial tersebut dilaporkan dalam pembicaraan dengan tiga perusahaan fintech lokal untuk persetujuan pembayaran mobile di negara ini. Reuters melaporkan bahwa perusahaan yang dimaksud adalah GoPay, Ovo, dan LinkAja, meskipun belum ada konfirmasi resmi.

“Memang benar bahwa Gojek telah mendapatkan dana dari Facebook dan PayPal, yang akan menambah amunisi GoPay. Namun, pada dasarnya, sebagian besar dari nilai transaksi bruto Ovo berasal dari Grab dan Tokopedia, yang keduanya tidak mungkin menerima GoPay sebagai opsi pembayaran,” bantah Hijanto.

Pemain lainnya

Ovo, Dana, dan GoPay adalah perusahaan terkemuka pada sektornya, tetapi ada platform lain yang juga mengumpulkan pengikut, seperti LinkAja dan ShopeePay.

LinkAja berafiliasi dengan setidaknya sepuluh perusahaan milik pemerintah, termasuk operator terbesar Telkomsel di negara itu, pemberi pinjaman Bank Mandiri, BRI, BNI, serta perusahaan minyak dan gas Pertamina. Kemitraan ini memberi LinkAja banyak pelanggan potensial.

LinkAja mengklaim memiliki setidaknya 40 juta pengguna terdaftar pada tahun 2019, dan platform ini telah mengembangkan kolaborasi baru dengan berbagai perusahaan. Secara khusus, ini adalah penyedia dompet ponsel besar pertama yang menawarkan layanan yang sesuai dengan syariah. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, fintech syariah memiliki daya tarik tersendiri di Indonesia selama dua tahun terakhir, ditandai dengan munculnya pemain baru di segmen ini, seperti pemberi pinjaman P2P Alami Shariah dan Investree. Sejauh ini, hal tersebut menjadi keunggulan tersendiri bagi LinkAja, terutama jika pihaknya mwmutuskan untuk menawarkan pinjaman, fitur paylater, atau produk investasi yang dirancang khusus untuk pengguna Muslim.

Dibandingkan dengan operator besar lainnya, LinkAja memiliki pendekatan asimetris untuk beroperasi di fintech. Alih-alih bersaing secara langsung dengan pemain seperti Ovo dan GoPay, LinkAja telah bernegosiasi untuk menjadi bagian dari kedua ekosistem mereka melalui Grab dan Gojek. November lalu, LinkAja menjadi opsi pembayaran untuk Gojek dan Grab. Dan itu adalah satu-satunya dompet digital yang dapat digunakan di Tokopedia dan Bukalapak.

Aplikasi LinkAja Sharia / LinkAja

Dalam sebuah wawancara dengan KrASIA tahun lalu, CEO LinkAja saat itu Danu Wicaksana mengatakan platform tersebut memiliki target pasar yang biasanya tidak diperhitungkan oleh platform fintech. Tidak hanya menargetkan kelas menengah; namun juga melayani kelompok berpenghasilan menengah ke bawah yang belum menikmati layanan keuangan digital. Perusahaan melakukan ini dengan menghubungkan bank-bank dan perusahaan-perusahaan milik negara. Pengguna LinkAja dapat menarik uang dari ATM BTN, BNI, BRI, dan Mandiri, dan memiliki basis pengguna yang cukup besar di kota-kota tingkat ketiga. Ini juga bekerja dengan transportasi umum dan operator jalan tol. Selain itu, pekerja Indonesia di Singapura dapat mengirimkan uang ke akun LinkAja di negara asal mereka hanya dengan SGD 2,50 dari Singtel Dash. Dengan ceruk pasarnya, akan lebih baik bagi Ovo dan GoPay untuk mempertahankan hubungan dekat dengan LinkAja milik negara daripada bersaing melawannya.

Sementara itu, sebagai pemain yang lebih baru, ShopeePay telah mengejar ketinggalan setelah mendapatkan lisensi BI pada November 2018. Awalnya, layanan ini hanya bisa digunakan pada platform e-commerce Shopee, yang telah berhasil melampaui Tokopedia sebagai platform e-commerce dengan sebagian besar orang Indonesia. pengguna bulanan aktif pada kuartal pertama 2020.

Menurut laporan triwulan Sea Group, Shopee Indonesia mendaftarkan lebih dari 185 juta pesanan dalam tiga bulan pertama tahun ini, atau rata-rata harian lebih dari 2 juta pesanan, dan lebih dari 40% pesanan kotor Shopee di Indonesia dibayar melalui ShopeePay . Itu berarti ShopeePay telah mendapatkan traksi tinggi melalui transaksi e-commerce saja.

Namun, seperti semua platform lainnya, ShopeePay juga bertujuan untuk memperluas rangkaian kasus penggunaan dan kemitraan pihak ketiga secara online dan offline. Hari ini, Anda dapat dengan mudah menemukan spanduk promosi ShopeePay di pusat perbelanjaan di seluruh Jakarta, berdampingan dengan bahan GoPay dan Ovo sendiri. Baru-baru ini juga dipasangkan dengan platform fintech “merchant-centric” yang disebut Youtap. ShopeePay mengatakan Youtap telah melipatgandakan transaksinya dengan memberinya akses ke jaringan mitra dagang yang luas, termasuk McDonalds.

Hijanto dari M2Insights percaya bahwa ShopeePay akan terus tumbuh, terutama dengan QRIS (standar kode QR Indonesia), yang dirancang untuk meningkatkan konektivitas dalam sistem pembayaran dengan menerbitkan kode tunggal ke pedagang untuk semua platform e-wallet. ShopeePay sekarang dapat digunakan untuk membayar pedagang batu bata dan mortir yang sebelumnya hanya menggunakan Ovo atau GoPay. ShopeePay juga memiliki layanan paylater yang telah terdaftar dalam tiga produk paling populer dari jenisnya pada tahun 2019, menurut Fintech Report 2019 dari DailySocial.

Masa depan fintech pembayaran di Indonesia

Pandemi COVID-19 berperan penting dalam mendorong adopsi pembayaran tanpa uang tunai tahun ini. Ovo melihat jumlah pengguna barunya tumbuh 267% setelah PSBB berlaku. Sementara itu, Gojek dan GoPay telah mengamati pertumbuhan dua digit dalam transaksi digital, termasuk untuk fitur pay-later mereka, hanya dalam sebulan setelah dimulainya wabah. Pandemi telah menjadi anugerah tak disengaja bagi startup fintech Indonesia, terutama yang memfasilitasi pembayaran mobile.

Layanan pembayaran Facebook juga dapat mengguncang lanskap bisnis fintech di Indonesia dan menjadi game-changer bagi konsumen Indonesia. Lantaran Facebook memiliki 136 juta pengguna di negara ini, sementara WhatsApp ada di lebih dari 180 juta ponsel, produk pembayaran mereka akan memacu perdagangan sosial dan penetrasi pembayaran digital.

Berbicara kepada media lokal Katadata, CEO BRI Ventures, Nicko Widjaja percaya bahwa ekosistem fintech Indonesia memiliki potensi untuk meniru lanskap pembayaran fintech di China, yang dipimpin oleh dua pemain, WeChat Pay dan Alipay. Perusahaan yang memiliki pangsa pasar yang lebih kecil akan memilih untuk bekerja dengan mitra khusus atau bergabung dengan platform yang lebih besar. Konsolidasi dua pemain kuat adalah cara yang baik untuk memperkuat ekosistem fintech dan mempercepat pertumbuhan inklusi keuangan.

Salah satu contoh yang baik adalah platform mPOS Moka, yang baru saja diakuisisi oleh Gojek. Akuisisi ini mengintegrasikan 40.000 mitra bisnis Moka dan 500.000 pedagang Gojek. Kesepakatan ini diharapkan dapat mempercepat digitalisasi usaha kecil di Indonesia.

Dompet elektronik menghasilkan uang dalam beberapa cara — komisi dari transaksi, biaya dari pedagang dan penyedia layanan, serta biaya pengguna. Tetapi dengan tingkat adopsi yang relatif sederhana, platform dompet ponsel masih berusaha meningkatkan sebelum berfokus pada profitabilitas. Itu berarti merayu pelanggan dengan menawarkan cash back dan promosi lainnya, serta berintegrasi dengan platform e-commerce dan ride-hailing yang paling banyak.

Platform ini juga perlu memastikan pelanggan tetap setia. Mereka melakukan ini dengan membangun kemitraan yang relevan bagi pengguna mereka, atau mengakuisisi perusahaan fintech lainnya secara langsung untuk menambahkan layanan baru seperti pinjaman modal dan kendaraan investasi. Kolaborasi dengan bank konvensional dan perusahaan besar juga sangat penting, terutama di kota dan daerah non-metro.

Bank Indonesia telah mengeluarkan lisensi pembayaran kepada 50 operator e-money pada Mei 2020. Mengingat banyaknya pemegang lisensi e-money dan semakin ketatnya persaingan di antara mereka, kemungkinan kita akan melihat lebih banyak lagi dompet digital yang muncul menjadi penantang.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

#NgobrolinStartup “Developing the Innovator Mindset”

Startup digital sangat erat kaitannya dengan inovasi teknologi. Sebagai seorang founder startup, mindset atau pola pikir inovatif merupakan sebuah hal yang wajib dimiliki. Lalu bagaimana cara membangun mindset tersebut?

Selengkapnya dapat disimak dalam Podcast #NgobrolinStartup “Developing the Innovator Mindsetbersama Norman Sasono, CTO of DANA Indonesia. Tinggal klik aja tombol play di bawah ini.

Episode 79 Part One #DANA “Developing the Innovator Mindset”

Episode 79 Part Two #DANA “Developing the Innovator Mindset”

Kamu juga dapat menyimak episode #NgobrolinStartup lainnya di halaman ini, ya!

Inovasi dan Peluangnya Membantu Startup Terus Bertahan

Inovasi menjadi faktor yang paling mempengaruhi keberlangsungan hidup startup. Ketika dalam posisi yang aman hingga saat krisis terjadi, inovasi bisa dipastikan membantu jalannya perusahaan. Dalam edisi #SelasaStartup kali ini, DailySocial mengundang CTO DANA Norman Sasono, membahas peluang startup menghadirkan inovasi yang relevan dan kemampuan beradaptasi demi memecahkan masalah yang bisa mempengaruhi kehidupan orang banyak.

Pantau persoalan yang ada

Salah satu kunci kesuksesan inovasi adalah berdasarkan “keen eye” yang dimiliki founder. Pantau terus masalah yang ada dan pikirkan bagaimana teknologi yang dimiliki bisa memberikan solusi yang terbaik untuk orang banyak. Misalnya yang dilakukan DANA, tim melihat adanya kebutuhan masyarakat untuk mulai melakukan pembayaran secara digital; tidak lagi hanya menggunakan uang tunai, namun pembayaran memanfaatkan QR Code dan tentunya melalui smartphone.

“Bagi platform seperti DANA, LinkAja, Gopay, dan OVO pesaing terbesar tentu saja adalah uang tunai. Untuk itu kami bersama terus memberikan edukasi kepada target pasar untuk mulai meninggalkan pembayaran secara tunai dan memanfaatkan platform pembayaran digital,” kata Norman.

Ketika masalah sudah ditemui dan solusi yang tepat sudah bisa dihadirkan, pastikan kebutuhan tersebut relevan dan tentunya bakal digunakan oleh target pasar. Pantau terus perubahan dan pastikan startup untuk terus menghadirkan inovasi lainnya.

Data-driven

Saat ini data sudah menjadi panduan wajib yang dimiliki oleh startup. Bukan hanya berfungsi sebagai rekomendasi, data yang dimiliki dan kemudian diolah juga bisa menghasilkan inovasi dan produk baru yang relevan. Menjadi ideal tentunya ketika startup sudah mulai memanfaatkan data untuk semua aktivitas dan kegiatan yang bakal dilancarkan.

“Salah satu benefit yang dihasilkan oleh data adalah, bagaimana startup bisa memanfaatkan tools terbaik dan fitur yang relevan untuk pelanggan. Bagi DANA kami melihat sebagian besar masyarakat Indonesia sudah terbiasa menggunakan internet, memanfaatkan mobile phone yang dimiliki. Namun faktanya masih banyak kalangan unbanked dan underserved di pelosok daerah. Di sinilah layanan seperti DANA menjadi ideal bagi mereka, hanya memanfaatkan mobile phone dan layanan data internet,” kata Norman.

Data juga bisa membantu perusahaan untuk menghentikan kegiatan ‘bakar uang’ dilihat dari peningkatan jumlah acitive user. Saat ini DANA mencatat sudah memiliki 40 juta pengguna aktif di seluruh Indonesia. Diharapkan ke depannya, DANA bisa menjangkau seluruh target pasar lebih banyak.

Pengetahuan dan tools yang tepat

Untuk bisa menghadirkan inovasi yang terbaik dan tepat, kemampuan untuk beradaptasi dan pemahaman yang baik terhadap teknologi dan layanan yang ditawarkan menjadi krusial. Startup juga wajib untuk bisa memanfaatkan tools yang tepat atau teknologi yang relevan untuk meningkatkan layanan. Misalnya mulai melakukan uji coba menerapkan AI, IoT, hingga machine learning. Hal ini secara langsung bisa meningkatkan kemampuan dari teknologi yang dimiliki.

“Saat pandemi berlangsung saat ini bisa menjadi potensi yang baik untuk perusahaan melakukan inovasi dan melakukan adaptasi dari perubahan yang ada. Meskipun banyak startup yang mengalami impact negatif saat krisis global saat ini, namun ada pula startup hingga perusahaan yang mendapatkan impact cukup positif saat pandemi. Salah satunya adalah layanan e-commerce. Kami sebagai platform pembayaran digital secara langsung mengalami imbasnya, dilihat dari perubahan dan kebiasaan belanja online masyarakat saat ini,” kata Norman.

Tingkatkan target

Ketika kondisi startup berada pada posisi yang aman dan target telah tercapai, idealnya tidak berpuas diri dulu. Menjadi krusial bagi startup untuk selanjutnya meningkat target OKR, KPI lebih tinggi lagi, sehingga jika nantinya ada masalah yang datang, bisa belajar dan beradaptasi menghasilkan inovasi yang baru.

“Saat proses ini berlangsung kolaborasi antar tim menjadi sangat dibutuhkan. Kebanyakan inovasi hingga ide-ide baru lahir dari proses brainstorming dan kolaborasi antardivisi. Challange terus anggota tim Anda, dengan meningkatkan target yang ada,” kata Norman.

Intinya adalah temukan masalah yang ada dan coba ciptakan solusi yang tepat berangkat dari kondisi yang ada. Jika pada akhirnya startup bisa menemukan peluang baru yang lebih niche untuk kemudian bisa dimanfaatkan oleh perusahaan, tentunya menjadi hal yang positif.

“Tentunya seiring berjalannya waktu kami tidak akan pernah berhenti untuk berinovasi dan terus memperluas kolaborasi dengan pihak terkait,” kata Norman.

Application Information Will Show Up Here

The Adoption of Enterprise Communication Platform in Startup

One thing that supports the productivity of working in an office is enterprise communication platforms. In Indonesia, platforms such as Slack, Google Meet, Workplace from Facebook, and Microsoft Teams are quite familiar to startup enthusiasts. However, WhatsApp, which is not specifically aimed at corporate communication, is also very popular.

DailySocial has summarized the most popular enterprise communication platforms among startups and whether startups have a special budget for premium features. On the other hand, this also invites local players to present their products and to compete.

Essential platform

When the Covid-19 began to spread and the work-from-home system is widely applied, the use of communication platforms surged. Zoom is inevitably become the most popular platform, both globally and in Indonesia. Zoom monthly active users have reached 12.9 million in February 2020. This indicates the essential function of the communication platform to support productivity.

“The use of communication tools is clearly determined by the needs of the company and the habits or main communication channels used by each country,” AnyMind Group Indonesia’s Head of Operations, Yuwanda Fauzi said.

This communication platform helps employees break down tasks and discuss constraints and workloads. On the other hand, supervisors and managers also monitor employee performance using this platform.

“In DANA, ideas for innovation, problem-solving, and value creations must be well communicated and synergized on a daily operational scale for employees. This step needs to be done to ensure all communication among team members work well, given the many functions of each department or different divisions and individuals in a company. Message and communication are key to ensuring that different teams and individuals can work together in the same direction. The goal is for DANA to achieve its shared goals and vision in the most effective and efficient way,” DANA’s CTO Norman Sasono said.

Achieving aligned goals and ensuring collaboration work well is the main focus of startups to utilize a variety of existing communication platforms. The use of applications is also crucial when allowing employees to do other things online, such as meetings, giving presentations, and creating surveys.

“In fact, choosing an application that can safely facilitate employee activities is also important to maintain the privacy of all employees and the security of company information that is confidential,” Head of Corporate Communication Bukalapak Intan Wibisono said.

As a digital payment and financial services company, OVO is demanded to constantly develop and adapt so that OVO services can continue to be accepted and able to support the daily lives of its users. In order to stay agile, there needs to be good communication, coordination, and relations between employees, therefore, they can work together and discuss optimally.

“The platform is easy to use, fast, and practical in supporting daily activities such as discussion and coordination. Especially in a startup environment where speed and practicality are substantial in working,” OVO’s Head of PR Sinta Setyaningsih said.

Slack and WhatsApp as the most popular apps

Based on a survey conducted by DailySocial to 16 startups, most of them chose a foreign platform to support their daily activities. Although the options are quite varied, apparently the two platforms are more dominant than the other platforms.

The first platform is Slack founded by Stewart Butterfield and the second is WhatsApp founded by Brian Acton and Jan Koum. WhatsApp is now under the auspices of Facebook.

In global, Slack as of March 2020 has more than 12 million active daily users. WhatsApp, on the other hand, with wider adoption, as of February 2020 claims to have had two billion users worldwide.

Hasil survei DailySocial
DailySocial’s survey on enterprise communication platform in startup

The interesting thing is, WhatsApp and Slack are perceived differently by users.

“WhatsApp as a communication tool focuses on chat experience and its simplicity and already has a very large number of users from various industries. While Slack as a communication tool focuses on productivity supported by bots and integration tools, making it look more complex and getting large support, especially from technology-based industries,” DOKU’s Chief of Innovation Officer Rudianto said.

The attractive UI/UX display and comfortable user experience make DANA choose Slack and WhastApp as a platform to support daily activities. The company is also willing to allocate a budget to provide premium features for employees.

“There are some factors that cause the instant messaging platform to become popular, such as habits, good user experience (UI / UX), features for productivity and efficiency, and also security aspects,” Norman said.

Slack’s excellent features are to create coordinating groups openly (anyone can join to discuss) and closed (limited to a few people), make voice calls, start and finish work (clock in and clock out), create and fill out forms, and polling on the same platform. In addition, Slack can also provide reports on the results of measurements of communication effectiveness by the team on the platform.

While WhatsApp allows employees to communicate via chat, exchanging documents and photos, and conducting group conferences (in limited numbers) with guaranteed data encryption.

Most startups are willing to pay subscription fees and allocate special funds to support employee productivity.

“Working in a tech company and startup requires fast, efficient, and safe coordination with fellow employees, therefore, a communication channel to fulfill those needs, such as Slack and WhatsApp, is required,” Intan said.

Analyzing opportunities for local platforms

For local platforms in the communication sector, the challenge lies in how they can convince consumers and compete with global platforms. Although most startups in Indonesia use foreign platforms, when the local products provided are more competitive in terms of functionality and price, they are willing to try.

“Local communication tools have the potential to compete with foreign platforms, because in terms of technology, creating communication tools is not complicated. The main challenge is that local platforms must be able to answer the basic question: ‘Why should I move from WhatsApp to the local platform?’. If there is a startup capable to answer this question, it is most likely to become the next unicorn, Indonesia’s first national communication tool, as happened with WeChat, KakaoTalk, and Line in their respective countries,” Rudianto said.

Those with a unique proposition to solve user problems can also attract certain users. In addition to exciting new features, local providers must also really be very well aware of the basics of B2B services, such as UX, SLA for performance and availability and reliability and security.

“Every instant messaging instrument/platform provider can compete in the industry, if it provides a solution or product that is better than the options that are already available in the market,” Norman said.

Seeing the development and trends in this matter, began to emerge several local platforms that try to provide this enterprise communication service.

“The higher the demand for communication tools in work activities, the developers will be more creative and innovative in making products that can meet the needs of a dynamic market. We will certainly always support Indonesian developers to compete with other developers from around the world in creating tools of the highest quality,” Intan said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian