Perluas Pasar di Asia Tenggara, Xendit Resmi Masuk Thailand

Xendit kembali menambah cakupan bisnisnya di Asia Tenggara dengan masuk ke Thailand. Menyusul ekspansi tersebut, Tessa Wijaya, Co-Founder dan COO Xendit Indonesia, didapuk menjadi CEO Xendit di Thailand.

Kemudian, Xendit juga menunjuk Visit Yindisiriwong sebagai COO dan Korn Chatikavanij sebagai Chairman di Thailand. Dengan demikian, startup fintech ini sekarang resmi beroperasi di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand.

Xendit menyebut akan menawarkan solusi pembayaran digital dan embedded finance yang menyasar segmen UMKM, pelaku startup, hingga korporasi besar di Thailand.

“Kami akan membawa lebih banyak metode pembayaran lokal dan integrasi langsung ke perbankan di Thailand yang dapat membantu mempercepat progres ekonomi dan membawa dampak positif bagi masyarakat Thailand,” tutur Tessa sebagaimana dilansir dari TechinAsia.

Berdasarkan informasi di situs resminya, Xendit telah melayani lebih dari 4000 bisnis, serta memproses $21 miliar transaksi, dan 250 juta volume transaksi setiap tahunnya.

Dalam pemberitaan sebelumnya, Xendit sempat menyatakan akan melakukan diversifikasi bisnis untuk mendongkrak pendapatan dan bisnisnya secara berkelanjutan.

Pada 2022, Xendit berinvestasi di Bank Sahabat Sampoerna dan merilis aplikasi bank digital Nex. Pihaknya memperluas segmen pasar pembayaran digital, tak hanya di B2C tetapi juga B2B.

Layanan  embedded finance salah satu keuangan digital yang tengah berkembang di Indonesia. Solusi ini memungkinkan perusahaan atau pelaku usaha untuk memiliki layanan keuangan digital tanpa perlu membangun infrastruktur atau membuat lisensi baru.

Beberapa solusi embedded finance yang banyak digunakan adalah pembayaran digital, investasi, asuransi, hingga remitansi. Beberapa pengembang embedded finance di Indonesia antara lain DigiAsia, Nikel, Finfra, dan DOKU.

Menurut proyeksi ResearchandMarkets, nilai pasar embedded finance di Indonesia diestimasi tumbuh sebesar 34,2% CAGR dalam periode 2023-2029 dengan perkiraan pendapatan naik dari $2 miliar di 2023 menjadi $8.2 miliar di 2029.

Xendit juga dilaporkan baru saja melakukan PHK gelombang kedua pada Januari 2024. Gelombang pertama terjadi pada 2022, di mana sebanyak 5% karyawan di Indonesia dan Filipina terdampak.

Insurtech Asal Thailand “Sunday” Akuisisi Penuh KSK Insurance Indonesia

Perusahaan insurtech asal Thailand Sunday Ins Holding mengumumkan telah merampungkan akuisisi atas PT KSK Insurance Indonesia pada Januari 2024 usai mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan. Sunday mengakuisisi 99% kepemilikan saham PT KSK Insurance Indonesia dengan nilai yang tidak disebutkan.

Dalam keterangan resminya, akuisisi ini disebutkan telah mempercepat pertumbuhan lini bisnis yang berfokus pada inovasi produk dan saluran distribusi alternatif dalam skala nasional. Lewat kolaborasinya dengan Sunday, KSK Insurance tercatat menghasilkan premi senilai $10 juta pada 2023 untuk asuransi kesehatan dan kendaraan bermotor.

Selain itu, akuisisi ini disebut berpotensi menjadikan Sunday sebagai salah satu grup insurtech terbesar yang memegang lisensi di dua negara, yakni Thailand dan Indonesia sebagai pasar asuransi umum terbesar di Asia Tenggara dengan pendapatan melampaui $100 juta.

Sekadar informasi, PT KSK Insurance Indonesia adalah perusahaan asuransi umum dengan perolehan premi bruto tertanggung mencapai $40 juta pada 2023, mencakup asuransi kendaraan bermotor, asuransi properti, dan asuransi kargo.

“Kemitraan ini menandakan komitmen kami yang mendalam di Indonesia dan misi kami untuk menjadi grup insurtech terdepan di wilayah ini. Fokus utama kami adalah memperluas solusi produk kepada klien korporat, mitra, agen, dan broker dalam ekosistem kami untuk melayani masyarakat kelas menengah yang jumlahnya terus tumbuh dengan layanan klaim, gaya hidup, dan pencegahan risiko yang lebih baik,” ucap Co-Founder & CEO Sunday Cindy Kua.

Sunday memiliki misi menjadi pemimpin grup asuransi digital pertama yang menerapkan kecerdasan buatan (AI) atau machine learning serta arsitektur layanan mikro di seluruh segmen asuransi, mulai dari asuransi kesehatan, asuransi kendaraan bermotor, produk komersial, serta produk retail lainnya di wilayah ini.

Klaimnya, Sunday telah tumbuh organik dua kali lipat secara regional mencapai lebih dari $70 juta premi di 2023. Adapun di Indonesia, Sunday pertama kali beroperasi sebagai insurtech terdaftar dan broker berlisensi pada 2022.

Digitalisasi produk asuransi diproyeksi masih akan terus berkembang di Indonesia. Menurut Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan, pasar insurtech diperkirakan tumbuh empat kali lipat selama 2021-2026 dengan ukuran premi bruto mencapai miliaran dolar AS. Per Oktober 2023, penetrasi asuransi di Indonesia baru menyentuh angka 2,75%.

Terlepas potensinya, industri insurtech masih berupaya untuk mendorong penetrasi layanannya di Indonesia. Menurut Startup Report 2023, beberapa pemain telah pivot dan menutup bisnisnya karena terhambat tantangan sulitnya berinovasi dan menjadi bisnis yang berkelanjutan. Futuready telah menghentikan operasionalnya tahun lalu, sedangkan Aigis beralih menjadi platform finansial dan manajemen proyek dengan brand baru Finnix.

Application Information Will Show Up Here

eFishery India Telah Jangkau 1.000 Hektar Kolam dan 3.000 Metrik Ton Pakan

Startup aquatech eFishery memperkenalkan bisnisnya di India, eFishery Aqua Techworks Private Limited, setelah merampungkan uji coba komersial sejak Maret 2023. eFishery India mampu menjangkau lebih dari 1.000 hektar kolam milik pembudidaya dan mendistribusikan 3.000 metrik ton pakan.

Pencapaian positif ini membuat perusahaan terus berambisi memperluas jangkauan operasional ke lima negara bagian lain di India hingga akhir 2024. Selain India, eFishery juga melirik peluang di satu atau dua negara di wilayah Asia dan Amerika Latin dalam satu tahun mendatang, sembari terus menjalankan ekspor produk udang ke luar negeri.

Strategi ini juga berfokus untuk melihat variasi pasar yang menawarkan ekosistem komprehensif kepada pembudidaya, menciptakan model koperasi digital lengkap dengan akses untuk pakan ikan dan udang berkualitas tinggi, teknologi Internet of Things (IoT), SOP produksi, dan jaminan pembelian (off-take), guna memberdayakan serta mengembangkan potensi pembudidaya.

“Dimulai dengan India, kami bangga dengan kemampuan eFishery mengerahkan potensi kekuatan akuakultur secara global melalui teknologi buatan Indonesia, dengan rata-rata peningkatan pendapatan pembudidaya mencapai dua hingga tiga kali lipat,” kata Co-founder dan CEO eFishery Gibran Huzaifah dalam keterangan resmi, Kamis (14/12).

Pihaknya menyadari potensi dan nilai industri akuakultur India, baik secara ukuran dan struktur, memiliki kemiripan dengan Indonesia, yang didominasi oleh pembudidaya level kecil dan menengah. Memosisikan sebagai mitra, para kontributor utama ketahanan pangan lokal dan regional India dapat berkontribusi lebih baik untuk menghasilkan sumber protein berkelanjutan yang dapat diakses oleh masyarakat global.

India dengan populasi 1,4 miliar jiwa memiliki tingkat konsumsi seafood hingga 60-70%. Tingginya konsumsi ini berpengaruh pada industri akuakultur yang bernilai lebih dari $15 miliar, dan memiliki Compound Annual Growth Rate (CAGR) >8% selama tiga dekade terakhir.

Hal ini menggambarkan besarnya potensi industri akuakultur di India. Namun, di tengah besarnya potensi tersebut, pembudidaya kecil dan menengah di India masih menghadapi berbagai tantangan, seperti lemahnya akses ke pasar, skema harga yang tidak konsisten dan tidak menguntungkan, skema pembayaran yang selalu terlambat, serta kurangnya informasi dasar manajemen budidaya dari sisi tata cara, teknologi, maupun inovasi.

Menyadari hal tersebut, eFishery berupaya memberdayakan pembudidaya agar dapat mengambil keputusan secara cepat berdasarkan informasi dan data. Fokusnya adalah mengoptimalkan praktik budidaya dan meningkatkan hasil panen secara keseluruhan.

International Expansion Lead eFishery Neil Wendover menjelaskan komitmen perusahaan untuk meningkatkan profitabilitas pembudidaya di setiap negara sasaran ekspansi. Menurutnya, tujuan bisnis eFishery tetap berfokus untuk menyelesaikan masalah para pembudidaya dan meningkatkan profitabilitas dengan mendorong produktivitas dan efisiensi operasional.

“Kami tidak mengurangi keuntungan mereka, tetapi justru menggandakan hasilnya,” imbuhnya.

eFishery India memulai operasinya di Andhra Pradesh, negara bagian India yang menyumbang 35% dari total produksi akuakultur nasional. Timnya terdiri dari 50 karyawan lokal, yang memiliki pemahaman mendalam tentang kultur setempat. Dukungan dari lembaga pemerintah dan pemasok bahan baku berperan penting dalam mengatasi tantangan unik sektor akuakultur India yang sangat berpotensi namun masih terfragmentasi.

“Kami senang bahwa upaya strategis kami telah membuahkan hasil. Di India, kami berada di jalur yang tepat untukmencapai pertumbuhan 10x lipat, selaras dengan target bisnis ekspansi internasional kami.”

“Kolaborasi dengan eFishery telah membawa perubahan besar bagi kolam budidaya kecil kami. Solusi dan dukungan inovatif mereka telah meningkatkan efisiensi dan mendorong keberlanjutan operasi budidaya kami secara keseluruhan. Bantuan berkelanjutan dari eFishery juga memastikan panen yang sukses, sehingga dapat mencegah perlunya panic harvest karena kendala finansial” kata Ch. Veera Nageswar Rao, pembudidaya ikan dari Distrik Kakinada di India, dan juga mitra eFishery.

Didirikan di Bandung pada 2013, eFishery telah mendisrupsi industri akuakultur Indonesia dengan menawarkan digital autofeeder berbasis IoT. Inovasi ini bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas, efisiensi, dan kenyamanan dalam usaha budidaya ikan. Teknologi berbasis data yang dimiliki eFishery menggunakan sensor untuk memantau dan mengoptimalkan pemberian pakan, kesehatan ikan, dan kualitas air sekaligus meminimalkan limbah.

Sebagai startup unicorn pertama di industri akuakultur global, langkah strategis eFishery ke India sejalan dengan komitmen perusahaan untuk mengatasi masalah kelaparan di dunia.

“Kehadiran kami di India merupakan langkah penting dalam strategi ekspansi internasional kami. Dengan fokus pada teknologi dan solusi berbasis data, eFishery memimpin transformasi value-chain akuakultur dan berkontribusi terhadap kesejahteraan ekonomi para pembudidaya,” tutup Gibran.

Application Information Will Show Up Here

Setelah Malaysia, TransTRACK Segera Masuk Singapura Jelang Akhir 2023

Startup fleet tech enabler TransTRACK segera ekspansi ke Singapura. Bila tidak ada aral melintang, peresmiannya akan dilakukan pada bulan Desember ini. Ekspansi dilakukan dalam rangka memperluas solusi digitalisasi operasional armada kendaraan untuk berbagai industri.

“Terdekat adalah Singapura, harapannya akhir tahun ini bisa start karena company-nya [Indo Trans Teknologi Pte. Ltd.] di sana sudah ada, tinggal operation-nya saja,” ucap Founder dan CEO TransTRACK Anggia Meisesari saat media briefing, kemarin (22/11).

Sebelumnya, pada Maret ini, perusahaan telah melebarkan sayapnya ke Malaysia, bermitra dengan Northport, salah satu pelabuhan serba guna terbesar skala nasional yang menangani berbagai macam kargo dan kontainer untuk segala jenis dan ukuran pengiriman. “Kami ditunjuk untuk menangani logistik halal di sana.”

Anggia menuturkan ekspansi ini tidak berhenti di dua negara saja. Negara lainnya yang sedang dibidik pada tahun selanjutnya adalah Thailand, Vietnam, dan Australia. Kendati begitu, ia memastikan fokus utama perusahaan tetap Indonesia karena layanannya belum menjangkau kota lapis dua dan tiga.

“Australia bonus saja, kalau sudah dirasa sudah oke baru kita masuk, karena kita sudah ada partner yang sudah market research untuk kita. Di sana banyak pemain logistik besar dan mining.”

Sejak berdiri di 2019, TransTRACK telah menjangkau lebih dari 90 kota di Indonesia dan 25 kota di Malaysia, serta melayani lebih dari 900 klien dengan mengelola 100 ribu unit kendaraan. Para klien ini mayoritas berasal dari industri logistik dan transportasi umum, sisanya jasa keuangan, F&B, penyewaan kendaraan & alat berat, manufaktur dan jasa, dealer, pertambangan, perkebunan, pertanian, dan pelabuhan.

Seluruh bisnis perusahaan berasal dari klien B2B dengan model monetisasi berlangganan minimal 12 bulan, bahkan ada yang sampai 60 bulan. Churt rate juga terbilang mini, hanya 0,27%. Anggia menjelaskan, kecilnya churn rate ini dilatarbelakangi oleh pelayanan perusahaan yang optimal terhadap klien. Makanya banyak yang terus melanjutkan langganannya hingga kini.

“Biasanya yang tidak lanjut [langganan] karena ada klien sedang efisiensi sehingga ada unit kendaraannya yang dijual.”

Menurutnya, dengan model bisnis sepert ini struktur keuangan TransTRACK terbilang sehat karena capai EBITDA positif sejak tahun lalu. Kendati tidak disebutkan spesifiknya dalam bentuk nominal.

Produk TransTRACK

TransTRACK Experience Center / TransTRACK

TransTRACK memosisikan dirinya berbeda dengan startup teknologi lainnya yang bergerak di bidang logistik, seperti Waresix, Logisly, dan sebagainya. Lantaran solusi yang dihadirkan menyeluruh dan tidak untuk industri logistik saja. Sebanyak dua solusi dihadirkan saat ini, Fleet Operation Optimizer dan Supply Chain Integrator.

“Banyak pemain yang solusinya partial, sementara kami end-to-end. Beberapa malah ada yang jadi klien kami,” tambah Anggia.

Melalui solusi Fleet Operation Optimizer, TransTRACK menyediakan Fleet Telematics sebagai pengendali armada, kargo dan pengemudi; Vehicle Maintenance System untuk mengendalikan proses pemeliharaan kendaraan; dan Truck Appointment System untuk mengurangi antrian truk serta mempercepat proses loading/unloading.

Sedangkan, melalui Supply Chain Integrator, TranTRACK menyediakan platform integrasi dan ekosistem rantai pasok yang dapat membantu pemilik kargo, operator armada, dan perusahaan third-party logistics (3PL) mengoptimalkan bisnisnya. Dalam platform ini, TransTRACK juga membantu penyediaan asuransi barang dan pembiayaan.

Terdapat produk software dan hardware dalam solusi tersebut. Dirinci lebih jauh, untuk produk hardware, meliputi GPS Tracker, Hybrid GPS Tracker, personal tracker, E-Seal, 360 Camera, Advanced Driver Assistance Systems (ADAS), Driver Management System (DMS), Fuel Stabilizer, dan Adaptive Gateway.

Sementara, produk software berbentuk SaaS yang dikembangkan perusahaan di antaranya Transportation Management System (TMS). TMS ini digunakan untuk mendigitalisasi operasi bisnis armada transportasi dalam satu sistem. Klien dapat mengelola kesehatan dan kondisi kendaraan maupun bisnis transportasi dan logistikmu, mulai dari manajemen pemesanan dan perencanaan, hingga pencatatan kasir dan sistem penagihan billing.

TMS juga sediakan, pemantauan manajemen armada transportasi, mengontrol pemeliharaan kendaraan, meningkatkan utilitas dan keamanan armada, manajemen dan perencanaan bisnis, manajemen vendor, dan pengiriman.

TransTRACK Experience Center / TransTRACK

Dalam rangka menjangkau lebih banyak calon klien/mitra bisnis baru, perusahaan menghadirkan TransTRACK Experience Center yang bertempat di kantor pusat TransTRACK di Menari 165 Lantai 6, Jakarta Selatan. Di sana, calon pengguna dapat merasakan langsung teknologi berbasis IoT dan AI yang dibangun perusahaan dan bagaimana teknologi tersebut dapat digunakan di berbagai industri.

Selain melihat produk software dan hardware, disediakan pula Cockpit Simulator yang memungkinkan pengunjung untuk memiliki pengalaman berkendara dengan truk besar dan mencoba fitur-fitur secara real-time melalui simulator interaktif.

Co-Founder dan CTO TransTRACK Aris Pujud Kurniawan menyampaikan simulator ini menyediakan berbagai skenario yang mungkin terjadi dalam pengoperasian armada, sehingga pengunjung dapat mengasah keterampilan dan mengambil keputusan yang tepat.

E-Seal misalnya, salah satu teknologi TransTRACK yang dipasang pada pintu kargo atau kontainer dengan fitur-fitur yang komprehensif, seperti identifikasi elektronik, pelacakan real-time, sistem pemantauan, dan keandalan mekanisme penguncian.

“Semua produk yang dikembangkan oleh TransTRACK dapat dikustomisasi secara khusus dengan menyesuaikan pada kebutuhan spesifik pelanggan, sehingga akan memberikan hasil yang maksimal bagi operasional bisnis dalam berbagai sektor industri,” kata Pujud.

Diklaim solusi-solusinya mampu meningkatkan produktivitas dan utilisasi armada sebesar 40%, juga mengurangi biaya yang terkait dengan penggunaan kendaraan sebesar 30% dengan mendigitalisasi operasi armada mereka.

“Kami berencana untuk mengembangkan teknologi lebih jauh di AI dan masuk ke green tech, seperti kendaraan listrik, mengingat kami sudah banyak bantu klien mengurangi emisi yang dikeluarkan dengan berbagai penghematan,” pungkasnya.

Disebutkan tim TransTRACK saat ini mencapai 184 orang, lima karyawan di antaranya bertempat di Malaysia. Kemudian, sebanyak 50 orang dari total tim merupakan tim teknologi dengan lokasi kantor terpisah dari kantor pusat, yakni di Bandung.

eFishery Resmikan Kehadiran di India

eFishery meresmikan kehadirannya di India dengan badan hukum eFishery Aqua Techworks Private Limited. Informasi ini pertama kali disampaikan oleh Co-founder dan CEO eFishery Gibran Huzaifah dalam unggahannya di platform X.

“Setelah berada dalam stealth mode selama 12 bulan terakhir, hari ini [26/10] kami secara resmi meluncurkan operasi kami di India. Yang membuat saya bersemangat adalah bagaimana kami meningkatkan keuntungan petani per m2 sebanyak 16 kali lipat di sini. Dampak yang lebih besar untuk menyelesaikan masalah kelaparan dunia,” tulisnya.

Dikonfirmasi oleh DailySocial.id, Gibran membenarkan bahwa perusahaan sudah meresmikan kehadirannya di Indonesia. “Yes [sudah publik], tapi belum  resmi terkait info detail dan etc-nya,” kata Gibran.

Kantor pusat eFishery India berada di kota Kakinada, Andra Pradesh. Andra Pradesh merupakan negara bagian di wilayah pesisir selatan India dengan terluas ketujuh dan terpadat kesepuluh di India. Menurut Gibran, Kakinada adalah tempat produksi ikan terbesar di India yang menyuplai 85% dari total produksi.

“Kami mendekatnya ke pembudidaya, bukan ke tech talents. Sekarang 90% yang kami kerjain di India di ikannya sih,” ucapnya.

eFishery India / eFishery

Proyek pilotnya juga sudah dilakukan selama 12 bulan sejak September 2021. Beberapa waktu lalu, Gibran sempat menjelaskan alasannya untuk masuk ke India tak lain karena industri akuakultur di sana punya banyak kesamaan dengan Indonesia. Di antaranya, petani ikannya sama-sama dimulai dari skala kecil dan pangsa pasarnya juga mirip, sekitar $9-10 miliar per tahunnya.

Lokasi petani di sana terpusat di satu lokasi yang luasnya mirip dengan Pulau Jawa. Sekitar 85% produksi nasional berasal dari lokasi tersebut. Juga, produktivitas pembudidaya India baru setara 1/5 dari Indonesia. Artinya, pembudidaya Indonesia lebih piawai menggunakan teknologi baru.

“Jika kita bawa teknologi [eFishery] untuk menaikkan produktivitasnya, dampak yang diberikan akan lebih besar. Belum lagi dampak ke sektor lainnya, seperti konsumsi ritel.”

Kondisi di atas berbanding jauh dengan negara tetangga Indonesia, seperti Thailand dan Vietnam. Di kedua negara tersebut, industri akuakulturnya didominasi oleh pemain besar yang pada akhirnya membuat para pembudidayanya untuk menempel ke magnet tersebut.

Setelah India, perusahaan akan mencari kandidat berikutnya. Namun pihaknya tidak ingin terburu-buru saat ekspansi. “Konsepnya one country at the time biar fokus, mau lihat impact-nya bagaimana, karena kita pengennya sustainable. Enggak banyak negara sekaligus, lalu tutup ketika gagal.”

Sejak berdiri di Indonesia pada 2013, perusahaan telah menjaring lebih dari 200 ribu pembudidaya ikan dan petambak udang dengan 1,1 juta kolam aktif yang tersebar di 280 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia.

Hingga 2022, perusahaan telah memfasilitasi 1,1 triliun transaksi penjualan ikan air tawar dan 1,12 triliun transaksi penjualan udang. Bila dinominalkan, setara dengan Rp8 triliun total transaksi penjualan ikan dan udang, serta Rp4 triliun total transaksi penjualan pakan ikan dan udang.

Kontribusi terbesar disumbangkan dari Jawa Barat dengan persentase hampir 40%. Sementara untuk ekspor, disebutkan angkanya mencapai 20 juta kilo per bulannya untuk 10 komoditas di eFishery ke Amerika Serikat dan Tiongkok.

Solusi finansialnya, Kabayan, telah didukung oleh belasan perusahaan finansial, seperti Bank OCBC NISP, Amartha, Investree, dan Kredivo. Total dana yang disalurkan mencapai Rp1,07 triliun untuk 24 ribu pembudidaya ikan dan petambak udang. Realisasi program Kabayan meningkat 2,5 kali tiap tahunnya, memungkinkan pembudidaya bisa mendapat akses ke dukungan finansial sampai dengan Rp45 juta per orang.

Produk pertama eFishery, eFeeder, merupakan alat pemberi pakan ikan otomatis, mampu mempercepat siklus panen hingga 74 hari dan meningkatkan efisiensi pakan hingga 30%. Produk ini telah melewati berbagai peningkatan fitur hingga yang terbaru mencapai versi ke-5, dilengkapi dengan komponen yang lebih cepat, pintar, dan kuat untuk mendukung pembudidaya yang lebih produktif dan efisien.

Application Information Will Show Up Here

Startup Chat Commerce Mimin Lebarkan Sayap ke Malaysia dan Singapura

Startup chat commerce Mimin mengumumkan ekspansi ke Malaysia dan Singapura, setelah hadir di Indonesia sejak September 2021. Kedua negara tersebut dipilih karena mayoritas penduduknya mengandalkan WhatsApp sebagai aplikasi pesan untuk menjalankan berbagai aktivitas bisnis.

Tak hanya potensi yang menjanjikan, perusahaan mendapat dorongan dari channel partner di kedua negara tersebut, sehingga Mimin dapat memahami kebutuhan lokal dengan lebih baik. Di Malaysia, perusahaan bekerja sama dengan operator telekomunikasi lokal untuk menjangkau klien di skala enterprise professional; juga bermitra dengan agensi pemasaran untuk menjangkau pelaku UMKM lokal.

Ekspansi ini sudah dimulai sejak dua bulan lalu, diklaim perusahaan sudah memiliki lebih dari 20 klien di Singapura dan Malaysia yang berasal dari berbagai sektor industri.

CEO Mimin Joseph Simbar mengklaim ekspansi regional ini telah menunjukkan hasil positif. Terlihat dari pertumbuhan bisnis sebesar 100% setiap bulannya di Malaysia. Menurutnya, siklus akuisisi klien juga terbilang lebih mudah, terutama di Malaysia yang notabene sudah lebih ‘matang’ karena banyak pelaku bisnis yang mengandalkan aplikasi chat sebagai cara berjualan.

“Strategi kami untuk berkolaborasi dengan berbagai channel partner di Malaysia dan Singapura membuat kami lebih adaptif dalam menawarkan solusi sesuai kebutuhan lokal di tiap pasar,” kata Joseph dalam keterangan resmi, Rabu (25/10).

Tenagai produk dengan AI generatif

Mimin hadir dengan menawarkan solusi berbasis chat untuk membantu para pelaku usaha UMKM sampai enterprise client untuk menjalankan segala aktivitas, mulai dari chat commerce, chat marketing, customer engagement, serta membuat generative-AI powered chatbot.

Melalui Mimin, penjual dapat dengan mudah meng-input pesanan dari format order melalui WhatsApp pada aplikasi Mimin dan secara otomatis menerbitkan faktur dan konfirmasi pembayaran. Dengan solusi tersebut, pelaku usaha dapat memproses pesanan 70% lebih cepat dan akurat.

Untuk mendukung pertumbuhan bisnis, Mimin menawarkan solusi chat commerce dengan teknologi AI generatif dari OpenAI dan Google Vertex untuk pembuatan gen-AI powered chatbot.

AI generatif (gen-AI) merupakan sebutan untuk sistem kecerdasan buatan yang mampu menciptakan konten baru dalam berbagai format maupun merespons percakapan dengan baik. Selama ini, Gen-AI sering kali dipakai untuk keperluan bisnis internal, misalnya untuk membuat, merangkum, atau menganalisis konten tertentu.

Akan tetapi, belum banyak teknologi chatbot yang bisa menghadirkan ‘sentuhan manusia’ yang interaktif, lantaran kebanyakan chatbot hanya didesain untuk merespons skrip percakapan tertentu.

“Mimin melihat bahwa Gen-AI menyimpan potensi besar untuk membantu pelaku bisnis dalam melayani para pelanggan. Karena itulah, Mimin pun meluncurkan chatbot berbasis Gen-AI yang aktif 24 jam sehari, sehingga pelanggan bisa bertransaksi kapan pun mereka inginkan.”

Joseph menjelaskan, dengan sistem chatbot Mimin berbasis Gen-AI, perusahaan berhasil menciptakan alur percakapan bisnis yang lebih fasih, cerdas, dan interaktif, tanpa terasa terlalu kaku. Penggunaan chatbot ini bisa menghemat biaya layanan pelanggan hingga 30%, dan sejauh ini 90% klien Mimin merasa puas dengan kemampuan percakapan gen-AI yang dikembangkan.

Tidak hanya itu, sistem Mimin juga bisa memberikan rekomendasi produk kepada pelanggan layaknya seorang admin, sehingga membantu pelaku bisnis meningkatkan penjualan dengan menawarkan produk yang sesuai dengan preferensi pelanggan.

“Hasilnya, konversi penjualan dari layanan Mimin menunjukkan tren positif, terutama karena alur transaksi yang lebih mulus dan minim human error, serta pelaku bisnis bisa melayani banyak pesanan di saat yang bersamaan. Sistem canggih ini memudahkan pelaku bisnis ketika hendak melakukan pembaharuan harga, stok, dan sebagainya, karena semua berjalan serba otomatis.”

Disebutkan, saat ini aplikasi Mimin telah digunakan oleh lebih dari 55.000 pelaku usaha di 20 provinsi dan 55 kota di Indonesia. Mimin melayani pelanggan yang bergerak di berbagai industri, terutama retail, supermarket, F&B, fesyen, serta kebutuhan sehari-hari. Yang mana penjual bisa dengan mudah memroses pesanan yang datang melalui chat, lalu mendelegasikan penyelesaian transaksi tersebut kepada cabang terdekat.

Hal ini membantu meningkatkan omzet bagi perusahaan, serta menguntungkan pembeli karena membuat biaya ongkir menjadi lebih terjangkau.

Pada Mei 2023, Mimin mengantongi pendanaan tahap awal dari Otto Digital, bagian dari Salim Group, dengan nominal dirahasiakan.

Application Information Will Show Up Here

Investree Galang Pendanaan Seri D Rp3,6 Triliun Dipimpin JTA Holdings

Startup fintech lending Investree, melalui perusahaan induk Investree Singapore Pte Ltd (Investree Group) akan meraih pendanaan seri D senilai 220 juta Euro atau setara 3,6 triliun Rupiah yang dipimpin oleh JTA International Holdings, diikuti oleh investor lama SBI Holding, yang sebelumnya mendanai Investree pada putaran seri B dan C.

Disebutkan, pendanaan seri D ini masih dalam proses yang akan difinalisasi di kemudian hari.

Pada akhir tahun lalu, Investree sudah mengumumkan rencana penggalangan seri D ini. JTA Holdings menunjukkan komitmennya untuk memimpin putaran tersebut. Target penutupan dana ini molor dari rencana awal, yakni Januari 2023.

Sebagai bagian dari kesepakatan, JTA International Holding dan Investree telah menyelesaikan pendirian perusahaan patungan bernama “JTA Investree Doha Consultancy”, yang berfungsi sebagai pusat Investree di Timur Tengah untuk menawarkan solusi teknologi pinjaman digital UMKM, salah satunya adalah layanan penilaian kredit berbasis AI.

Usaha patungan ini memungkinkan JTA International Holding dan Investree menghadirkan teknologi inovatif yang dibangun di Indonesia untuk memberdayakan UMKM di Qatar, Timur Tengah, dan Asia Tengah.

Investree terakhir kali mengumpulkan dana sebesar $23,5 juta dalam putaran pendanaan seri C pada Maret 2020 yang dipimpin oleh MUFG Innovation Partners dan BRI Ventures.

President Director & Co-Founder/CEO Investree Adrian Gunadi menyampaikan dana segar tersebut akan digunakan untuk memperluas produk dan layanannya, serta meningkatkan kolaborasi dengan berbagai mitra untuk memberikan solusi digital yang lebih inovatif bagi para pelaku UMKM.

Ia juga menegaskan, berdirinya JTA Investree Doha menandai visi bersama mereka untuk semakin memperluas teknologi pinjaman UMKM digital, dengan JTA Investment Holding sebagai mitra strategis Investree.

“Kami dapat menyampaikan bahwa hingga saat ini, usaha patungan antara Investree dan JTA International Holding telah didirikan secara lengkap dan diakui secara resmi oleh pemerintah Qatar. Prosesnya memakan waktu karena terdapat berbagai langkah yang harus kami patuhi. dengan peraturan perundang-undangan di Qatar,” kata Adrian.

Didirikan pada 20105, Investree menyediakan empat produk pinjaman untuk UMKM, yaitu Invoice Financing untuk UMKM yang memberikan layanan/produk kepada perusahaan besar dengan sumber pembayaran dari invoice; Working Capital Term Loan (WCTL) untuk UMKM dengan model bisnis yang unik; Buyer Financing untuk UMKM sebagai pembeli ritel di pengecer besar/grosir; dan Pinjaman Produktif Mikro untuk pengusaha ultra mikro dari ekosistem mitra Investree.

Per Oktober 2023, Investree Indonesia telah mencatatkan total pencairan pinjaman sebesar Rp13,97 triliun dalam bentuk pinjaman produktif sejak didirikan di 2015. Investree Indonesia merupakan anak perusahaan Investree Group, perusahaan induk yang berbasis di Singapura, bersama Investree Thailand dan Investree Filipina.

Tersandung isu gagal bayar

Di Indonesia, pada Mei 2023, Investree masuk dalam radar OJK karena dikaitkan dengan isu gagal bayar. Lender (pemberi pinjaman) di Investree belum dibayar hingga ratusan hari. Perusahaan telah diminta oleh regulator untuk membuat rencana aksi, seperti meningkatkan upaya tagih pada portofolio yang jatuh tempo.

“Ini kita tindaklanjuti lagi kalau tidak sesuai,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PMVL) OJK Agusman seperti dikutip dari CNBC Indonesia.

Kondisi tersebut menjadi perhatian penting, lantaran TKB90 yang dicatatkan di situs perusahaan adalah 95,37% per hari ini (5/10). Angka tersebut sedikit lebih rendah dari rata-rata di industri sebesar 96,53% per Juli 2023.

Aplikasi Investree di Google Play dihujani dengan keluhan-keluhan lender yang mengaku tidak menerima pengembalian lebih dari ratusan hari.

Application Information Will Show Up Here

Startup Produsen Protein Nabati Green Rebel Ekspansi ke Vietnam

Startup produsen pangan nabati Green Rebel Foods resmi meluncurkan produknya di Vietnam, yang juga sekaligus menandakan aksi ekspansi terbarunya di regional.

Masuknya Green Rebel ke Vietnam diketahui lewat unggahan yang dibagikan di platform LinkedIn pada Senin (18/9). “A big thank you to all who joined us for the incredible launch in Vietnam!” demikian tulis Green Rebel.

Disebutkan juga Green Rebel telah berkolaborasi dengan tujuh mitra di Ho Chi Minh City dan Hanoi untuk memasarkan produknya, antara lain Annam Group, eMart, Genshai, Laang Saigo, L’s Place, MM Mega Market Vietnam, dan Organic Convenience Stores.

Sebelumnya Green Rebel telah masuk ke Singapura dan Malaysia pada 2022, diikuti Filipina dan Korea Selatan di paruh pertama 2023. Perusahaan baru-baru ini juga berkolaborasi dengan AirAsia untuk kerja sama menu in-flight di Malaysia, Indonesia, dan Filipina.

Dari pemberitaan sebelumnya, Green Rebel mendapat pendanaan pra-seri A senilai $7 juta (sekitar Rp100 miliar) untuk mendukung ekspansinya. Selain negara-negara yang telah disebutkan, Green Rebel juga membidik pasar Australia.

Sebagai informasi, Green Rebel didirikan oleh Helga Angelina Tjahjadi dan Max Mandias yang juga pemilik restoran organik Burgreens. Meluncur sejak 2020, Green Rebel menawarkan alternatif daging nabati utuh untuk konsumen Asia Tenggara yang mencari pola makan fleksibel yang lebih sehat. Saat ini, produk Green Rebel tersedia di lebih dari 1000 toko dan restoran/kafe di Indonesia.

Mengutip informasi dari situs resminya, Green Rebel memproduksi daging dengan menggunakan lebih sedikit sumber daya alam dan menghasilkan lebih sedikit gas emisi CO2 dibandingkan produk hewani.

Pihaknya menyebut telah memberikan dampak positif selama 2 tahun terakhir beroperasi, termasuk menghasilkan 5,4 ton emisi CO2, menghemat 10 ribu ton biji gandum, menyelamatkan 1,5 juta km² hutan, bermitra dengan 2.200 petani, hingga membuka 206 lapangan pekerjaan baru.

Selain Green Rebel, startup dengan misi serupa adalah Outrageous Future Foods (OFF) Foods, yang memproduksi protein alternatif tanpa mematikan daging dari hewan asli dan mengorbankan rasa. Tahun lalu, OFF Foods dilaporkan memperoleh pendanaan tambahan $1,5 juta dari Jungle Ventures.

Laporan BIS Research mengungkap bahwa nilai industri makanan nabati (plant-based) diproyeksi menyentuh $480 miliar di global pada 2024. Sementara, industri protein nabati diperkirakan tumbuh di Indonesia dengan CAGR 27,5% pada 2021-2027 menurut laporan Research and Markets.

Filipina dan Vietnam Jadi Target Ekspansi DOKU Selanjutnya

Penyedia payment gateway DOKU bersiap untuk menambah cakupan pasar baru di Asia Tenggara di 2023. Setelah debut di Malaysia via akuisisi senangPay tahun lalu, perusahaan tengah menjajaki pasar baru di Filipina dan Vietnam.

Dalam wawancara dengan DailySocial.id, CEO DOKU Chris Yeo mengungkap ambisinya untuk memperluas solusi pembayarannya ke seluruh Asia Tenggara. Ekspansi ini menjadi strategi DOKU untuk memperkuat klaim posisinya sebagai pemimpin payment gateway di kawasan ini.

“Visi kami adalah menjadi pemimpin solusi pembayaran yang tumbuh di Indonesia, lalu memperluas cakupan pasarnya ke seluruh Asia Tenggara. Makanya, kami aktif menjajaki peluang merger and acquisition (M&A). Prioritas kami adalah negara yang memiliki karakteristik pasar serupa dengan Indonesia,” tutur Chris.

Sekadar informasi, tahun lalu DOKU mencaplok senangPay, penyedia payment gateway asal Malaysia. Pihaknya melihat potensi strategis lewat akuisisi ini yang mana perilaku pembayaran di Malaysia tak jauh berbeda dengan Indonesia. Selain itu, ada banyak pekerja migran dan pelajar asal Indonesia di Malaysia yang dapat menjadi target pasar potensial.

Di Filipina dan Vietnam, inklusi keuangannya juga tengah berkembang. Menurut laporan World Bank di 2021, tingkat inklusi keuangan di Filipina mencapai 51,37%. Negara tetangga, Malaysia, Singapura, dan Thailand, mengantongi indeks inklusi keuangan tertinggi, masing-masing sebesar 88,37%, 97,55%, dan 95,58%.

Di sepanjang 2022, DOKU menyebut telah memproses total keseluruhan 145 juta transaksi pembayaran, atau tumbuh 80% (YoY). Pertumbuhan ini didongkrak dari metode pembayaran Virtual Account (VA), yang diklaim meningkat tiga kali lipat (YoY). Mitra merchant DOKU tercatat lebih dari 150 ribu.

Per sekarang (year-to-date), DOKU telah mengantongi volume transaksi sebesar Rp330 triliun dan 360 juta transaksi dengan lebih dari 4 juta pengguna, DOKU membidik pertumbuhan transaksi pembayaran yang sama untuk tahun ini. Tanpa menyebut angkanya, menurut Chris, TPV dan GTV DOKU sudah mencapai target di kuartal I 2023.

Social seller

Selain kesamaan karateristik inklusi keuangan, lanjut Chris, kawasan Asia Tenggara juga lekat dengan segmen UMKM. Segmen ini memanfaatkan platform digital dan media sosial untuk menjangkau konsumen sehingga memunculkan kebutuhan terhadap solusi pembayaran digital.

Chris juga bilang, UMKM menjadi target pertumbuhan perusahaan dalam jangka pendek. Kategori UMKM yang dibidik adalah social seller, terutama mereka yang kesulitan mengelola transaksi pembayaran dari penjualan di berbagai media sosial. Saat ini, DOKU baru fokus melayani segmen korporasi, perusahaan skala besar, hingga perusahaan teknologi.

Lewat Juragan DOKU, social seller bisa menerima pembayaran online dan offline dengan registrasi lebih cepat dalam lima menit. “Kami ingin enable para social seller untuk menjual produk dan menerima pembayaran secara mudah dan cepat. Solusi yang ditawarkan bisa lewat Instant Checkout di Instagram Story, Payment Link, atau e-Katalog. Kalau pembelian offline, bisa memakai fitur QRIS.”

Mengacu laporan Cube Asia tentang “Social Commerce in Southeast Asia 2022“, sebanyak 55% pengguna internet di Indonesia menghabiskan rata-rata pengeluaran sebesar $100 untuk belanja di platform social commerce.

Indonesia juga tercatat sebagai pasar live shopping dan community group buy terbesar di Asia Tenggara dengan estimasi nilai GMV masing-masing hampir $5 miliar dan $2 miliar di 2022. Tingginya penggunaan media sosial di Tanah Air ikut memicu perilaku belanja online.

Ia menekankan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggunakan pembayaran tunai dalam bertransaksi sehingga ruang pertumbuhannya masih sangat besar.

“Bagi kami, edukasi pasar masih menjadi tantangan utama. Sudah banyak orang tahu dengan metode pembayaran QRIS. Namun, memperkenalkan konsep pembayaran baru engan link dan memperluas peluang penjualan dengan menambah channel pembayaran juga membutuhkan waktu. Itulah mengapa kami berkolaborasi dengan banyak pihak untuk memperluas jangkauan kami.” Tutupnya.

DOKU merupakan pengembang payment gateway pertama di Indonesia yang berdiri sejak tahun 2007. Hingga saat ini, DOKU memiliki enam lisensi layanan pembayaran. Beberapa produk yang ditawarkan berupa payment, fund transfer/payout, hingga e-money/ wallet untuk white label. 

Seiring berkembangnya penetrasi internet dan penggunaan layanan digital, kebutuhan terhadap pembayaran online ikut meningkat di Indonesia. Solusi di bidang payment gateway mulai banyak dilirik. Selain DOKU, ada Xendit, Midtrans, hingga Espay yang meramaikan pasar ini.

Application Information Will Show Up Here

NusaTrip Buka Kantor di Vietnam untuk Lanjutkan Ekspansi Regional

Startup OTA NusaTrip hari ini (8/3) mengumumkan pembukaan kantor regional di Ho Chi Minh City, Vietnam, yang juga kota ketiga di luar Jakarta, setelah membuka kantor di Singapura dan Manila. Kantor regional ini akan berfokus untuk menciptakan berbagai inisiatif strategi penjualan dan bekerja sama dengan ekosistem pariwisata di negara tersebut.

Setelah pandemi Covid-19 menunjukkan pemulihan, Vietnam kembali membuka pintu untuk para wisatawan internasional pada Maret 2022. Semenjak itu, industri pariwisata domestik Vietnam mengalami pertumbuhan yang kuat dan berhasil mendatangkan lebih dari empat juta wisatawan mancanegara.

Berdasarkan data ASEANFocus, Vietnam menargetkan kedatangan sebanyak 16 juta wisatawan mancanegara dan 80 juta wisatawan domestik, serta pendapatan sebesar $34 miliar pada 2024-2026. Selain itu, Otoritas Penerbangan Sipil Vietnam (CAAV) juga berharap industri pariwisata dapat pulih seutuhnya di Desember 2023, naik tiga kali lipat secara volume perjalanan dari 2022 dengan perkiraan 34 juta wisatawan Vietnam yang akan bepergian ke luar negeri dengan pesawat.

Dalam keterangan resmi, CEO NusaTrip Johanes Chang menyampaikan, pembukaan kantor di Vietnam adalah bentuk komitmennya dalam menghadirkan pengalaman perjalanan terbaik kepada lebih banyak pelanggan di wilayah yang memiliki salah satu pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara.

“NusaTrip akan berusaha meningkatkan pelayanan dan terus berinovasi guna memenuhi perubahan perilaku pelanggan. Selain itu, dengan pertimbangan kekuatan potensi pasar, NusaTrip juga berencana membuka kantor di wilayah Asia Tenggara lainnya untuk memberikan layanan personal dan menjadi one-stop booking experience bagi seluruh pelanggan kami,” kata Joe, sapaan akrab Johanes.

Society Pass Vietnam Country Manager Ngo Thi Cham menambahkan, “[..] Bersamaan dengan momentum tren ‘revenge travel‘ yang sangat berharga, kami siap memenuhi permintaan tinggi dari konsumen, terutama bagi yang ingin mengunjungi lebih dari 3.000 pulau indah di Vietnam. Asia Tenggara merupakan mesin pertumbuhan penting bagi NusaTrip. Seiring dengan pulihnya industri pariwisata, kami juga optimistis terhadap potensi pasar di Vietnam.”

Perkembangan SoPa

Society Pass mengakuisisi NusaTrip pada Agustus 2022. Kesepakatan tersebut mengawali langkah SoPa masuk ke pasar Indonesia, sejalan dengan strategi bisnisnya dalam menyatukan dan mengembangkan ekosistem perusahaan berbasis digital di seluruh pasar Vietnam, Filipina, Singapura, dan Thailand.

SoPa sendiri sudah memiliki kantor di banyak lokasi, seperti Los Angeles, Bangkok, Ho Chi Minh, Jakarta, Manila, dan Singapura. Sebagai perusahaan induk berbasis akuisisi, SoPa mengoperasikan enam vertikal bisnis berkaitan dengan loyalitas, media digital, perjalanan, telekomunikasi, gaya hidup, dan F&B.

Salah satu inovasi yang tengah disiapkan adalah poin loyalitas atau Poin Society. Nantinya, pengguna SoPa bisa mendapat dan menukarkan Poin Society mereka, dan menerima promosi yang dipersonalisasi sesuai kemampuan data SoPa dan pemahaman tentang perilaku belanja konsumen. Fitur teranyar ini telah masuk pengujian beta dan diperkirakan meluncur secara luas awal tahun ini.

Diklaim SoPa telah mengumpulkan lebih dari 3,3 juta konsumen terdaftar dan lebih dari 205 ribu pedagang dan merek terdaftar. Perusahaan telah menginvestasikan lebih dari dua tahun membangun arsitektur IT eksklusif untuk secara efektif mengukur dan mendukung konsumen, pedagang, dan proses akuisisi.