Laporan DSResearch: Lanskap Perkembangan Fintech Lending di Indonesia

Financial technology (fintech) jadi salah satu bisnis digital yang mengalami perkembangan sangat pesat di Indonesia. Terbukti, sampai saat ini ada 158 fintech lending yang terdaftar di OJK. Belum lagi pemain lain yang menjadi enabler atau penyedia teknologi pendukung.

Pesatnya perkembangan ekosistem fintech lending melahirkan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) per Oktober 2018 lalu. Fokusnya menjembatani antara pemain dengan regulator untuk menciptakan iklim industri fintech lending yang sehat, sembari bersama-sama meningkatkan inklusi keuangan.

Guna melihat perkembangan bisnis fintech lending di Indonesia, AFPI bekerja sama dengan DSResearch melakukan riset bertakuk “Evolving Landscape of Fintech Lending in Indonesia”. Sebanyak 146 C-level perusahaan fintech lending di Indonesia berpartisipasi dalam survei ini.

Adapun laporan tersebut berfokus pada 4 bahasan utama, sebagai berikut:

  • Gambaran fintech lending; menjelaskan tentang konsep dasar layanan fintech lending, regulasi, asosiasi yang menaungi, dan para pemain di setiap kategori. Disampaikan saat ini ada empat kategori utama yang digarap, meliputi produktif, konsumtif, dan syariah.
  • Profil fintech lending; membahas tentang profil bisnis dan konsumen fintech lending. Termasuk di dalamnya jangkauan area layanan, total dana yang didistribusikan, hingga tenor pinjaman yang banyak diajukan.
  • Model dan lanskap bisnis; membahas secara spesifik terkait model layanan yang diadopsi tiap pemain, termasuk mendalami tipe layanan di masing-masing kategori.
  • Adopsi teknologi, mitigasi risiko, dan ekspansi; mendalami pendekatan yang dilakukan tiap pemain untuk mengedukasi pasar, melakukan mitigasi risiko pengembalian, penerapan teknologi untuk meningkatkan layanan, dan kanal pencairan dana.

Beberapa temuan yang menarik dari survei di antaranya, kategori produktif memiliki jumlah pemain terbanyak, yakni 57 pemain yang spesifik dan 48 pemain yang akomodasi pinjaman produktif dan konsumtif sekaligus. Kredit konsumtif paling banyak diminati pekerja (full time) dan UMKM (nondigital). Selain itu masih banyak hal-hal menarik lain yang terungkap dalam survei.

Untuk data dan pemaparan selengkapnya, unduh laporannya melalui tautan di berikut ini: Evolving Landscape of Fintech Lending in Indonesia.


Disclosure: Dalam penyusunan laporan ini, DSResearch bermitra dengan AFPI sebagai asosiasi yang mewadahi pelaku usaha fintech lending di Indonesia.

Perkembangan Beleid yang Memayungi Ekosistem Fintech Indonesia

Survei Nasional Literasi Keuangan ketiga yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2019 menunjukkan indeks literasi keuangan mencapai 38,03% dan indeks inklusi keuangan 76,19%. Lantas jika dibandingkan dalam tiga tahun terakhir, ada peningkatan 8,33% untuk literasi atau pemahaman masyarakat tentang layanan keuangan; serta peningkatan 8,39% terkait akses masyarakat terhadap produk dan layanan jasa keuangan.

Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara mengakui, peningkatan tersebut adalah hasil kerja keras bersama antar berbagai pihak, meliputi pemerintah, otoritas, industri, dan komponen lainnya. Tak terkecuali inovasi, khususnya di bidang teknologi, berbagai aplikasi keuangan yang telah meluncur beberapa tahun terakhir nyata-nyata memberikan dampak yang sangat terasa bagi masyarakat untuk melakukan berbagai transaksi: menyimpan, mengirim, hingga menginvestasikan uang mereka.

Terkait digitalisasi layanan keuangan, peran otoritas jelas dominan. Industri ini memang diregulasi secara ketat. Sesuai yang diamanatkan UU No. 21 Tahun 2011, pemerintah membentuk OJK dengan tujuan mengatur dan mengawasi berbagai kegiatan di sektor jasa keuangan. Sejauh ini berbagai jenis layanan teknologi finansial (fintech) terus diakomodasi dalam ruang lingkup aturan OJK.

Dimulai dari fintech lending

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 77 Tahun 2016 menjadi salah satu ujung tombak perkembangan fintech di Indonesia. Beleid tersebut mengatur layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi. Sejak diterbitkan, hingga kini tercatat 158 pemain p2p lending yang terdaftar di otoritas, 33 pemain lainnya sudah mendapatkan status berizin. Banyaknya pemain yang terjun di sektor ini tidak terlepas dari besarnya minat masyarakat dalam mendapatkan alternatif kredit dari lembaga nonbank.

Seperti diketahui, akses layanan finansial dari perbankan belum bisa sepenuhnya dinikmati oleh semua elemen masyarakat. Misalnya terkait kredit, di lingkungan perbankan variabel skoring yang digunakan meliputi aspek-aspek yang mengakomodasi kalangan tertentu saja, misalnya terkait pekerjaan, pendapatan bersih, status pendidikan, dll. Sementara pinjaman mikro yang datang dari fintech variabelnya lebih sederhana, misalnya menggunakan catatan tagihan listrik, histori belanja di e-commerce dll.

Dari 158 pemain yang ada, bentuknya memang berbeda-beda. Ada yang memberikan pinjaman ke personal seperti UangTeman dan KreditPintar, ada yang fokus memberikan pinjaman modal kepada pemilik warung seperti AwanTunai, ada yang memberikan modal usaha dengan sistem berkelompok seperti Amartha, ada yang memberikan pinjaman untuk pembelian di layanan e-commerce seperti Akulaku, dan masih banyak lagi.

Dalam POJK terkait fintech lending, berbagai hal diatur secara jelas. Termasuk tentang bentuk badan hukum usaha yang mengisyaratkan harus berupa perseroan terbatas atau koperasi. Kemudian terkait modal usaha, pertukaran data, pusat data dll. Spesifikasi teknis tersebut sangat diperlukan, agar pemain terdaftar/berizin memiliki diferensiasi yang signifikan dengan pemain-pemain ilegal. Tidak dimungkiri, platform ilegal menjadi salah satu celah dari sistem keuangan berbasis teknologi informasi.

Terkait penindakan pemain ilegal, OJK bersama 13 kementerian dan lembaga negara lainnya membentuk Satgas Waspada Investasi (SWI). Sejak tahun 2018 hingga Oktober 2020, SWI telah menghentikan sebanyak 2923 fintech lending ilegal. Sepanjang tahun ini 206 pemain ilegal dibekukan. Langkah ini penting mengingat banyak kalangan masyarakat, termasuk UKM, yang terdampak pandemi. Meminjam dana modal ke fintech menjadi opsi yang banyak dipilih. Sehingga ekosistemnya perlu dijaga dan diawasi secara ketat.

Pembaruan aturan

Aturan mengenai fintech lending rencananya segera diperbarui. Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Tris Yulianta menyebutkan, pembaruan tersebut nantinya akan mengikuti rancangan UU Perlindungan Data Pribadi yang tengah disusun oleh DPR. Jika ditelaah lebih dalam, aspek perlindungan data dan privasi memang layak dijadikan urgensi dalam POJK, pasalnya proses bisnis dan operasional layanan fintech memang erat dengan pengumpulan dan pengelolaan data.

Hal lain yang mungkin akan dituangkan dalam pembaruan beleid adalah untuk mendorong pelayanan platform lebih menyeluruh, tidak hanya terpusat di Jawa. Selain itu, beberapa komponen teknis juga akan ditambahkan, misalnya terkait penggunaan tanda tangan digital. Pihak OJK masih terus berkomunikasi dengan asosiasi dan pelaku ekosistem, dalam berbagai diskusi dan kesempatan, pematangan aturan masih terus dilakukan.

Dari perspektif publik, memang cukup layak jika otoritas memperketat aturan – setidaknya menambah syarat bagi pemain untuk mendapatkan status terdaftar atau berizin. Hal ini untuk membatasi laju pertambahan pemain baru yang saat ini jumlahnya sudah sangat banyak. Di samping itu, penguatan aspek teknis terkait keamanan sistem, proses pinjaman/pengembalian/buka, hingga integrasi layanan juga perlu  menjadi perhatian untuk menciptakan perspektif yang lebih baik terkait layanan fintech.

Terbuka dengan inovasi digital

OJK juga merilis surat edaran No. 21 Tahun 2019, spesifik mengakomodasi berbagai inovasi fintech yang terus bermunculan (di luar lending). Di dalamnya mengatur beberapa hal, tentang inovasi keuangan digital (IKD) dan regulatory sandbox. Regulatory sandbox adalah mekanisme pengujian yang dilakukan oleh OJK untuk menilai keandalan proses bisnis, model bisnis, instrumen keuangan, dan tata kelola penyelenggara. Sementara IKD adalah aktivitas pembaruan proses bisnis, model bisnis, dan instrumen keuangan yang memberikan nilai tambah baru di sektor jasa keuangan dengan melibatkan ekosistem digital.

Proses di dalamnya meliputi penetapan prototipe berdasarkan kesepakatan forum panel, dilanjutkan dengan kegiatan evaluasi dan eksperimen. Prosesnya paling lama dilakukan satu tahun, atau dapat ditambah enam bulan jika masih dirasa kurang. Sejauh ini aturan tersebut berhasil merangkul inovasi keuangan digital di berbagai klaster, meliputi: aggregator (36 pemain), blockchain (1), claim service handling (1), credit scoring (13), e-KYC (4), financial planner (7), financing agent (7), funding agent (1), insurance broker marketplace (1), insurtech (2), online distress solution (1), project financing (5), property investment management (2), regtech (1), tax & accounting (3), dan verification non-CDD (4).

Lahirnya model bisnis baru sebenarnya juga didorong oleh peningkatan layanan dari pemain legasi. Ambil contoh e-KYC, platform mereka memungkinkan pemain digital seperti fintech lending untuk secara mudah melakukan verifikasi data diri. Atau credit scoring yang menyajikan algoritma sistem pengambil keputusan untuk membantu fintech lending memastikan kelayakan kredit didasarkan pada data-data tertentu yang didapat dari perangkat pengguna. Sehingga tidak menutup kemungkinan, tiap tahun posisi IKD akan terus bertambah dengan inovasi-inovasi baru lainnya.

Pemain lainnya yang mulai dipayungi OJK adalah equity crowdfunding. Didasarkan pada POJK No. 37 Tahun 2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi. Hingga tahun ini baru tiga pemain yang mendapatkan izin, yakni Santara, Bizhare, dan Crowddana.

Saran dan masukan

Kendati bertumbuh, literasi finansial di Indonesia belum bisa dikatakan tinggi. Masih banyak PR yang harus diselesaikan bersama. Sebenarnya dalam POJK fintech, aspek edukasi dan perlindungan pengguna sudah disinggung pada bab ke-7. Meskipun demikian, masih perlu penekanan dan petunjuk yang jelas terkait edukasi seperti apa yang wajib disampaikan oleh penyelenggara kepada calon nasabahnya. Pembaruan aturan bisa menjadi kesempatan untuk memperkuat aspek ini.

Cukup sangsi jika kemudahan yang diberikan fintech dapat tepat sasaran – dalam artian memberikan manfaat yang sebenar-benarnya kepada nasabah. Tanpa pemahaman yang baik tentang layanan keuangan, tidak menutup kemungkinan nasabah fintech akan “terjebak” karena tidak memahami bagaimana sistem bekerja. Mungkin beberapa kali kita mendengar tentang pengguna fintech yang meminjam di banyak layanan untuk “gali-tutup lubang”. Model edukasi sudah selayaknya untuk meminimalisir hal tersebut.

Poin berikutnya terkait dengan kolaborasi antar pemain – baik fintech maupun non-fintech. Pangsa pasar yang masih besar, ditambah dengan persaingan perebutan kue bisnis yang makin ketat, membuat para pemain memikirkan strategi sinergi. Aturan perlu ditegakkan untuk mengantisipasi implikasi buruk sebagai langkah preventif, misalnya menghindari monopoli yang justru tidak menyehatkan ekosistem.

Berikutnya adalah kelonggaran untuk melakukan ekspansi layanan. Jelas pasar Indonesia masih cukup besar untuk digarap, sehingga ekspansi yang dimaksud masih di kancah domestik. Jawa dan pulau-pulau lainnya memiliki kondisi yang sangat berbeda, secara kultur maupun infrastruktur. Sementara pemerataan penting untuk dilakukan demi memperluas akses keuangan. Bukankah target utama mereka (unbankable) justru banyak di luar Jawa.

Dari data OJK, saat ini 147 penyelenggara masih terpusat di Jabodetabek dan hanya 3 pemain yang memiliki basis di luar Jawa. Hingga September 2020, akumulasi penyaluran pinjaman fintech lending, sebanyak Rp110 triliun, masih di seputar Jawa, sementara di luar Jawa hanya Rp18 triliun.

Blibli dan Indodana Luncurkan Fitur PayLater

Fitur PayLater juga menjadi pilihan Blibli. Adopsi fitur PayLater ini dilakukan dengan menggandeng layanan fintech lending Indodana. Ini merupakan langkah Blibli dalam memperluas akses kredit individu yang terintegrasi dalam platform e-commerce.

Blibli menjadi e-commerce kesekian yang mengadopsi fitur PayLater. Blibli PayLater mengusung konsep registrasi yang cepat, biaya administrasi yang murah, serta metode pelunasan yang beragam. Fitur anyar ini mereka tujukan kepada mereka yang selama ini belum memiliki akses ke fasilitas kredit.

“Blibli PayLater mendorong inklusi keuangan dengan membuka akses ke fasilitas kredit institusional ke pelanggan yang belum memilikinya,” ucap Vice President of Business Development Blibli, William Hadibowo pada Jumat pekan lalu.

Blibli PayLater menawarkan fasilitas kredit dengan batas maksimal Rp8 juta. Adapun opsi yang ditawarkan kepada pengguna untuk melunasi kredit dalam 30 hari dan cicilan berjangka 3, 6, dan 12 bulan. Opsi PayLater ini melengkapi fasilitas pembayaran di Blibli menjadi 10 metode pembayaran.

Fitur “belanja sekarang, bayar nanti” ini sejatinya sudah Blibli luncurkan sejak Mei lalu. Blibli mengklaim peminat fitur baru ini terus meningkat sejak saat itu. Mereka menghitung pengguna fitur PayLater bertambah 63% tiap bulan dan sudah tersebar di 22 provinsi.

Peluncuran Blibli PayLater ini juga tak lepas dari faktor pandemi Covid-19 yang belum henti sampai sekarang. Menurut William fitur tersebut membantu rumah tangga dalam belanja kebutuhan sehari-hari. Dari data yang mereka berhasil kumpulkan, penggunaan Blibli PayLater mayoritas untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari seperti minyak goreng, gula, dam beras.

“Terlebih lagi, Blibli PayLater mendorong inklusi keuangan dengan membuka akses ke fasilitas kredit institutional ke pelanggan yang belum memilikinya. Berlanjutnya aktivitas konsumsi ini penting bagi pemulihan ekonomi di new normal,” imbuh William.

Senada dengan William, VP Indodana Jerry Anson menyebut, kerja sama mereka dengan Blibli adalah bentuk dorongan mereka terhadap perekonomian Indonesia yang lesu akibat pandemi berkepanjangan.

Pada Juli lalu, Indodana telah mengemukakan rencana mereka untuk fokus menggenjot kredit konsumsi lewat PayLater. Indodana yang sudah mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan pada tengah tahun lalu bahwa PayLater menjadi pilihan mereka untuk mendorong penetrasi produk ke masyarakat lebih luas.

Sebelumnya Indodana telah menggandeng anak perusahaan Blibli, Tiket.com, dengan kemitraan serupa.

“Besar harapan kami produk PayLater hasil kerjasama dengan Blibli ini bisa membantu masyarakat dalam mengatur keuangan dan menjembatani kesenjangan inklusi keuangan di Indonesia yang berdasarkan Bappenas diprediksi akan mencapai Rp1.400 triliun dalam 5 tahun ke depan,” tukas Jerry.

Sebagai platform e-commerce ternama di Tanah Air, keputusan Blibli mengadopsi fitur PayLater terhitung lebih lama ketimbang kompetitornya. Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee telah lebih dulu mengumumkan fitur PayLater mereka.

Application Information Will Show Up Here

eFishery Jalin Kerja Sama dengan Investree, Perkuat Layanan Permodalan eFisheryFund

Investree dan eFishery hari ini (21/10) mengumumkan peresmian kerja sama strategis terkait penyaluran pinjaman modal ke mitra petani/pembudidaya. Dana yang disiapkan mencapai Rp30 miliar, akan didistribusikan lewat platform pendanaan eFisheryFund.

eFisheryFund merupakan fasilitas pembiayaan untuk para pembudidaya; dana didapat dari kemitraan dengan fintech atau perusahaan finansial lainnya. Di dalamnya terdapat fitur “Kabayan” (Kasih Bayar Nanti) berupa program cicilan yang dapat dimanfaatkan oleh para pembudidaya untuk memperoleh produk teknologi eFishery.

Dana dari Investree juga akan disalurkan kepada mitra eFishery lainnya, termasuk konsumen B2B. Konsumen B2B yang dimaksud antara lain agen maupun distributor ikan, stockiest, dan horeka (hotel, restoran, dan kafe).

Di hulu, para pembudidaya mendapatkan modal dalam bentuk pakan ikan dan alat eFisheryFeeder, sedangkan di hilir para agen ikan mendapatkan modal dalam bentuk ikan atau udang yang merupakan hasil panen dari para pembudidaya.

“Ini merupakan sesuatu yang baru bagi kami. Mengingat portofolio pinjaman terbesar Investree selama ini adalah industri kreatif, dengan bermitra dengan eFishery, kami berharap dapat memberdayakan lebih banyak UKM yang bergerak di bidang perikanan atau akuakultur,” ujar Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi.

Manfaatkan data sensor IoT

Skema konvensional dan syariah turut digulirkan menjadi opsi pinjaman. Sementara untuk menjaga kualitas pembiayaan, Investree dan eFishery menerapkan uji kelayakan dan sistem credit-scoring yang ketat dengan melihat data dari IoT eFishery serta melakukan pengecekan silang terhadap data sesungguhnya di lapangan.

Untuk mekanismenya, pembudidaya bisa mengajukan pinjaman melalui aplikasi eFishery di menu eFisheryFund. Tim eFishery akan menilai dan menentukan apakah mereka memenuhi syarat dan kriteria untuk memperoleh pembiayaan. Hasil penilaian ini kemudian diajukan kepada Investree untuk dilakukan kembali verifikasi.

“Kerja sama dengan Investree ini diharapkan dapat melanjutkan nilai-nilai yang dibawa oleh eFishery. Lebih dari itu, melalui inovasi yang kami kembangkan yaitu membuat teknologi inklusif dan menghadirkan ikan dari pembudidaya agar mudah dijangkau oleh seluruh kalangan di berbagai daerah, kami berharap dapat turut serta mengentaskan kelaparan di Indonesia,” ujar CEO & Co-Founder eFishery Gibran Huzaifah.

Hingga saat ini, sudah ada lebih dari 500 pembudidaya yang menikmati program eFisheryFund. Melalui kolaborasi ini, Gibran menargetkan bisa hingga 1000 mitra sampai dengan akhir tahun 2020.

Selain Investree, program pembiayaan yang dikelola eFishery tersebut juga sudah bermitra dengan beberapa fintech lending, di antaranya ALAMI, Batumbu, BRIS, iGrow, dan Likui.id. Inovasi ini sudah dimulai sejak awal tahun lalu bebarengan dengan pengenalan layanan online grocery eFisheryFresh. Inisiatif dilakukan pasca perusahaan membukukan pertumbuhan bisnis hingga 300% di tahun 2019, didukung ekspansi ke 120 kota di Indonesia.

Pembiayaan lewat kerja sama

Berbagai skema penyaluran dana terus dieksplorasi oleh pemain fintech. Tidak hanya dengan eFishery, Investree sebelumnya juga telah umumkan kerja samanya dengan beberapa pihak untuk menjangkau kalangan spesifik. Misalnya dengan Pengadaan.com untuk menjangkau 15 ribu vendor UKM di platformnya; ada juga dengan Bukalapak meluncurkan layanan BukaModal; selain itu juga dengan Midtrans dan Mbiz.

Fintech lain pun juga berupaya perluas skema pinjamannya. Ambil contoh yang dilakukan AwanTunai dengan menggandeng SayurBox untuk memberikan pembiayaan untuk petani yang mendistribusikan hasil panennya di Sayurbox. Lalu ada juga KoinWorks dengan produk KoinGaji mendistribusikan pinjaman untuk pencairan gaji pegawai lebih awal bekerja sama dengan Gadjian, GreatDay, dan Talenta.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Pintek Introduces “Pintek Instan”, Adjusting Educational Loan Amid Pandemic

The specific p2p lending platform for the education sector, Pintek, launched a new product called Pintek Instant. Pintek’s Co-Founder & President Director Tommy Yuwono said the new service was made specifically to help parents of students from early childhood education to college during this pandemic situation.

As Tommy said, the education sector was severely affected by the Covid-19 outbreak. First, the increasing unemployment rate and the decreasing income of the majority of the population. On the other hand, there are around 69 million students who lost access to education during this pandemic, only 40% of Indonesia’s population has internet access. Educational institutions are automatically affected because they need funds to digitize teaching and learning activities.

In fact, Pintek Instant is an upgraded version of the Pintek Student. The difference is, this latest product is able to do credit approval in just one hour.

The credit limit that can be submitted reaches IDR 5 million. The urgent need for education funding along with the economic turmoil due to the pandemic has made Tommy believe that Pintek Instant can help parents to pay for everything in school, from admission fees, gadgets for distance learning, and other bills.

“This Pintek Instant can be given quickly, there is also an option for restructuring, and integrated into schools for submission,” Tommy said in the webinar.

There are two tenor options available for those who want to use this service, 30 days and 90 days. The 30-day settlement option has no interest, while the 90-day option will cost 2.19% interest. All with a loan limit of IDR 5 million.

“Pintek Instant is limited to schools partnered with us. Therefore, we also invite schools in need of this solution, where there are parents who experience problems, therefore, cash flow does not decrease, the students can learn in peace, to contact us,” he added.

Apart from Pintek, there are other fintech lending platforms in Indonesia that offer loans in the education sector. Some of them are Cicil, KoinPintar from KoinWorks, and DanaDidik.

Restructuring as an option

Pintek service has reached 20 provinces in Indonesia with more than 3 thousand borrowers. In addition, they have collaborated with 142 educational institutions. With a large enough scale and this pandemic condition, Pintek provides loan restructuring options for Pintek Instant.

Tommy explained that the restructuring application can be done by filling in the required documents through their customer service. After completing the document, they will offer a new installment scheme, of course, with the approval of the lender.

“We also improve or justify our scoring criteria to prevent bad credit,” said Tommy.

Through this latest product, Tommy targets to gain around 5,000 new borrowers in the next six months. This target is very likely to be achieved considering the large funding needs in the education sector during this pandemic and the number of p2p lenders that focus on education is still relatively small in the country.

Pintek Instant is also a continuation of Pintek’s plan after securing an extension fund from their pre-series A round which was announced last May. At that time, Tommy stated that the funds they obtained is to be focused on developing technology that supports the education industry affected by Covid-19.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pintek Luncurkan “Pintek Instan”, Penyesuaian Pinjaman Pendidikan di Tengah Pandemi

Platform p2p lending khusus sektor pendidikan Pintek meluncurkan produk terbaru bernama Pintek Instant. Co-Founder & Direktur Utama Pintek Tommy Yuwono mengatakan, layanan baru tersebut dibuat khusus untuk membantu orang tua pelajar dari pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi selama situasi pandemi ini.

Menurut Tommy, sektor pendidikan terkena dampak yang cukup dalam dari wabah Covid-19 yang berkepanjangan. Pertama adalah membesarnya angka pengangguran dan kian turunnya pendapatan sebagian besar masyarakat. Di sisi lain ada sekitar 69 juta pelajar yang kehilangan akses pendidikan selama pandemi ini, hanya 40% dari penduduk Indonesia yang punya akses internet. Institusi pendidikan pun otomatis terkena imbasnya karena mereka butuh dana untuk melakukan digitalisasi kegiatan belajar-mengajar.

Sejatinya Pintek Instan ini merupakan versi upgrade dari Pintek Student. Bedanya, produk terbaru ini mampu melakukan persetujuan kredit hanya dalam satu jam.

Adapun batas kredit yang boleh diajukan mencapai Rp5 juta. Kebutuhan pendanaan pendidikan yang mendesak diiringi dengan gejolak ekonomi akibat pandemi membuat Tommy yakin Pintek Instan dapat membantu orang tua pelajar untuk melunasi segala keperluan di sekolah mulai dari uang pangkal, gawai untuk belajar jarak jauh, dan tagihan lainnya.

“Pintek Instant ini bisa dengan cepat diberikan, juga ada opsi untuk restrukturisasi, dan terintegrasi ke sekolah untuk pengajuannya,” ujar Tommy dalam webinar yang mereka selenggarakan.

Ada dua pilihan tenor yang tersedia bagi mereka yang ingin menggunakan Pintek Instan ini yakni 30 hari dan 90 hari. Opsi pelunasan 30 hari tidak dikenakan bunga, sedangkan opsi 90 hari dikenakan bunga 2,19%. Semua dengan batas pinjaman Rp5 juta.

“Pintek Instant terbatas ke sekolah-sekolah yang bekerja sama dengan kami. Jadi kami pun mengundang sekolah-sekolah yang membutuhkan solusi ini, di mana ada orang tua murid mengalami kendala, agar cash flow tidak berkurang, anak-anak murid bisa belajar dengan tenang, bisa menghubungi kami,” imbuhnya.

Selain Pintek, di Indonesia sudah ada platform fintech lending lain yang tawarkan pinjaman di sektor pendidikan. Dua di antaranya Cicil, KoinPintar dari KoinWorks, dan DanaDidik.

Pilihan restrukturisasi

Layanan Pintek sudah menjamah 20 provinsi di Indonesia dengan lebih dari 3 ribu peminjam. Selain itu mereka telah bekerja sama dengan 142 institusi pendidikan. Dengan skala yang sudah cukup besar dan kondisi pandemi ini, Pintek menyediakan opsi restrukturisasi pinjaman untuk Pintek Instan ini.

Tommy menjelaskan, pengajuan restrukturisasi dapat dilakukan dengan mengisi dokumen-dokumen yang dibutuhkan melalui customer service mereka. Jika hal itu sudah rampung mereka baru akan menawarkan skema cicilan yang baru yang tentu saja dengan persetujuan pemberi pinjaman.

“Kami juga meningkatkan atau menjustifikasi kriteria scoring kami untuk mencegah kredit macet,” tukas Tommy.

Melalui produk anyar ini Tommy menargetkan bisa memperoleh sekitar 5.000 peminjam baru dalam enam bulan ke depan. Target itu sangat mungkin tercapai mengingat kebutuhan pendanaan di sektor pendidikan yang masih besar selama masa pandemi ini dan jumlah p2p lending yang fokus di pendidikan masih tergolong sedikit di Tanah Air.

Pintek Instant ini juga merupakan kelanjutan dari rencana Pintek ketika berhasil mengantongi extension fund dari putaran pra-seri A mereka yang diumumkan Mei lalu. Saat itu Tommy menyatakan dana yang mereka peroleh saat itu akan difokuskan untuk mengembangkan teknologi yang mendukung industri pendidikan yang terdampak Covid-19.

BRI Is Now Listed as an Institutional Lender in Modal Rakyat

Modal Rakyat added BRI to the list of institutional lenders. BRI’s initial commitment was to channel funds of IDR 30 billion for micro-businesses through Modal Rakyat.

Modal Rakyat’s Co-Founder, Stanislaus MC Tandelilin explained that this is a form of collaboration between banking and p2p lending. All financing from BRI will be focused on micro-businesses with an average distribution value of IDR 250 million.

“We are very fortunate to have BRI’s trust. We hope this collaboration can accelerate financial inclusion, especially MSME players in the midst of a pandemic situation,” he explained in an official statement, Tuesday (13/10).

On a separate occasion, Stanis said to DailySocial that this collaboration was not part of the synergy between BRI and Payfazz. “Not related. PT Modal Rakyat collaborates independently with BRI.”

BRI, through BRI Ventures, was involved in a Series B funding round at Payfazz worth $53 million in July 2020. Payfazz, led by Hendra Kwik, also serves as a commissioner at Modal Rakyat, a company led by his brother Hendoko Kwik.

Furthermore, Stanis admitted that he would continue to add other institutional lenders, the closest is to link up BPR. Currently, there are nine institutions that have channeled their funds through Modal Rakyat, they come from multi-finance, corporate, and fintech. Unfortunately, they can reveal these companies yet.

The focus shifting on seeking institutional lenders is reflected in the current condition, there has been a downward trend in individual lenders. However, Stanis did not elaborate on the cause. “However, institutional lenders are starting to rise and now the majority of Modal Rakyat funding is supported by institutions. We are also exploring collaboration with BPRs.”

The total lenders registered in Modal Rakyat has reached more than 45 thousand people. Since getting a license from OJK in June 2018, the company has channeled loans of more than IDR 550 billion to 4 thousand borrowers throughout Indonesia.

The company is engaged in a productive business with loan interest ranging from 12% – 30% per year and a nominal loan of between IDR 500 thousand to IDR 2 billion. Borrowers only need to include their personal identity (KTP and NPWP), company legality data (if not an individual business), and have a bank account.

The trend of making benefit from Institution fund

In fact, individual lenders have much heavier management efforts than institutions. The reason is, companies must carry out an educational process through customer service to help guide risks and consultations, especially if they are just starting out the investment industry in p2p lending.

Meanwhile, institutional lenders are more familiar with the risks in this sector. For fintech making benefit from this massive fund, they will have the flexibility for they can distribute loans faster according to the target customers by each lender.

With these various advantages and disadvantages, eventually encourage some p2p lending platforms to combine the two in order to realize the spirit of financial inclusion. In previous reports, UangTeman announced Bank Sampoerna as one of its lenders.

Also, there are several other companies, including KoinWorks, which collaborate with Bank BTN, Bank Sampoerna, and Bank CIMB Niaga. Investee in collaboration with BRI Agro, Bank Mandiri, Bank BRI, and seven other institutions from financial services and investors from abroad.

Next, Modalku in collaboration with Bank Varia, Bank Sinarmas, BPR Bekasi Binatanjung, and BPR Sukawati Pancakanti. Finally, Akseleran, which collaborated with Mandiri Tunas Finance, Bank Mandiri, and Bank J Trust.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

BRI Kini Masuk Sebagai “Lender Institusi” di Modal Rakyat

Modal Rakyat menambah BRI ke dalam jajaran portofolio lender institusi yang terbaru. Komitmen awal BRI adalah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp30 miliar untuk usaha mikro melalui Modal Rakyat.

Co-Founder Modal Rakyat Stanislaus MC Tandelilin menerangkan, kolaborasi dari kedua perusahaan ini adalah wujud kolaborasi antara perbankan dengan p2p lending. Seluruh pembiayaan dari BRI ini akan difokuskan untuk usaha mikro dengan nilai penyaluran rata-rata Rp250 juta.

“Kami sangatlah beruntung bisa mendapat kepercayaan dari BRI. Kami berharap kerja sama ini bisa mengakselerasi inklusi keuangan, terutama para pelaku UMKM dalam menghadapi situasi pandemi,” terangnya dalam keterangan resmi, Selasa (13/10).

Secara terpisah, kepada DailySocial, Stanis menegaskan kerja sama ini bukanlah bagian dari sinergi antara BRI dengan Payfazz. “Tidak berkaitan. PT Modal Rakyat bekerja sama secara mandiri langsung dengan pihak BRI.”

BRI, melalui BRI Ventures, terlibat dalam putaran pendanaan Seri B di Payfazz senilai $53 juta pada Juli 2020. Payfazz yang digawangi oleh Hendra Kwik, juga menjabat sebagai komisaris di Modal Rakyat, perusahaan yang dipimpin oleh saudaranya Hendoko Kwik.

Setelah BRI, Stanis mengaku akan terus menambah lender institusi lainnya, yang terdekat adalah menggaet BPR. Saat ini ada sembilan institusi yang sudah menyalurkan dananya melalui Modal Rakyat, mereka datang dari multifinance, korporat, dan fintech. Sayangnya, nama-nama dari perusahaan ini tidak bisa disebutkan.

Perubahan fokus mencari lender institusi ini terefleksi dari kondisi saat ini, terjadi tren penurunan lender individu. Namun Stanis tidak merinci lebih jauh penyebab penurunan tersebut. “Namun lender institusi mulai naik dan kini mayoritas pendanaan Modal Rakyat didukung oleh institusi. Kami juga sedang menjajaki kerja sama dengan BPR.”

Adapun total lender yang terdaftar di Modal Rakyat berjumlah lebih dari 45 ribu orang. Sejak terdaftar di OJK pada Juni 2018, perusahaan telah menyalurkan pinjaman lebih dari Rp550 miliar kepada 4 ribu peminjam di seluruh Indonesia.

Perusahaan bermain di usaha produktif dengan bunga pinjaman mulai dari 12% – 30% per tahun dan nominal pinjaman antara Rp500 ribu sampai Rp2 miliar. Peminjam cukup mencantumkan identitas diri (KTP dan NPWP), data legalitas perusahaan (bila bukan usaha perorangan), dan memiliki rekening bank.

Tren manfaatkan dana institusi

Lender individu memang di satu sisi effort pengelolaannya jauh lebih berat daripada institusi. Pasalnya, perusahaan harus melakukan proses edukasi lewat customer service untuk membantu pengarahan risiko dan konsultasi, apalagi bila mereka baru terjun ke dunia investasi di p2p lending.

Sementara itu, lender institusi sudah lebih paham dengan risiko di sektor tersebut. Bagi fintech yang memanfaatkan dana jumbo ini mereka akan mendapat keleluasaan karena dapat lebih cepat menyalurkan pinjaman sesuai dengan target nasabah yang dibidik oleh tiap lender.

Dengan beragam kelebihan dan kekurangan ini, akhirnya membuat sebagian platform p2p lending memutuskan untuk memadukan antara keduanya agar semangat inklusi keuangan tetap terwujud. Dalam pemberitaan sebelumnya, ada UangTeman yang mengumumkan Bank Sampoerna sebagai salah satu lender-nya.

Lalu, beberapa perusahaan lainnya, ada KoinWorks yang gandeng Bank BTN, Bank Sampoerna, dan Bank CIMB Niaga. Investree yang bekerja sama dengan BRI Agro, Bank Mandiri, Bank BRI, dan tujuh institusi lainnya dari jasa keuangan dan investor dari luar negeri.

Berikutnya, Modalku yang bekerja sama dengan Bank Varia, Bank Sinarmas, BPR Bekasi Binatanjung, dan BPR Sukawati Pancakanti. Terakhir, Akseleran yang menggandeng Mandiri Tunas Finance, Bank Mandiri, dan Bank J Trust.

Application Information Will Show Up Here

Mudahkan UKM, “Bangku” Hadir sebagai Marketplace Pinjaman Usaha

Ekosistem startup Indonesia dalam lima tahun terakhir mulai dipadati oleh layanan teknologi finansial yang menyediakan pinjaman untuk UKM. Hal tersebut membuat UKM sekarang memiliki banyak pilihan dalam mencari pinjaman. Berangkat dari kondisi tersebut, untuk menemukan pinjaman yang sesuai kebutuhan, Bangku.id (Bangku) akhirnya dilahirkan.

Bangku diinisiasi oleh Gerryansa Agesy (CEO), Ardiansyah Arpiana (CTO), dan Noviyanti Ibrahimi (Lead Partnership). Ketiganya memiliki perjalanan karier yang cukup panjang, namun semuanya dalam garis besar industri jasa keuangan. Gerry memiliki pengalaman lebih dari 7 tahun sebagai konsultan untuk industri jasa keuangan termasuk di EY dan PwC, Ardiansyah memiliki pengalaman lebih dari 9 tahun sebagai konsultan teknologi untuk industri jasa keuangan, dan Novi memiliki pengalaman 7 tahun sebagai banker.

Ketiganya membangun Bangku menjadi sebuah marketplace pinjaman usaha yang mempertemukan pelaku UKM dengan produk pinjaman dari berbagai jasa keuangan, termasuk startup teknologi finansial.

Bangku beroperasi sejak bulan Maret 2020 dan hingga saat ini telah melayani lebih dari Rp75 miliar dalam total pinjaman untuk usaha kecil menengah. Bangku telah bekerja sama dengan lebih dari 25 lembaga keuangan termasuk di dalamnya Investree, Koinworks, Akseleran, Bank UOB, Bank Sampoerna, Bank MNC, BFI Finance, BAF, BPR Lestari, dan lain-lain,” cerita Gerry.

Startup yang sekarang masuk batch 3 Synrgy Accelerator ini bekerja dengan meninjau metrik termasuk proyeksi keuangan bisnis, penggunaan dana, industri, dan pendapatan bulanan untuk menemukan opsi pinjaman. Platform Bangku akan mengajukan serangkaian pertanyaan untuk memprediksi jenis pinjaman mana yang kemungkinan besar cocok dengan kualifikasi pemilik bisnis.

“Setiap peminjam juga akan didampingi advisor untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan selama keseluruhan proses. Proses aplikasi pinjaman online Bangku membutuhkan waktu rata-rata 15 menit untuk menyelesaikannya. Target kami adalah UKM atau pun startup yang sedang mencari pinjaman bagi usahanya,” terang Gerry.

Menyediakan peminjaman modal bagi UKM saat ini memang menjadi fokus sebagian layanan teknologi finansial. Seperti Modalku, TokoModal, KoinWorks, Akseleran, Investree, dan UangTeman yang baru saja mengumumkan Bank Sampoerna sebagai lender institusi. Terlebih di kondisi pandemi sekarang ini di mana banyak bisnis yang membutuhkan “bensin” untuk tetap mempertahankan operasionalnya.

Untuk saat ini Bangku sudah berhasil mendapatkan 100 UKM yang menggunakan sistem mereka dan masih terus fokus untuk membantu UKM dalam mendapatkan pinjaman sembari mengembangkan dan menyempurnakan platform mereka. Bangku sendiri akan mendapatkan referal fee dari rekanan lembaga keuangan atas setiap pengajuan pinjaman yang disetujui.

Makin Gencar Berikan Pinjaman Produktif, UangTeman Tambah Lender Institusi

UangTeman mengumumkan Bank Sahabat Sampoerna (Bank Sampoerna) sebagai lender institusi. Komitmen dana yang disalurkan dirahasiakan, namun dianggap signifikan untuk membantu pengusaha mikro.

VP Corporate Finance & Investor Relations UangTeman Irfan Sidik menerangkan, nominal dana tersebut cukup signifikan dan diharapkan mampu membantu masyarakat yang akan memulai usaha kecilnya untuk mendapatkan pendanaan dengan cepat dan bertanggung jawab.

Dia melanjutkan, kerja sama ini menjadi salah satu bukti kolaborasi yang saling bermanfaat antara fintech lending dan perbankan untuk menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat. Inisiatif ini juga sejalan dengan komitmen industri keuangan dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional.

Menurutnya, peran fintech lending di masa pandemi masih menjadi peluang yang baik karena teknologi digital yang mereka gunakan dapat menyasar masyarakat luas dengan akurat dan cepat. “Kegiatan ini juga menjadi strategi jangka panjang kami untuk memberikan fasilitas pembiayaan yang mudah dan cepat,” kata dia dalam keterangan resmi, kemarin (7/10).

Berkaitan dengan itu, UangTeman merilis dua produk baru untuk membantu pelaku usaha mikro yang terkena dampak pandemi. Kedua produk itu adalah Installment dan Lite Installment.

Peminjam memiliki durasi pengembalian yang lebih panjang dari produk sebelumnya sekitar 10 hari-30 hari. Installment memberikan pinjaman dengan tenor tiga bulan, sementara Lite Installment maksimal hingga enam bulan.

Untuk nominal pinjaman meningkat jadi Rp20 juta dari produk sebelumnya yaitu mulai dari Rp1 juta hingga Rp8 juta. UangTeman mulai masuk ke kredit produktif dan membiayai usaha mikro, saat mereka baru berdiri di 2015 aktif membiayai kredit konsumtif.

OJK menerbitkan aturan yang mewajibkan penyelenggara fintech lending menyalurkan 20% portofolionya ke sektor produktif. Namun, dalam data OJK terpampang mayoritas penyaluran kredit lari ke sektor konsumtif sebanyak 66% dari Rp113,46 triliun per Juni 2020.

Oleh karenanya, OJK mendorong fintech lending berkolaborasi dengan perbankan dan pemerintah untuk meningkatkan kontribusinya.

Manfaatkan dana dari institusi

Tak hanya UangTeman, memanfaatkan dana dari institusi sebagai lender (Super lender) kini menjadi suatu strategi yang cukup penting buat fintech lending. Beberapa perusahaan lainnya, ada KoinWorks yang gandeng Bank BTN, Bank Sampoerna, dan Bank CIMB Niaga.

Disebutkan portofolio lender institusi di KoinWorks kini memegang 30% dari total penyaluran keseluruhan. Kebanyakan institusi yang bergabung berasal dari perbankan dan multifinance.

Selanjutnya, ada Investree yang bekerja sama dengan BRI Agro, Bank Mandiri, Bank BRI, dan tujuh institusi lainnya dari jasa keuangan dan investor dari luar negeri. Berikutnya, Modalku yang bekerja sama dengan Bank Varia, Bank Sinarmas, BPR Bekasi Binatanjung, dan BPR Sukawati Pancakanti. Terakhir, Akseleran yang menggandeng Mandiri Tunas Finance, Bank Mandiri, dan Bank J Trust.

Bagi fintech yang memanfaatkan lender institusi ini mereka akan mendapat keleluasaan karena dana jumbo tersebut dapat lebih cepat menyalurkan pinjaman sesuai dengan target nasabah yang dibidik oleh tiap lender. Sementara bagi institusi, mereka dapat meminimalisir risiko gagal bayar dan mendapat calon nasabah baru lewat fintech.

Application Information Will Show Up Here