Startup Fintech GajiGesa Peroleh Tambahan Investasi dan Rilis Aplikasi Kelola Karyawan “GajiTim”

Startup fintech GajiGesa mengumumkan tambahan investasi strategis dengan nominal dirahasiakan yang diberikan oleh OCBC NISP Ventura dan sejumlah angel investor strategis, salah satunya adalah founder Kopi Kenangan. Putaran ini diperoleh selang empat bulan setelah GajiGesa mengumumkan pendanaan tahap awal sebesar $2,5 juta.

Dalam wawancara bersama DailySocial, Co-Founder GajiGesa Vidit Agrawal menyampaikan, masuknya OCBC NISP Ventura membuka kesempatan bagi GajiGesa untuk mengintegrasikan produknya dengan produk finansial. “Termasuk, menawarkan pembukaan rekening bank untuk mereka yang masih dalam kelompok unbanked, produk pinjaman, dan solusi keuangan lainnya yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan pekerja kerah biru,” ujarnya.

Pasalnya, sebanyak dua pertiga dari populasi di Indonesia adalah kelompok unbanked yang berarti mereka tidak memiliki rekening bank. Bank OCBC NISP memiliki kesempatan untuk menjaring mereka melalui GajiGesa.

Secara terpisah dalam wawancara Agrawal bersama Techcrunch, ia mengatakan founder Kopi Kenangan yang telah di-back up oleh jaringan investor seperti Sequoia Capital India, Alpha JWC, dan Horizons Ventures, menjadikan mereka sebagai prolific angel investor bagi startup lain. Ia meyakini jaringan tersebut akan membantu GajiGesa mempercepat dampak untuk para pemberi kerja di seluruh Indonesia.

GajiGesa memberikan layanan untuk pemberi kerja dan karyawan dalam memperlancar arus kas dengan produk finansial, termasuk akses gaji yang fleksibel atau disebut dengan Flexible Earned Wage Access (FEWA), edukasi finansial, pembayaran tagihan, analisa real-time, dan lainnya. Konsep ini berbeda dengan layanan cash loan seperti yang dijalankan perusahaan lending kebanyakan di Indonesia.

Bagi karyawan, GajiGesa memberikan akses gaji lebih awal untuk karyawan bulan berjalannya secara real-time, yang dapat digunakan untuk membayar tagihan, membeli pulsa dan paket data, dan akses terhadap edukasi finansial.

Sementara bagi pemberi kerja, platform analisa GajiGesa memberikan tim HR untuk mengukur efektivitas strategi kesehatan finansial secara efektif, mendapatkan visibilitas real-time terhadap engagement, menjaga retensi dan produktivitas, dan kesehatan keuangan karyawan.

Pemberi kerja punya fleksibilitas dan kontrol untuk menawarkan FEWA kepada seluruh karyawan, dapat menentukan apakah mereka mau mengambil layanan ini untuk karyawan dengan biaya tambahan atau sebagai bagian dari paket manfaat.

Agrawal menuturkan GajiGesa telah digunakan oleh lebih dari 30 perusahaan dengan total puluhan ribu karyawan di Indonesia.

Terkait tren pencairan gaji lebih awal selama ramadan dan lebaran, meski tidak dirinci lebih jauh, ia bilang dua momentum ini menjadi masa sibuk karena banyak karyawan yang mencairkan gajinya lebih awal, mengingat kebutuhan keluarga yang meningkat. Kondisi tersebut terefleksi di GajiGesa, aktivitas pencairan gaji meningkat hampir dua kali lipat selama periode tersebut.

Aplikasi HRIS GajiTim

Agrawal menuturkan pada akhir Maret kemarin perusahaan meluncurkan aplikasi manajemen karyawan GajiTim untuk segmen UMKM. Produk ini hadir berkat permintaan dan masukan dari pengguna GajiGesa yang menginginkan perhitungan gaji yang lebih efisien, transparan, dan solusi pelacakan karyawan.

“Membangun suatu produk yang dapat digunakan oleh bisnis dari semua ukuran adalah inti dari komitmen kami. Martyna dan saya selalu menginginkan sebuah solusi bermakna yang dapat digunakan oleh semua orang. Tim kami dengan cepat berinovasi untuk meluncurkan GajiTim.”

GajiTim membantu UMKM untuk mengelola karyawan secara digital seperti gaji harian/bulanan, absensi/cuti, penghitungan gaji, pembayaran, dan lainnya. Dilengkapi pula dengan fitur-fitur dan insight bisnis yang dibuat agar perusahaan memiliki retensi karyawan yang lebih baik.

Inovasi ini diharapkan dapat menciptakan solusi tunjangan karyawan yang terintegrasi dan bermakna untuk semua ukuran bisnis dan karyawan mereka. Agrawal mengklaim sejak dirintis aplikasi ini mampu menarik lebih dari 50.000 pengguna aktif secara organik.

GajiTim bersaing dengan pemain sejenis di ranah yang sama. Mereka ada Catapa, Talenta, Jojonomics, KaryaOne, Gadjian, Gaji.id, Benemica, Synergo, dan lainnya.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Startup Edtech Rolmo Meluncur, Tawarkan Konsep Belajar dari “Role Model” di Berbagai Bidang

Pandemi telah mengakselerasi platform edutech di tanah air. Bukan hanya yang menyasar pendidikan formal, namun juga pendidikan informal secara meluas. Mulai dari edukasi mengenai finansial dan investasi, bahasa pemrograman, hingga parenting. Salah satu platform lokal yang kemudian tertarik untuk berkontribusi kepada sektor edukasi informal adalah Rolmo.

Kepada DailySocial, Founder Rolmo Jonathan Aditya mengungkapkan, meskipun memiliki cara kerja yang serupa dengan kebanyakan platform edtech, namun pendekatan konten mereka berbeda, yakni dengan menitikberatkan pada sosok role model. Sebagai contoh, di platform terdapat kelas dari Andra Matin yang berisi pengalaman, ilmu, dan pembelajaran hidupnya dalam berkarier sebagai arsitek.

“Di Indonesia hingga kini masih sedikit sekali pilihan belajar untuk meraih kesuksesan dan tujuan hidup dari pengalaman, kesalahan, dan saran dari para role model. Mayoritas, solusi yang ada sekarang yaitu menawarkan pembelajaran keteknikan, yang dapat ditemukan di platform berbayar maupun gratis. Kami yakin bahwa solusi ini [Rolmo] diterima dengan baik, terutama oleh masyarakat di rentang usia produktif,” kata Jonathan.

Selain di Indonesia, Rolmo berharap platform mereka bisa digunakan di negara lainnya. Hal tersebut yang kemudian menjadikan platform tidak hanya berupa situs, namun juga berupa aplikasi. Rolmo juga telah dilengkapi dengan terjemahan dalam 12 bahasa dalam setiap kursus yang diluncurkan.

Bersama dengan pendiri lainnya yaitu Johanes Adika, Rolmo diharapkan bisa menjadi platform pilihan bagi masyarakat luas yang ingin menambah ilmu, belajar langsung dari tokoh idola mereka.

“Lewat Rolmo, kami ingin membuka kesempatan bagi sebanyak mungkin individu untuk memiliki akses edukasi yang baik. Hal utama lain yang juga ingin dicapai oleh Rolmo adalah menciptakan kesetaraan peluang bagi siapa pun untuk bisa mendapatkan pembelajaran dari para role model tersebut. Kami percaya bahwa dengan bisa belajar dari para role model, setiap orang bisa meraih tujuan mereka,” kata Johanes.

Pemanfaatan teknologi VR/AR

Untuk saat ini pengguna bisa melakukan pembelian untuk masing-masing pilihan kursus. Setelah melakukan pembelian, pengguna dapat mengaksesnya selama satu tahun. Menggunakan metode video base learning, setiap pengguna bisa mengaksesnya melalui smartphone dan desktop. Tidak hanya berupa video, Rolmo juga memberikan pengalaman yang lebih intim menggunakan teknologi 360° Virtual Reality (VR) dan Augmented Reality (AR).

Dengan menerapkan 360° VR bisa mendekatkan pengguna dengan role model. Sebelumnya Rolmo juga telah mengaplikasikannya di berbagai kasus, salah satu contohnya pada kursus oleh Andra Matin. Pengguna diajak berkeliling di salah satu bangunan yang didesain oleh Andra Matin. Pengguna dapat melihat sekeliling, seakan-akan berada di sana.

Dalam lima tahun ke depan, Rolmo melihat penggunaan AR dapat dinikmati tidak hanya melalui smartphone, tetapi juga dengan alat perangkap baru seperti kacamata.

“Kami sadar tidak setiap orang memiliki dana, akses dan waktu untuk dapat melihat dan bertemu langsung dengan Andra Matin. Penerapan AR akan membantu visualisasi materi pembelajaran secara tiga dimensi. Salah satu contohnya yaitu pengguna dapat melihat maket proyek Andra Matin,” kata Jonathan.

Ke depannya Rolmo juga akan menambah materi pembelajaran dari role model lain dari bidang lain seperti desain interior, desain grafis, desain produk, bisnis, fesyen, fotografi, film, musik, dan lainnya.

“Tahun ini kami menargetkan untuk bisa menghadirkan lebih dari 20 role model di berbagai bidang. Kami juga berencana melakukan penggalangan dana tahap pre-seed,” kata Jonathan.

Application Information Will Show Up Here

Telkomsel Channels Follow-on Funding to Gojek Worth 4.3 Trillion Rupiah

Telkomsel today (5/10) announced follow-on funding to Gojek worth $300 million or equivalent to 4.3 trillion Rupiah. In fact, this act has been discussed since last April, carried by a statement from its President Director, Setyanto Hantoro.

Previously, Telkomsel’s first batch for Gojek was announced in November 2020. Then, the value given has reached $150 million (equivalent to Rp2.1 trillion).

In the official release, it is said that both companies signaled this investment as a momentum to strengthen and deepen collaboration for comprehensive digital services and more innovative solutions.

It is also mentioned taht this strategic investment action was supported by Telkomsel’s shareholders, Telkom Indonesia and the Singtel Group.

“[..] Telkomsel is optimistic that the latest investment will open up more opportunities for the public to see and make use of more advanced local-produced technology-based innovations,” Setyanto said.

He continued, this corporate action is part of Telkomsel’s strategy in strengthening the trifecta of the company’s digital business, Digital Connectivity, Digital Platform, and Digital Services.

Since the first injection, several joint initiatives that have been successfully initiated by the two companies include: (1) integration of Telkomsel MyAds with GoBiz; (2) Gojek partners can become Telkomsel reseller partners through DigiPOS; (3) special data packages for driver partners on GoPartner and MyTelkomsel; (4) Telkomsel partners in the GoShop application; and (5) collaboration between Telkomsel Dunia Games and Gopay.

“[..] Telkomsel’s follow-on funding will clearly optimize the resources and technology expertise of each company to innovate and expand the benefits of the digital economy for more consumers, driver partners, and MSME players throughout Indonesia. We are both confident and committed that this partnership will support the acceleration of Indonesia’s digital transformation which will strengthen Indonesia’s position as the leader of the digital economy market in Southeast Asia,” Gojek Group’s Co-CEO, Andre Soelistyo explained.

Telkomsel’s entrance amidst the merger finalization news of Gojek and Tokopedia –  the joint company is rumored to go public on the stock exchange soon. It’s indeed create a strategic value for Telkomsel as a shareholder, especially since both startups are currently the market leaders [local] in its respective segments.

Meanwhile, Telkomsel and Gojek have crossed paths several times [indirectly]. First, when Gojek announced its investment in the LinkAja payment platform through series B round in early March. It is known that the LinkAja’s root was Tcash service which was previously developed by Telkomsel – Telkom Group and some SOE shareholders.

Second, Telkomsel, through its investment arm, Telkomsel Mitra Inovasi, recently participated in Halodoc’s series C funding worth 1.1 trillion Rupiah. Gojek is an early investor of this healthtech service.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Telkomsel Umumkan Investasi Tambahan ke Gojek Senilai 4,3 Triliun Rupiah

Telkomsel hari ini (10/5) mengumumkan investasi lanjutannya ke Gojek senilai $300 juta atau setara 4,3 triliun Rupiah. Sebenarnya rencana ini sudah mulai ramai diperbincangkan sejak April lalu, berbekal pernyataan Direktur Utama Setyanto Hantoro.

Sebelumnya pada November 2020, suntikan pertama Telkomsel ke Gojek diumumkan. Kala itu nilai yang diberikan mencapai $150 juta (setara Rp2,1 triliun).

Dalam rilis resminya dikatakan, kedua perusahaan memaknai investasi lanjutan ini sebagai momentum untuk memperkuat dan memperdalam kolaborasi dalam menghadirkan layanan digital komprehensif serta melahirkan lebih banyak solusi inovatif.

Turut disampaikan, aksi investasi strategis lanjutan ini didukung oleh para pemegang saham Telkomsel yaitu Telkom Indonesia dan Singtel Group.

“[..] Telkomsel menatap optimis upaya penanaman modal terbaru ini akan membuka lebih banyak peluang bagi masyarakat untuk melihat dan menikmati lebih banyak inovasi berbasis teknologi terdepan karya anak bangsa,” ujar Setyanto.

Ia melanjutkan, bahwa aksi korporasi ini merupakan bagian dari strategi Telkomsel dalam memperkuat trifecta bisnis digital perusahaan, yaitu Digital Connectivity, Digital Platform, dan Digital Services.

Sejak investasi pertama digulirkan, beberapa  inisiatif bersama yang berhasil dilakukan kedua perusahaan di antaranya: (1) integrasi Telkomsel MyAds dengan GoBiz; (2) mitra Gojek bisa menjadi mitra reseller Telkomsel melalui DigiPOS; (3) paket data khusus mitra pengemudi di GoPartner dan MyTelkomsel; (4) mitra Telkomsel di aplikasi GoShop; dan (5) kolaborasi Telkomsel Dunia Games dengan Gopay.

“[..] Pendanaan lanjutan Telkomsel jelas akan mengoptimalkan sumber daya dan keahlian teknologi dari masing-masing perusahaan untuk berinovasi dan memperluas manfaat ekonomi digital bagi lebih banyak konsumen, mitra pengemudi, dan pelaku UMKM di seluruh Indonesia. Kami percaya sekaligus berkomitmen bahwa kemitraan ini akan mendukung percepatan transformasi digital Indonesia yang akan memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin pasar ekonomi digital di Asia Tenggara,” terang Co-CEO Gojek Group Andre Soelistyo.

Masuknya investasi Telkomsel di tengah kabar finalisasi merger antara Gojek dan Tokopedia – untuk selanjutnya perusahaan gabungan dirumorkan segera melenggang ke bursa. Tentu menjadikan nilai strategis tersendiri bagi Telkomsel sebagai shareholder, terlebih kedua startup tersebut kini menjadi pemimpin pasar [lokal] di masing-masing segmen.

Sementara itu ada beberapa irisan hubungan antara Telkomsel-Gojek yang telah dijalin [secara tidak langsung]. Pertama, awal Maret lalu Gojek mengumumkan investasinya ke platform pembayaran LinkAja dalam putaran seri B. Diketahui bahwa cikal-bakal LinkAja adalah layanan Tcash yang sebelumnya dikembangkan oleh unit dari Telkomsel – Telkom Group dan sejumlah BUMN memiliki saham di dalamnya.

Kedua, Telkomsel melalui unit venturanya Telkomsel Mitra Inovasi baru-baru ini turut berpartisipasi dalam pendanaan seri C Halodoc senilai 1,1 triliun Rupiah. Gojek adalah investor awal dari layanan healthtech tersebut.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

East Ventures Led Another Funding for Bonza Worth Over 28 Billion Rupiah

Bonza, a big data analytics startup, announces a $2 million (more than IDR 28 billion) fundraising led by its previous investor, East Ventures, with the participation of Elev8.vc. Previously, East Ventures has poured seed funding for Bonza in May 2020 with an undisclosed amount.

From the official statement today (5/6), the fresh money will be used to accelerate its vision of becoming the leading data company in Southeast Asia. Currently, they are developing a platform to support companies to better process data and deploy AI solutions through a no-code platform.

The no-code approach developed by Bonza will enable technical and non-technical teams to build and deploy data-driven solutions at scale.

Bonza’s Co-Founder & CEO, Elsa Chandra said, “[..] This investment will be a stepping stone for us to build a world-class engineering and data science team, accelerate the development of our platform, and market expansion throughout Southeast Asia.”

East Ventures’ Co-Founder & Managing Partner, Willson Cuaca added, “Data infrastructure development is inevitable for all organizations. Bonza’s no-code platform accelerates the implementation of data modeling that companies need to stay competitive. Elsa and Philip have done it well last year.”

Elsa continued, what differentiate Bonza is that the platform removes the friction and barriers that an organization faces when creating and implementing data-based solutions for the first time to create added value from their data. Organizations can integrate multiple data sources within the organization, then build and deploy machine learning models in a responsive user interface.

Users can automate the long integration process of data for report, reducing the duration to implement AI solutions from months to days. Elsa gave an example, one e-commerce merchant has used the Bonza solution now gets a 360-degree view of the customer to improve the customer experience and personalization.

Ilustrasi Produk Bonza / Bonza
Bonza products illustratiom / Bonza

Meanwhile, fintech players build real-time fraud detection engines and monitoring tools that will be useful for the fraud operations teams to gain insights from different venues and unstructured data sources so that fraud rates are reduced.

“One of our clients has experienced an increase in GMV three times every quarter since they started using Bonza as they succeeded in increasing marketing effectiveness and reducing customer churn by utilizing real-time analytics,” he explained.

Bonza is a one year old company which is claimed to have reached a profitability point in its first year. This startup was founded by Elsa Chandra and Philip Thomas while they were working at Traveloka. Elsa manages Traveloka investments, while Philip leads one of the data science teams tasked with implementing the machine learning model for Traveloka.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Edtech B2B Startup ProSpark Announces Seed Funding Led by AC Ventures

ProSpark, a learning management system (LMS) platform for the B2B segment, today (5/7) announced to secure follow-on funding for its seed round. Led by AC Ventures, participated also other investors, including 500 Startups, Azure Ventures, Prasetia Dwidharma (follow-on), Assembly Ventures, and several angel investors.  Some investors were involved in their pre-seed last April 2020. The value is undisclosed.

ProSpark’s LMS service combines distributed content marketplace features with a gamification system that encourages user engagement in an organization. Through this platform companies can train and improve the workforce’s skills online. This funding is also considered in the right momentum, changes in behavior due to the pandemic are driving growth and demand for edtech services for businesses.

Specifically, fresh funds will be used to expand markets and improve technology infrastructure. Currently, ProSpark is struggling to immediately initiate regional expansion in Southeast Asia. Based in Singapore, ProSpark services are available to Indonesian users; and now it started to penetrate the Philippines market.

“Companies are constantly trying to find their best approach amidst the pandemic. Now that e-learning is growing, offline learning is becoming relatively more expensive, inefficient and less scalable. The ProSpark service comes with personalized and scalable solutions, through adaptive learning with results that can be monitored,” ProSpark’s Co-Founder & CEO, Alfa Bumhira said.

He continued, “This funding will help us expand our end-to-end user experience by providing a wider range of content solutions, better competency on gap mapping capabilities, and a focus on user learning outcomes [..] This is the right product, at the right time, in the right area.”

The corporate education sector is now developing as the rise of self-development activities trend  through the application. Actually, the B2B edtech service has been implemented by several other players in Indonesia. From HarukaEDU with its product CorporateEdu, then the SaaS Mekari platform which also released Mekari University last year, also Codemi that has received capital support from a venture unit of Bukalapak’s former founder. Each platform has offered a different approach.

“The offline workforce is at risk of falling behind in the new digital economy and this problem has been accelerated by the global pandemic. Training the workforce with the skills they need to survive and thrive is urgently needed [..] We believe ProSpark e-learning solutions can thrive across the Southeast Asian region and tackle these skills upgrading problems in various sectors,” 500 Startups’ General Partner, Binh Tran said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Startup Edtech B2B ProSpark Umumkan Pendanaan Awal, Dipimpin AC Ventures

ProSpark, startup pengembang platform learning management system (LMS) untuk segmen B2B, hari ini (07/5) mengumumkan telah mendapatkan investasi lanjutan untuk putaran pendanaan awal mereka. Dipimpin AC Ventures, beberapa investor lain yang terlibat meliputi 500 Startups, Azure Ventures, Prasetia Dwidharma (follow-on), Assembly Ventures, dan beberapa angel investor. Beberapa di antaranya merupakan investor yang terlibat dalam pre-seed mereka April 2020 lalu. Tidak disebutkan nominal nilai yang didapat.

Layanan LMS ProSpark memadukan antara fitur marketplace konten terdistribusi dengan sistem gamifikasi yang mendorong keterlibatan pengguna di sebuah organisasi. Lewat platform tersebut perusahaan bisa melatih dan meningkatkan keterampilan para tenaga kerjanya secara daring. Pendanaan ini juga dinilai hadir pada momentum yang tepat, perubahan perilaku akibat pandemi mendorong pertumbuhan dan permintaan akan layanan edtech untuk bisnis.

Secara spesifik dana segar juga akan digunakan untuk memperluas pasar dan meningkatkan infrastruktur teknologi. Saat ini ProSpark tengah berjuang untuk segera memulai rencana ekspansi regional di Asia Tenggara. Berbasis di Singapura, layanan ProSpark dijajakan untuk pengguna di Indonesia; dan sekarang sudah mulai meluas ke Filipina.

“Para perusahaan terus mencoba menemukan pendekatan terbaik mereka di tengah pandemi. Sekarang setelah e-learning berkembang, pembelajaran offline menjadi relatif lebih mahal, tidak efisien dan kurang skalabel. Layanan ProSpark hadir dengan solusi yang dipersonalisasi dan terukur, melalui pembelajaran adaptif dengan hasil yang dapat dipantau,” ujar Co-Founder & CEO ProSpark Alfa Bumhira.

Ia melanjutkan, “Pendanaan ini akan membantu kami memperluas pengalaman pengguna secara end-to-end dengan menyediakan solusi konten yang lebih luas, kemampuan pemetaan kesenjangan kompetensi yang lebih baik, dan fokus pada hasil pembelajaran pengguna [..] Ini adalah produk yang tepat, di waktu yang tepat, di wilayah yang tepat.”

Sektor pendidikan untuk korporat kini berkembang mengikuti tren kegiatan pengembangan diri yang dapat dilakukan fleksibel melalui aplikasi. Sebenarnya layanan edtech B2B sendiri sudah coba digarap beberapa pemain lain di Indonesia. Dimulai dari HarukaEDU dengan produknya CorporateEdu, kemudian juga platform SaaS Mekari yang juga merilis Mekari University di tahun lalu, ada juga Codemi yang telah mendapatkan dukungan permodalan dari unit ventura besutan mantan founder Bukalapak. Masing-masing tentu memiliki pendekatan yang berbeda.

“Tenaga kerja offline berisiko tertinggal dalam ekonomi digital baru dan masalah ini telah dipercepat oleh pandemi global. Melatih tenaga kerja dengan keterampilan yang mereka butuhkan untuk bertahan dan berkembang sangat diperlukan [..] Kami yakin solusi e-learning ProSpark dapat berkembang di seluruh kawasan Asia Tenggara dan mengatasi masalah peningkatan keterampilan ini di berbagai sektor,” ujar General Partner 500 Startups Binh Tran.

Application Information Will Show Up Here

East Ventures Kembali Pimpin Pendanaan Lebih dari 28 Miliar Rupiah untuk Bonza

Bonza, startup analisis big data, mengumumkan perolehan pendanaan sebesar $2 juta (lebih dari 28 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh investor terdahulunya, East Ventures, dengan dukungan Elev8.vc. East Ventures sebelumnya memberikan pendanaan tahap awal untuk Bonza pada Mei 2020 dengan nominal dirahasiakan.

Menurut keterangan resmi yang disebarkan hari ini (6/5), dana segar akan digunakan Bonza untuk mempercepat visinya menjadi perusahaan data terdepan di Asia Tenggara. Saat ini, mereka sedang mengembangkan platform untuk mendukung perusahaan agar lebih baik dalam memproses data dan menggunakan solusi AI melalui no-code platform.

Pendekatan no-code yang sedang dikembangkan Bonza nantinya memungkinkan tim teknis dan non-teknis untuk membangun dan menerapkan solusi berbasis data dalam skala besar.

Co-Founder & CEO Bonza Elsa Chandra menyampaikan, “[..] Investasi ini akan menjadi batu loncatan bagi kami untuk membangun tim engineering dan data science kelas dunia, mempercepat pengembangan platform kami, dan ekspansi pasar di seluruh Asia Tenggara.”

Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menambahkan, “Kebutuhan untuk membangun infrastruktur data menjadi sesuatu yang tak terhindarkan oleh semua organisasi. No-code platform Bonza mempercepat implementasi pemodelan data yang dibutuhkan perusahaan agar tetap kompetitif. Elsa dan Philip telah mengerjakannya dengan baik tahun lalu.”

Elsa melanjutkan, pembeda dari Bonza adalah platform-nya menghilangkan friksi dan hambatan yang dihadapi suatu organisasi saat membuat dan menerapkan solusi berbasis data berbasis untuk pertama kalinya guna menciptakan nilai tambah dari data mereka. Organisasi dapat mengintegrasikan berbagai sumber data dalam organisasi, kemudian membangun dan menggunakan model machine learning dalam user interface yang responsif.

Pengguna dapat mengotomatisasi integrasi data yang bertele-tele untuk pembuatan laporan, hingga pengurangan waktu implementasi solusi AI dari berbulan-bulan jadi beberapa hari. Elsa mencontohkan, satu pedagang di e-commerce yang telah menggunakan solusi Bonza kini mendapatkan sudut pandang 360 derajat pelanggan guna meningkatkan pengalaman dan personalisasi pelanggan.

Ilustrasi Produk Bonza / Bonza
Ilustrasi Produk Bonza / Bonza

Sementara pelaku fintech membangun mesin fraud detection secara real-time dan alat pemantauan yang dapat digunakan oleh tim fraud operations untuk mendapatkan wawasan dari tempat yang berbeda dan sumber data yang tidak terstruktur sehingga tingkat penipuan berkurang.

“Salah satu klien kami mengalami peningkatan GMV sebanyak tiga kali setiap triwulan sejak mereka mulai menggunakan Bonza karena mereka berhasil meningkatkan keefektifan pemasaran dan mengurangi customer churn dengan memanfaatkan real-time analytics,” terangnya.

Bonza sendiri merupakan perusahaan yang baru dirintis pada tahun lalu, diklaim telah mencapai titik profitabilitas di tahun pertamanya. Startup ini didirikan oleh Elsa Chandra dan Philip Thomas saat keduanya bekerja di Traveloka. Elsa mengelola investasi Traveloka, sedangkan Philip memimpin salah satu tim data science yang bertugas mengimplementasikan model machine learning untuk Traveloka.

Cermati Scores Series C Funding Led by MDI Ventures; It’s Now a Holding Company

Financial product aggregator startup Cermati announced an undisclosed series C funding led by MDI Ventures, through the Centauri Fund. Also participated in this round the previous investors which led the series B round in 2018, Djarum Group through Central Capital Ventura (CCV).

The fresh funds is said to be used to develop products and technology, recruit new talents, and provide new services with the embedded fintech strategy. Along with MDI Ventures, CFG will synergize with the Telkom Group network to develop financial products.

In today’s official statement (5/5), MDI Ventures’ CEO, Donald Wihardja expressed his enthusiasm for the synergy between Cermati and Telkom in developing products that can provide financial access to 150 million telecommunication network users and hundreds of fintech uses throughout Telkom’s network. “This hold the potential to play an important role in accelerating Indonesia’s financial inclusion,” Donald said.

On this occasion, also introducing Cermati as a holding company named Cermati Fintech Group (CFG) which oversees a number of business verticals, Cermati.com (financial product aggregator), Cermati Protect (insurtech), and Indodana (fintech lending). CFG leverages big data and AI technology to serve the underserved in Indonesia by developing microfinance and insurance products.

Separately reached by DailySocial, Cermati’s Co-Founder & CEO, Andhy Koesnandar explained, CFG is the company’s vehicle to accelerate financial inclusion in Indonesia. He believes that by using technology and working with large ecosystem partners, he can reach more underbanked people and get acquainted with financial products which previously not engaged with banking and insurance institutions.

“Since 2018 we have started to develop the micro insurance and micro finance business to be able to reach a wider Indonesian community,” he said.

Cermati’s flagship product is a financial product aggregator that has been operating since 2015. Andhy said the product has successfully enriched Cermati’s experience in developing digital onboarding products for banking partners, insurance and other financial institutions, through the components of API, Fraud Detection, Credit Scoring, and e- KYC which has become the standard in banking. “This experience provides capital for us to continue to develop new business lines at CFG.”

Amid the pandemic, without any specific details, Cermati has captured the public’s enthusiasm for digital financial services, which also increased as many people migrated to digital services for all activities, including their financial needs.

In terms of insurtech, Cermati Protect has now collaborated with more than 30 insurance company partners. The insurance products also vary, ranging from health insurance, vehicles and also micro insurance products that are distributed through big e-commerce players such as Shopee, Bukalapak, Blibli, Tiket and so on.

“Particularly for this micro product, we are working with our partners to build products that are suitable for the context of transactions with low prices starting from Rp1,000 to help people benefit from insurance at very affordable prices.”

Meanwhile, Indodana has distributed BNPL (Buy Now Pay Later) products to various e-commerce players. One of them is through the Djarum Group, Tiket.com and Blibli. Indodana is more focused on targeting consumers without access to credit card. Both Cermati Protect and Indodana are registered and licensed by the OJK.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Cermati Bukukan Pendanaan Seri C Dipimpin MDI Ventures; Kini Jadi Perusahaan Holding

Startup agregator produk finansial Cermati mengumumkan perolehan pendanaan seri C dengan nilai dirahasiakan yang dipimpin oleh MDI Ventures, melalui Centauri Fund. Putaran ini juga diikuti oleh investor sebelumnya, yakni Djarum Group melalui Central Capital Ventura (CCV) yang memimpin putaran seri B pada 2018.

Disebutkan dana segar akan dimanfaatkan untuk mengembangkan produk dan teknologi, merekrut talenta baru, serta penambahan layanan baru dengan strategi embedded fintech. Bersama dengan MDI Ventures, CFG akan bersinergi dengan jaringan Telkom Group untuk mengembangkan produk-produk finansial.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (5/5), CEO MDI Ventures Donald Wihardja menyampaikan antusiasmenya terhadap sinergi antara Cermati dengan Telkom dalam mengembangkan produk yang dapat memberikan akses finansial kepada 150 juta pengguna jaringan telekomunikasi dan ratusan penggunaan fintech di seluruh jaringan Telkom. “Hal ini berpotensi memainkan peran penting dalam mempercepat inklusi keuangan Indonesia,” kata Donald.

Dalam kesempatan ini sekaligus memperkenalkan Cermati sebagai perusahaan holding bernama Cermati Fintech Group (CFG) yang membawahi sejumlah vertikal bisnis, yakni Cermati.com (agregator produk finansial), Cermati Protect (insurtech), dan Indodana (fintech lending). CFG memanfaatkan big data dan teknologi AI untuk melayani masyarakat Indonesia yang kurang terlayani dengan mengembangkan produk pembiayaan mikro dan asuransi.

Secara terpisah, saat dihubungi DailySocial, Co-Founder & CEO Cermati Andhy Koesnandar menjelaskan, CFG menjadi kendaraan perusahaan untuk mempercepat inklusi keuangan di Indonesia. Ia percaya dengan menggunakan teknologi dan bekerja sama dengan partner ekosistem besar, bisa menjangkau lebih banyak masyarakat underbanked berkenalan dengan produk keuangan yang sebelumnya belum tersentuh oleh lembaga perbankan dan asuransi.

“Sejak tahun 2018 kami sudah mulai untuk mengembangkan bisnis micro insurance dan micro finance untuk bisa menjangkau masyarakat Indonesia dengan lebih luas lagi,” ucapnya.

Produk flagship Cermati adalah agregator produk finansial yang sudah berjalan sejak 2015. Andhy menuturkan produk tersebut berhasil memperkaya pengalaman Cermati dalam mengembangkan produk digital onboarding untuk mitra perbankan, asuransi dan juga lembaga keuangan lainnya, melalui komponen API, Fraud Detection, Credit Scoring, dan e-KYC yang menjadi standar di perbankan. “Pengalaman tersebut memberikan modal buat kami untuk terus mengembangkan lini bisnis baru di CFG.”

Adapun sepanjang pandemi, meski tidak dirinci secara spesifik, Cermati menangkap antusiasme masyarakat terhadap layanan keuangan digital sepanjang pandemi turut meningkat karena banyak yang migrasi ke layanan digital untuk seluruh kegiatannya, termasuk untuk kebutuhan finansial mereka.

Adapun untuk insurtech Cermati Protect kini telah bekerja sama dengan lebih dari 30 mitra perusahaan asuransi. Produk asuransinya juga beragam, mulai dari asuransi kesehatan, kendaraan dan juga produk asuransi mikro yang didistribusikan lewat pemain e-commerce besar seperti Shopee, Bukalapak, Blibli, Tiket dan sebagainya.

“Khusus untuk produk mikro ini, kami bekerja sama dengan mitra kami untuk membangun produk yang sesuai dengan konteks transaksi dengan harga murah mulai dari Rp1.000 yang bisa membantu masyarakat untuk mendapat benefit dari asuransi dengan harga yang sangat terjangkau.”

Sementara, Indodana sudah mendistribusikan produk BNPL (Buy Now Pay Later) ke berbagai pemain e-commerce. Salah satunya melalui Djarum Group, yakni Tiket.com dan Blibli. Indodana lebih fokus pada menyasar konsumen yang belum memiliki akses kartu kredit. Baik Cermati Protect dan Indodana telah terdaftar dan mendapat izin lisensi dari OJK.

Application Information Will Show Up Here