Koltiva Umumkan Pendanaan Seri A Dipimpin oleh AC Ventures

Startup agritech Koltiva mengumumkan pendanaan seri A dipimpin oleh AC Ventures. Tidak disebutkan spesifik nilai pendanaan yang diterima, namun dalam putaran ini sejumlah investor turut terlibat, di antaranya Silverstrand Capital, Planet Rise, Development Finance Asia, dan Blue 7, serta investor  sebelumnya The Meloy Fund.

Dana segar akan dimanfaatkan Koltiva untuk mengembangkan SaaS yang memungkinkan perusahaan multinasional untuk memiliki sistem pelacakan rantai pasokan dari benih hingga ke tangan konsumen (from seed to table). Sebelumnya Koltiva telah mengantongi pendanaan awal pada September 2022 lalu dipimpin Silverstrand Capital.

Sejak didirikan tahun 2013, Koltiva menghadirkan beberapa solusi, seperti pemetaan lahan dan profil produsen, ketertelusuran benih hingga ke tangan konsumen, serta pelatihan dan bimbingan ke petani. Kini layanan mereka turut diperluas ke solusi climatetech. Koltiva mengembangkan produk yang dapat membantu dalam pengukuran dan penilaian gas rumah kaca (greenhouse gas/GHG).

Melalui platform digitalnya, Koltiva menawarkan aplikasi web dan mobile untuk mengurus berbagai aktivitas pertanian, seperti pendaftaran produsen, survei, pemantauan transaksi pertanian, pemetaan deforestasi, hingga pengukuran emisi gas rumah kaca di perkebunan. Dengan basis di Indonesia, Koltiva kini tim mereka bekerja dengan produsen di 52 negara, dan hampir setengah dari mereka adalah petani kecil di Indonesia.

“Saat bisnis multinasional semakin menuju keberlanjutan, Koltiva yang berbasis di Indonesia siap menjadi pemain utama dalam memastikan rantai pasok yang transparan. Dengan meningkatkan kesejahteraan petani skala kecil di pasar negara berkembang, dan membantu mereka beradaptasi dengan perubahan iklim, Koltiva adalah bukti nyata tentang bagaimana teknologi modern dapat membentuk ulang industri konvensional, memberikan dampak global, dan membangun masa depan yang lebih berkelanjutan secara lingkungan untuk generasi mendatang,” sambut Managing Partner AC Ventures Helen Wong.

Terobosan baru Koltiva

Koltiva turut memberikan pelatihan dan pendampingan kepada petani mitra / Koltiva
Koltiva turut memberikan pelatihan dan pendampingan kepada petani mitra / Koltiva

Koltiva tengah mengembangkan perangkat lunak yang menyediakan pelacakan dari benih hingga ke tangan konsumen. Perusahaan ingin memastikan bahwa perjalanan produk pertanian dari bahan baku, menuju ke operasi pertanian dan distribusi, hingga ke tangan konsumen dilakukan secara transparan. Inovasi ini membantu perusahaan multinasional dapat melacak asal-usul pasokan produk mereka yang sebagian besar berasal dari produsen kecil di Indonesia, dan negara-negara lain tempat Koltiva beroperasi.

Model bisnis ini dinilai semakin relevan, apalagi dengan adanya regulasi seperti Peraturan Produk Bebas Deforestasi Uni Eropa (EUDR) yang diamanatkan oleh Dewan Uni Eropa. Peraturan ini mewajibkan perusahaan membuktikan ketiadaan deforestasi dalam produk mereka dan mematuhi standar hukum tertentu. Akibatnya, lebih dari 50.000 perusahaan berbasis Uni Eropa sekarang wajib mematuhi regulasi ini, dan perusahaan non-UE yang terlibat secara signifikan dalam aktivitas di UE juga harus memastikan kepatuhan mereka.

“Kami membantu korporasi multinasional menavigasi secara bijak lanskap yang dinamis serta regulasi yang terus berkembang akan kepatuhan praktik pertanian berkelanjutan, serta meningkatkan kehidupan para petani dan produsen kecil. Bisnis kami bertujuan untuk membentuk ekosistem yang memberikan manfaat kepada merek global, serta turut meningkatkan dan memperbaiki kondisi penghidupan dan kesejahteraan dari tingkat paling dasar di proses rantai pasok. Kami membayangkan dunia di mana perdagangan yang transparan dan berkelanjutan menjadi sebuah standar,” Co-Founder & CEO Koltiva Manfred Borer.

Application Information Will Show Up Here

Bababos Peroleh Tutup Pendanaan Awal Rp46 Miliar Dipimpin East Ventures [UPDATED]

*update: pada 19 September 2023, perusahaan mengirimkan rilis resmi, bahwa putaran terbaru merupakan penutupan pendanaan awal bernilai $3 juta dengan turut melibatkan Accion Venture Lab.

Bababos, mengumumkan penyelesaian putaran pendanaan awal (seed) senilai $3 juta (sekitar Rp46,1 miliar) yang dipimpin oleh East Ventures, dan melibatkan beberapa investor lainnya yaitu, Patamar Capital dan Accion Venture Lab.

Pendanaan baru ini akan digunakan untuk membangun platform yang seamless dalam menghubungkan manufaktur industri kecil dan menengah (IKM) dengan para pemasok bahan baku terbaik, dan akan turut dialokasikan untuk menyokong fondasi teknologi dan memberdayakan sumber daya manusia dalam mengakselerasi ekspansi bisnis Bababos yang saat ini sudah tersedia di area Jabodetabek dan Surabaya.

Sebelumnya Bababos telah mengumumkan perolehan pendanaan awal pada Maret 2023 lalu dari East Ventures dengan nominal yang dirahasiakan.

Bababos didirikan oleh Fajar Adiwidodo (CEO), Sigit Aryo Tejo (COO), dan Hendrik Panca (CFO) pada pertengahan tahun 2022. Visinya menjadi sebuah world-class supply chain platform untuk pengadaan bahan manufaktur, khususnya di segmen UMKM. Lewat situsnya, Bababos mewadahi proses bisnis yang biasa dilakukan buyer dan supplier bahan manufaktur secara digital.

Fajar dan para co-founder termotivasi membangun platform ini lantaran mereka masih melihat tingginya fragmentasi rantai pasok bahan baku. Para pelaku UMKM banyak yang mengalami keterbatasan akses terhadap bahan baku berkualitas. Masalah lain juga terkait dengan transparansi harga jual yang ada di pasaran.

Dengan model bisnis “managed-marketplace”, Bababos berperan dalam proses transaksi, dari pembelian bahan baku ke supplier hingga pengiriman barang ke pelanggan. Dalam debutnya ada 3 fitur yang telah ditawarkan, yakni penyediaan bahan baku manufaktur, agregasi permintaan, dan fasilitas tempo. Di fase awalnya, mereka baru mengakomodasi wilayah Jabodetabek beserta Jawa Timur.

Industri manufaktur di Indonesia memiliki nilai ekonomi yang sangat besar. Tahun 2022 diperkirakan mencapai Rp3.591 triliun, sektor ini juga memperkerjakan lebih dari 19 juta orang di berbagai skala industri.

Dewasa ini sejumlah startup mulai debut, mencoba memberikan solusi untuk mentransformasikan sektor ini. Selain Bababos ada juga Imajin yang baru saja mendapatkan pendanaan dari East Ventures, 500 SEA, dan Init-6. Sebagai manufacture hub, Imajin mencoba mempertemukan manufaktur lokal dengan pelanggan. Mereka turut memfasilitasi pembiayaan proyek bagi pemilik usaha yang memiliki keterbatasan dana, dan menawarkan marketplace untuk memasok raw material.

Bobobox Dikabarkan Galang Pendanaan Seri B Rp128 Miliar, Salah Satunya dari Kakao Investments [UPDATED]

Startup akomodasi berbasis teknologi Bobobox dikabarkan telah menggalang pendanaan putaran pendanaan seri B. Putaran ini bernilai $8,3 juta (lebih dari Rp128 miliar).

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari VentureCap, sejumlah investor turut serta dalam putaran tersebut, di antaranya Kakao Investments, Best Trade Developments Limited, Bravo Castle Limited, Emtek, dan investor terdahulunya, Alpha JWC Ventures.

Bobobox merupakan startup ketiga asal Indonesia yang bergabung ke dalam portofolio Kakao, setelah Kopi Kenangan dan GoWork.

Kepada DailySocial, perwakilan Bobobox membenarkan informasi terkait pendanaan ini. Kemudian, perwakilan Emtek membenarkan adanya investasi ini, namun turut disampaikan juga bahwa investasi ke Bobobox telah diberikan oleh perseroan sejak dua tahun yang lalu.

Hubungan antara Co-founder Bobobox Indra Gunawan dengan Emtek bukanlah baru. Sebagai konteks, Indra sebelumnya pernah merintis startup game Artoncode Indonesia pada 2012. Startup tersebut diakuisisi oleh Emtek, yang saat itu memegang lisensi BBM, pada dua tahun kemudian.

Bobobox terakhir kali mengumumkan pendanaan Seri A senilai $11,5 juta pada Mei 2020. Horizons Ventures dan Alpha JWC Ventures menjadi investor lead dalam putaran tersebut.

Berdiri sejak 2018 di Bandung, Bobobox berambisi ingin menjadi perusahaan gaya hidup yang relevan bagi generasi muda dengan menyediakan pengalaman tidur dan istirahat yang berkesan melalui inovasi teknologi, desain modular yang ramah lingkungan.

Diklaim saat ini perusahaan memiliki lebih dari 1.262 kamar, terdiri dari Bobocabin (elevated camping), Bobopod (hotel kapsul), dan Boboliving (indekos/co-living) yang tersebar di 28 lokasi di Indonesia, seperti Bandung, Banyumas, Bogor, Kintamani, Malang, Ubud, Toba Samosir, umba, dan Yogyakarta.

Adapun untuk tingkat okupansi kamar rata-rata dapat dipertahankan di angka 90%. Sebanyak 80% pesanan penginapan dilakukan secara langsung (direct-transaction) melalui aplikasi Bobobox.

Dengan konsep teknologi ramah lingkungan, perusahaan ikut meramaikan tren wellness tourism yang kian populer di tahun ini. Dari riset berbagai sumber seperti Agoda Travel Trend Survey (2023) dan Wellness Tourism Global Market Report 2023, nilai pasar dari wellness tourism berpotensi tembus $2,1 triliun serta peningkatan CAGR sebesar 12,42% pada tahun 2030.

Hal ini salah satunya didukung dengan peningkatan preferensi wisatawan, terutama di kalangan generasi muda yang cenderung memilih wellness tourism bertemakan alam terbuka. Data menunjukkan 41% generasi milenial sudah mulai menganggarkan untuk investasi di wellness experience, salah satunya wellness tourism tersebut.

*) Kami menambahkan pernyataan tambahan dari Emtek dan Bobobox

Application Information Will Show Up Here

Mythic Protocol Raih Pendanaan Awal Dipimpin Alpha JWC dan Shima Capital

Pengembang game Mythic Protocol meraih pendanaan awal sebesar $6,5 juta (sekitar 99,8 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Alpha JWC Ventures dan Shima Capital. Investor lain yang ikut berpartisipasi adalah GDP Venture, Saison Capital, Planetarium Labs, Arcane Group, Presto Labs, MARBLEX, EMURGO Ventures, HYPERITHM, dan sejumlah angel investor.

Mythic Protocol didirikan oleh veteran di industri video game, yakni Arief Widhiyasa (Founder Agate) dan Igor Tanzil (eks CMO & CCO Agate, Founder Critical Forge). Perusahaan yang berbasis di Singapura ini memiliki 130 tim yang tersebar di seluruh dunia, yang juga veteran industri kreatif dan teknologi, seperti Caravan Studio, Microsoft, Samsung, Intel, dan Symantec.

CEO Mythic Protocol Arief Widhiyasa mengatakan industri video game mengalami siklus teknologi setiap 25 tahun. Dimulai dengan semikonduktor yang melahirkan industri video game, lalu fokus permainan yang menyenangkan, dan berlanjut ke internet dan gadget. Siklus kedua fokus pada percepatan adopsi video game ke khalayak dengan model bisnis free-to-play.

“Saya percaya siklus selanjutnya akan segera datang, Siklus ini akan digerakkan oleh komputasi terdistribusi (blockchain) dan AI, di mana partisipasi kolektif untuk menghasilkan nilai dalam suatu ekosistem, yaitu collaborative entertainment, menjadi masalah baru yang harus dipecahkan,” ujar Arief dalam keterangan rilis.

Sementara, COO Mythic Protocol Igor Tanzil mengungkap bahwa timnya menemukan peluang unik untuk membangun ekosistem hiburan yang kolaboratif yang akan diawali lewat pengembangan game untuk menjangkau pengguna lebih besar. Ekosistem kolaboratif ini diharapkan dapat memberikan pengalaman unik bagi investor, kreator, dan konsumen.

Maka itu Mythic Protocol akan membangun ekosistem hiburan kolaboratif yang melibatkan teknologi blockchain, AI, video game, dan media kreatif. Ekosistem ini mencakup pengembangan dan peluncuran game action-shooter RPG kolaboratif berjudul RIFTSTORM, yang digabungkan dengan sistem progres roguelite lintas platform (PC, konsol, dan gadget).

Mythic Protocol menargetkan dapat meluncurkan produk gamenya ke pasar global, khususnya Amerika Serikat, pada 2024. “Konsep collaborative entertainment memaksimalkan potensi dan idealisme yang bisa ditawarkan teknologi. Saya punya visi untuk menciptakan sebuah sistem di mana setiap kontribusi pengguna memiliki makna, atribusi yang adil, dan aksi yang mendorong evolusi. Sungguh disayangkan banyak potensi teknologi blockchain disia-siakan karena spekulasi finansial yang berlebihan.”

Selain itu, pendanaan ini akan dimanfaatkan untuk meningkatkan penawaran bagi kreator game, yakni berupa kumpulan sumber data yang diberi nama Decentralized Universal Meta (on Blockchain) atau DUMB. Terakhir, pihaknya akan mengembangkan kelas aset digital LEGACY yang dapat memengaruhi pertumbuhan dan pendapatan aset mereka.

“Dengan tim pendiri yang telah menerbitkan lebih dari 250 judul game sejak 2009 dan menjadi salah satu pengembang gim terbesar di Asia Tenggara, kami meyakini mereka dapat mencapai keberhasilan di siklus pengembangan game ke depannya.” Tutup Founder dan General Managing Partner Shima Capital Yida Gao.

Startup Agritech Kora Umumkan Pendanaan Pra-Awal Rp6 Miliar dari Antler dan Gibran Huzaifah

Inovasi digital untuk sektor pertanian terus berkembang di Indonesia, mengakomodasi paint points yang semakin spesifik untuk komoditas tertentu. Terbaru ada Kora, startup agritech yang fokus di layanan pascapanen jagung.  Startup ini didirikan sejak 2022 oleh Dian Prayogi Susanto, sebelumnya dikenal sebagai salah satu pendiri startup agritech Habibi Garden.

Dalam debutnya, Kora mendapatkan pendanaan dari Antler dan Gibran Huzaifah (Co-Founder & CEO e-Fishery) senilai $400 ribu atau sekitar 6,1 miliar Rupiah. Dana segar akan digunakan untuk memperluas cakupan operasional dan menyediakan bantuan teknologi yang lebih besar kepada para petani di Lampung—wilayah yang sangat penting bagi perusahaan dan pendirinya.

“Provinsi Lampung mempunyai lebih dari sekadar peran strategis; generasi keluarga saya mempunyai sejarah pertanian yang panjang di wilayah ini. Kakek-nenek saya telah berkecimpung di pertanian sejak lama, dan kami menyadari bahwa sektor agrikultur Indonesia masih banyak bergantung pada teknik kuno, padahal sudah banyak kemajuan dalam teknologi pertanian,” ujar Dian.

Tanaman jagung dipilih karena komoditas ini mempunyai permintaan yang kuat dan berdampak besar pada rantai pasokan dan biaya pakan ternak di Indonesia.

Dari segi model bisnis, Kora berupaya untuk memperpendek rantai pasok jagung, dengan cara merangkul semua pihak, mulai dari perantara hingga petani, dan menghubungkan mereka langsung ke industri (B2B). Pendekatan holistik ini tidak hanya meningkatkan produktivitas panen, tapi juga memperkuat koneksi pelaku industri secara keseluruhan.

Kora Agritech
Proses bisnis Kora, menghubungkan petani dengan industri / Kora

“Dengan memanfaatkan teknologi, Kora membantu petani mendapatkan hasil panen jagung yang lebih konsisten, lebih tahan lama, serta bergizi, dan bisa menjualnya langsung dengan harga yang kompetitif,” tambahnya.

Pencapaian dalam debut awal

Dalam 10 bulan terakhir, Kora mengatakan berhasil menjual hampir 11 juta kilogram jagung dan meraih pendapatan sebesar $2 juta (Rp30 miliar). Di tahun 2023, pendapatan kuartal pertama startup ini diklaim naik 5x lipat dibandingkan tahun lalu, membawa mereka pada titik profitabilitas.

Tidak hanya itu, berawal dari kemitraan dengan 30 petani, kini Kora menggandakan jumlah tersebut menjadi sekitar 130 petani. Hasilnya diklaim signifikan, petani yang masuk ke dalam ekosistem Kora mencatatkan peningkatan pendapatan rata-rata sebesar 25-38%.

“Investasi terhadap Kora merupakan wujud pendekatan kami yang bernama ‘Day Zero’, di mana kami ingin mendampingi perjalanan para founder inovatif sedari awal,”  ujar Partner Antler Agung Bezharie Hadinegoro.

Ia melanjutkan, “Pendekatan Kora berfokus pada pemanfaatan teknologi yang mudah diakses, dan memberikan solusi di sektor yang selama ini sulit dipenetrasi. Sistem yang mereka tawarkan tidak hanya meningkatkan kesejahteraan petani Indonesia, tapi juga berkontribusi untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan yang disebabkan teknik bertani tradisional.”

Dian dan Gibran / Kora

Sementara itu Gibran Huzaifah mengatakan, “Saya pribadi selalu memiliki passion terhadap sektor pangan dan ingin berkontribusi lebih luas dalam upaya mengatasi masalah kelaparan di Indonesia. Ketika melihat model bisnis dan visi Kora, saya yakin bahwa mereka dapat memberikan dampak signifikan bagi petani-petani kecil. Dengan pendanaan ini, harapannya Kora dapat membangun model operasional dan teknologi yang relevan untuk menjadikan sektor pertanian jagung Indonesia semakin modern dan efisien.”

Potensi komoditas jagung

Industri jagung merupakan salah satu sektor strategis di Indonesia. Kini terdapat 5,5 juta hektar lahan dengan nilai industri sebesar $150 miliar per tahun atau setara dengan Rp230 triliun.

Pada tahun 2022, produksi jagung di Indonesia akan mencapai 44 juta ton (25,3 juta jagung pipilan basah dan 18,7 juta jagung simpan gudang), dengan kebutuhan jagung sebanyak 16,98 juta ton. Dari angka tersebut, Lampung sendiri menyumbang 9% dari total produksi nasional.

Kora memiliki rencana ambisius untuk kurun waktu 3-5 tahun yang akan datang. Pertama, mereka akan berfokus membina petani dan menciptakan ekosistem pertanian yang lebih efisien. Ekosistem ini akan memberdayakan semua petani dan pemain dari di seluruh Indonesia.

Selain itu, mereka berencana menggandakan target produksi jagung dari 100 ton/hari menjadi 3x lipat pada akhir tahun 2023 dan 5x lipat pada tahun 2024. Kora juga akan merangkul mitra petani 4x lipat lebih banyak untuk mencapai target tersebut. Tidak menutup kemungkinan, startup ini akan merambah sektor pascapanen untuk komoditas pertanian lain selain jagung.

“Selama ini, lebih dari 90% petani skala mikro belum memiliki akses ke fasilitas pengolahan jagung pascapanen. Mereka juga belum terhubung langsung ke pembeli korporasi, sehingga petani harus melalui beberapa lapisan perantara. Di sinilah Kora hadir, sebagai jembatan untuk memperpendek rantai pasokan jagung,” kata Dian.

East Ventures Pimpin Pendanaan Seri B Novelship Senilai 146 Miliar Rupiah

East Ventures memimpin pendanaan seri B startup pengembang marketplace produk sneakers Novelship senilai $9,5 juta atau setara 146 miliar Rupiah. Putaran ini turut didukung sejumlah investor, termasuk iGlobe Partners dan GSR Ventures, dua investor yang juga terlibat di putaran sebelumnya.

Mei 2022 lalu Novelship baru menutup pendanaan seri A mereka dengan nilai yang hampir sama. GSR Ventures dan East Ventures co-lead dalam putaran ini.

“Kami senang melanjutkan dukungan dalam perjalanan Novelship di saat mereka memperbarui pasar dan memberikan nilai yang tak tertandingi bagi para penggemar sneakers dan barang koleksi di wilayah ini. Novelship telah terbukti sebagai marketplace terpadu untuk memenuhi keinginan para kolektor. Kami turut bangga melihat bagaimana Novelship menerapkan praktik-praktik berkelanjutan dalam operasi bisnis mereka,” sambut Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Dana segar yang didapat memperkuat eksistensi brand Novelship di Asia Tenggara. Strateginya mencakup peningkatan kemampuan logistik, penyempurnaan proses autentikasi, memperbanyak koleksi, dan memprioritaskan proses pengiriman yang ramah lingkungan.

Dari data internal yang dibagikan, dalam beberapa tahun terakhir Novelship telah mendapati tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 37% dari sisi pendapatan dan 55% dari sisi transaksi.

“Seiring dengan pergeseran prioritas kolektor ke arah aksesibilitas, efisiensi, dan integritas, Novelship terus berkomitmen untuk meningkatkan aspek-aspek tersebut di platform kami,” kata Co-Founder & CEO Novelship Richard Xia.

Pangsa pasar sneakerss dan pain point yang ada

Produk sneakers didistribusikan melalui banyak kanal. Sejumlah pebisnis seperti Sneakers Debt memaksimalkan platform marketplace ala Tokopedia; merek lainnya seperti Zalora atau Erajaya Active Lifestyle juga punya layanan e-commerce khusus, bahkan terintegrasi secara O2O dengan retail tradisional. Startup lokal yang menggarap marketplace untuk sneakers pun ada beberapa, salah satunya Kick Avenue.

Di tengah persaingan vertikal dan horizontal layanan distribusi sneakers, permintaan produk ini memang sangat tinggi di hampir semua rentang usia konsumen. Pada 2021 saja secara global ada lebih dari 20 miliar pasang sepatu yang diproduksi.

Novelship melihat dari sudut pandang lain, tingginya produksi menimbulkan kekhawatiran terhadap dampak terhadap lingkungan. Seiring dengan banyaknya koleksi sepatu yang dimiliki konsumen, jejak karbon yang dihasilkan juga semakin besar. Untuk mengatasi masalah ini, Novelship mempromosikan produk berkelanjutan dan menciptakan kesadaran akan konsumsi yang bertanggung jawab.

Hal ini melibatkan pemilihan barang-barang yang stylish dan ramah lingkungan, disesuaikan untuk konsumen yang cerdas dan teliti. Sejak Juni 2023, Novelship telah menggunakan 100% bahan daur ulang untuk kotak pengiriman mereka di semua pasar.

Diversifikasi kategori dan produk in-house

Novelship secara aktif melakukan diversifikasi koleksinya untuk menjangkau pasar wanita yang terus berkembang. Untuk mendukung hal tersebut, mereka meningkatkan SKU sepatu sneakers yang dibuat untuk wanita sebanyak 100 SKU, mendukung inklusivitas dan keterjangkauan bagi semua kolektor.

Seiring dengan berkembangnya basis pelanggan, Novelship juga meningkatkan pasokan sehingga menghasilkan pertumbuhan daftar barang sebesar 150% pada tahun fiskal 2022, termasuk lonjakan sebesar 140% pada SKU yang berpusat pada wanita.

Mengikuti kolaborasi Novelship dengan Snoop Dogg untuk memperluas koleksi, perusahaan juga turut meluncurkan produk inhouse atau dengan brand Novelship, termasuk kaos, kaus kaki, tali sepatu, dan pelindung sol sepatu.

“Kami percaya semua produk yang dibuat perlu dapat diakses oleh semua orang. Perluasan koleksi dan pengenalan produk in-house mencerminkan komitmen kami untuk menyediakan aksesibilitas yang lebih luas bagi semua kolektor. Dengan mendiversifikasi dan meningkatkan produk untuk  wanita, kami ingin menciptakan ruang yang lebih inklusif dalam komunitas sneakers, memastikan bahwa keinginan setiap orang terpenuhi dan dihargai,” tambah Richard.

Application Information Will Show Up Here

Startup Legaltech Hukumku Umumkan Pendanaan Awal Dipimpin East Ventures

Hukumku, startup legaltech lokal yang fokus pada konsultasi dan layanan hukum, mengumumkan perolehan pendanaan yang dipimpin oleh East Ventures. Tidak disebutkan nominal dan investor lain yang turut terlibat dalam putaran ini. Dana segar akan dialokasikan untuk mempercepat pengembangan produk dan pemasaran, sejalan dengan rencana peluncuran Hukumku pada November 2023.

Startup ini lahir dari visi bersama Fritz Hutapea (CEO) yang memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun di industri hukum, Michael Jagadpramana (COO) dengan lebih dari 5 tahun pengalaman di ekosistem startup, dan Glorio Yulianto (CMO) yang dikenal dengan rekam jejak yang mendalam di startup teknologi periklanan.

Di pasar legaltech lokal, sejumlah startup juga tawarkan layanan serupa, di antaranya Justika (juga merupakan portofolio East Ventures), HukumOnline, LawGo, hingga Legalku. Sektor ini memang belum banyak pemain (tidaknya belum ada yang mendominasi), lantaran pasar masih terbiasa dengan proses dan model bisnis konvensional yang sudah dijalankan bertahun-tahun.

Hukumku menawarkan solusi inovatif untuk memperkenalkan dan merevolusi bagaimana layanan hukum dapat diakses. Mereka mengembangkan platform yang menghubungkan para pengguna dengan pengacara terkurasi. Di dalamnya turut menyediakan informasi penting bagi pengguna untuk menemukan pengacara yang sesuai dengan kebutuhan – informasi tersebut mencakup profil pengacara, izin praktik, bidang keahlian, lokasi, serta penilaian dan ulasan pengguna.

Untuk membuat konsumen puas, Hukumku ingin memprioritaskan transparansi dengan memberikan informasi mengenai harga dari layanan hukum kepada para pengguna, memastikan ekspektasi yang jelas bagi para pengguna.

“Komitmen kami lebih dari sekadar melayani pengguna, Hukumku juga berfokus untuk membuka akses pengacara ke pengguna dan meratakan ranah persaingan. Kami berdedikasi untuk meningkatkan transparansi, aksesibilitas, dan keterjangkauan di industri hukum Indonesia,” ujar Co-Founder & CEO Hukumku Fritz Hutapea.

Para founder menyadari  banyak orang Indonesia masih memiliki akses terbatas terhadap layanan hukum ketika mereka sangat membutuhkannya. Kurangnya aksesibilitas ini diperburuk dengan kurangnya informasi dan transparansi, sehingga sering menimbulkan kesalahpahaman bahwa konsultasi hukum cenderung mahal dan rumit. Dari sisi pengacara, mereka turut menghadapi tantangan untuk mendapatkan klien karena persaingan biasanya didasarkan pada koneksi atau referral.

Hukumku akan menghadirkan terobosan yang mencakup berbagai layanan yang menjadikannya sebagai solusi lengkap untuk kebutuhan hukum di masyarakat. Selain itu, mereka juga akan menawarkan konten edukasi dan seminar gratis yang mencakup berbagai topik terkait layanan hukum dan kasus-kasus yang sedang marak dibicarakan, sehingga membantu masyarakat menghindari pemahaman yang salah dan informasi yang kurang tepat tentang proses hukum.

“Sudah saatnya industri hukum di Indonesia mengalami revolusi teknologi, dan kami yakin Hukumku dapat menawarkan solusi hukum yang inovatif dan dapat diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia. Dengan latar belakang tim yang relevan dan kuat, kami yakin bahwa Hukumku tidak hanya menjembatani kesenjangan dalam layanan hukum, tetapi juga mendefinisikan kembali bagaimana layanan hukum diakses dan dihadirkan di Indonesia. Kami berharap untuk melihat berbagai kabar menarik dari Hukumku dalam waktu dekat,” kata Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Manuva Dapat Suntikan Dana 46 Miliar Rupiah dari Tin Men Capital

Startup platform manufaktur Manuva mendapatkan pendanaan dari Tin Men Capital senilai $3 juta atau setara 46 miliar Rupiah. Investasi ini menambah total perolehan dana yang tengah dikumpulkan perusahaan senilai $8 juta 123 miliar Rupiah.

Sebelumnya Vertex Ventures dan sejumlah investor telah memberikan pendanaan kepada startup yang didirikan Anggara Pranaspati, Hasandi Patriawan, dan Raffisal Damanhuri tersebut.

Setelah melakukan rebranding dari Tjetak di 2022 lalu, Manuva kini fokus pada produk dan layanan manufaktur untuk UMKM. Sejumlah produk yang dihasilkan seperti kemasan makanan, kantong belanja, botol, dan sebagainya yang biasa dipesan pelaku UMKM dengan kustomisasi khusus sesuai brand yang dimiliki.

Layanan Manuva turut dilengkapi dengan sistem logistik, pengadaan, inventaris, dan penjualan yang terintegrasi. Tujuannya untuk mengefisienkan rantai pasok pada produk manufaktur ini — yang sebelumnya dinilai sering mengalami hambatan inefisiensi sehingga berdampak pada harga jual yang lebih tinggi.

Manuva juga menelurkan sejumlah brand siap edar untuk memudahkan UMKM dalam mendapatkan aneka produk kemasan. Misalnya Super (Kertas Nasi), Eracup (Gelas Plastik), dan Erapack (Kotak Makanan). Sementara untuk model bisnisnya, selain direct to consumer, mereka juga memiliki sistem keagenan Manuva Retail Partner untuk memaksimalkan penetrasi produk.

Manuva telah memiliki lebih dari 100 mitra manufaktur yang dapat menghasilkan lebih dari 300 SKU kemasan yang berbeda di bawah 6 merek privat mereka untuk lebih dari 7000 pelanggan ritel dan 100 pelanggan perusahaan.

Tin Men Capital sendiri merupakan modal ventura asal Singapura yang hipotesis investasinya fokus pada area B2B. Investasi yang digelontorkan ke Manuva berasal dari dana kelolaan Fund II yang ditutup pada Q3 2022 lalu. Selain investasi modal, tim Tin Men akan mendedikasikan sebagai advisor strategis untuk mendukung pertumbuhan dan ekspansi bisnis Manuva.

Lewat dana segar yang didapat, Manuva berencana memperluas bisnis dengan mengembangkan kategori produk baru, termasuk kemasan yang dapat terurai secara alami. Mereka juga merencanakan pengembangan kategori baru seperti barang semi-bermerek dan menawarkan berbagai produk digital yang lebih lengkap bagi produsen untuk meningkatkan utilisasi kapasitas mereka. Fokus pasarnya juga akan diperluas dengan menambah titik distribusi ke pulau Jawa, Bali, Sumatera, dan sejumlah kota besar di Indonesia.

Di Indonesia sendiri ada sejumlah startup yang bermain di pengembangan produk manufaktur. Salah satu kompetitor terdekatnya adalah Imajin. Awal tahun ini Imajin mengumumkan pendanaan awal dipimpin oleh East Ventures. Sebelumnya mereka juga telah mendapatkan dukungan dari Init-6, modal ventura yang didirikan oleh founder Bukalapak.

Application Information Will Show Up Here

Startup Healthtech Zi.Care Dilaporkan Dapat Tambahan Pendanaan

Startup healthtech Zi.Care dikabarkan mendapat tambahan putaran pendanaan seri A dengan tambahan investasi sebesar $1,34 juta (sekitar Rp20,5 miliar). Berdasarkan data yang dilaporkan kepada regulator, seperti dikutip dalam VentureCap Insight, pendanaan ini diikuti oleh PT Madina Mentari Utama, Medical Informatics co Ltd, Iterative, hingga Telkomsel Mitra Inovasi (TMI).

Sebagai informasi, Zi.Care sebelumnya telah memperoleh $2 juta (sekitar Rp44,1 miliar) dari target penggalangan dana seri A sebesar $3 juta. Pendanaan yang diperoleh pada April 2023 tersebut dipimpin oleh Greenwillow Capital Management melalui dana kelolaan Oriza Greenwillow Technology Fund.

Dengan tambahan pendanaan tersebut, total investasi yang telah dikumpulkan oleh Zi.Care adalah sebesar $3,34 juta.

DailySocial.id telah menghubungi Co-Founder & CEO Zi.Care Jessy Abdurrahman untuk mengonfirmasi kabar di atas, tetapi belum ada respons hingga berita ini diturunkan.

Zi.Care merupakan startup pengembang solusi untuk digitalisasi rumah sakit, dengan fokus utama pada rekam medis elektronik (RME) yang mencakup diagnosis, hasil tes kesehatan, obat-obatan, hingga perawatan. Zi.Care menyebut bahwa perusahaan telah mengantongi pendapatan sebesar $1,3 juta di semester II 2022, serta mencapai EBITDA positif pada kuartal IV 2022.

Mengutip informasi dari situs resminya, solusi Hospital Information System (HIS) Zi.Care kini telah diimplementasikan sebanyak 81 rumah sakit, serta dimanfaatkan untuk perawatan 200 ribu pasien dan administrasi 2.178 tenaga kesehatan.

Diketahui, sektor teknologi kesehatan atau healthtech Indonesia terus mengalami perkembangan. Utamanya didorong oleh situasi pandemi Covid-19 serta kebijakan pemerintah dengan menerbitkan Peta Jalan Transformasi Digital Kesehatan Indonesia.

Berdasarkan riset kolaborasi East Ventures, PwC Indonesia, dan Katadata Insight Center (KIC), nilai transaksi dari layanan healthtech Indonesia diproyeksi tumbuh 20% secara tahunan (YoY), lebih tinggi dibandingkan layanan kesehatan konvensional yang sekitar 7% (YoY) pada periode 2022-2027.

Nilai transaksi healthtech pada 2017 ditaksir mencapai Rp6 triliun, lalu meningkat menjadi Rp13 triliun pada 2022. Adapun, nilai transaksi ini diproyeksi meroket ke angkat Rp34 triliun pada 2027 mendatang.

Ekosistem pemain healthtech di Indonesia saat ini masih didominasi oleh platform telekonsultasi. Namun, inovasinya terus berkembang ke segmen lain, seperti digitalisasi fasilitas kesehatan (faskes), wellness, hingga eksplorasi di bidang biotech.

Application Information Will Show Up Here

DELOS Kantongi Pendanaan Seri A Dipimpin Monk’s Hill Ventures

Startup aquatech DELOS mengumumkan telah menutup putaran pertama pendanaan seri A dengan nominal yang dirahasiakan, dipimpin oleh Monk’s Hill Ventures. Namun, menurut data di situs Crunchbase, investasi yang diraih DELOS mencapai $5,75 juta (sekitar Rp88 miliar).

Pendanaan ini diumumkan selang sebulan setelah DELOS merumahkan sejumlah karyawannya.

DELOS akan memanfaatkan dana segar tersebut untuk melipatgandakan produksi melalui pengembangan AquaHero dan AquaLink, menggiatkan penelitian, dan mengembangkan fitur demi meningkatkan dampak pada efektivitas rantai pasok.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan pada hari ini (7/9), Co-Founder dan Managing Partner Monk’s Hill Ventures Kou-Yi Lim menuturkan, DELOS memajukan penggunaan ilmu dan teknologi data dalam industri budidaya udang di Indonesia. Perusahaan terbukti mampu meningkatkan produktivitas pertanian dengan mengurangi biaya input, sekaligus memungkinkan ketertelusuran dan keberlanjutan dalam praktik pertanian.

“Kami senang dapat bermitra dengan tim DELOS dalam mentransformasi industri akuakultur yang penting dan strategis, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh Asia Tenggara. Ini merupakan investasi yang berpotensi memberikan dampak besar bagi kami,” kata Lim.

DELOS didirikan pada 2021 oleh Guntur Mallarangeng, Aris Noerhadi, Alexander Farthing, dan Bobby Indra Gunawan Wibisono. DELOS punya misi memajukan Indonesia menjadi pusat produksi makanan laut berbasis akuakultur internasional pada dekade berikutnya.

Revolusi ini akan menjadi perubahan radikal untuk mendorong pertumbuhan dan modernisasi industri akuakultur Indonesia yang bernilai $2,5 miliar dan semakin mengintegrasikannya ke dalam rantai pasokan makanan laut global.

Sejak mendapat pendanaan putaran awal pada Maret 2022, DELOS telah meluncurkan produk pertanian, AquaHero, yakni sistem produktivitas pertanian lengkap yang menggabungkan keahlian ilmiah, teknologi, dan keunggulan operasional untuk meningkatkan hasil pertanian dan mempertahankan profitabilitas.

AquaHero menggunakan metode pengumpulan data kelas atas dan model biologis mutakhir untuk memprediksi dan memitigasi risiko panen, model yang akan dilatih di ratusan tambak udang dalam ekosistem DELOS di seluruh Indonesia. Hal ini dipadukan dengan teknologi yang diperlukan dan keahlian operasional, diklaim terbukti mampu meningkatkan produktivitas peternakan bagi industri akuakultur Indonesia.

Terdapat pula, AquaLink, sebuah platform pemanenan dan logistik yang memungkinkan DELOS menangkap dan menyediakan pasokan makanan laut yang berkelanjutan dan dapat ditelusuri di bagian hilir rantai nilai. Perusahaan ini saat ini bertanggung jawab memproduksi dan mendistribusikan ribuan ton udang setiap tahunnya, dan telah mengambil langkah-langkah untuk mengintegrasikan pasokannya ke pasar makanan laut global senilai $300 miliar.

CEO DELOS Guntur Mallarangeng mengatakan bahwa sektor budidaya perikanan di Indonesia membutuhkan pertumbuhan selama beberapa dekade terakhir. Sebagian besar keputusan bertani masih dibuat berdasarkan firasat dan tradisi, bukan berdasarkan data dan praktik pertanian empiris.

“Keunggulan alam Indonesia sebagai negara maritim tropis terbesar di dunia memberikan semua teka-teki yang dibutuhkan Indonesia untuk menjadi produsen makanan laut terbesar di dunia. Meningkatkan penerapan teknologi dan praktik terbaik di industri akuakultur akan membantu kita mewujudkan potensi sebenarnya. Ini bisa menjadi industri yang sangat strategis bagi Indonesia,” kata Guntur.

Industri akuakultur di Indonesia diketahui terhambat oleh sejumlah tantangan klasik pada aspek rantai pasok. Rendahnya adopsi teknologi hingga kurangnya akses terhadap fasilitas pembiayaan juga ikut menghambat produktivitas budidaya dan produksi udang yang ditargetkan tumbuh 250% dalam tiga tahun ke depan.

Tantangan-tantangan di atas dinilai membatasi output prosesor hilir hingga rata-rata 40%-60% dari total kapasitas. Selain itu, tak sampai 5% sektor pertanian yang memiliki produktivitas lebih dari empat kali dibandingkan pertanian tetangganya (40 ton vs 10 ton/Ha).