Grab’s Plans Post-Toyota Investment

This year becomes a crucial time for Grab. Post Uber acquisition, Grab transformed into a great power in Southeast Asia with some new investment. The latest is from Toyota, worth 14 trillion Rupiah.

We’ve been in contact with Grab regarding its post-investment plans, particularly in Indonesia’s market. Grab’s spokesperson said the investment from Toyota will be specifically used for developing and expanding O2O (Online-to-Offline) services, such as GrabFood and GrabPay in Southeast Asia.

Up until now, GrabFood has reached six countries in Southeast Asia, including Malaysia, Singapore, Vietnam, Philippines, Thailand, and Indonesia. Grab then becomes the on-demand transport company with the most extensive food ordering and delivery in Southeast Asia.

“We want to create the more transparent mobile ecosystem and the cash will be used to organize variant innovative services in order to get the best experience for all users of our app,” the spokesperson, said.

Toyota-Grab’s strategic partnership

Last Year, Toyota and Grab had established a strategic partnership in the development of connected services for the Grab rentals using the data collected by Toyota’s translog system. Nowadays, by expanding the partnership, both companies seek to increase the adoption of mobility solution in all over Southeast Asia and launching services using the data from Toyota Mobility Service Platform (MSFP).

The services include user-based insurance, vehicle financing service, and periodic maintenance with prediction. It is expected to improve the driving efficiency and safety, also reduce the maintenance costs.

“The partnership with Toyota has given many benefits for drivers, in terms of affordable insurance for the scheme based on usage, or the delivery of long-term vehicle usage data to help reduce the maintenance costs. Currently, we have no special program for Indonesia,” the spokesperson, explained.

Grab’s mission to be a complete app

On-demand transportation business is growing fast. There are many public’s needs can be accommodated. Grab notices, besides providing payment service through GrabPay and delivery service by GrabFood, Grab also has prepared other services. One of the leaks is the use of Internet of Things technology, therefore, users can experience the complete Grab app ecosystem.

Grab’s spokesperson speaks regarding Indonesia’s market:

“Grab’s target is to become an integrated one-stop service platform to be the answer for mobility demands and to build the more efficient transportation network with its partners to reduce traffic in Southeast Asia metropolitan cities, including Indonesia, making mobility easier to access for all kinds of communities.”

Grab also emphasized on its current focus, it’s to build the more transparent mobile ecosystem and organize variant innovative services in order to get the best experience for all users.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Grab dan Sejumlah Rencana Pasca Investasi dari Toyota

Tahun 2018 menjadi masa yang cukup penting bagi Grab. Setelah mengakuisisi Uber, Grab menjelma menjadi salah satu kekuatan besar di Asia Tenggara dengan beberapa investasi yang diterima. Terakhir mereka mendapatkan suntikan dana dari Toyota, nilainya setara 14 triliun Rupiah.

Kami menghubungi Grab untuk mendapatkan informasi mengenai rencana Grab pasca investasi, khususnya untuk pasar Indonesia. Juru bicara Grab menyebutkan investasi dari Toyota secara khusus akan dimanfaatkan untuk mengembangkan dan memperluas jangkauan layanan O2O (Online-to-Offline) seperti GrabFood dan GrabPay di Asia Tenggara.

Sejauh ini GrabFood berhasil menjangkau enam negara di Asia Tenggara, meliputi Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Thailand dan Indonesia. Hal ini membuat Grab menjadi perusahaan transportasi on-demand yang juga memiliki layanan pesan antar makanan terluas di Asia Tenggara.

“Kami ingin membentuk ekosistem mobile yang lebih terbuka dan dana ini akan kami gunakan untuk menghadirkan ragam inovasi layanan demi pengalaman terbaik bagi seluruh pengguna aplikasi kami,” ujar juru bicara Grab.

Toyota dan kerja sama stragis dengan Grab

Toyota dan Grab tahun lalu sudah menjalin kerja sama strategis dalam hal pengembangan layanan terhubung untuk armada rental Grab dengan menggunakan data yang dikumpulkan oleh sistem translog dari Toyota. Kini dengan perluasan kerja sama ini keduanya berusaha untuk meningkatkan adopsi solusi mobilitas baru di seluruh Asia Tenggara dan meluncurkan layanan yang memanfaatkan data Toyota Mobility Service Platform (MSFP).

Layanan yang dimaksud meliputi layanan asuransi berbasis pengguna, layanan pembiayaan kendaraan, dan perawatan berkala yang dapat diprediksi. Diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan keselamatan berkendara dan menekan biaya perawatan.

“Kerja sama dengan Toyota ini memberikan banyak keuntungan bagi mitra pengemudi, baik dalam bentuk premi asuransi yang lebih terjangkau berkat skema berdasarkan penggunaan, atau pengiriman data penggunaan kendaraan dalam jangka panjang untuk membantu mengurangi biaya pemeliharaan kendaraan. Saat ini kami belum memiliki program khusus untuk Indonesia,” terang juru bicara Grab.

Grab dan misi menjadi aplikasi yang lebih lengkap

Bisnis transportasi on-demand saat ini sudah berkembang cukup pesat. Banyak kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang bisa diakomodasi. Grab pun menangkap hal itu, selain sudah menyediakan layanan pembayaran melalui GrabPay dan pesan antar melalui GrabFood, pihak Grab juga telah menyiapkan layanan lainnya. Salah satu bocorannya adalah penggunaan teknologi Internet of Things, nantinya pengguna dapat menikmati ekosistem aplikasi Grab secara lengkap.

Untuk pasar Indonesia Juru Bicara Grab menjelaskan:

“Target Grab adalah menjadi platform layanan satu pintu terpadu yang menjawab segala kebutuhan mobilitas dan menciptakan jaringan transportasi yang lebih efisien bersama para rekanannya guna mengurangi kemacetan lalu lintas di kota-kota mega di Asia Tenggara termasuk Indonesia, menjadikan mobilitas semakin mudah diakses untuk semua kalangan masyarakat. ”

Pihak Grab juga menekankan bahwa fokus mereka saat ini adalah untuk membentuk ekosistem mobile yang lebih terbuka dan menghadirkan ragam inovasi layanan demi pengalaman terbaik bagi seluruh penggunanya.

Application Information Will Show Up Here

MDI Ventures Beri Pendanaan $2 Juta ke Roambee, Startup IoT Asal California

Salah satu perusahaan modal ventura lokal MDI Ventures dikabarkan baru saja memberikan pendanaan ke startup asal California, Roambee. Modal ventura yang diinisiasi oleh Telkom Indonesia tersebut kabarnya menyuntikkan dana hingga $2 juta.

Roambee adalah perusahaan yang memberikan solusiend-to-end monitoring menggunakan teknologi IoT (Internet of Things). Mulai dari sensor yang diletakkan di gudang hingga sensor di alat transportasi. Paket Roambee menjanjikan sebuah lingkungan monitoring yang lengkap dan real time. Tentu dengan analisis dan laporan berbasis dasbor.

Dikutip dari Venturebeat, rencananya investasi dari MDI akan disiapkan untuk membawa Roambee masuk ke pasar logistik Indonesia dan Asia Tenggara yang saat ini sedang menanjak tumbuh. Solusi dari Roambee juga akan disiapkan untuk mendukung unit bisnis di Telkom Indonesia.

“Peluang di Indonesia sangat besar. Ini salah satu yang terbesar di dunia dengan hampir 24 persen GDP negara tersebut dibelanjakan untuk logistik. Dengan investasi MDI Ventures ini Roambee mendapatkan keuntungan yang signifikan untuk mengambil posisi sebagai pemimpin dalam mendorong transformasi digital perusahaan pengiriman supply chain dan asset monitoring visibility di Indonesia,” terang CEO Roambee Sanjay Sharma.

Sementara itu dari sumber yang sama CEO MDI Ventures Nicko Widjaja menyampaikan bahwa solusi end-to-end dari Roambee akan cocok untuk menghadapi tantangan ekosistem supply chain di Indonesia. Rencananya Roambee akan diimplementasikan sebagai bagian dari layanan perusahaan Telkom Indonesia tahun ini.

ANGIN Secures Seed Funding from 500 Startups and Local Angel Investor

ANGIN (Angel Investment Network Indonesia) is officially announced seed round funding from 500 Startups and three national investors: Shinta Kamdani (Sintesa Group CEO), Diono Nurjadin (Cardig International CEO), and Jefrey Joe (Alpha JWC’s Managing Director & Co-Founder). The value is still undisclosed yet the process has been going on since May.

David Soukhasing, Managing Director of ANGIN, explained that this funding will be focused on ANGIN services scale-up in Indonesia. It includes the launching of new feature/service, making improvements for all members of angel investors, and continuing support for startups in Indonesia.

Until recently, ANGIN has accommodated at least 71 angel investors and distributed funding from investors to more than 33 startups within 2 years. ANGIN makes a commitment not only as investment platform but also to have a role in growing entrepreneurship ecosystem in Indonesia through activities and partnerships.

“We’ve been operating ANGIN in bootstrapped since the beginning and our team wants to make a broader impact and reach. We decided to search for an external funding to support expansion,” Soukhasing said.

ANGIN considers the experience of 500 Startups investing globally can provide valuable knowledge in business scale-up.

Since founded in 2013 led by Shinta Kamdani, ANGIN has been growing rapidly. It currently has several services, such as business research, content, technology, and business consultant.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

TADA Receives Series B Funding from Finch Capital

TADA, previously GiftCard Indonesia, receives Series B funding with undisclosed amount from a number of investors led by Finch Capital. Hans de Back, Finch Capital’s Partner will be joining TADA’s board. Funding will be used for product development and expansion.

TADA was founded in 2012 as an attempt to improve users experience in loyalty sector. Conventionally, the scheme of loyalty program comes in a form of card or stamp. The more loyalty program being followed, the more cards for consumers to carry.

TADA with its AEP (Advocacy Engagement Platform) claims the program is beyond loyalty. They’re focused on brand building by giving advocacy or recommendation. TADA is said to help business shifting transaction to a relation. It currently has 300 corporate clients in various industries.

Antonius Taufan, CEO of TADA said in the release, “Public is getting more intelligent and aware of marketing. The businessman should know and try to build relation more than just a transaction. Through Advocate Engagement Platform, we help businessman to build a program directing customers to be an advocate for brands. The shifting from cost-centric loyalty to the revenue-centric advocacy is the basic need for business nowadays.”

In fact, the loyalty scheme trend is directed to the digital platform. We can watch how several popular services using loyalty scheme (in points) to boost service usage.

“We’re very glad to invest in TADA because we’re sure they have really interesting offers where they build a closer relationship with customers and offer advocacy approach. It has been well received by clients which acquire positive results and strong impact. We’re hoping to be able to work with Taufan and team for the development of more businesses,” de Back said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

ANGIN Dapatkan Pendanaan Awal dari 500 Startups dan Angel Investor Lokal

Hari ini (06/5) ANGIN (Angel Investment Network Indonesia) secara resmi mengumumkan perolehan putaran pendanaan awal (seed round) dari 500 Startups dan tiga investor nasional: CEO Sintesa Group Shinta Kamdani, CEO Cardig International Diono Nurjadin, dan Managing Director & Co-Founder Alpha JWC  Jefrey Joe. Tidak disebutkan nilai dari pendanaan tersebut, hanya saja prosesnya sudah dilakukan sejak bulan Mei lalu.

Dalam penjelasannya David Soukhasing selaku Managing Director ANGIN menyebutkan bahwa pendanaan ini akan difokuskan untuk memperkuat (scale-up) manuver ANGIN di Indonesia. Termasuk dengan meluncurkan fitur/layanan baru, meningkatkan layanan kepada puluhan angel investor yang tergabung, dan melanjutkan dukungannya kepada startup di Indonesia.

Sampai dengan saat ini, ANGIN sudah mengakomodasi sekurangnya 71 angel investor dan telah menyalurkan pendanaan dari para investor di lebih 33 startup selama 2 tahun beroperasi. ANGIN berkomitmen tidak hanya ingin menjadi platform investasi, melainkan juga ingin memiliki peran menumbuhkan ekosistem kewirausahaan di Indonesia melalui kegiatan dan kemitraan yang telah dijalin.

“Kami menjalankan ANGIN secara bootstrapped sejak awal berdiri dan tim kami merasa ingin memberikan dampak dan jangkauan yang lebih luas. Kami memutuskan untuk menemukan dukungan pendanaan eksternal untuk memberikan bahan bakar guna melakukan perluasan,” ujar David Soukhasing.

Pengalaman 500 Startups berinvestasi secara global dinilai ANGIN dapat memberikan pengetahuan berharga dalam melakukan scale-up.

Sejak didirikan pada tahun 2013, dipimpin oleh Shinta Kamdani, ANGIN secara organik telah mengalami pertumbuhan pesat. Saat ini pihaknya juga telah memiliki beberapa layanan seperti konsultan bisnis, teknologi, konten dan riset.

Nodeflux Bergabung dengan Portofolio Investasi East Ventures

Bertujuan untuk mempercepat misi meningkatkan bisnis melalui penelitian serta pengembangan produk berbasis computer vision dan deep learning, hari ini (06/5) Nodeflux mengumumkan telah resmi bergabung dalam portofolio investasi East Ventures​. Tidak ada informasi spesifik yang disampaikan mengenai pendanaan yang diberikan. Sebelumnya Nodeflux juga telah mendapatkan pendanaan awal dari pengembang platform smart city Qlue.

East Ventures yang fokus kepada pendanaan tahap awal startup menyambut baik masuknya Nodeflux dalam portofolio mereka. Intelligent video analytics yang dapat diimplementasikan ke berbagai sumber, baik itu CCTV, webcam, telepon, kamera, dan lain sebagainya, ke depannya dinilai memiliki potensi yang besar.

“Populasi Internet Indonesia menghasilkan data yang sangat besar dan membutuhkan otak untuk mengelola informasi dan mengekstrak nilai mereka. Nodeflux berhasil melakukannya. Mereka mengatur dan mengekstrak informasi dari gambar dan video, kemudian melatih mesin untuk dapat menyelesaikan masalah lintas sektor. Kami sangat senang dapat mendukung Meidy dan timnya untuk menjadikan teknologi AI di Indonesia dapat berkembang dan diaplikasikan,” ujar Managing Partner East Ventures, Willson Cuaca.

Menambah kemitraan dengan pemerintahan dan bisnis

Selanjutnya Nodeflux akan memperdalam teknologi sekaligus menambah kemitraan dengan bisnis hingga pemerintahan. Di antaranya adalah dengan pemerintah dari beberapa kota besar, yang menekankan konsep smart city, seperti Jakarta dan Bandung, untuk membuktikan teknologi mereka pada CCTV di seluruh kota. Selain itu, Nodeflux juga bekerja sama dengan Badan Kepolisian Indonesia untuk meningkatkan sistem operasional kepolisian.

“Sejak awal ketika kami membangun Nodeflux, kami melihat bahwa intelligent video analytics dapat menyelesaikan berbagai masalah di masyarakat. Kami yakin pendekatan ini akan banyak mengubah cara klien dalam memantau, mengukur, dan memahami lingkungan sekitar mereka,” kata CEO Nodeflux Meidy Fitranto..

Nodeflux juga merupakan perusahaan Indonesia pertama yang bergabung dengan program Nvidia Inception Program dari Nvidia, produsen GPU terkemuka di dunia. Nodeflux memiliki keunggulan dengan mempelajari teknologi ini lebih awal, masuk ke pasar terlebih dahulu dan mendapat dukungan besar dari Nvidia dalam mengembangkan teknologi yang mampu memenuhi permintaan terbaru dari klien.

Saat ini Nvidia dan Nodeflux tengah dalam proses untuk meningkatkan kemitraan mereka lebih lanjut agar dapat memberikan fleksibilitas yang lebih banyak dan membantu Nodeflux dalam menjangkau pasar global.

“Kami bukan hanya merupakan pemain pertama dan satu-satunya yang menyediakan solusi intelligent video analytics di Indonesia. Lebih dari pada itu, kami dapat dengan bangga mengatakan bahwa Nodeflux, produk yang kami kembangkan sendiri, mampu bersaing secara hebat dengan perusahaan teknologi asing dari Jepang, Israel, Singapura, Tiongkok, dan lainnya di pasar Indonesia dari segi kemajuan teknologi,” kata Meidy.

 

EV Hive Secures $20 Million Series A Funding

EV Hive co-working space has scored a Series A funding worth of $20 million (277 billion Rupiah) led by Softbank Ventures Korea, H&CK Partners, and Tigris Investment. All three are based in Korea. Several new investors involved in this round are Naver, LINE Ventures, and STIC Investment. Also participated are the previous investors, such as East Ventures, SMDV, Sinar Mas Land, Insignia Venture Partners, Intude Ventures, and angel investors (Michael Widjaya and Chris Angkasa).

The company plans to use the funding for expansion, including regional opportunities, to a 100 new locations. They’re claimed to have more than 3000 active members.

Previously, EV Hive has received Pre-Series A Funding worth of $3.5 million or around 46 billion Rupiah in September 2017.

EV Hive was established in June 2015 by East Venture as a “pet project” and in May 2017 has become a separate company. Currently, the co-working space company already has 21 locations in Jabodetabek and Medan. In total, the area has reached 30 thousand sqm.

Carlson Lau, EV Hive’s CEO told DailySocial, “The co-working space business has a huge potential in Indonesia because of the sheer numbers of SMEs in the country, many of whom require affordable access to workspaces and businesses services. Co-working is a powerful platform to effectively help lower these small businesses and startups’ cost of doing business. Besides, co-working currently only occupies less than 1% of the total commercial real estate space, and we think that in the future co-working will a mainstream business where more than 20% of all commercial real estates are fitted out as co-working spaces.”

In Indonesia, co-working space still considered as a new business and tend not to gain profit. However, the big players are marking their territory. US giant co-working space, WeWork, has confirmed its presence in Indonesia, while Chinese co-working space UrWork investing in local service Go-Rework.

Although it’s still focused in Jabodetabek area, Lau assured to expand to other big cities in Indonesia. He said, “Outside of Jabodetabek, we are already in Medan, and we are planning to open co-working spaces in all the major cities in Indonesia. Our expansion decision is largely to cities with strong entrepreneurial communities who require access to services, and with whom we think there are great cross city collaboration opportunities with our existing members.”

Regarding the regional expansion, Lau ensures that his team will focus on Indonesia this year but still opens opportunities for neighbor countries.

“We have already received a number of enquiries from landlords and business partners to expand into their cities in SEA countries. We see great potential in Philippines, Vietnam, Thailand and Malaysia where we witness a lot of startup activity. In fact, some of our existing members are already making plans to expand into these countries, and we plan to follow our customers in their regional expansion plans,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

TADA Peroleh Pendanaan Seri B dari Finch Capital

TADA, sebelumnya bernama GiftCard Indonesia, mengumumkan perolehan pendanaan putaran Seri B dengan jumlah yang tidak disebutkan dari sejumlah investor yang dipimpin Finch Capital. Partner Finch Capital Hans de Back akan bergabung menjadi anggota board TADA. Turut berpartisipasi dalam pendanaan kali ini beberapa investor terdahulu. Dana disebutkan akan digunakan untuk pengembangan dan ekspansi produk.

Sebagai perusahaan, TADA didirikan tahun 2012 sebagai usaha meningkatkan pengalaman konsumen di sektor loyalitas. Secara konvensional, biasanya skema program loyalitas dalam bentuk kartu atau stempel. Semakin banyak program loyalitas yang diikuti artinya semakin banyak kartu yang harus dibawa seorang konsumen.

TADA dengan Advocacy Engagement Platform (AEP)-nya mengklaim program yang disajikan tidak cuma sekedar loyalitas. Mereka fokus membantu pembentukan brand dengan memberikan advokasi atau rekomendasi. Disebutkan TADA membantu bisnis untuk beralih transaksi ke relasi. Saat ini TADA sudah memiliki 300 klien perusahaan di berbagai industri.

CEO TADA Antonius Taufan dalam rilisnya mengatakan, “Masyarakat sudah semakin pintar dan melek akan marketing. Para pebisnis hendaknya memahami ini dan membangun sebuah hubungan yang lebih dari sekedar transaksi. Melalui Advocate Engagement Platform, kami membantu bisnis untuk membangun program yang mengarahkan para pelanggan untuk menjadi advokat untuk brand. Perpindahan dari program loyalti yang cost-centric menuju program advokasi yang lebih revenue-centric merupakan hal mendasar yang dibutuhkan oleh bisnis saat ini.”

Sesungguhnya tren skema loyalitas memang mengarah ke platform digital. Kita bisa melihat bagaimana sejumlah layanan populer menggunakan skema loyalitas (dalam bentuk poin) untuk mendorong konsumen semakin banyak menggunakan layanannya.

“Kami sangat senang dengan investasi TADA, karena kami meyakini TADA memiliki penawaran yang sangat menarik, di mana TADA membangun hubungan yang lebih erat dengan pelanggan dan menawarkan pendekatan advokasi. Pendekatan tersebut diterima sangat baik oleh klien yang telah mendapatkan hasil yang sangat positif dan efek yang sangat kuat. Kami berharap untuk dapat bekerja sama dengan Taufan dan team untuk mengembangkan lebih banyak bisnis,” ujar Hans.

Application Information Will Show Up Here

EV Hive Umumkan Perolehan Pendanaan Seri A 277 Miliar Rupiah

Layanan co-working space EV Hive mengumumkan perolehan pendanaan Seri A senilai $20 juta (277 miliar Rupiah) yang dipimpin Softbank Ventures Korea, H&CK Partners, dan Tigris Investment. Ketiganya berbasis di Korea. Investor baru yang juga masuk dalam pendanaan ini adalah Naver, LINE Ventures, dan STIC Investment. Juga berpartisipasi adalah investor terdahulu, yaitu East Ventures, SMDV, Sinar Mas Land, Insignia Venture Partners, Intudo Ventures, dan angel investor Michael Widjaya dan Chris Angkasa.

Perusahaan berencana menggunakan dana tersebut untuk berekspansi, termasuk membuka peluang secara regional, ke 100 lokasi baru. Disebutkan mereka saat ini memiliki lebih dari 3000 anggota aktif.

Sebelumnya EV Hive memperoleh pendanaan Pra-Seri A sebesar $3,5 juta atau sekitar 46 miliar Rupiah di bulan September 2017.

EV Hive awalnya didirikan di bulan Juni 2015 oleh East Ventures sebagai sebuah “proyek kecil-kecilan” dan di bulan Mei 2017 menjadi sebuah perusahaan tersendiri. Perusahaa saat ini memiliki 21 lokasi co-working space di Jabodetabek dan Medan. Secara total, luasan tempat kerja EV Hive saat ini mencapai 30 ribu meter persegi.

Kepada DailySocial, CEO EV Hive Carlson Lau mengatakan, “Bisnis co-working memiliki potensi besar di Indonesia karena jumlah UKM yang banyak. Co-working adalah platform yang hebat untuk secara efektif menurunkan biaya berbisnis bagi startup dan UKM. Co-working saat ini hanya kurang dari 1% dari total segmen real estate komersial dan kami pikir di masa depan co-working akan menjadi bisnis mainstream dengan lebih dari 20% segmen real estate komersial akan ditempati co-working space.”

Di Indonesia co-working space masih merupakan bisnis yang relatif baru dan cenderung belum memperoleh keuntungan. Meskipun demikian para pemain raksasa sudah menancapkan kukunya di sini. Raksasa co-working space Amerika Serikat WeWork telah memastikan kehadirannya di Indonesia, sementara raksasa co-working space Tiongkok UrWork berinvestasi di layanan lokal Go-Rework.

Meskipun fokus layanannya masih di kawasan Jabodetabek, Carlson memastikan  akan merambah kota-kota besar lainnya di Indonesia. Carlson mengatakan, “Di luar Jabodetabek, kami telah tersedia di Medan dan kami berencana membuka co-working space di semua kota-kota besar di Indonesia. Kami berekspansi ke kota-kota dengan komunitas kewirausahaan yang kuat yang membutuhkan akses ke layanan [co-working space] ini dan tempat yang mendukung peluang kolaborasi antar kota dengan anggota-anggota kami.”

Tentang rencana ekspansi regional, Carlson memastikan pihaknya masih akan fokus ke Indonesia tahun ini, tetapi tetap membuka peluang ekspansi ke negara-negara tetangga.

“Kami telah mendapatkan permintaan dari sejumlah pemilik lahan dan mitra bisnis untuk berekspansi ke kota-kotanya di kawasan Asia Tenggara. Kami melihat potensi besar di Filipina, Vietnam, Thailand, dan Malaysia ketika kami menyaksikan sendiri banyaknya aktivitas startup. Bahkan sejumlah anggota kami telah memiliki rencana berekspansi ke negara-negara tersebut dan kami berencana mengikuti konsumen kami dalam rencana ekspansi regional mereka,” tutup Carlson.