GajiGesa Secures Pre Series A Funding Worth of $6,6 Million Led by MassMutual Ventures

Fintech startup GajiGesa announced a pre-series A funding of $6.6 million or equivalent to 94.5 billion Rupiah. MassMutual Ventures led this round with the participation of some new investors, including January Capital, Wagestream, Bunda Group, and Smile Group. There are also individual investors, such as Oliver Jung, Northstar Group’s Partner Patrick Walujo, Ula’s CEO, Nipun Mehram, and Stripe’s Business Lead for APAC, Noah Pepper.

Meanwhile, also participated the previous investors, including Defy.vc, Quest Ventures, GK Plug and Play, and Next Billion Ventures.

“GajiGesa’s integrated platform can combine customer-centric product design and world-class technology infrastructure to ensure its unique position to empower underserved markets and help expand financial resilience for millions of people in Southeast Asia,” MassMutual Ventures’ Managing Director, Anvesh Ramineni said in the release.

Wagestream’s Co-Founder & CEO, Peter Briffet said that he was amazed by GajiGesa’s innovative product roadmap and marketing speed. “We are currently accelerating our shared mission to improve the financial health of workers around the world,” he said.

Recently, GajiGesa also received an additional strategic investment four months after announcing its seed funding of $2.5 million. The fresh money comes from OCBC NISP Ventura and several angel investors, one of which is Edward Tirtanata through Kenangan Kapital.

An interesting fact, Bunda Group is listed as one of GajiGesa’s recent pre-series A investors. According to DailySocial.id’s data, GajiGesa is Bunda Group’s second portfolio which also an affiliate of PT Bundamedik Tbk (IDX: BMHS), the owner of an integrated health service ecosystem, from a network of hospitals, clinics, laboratories, and medical evacuations.

Multiplying business growth

Since the last year, digital transformation has becoming a significant trend within the company’s scope. The adoption of various digital solutions is required to reduce physical interactions and accelerate business processes constrained by the Covid-19 pandemic.

On a general note, GajiGesa is an integrated platform that allows partner companies to manage workforce and cash flow, also to empower the employers with services related to financial management.

One of its solutions is the Earned Wage Access (EWA) which allows employees to make payroll withdrawals on demand and faster than the traditional monthly payment cycle. This solution was developed to reduce dependence on illegal lenders.

Based on the company’s data, EWA has recorded 40-fold growth since January 2021, and has been used by various industrial sectors, such as plantations, retail, hospitals, restaurants, technology, and manufacturing. Currently, GajiGesa has partnered with 120 companies and serves hundreds of thousands of employees in Indonesia.

GajiGesa’s Founders, Vidit Agrawal and Martyna Malinowska discover an explosive growth trend in 2021 in line with the increasing interest of domestic and international investors in this funding round. Moreover, Indonesia becomes the main target market in Southeast Asia.

In addition, his team projects more large companies are starting to use a holistic approach to improve employee welfare.

Agrawal said that this investment is a proof that his team has built a business with strong fundamentals. Therefore, GajiGesa will double its business growth through this investment to expand financial stability for millions of workers in Southeast Asia.

“GajiGesa has doubled its team member over the past six months. We want to use this fresh fund to accelerate product development, grow our business across Indonesia, and expand our market throughout Southeast Asia,” he said.

Malinowska added, “in these turbulent times, our platform has become a valuable tool for employers to provide simple solutions and reduce financial burdens. The pandemic has emphasized the essential of having an empowered workforce and the benefits of a holistic workplace,” she said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

GajiGesa Memperoleh Pendanaan Pra-Seri A 94,5 Miliar Rupiah Dipimpin MassMutual Ventures

Startup fintech GajiGesa mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A senilai $6,6 juta atau sekitar 94,5 miliar Rupiah. MassMutual Ventures memimpin putaran ini dengan partisipasi dari sejumlah investor baru, antara lain January Capital, Wagestream, Bunda Group, dan Smile Group. Kemudian, investor individual, yaitu Oliver Jung, Partner Northstar Group Patrick Walujo, CEO Ula Nipun Mehram, serta Business Lead Stripe untuk APAC Noah Pepper.

Sementara itu, ada beberapa investor sebelumnya yang kembali berpartisipasi dalam pendanaan kali ini, antara lain defy.vc, Quest Ventures, GK Plug and Play, dan Next Billion Ventures.

“Platform terintegrasi GajiGesa dapat menggabungkan desain produk yang berpusat pada pelanggan dan infrastruktur teknologi kelas dunia, serta untuk memastikan posisi unik mereka dalam memberdayakan pasar yang kurang terlayani dan membantu memperluas ketahanan finansial bagi jutaan orang di Asia Tenggara,” ujar Managing Director MassMutual Ventures Anvesh Ramineni dalam keterangan resminya.

Co-Founder & CEO Wagestream Peter Briffett mengatakan bahwa pihaknya kagum dengan peta jalan produk inovatif dan kecepatan pemasaran yang dibuat oleh GajiGesa. “Saat ini kami mempercepat misi bersama kami untuk meningkatkan kesehatan keuangan pekerja di seluruh dunia,” tuturnya.

Beberapa waktu lalu, GajiGesa mendapatkan tambahan investasi strategis selang empat bulan usai mengumumkan pendanaan tahap awal sebesar $2,5 juta. Tambahan investasi ini diperoleh dari OCBC NISP Ventura dan sejumlah angel investor, salah satunya adalah Edward Tirtanata melalui Kenangan Kapital.

Menariknya, pada jajaran investor baru pra-seri A ini, terdapat Bunda Group yang kembali terlibat dalam pendanaan startup. Menurut catatan DailySocial.id, GajiGesa menjadi portofolio kedua yang diinvestasikan oleh Bunda Group yang merupakan afiliasi dari PT Bundamedik Tbk (IDX: BMHS), pemilik ekosistem layanan kesehatan terintegrasi, mulai dari jaringan rumah sakit, klinik, laboratorium, dan evakuasi medis.

Menggandakan pertumbuhan bisnis

Tren transformasi digital di lingkup perusahaan mulai terakselerasi secara signifikan sejak tahun lalu. Adopsi berbagai solusi digital dibutuhkan untuk mengurangi interaksi fisik dan mempercepat proses bisnis yang terkendala akibat pandemi Covid-19.

Seperti diketahui, GajiGesa merupakan platform terintegrasi yang memungkinkan perusahaan mitra untuk mengelola tenaga kerja dan arus kas hingga memberdayakan pemberi kerja dengan layanan terkait manajemen keuangan.

Salah satu solusinya adalah Earned Wage Access (EWA) yang memungkinkan karyawan untuk melakukan penarikan gaji sesuai permintaan dan lebih cepat dari siklus pembayaran tradisional secara bulanan. Solusi ini dikembangkan untuk mengurangi ketergantungan pada pemberi pinjaman ilegal.

Berdasarkan data perusahaan, solusi EWA telah mencatatkan pertumbuhan sebesar 40 kali lipat sejak Januari 2021, dan telah digunakan oleh berbagai sektor industri, seperti pabrik, perkebunan, ritel, rumah sakit, restoran, teknologi, dan manufaktur. Saat ini, GajiGesa telah bermitra dengan 120 perusahaan dan melayani ratusan ribu karyawan di Indonesia.

Para Founder GajiGesa, yakni Vidit Agrawal dan Martyna Malinowska melihat tren pertumbuhan eksplosif di 2021 sejalan dengan meningkatnya minat investor domestik dan internasional terhadap putaran pendanaan ini. Terlebih Indonesia merupakan target pasar utama di kawasan Asia Tenggara.

Selain itu, pihaknya melihat semakin banyak perusahaan besar yang mulai menggunakan pendekatan holistik untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan.

Vidit mengatakan bahwa investasi ini menjadi bukti bahwa timnya telah membangun bisnis dengan fundamental kuat. Maka itu, GajiGesa akan menggandakan pertumbuhan bisnis melalui investasi ini untuk memperluas stabilitas keuangan bagi jutaan pekerja di Asia Tenggara.

“Tim GajiGesa telah bertambah dua kali lipat selama enam bulan terakhir. Kami ingin menggunakan dana segar ini untuk mempercepat pengembangan produk, menumbuhkan bisnis di seluruh Indonesia, dan ekspansi pasar di seluruh Asia Tenggara,” ucapnya.

Sementara Martyna menambahkan, “di masa yang penuh gejolak ini, platform kami menjadi tool yang sangat berharga bagi pengusaha untuk dapat memberikan solusi sederhana dan mengurangi beban keuangan. Pandemi telah menekankan pentingnya memiliki tenaga kerja yang berdaya dan manfaat tempat kerja yang holistik,” ungkapnya.

Application Information Will Show Up Here

Kantongi Pendanaan Seri A, Platform Kebersihan On-demand “OKHOME” Perluas Layanan

Diluncurkan sejak tahun 2017, OKHOME hadir sebagai layanan on-demand untuk jasa kebersihan rumah. Startup ini didirikan oleh dua warga negara Korea Selatan yaitu Kim Dae-hyun and Choi Jin-suk. Kedua co-founder tersebut sebelumnya bekerja dalam divisi strategi dan manajemen perusahaan hiburan terkemuka YG Entertainment.

Selama tinggal di Indonesia, keduanya melihat potensi untuk mengembangkan layanan kebersihan di Indonesia. Kepada media setempat mereka menyebutkan, menemukan bahwa paradigma jasa kebersihan berubah menjadi sebagian besar pekerjaan paruh waktu setelah upah minimum naik menjadi dua digit.

“Di Indonesia, keluarga kaya biasanya mempekerjakan pembantu rumah tangga di rumah dengan bayaran antara $80 hingga $250 per bulan,” kata Kim.

Layanan yang dihadirkan OKHOME mencakup general cleaning, desinfeksi, dan perawatan atau servis AC. Saat ini layanan mereka mencakup Jabodetabek dan Surabaya.

OKHOME secara aktif menargetkan pelanggan Indonesia dengan sistem manajemen kualitas layanan dan sistem reservasi otomatis berbasis aplikasi. Dengan populasi target masyarakat yang lebih sadar akan kebersihan dari sebelumnya setelah pandemi Covid-19, OKHOME mengklaim saat ini berkembang pesat sebagai platform operator layanan kebersihan rumah pilihan di Indonesia.

Pada Januari 2018 lalu, OKHome telah mendapatkan pendanaan awal sebesar $300 ribu atau setara 4,3 miliar Rupiah dari K-Cube Ventures dan Spring Camp yang didukung Daum Kakao. Pendanaan tersebut kemudian digunakan untuk branding dan pengembangan teknologi.

Sementara akhir tahun 2021 ini, OKHOME baru saja mengantongi pendanaan seri A senilai $3 juta atau sekitar Rp42,7 miliar. Dana segar tersebut diperoleh dari Posco Venture Capital, A Ventures, ES Investor, Enlight Ventures, Honest Ventures, dan beberapa investor lainnya.

Selanjutnya perusahaan akan akan menggunakan modal tersebut untuk meningkatkan pangsa pasarnya melalui pengembangan produk dan strategi pemasaran yang agresif, memanfaatkan efek penguncian pelanggan melalui peluncuran layanan tambahan selain pembersihan, dan memperluas posisinya sebagai pemain utama di layanan ini.

Selain itu, OKHOME juga berusaha membantu pelanggan untuk tidak menghabiskan waktu dan energi mereka untuk hal-hal seperti beberapa pekerjaan rumah tangga dengan menyediakan layanan yang dapat diandalkan.

Pertumbuhan layanan jasa kebersihan di Indonesia

Indonesia telah menjadi salah satu pasar terbesar untuk layanan kebersihan dan perawatan rumah. Dengan market size lebih dari $25 miliar, pasar ini didukung dengan populasi terbesar ke-4 dunia dan dengan pertumbuhan masyarakat kelas menengah yang cepat.

Meskipun memiliki permintaan yang cukup besar dari masyarakat, namun saat ini masih belum ada pemain layanan kebersihan berbasis aplikasi yang kemudian menjadi pemain unggulan. Masih belum menyebarnya area layanan ke semua lokasi, menjadi salah satu alasan mengapa layanan jasa kebersihan belum ada yang mendominasi di Indonesia.

Salah satu cara yang kemudian dilancarkan oleh pemain adalah melakukan kolaborasi dengan super app. Di antaranya adalah  Pinhome yang menggandeng Gojek; Sejasa melalui layanan Clean & Fix yang menggandeng Grab; dan KliknClean yang menggandeng Bukalapak. Platform layanan kebersihan lainnya yang sudah ada di Indonesia di antaranya adalah, Seekmi, Adain dan TukangBersih.

Application Information Will Show Up Here

Desty Announces Additional 71.3 Billion Rupiah Funding in Pre Series A Round

The e-commerce enabler platform Desty announced additional $5 million or around 71.3 billion Rupiah in pre-series A funding. This round was led by East Ventures with the participation of Jungle Ventures and previous investors, Fosun RZ and January Capital.

He further explained, this is an additional fuding from investors after Desty’s latest fundraising worth of $3.2 million (about 46 billion rupiah) in a pre-series A round led by 5Y Capital in July 2021.

The company will then use these funds to accelerate product development and merchant acquisitions as well as launch innovative products in the next few months.

“Desty is one of the fastest growing startups in this field. What’s even more impressive is that most of that growth has come from organic, word-of-mouth acquisitions. With attractive products and business growth, we believe Desty will create more value for online sellers and Indonesian creators,” said Willson Cuaca, Co-Founder & Managing Partner of East Ventures.

Desty’s main feature

Was launched in October 2020, Desty started as a digital platform for sellers, influencers, and creators to build an online destination to market and sell their products. Currently, there are two main products, including Desty Page (landing page ) and Desty Store (online store), for users to develop their existence and business in the digital ecosystem.

“Desty was founded when Covid-19 arrived in Indonesia, when a massive digitalization was happening. Sellers, influencers, and creators have used digital platforms to affirm its existence in the digital world that is becoming very crucial for growth. Soon, we will have 1 million creators and sellers using our platform. Some of our main sellers set Desty as their main channel rather than other marketplaces,” Desty’s Co-Founder & CEO, Mulyono Xu said.

One of Desty’s main features allows sellers to create their own online shop pages / Desty

Today, around 50% of Desty users are online sellers, while 30% of users are creators or influencers. Some well-known sellers are using its services, including DAMN I Love Indonesia, Luna Habit & Nama Beauty by Luna Maya, Kurumi, Janji Jiwa, and Haus!. The creators within Desty’s ecosystem are Dagelan, Greysia Polii (Indonesian Olympic Gold Winner), Choky Sitohang, Tahi Lalats (Mindblowon Studio), Daisuke Botak, Marcella Eteng, Filda Salim, FootNoteStories, and many more.

Market size

In Indonesia, more online sellers are getting tech-savvy because of the demands of today’s customers, both for interactions and transactions. Various groups, from big brands to MSME players, continue to maximize the use of services such as marketplaces and social commerce. It is expected when the Indonesian e-commerce sector has experienced double-digit GMV (Gross Merchandise Value) growth over the past year reaching $52 billion.

Using this great opportunity, Desty aims to maximize the momentum. The company has experienced 60% and 50% growth (month to month) in traffic and GMV, respectively for the last 6 months.

“This funding marks our third fundraising in a year since the seed funding round in November 2020. With more than 60 people on the Desty team, we are constantly looking for new talent to make a more impactful solutiion for millions of Indonesians to strengthen their digital presence,” Mulyono added.

According to the survey summarized in the MSME Empowerment Report 2021 by DSInnovate, one of the main issues of MSME players is to market their products (32%). They expect digital solutions to help them manage online channels in the correct and proper manner. This pain point was captured by the innovators, resulting in the presence of e-commerce enabler services.

Currently, most of the enablers are still focused on medium and large businesses, helping well-known brands to manage their transactions on online platforms. However, with the MSMEs business potential – especially in terms of quantity  – these enabler service providers have started to provide services in line with the MSME pain points.

Apart from Desty, several other players offer similar solutions, including Sirclo, Lakuuu, Jubelio, iSeller and others. Some players in other sectors are even starting to target similar segment, for example Xendit (unicorn) which recently released an Online Store platform for MSMEs that is integrated with its payment system.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

J&T Express Is Reportedly Secured 35,6 Trillion Rupiah Funding and Now a Decacorn

J&T Express logistics startup is reported to secur $2.5 billion funding or equivalent to 35.6 trillion Rupiah with a valuation of $20 billion (around Rp.285 trillion), an now officially a “decacorn”. This round is part of J&T’s plan to go public on the Hong Kong Exchange in the first quarter of 2022.

Based on Reuters, this round was backed by a number of major investors, including Boyu Capital, Hillhouse Capital Group, and Sequoia Capital China. In addition, Chinese gaming and internet giant Tencent Holdings, as well as SIG China and Susquehanna International Group.

“This fundraising is in line with J&T’s expansion steps into China and Latin America, in addition to the IPO plan on the Hong Kong stock exchange,” some undisclosed sources said.

In a general note, J&T Express plans to raise $1 billion fund ahead of the IPO. In fact, CB Insights reported that J&T had achieved unicorn status with a $7.8 billion valuation in April.

The source revealed that J&T appointed Bank of America (BAC.N), China International Capital Corp., and Morgan Stanley (MS.N) to help with the IPO plan.

Regarding the news, a number of investors involved declined to comment to Reuters, including Tencent and China’s Sequioa.

Logistics market competition

For the record, J&T Express was founded in 2015 by Jet Lee and Tony Chen, top executives from Oppo mobile phone company, and has expanded its business to a number of countries in Southeast Asia. Aside from Indonesia, J&T is available in Malaysia, Vietnam, the Philippines, and Thailand.

The founders used their previous experience to build a massive logistics network throughout Southeast Asia which is accelerating thanks to the popularity of e-commerce services.

In 2020, J&T entered the Chinese market and competed with leading rivals in logistics, including S.F. Holding, ZTO Express, as well as the Alibaba backed logistics network, JD.com.

In Indonesia, J&T is in tight competition with a number of logistics startups, including SiCepat and Ninja Xpress, both of which take advantage of the e-commerce trend to accelerate their business. J&T’s CEO, Robin Lo said at the time, logistics services from the e-commerce business contributed 50% to the company’s revenue in 2017.

E-commerce is driving the digital economy in Indonesia, which continues to grow. Based on the e-Conomy SEA 2021 research released by Google, Temasek, and Bain & Company, the e-commerce sector is still driving the digital economy with 52% or $53 billion growth.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Desty Umumkan Tambahan Pendanaan 71,3 Miliar Rupiah di Putaran Pra-Seri A

Startup pengembang platform e-commerce enabler Desty mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A lanjutan senilai $5 juta atau sekitar 71,3 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh East Ventures dengan partisipasi dari Jungle Ventures dan investor terdahulu, yaitu Fosun RZ dan January Capital.

Dijelaskan lebih lanjut, dana segar ini merupakan tambahan yang diberikan investor setelah Desty meraih $3,2 juta (sekitar 46 miliar rupiah) dalam putaran pra-seri A yang dipimpin oleh 5Y Capital pada Juli 2021 lalu.

Selanjutnya perusahaan akan menggunakan dana ini untuk mempercepat pengembangan produk dan akuisisi merchant serta meluncurkan produk-produk inovatif dalam beberapa bulan ke depan.

“Desty adalah salah satu startup dengan pertumbuhan tercepat di bidang ini. Yang lebih mengesankan adalah sebagian besar pertumbuhan tersebut berasal dari akuisisi organik, dari mulut ke mulut. Dengan produk dan pertumbuhan bisnis yang menarik, kami percaya Desty akan menciptakan nilai lebih bagi penjual online dan kreator Indonesia,” sambut Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Produk utama Desty

Dihadirkan sejak Oktober 2020, Desty bermula sebagai platform digital bagi penjual, influencer, dan kreator untuk membangun sebuah destinasi online guna memasarkan dan menjual produk mereka. Saat ini terdapat dua produk utama, yaitu Desty Page (untuk pembuatan landing page) dan Desty Store (pembuatan toko online), bagi pengguna untuk mengembangkan eksistensi dan bisnis mereka di ekosistem digital.

“Desty lahir saat Covid-19 masuk ke Indonesia, ketika digitalisasi terjadi secara masif. Penjual, influencer, dan kreator telah menggunakan platform digital untuk menunjukkan eksistensi mereka di dunia digital yang menjadi sangat penting untuk berkembang. Dalam waktu dekat kami akan mempunyai 1 juta kreator dan penjual yang menggunakan platform kami. Beberapa penjual utama kami menjadikan Desty sebagai kanal penjualan utama mereka dibandingkan dengan marketplace lain,” kata Co-Founder & CEO Desty Mulyono Xu.

Salah satu layanan utama Desty memungkinkan penjual membuat laman toko onlinenya sendiri / Desty

Saat ini sekitar 50% pengguna Desty adalah penjual online, sementara 30% pengguna adalah kreator atau influencer. Beberapa penjual ternama yang memakai layanannya antara lain DAMN I Love Indonesia, Luna Habit & Nama Beauty by Luna Maya, Kurumi, Janji Jiwa, Haus. Kreator dalam ekosistem Desty adalah Dagelan, Greysia Polii (Peraih Emas Olimpiade Indonesia), Choky Sitohang, Tahi Lalats (Mindblowon Studio), Daisuke Botak, Marcella Eteng, Filda Salim, FootNoteStories, dan masih banyak lagi.

Ukuran pasar layanan

Di Indonesia, semakin banyak penjual online yang paham teknologi karena tuntutan pelanggan masa kini, baik untuk interaksi maupun transaksi. Berbagai kalangan, dari brand besar hingga pelaku UMKM, terus memaksimalkan penggunaan layanan seperti marketplace hingga social commerce. Tak heran jika sektor e-commerce Indonesia mengalami pertumbuhan GMV (Gross Merchandise Value) dua digit selama satu tahun terakhir mencapai $52 miliar.

Dengan peluang besar ini, Desty berambisi untuk memaksimalkan momentum. Perusahaan telah mengalami pertumbuhan trafik dan GMV masing-masing 60% dan 50% (bulan ke bulan) selama 6 bulan terakhir.

“Pendanaan ini menandai penggalangan dana ketiga kami dalam satu tahun sejak ronde pendanaan tahap awal di November 2020. Dengan lebih dari 60 orang dalam tim Desty, kami terus mencari talenta baru demi memberikan dampak yang lebih berarti untuk jutaan penduduk Indonesia dalam memperkuat eksistensi digital mereka,” tambah Mulyono.

Menurut hasil survei yang dirangkum dalam MSME Empowerment Report 2021 oleh DSInnovate, salah satu isu utama yang dihadapi oleh pelaku UMKM adalah memasarkan produknya (32%). Mereka mengharapkan solusi digital yang dapat membantu mereka melakukan pengelolaan kanal-kanal online secara baik dan benar. Pain point tersebut ditangkap baik oleh para inovator, hingga melahirkan layanan e-commerce enabler.

Sejauh ini para pemain enabler kebanyakan masih fokus ke usaha menengah dan besar, membantu brand ternama untuk mengelola transaksinya di platform online. Kendati demikian, dengan potensi bisnis dari kalangan UMKM –khususnya saat meninjau dari sisi kuantitas—para penyedia layanan enabler tersebut mulai menghadirkan layanan yang disesuaikan dengan kebutuhan UMKM.

Selain Desty, beberapa pemain lain yang membantu pedagang kecil untuk masuk ke ranah online antara lain Sirclo, Lakuuu, Jubelio, iSeller dan lain-lain. Bahkan beberapa pemain di sektor lain kini juga mulai masuk ke ranah yang sama, misalnya unicorn Xendit yang baru saja merilis platform Online Store untuk UMKM sekaligus terintegrasi dengan sistem pembayaran miliknya.

JALA Tech Announces 85.7 Billion Rupiah Funding

Aquatech startup JALA Tech announced $6 million funding or equivalent to 85.7 billion Rupiah. A number of global venture capitalists focusing on impact investment were involved in this round, including The Meloy Fund (managed by US based company, Deliberate Capital), Real Tech Fund (Japan), and Mirova (France).

Previously, JALA has also been supported by a number of investors, including Hatch Blue and 500 Startups since 2019.

In an official statement, JALA Tech’s Co-Founder & CEO, Liris Maduningtyas said, “We are delighted to receive this fresh funding, which will play an important role in helping us achieve our goal of developing new ways to improve the industry and its impact on society.”

In a general note, JALA develops technology in the form of hardware and software to help farmers boost up production. Some of these include water quality measuring tools, micro bubble generators, business recording applications and analytic tools. These devices can be connected and operated through applications with the Internet of Things (IoT) capabilities.

One of JALA’s target markets is shrimp farmers. It is said that Indonesia is one of the 5 largest shrimp producers in the world along with China, Ecuador, India and Vietnam. To date, many problems related to shrimp farming remain unresolved, such as pollution caused by the release of agricultural wastes in rivers and seas, disease outbreaks and mortality, inefficient value chains, low added value for farmers, and traceability of products that are poor limited, and transparency.

“JALA aims to contribute to solving some of these problems to make the shrimp value chain more sustainable, transparent, efficient and fair,” he said.

Regional expansion

Previously, in mid-2020, JALA had stated its intention to enter the regional market. It is started with a branch office in Thailand. Liris said that the company has expanded its business to Thailand, Malaysia, Vietnam, and Ecuador since 2019. However, it is still limited to a business agreement between the company with the B2B and B2C clients in the country.

As of July 2020, the company said, JALA’s user base have now reached more than 6 thousand farmers and over 100 IoT hardware devices are used.

In fact, this achievement blows a fresh air for the local cultivation industry. With technology and digital-based innovations, it is expected that the existing potential can be more optimized. Apart from JALA, other startups have also introduced innovations in the aquaculture sector, one of which is eFishery with its flagship product, automatic fish feed. With better investor support, eFishery is now entering the funding and online grocery business aiming to provide solutions from upstream to downstream.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Jago Coffee Tutup Pendanaan Pra-Awal, Segera Perluas Jangkauan dan Rilis Kategori Baru

Startup coffee chain Jago Coffee mengumumkan penyelesaian pendanaan pra-awal (pre-seed) sebesar $250 ribu atau sekitar 3,5 miliar Rupiah dari BEENEXT, Prasetia Dwidharma, dengan partisipasi dari barista dan pengusaha kopi ternama Hidenori Izaki, serta sejumlah founder dan angel investor di ekosistem digital Indonesia.

Perusahaan akan menggunakan dana segar ini untuk melakukan ekspansi ke lingkungan perumahan di wilayah Jabodetabek dan meluncurkan kategori produk baru, di luar kopi, yang ditenagai oleh software dan hardware milik Jago. Langkah tersebut untuk dorong peralihan dari etalase ritel tradisional ke etalase seluler yang lebih efisien dan rendah karbon.

Dalam keterangan resmi, Partner BEENEXT Faiz Rahman menjelaskan bahwa infrastruktur perkotaan merupakan peluang dan tantangan untuk pengembangan ritel di negara berkembang seperti Indonesia, sehingga membutuhkan operator untuk beradaptasi dengan tahap dan keadaan pembangunan lokal.

Ia menilai Jago mewakili iterasi baru untuk ritel mikro, mengambil bentuk perdagangan tradisional dan menata ulangnya ke dalam konteks modern melalui mobilitas dan teknologi. “Kami senang dapat mendukung Jago dan percaya bahwa format ritel mikro menawarkan potensi tak terbatas untuk model konsumsi baru,” ujar Faiz.

Founder QAHWA (perusahaan konsultan kopi global) dan 2014 World Barista Champion Hidenori Izaki menambahkan, menemukan kopi enak yang nyaman dan terjangkau itu sulit ditemukan. Namun, Jago memberikan kualitas dan kenyamanan tak tertandingi bagi pecinta kopi Indonesia yang mencari lebih dari sekadar cepat seduh dan murah.

“Jago juga mampu sekaligus memberdayakan barista untuk menjalankan toko mereka sendiri. Sebagai barista yang berpengalaman, saya sangat senang dapat bermitra dengan tim Jago untuk membawa format kopi baru dan inovatif ini ke garis depan pasar minuman Indonesia,” kata Izaki.

Jago Coffee memulai operasionalnya sejak Juni 2020 dengan menawarkan layanan mobile retail enabler, yang menggerakkan retail mobile mikro melalui armada mobil troli listrik sepenuhnya milik perusahaan—menemui pelanggan kapan pun mereka mau—di mana pun mereka mau. Dimulai dengan kafe keliling yang sepenuhnya elektrik, Jago Coffee menyediakan minuman kopi berkualitas yang disajikan oleh barista yang dilengkapi dengan semua alat dan bahan yang dibutuhkan untuk menyiapkan minuman segar di tempat.

Jago Coffee menawarkan pemesanan langsung dan pesan antar, layanan penjemputan dan pengiriman untuk kopi segar tingkat kafe langsung ke konsumen. Dengan model grab-and-go, perusahaan menempatkan gerobak di lokasi strategis seperti lobi gedung perkantoran, stasiun angkutan umum, dan ruang komunitas utama sehingga pelanggan dapat memesan di muka dan langsung mengambil pesanan mereka sebelum berangkat kerja atau saat bepergian.

Pengguna dapat mengunduh aplikasi Jago di iOS dan Android untuk memesan minuman yang baru diseduh untuk pengambilan dan pengiriman, sehingga tidak perlu pergi ke kafe untuk menyegarkan diri.

Membuka peluang usaha

Jago bercita-cita untuk memungkinkan siapa saja yang ingin menjadi wirausahawan untuk memulai bisnis ritel mikro mereka sendiri, memberdayakan wirausahawan mikro dengan kepemilikan yang lebih besar atas karier dan mata pencaharian mereka. Barista Jago memiliki dan mengoperasikan gerobak sendiri, menerima pelatihan profesional dari Jago untuk menyediakan produk dan layanan berkualitas tinggi kepada konsumen.

Mayoritas operator Jago berasal dari latar belakang barista profesional dan mampu memperoleh tingkat kemandirian yang tinggi melalui Jago, yang menghilangkan modal awal yang tinggi terkait dengan pembukaan kafe atau gerai ritel, sekaligus meningkatkan margin dan gaji yang dibawa pulang.

Sebagai model ritel aset-ringan, gerobak Jago mobile: bertemu pelanggan di mana pun mereka berada, memberikan kenyamanan superior; terukur: dengan biaya modal rendah, biaya overhead rendah, dan waktu penerapan yang cepat; dan terlihat: memungkinkan merek yang berbeda kesempatan untuk menyesuaikan dan secara langsung memberikan keramahan dan layanan kepada pelanggan dan meningkatkan visibilitas merek.

Perusahaan saat ini mengoperasikan armada 20 gerobak kopi keliling, dan berencana untuk meluncurkan 280 unit pada tahun depan. Di masa depan, perusahaan berencana untuk memperluas ke bentuk baru pemberdayaan ritel, menyesuaikan gerobak untuk berbagai kasus penggunaan dalam kemitraan dengan merek populer dan pemain ritel.

Merek ritel yang bermitra dapat memanfaatkan jaringan gerobak Jago bersama yang memungkinkan mereka memiliki fleksibilitas untuk mengatur di lokasi lalu lintas tinggi sambil mengurangi biaya sewa overhead, meningkatkan margin bisnis, dan memberikan lebih banyak kenyamanan kepada pelanggan mereka.

“Lanskap perkotaan Indonesia menawarkan peluang tak terbatas untuk beragam format dan pengalaman ritel. Dengan menghadirkan kafe dan kategori ritel lainnya ke tempat di mana konsumen tinggal, bekerja, dan bermain, Jago memenuhi permintaan akan minuman segar berkualitas tinggi dan memberdayakan pengusaha mikro untuk mendapatkan kepemilikan yang lebih besar dalam karier mereka, ”kata Co-founder & CEO Jago Coffee Yoshua Tanu.

Application Information Will Show Up Here

JALA Tech Umumkan Perolehan Pendanaan 85,7 Miliar Rupiah

Startup pengembang perangkat teknologi akuakultur JALA Tech mengumumkan perolehan pendanaan senilai $6 juta atau setara 85,7 miliar Rupiah. Sejumlah pemodal ventura yang fokus pada impact investment dari beberapa negara terlibat dalam putaran ini, di antaranya The Meloy Fund (dikelola Deliberate Capital dari Amerika Serikat), Real Tech Fund (dari Jepang), dan Mirova (dari Prancis).

Sebelumnya JALA juga telah didukung sejumlah investor, termasuk Hatch Blue dan 500 Startups sejak tahun 2019 lalu.

Dalam keterangan resminya, Co-Founder & CEO JALA Tech Liris Maduningtyas mengatakan, “Kami senang menerima pendanaan baru ini, yang akan berperan penting dalam membantu kami mencapai tujuan dalam mengembangkan cara baru untuk meningkatkan industri dan dampaknya terhadap masyarakat.”

Seperti diketahui, JALA mengembangkan teknologi berupa perangkat keras dan lunak untuk membantu petambak meningkatkan produksinya. Beberapa di antaranya alat pengukur kualitas air, pembuat gelembung mikro, aplikasi pencatatan bisnis hingga analisis. Perangkat-perangkat tersebut dapat terhubung dan dioperasikan melalui aplikasi dengan kapabilitas Internet of Things (IoT) yang dimiliki.

Salah satu target pasar produk JALA adalah petambak udang. Disampaikan, Indonesia satu dari 5 produsen udang terbesar di dunia bersama Tiongkok, Ekuador, India, dan Vietnam. Sampai saat ini, banyak masalah yang terkait dengan budidaya udang masih belum terselesaikan, seperti polusi yang disebabkan oleh pelepasan limbah pertanian di sungai dan laut, wabah penyakit dan kematian, rantai nilai yang tidak efisien, nilai tambah yang rendah bagi petani, dan ketertelusuran produk yang terbatas, dan transparansi.

“JALA bertujuan untuk berkontribusi dalam memecahkan beberapa masalah ini untuk membuat rantai nilai udang lebih berkelanjutan, transparan, efisien, dan adil,” ungkapnya.

Lancarkan ekspansi regional

Sebelumnya pada pertengahan tahun 2020 lalu, JALA telah memantapkan niatnya untuk masuk ke pasar regional. Diawali dengan membuka kantor cabang di Thailand. Disampaikan Liris, sejak tahun 2019 perusahaan sudah ekspansi bisnis ke Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Ekuador. Tapi itu masih sebatas ada kesepakatan bisnis antara perusahaan dengan klien B2B maupun B2C di negara tersebut.

Per Juli 2020 perusahaan menyampaikan, pengguna solusi JALA kini sudah mencapai lebih dari 6 ribu petambak dan lebih dari 100 perangkat hardware IoT dipakai.

Tentu prestasi ini menjadi angin segar untuk industri budidaya lokal. Dengan adanya inovasi berbasis teknologi dan digital, diharapkan potensi yang ada dapat terdorong lebih optimal. Selain JALA, inovasi di bidang pertambakan juga telah dihadirkan startup lain, salah satunya eFishery dengan produk andalannya pakan ikan otomatis. Dengan dukungan investor yang cukup baik, eFishery kini juga masuk ke bisnis pendanaan dan online grocery dengan harapan dapat memberikan solusi dari hulu ke hilir.

Application Information Will Show Up Here

J&T Express Dilaporkan Memperoleh Pendanaan 35,6 Triliun Rupiah, Capai Tonggak “Decacorn”

Startup logistik J&T Express dilaporkan telah memperoleh putaran pendanaan sebesar $2,5 miliar atau setara 35,6 triliun Rupiah dengan valuasi mencapai $20 miliar (sekitar Rp285 triliun), alias sudah menyandang gelar “decacorn”. Penggalangan dana ini merupakan bagian dari rencana J&T melantai di Bursa Hong Kong pada kuartal pertama 2022.

Berdasarkan laporan Reuters, pendanaan tersebut disokong oleh sejumlah investor utama, antara lain Boyu Capital, Hillhouse Capital Group, dan Sequoia Capital China. Selain itu, perusahaan game dan internet raksasa Tiongkok, Tencent Holdings, serta SIG China dan Susquehanna International Group juga ikut berpartisipasi.

“Penggalangan dana ini dilakukan sejalan dengan langkah ekspansi J&T ke Tiongkok dan Amerika Latin, selain rencana terdaftar di bursa Hong Kong,” ungkap sejumlah sumber yang dirahasiakan ini.

Sebagaimana diketahui, J&T Express berencana mengumpulkan dana sebesar $1 miliar menjelang IPO. Bahkan, CB Insights melaporkan J&T telah menyandang status unicorn valuasi $7,8 miliar pada April lalu.

Sumber tersebut mengungkap bahwa J&T menunjuk Bank of America (BAC.N), China International Capital Corp, dan Morgan Stanley (MS.N) untuk memuluskan rencana IPO ini.

Terkait pemberitaan tersebut, sejumlah investor terlibat menolak berkomentar kepada Reuters, termasuk Tencent dan Sequioa China.

Persaingan pasar logistik

Sekadar informasi, J&T Express didirikan di 2015 oleh Jet Lee dan Tony Chen, para petinggi perusahaan ponsel Oppo, dan telah melebarkan sayap bisnis ke sejumlah negara di Asia Tenggara. Setelah Indonesia, J&T sudah hadir di Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Thailand.

Para founder tersebut menggunakan pengalaman mereka terdahulu untuk membangun jaringan logistik besar-besaran di seluruh Asia Tenggara yang tengah terakselerasi berkat popularitas layanan e-commerce.

Di 2020, J&T masuk ke pasar Tiongkok dan bersaing dengan rival terkemuka di bidang logistik, termasuk S.F. Holding, ZTO Express, serta jaringan logistik raksasa yang dimiliki Alibaba Group dan JD.com.

Sementara di Indonesia, J&T juga bersaing ketat dengan sejumlah startup logistik, termasuk SiCepat dan Ninja Xpress, yang sama-sama memanfaatkan tren e-commerce untuk mengakselerasi bisnisnya. Menurut CEO J&T Robin Lo kala itu, jasa logistik dari bisnis e-commerce berkontribusi sebesar 50% terhadap pendapatan perusahaan di 2017.

E-commerce merupakan motor ekonomi digital di Indonesia yang terus bertumbuh hingga saat ini. Berdasarkan riset e-Conomy SEA 2021 yang dirilis Google, Temasek, dan Bain & Company, sektor e-commerce masih menjadi penggerak ekonomi digital dengan pertumbuhan 52% atau $53 miliar.

Application Information Will Show Up Here