Fazz Financial Lakukan Reorganisasi, Salah Satunya Efisiensi Karyawan

Startup fintech Fazz Financial melakukan langkah reorganisasi bisnis pada tanggal 1 Maret 2023. Langkah ini adalah bagian dari upaya berkelanjutan dalam meningkatkan efisiensi operasional dan merampingkan bisnis.

“Agar kami dapat fokus pada kekuatan inti bisnis utama kami, yakni pembayaran, kredit, dan stablecoin,” ucap juru bicara Fazz saat dihubungi DailySocial.id, Kamis (2/3).

Perusahaan menuturkan keputusan ini diambil setelah melakukan semua langkah pemotongan sejumlah pengeluaran, termasuk pemotongan gaji sukarela, pembekuan gaji para pendiri dan tim eksekutif senior, selain mengurangi elemen biaya tetap yang tidak penting lainnya.

Perusahaan tidak merinci berapa banyak karyawan yang terdampak dari pengambilan keputusan tersebut. Namun, menurut kabar beredar di media sosial, sebanyak 15% dari total karyawan terkena imbasnya.

Berkaitan dengan itu, juru bicara perusahaan menyampaikan, perusahaan tetap memenuhi seluruh kewajiban sesuai perundang-undangan yang berlaku, seperti pesangon, tunjangan hari raya, untuk karyawan terdampak. Tak hanya itu, benefit lainnya juga diberikan seperti, tunjangan kesehatan selama dua bulan dan pendampingan kesehatan mental dari tenaga profesional.

“Selain itu, Fazz akan memberikan dukungan dan sumber daya berkelanjutan kepada karyawan yang terkena dampak untuk membantu mereka dalam mencari pekerjaan,” tutup perusahaan.

Sebagai catatan, ini adalah kedua kalinya Fazz melakukan efisiensi bisnis. Pertama kali diumumkan pada Juni 2020 dengan mengurangi 10% tenaga kerja yang bergerak di bisnis non-inti dan bisnis yang banyak kontak fisik dengan pengguna. Sebelum efisiensi, jumlah karyawan di Fazz tembus 600 orang.

Dikabarkan sedang menggalang dana

Di tengah kabar PHK, Fazz dikabarkan sedang menggalang pendanaan lanjutan seri C. Berdasarkan regulatory filling, MUFG menjadi investor baru yang masuk dalam putaran tersebut. Saat dimintai tanggapannya, juru bicara perusahaan tidak bersedia berkomenter lebih lanjut dan berdalih saat ini perusahaan sedang menyelesaikan bisnis dan keuangannya.

“Kami ingin memberi Anda lebih banyak informasi tetapi ini butuh waktu tambahan untuk menyelesaikan detailnya, kami pun bisa memberi cerita yang lebih lengkap dan akurat.”

Sebelumnya perusahaan mengumumkan putaran seri C pada September 2022 senilai $100 juta. Sejumlah investor ternama berpartisipasi dalam putaran tersebut, seperti Tiger Global, DST Investment, B Capital, Insignia Ventures Partners, dan ACE & Company, dan lainnya. Sebanyak $25 juta dalam total dana tersebut berbentuk debt (term sheet) dari Lendable, sisanya berbentuk ekuitas.

Sebagai grup, Fazz memiliki beberapa lini bisnis. Di antaranya, Fazz Agen, yakni aplikasi keuangan berbasis agen yang melayani usaha mikro dan kecil di Indonesia dengan memberikan kemudahan akses untuk pembayaran, pembelian grosir dan permodalan yang merata. Berikutnya, Fazz Business, rebrand dari Xfers, sebuah akun bisnis untuk membantu startup, UMKM dan perusahaan-perusahaan besar yang sedang berkembang.

Fazz Businesss membantu pebisnis dalam membangun, menjalankan dan mengembangkan bisnis mereka di Asia Tenggara dengan menyediakan kemampuan untuk melakukan dan menerima pembayaran, mengembangkan modal, dan memperoleh pendanaan.

Selain Fazz Agen dan Fazz Business, Fazz juga memiliki unit bisnis lainnya, yakni Modal Rakyat – layanan pendanaan Peer-to-Peer dan pinjaman untuk UMKM, dan StraitsX – infrastruktur pembayaran untuk aset digital.

Application Information Will Show Up Here

Klaim Profitable, Mangkokku Rencanakan Galang Dana Seri B

Setelah menjalankan bisnis selama lebih dari tiga tahun, startup F&B Mangkokku mengklaim telah mencapai titik profitabilitas. Pandemi yang sempat mengganggu jalannya bisnis, membuat tim bergerak cepat melakukan adaptasi, berdampak pada akselerasi bisnis perusahaan sampai saat ini.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Mangkokku Randy Kartadinata mengungkapkan, tahun ini selain memperluas area layanan di pulau Jawa mereka juga ingin melihat potensi di daerah lainnya. Menurutnya perusahaan telah memiliki framework yang akurat ketika memutuskan untuk menambah toko offline atau layanan di lokasi baru.

“Saat ini kita telah memiliki 64 outlet di 19 kota. Di kuartal 4 tahun lalu Mangkokku juga telah hadir di pulau Sumatera, tepatnya di wilayah Lampung, Medan, dan Palembang,” kata Randy.

Diklaim olehnya, usai menerima pendanaan seri A tahun 2022 lalu, secara pipeline perusahaan sudah berada pada jalur yang tepat. Pengembangan produk, menjadi fokus perusahaan saat ini dan ke depannya. Mangkokku juga telah memiliki dua brand baru yang dikembangkan sendiri, yaitu Numinum dan Puedes.

Fokus kepada core-business

Puedes salah satu extra brand / Mangkokku

Meskipun saat ini industri F&B di Indonesia sudah sangat tersaturasi, karena kemudahan bagi semua kalangan untuk memiliki bisnis kuliner, ternyata kondisi ini tidak menjadi kendala bagi Mangkokku untuk mengembangkan bisnis mereka. Dilihat dari masih besarnya potensi industri F&B untuk terus berkembang di Indonesia.

“Di Indonesia paling gampang bikin restoran atau bisnis makanan, berbeda dengan negara lain. Mungkin hal tersebut yang membuat kondisinya saturated banyak pemain baru dengan motif yang tidak jelas membangun bisnis kuliner tapi ujung-ujungnya banyak di antara mereka yang tidak bertahan,” kata Randy.

Saat pandemi perusahaan juga mencatatkan pertumbuhan positif untuk pesanan online. Memanfaatkan marketplace dan food aggregator untuk pemesanan dan pengiriman makanan kepada pembeli, perusahaan belum memiliki rencana untuk merilis aplikasi sendiri.

Sebagai platform F&B, selama ini Mangkokku cukup konsisten dengan menu khas nusantara. Memanfaatkan central kitchen yang digunakan perusahaan untuk mengelola permintaan online dan offline, perusahaan saat ini sudah memiliki dua central kitchen yang terletak di Jakarta dan Surabaya.

Untuk memberikan menu yang relevan dan bervariasi, perusahaan juga telah memiliki 100 bank menu yang mereka kelola memanfaatkan R&D. Dengan demikian dalam waktu satu tahun ke depan sudah bisa diprediksi menu apa yang akan mereka luncurkan.

Agar bisnis bisa terus bertahan dan tentunya tetap relevan, diperlukan inovasi dan langkah strategis yang kemudian wajib untuk dilakukan oleh bisnis. Salah satu cara yang kemudian diterapkan oleh Mangkokku adalah menciptakan resep yang unik namun menyesuaikan selera saat ini. Kehadiran selebriti atau tokoh yang sudah dikenal oleh kalangan masyarakat untuk mempromosikan brand juga memiliki peranan penting saat awal membangun bisnis.

Namun pada akhirnya produk yang memiliki cita rasa yang lezat dan terbaik, menjadi pilihan bagi pelanggan. Mangkokku sendiri saat ini didukung oleh chef selebriti seperti Arnold Poernomo serta dua putra presiden Joko Widodo yaitu Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep.

Disinggung apakah perusahaan memiliki rencana untuk melancarkan brand aggregator, menurut Randy untuk saat ini Mangkokku masih fokus mengembangkan produk milik sendiri. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan, brand aggregator akan juga mereka terapkan dalam perusahaan.

“Kita memiliki opsi untuk itu, namun saat ini belum menjadi fokus. Kita lebih memiliki kredibilitas untuk meluncurkan extra brand milik sendiri untuk saat ini,” kata Randy.

Rencana penggalangan dana seri B

Sebagai platform yang didukung oleh perusahaan modal ventura, Mangkokku masih memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahapan lanjutan seri B. Masih dalam penjajakan dengan investor strategis, jika dana segar tersebut bisa mereka peroleh tahun ini, rencananya akan digunakan perusahaan untuk melakukan ekspansi di kota lainnya di Indonesia. Mangkokku berharap bisa mengantongi sekitar $10-20 juta dari investor.

“Kita melihat VC sebagai mitra strategis bukan hanya memberikan modal saja tapi juga networking,” kata Randy.

Sebelumnya Mangkokku telah mendapatkan pendanaan seri A sebesar $7 juta atau sekitar 101 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Alpha JWC Ventures dan EMTEK, serta partisipasi dari Cakra Ventures. Melalui pendanaan ini, Mangkokku akan menambah jumlah outlet fisik dan membangun ekosistem brand kuliner untuk menjadi grup perusahaan F&B terbesar di Indonesia.

Sebagai informasi, sebelumnya Mangkokku telah mengantongi investasi tahap awal dari Alpha JWC Ventures sebesar $2 juta atau sekitar 29 miliar Rupiah di 2020.

Selain penggalangan dana dan ekspansi, tahun ini perusahaan juga memiliki rencana untuk melakukan evaluasi kepada produk mereka. Telah memiliki sekitar 18 menu, tahun ini perusahaan berencana untuk merampingkan beberapa menu, sambil mendorong pemasaran menu favorit mereka. Mangkokku juga memiliki rencana untuk mengembangkan dua brand F&B mereka yaitu Numinum dan Puedes lebih besar lagi.

Strategi LODI Tingkatkan Profitabilitas Lewat Layanan Manajemen Gudang dan Logistik Offline

Setelah menjalankan bisnis hampir 5 tahun, platform smart logistic yang menawarkan solusi terpadu LODI mengklaim telah mencapai titik profit sejak tahun 2021 lalu. Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO LODI Yan Hendry Jauwena mengungkapkan, tahun 2021 menjadi tahun terbaik bagi perusahaan ketika berhasil mencapai break even point — ditutup dengan laporan keuangan yang “hijau” dan berhasil mencapai profitabilitas.

Di tengah tech winter yang sempat mengacaukan sejumlah bisnis startup, LODI juga mengklaim tengah mendapati stabilitas bisnis. Mereka mengatakan, sampai saat ini tidak pernah melakukan layoff terhadap pegawai yang mereka miliki.

“Tahun 2023 ini kita juga sudah mulai memasuki pasar yang sebelumnya kita tidak masuki, yaitu pasar SaaS melalui Warehouse Experience System yang kita miliki dan tentunya bermanfaat untuk pengguna,” kata Yan.

Kembangkan WMS dan perluas layanan offline

Bukan hanya fokus kepada layanan logistik first-mile saja, saat ini LODI juga telah melayani mid-mile, last-mile, hingga manajemen gudang.

Teknologi yang tengah mereka kembangkan adalah WMS (Warehouse Management System), yaitu sebuah sistem yang dibuat dengan tujuan memudahkan kinerja manajemen pergudangan. WMS yang diterapkan oleh LODI adalah berupa fitur. Dengan ekosistem lengkap yang mereka miliki, memungkinkan LODI untuk melakukan integrasi dengan pihak terkait hingga menerapkan teknologi IoT.

Berdasarkan laporan DSInnovate yang membahas lanskap logistik digital di Indonesia terungkap, Internet of Things (IoT) berpotensi menyediakan data tentang objek, seperti barang yang akan diangkut dan didistribusikan. Data ini dapat tersedia secara real time dan dengan biaya rendah. Objek dapat mengumpulkan atau mengirimkan data sendiri melalui sensor.

“Kami memasuki pasar SaaS dengan label ‘Warehouse Experience System’. Pelanggan yang menggunakan produk kami tidak terbatas dengan warehouse operation saja, namun juga dagangan atau penjualan mereka. Apakah mereka menjalankan sendiri atau memanfaatkan teknologi LODI semua bisa dilakukan,” kata Yan.

Saat ini sudah ada tiga perusahaan yang memanfaatkan WMS dari LODI, salah satunya adalah perusahaan terkemuka asal Singapura. Secara khusus saat ini LODI sudah memiliki 8 warehouse atau gudang di Indonesia. Di antaranya terletak di Kelapa Gading, Tangerang, Bandung, Surabaya, Medan, Balikpapan, Denpasar, dan Makassar. Makassar ke depannya akan menjadi pintu masuk dari layanan logistik untuk wilayah Indonesia timur.

LODI juga berencana untuk memperluas layanan mereka secara offline. Menurut Yan, menjadi ideal saat ini bagi perusahaan untuk melayani bisnis secara offline. Besar peluang bagi perusahaan logistik seperti LODI untuk memberikan layanan, dalam hal ini adalah distribusi toko hingga outlet. Bukan hanya pengiriman memanfaatkan kurir saja, LODI juga sudah menyediakan moda transportasi untuk distribusi berupa mobil van hingga truk untuk pengguna mereka.

“Jika sebelumnya LODI dikenal sebagai platform logistik untuk mereka yang berjualan online, saat ini kita juga mulai membuka layanan untuk segmen offline. Misalnya distribusi untuk toko atau outlet. Kenapa kita melakukan itu, karena kue-nya ternyata jauh lebih besar dibandingkan online. Dan ketika pemain offline sudah mulai bangkit lagi kita akan membantu usaha mereka,” kata Yan.

Saat ini LODI sudah mulai melakukan pembicaraan dengan asosiasi hingga brand besar untuk peluang memberikan layanan tersebut. Sementara itu untuk existing user yang sebelumnya hanya memanfaatkan layanan secara online saja dan ingin melakukan distribusi toko secara offline, bisa juga dilayani oleh LODI.

“Kita melihat layanan ini akan menjadi signifikan karena akan berimbas kepada revenue LODI. Hal ini menjadikan LODI berbeda dengan platform logistik lainnya, karena kita bukan spesialisasi online atau offline saja tapi juga keduanya, teknologi kita juga lebih terdepan,” kata Yan.

Meskipun hampir serupa dengan layanan yang dihadirkan platform logistik lainnya seperti Shipper dan Crewdible, namun LODI mengklaim memiliki perbedaan yang sangat signifikan dan tentunya bermanfaat bagi kalangan UMKM, startup, hingga perusahaan skala besar.

Berencana galang dana seri A

Saat ini LODI sudah berada dalam putaran pendanaan tahapan pra-seri A. Selama ini perusahaan enggan untuk mengumumkan investasi yang sudah mereka peroleh dan siapa saja investor yang terlibat. Namun menurutnya  nominal dana segar yang sudah mereka miliki dari sudah cukup besar.

Tahun ini perusahaan juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahapan lanjutan yaitu seri A. Saat ini perusahaan sedang menjajaki pembicaraan dengan investor dari dua kategori yaitu strategic investor dan institusional  investor.

“Bagi LODI saat melakukan penggalangan dana bukan hanya untuk mendapatkan modal saja, namun kita juga melihat apakah LODI bisa melakukan sinergi. Dan dilihat dari kondisi perusahaan saat ini untuk menjadi profitable  company harapannya hal tersebut bisa menarik perhatian investor,” kata Yan.

Terkait kategori produk yang dimiliki oleh pengguna mereka saat ini yang paling banyak adalah kategori produk kecantikan dan skin care, disusul dengan fesyen, kemudian produk ibu dan anak. Untuk memperluas layanan mereka, LODI juga berencana untuk memberikan solusi kepada pelaku industri F&B di Indonesia.

Masih dalam tahap pengembangan, ke depannya melalui teknologi yang LODI berikan, bisa membantu pemilik bisnis kuliner di Indonesia melakukan pemesanan hingga pengiriman dalam satu platform yaitu melalui LODI.

Application Information Will Show Up Here

Kargo Tech Ungkap Pencapaian Bisnis; Raih Dukungan dari FedEx

Tahun 2023 diproyeksi menjadi momentum kejayaan sektor logistik di Indonesia. Logistik sendiri merupakan salah satu sektor yang sangat esensial dan akan terus digunakan dalam berbagai keadaan. Di kala pembatasan interaksi berlangsung, sektor logistik tetap berjalan meskipun ada penurunan permintaan dari beberapa industri.

Salah satu yang menjadi pionir perusahaan teknologi di bidang logistik Indonesia adalah Kargo Technologies atau Kargo Tech. Platform ini menghubungkan perusahaan dan layanan penyedia truk guna mengurangi biaya logistik dengan menghilangkan perantara serta mengurangi tingkat perjalanan kosong.

Kargo Tech memosisikan diri sebagai virtual trucking company atau perusahaan trucking virtual.  Perusahaan baru saja menginjak tahun ke-5 nya beroperasi di Indonesia. Kendati demikian, timnya masih merasa berada di tahap awal untuk bisa mengembangkan bisnisnya lebih besar lagi ke seluruh penjuru negeri.

Sejatinya, sektor logistik merupakan bagian dari rantai pasok produk kebutuhan primer-sekunder masyarakat dan penopang usaha sektor riil dalam hal distribusi produk hingga ke end customer. Maka dari itu, pertumbuhannya akan seiring dengan laju perekonomian Indonesia yang diproyeksikan meningkat sebesar 2,6% — berdasarkan data IMF di tahun 2023.

Co-Founder & CEO Kargo Tech Tiger Fang mengamini hal ini serta mengungkap bahwa pasar logistik di Indonesia masih sangat besar. “Kargo sendiri baru menjangkau 1% dari total keseluruhan nilai pasar logistik tanah air. Masih ada potensi sebesar 99% yang harus kita jangkau,” tegasnya.

Namun, masih ada beberapa tantangan dalam menjalankan bisnis di sektor logistik. Kargo masih berusaha untuk bisa menyeimbangkan pertumbuhan dan profitabilitas. Model bisnis Kargo sendiri bergantung pada kepadatan dan skala bisnisnya. Prinsipnya, semakin banyak mitra dan semakin besar skala bisnisnya, ekspansi bisnis bisa jauh lebih cepat.

“Kami harus berinvestasi dalam menemukan pemilik truk, mempekerjakan orang, juga strategi marketing untuk awareness. Kami juga masih punya banyak PR untuk mengedukasi para stakeholder tentang cara kerja industri ini. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi kami, maka dari itu kita belum bisa ekspansi secara masif,” ungkap Tiger dalam wawancara bersama DailySocial.id.

Dari sisi eksternal, berkah penetrasi smartphone serta koneksi internet yang semakin inklusif juga mendukung perkembangan bisnis Kargo Tech. Hingga saat ini, perusahaan sudah menjangkau sebanyak 75% kota-kota besar di Indonesia, menjembatani 8 ribu perusahaan trucking dengan total 80 ribu truk.

Di samping Kargo Tech, penyedia platform teknologi logistik lain yang juga sudah beroperasi di Indonesia termasuk Logisly, Waresix, dan Andalin. Beberapa di antaranya menyediakan solusi selain manajemen transportasi untuk truk, seperti Andalin yang juga menjangkau transportasi udara dan laut dan Waresix yang menawarkan layanan manajemen warehouse.

Hingga saat ini, Kargo Tech sudah menjangkau sekitar 8 ribu perusahaan trucking dengan total 80 truk yang telah beroperasi / Kargo Tech

Target dan Investasi

Di tahun 2020, Kargo Tech sempat menerima pendanaan seri A senilai $31 juta (sekitar 504 miliar rupiah) yang dipimpin oleh Tenaya Capital asal Silicon Valley. Dilanjutkan dengan investasi strategis dalam bentuk obligasi konversi (convertible notes) dari Teleport, anak usaha logistik dari AirAsia Group dengan nominal yang tidak disebutkan.

Belum lama ini, perusahaan transportasi ekspres terbesar di dunia, FedEx Express, berkolaborasi dengan Forbes Asia untuk mengidentifikasi perusahaan startup yang tengah berkembang dan memberi dukungan berupa uang tunai sebesar $13 ribu guna menciptakan dampak yang lebih luas melalui bisnis mereka.

Tiger juga menambahkan, “Kami sangat berterima kasih kepada FedEx untuk dukungannya terhadap bisnis Kargo Tech. Kami juga berharap, ke depannya kami bisa menciptakan dampak yang lebih besar dan baik bagi ekosistem perusahaan. Selain itu, relasi antara Kargo Tech dan FedEx juga dapat bertumbuh dan membuahkan kerja sama yang lebih komersil.”

Terkait investasi, Tiger juga mengungkapkan bahwa tantangan selalu ada bahkan sebelum winter session ini terjadi, namun saat ini standarnya telah jauh lebih tinggi. Sekarang bukanlah tentang pertumbuhan di atas segalanya, melainkan perusahaan harus punya jalur menuju profitabilitas.

Di tahun 2023 ini, Kargo mengaku sangat optimis dan fokus membangun lajur untuk mendulang profitabilitas. Selain itu, juga memastikan pertumbuhan berada di lajur yang benar. “Kami menargetkan untuk bisa bertumbuh dua kali lipat dari bisnis saat ini. Rencananya, kami juga akan mulai menggalang dana Seri B di akhir tahun ini,” ujar Tiger.

Kargo Tech juga telah bekerja sama dengan beberapa institusi finansial seperti Investree, Modalku dan lainnya yang menyediakan layanan pembiayaan untuk para perusahaan mitra. Tiger menyebutkan bahwa hanya sebagian kecil dari total perusahaan mitra yang menggunakan layanan ini, “Karena kami juga ingin memastikan perusahaan mitra yang tergabung adalah yang terbaik,” tambahnya.

Application Information Will Show Up Here

Haus! Rampungkan Pendanaan Baru di 2023, Siap Ekspansi 1.300 Toko

Setelah mengantongi putaran seri B1 pada Juni 2022, startup F&B di segmen new tea & bobba Haus! akan merampungkan pendanaan seri B2 pada awal 2023. Sebelumnya Haus! telah mendapatkan pendanaan seri A senilai Rp30 miliar dari BRI Ventures melalui Dana Sembrani Nusantara.

Kepada DailySocial, CEO Haus! Gufron Syarif mengungkapkan dana segar tersebut akan digunakan untuk eskpansi di Indonesia. Saat ini, Haus! telah memiliki sekitar 229 toko, dan akan menambah sekitar 1.300 toko baru.

“Kami sedang finalisasi penggalangan dana tahapan B2 yang sudah kami jajaki sejak bulan Oktober dan November tahun ini. Harapannya, kami bisa closing putaran pendanaan ini di kuartal I 2023,” katanya.

Tahun depan, Haus! juga berencana meluncurkan aplikasi dan memperluas produk melalui sister brand Hot Oppa yang telah dirilis pada November lalu. Varian produk makanan ke depannya akan menjadi fokus perusahaan untuk meningkatkan growth store dan vertikal penjualan.

Goal kami ke depan adalah menjadi F&B Holding. Berbeda dengan brand lainnya, kami akan fokus pada pasar menengah ke bawah. Dilihat dari model bisnis yang kami terapkan, perhitungannya saat ini adalah setiap square meter ruko yang kami sewa, harus dioptimasi revenue-nya,” tambahnya.

Selama pandemi, perusahaan mengklaim mengalami pertumbuhan yang positif. Salah satu alasan mereka tidak terpengaruh terhadap aturan PSBB adalah, gerai Haus! berlokasi di kawasan perumahan, bukan di dalam mal yang terkena imbas cukup besar saat pandemi.

Meluncurkan aplikasi

Untuk memperluas ekosistemnya, Haus! akan meluncurkan aplikasi di kuartal pertama 2023. Perusahaan memutuskan untuk menggunakan aplikasi karena ingin memahami kebiasaan dan loyalty pelanggan. Secara bertahap, aplikasi akan diluncurkan dengan fokus awal pada pick-up dan delivery, menyusul nanti pada fitur loyalty dan tambahan fitur lain.

Meskipun saat ini Haus! banyak mengandalkan pemesanan dan pengantaran dari agregator pihak ketiga, sejak September hingga sekarang ada pegeseran kebiasaan pelanggan Haus! yang melakukan pembelian secara offline.

“Hal ini berhubungan dengan financial health dari kebanyakan agregator pihak ketiga, yang mulai mengurangi cash burning dan subsidi. Akhirnya subsidi ongkir berkurang demikian juga dengan subsidi diskon. Saat ini kami mencatat porsinya sudah 50-50 antara pembelian offline dan online,” kata Gufron.

Dengan aplikasi sendiri, Haus! berharap bisa mendapatkan sekitar 25% dari 50% pelanggan online yang sudah ada saat ini. Disinggung apakah ke depannya akan lebih banyak pelanggan yang melakukan pembelian dengan opsi pick-up atau offline, Gufron menyebutkan akan tetap ada pelanggan yang memilih untuk melakukan pembelian secara online, tetapi pilihan pick-up dan langsung ke konter diperkirakan juga makin meningkat.

Saat ini perusahaan mengklaim telah profitable meski jumlahnya belum terlalu mature dibandingkan dengan brand yang sudah lebih dulu menjalankan bisnis. Sejak awal berdiri sebagai startup food tech, Haus! akan tetap fokus kepada profitabilitas dan memanfaatkan tren dari coffee chain hingga new tea & bobba.

“Secara kategori new tea & bobba secara global sedang meningkat. CAGR telah berjumlah hingga dua digit setiap tahunnya. Dan Indonesia baru hadir tahun 2010 lalu, tetapi saat ini mulai bergeser dari tren menjadi kebiasaan dan ke depannya akan menjadi kultur.” Tutup Gufron.

Ikhtiar Kibumi Jembatani Pemulung dan Industri Daur Ulang Sembari Perangi Sampah

Sudah jadi fakta umum bahwa Indonesia masuk dalam kondisi gawat darurat sampah. Merajuk dari data Bappenas, Indonesia menghasilkan 6,8 juta ton limbah plastik setiap tahunnya. Jumlah ini diperkirakan akan berlipat ganda menjadi 13,6 juta ton pada 2040.

Masalah ini semakin genting karena hanya sekitar 30% dari sampah plastik di Indonesia yang terkelola. Sementara, sisanya akan mencemari laut, dibakar, atau dibuang sembarangan sehingga memberikan ancaman bagi lingkungan dan biodiversitas. Kondisi tersebut diperparah dengan fakta bahwa industri daur ulang di Indonesia itu kesulitan dengan rendahnya pasokan daur ulang di lapangan. Ironisnya, mereka harus mengimpor dari luar negeri.

“Industri ini masih sangat bergantung pada rantai nilai tradisional, di mana 80% barang daur ulang dikumpulkan dari sana. Di Indonesia sendiri, industri daur ulang mengimpor 800.000 ton barang daur ulang setiap tahunnya untuk mengisi kekosongan pasokan,” terang Founder dan CEO Kibumi Hadiyan Fariz Azhar saat dihubungi DailySocial.id, Kamis (15/12).

Isu mengenai sampah lah yang akhirnya menjadi cikal bakal lahirnya Kibumi pada 2019. Fariz panggilan akrab dari Hadiyan, melihat bahwa sampah di Indonesia itu sangat tidak terkelola. Akan tetapi, ada industri daur ulang yang sangat bergantung dengan kehadiran sampah-sampah tersebut.

Masalah lain muncul, ternyata selama ini industri daur ulang tidak bisa menjangkau lokasi TPA (tempat pembuangan akhir) atau sejenisnya. Selain tidak punya akses, kebanyakan sampah yang sudah masuk ke sana sudah tertumpuk dan kualitasnya terus menurun karena sudah tercampur dengan sampah jenis lainnya dalam jangka waktu yang lama.

“Kita lihat dari sisi ekonomi sirkular, ada rantai yang terputus karena sumber sampah, yakni rumah tangga, pabrik, dan perkantoran, tidak tersambung dengan industri daur ulang. Sisi inilah yang tadinya kami pikir harus diisi,” tuturnya.

Para pendiri Kibumi terdiri dari empat orang. Selain Faiz, ada Andi Manggala Putra (CFO), Wahyudin Gorang (COO), dan Christine Halim (Komisaris). Masing-masing latar belakang dari para pendiri saling mendukung dalam pendirian Kibumi. Pertemuan mereka bertiga dengan Christine, yang bergabung sebagai ADUPI (Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia) memperkuat fundamental manajemen di Kibumi.

Kibumi itu sendiri artinya Kita Bumi. Faiz ingin mengajak masyarakat untuk kembali merawat bumi yang sama saja dengan merawat diri sendiri.

Model bisnis Kibumi

Model bisnis awal dari Kibumi mirip dengan apa yang sedang dijalankan oleh Octopus, Duitin, dan Rekosistem, yakni mengambil sampah dari rumah tangga dengan membayar iuran bulanan mulai dari Rp50 ribu sampai Rp100 ribu. Ada sejumlah benefit yang diterima konsumen apabila mereka mampu memilah sampahnya dengan baik. Salah satunya iuran gratis atau mendapat uang ekstra dari Kibumi.

“Seiring berjalannya waktu kita lihat cost dari model bisnis ini karena ke B2C cukup tinggi, harus ada edukasinya. Lalu kita belajar, setelah dapat knowledge dan hitung secara bisnis agar sustain, ternyata value chain dari sumber sampah ke industri itu sudah diisi oleh pemulung, junkshop. Pengumpulan sampah itu 80% dilakukan oleh mereka,” kata Fariz.

Kibumi pun akhirnya pivot tepat di akhir 2020, setelah memerhatikan sisi keberlanjutan perusahaan ke depannya. Kini Kibumi memosisikan diri sebagai agregator supply chain. Perusahaan mengoptimasi proses pengumpulan sampah dari pemulung di berbagai lokasi, lalu hasilnya dijual kembali ke perusahaan daur ulang.

Perusahaan menyediakan infrastruktur sumber daur ulang end-to-end dengan teknologi melalui cara berkelanjutan untuk para pemulung agar mereka dapat bekerja lebih efisien. Misalnya, dengan bantuan Kibumi, mereka bisa memilah lebih banyak plastik botol lebih cepat dengan mesin. Lalu untuk pengemasannya sebelum diterima oleh perusahaan daur ulang, per botolnya ditekan jadi lebih kecil sehingga mencapai kapasitas maksimal untuk satu truknya.

Dampak nyata yaterasa bagi para pemulung adalah mereka mendapat peningkatan nilai sampah dari mitra pemulung dan lapak, hasil dari efisiensi biaya, dan peningkatan kapasitas setelah bergabung dengan Kibumi. Kisarannya mencapai Rp800-Rp900 per kilogram. Diharapkan ada efek domino yang bisa dirasakan, mengingat ini berakitan erat dengan perbaikan taraf hidup mereka.

“Pada akhirnya misi awal kita bisa tercapai karena kapasitas para teman-teman infomal ini bisa meningkat. Lalu dari sisi efisiensi juga tercapai, dari dampak sosial juga jauh lebih baik karena sektor informal ini berada di bawah garis kemiskinan. Ada banyak isu di sana. Kita merasa kalau kita bisa bantu improve kapasitas mereka, masalah bisa terurai satu per satu,” ujarnya.

Sumber: Kibumi

Dari sisi infrastruktur, tak hanya bangun hub di tiap provinsi, perusahaan juga memanfaatkan perangkat lunak dan keras untuk bantu meningkatkan efisiensi. Dari sisi perangkat keras tersedia conveyor belt dengan mesin yang sudah ditingkatkan fiturnya agar hasil kerjanya lebih berkualitas.

Lalu, mengembangkan IoT yang dipasangkan di mesin Kibumi untuk mempermudah proses kerja sehingga tidak memerlukan banyak orang, dan bekerja sama dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengembangkan alat pemilah sampah botol berdasarkan warna. Keduanya diharapkan bisa segera teralisasi agar proses kerja jauh lebih efisien.

Sumber: Kibumi

Teknologi digital dimanfaatkan untuk membangun kemampuan ketertelusuran data dari hulu ke hilir. Misalnya, aplikasi untuk rumah tangga, ESG dasbor untuk menampilkan seluruh material flow, dan ERP platform untuk mendigitalkan, mengotomasi, dan menghubungkan proses di junkshop.

Galang pendanaan

Sebagai bagian dari startup impact, perusahaan mengukur dampak yang diciptakan dengan indikator peningkatan nilai plastik dan pengurangan jejak emisi karbon. Untuk mengukur nilai plastik, pihaknya menghitung dari ongkos-ongkos yang berhasil dikurangi, termasuk logistik, setelah dibangun hub. Dari situ akan terlihat bagaimana produktivitas yang berhasil diciptakan oleh para pemulung yang diukur dengan nominal mata uang.

Kemudian, emisi karbon dapat dihitung per botol. Botol berukuran 600 ml itu biasanya punya emisi karbon 20 gram. Dari situ bisa dihitung total botol yang dikirim ke perusahaan daur ulang. Sebagai catatan, pemantaan plastik daur ulang itu 30% lebih rendah jejak emisi karbonnya daripada plastik virgin.

Plastik virgin adalah resin plastik yang diproduksi menggunakan gas alam, minyak bumi, dan minyak mentah. Bahan-bahan yang digunakan untuk memproduksi jenis plastik ini belum pernah diproses sebelumnya. Jadi, plastik virgin merupakan plastik baru tanpa bahan daur ulang.

Sejauh ini, perusahaan berhasil mencegah 72 juta sampah botol masuk ke lautan, mendaur ulang 12 juta botol baru per bulan, dan menciptakan kenaikan nilai plastik hingga 10%.

Sumber: Kibumi

Kinerja perusahaan diklaim terus menunjukkan progres yang menjanjikan. Dalam dua tahun, pendapatan Kibumi tumbuh tiga kali lipat secara year-on-year dan sudah cetak untung. Perusahaan telah memroses 4.200 ton sampah botol, membangun empat hub, dan bekerja sama dengan 210 junkshop (dengan 2.500 pemulung) yang berlokasi di Jawa, Sumatera, dan Bali.

“Tujuan kami pivot as a business agar sustain. Saat ini kita masih bootstrap tapi sudah self-sustaining. Profit yang kita dapat kita putar untuk acquire partner junkshop dan kami jual lagi ke pabrik daur ulang. Kami dapat harga jual yang bagus dari mereka dan ada kontrak jangka panjang.”

Saat ini perusahaan sedang menggalang pendanaan tahap awal dengan nilai target $5 juta. Rencananya dana tersebut akan digunakan untuk perbesar jaringan kemitraan Kibumi dengan junkshop dari 250 menjadi 3.000 junkshop dan perbanyak hub menjadi 12 hub. Kemudian, menambah jenis sampah baru untuk didaur ulang selain sampah botol, seperti kertas dan kardus.

“Kami kejar nilai penjualan dari $1,5 juta jadi $13,5 juta. Sudah ada masterplan yang cukup detail, daerah mana saja, karena sejak dua tahun ini Kibumi mampu perkuat operasional dan efisiensi di lapangan. Bisnis ini terbilang sulit karena banyak detail-detail yang sangat penting, harus akurat agar layanannya bisa sempurna dan tetap efisien. Tanpa itu pasti akan susah.”

Kopital Network Hadir sebagai Wadah Bagi Angel Investor untuk Founder Potensial

Berawal dari visi dan misi yang selaras untuk membantu para pendiri startup tahap awal, Kopital Network resmi diluncurkan. Kepada DailySocial.id perwakilan dari Kopital Network yang juga terlibat di Kenangan Kapital Fandy Cendrajaya mengungkapkan, ini merupakan jaringan angel investor yang mempertemukan investor individu dengan founder potensial.

Saat ini anggota Kopital Network terdiri dari sejumlah founder startup ternama yang juga aktif menjadi angel di sejumlah putaran pendanaan startup. Mereka adalah James Prananto (Co-founder Kopi Kenangan), Agung Nugroho (ex. Co-Founder Kudo, ex. eksekutif Grab), Hendra Kwik (Group CEO FAZZ Financial Group), Rohit Gulati (Managing director & Partner BCG Singapore), Jakob Rost (Co-founder & CEO AyoConnect).

Dengan pengalaman dan jaringan strategis yang dimiliki oleh masing-masing anggota angel investor, memberikan kesempatan lebih bagi pendiri startup Indonesia yang saat ini masih dalam tahap awal untuk mendapatkan perluasan jaringan, bimbingan, dan investasi tahap lanjutan.

Fokus kepada pendiri startup

Meskipun sudah banyak venture capital yang memberikan pendanaan kepada startup saat ini, namun dinilai belum banyak wadah yang solid untuk menampung investor individu. Kebanyakan dari mereka memberikan investasi secara personal dengan akses terbatas.

Melihat peluang tersebut, Kopital Network ingin menjadi wadah bagi pendiri startup tahap awal guna mendapatkan dana segar sekaligus jaringan strategis dari masing-masing angel investor. Faktanya, menurut data Startup Report 2021 ada sekitar 51 transaksi pendanaan sepanjang tahun lalu yang melibatkan lebih dari 100 investor individual — sebagian besar adalah founder startup tahap berkembang.

Selain dana segar, Kopital Network juga menawarkan mentorship dari para angel investor yang terlibat dengan berbagai topik. Mulai dari kiat mengembangkan bisnis hingga bagaimana cara yang tepat untuk bisa menuju ke profitabilitas.  Pendiri startup juga memiliki kesempatan untuk mendapatkan akses ke ekosistem startup yang dimiliki para angel, berpotensi membantu pengembangan produk, kemitraan komersial, penggalangan dana di masa depan, manajemen tim, dan personal growth.

Fandy sendiri akan bertindak sebagai gatekeeper untuk Kopital Network. Nantinya bagi pendiri startup yang memiliki ide bisnis dan unit ekonomi yang relevan, bisa menawarkan kepada angel investor di jaringan tersebut.

“Fokus kita lebih kepada founder oriented dan tentunya startup yang masih dalam tahap awal. Saya percaya early stage investment bukan hanya kepada perusahaan saja tapi juga founder dan tim yang dimiliki.”

Memilih untuk sektor agnostik, Kopital Network tidak memiliki kategori khusus untuk startup yang ingin didanai. Secara ticket size, pendanaan yang mereka tawarkan secara kelompok adalah mulai dari $100 ribu – $1 juta. Semua tergantung dari skala perusahaan atau startup yang akan diinvestasikan. Anggota dari Kopital Network akan memberikan investasi secara individual.

Tahun depan Kopital Network memiliki target untuk terus memberikan investasi sekaligus memberikan impact kepada ekosistem startup di Indonesia. Mereka juga ingin menghubungkan startup yang relevan kepada jaringan angel investor yang telah bergabung dalam Kopital Network.

Sebelumnya Kopital Network bersama dengan Kenangan Kapital dan Trihill Capital juga telah terlibat dalam pendanaan awal untuk startup agritech Eratani. Sejumlah founder startup yang juga mulai menjadi angel investor juga ikut menyuntik investasi ke Eratani. Di antaranya adalah Co-founder & CEO Koinworks Benedicto Haryono, Co-founder & CEO Sociolla John Marco Rasjid, Founder & CEO Gaji Gesa Vidit Agrawal, dan beberapa angel investor lainnya.

Fokus Powerbrain Dapatkan “Green Fund” dan Populerkan Teknologi Efisiensi Energi

Salah satu fakta yang masih terjadi di lapangan saat ini adalah masih kurangnya pemahaman dan cara yang lebih efektif untuk bisa menghemat energi. Dalam hal ini sebagai platform yang fokus kepada efisiensi energi, Powerbrain mencoba memberikan solusi untuk mampu memangkas biaya listrik menjadi lebih rendah, khususnya pada bangunan skala besar.

Kepada DailySocial.id, Founder & CEO Powerbrain Irvan Farasatha mengungkapkan, jika awalnya mereka menargetkan gedung dengan skala yang beragam, kini fokusnya lebih banyak ke gedung besar seperti mal, perkantoran, hingga pabrik. Hal ini tidak terlepas dari revenue yang didapatkan dalam satu proyek jika mampu mengelola efisiensi energi.

Meskipun masih sulit untuk mempromosikan layanan dan teknologi mereka kepada target pengguna, namun tim di Powerbrain yakin, dengan konsep yang mereka tawarkan, bisa menarik perhatian lebih banyak pemiliki gedung hingga pabrik untuk bisa menerapkan SOP khusus untuk penghematan energi.

“Sebenernya dari pasar masih skeptik respons yang kami terima, terutama yang menjadi hambatan adalah harga listrik di Indonesia termasuk murah dibandingkan negara seperti Singapura. Dengan alasan itulah Powerbrain kemudian menyasar kepada bangunan besar, dan kita lihat sistem untuk cooling saat ini tidak terlalu sophisticated menjadi peluang bagi kita,” kata Irvan.

Potensi sektor energi di Indonesia

Meskipun saat ini di Indonesia belum terlalu banyak digaungkan penerapan renewable energy dan energy efficiency, namun jika dilihat dari tren yang sudah terjadi di negara lain, ke depannya akan semakin banyak inisiatif dari kalangan startup hingga pihak terkait lainnya untuk kemudian memberikan kontribusi kepada sektor energi.

Saat ini sedikitnya sudah ada beberapa platform yang fokus kepada renewable energy. Di antaranya adalah SolarKita, Xurya, Warung Energi, Weston Energy, Forbetric, Erenesia, Khaira Energy, dan Syailendra Power. Sebagian besar menggarap potensi tenaga surya.

“Kami sebagai platform yang fokus kepada efisiensi energi melihat, meskipun pemain masih sedikit tapi internal rate of return (IRR) jauh lebih besar dalam kasus energi akan sedikit rendah IRR. Untuk renewable energy menjadi menarik karena jadi bisa cepat balik modal untuk investor. Itulah kenapa dalam waktu dua tahun terakhir makin banyak platform yang fokus kepada sektor ini,” kata Irvan.

Disinggung apakah produk dan layanan dari Powerbrain dan pemain serupa lainnya dapat mengganggu PLN sebagai perusahaan milik pemerintah yang menyediakan energi kepada seluruh lapisan masyarakat, menurut Irvan meskipun bersinggungan, namun apa yang mereka tawarkan tidak mengganggu bisnis dari PLN. Meskipun saat ini belum ada regulasi khusus untuk energy efficiency, namun kabarnya mereka telah mendapat dukungan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Di Powerbrain kita lebih bermain di energy efficiency bukan di renewable energy. Solar panel salah satu yang kita kerjakan, tapi kebanyakan untuk efisiensi di bangunan. Misalnya efisiensi AC, heat pump, pemanas air, dan lainnya. Jadi tidak bersinggungan dengan PLN secara langsung,” kata Irvan.

Tercatat saat ini Powerbrain mampu memangkas pengeluaran di mal, pabrik dan lainnya hingga 20-30%. Selain memberikan konsultasi, Powerbrain juga membuat desain hingga melakukan konstruksi kepada pemilik gedung dan bangunan lainnya.

“Di awal kita menargetkan kepada bangunan small to medium, namun karena kebanyakan di gedung tersebut tidak ada orang yang bertanggung jawab untuk melakukan pemeliharaan, proses edukasi kemudian menjadi lama, di sisi lain pengeluaran juga kecil. Sekarang kita fokus kepada bangunan yang lebih besar sebulan satu proyek, namun bisa mendapatkan growth yang signifikan,” kata Irvan.

Powerbrain menawarkan solusi smart energy management melalui perangkat IoT (termasuk sensor), automation software untuk memaksimalkan utilisasi energi dan menghemat biaya opex, serta aplikasi berbasis web dan mobile untuk memantau dan melacak konsumsi listrik.

Pendanaan “green fund”

Didirikan pada tahun 2020, inisiatif ini berawal dari kecemasan akan isu pemanasan global. Dengan menggabungkan teknologi dan solusi finansial melalui Smart Energy Management, Powerbrain fokus menjangkau bisnis efisiensi energy untuk menjawab kebutuhan manajemen energi pada suatu bangunan di Indonesia yang belum terpenuhi.

Karena besarnya biaya yang dibutuhkan untuk bisa melakukan satu proyek, fokus dari Powerbrain saat ini adalah bagaimana mereka bisa mendapatkan mitra yang bisa menghubungkan mereka kepada pendanaan Green Fund. Menurut Irvan akan menjadi ideal jika mereka terlibat dalam pendanaan tersebut, meskipun investasi dari investor seperti venture capital juga masih menjadi peluang terbaik.

“Saat ini di Indonesia sudah ada beberapa lembaga yang menawarkan pendanaan konsep tersebut, namun belum banyak di antara mereka yang bersedia memberikan pendanaan dalam jumlah besar. Mereka juga kebanyakan belum terlalu matang dalam hal pemahaman, dibandingkan dengan lembaga di luar negeri,” kata Irvan.

Karena masih belum banyak investor yang melirik sektor renewable energy dan energy efficiency seperti Powerbrain, sebagai entitas menjadi lebih ideal jika ke depannya bisa mendapatkan pendanaan dari lembaga atau impact fund hingga green fund dari luar negeri.

Bulan Juni tahun ini Powerbrain telah mengantongi pendanaan tahap awal dari Achmad Zaky Foundation (AZF). Tidak disebutkan berapa nilai pendanaan yang disalurkan, namun ini merupakan langkah awal organisasi non-profit yang didirikan Co-Founder Bukalapak Achmad Zaky untuk berinvestasi di sektor impact.

Ke depannya menurut Irvan akan semakin banyak startup yang bermain di sektor ini. Bukan hanya di renewable energy, namun juga layanan dan produk lainnya seperti penyediaan baterai untuk skala kecil hingga besar. Di sisi lain electric vehicle (EV) juga akan makin banyak dilirik oleh pengembangan teknologi lokal hingga asing. Dan sebagai perusahaan, Powerbrain pun tertarik untuk menghadirkan charging station untuk motor listrik.

“Ke depannya kita mempersiapkan bukan hanya energi efisiensi tapi energi transisi, menggabungkan software ke arah energi dari segi automation. Saat ini fokus kita energi efisiensi, ke depannya electric vehicle tapi lebih ke charging station. namun masih dalam tahapan perencanaan,” kata Irvan.

Somethinc Dikabarkan Galang Pendanaan Seri B

Perusahaan beautytech yang dikenal dengan brandSomethinc”, dikabarkan tengah menggalang dana seri B. Dari data yang telah diinputkan ke regulator, saat ini mereka telah membukukan investasi senilai $10 juta atau lebih dari 150 miliar Rupiah. Pemodal ventura yang telah masuk ke putaran pendanaan ini adalah Sequoia Capital dan Prosus Ventures.

Sebelumnya, Sequoia Capital sudah lebih dulu mendukung perjalanan bisnis perusahaan yang telah berdiri sejak tahun 2019 ini. DailySocial.id mencoba menghubungi tim terkait untuk meminta konfirmasi, namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan atas surel yang dikirimkan.

Potensi pasar kecantikan yang cukup besar di Indonesia telah mengundang berbagai inovasi baru di sektor ini. Somethinc menjadi salah satu produk lokal yang bersinar di tengah gempuran merek global yang mendominasi industri. Belum genap tiga tahun berdiri, perusahaan ini sudah merajai berbagai situs-situs belanja dalam kategori kosmetik atau skincare.

Dirintis dari tahun 2014 oleh Irene Ursula, Somethinc merupakan sebuah merek dari perusahaan teknologi, Beautyhaul. Kala itu e-commerce masih di tahap early, Ia membangun Beautyhaul, sebuah marketplace brand kecantikan dan perawatan yang terkurasi. Platform ini menyediakan berbagai brand kosmetik, baik global maupun lokal.

Secara bisnis, Somethinc tidak hanya menerapkan satu model bisnis. Perusahaan memosisikan diri sebagai creative business, yang berarti ada penciptaan di mana “content is king and distribution is God“. Perusahaan memproduksi konten internal, lalu menjalankan supply chain dan warehouse sendiri. Selain itu mereka juga fokus untuk omnichannel dan distribusi, termasuk langsung ke konsumer (D2C).

Dalam wawancara terakhir bersama Co-Founder Marsela Limesa, perusahaan saat ini tengah intensif mengimplementasikan teknologi dan gencar mencari talenta untuk mendukung pertumbuhan bisnis. Ke depannya, perusahaan berharap bisa menawarkan layanan end-to-end, jika memungkinkan, memiliki supply sendiri.

Investasi di industri kecantikan

Seputar tahun 2020-2021, industri kecantikan cukup disoroti karena pendanaan yang tidak sedikit untuk sektor yang sering kali dianggap tidak mengimplementasikan teknologi. Pada kenyataannya, beberapa perusahaan bermunculan dengan inovasi yang cukup baru untuk mendisrupsi sektor ini.

Sebelumnya DailySocial.id sempat mengulas tren beautytech di Indonesia, yang didefinisikan sebagai model baru bagi pelaku di industri kecantikan dalam menjangkau konsumen. Model bisnisnya tak lagi berkutat pada jalur distribusi konvensional, tetapi mengombinasikan kekuatan teknologi dan digital.

Perusahaan seperti Sociolla berhasil meraih lebih dari 841 miliar Rupiah dari Temasek, Pavilion Capital, dan Jungle Ventures. Selain itu, beberapa startup lokal berhasil mendapatkan pendanaan dari venture capital (VC) termasuk Base, Nusantics, SYCA, Callista, Raena dan Alatte Beauty. Masing-masing perusahaan telah memanfaatkan teknologi untuk mengembangkan produk dan mengenali kebutuhan konsumen.

Menurut Statista, permintaan untuk produk kecantikan akan meningkat hingga $9.6 miliar di tahun 2025. Di masa yang akan datang, bukan tidak mungkin beauty tech startup akan melebarkan sayapnya di Asia Pasifik. Asia Pasifik merupakan pasar industri kecantikan terbesar di dunia, sebesar 43% dari total pasar dunia. Beberapa negara yang menjadi pasar terbesar yaitu Tiongkok, Korea Selatan, dan Jepang.

Cerita CEO eFishery dan Super dalam Memikat Investor, Kendati Bisnisnya di “Niche Market”

Dalam sesi acara “TechinAsia Conference 2022“, Co-Founder & CEO eFisery Gibran Huzaifah dan Co-Founder & CEO Super Steven Wongsoredjo mengungkapkan, ketika keadaan sulit saat ini penting bagi perusahaan kembali kepada fundamental dan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk menghasilkan produk yang relevan untuk pengguna.

Kedua founder tersebut juga bercerita sempat mengalami kesulitan saat awal membangun bisnis dan meyakinkan investor untuk memberikan pendanaan kepada startup mereka.

Kesulitan meyakinkan investor di awal

Sebagai entrepreneur Gibran menyadari benar bahwa ketika membangun bisnis yang harus diperhatikan adalah mendapatkan keuntungan. Sebagai platform yang menyasar sektor aquaculture, masih sulit bagi perusahaan untuk mendapatkan investasi dari pemodal ventura.

Ketika layanan e-commerce dan on-demand dulunya sempat menjadi primadona, tidak demikian dengan produk yang dikembangkan eFishery.

“Kami cukup beruntung tidak harus bersaing dengan sektor yang terbilang seksi dan paling banyak diminati oleh investor. Dengan demikian kami mengandalkan semua yang ada untuk fokus kepada produk dan memberikan layanan yang baik kepada target pengguna,” kata Gibran.

Hal serupa juga dialami oleh Steven, sewaktu awal membangun Super sudah fokus dengan misi awal mereka yaitu menyasar kepada kawasan pedesaan (rural). Meskipun dirinya yakin dengan peluang yang ada menyasar kawasan pedesaan, namun tidak demikian dengan kalangan investor.

“Sejak awal saya selalu memiliki keyakinan bahwa kawasan pedesaan memiliki peluang yang besar,” kata Steven.

Mengklaim sebagai underdog, Steven kemudian memanfaatkan dana yang mereka miliki sebaik mungkin. Kegiatan penggalangan dana juga tidak menjadi fokus dari Steven dan tim, sehingga mereka tidak terlalu sering fundraising. Kegiatan tersebut mereka lakukan ketika perusahaan sudah mencapai milestone.

Tercatat saat ini Super sudah mengantongi pendanaan seri C sebesar $70 juta (lebih dari 1 triliun Rupiah) yang dipimpin New Enterprise Associates (NEA), VC berbasis di Silicon Valley. Jajaran investor lain yang turut berpartisipasi meliputi Insignia Ventures Partners, SoftBank Ventures Asia, DST Global Partners, Amasia, B Capital, dan TNB Aura.

Serupa dengan Super, eFishery juga sudah dalam tahapan seri C. Dana segar tersebut diperoleh oleh mereka awal tahun ini senilai $90 juta (lebih dari 1,2 triliun Rupiah) yang dipimpin oleh Temasek, SoftBank Vision Fund 2, Sequoia Capital India, dengan partisipasi investor sebelumnya, yaitu Northstar Group, Go-Ventures, Aqua-Spark, dan Wavemaker Partners.

“Sejak awal kami konsisten dengan misi perusahaan. Kami memanfaatkan waktu untuk melihat fundamental bisnis, fokus kepada produk yang bisa kita berikan kepada target pengguna yang loyal, buat kami itu adalah cara terbaik untuk bertahan,” kata Gibran.

Fokus kepada bisnis dan target pengguna

Istilah “Tech Winter” makin kencang digaungkan oleh para penggiat startup. Kondisi ini juga diartikan sulitnya untuk mendapatkan kapital dari investor. Jika sebelumnya banyak dari kalangan investor memberikan investasi dengan mudah dan fokus kepada growth, kini kondisi sudah berubah.

Investor juga mulai memikirkan kepada profitablitas. Jika dulunya growth dan kegiatan membakar uang menjadi fokus, kini ketika berbicara dengan kalangan investor, apa strategi startup untuk mendapatkan revenue atau profit yang kemudian menjadi prioritas mereka.

Hal tersebut dirasakan benar oleh Gibran dan Steven. Dulu ketika mereka masih melakukan penggalangan dana di tahap awal, kebanyakan investor ingin agar startup fokus kepada growth. Bahkan bersedia untuk menambahkan pendanaan mereka, demi pertumbuhan. Kini mereka pun mulai melihat growth tidak lagi menjadi fokus investor namun lebih kepada profitabilitas.

Agar startup bisa bertahan saat keadaan sulit ini, Gibran memberikan saran agar fokus kepada bisnis dan target pengguna. Sementara bagi Steven cara terbaik untuk bisa bertahan ketika kapital sulit didapatkan adalah, membangun fundamental sebelum akhirnya bisa berada dalam siklus untuk melakukan penggalangan dana.

“Saya melihat investor saat ini semakin hati-hati untuk memberikan investasi. Namun demikian saya melihat perusahaan terbaik akan bisa lahir dari ekosistem yang ada saat ini,” kata Steven.