HyperX Cloud Flight S Lebih Praktis dari Headset Gaming Lain Berkat Wireless Charging

Headset wireless tentu lebih praktis ketimbang headset biasa. Namun terkadang yang terasa menyebalkan adalah ketika baterainya sudah hampir habis, terutama pada headset yang tidak bisa digunakan selagi sedang di-charge.

Supaya terhindar dari skenario menyebalkan itu, pengguna harus terus ingat untuk mengisi ulang headset wireless dari waktu ke waktu. Andai saja ada cara charging yang lebih praktis. Well, di sinilah wireless charging jadi terasa sangat berguna, dan ini juga yang menjadi salah satu nilai jual utama headset gaming terbaru HyperX.

HyperX Cloud Flight S

Ya, kelebihan headset bernama Cloud Flight S ini adalah dukungan Qi wireless charging. Jadi setiap kali selesai bermain, cukup letakkan headset ini di atas wireless charger, maka baterainya akan selalu dalam kondisi terisi penuh setiap kali Anda menggunakannya kembali.

Daya tahan baterainya pun jempolan; Cloud Flight S mampu beroperasi sampai 30 jam nonstop dalam sekali pengisian. Keunikan lain dari Cloud Flight S adalah empat tombol pengoperasian yang terintegrasi pada salah satu sisi luar earcup-nya, dan fungsi tiap-tiap tombolnya ini dapat diprogram sesuai kebutuhan masing-masing.

HyperX Cloud Flight S

Kompatibel dengan PC atau PS4, Cloud Flight S mengandalkan sepasang driver neodymium berdiameter 50 mm, dengan respon frekuensi 10 – 22.000 Hz. Mikrofonnya dapat dilepas-pasang, dan HyperX tak lupa menyertakan indikator LED yang menunjukkan apakah mic-nya sedang dalam posisi mute atau tidak.

Di Amerika Serikat, HyperX Cloud Flight S saat ini telah dipasarkan seharga $160. Sayang banderol tersebut rupanya belum mencakup wireless charger-nya, tapi konsumen tentu dapat memakai miliknya sendiri selama charger tersebut sesuai dengan standar Qi.

Sumber: Business Wire.

Corsair Perbarui Mouse Gaming Khusus MOBA-nya

Razer punya Naga, Corsair punya Scimitar. Keduanya merupakan seri mouse gaming yang cukup populer di kalangan pemain MOBA maupun MMO. Alasannya tidak lain dari belasan tombol di sisi kiri yang membuat mereka menyerupai sebuah kalkulator, dan faktor inilah yang justru menjadi pertimbangan utama para konsumennya.

Tiga tahun setelah merilis Scimitar Pro RGB, Corsair kini meluncurkan Scimitar RGB Elite sebagai suksesornya. Seperti yang bisa kita lihat, bentuk dan desain keduanya hampir identik. Saya bilang hampir karena ada sedikit perubahan yang membuat Elite jadi lebih ringan (122 gram) daripada Pro (147 gram), tidak termasuk kabelnya.

Corsair Scimitar RGB Elite

Namun perubahan terbesarnya terletak pada sensor optiknya. Elite mengemas sensor PixArt PMW3391 dengan sensitivitas maksimum 18.000 DPI dan kecepatan tracking hingga 400 inci per detik. Bedanya memang tidak banyak mengingat Pro mengemas sensor 16.000 DPI, namun tetap saja Elite lebih superior di atas kertas.

Juga berbeda adalah switch Omron yang tertanam di balik tombol kiri dan kanannya, yang diklaim lebih tangguh karena bisa tahan sampai 50 juta klik (milik Pro cuma sampai 20 juta klik). Selebihnya, Elite masih mempertahankan segala keunggulan Pro, termasuk tentu saja total 17 tombol yang dapat diprogram sesuai kebutuhan.

Corsair Scimitar RGB Elite

12 tombol sampingnya juga tetap bisa digeser-geser posisinya supaya pengguna bisa mengepaskannya dengan jempol masing-masing. Layout-nya sendiri masih sama persis, dan samping kanannya juga masih dilapisi karet bertekstur kasar yang sangat nyaman dijadikan tempat beristirahat jari manis sekaligus kelingking.

Di Amerika Serikat, Corsair Scimitar RGB Elite saat ini telah dipasarkan seharga $80, sama persis seperti harga jual pendahulunya saat pertama dirilis.

Sumber: PC Gamer.

Eve Spectrum Adalah Monitor yang Sangat Kapabel Hasil Rancangan 4.053 Orang

Masih ingat dengan Eve V, kloningan Surface Pro yang terlahir dari konsep crowdsourcing? Hampir semua aspek dari Eve V terdengar menarik, dan itu dikarenakan ribuan orang yang tergabung dalam komunitasnya turut berpartisipasi selama pengembangannya dengan cara memberikan masukan demi masukan terkait apa yang mereka inginkan dari sebuah tablet Windows 10.

Sukses dengan V, tim Eve yang bermarkas di Finlandia ini pun tertarik untuk menerapkan formula yang sama di kategori perangkat lain. Upaya mereka melahirkan Spectrum, sebuah monitor yang digarap dengan melibatkan 4.053 orang dalam komunitas Eve. Sebagai perbandingan, Eve V sebelumnya disebut melibatkan 1.453 orang.

Eve Spectrum

Lagi-lagi masukan dari banyak orang ini menghasilkan perangkat yang sangat menarik. Spectrum hadir dalam tiga varian, dan ketiganya mengusung spesifikasi yang sangat mumpuni. Semuanya ditenagai panel IPS berukuran 27 inci yang mendukung 98% spektrum warna DCI-P3, sedangkan perbedaannya terletak pada resolusi, refresh rate dan tingkat kecerahannya.

Varian yang termurah ($349) mengemas resolusi 1440p, refresh rate 165 Hz dan tingkat kecerahan maksimum 450 nit. Pada varian tengahnya ($489), resolusinya tetap 1440p, tapi refresh rate dan tingkat kecerahannya naik menjadi 240 Hz dan 750 nit. Varian termahalnya ($589) mengusung resolusi 4K dan refresh rate 144 Hz, dengan tingakt kecerahan 750 nit.

Eve Spectrum

Refresh rate setinggi itu menjadikannya ideal untuk gaming, dan Spectrum juga kompatibel dengan teknologi variable refresh rate dari Nvidia (G-Sync) maupun AMD (FreeSync). Satu hal yang saya sangat suka, Spectrum tidak mengadopsi desain ala perangkat gaming yang kelewat norak meskipun spesifikasinya sangat pantas ditandingkan dengan monitor gaming lain.

Bicara soal desain, Spectrum tidak dijual bersama dudukan monitor sehingga konsumen yang hendak menggantungkannya ke tembok bisa sedikit berhemat. Namun bagi yang membutuhkan, Eve menawarkan stand opsional seharga $99 yang amat fungsional; usai dipasang, monitor bisa diubah tinggi-rendahnya, didongakkan atau ditundukkan, serta diputar orientasinya dari landscape ke portrait.

Eve Spectrum

Daya tarik terakhir Spectrum adalah soal konektivitas. Spectrum mengemas segudang port di punggungnya: HDMI, 2x DisplayPort, 2x USB-C (satu yang bisa mengisi ulang laptop dengan output 100 W), 3x USB-A, jack audio 3,5 mm dan USB-B. Saya rasa sulit mencari monitor lain di rentang harga yang sama yang memiliki port sebanyak ini.

Satu hal yang bakal jadi kekurangan Eve Spectrum adalah perihal stok. Sebagai perusahaan yang masih muda, kapasitas produksi yang bisa dipenuhi Eve masih terbatas. Harga yang saya sebut tadi ($349, $489, dan $589) juga merupakan banderol termurah yang disiapkan untuk sejumlah pemesan awal – harganya akan terus naik seiring waktu, dan harga jualnya sudah pasti lebih mahal saat Spectrum sudah di tiba tangan para peritel.

Sumber: Eve via TheNextWeb.

SteelSeries Luncurkan 3 Gaming Gear Terjangkau Untuk Gamer Pemula

Dalam memilih gaming gear, tiap orang memang punya preferensi brand sendiri. Tapi kini makin banyak konsumen memahami bahwa masing-masing merek punya kekuatan: ada yang memberikan pilihan paling banyak, mutu terbaik di harga terjangkau, hingga nama-nama apa saja yang menguasai lini high-end. Di kelas inilah kita bisa menemukan perangkat berdesain unik dengan fitur-fitur canggih.

Meski begitu, segmen entry-level tentu tetap jadi tulang punggung bisinis terlepas dari begitu ketatnya kompetisi di sana. Demi membuat penawarannya lebih menarik, produsen menurunkan sejumlah fitur premium ke produk-produk terjangkau. Inilah strategi SteelSeries dalam mengenalkan tiga periferal anyarnya. Perangkat-perangkat ini disiapkan sebagai gaming gear pertama bagi mereka yang baru mulai menyeriusi gaming.

Tiga produk SteelSeries baru itu meliputi mouse bernama Rival 3 dan dua buah keyboard, yaitu Apex 3 dan Apex 5.

 

Rival 3

Rival 3 ialah mouse spesialis gaming dengan rancangan simetris khas SteelSeries. Meski demikian, ia dirancang untuk digunakan di tangan kanan karena thumb button-nya diposisikan di sisi kiri. Struktur tubuhnya terbuat dari ‘material premium’, dan demi mempercantik penampilannya, SteelSeries tidak lupa membubuhkan sistem pencahayaan RGB LED tiga zona pada logo serta striping di bagian bawah.

SS 1

Mouse menyajikan total enam buah tombol yang menyimpan switch mekanis berdaya tahan hingga 60 juta kali tekan. Di rentang harga ini, switch biasanya hanya tahan sampai 10 atau 20 juta kali tekan. Selanjutnya, Rival 3 memanfaatkan sensor optik TrueMove Core dengan sensitivitas DPI dari 100 sampai 8.500, dan kabarnya dibekali kemampuan melacak 1:1 dalam menerjemahkan gerakan tangan ke layar.

 

Apex 3

Apex 3 merupakan keyboard berdaya tahan paling tinggi terjangkau yang SteelSeries miliki. Alasannya adalah penggunaan struktur kedap air bersertifikasi IP32 sehingga ia tidak langsung rusak ketika Anda tak sengaja menumpahkan minuman saat sedang seru bermain. Apex 3 menghidangkan layout full-size dengan numerical pad, dilengkapi wrist rest magnetik, serta siap memeriahkan kegiatan gaming Anda dengan tarian warna LED RGB 10-zona.

SS 2

Apex 3 masih menggunakan jenis switch karet. Tapi SteelSeries tak mau ia disamai dengan switch membran biasa: papan ketik tetap bisa bekerja normal hingga 20 juta kali tekan. Selain itu, keyboard mempunyai fitur antighosting, rangkaian tombol multimedia dedicated, serta ditunjang kabel routing tiga arah.

 

Apex 5

Apex 5 diramu untuk memperkuat lini tengah keyboard SteelSeries dan menyuguhkan upgrade signifikan dari Apex 3. Tubuhnya terbuat dari aluminium kelas pesawat terbang, kemudian terdapat layar OLED di area kanan atas untuk menampilkan profil, info permainan hingga notifikasi Discord. Sistem backlight-nya pun lebih canggih, Apex 5 memanfaatkan RGB LED per-key yang memperkenankan kita buat mengustomisasi pencahayaan tiap tuts. Dan tentu saja, SteelSeries turut membekalinya dengan wrist rest magnetik.

SS 5

Jantung dari Apex 5 adalah switch hybrid racikan SteelSeries sendiri. Switch ini tetap menggunakan membran karet sebagai basisnya, dipadu struktur mekanis sehingga tiap tekanan pada tombol memberikan sensasi clicky ala Cherry MX Blue. Switch hybrid juga dijanjikan lebih awet dari varian membran dengan daya tahan hingga 20 juta kali tekan.

SS 6

Ketiga produk sudah mulai dipasarkan, namun saat ini mereka masih belum tersedia di Indonesia. Berikut daftar harganya:

Sumber: SteelSeries.

Razer DeathAdder V2 dan Basilisk V2 Unggulkan Switch Optis Beserta Sensor Focus+ yang Sangat Mumpuni

Razer Viper Ultimate yang dirilis Oktober lalu boleh dibilang merupakan gaming mouse paling inovatif yang pernah Razer buat. Di samping konektivitas wireless generasi baru, mouse tersebut turut mengunggulkan switch tombol bertipe optis dan sensor Razer Focus+ yang sangat mumpuni.

Dua fitur terakhir itu bakal menjadi standar untuk portofolio gaming mouse Razer ke depannya. Sebagai bukti, Razer baru saja menyingkap DeathAdder V2 dan Basilisk V2, dan keduanya sama-sama mengusung pembaruan dalam wujud switch optis beserta sensor Razer Focus+ itu tadi.

Razer Optical Switch / Razer
Razer Optical Switch / Razer

Dibanding switch mekanis, switch optis unggul dalam hal akurasi dan responsivitas karena mengandalkan sinar infra-merah untuk menerjemahkan klik pada tombol menjadi sinyal input. Penjelasan lengkapnya sempat saya bahas ketika Razer pertama menerapkannya pada Viper versi standar.

Mengenai sensor Focus+, Razer dengan bangga menyebutnya sebagai sensor yang paling gesit sekaligus paling presisi yang pernah mereka ciptakan. Secara teknis, sensor ini memiliki sensitivitas maksimum 20.000 DPI, sedangkan kecepatan tracking-nya mencapai angka 650 IPS.

Razer Focus+ Optical Sensor / Razer
Razer Focus+ Optical Sensor / Razer

Terakhir, DeathAdder V2 dan Basilisk V2 turut mengemas kabel Speedflex yang sangat fleksibel. Material khusus yang membalut kabelnya dirancang supaya pergeserannya di atas meja lebih mulus dan tidak menghambat kelincahan tangan pengguna.

Selebihnya, masing-masing mouse masih mempertahankan sekaligus sedikit menyempurnakan fitur khas pendahulunya. DeathAdder V2 misalnya, menawarkan ergonomi yang lebih baik lagi berkat lapisan tahan keringat beserta lapisan karet pada bagian sisinya.

Razer Basilisk V2 / Razer
Razer Basilisk V2 / Razer

Basilisk V2 di sisi lain menawarkan 11 tombol yang bisa diprogram (naik dari 8). Fitur andalan generasi sebelumnya, yakni tombol clutch di sisi kiri dan scroll wheel dengan tingkat resistensi yang adjustable, tentu masih tersedia di sini.

Kedua mouse saat ini sudah dipasarkan secara luas. Razer DeathAdder V2 dihargai $70, sedangkan Basilisk V2 dibanderol $80.


Sumber: Razer.

Ini Dia 4 Perangkat Gaming Unik yang Razer Singkap di CES 2020

Nama Razer memang lekat dengan gaming gear, namun sejak beberapa tahun lalu, mereka mulai melebarkan bisnisnya ke ranah lain seperti penyediaan layanan e-wallet dan smartphone. Razer juga terkenal akan eksperimen-eksperimen berani lewat perangkat seperti Project Valerie serta Linda. Dan bukan Razer namanya jika mereka tak punya sesuatu yang unik untuk dipamerkan di CES 2020.

Ada empat perangkat yang jadi andalan Razer di ajang pemaren teknologi tahunan terbesar dunia itu. Pertama ialah versi upgrade dari Junglecat yang bisa mengubah smartphone Anda jadi console portable ala Switch, lalu ada gaming desktop bertema modular, kemudian Razer juga mengungkap router 5G baru serta mesin simulator ‘konsep’ hasil kerja sama dengan berbagai vendor hardware dan publisher game. Ini dia detailnya:

 

Sila 5G Home Router

Dideskripsikan sebagai router 5G pertama yang difokuskan untuk gaming, versi anyar Razer Sila ini menjanjikan sambungan berkecepatan tinggi dan rendah latency, baik ketika Anda ber-gaming di PC maupun perangkat bergerak. Sila 5G memperkenankan pengguna menentukan prioritas, misalnya ke PC atau Xbox. Kabarnya ia juga didesain buat mengoptimalkan layanan cloud gaming seperti Stadia. Pengaturan dan pengendaliannya juga sederhana, dapat dilakukan melalui aplikasi iOS dan Android.

Razer CES 2020 6

Ada dua fitur andalan lain di Sila 5G. Router dibekali engine FasTrack racikan Razer sendiri, dirancang untuk memprioritaskan bandwidth ke aplikasi dan perangkat yang digunakan buat streaming atau gaming. Sila 5G juga menyimpan baterai built-in, sehingga Anda bisa memakainya sebagai hotspot 5G mobile, sangat membantu atlet esports ketika mereka harus pergi dari satu lokasi turnamen ke lokasi lainnya.

 

Kishi

Sederhananya, Kishi ialah varian lebih canggih dari Junglecat yang Razer perkenalkan di bulan Oktober lalu. Aksesori ini dirancang untuk ditambatkan di kedua sisi smartphone seperti Nintendo Switch. Tapi ketika Junglecat hanya mendukung sejumput smartphone flagship (termasuk Razer Phone 2), Kishi kompatibel ke lebih banyak perangkat, Android ataupun iOS. Dan berkat kompatibilitas ke cloud, kita juga bisa menikmati game Stadia menggunakan Kishi.

Razer CES 2020 4

Tentu saja ada pembaruan di sisi desain. Kedua stik analognya bisa ditekan, lalu konturnya sengaja dibuat lebih ergonomis sembari tetap mempertahankan layout asimetris mirip controller Xbox. Demi meminimalkan latency, Kishi memanfaatkan koneksi USB type-C tersembunyi atau Apple Lightning. Tersedia pula fitur pass-through yang memungkinkan kita men-charge smartphone sambil bermain.

Razer CES 2020 5

Aksesori Razer Khisi untuk iOS dan Android rencananya akan mulai dipasarkan di awal tahun 2020.

 

Tomahawk Gaming Desktop

Razer mengklaim bahwa Tomahawk Gaming Desktop merupakan sistem desktop tulen pertama di dunia. Penggarapannya dilakukan perusahaan pimpinan Min-Liang Tan itu secara kolaboratif bersama Intel. Razer memilih chassis Tomahawk N1 sebagai basisnya – sebuah case yang hemat ruang tapi siap untuk menjadi rumah bagi Intel NUC Extreme Compute Element. Hardware ini menggantikan komponen tradisional seperti desktop CPU dan motherboard.

Razer CES 2020 1

Seperti desktop gaming pada umumnya, kustomisasi adalah salah satu aspek andalan Tomahawk Gaming Desktop. Anda dapat meng-upgrade modul RAM, SSD, kipas, GPU, termasuk elemen NUC-nya agar sesuai dengan kebutuhan – baik gaming atau dijadikan stasiun kerja. Jika Anda menginginkan performa tertinggi, tersedia opsi prosesor Intel Core i9, RAM DDR4 64GB, serta kartu grafis Nvidia GeForce RTX 2080 Super.

Razer CES 2020 2

Case Tomahawk N1 dapat dibeli secara terpisah. Case tersusun atas konstruksi aluminium dan diapit oleh kaca tempered di kedua sisinya. Untuk membantu mempercepat pembuangan panas, Tomahawk N1 mengusung desain ventilasi terbuka. Akses ke hardware juga sangat mudah karena penggunaan sistem tray lock-and-slide, sehingga upgrade bisa dilakukan tanpa memerlukan perkakas.

Tomahawk Gaming Desktop akan tersedia di paruh pertama 2020.

 

Eracing Simulator Concept

Di ranah konsep, Razer menyiapkan sesuatu yang spesial bagi pecinta balap. Mereka membangun Eracing Simulator, sebuah mesin simulasi high-end berstruktur modular plus sistem proyeksi 202-derajat. Pengerjaannya tidak dilakukan oleh Razer sendirian, tetapi dibantu oleh nama-nama seperti Vesaro, Simpit, Fanatec dan Synthesis VR. Dengannya, Razer bermaksud untuk memberi kita gambaran seperti apa racing esports di masa depan.

Razer CES 2020 3

Sebagai pusatnya, Eracing Simulator memanfaatkan platform motion berbasis dua aktuator. Di sana ada control box kelas pro yang biasa digunakan buat latihan pembalap, lalu mesin kabarnya juga mampu mensimulasikan efek G-force dan suara secara realistis.

Sisi visual ditangani oleh sepasang proyektor full-HD buatan Simpit, diarahkan ke permukaan berwarna hitam seluas 128-inci untuk menghasilkan warna-warni super-cerah dan sudut pandang 202-derajat. Selanjutnya, sistem kendali berupa setir berbahan serat karbon dan kulit, paddle gear magnetik, rangkaian tombol yang dapat dikustomisasi, serta sistem tiga pedal di bawah dipersembahkan oleh Fanatec.

Razer belum ada niatan untuk menjual Eracing Simulator, namun seandainya mesin ini dipasarkan, saya berasumsi harganya lebih mahal dari mobil sungguhan.

Sumber: Razer.

Corsair Akuisisi Produsen Controller High-End Scuf Gaming

Dua tahun terakhir ini Corsair cukup agresif memperluas portofolio produknya. Rute yang mereka ambil rupanya adalah rute instan, yakni dengan mengakuisisi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang di luar spesialisasinya.

Total sudah dua akuisisi yang mereka lancarkan; Origin PC di kategori custom PC, dan Elgato Gaming di ranah streaming video. Di penghujung tahun 2019 ini, akuisisi mereka bertambah satu lagi, yakni Scuf Gaming, yang dikenal lewat deretan gamepad high-end sekaligus modularnya.

Tidak disebutkan berapa mahar yang Corsair sediakan untuk menjadi pemilik baru Scuf. Scuf sendiri sudah berkiprah sejak tahun 2011, menciptakan berbagai controller untuk PlayStation, Xbox maupun PC, sekaligus membangun reputasi yang baik di kalangan komunitas esport.

Dibandingkan controller bawaan PS atau Xbox, controller bikinan Scuf banyak dicari karena menawarkan sejumlah keunggulan yang spesifik, macam back paddle yang dapat dilepas-pasang sesuai kebutuhan, atau fitur remapping tombol secara instan tanpa harus mengandalkan bantuan software.

Satu kekurangan produk-produk Scuf kalau menurut saya adalah ketersediaannya. Mencari produk Scuf di Indonesia sangatlah sulit, dan itu wajar mengingat mereka hanya memasarkan produknya secara resmi di Amerika Serikat dan Kanada. Kendala ini semestinya dapat diatasi oleh Corsair, yang skala operasionalnya memang sudah masuk skala global.

Corsair bilang bahwa ke depannya Scuf tetap akan beroperasi sebagai merek terpisah, yang berarti statusnya bakal menjadi anak perusahaan Corsair. Semoga saja akuisisi ini bakal berujung pada ketersediaan controller Scuf secara resmi di lebih banyak negara, termasuk Indonesia.

Sumber: Corsair.

Gigabyte Aorus RTX 2080 Ti Gaming Box Adalah Salah Satu eGPU Paling Perkasa yang Dilengkapi Liquid Cooling

GPU eksternal (eGPU) adalah solusi praktis bagi pengguna laptop yang hendak meningkatkan performa gaming perangkatnya secara drastis. Sedrastis apa memangnya? Untuk laptop biasa, peningkatannya jelas sangat signifikan, tapi bagaimana untuk laptop gaming yang pada dasarnya telah dibekali GPU terpisah selain yang terintegrasi dengan prosesornya?

Jawabannya tergantung pada eGPU yang disambungkan. Produk seperti Razer Core X mempersilakan konsumen memasangkan GPU pilihannya sendiri, sehingga performanya jelas berbeda dari satu konsumen ke yang lain. Tidak demikian dengan produk terbaru Gigabyte, yang ingin memastikan konsumen mendapat performa tertinggi dari sebuah eGPU.

Gigabyte Aorus RTX 2080 Ti Gaming Box

Melihat namanya, Gigabyte Aorus RTX 2080 Ti Gaming Box, jelas sekali bahwa kartu grafis yang terpasang adalah salah satu model paling perkasa yang Nvidia tawarkan saat ini. Namun sekadar menyimpan GPU super kencang di dalam boks kecil tanpa melengkapinya dengan sistem pendinginan yang optimal jelas bukan suatu tindakan yang bijak.

Untuk itu, Gigabyte turut menyematkan sistem liquid cooling guna memastikan RTX 2080 Ti yang terpasang bisa bekerja menyalurkan dongkrakan performa via sambungan Thunderbolt 3 secara maksimal. Sistem liquid cooling ini melibatkan sebuah radiator 240 mm dan sepasang kipas 120 mm, sehingga bisa dipastikan suaranya tidak terlalu berisik saat tengah beroperasi.

Gigabyte Aorus RTX 2080 Ti Gaming Box

Selain Thunderbolt 3, konektivitas perangkat ini mencakup tiga port DisplayPort 1.4 dan satu port HDMI 2.0b untuk menyambungkan monitor eksternal. Konsumen yang hendak menggunakannya bersama VR headset juga bakal dimudahkan berkat kehadiran port USB-C VirtualLink. Terakhir, ada port Gigabit Ethernet beserta tiga port USB 3.0 untuk menyambungkan sejumlah periferal tambahan.

Jika dilihat sepintas, perangkat dengan dimensi 300 x 173 x 140 mm ini cukup mirip seperti PC berformat Mini-ITX, sehingga cukup mengesankan melihat ia mampu menawarkan performa grafis sekelas gaming PC high-end. Bobotnya berkisar 3,8 kilogram, akan tetapi Gigabyte turut menyertakan sebuah tas jinjing agar penggunaannya tidak terbatas di lingkungan rumah saja.

Pertanyaan terakhir, seberapa mahal harga Aorus RTX 2080 Ti Gaming Box? Gigabyte memasang banderol $1.499, dan itu cukup rasional mengingat kartu grafisnya sendiri dihargai $1.199 jika Anda membelinya secara terpisah. Anggap $300 sisanya sebagai biaya untuk menebus power supply unit (PSU) sekaligus sistem liquid cooling yang menyertainya.

Sumber: AnandTech.

Asus ROG Strix Go 2.4 Gunakan AI untuk Memaksimalkan Kinerja Mic Noise Cancelling-nya

Tren terkini menunjukkan bahwa kecerdasan buatan alias AI dapat dimanfaatkan untuk menyempurnakan hampir semua hal. Tidak terkecuali performa mikrofon pada gaming headset, seperti yang ingin dibuktikan Asus lewat produk terbarunya, ROG Strix Go 2.4.

Buat Asus, mikrofon dengan teknologi noise cancelling saja rupanya masih belum cukup. Dua mikrofon milik Strix Go – satu eksternal dan satu tertanam di dalam – sama-sama dibekali algoritma AI yang diklaim telah mempelajari suara-suara yang perlu dieliminasi dari sekitar 50 juta jam rekaman audio dalam sesi gaming.

Mulai dari suara klik keyboard sampai percakapan orang, Asus mengklaim semuanya bakal diblokir oleh teknologi rancangan mereka. Untuk membuktikannya, mereka mencoba merekam audio selagi berada di tengah-tengah event gaming yang begitu ramai. Anda bisa melihat sendiri sesignifikan apa kinerja noise cancelling Strix Go melalui video di bawah ini.

Memang belum bisa dikatakan sempurna, sebab masih ada sejumlah suara yang masuk, terutama suara nafas dari host-nya sendiri. Namun menjelang akhir video, sang host juga sempat melepas headset untuk menunjukkan seberapa ramai suasana di lokasi, dan perbedaannya sangatlah signifikan.

Strix Go 2.4 sendiri mendapat namanya dari dongle USB-C 2.4 GHz RF yang hadir menemaninya, sehingga ia dapat digunakan dengan perangkat seperti Nintendo Switch. Di luar itu, konsumen tetap bisa menggunakannya dengan perangkat lain berkat adaptor USB-C ke USB 2.0 yang tersedia dalam paket penjualan, tidak ketinggalan juga kabel dengan jack 3,5 mm.

Asus ROG Strix Go 2.4

Fisik Strix Go pun cukup ringkas, dengan bobot cuma 290 gram dan earcup yang dapat ditekuk ke dalam. Dalam sekali pengisian, baterainya diyakini dapat bertahan sampai 25 jam nonstop. Dukungan fast charging pun turut tersedia; charging selama 15 menit disebut cukup untuk menenagai perangkat selama 3 jam ke depan.

Satu lagi yang saya suka, desainnya tergolong minimalis untuk standar perangkat gaming dan tidak norak seperti gaming headset pada umumnya. Di Inggris, Asus ROG Strix Go 2.4 rencananya bakal dipasarkan mulai bulan Desember seharga £160.

Sumber: PC Gamer.

Razer Kraken Ultimate Hidangkan THX Spatial Audio Demi Memaksimalkan Performa Gamer Kompetitif

Gamer FPS kompetitif pasti tahu betapa pentingnya audio buat mereka. Menggunakan headset yang mendukung suara surround, mereka dapat bereaksi secara lebih baik, sebab mereka tahu dari mana suara derap kaki musuh berasal, dan secara keseluruhan mereka bisa lebih siaga selama bermain ketimbang saat sedang tidak menggunakan headset serupa.

Tidak semua headset surround diciptakan sama. Ada yang mendukung konfigurasi 5.1 channel, ada yang 7.1, dan ada pula yang dibekali teknologi THX Spatial Audio, salah satu terobosan terbaru di ranah 3D audio. Inilah yang menjadi hidangan utama headset teranyar Razer, Kraken Ultimate.

Razer Kraken Ultimate

Razer bilang THX Spatial Audio punya akurasi yang jauh lebih baik dibanding surround 7.1 biasa. Selain lebih presisi, teknologi ini juga dirancang untuk mencegah pemain terlalu cepat lelah akibat harus berkonsentrasi secara visual maupun aural. Caranya adalah dengan mencocokkan posisi speaker virtual-nya persis dengan jarak sumber suara di dalam game, sehingga pada akhirnya yang lebih banyak bekerja adalah insting pemain ketimbang telinganya.

Yang mungkin menjadi pertanyaan, apakah THX Spatial Audio juga bakal berdampak di luar sesi gaming? Well, pengguna Kraken Ultimate tidak perlu khawatir sebab sudah ada tuas untuk mengaktifkan atau menonaktifkan fitur tersebut kapan saja mereka mau. Tuas tersebut diposisikan di sisi luar earcup, persis di sebelah kenop kecil untuk menyesuaikan volume.

Kraken Ultimate datang membawa sepasang driver 50 mm yang diyakini punya karakter suara yang natural, dan yang diklaim mampu menyuguhkan suara paling mendetail dari seluruh lini Kraken. Selain unggul dari sisi input, Kraken Ultimate juga memprioritaskan output dengan berbekal mikrofon active noise cancelling, yang akan memastikan suara pengguna selalu terdengar jelas dan tidak terganggu suara lain di sekitarnya.

Razer Kraken Ultimate

Fisik headset ini memang tergolong bongsor, akan tetapi bobotnya masih tergolong ringan di angka 390 gram berkat konstruksi yang terbuat dari perpaduan bahan aluminium dan stainless steel. Demi menambah kenyamanan, Razer turut menanamkan gel pendingin di balik masing-masing bantalan telinganya.

Razer Kraken Ultimate saat ini telah dipasarkan seharga $130. Kalau terlalu mahal, Razer juga menawarkan Kraken X USB yang jauh lebih terjangkau ($60), akan tetapi yang hanya berbekal surround 7.1 biasa dan sejumlah pemangkasan lain dibanding Kraken Ultimate.

Sumber: Razer.