5 Rahasia Industri Gaming Yang Terkuak di Perseteruan Epic Games vs Apple

Seperti yang kita tahu, Apple dan pengembang game populer Fortnite, Epic Games, masih berseteru sejak Agustus tahun lalu lantaran konflik game Fortnite yang ditarik peredarannya dari Apple Store.

Melalui pernyataan resminya, Apple melarang Fortnite dirilis di Apple Store lantaran Epic Games melanggar kebijakan platform perusahaan temuan Steve Jobs ini. Epic Games mengimplementasikan jalur pembayarannya sendiri dibanding melalui Apple Store guna menghindari biaya tinggi dari Apple Store. Namun, Epic Games sendiri menyatakan bahwa dengan hilangnya Fortnite dari Apple Store, Apple telah melakukan monopoli.

Perseteruan ini telah berjalan di meja hijau hampir satu bulan lamanya, dan masih dalam proses hearing para saksi. Dalam persidangan yang dibuka untuk publik ini, beberapa perusahaan besar termasuk Epic Games dan Apple melontarkan rahasia-rahasia industri yang tidak diketahui oleh umum. Setidaknya, ada lima rahasia yang menarik untuk diketahui.

1. Hasil dari penjualan Xbox tidak pernah menghasilkan keuntungan untuk Microsoft

Image Credit: Microsoft

Setelah hampir dua dekade perilisannya, console Xbox ternyata tidak pernah menjadi produk pencetak uang untuk Microsoft. Microsoft malah merugi di setiap perangkat Xbox yang mereka jual. Hal ini dikemukakan langsung oleh VP of Xbox Business Development Microsoft, Lori Wright.

Lalu, mengapa Microsoft masih mempertahankan produksi Xbox walaupun mengetahui mereka rugi di setiap perangkat yang dijualnya? Karena mesin pencetak uang Microsoft bukan berasal dari perangkat keras (hardware), melainkan perangkat lunak (software) seperti game digital, layanan berbasis langganan seperti Xbox Game Pass, maupun aksesoris-aksesoris seperti gamepads.

Selain itu, persidangan ini juga menjadi ajang “buka-bukaan” bahwa Microsoft mengambil 30% keuntungan pengembang game yang memasarkan produknya di Xbox. Angka 30% itu sendiri sudah lazim dan menjadi standar industri yang juga ditetapkan di platform-platform lain seperti iOS App Store, dan Steam Store.

2. Apple menghasilkan margin yang besar dari App Store

Salah satu saksi ahli Epic Games, yaitu Managing Director dari Berkeley Research Group, Ned Barnes, menyatakan bahwa Apple Store menikmati setidaknya margin jumbo sebesar 70% di dua tahun ke belakang. “Dengan laporan di 16 Februari 2021 dengan menggunakan testimoni dan informasi finansial Apple yang tersedia pada saat itu, saya mengkalkulasi bahwa margin operasi App Store adalah 79,6% di masing-masing tahun 2019 dan 2018.”

Selain itu, dia juga menyatakan bahwa Apple memberikan dokumen tambahan yang mendemonstrasikan persentase yang lebih kecil di dua tahun belakangan ini. Namun perwakilan Apple melalui TheVerge telah membantah semua keterangan Ned Barnes.

3. Fortnite menghasilkan setidaknya belasan triliun rupiah untuk Epic Games setiap tahunnya

Melalui kesaksian Epic Games, terungkap bahwa Epic Games setidaknya menerima belasan hingga puluhan triliun rupiah dari game tersuksesnya Fortnite. Di tahun 2020 sendiri, Epic Games menghasilkan setidaknya Rp71 triliun. Sedangkan di antara tahun 2018-19, Fortnite membawa Rp129 triliun. Menariknya, PlayStation 4 menjadi platform yang menyumbang pendapatan terbanyak untuk Fortnite.

4. CEO Epic Games, Tim Sweeney kirim email “pernyataan perang” ke Tim Cook jam 2 pagi

Image Credit: BusinessInsider

Pada 14 Agustus 2020, tepatnya jam 2 pagi, CEO dari Epic Games Tim Sweeney menyatakan perang pertamanya ke Tim Cook terkait kebijakan mereka untuk mewajibkan seluruh pengembang patuh atas syarat dan ketentuan memakai pembayaran digital melalui App Store.

“Saya menulis untuk memberi tahu Anda bahwa Epic tidak akan lagi mematuhi batasan pemrosesan pembayaran Apple,” tulis Sweeney. “Hari ini, Epic meluncurkan pembayaran langsung Epic di ‘Fortnite’ di iOS, menawarkan pelanggan pilihan untuk membayar in-app melalui Epic Games maupun Apple, dan meneruskan penghematan pembayaran langsung Epic kepada pelanggan dalam bentuk harga yang lebih rendah.”

Apple langsung merespon tegas dengan menghilangkan Fortnite di App Store. Hal itu juga membuat game sejuta umat ini tidak dapat dimainkan di semua perangkat milik Apple. Email ini menjadi salah satu bukti persidangan yang dikuak untuk menjadi alat bukti.

5. Fortnite menjadi alasan terbesar Sony untuk “menurunkan ego”

September 2018 menjadi bulan yang bersejarah karena Fortnite menjadi game pertama di PlayStation 4 yang bisa melakukan crossplay dengan platform lain.

Kehadiran Fortnite di PlayStation 4 dan jumlah pemain yang sangat besar menjadikan Sony harus sedikit lunak. “Hal lni menunjukkan perubahan kebijakan besar untuk Sony Interactive Entertainment,” sebut Sony di pernyataan resminya. Untuk sekadar perbandingan, antara bulan Januari 2019-Juli 2020, Epic menghasilkan Rp2 triliun setiap bulannya di platform PlayStation 4, dibanding sekitar Rp300 miliar di platform iOS. Kehadiran Fortnite di PlayStation 4 sangat menguntungkan baik Epic Games maupun Sony.

SteelSeries Prime Adalah Seri Periferal Gaming Baru untuk Kalangan Gamer Kompetitif dan Atlet Esport

Setelah meluncurkan mouse untuk banyak kalangan gamer sekaligus, SteelSeries kini ganti menyasar kalangan gamer kompetitif sekaligus atlet esport. Mereka mengumumkan SteelSeries Prime, seri periferal gaming baru yang sepenuhnya ditujukan untuk membantu penggunanya memenangkan pertandingan.

Lini Prime sejauh ini terdiri dari tiga mouse dan satu headset. Mouse yang pertama adalah Prime, yang mengemas sensor TrueMove Pro dengan sensitivitas maksimum 18.000 DPI dan kecepatan tracking 450 IPS. Bobotnya ringan, cuma 69 gram tanpa mengadopsi desain honeycomb alias bolong-bolong seperti kebanyakan mouse gaming di rentang berat seperti ini.

SteelSeries Prime / SteelSeries

Prime pada dasarnya merupakan pilihan yang tepat untuk para pemain FPS yang tidak mau neko-neko, bahkan pencahayaan RGB-nya cuma ada di bagian scroll wheel saja. Prime benar-benar dirancang untuk dibawa dari turnamen ke turnamen; kabelnya bisa dilepas-pasang, dan permukaan bawahnya turut dilengkapi tombol untuk mengatur DPI sekaligus polling rate secara langsung tanpa bantuan software.

Mouse yang kedua, Prime+, identik tapi dengan satu pengecualian: ia satu sensor ekstra yang bertugas untuk mendeteksi lift-off (momen ketika mouse terangkat dan sedang tidak menempel pada permukaan). Berkat sensor tambahan ini, pengguna Prime+ bisa mengatur jarak lift-off antara 0,5 mm sampai 2 mm demi meningkatkan akurasinya lebih jauh lagi.

SteelSeries Prime+ / SteelSeries

Guna memudahkan kustomisasi DPI, polling rate, maupun lift-off distance secara langsung di perangkat (lagi-lagi tanpa mengandalkan software), SteelSeries turut menanamkan layar OLED mini di bagian bawah Prime+. Semua tambahan itu rupanya tidak membuat Prime+ kelewat gemuk dan jadi kurang lincah, sebab bobotnya tercatat cuma 71 gram.

Ketiga, ada Prime Wireless yang lagi-lagi identik seperti Prime, tapi tentu saja tanpa kabel dan dengan konektivitas nirkabel yang diklaim sangat minim latensi. Dalam sekali pengisian, baterainya diyakini bisa bertahan sampai 100 jam pemakaian. Bobot Prime Wireless ada di angka 80 gram, cukup ringan untuk ukuran mouse wireless.

SteelSeries Prime Wireless / SteelSeries

Namun satu kesamaan paling istimewa yang dimiliki ketiga mouse ini mungkin adalah switch yang tertanam di kedua tombol utamanya. SteelSeries menjuluki switch-nya dengan istilah Prestige OM, namun pada dasarnya ini merupakan switch berjenis optical, dengan cara kerja yang cukup mirip seperti yang sudah Razer gunakan selama dua tahun terakhir ini.

Dibandingkan mechanical switch, optical switch umumnya menjanjikan kinerja yang lebih responsif sekaligus ketahanan fisik yang lebih baik. Untuk Prestige OM, SteelSeries menjanjikan klik kiri dan kanan yang bakal tetap konsisten dari awal sampai 100 juta kali klik. Kalau Anda masih penasaran dengan cara kerja optical switch, berikut adalah penjelasan mengenai Prestige OM dari SteelSeries sendiri:

Secara fisik, trio mouse Prime ini mengadopsi prinsip ergonomis hasil konsultasi SteelSeries bersama sejumlah atlet esport profesional. Pada bagian kaki-kaki alias mouse feet-nya, tampak lubang kecil yang sepertinya dirancang agar mudah dilepas (dan dipasang lagi) dengan cara dicungkil begitu saja — sangat memudahkan seandainya mouse perlu dibongkar, untuk dibersihkan misalnya. Khusus pada Prime Wireless, mouse feet-nya sudah menggunakan bahan PTFE murni.

Tanpa harus menunggu lama, ketiga mouse ini sudah langsung dipasarkan sekarang juga. Di Amerika Serikat, Prime dijual seharga $60, Prime+ seharga $80, dan Prime Wireless seharga $130.

SteelSeries Arctis Prime

SteelSeries Arctis Prime / SteelSeries

Untuk headset-nya, yakni Arctis Prime, SteelSeries kembali menerapkan filosofi tidak neko-neko. Konstruksinya terbuat dari perpaduan bahan aluminium dan baja, sehingga perangkat bakal terasa kokoh tapi juga ringan. SteelSeries memilih material kulit sintetis untuk melapisi bantalan telinganya dengan alasan untuk membantu memantapkan isolasi suara.

Driver yang tertanam mempunyai diameter 40 mm dan rentang frekuensi 10-40.000 Hz. Pada earcup sebelah kirinya, terdapat mikrofon yang retractable, yang mudah ditarik keluar atau didorong masuk saat sedang tidak digunakan. Masih di sisi kiri, terdapat pula kenop untuk mengatur volume sekaligus tombol mute/unmute. Kabelnya sendiri dapat dilepas-pasang sehingga perangkat lebih mudah dibawa-bawa.

Di AS, SteelSeries Arctis Prime saat ini sudah dapat dibeli seharga $100.

Sumber: SteelSeries.

HP Perkenalkan Victus, Seri Laptop Gaming Baru untuk Kelas Menengah

HP punya seri laptop gaming baru. Secara teknis dinamai Victus by HP, posisinya berada tepat di antara seri Omen dan Pavilion Gaming. Dengan kata lain, Victus dihargai lebih terjangkau ketimbang seri Omen, akan tetapi di saat yang sama masih lebih premium daripada seri Pavilion Gaming.

Model pertama dari seri ini adalah Victus by HP 16. Sesuai namanya, ia datang membawa layar 16 inci, dengan resolusi maksimum 1440p dan refresh rate 165 Hz pada konfigurasi termahalnya. Opsi prosesornya mencakup hingga Intel Core i7-11800H atau AMD Ryzen 7 5800H, sedangkan kartu grafisnya bisa dikonfigurasikan sampai Nvidia GeForce RTX 3060 atau AMD Radeon RX 5500M.

Melengkapi spesifikasinya adalah RAM dengan kapasitas maksimum 32 GB, dan SSD PCIe 1 sebesar 1 TB. Satu aspek yang paling mencolok dari Victus jika dibandingkan dengan laptop gaming HP lainnya adalah penampilannya. Victus hadir dalam tiga pilihan warna: mica silver, performance blue, dan ceramic white.

Rencananya, Victus by HP 16 akan segera dipasarkan mulai bulan Juni. Di Amerika Serikat, harganya dipatok mulai $800 untuk varian berprosesor AMD, atau mulai $850 untuk varian Intel.

HP Omen 16 dan Omen 17

HP Omen 16 / HP

Dalam kesempatan yang sama, HP tidak lupa menyegarkan lineup Omen lewat dua model baru, yakni Omen 16 dan Omen 17. HP nampaknya ingin mengikuti tren terkini di mana semakin banyak laptop 15 inci yang digantikan oleh suksesornya yang mengusung layar 16 inci, sebab Omen 16 memang dimaksudkan untuk menggantikan Omen 15.

Pada konfigurasi termahalnya, Omen 16 menawarkan layar 16 inci QHD 165 Hz, prosesor Core i7-11800H atau Ryzen 9 5900HX, GPU RTX 3070, RAM 32 GB, dan SSD 1 TB. Dibandingkan Omen 15, Omen 16 juga menjanjikan sirkulasi udara yang lebih baik berkat bilah-bilah kipas pendingin yang jauh lebih tipis, yang berarti jumlahnya dalam setiap unit kipas bisa diperbanyak (sampai 200% kalau kata HP).

HP Omen 17 / HP

Kalau mengincar performa yang lebih ganas lagi, ada Omen 17 yang spesifikasi termahalnya mencakup prosesor Core i9-11900H dan GPU RTX 3080. Layarnya jelas lebih besar, tapi resolusi dan refresh rate-nya sama persis. Satu keunikan yang hanya ada di Omen 17 adalah keyboard dengan switch opto-mechanical, yang tak hanya menawarkan kinerja yang lebih responsif, melainkan juga sensasi taktil yang lebih terasa.

Seperti Victus, Omen 16 dan Omen 17 juga akan dijual mulai bulan Juni. Omen 16 dihargai mulai $1.050, sedangkan Omen 17 mulai $1.370.

Sumber: CNET dan VentureBeat.

Esports in China: The History, Turning Point Moment, and Future

China’s love and hate relationship with gaming and esports can be tracked all the way to the ’90s when gaming and esports are not a thing and still considered taboo at times. Today, China as a nation played a significant role in the realm of esports.

In fact, China is now recognized as the most prominent nation in the video game industry globally and the most potent challenger to the previously dominant market, the United States. They are currently the largest market by revenues, with total revenues of US$385,1 million in 2020, followed by North America, with total revenues of US$252,8 million.

In the past six months, we saw the Chinese esports industry emerging from the pandemic’s abyss to stage the year’s largest esports competition – the League of Legends World Championship – in Shanghai, as well as a US$100 million Series B investment in a Chinese esports company. But how did it all begin? Was the path to where they are now straightforward?

 

Gaming Before 2009: Massive number of negativity around the industry

Most people were unaware that before 2009, gaming and esports were viewed mainly negatively. It was often regarded as obscene, abusive, ineffective, and deficient in cultural refinement. To “protect the ideological thinking and morality of young people”, strict laws and regulations were in effect all over the place.

Censorship has been a source of contention since the 1980s when the first arcade games were introduced into the Chinese market. The general perception of gaming as a disruptive activity and a danger to addictive lifestyles prompted the development of policies in the 1990s, namely “Government Notice Strengthening the Regulation of Billiards and Video Games” by the State Administration of Radio, Film and Television of People’s Republic of China, and various other policies in the future years.

Image Credit: WIRED

Many international games were prohibited and could not be brought into China during this period, while domestic games received official warnings, forcing developers to change game material linked to the portrayal of violence and sex.

Chinese news outlets, primarily state-owned publications, stoke the fires by spreading negativity about gaming and esports. The term “gaming” is often associated with societal taboos, crime, brutality, illiteracy, and gambling.

The peak was The Lanjisu Fire accident — a 2002 internet cafe fire in Beijing that killed 25 young people — has been part of China’s collective memory. It was a watershed moment in China’s internet cafe period. The Lanjisu Fire elevated the issue of China’s internet cafes to a national level. Not only were the unhealthy conditions concerning, but so was the effect of internet cafes on China’s youth, with students spending days on end playing video games in these smoky halls, contributing to an increase in school absenteeism and internet addiction.

The accident provided an opportunity for the party-state to react to a moral outrage sparked by the media and backed up by concerned parents over the risks of internet cafes frequented by alleged teen-hooligans.

The fire prompted a massive ban on illegal internet cafes. The Beijing authorities initiated a drive to halt the construction of new internet cafes and screen all established internet cafes one by one and shutter all unlicensed enterprises and confiscate their operating tools effectively. Approximately 400,000 internet cafes were closed across the nation.

 

Moral Panic: The dark era of immoral practice

Negative public discourse on gaming in Chinese culture resulted in a state of moral panic, which Stanley Cohen defines as an exaggerated collective response to something that described as a threat to cultural values and interests.

We investigated a plethora of news stories about gaming and esports that seemed negative, especially those from 2009 or earlier. It was easy to find one thanks to Google Time Machine Feature.

These were some of the findings, which did not contain television broadcasts that citizens viewed on a regular basis. There were also a lot of questions raised on Baidu, China’s Quora-like website, about the effects and concerns of gaming addiction, which was very widespread. But the point is that gaming was seen negatively by Chinese parents.

At one point, the moral panic became so intense that Yang Yongxin, a Chinese clinical psychiatrist who advocated and practised electroconvulsive therapy (ECT) as a cure for alleged internet addiction in adolescents. He operated the Internet Addiction Treatment Center at a hospital, which has been closed since August 2016.

According to media reports, families of adolescent patients admitted to the hospital were charged CN¥5,500 (US$854) a month for therapy with a mixture of psychological drugs and ECT, nicknamed “brain-waking treatment” by Yang.

He treated 3000 children before the practice was prohibited by the Chinese Ministry of Health. Yang claimed that 96% of his patients had shown signs of improvement, a figure that was questioned by the Chinese media. Since the ban, Yang had used “low-frequency pulse therapy”, a treatment of his own devising alleged by former patients to be more painful than ECT. In 2016, the practice claimed to have treated more than 6000 adolescents.

 

The Turning Point: The Presence of Esports

2009 was a watershed moment for China, and thus likely for the rest of Asia as well. It was the year that the government softened its policies and controls by granting approval for the distribution of many games, including League of Legends and Dota 2. However, the agreement was non-Chinese developers were only allowed to distribute their games only through vendors affiliated with one of the China-based gaming publishers.

NetEase, Tencent, and Perfect World were three dominant forces in this matter. The former has the distribution rights to Minecraft, World of Warcraft, StarCraft II, Overwatch, and several other games. Meanwhile, in China, the latter is the sole distributor of Valve’s games Dota 2 and Counter-Strike: Global Offensive.

Photo collection of six city landmarks on CS:GO launch in China. Image Credit: Perfect World

This strategy aimed to improve China’s soft power by encouraging the creation of more domestic games with funds collected by vendors and gaming agency commissioning and taxation. This has aided the accelerated development of local gaming companies, strengthened societal perceptions of interest in the game industry, and significantly raised total domestic revenues by a lot.

 

Today: China’s Gaming Industry Overlap the United States, which opened up new possibilities for esports

According to Statista, in 2021, China is expected to account for 32% of all global game industry sales.

The gross sales of China’s games industry rose by 20% year on year to US$43 billion in 2020. Global game sales are forecasted to reach US$154 billion in 2021, with China accounting for US$49 billion of that total. It was also revealed that the mobile games industry had increased eightfold in six years, rising from US$4.2 billion in 2014 to US$32.4 billion in 2020.

Image Credit: Newzoo

The Future: China’s Strategic Plan for Esports in Public Sectors

No country has made this big of a commitment to the development of esports as the Chinese. The government encourages domestic esports development as a source of national pride, and unlike soccer or other common consumer sports, China dominates esports.

China’s desire to become the centre of esports can be seen in its efforts to align with and be more welcoming to esports. Regulations have been eased, and government investment and funding have also played a significant role. Even cities in China are vying to be China’s esports capital.

In eastern China’s Zhejiang Province, Hangzhou unveiled the country’s first esports town in November 2018. The Chinese government built and will oversee the plant, which spans approximately 17,000 square meters and is estimated to have cost roughly CN¥2 billion (US$310 million) to construct.

Peacekeeper Elite League 2020, which was hosted in Xi’an, China. Image Credit: VSPN

Chongqing, based in Western China, has already hosted various large-scale tournaments, including The Chongqing Major Dota 2 and StarLadder & ImbaTV Invitational Chongqing CS:GO 2018. The number of events organized in these cities is expected to increase after the pandemic.

Meanwhile, Shanghai has planned to open The Shanghai International New Cultural and Creative Esports Center, which would cost CN¥5,8 billion (US$900 million) and cover an area of 500,000 square meters. It is intended to serve as a centre for esports teams and businesses and will have a hotel.

 

The Future: Private Sector Go Hand in Hand with The Government

Besides the public sector, China has urged domestic technology behemoths, most prominently Tencent and Alibaba, to increase their funding and investment in gaming and esports.

Tencent, China’s most valuable gaming company, operates a number of game studios, including Riot Games, creators of League of Legends, VALORANT, and stakes in Activision Blizzard Ubisoft, Supercell, and many others.

Tencent Establishes a Tencent Esports Technology Union together with Intel, Qualcomm, Nvidia, China Union, Tencent Cloud, Razer, and Yesee Tech. Image Credit: Tencent

Additionally, the growth has expanded to the root, as Chinese universities have launched esports modules and majors to regenerate more esports players in the future. Peking University and Communication University of China are some of the prominent educational institutions that have introduced esports programs.

 

Closing: China’s Circle of Success in Esports

With China’s strength and the funding of both the public and private sectors, it will not be long before China achieves its goal of being the center of esports. 2020 has already shown to be a spark for established phenomena and esports in China can only continue to grow and spread through all sectors in the midst of a global pandemic.

Every week, large tournaments are held, brands want to be a part of it, youth interest in esports is higher than ever, and governmental support would back them all up to continue esports’ smooth and ever-growing trajectory in this country. This circle represents China’s greatest strength in achieving its ambition in esports in the coming years.

Feat Image Credit: ESL

[Review] OPPO A74, Smartphone Rp3 Jutaan Buat Gaming dengan Banyak Fitur Menarik

Setelah melengkapi trio smartphone Reno5 series, kini OPPO lagi sibuk mengurus lini A series. Sebelumnya pada bulan Maret, OPPO merilis A54 yang mengangkat wajah baru dengan layar punch hole dan pada akhir April lalu giliran OPPO A74 dan A74 5G.

Bila OPPO A54 murni merupakan perangkat entry-level, posisi OPPO A74 series dapat digolongkan masuk kelas menengah. Jadi, semakin besar angka serinya, maka meningkat pula spesifikasi yang dimilikinya.

Selain menampilkan desain stylish, OPPO A74 series juga menitikberatkan kemampuan bermain game. Di tangan saya sudah ada OPPO A74 versi 4G, sesuai dengan jargon barunya “Gaming for Everyone”, OPPO mempercayakan perangkat ini dengan chipset Qualcomm Snapdragon 662. Bagaimana performanya? Berikut review OPPO A74 selengkapnya.

OPPO A74 Vs OPPO A74 5G

Review-OPPO-A74-3

Mari mulai dengan membandingkan antara OPPO A74 versi 4G dengan versi 5G. Penampilannya sepintas tampak identik dan harganya cuma selisih Rp200.000, masing-masing dibanderol Rp3.499.000 dan Rp3.699.000. Namun kenyataannya, kedua perangkat ini sangatlah berbeda. Biar lebih jelas, silakan perhatikan tabel perbandingan spesifikasi berikut ini.

OPPO A74 OPPO A74 5G
Jaringan 4G LTE, VoLTE Dual-mode 5G, 4G LTE, VoLTE
Layar AMOLED 6,43 inci FHD+ 60Hz IPS 6,5 inci FHD+ 120Hz
Sidik jari In-display fingerprint 3.0 Side fingerprint sensor
Chipset Qualcomm Snapdragon 662 (11 nm) Qualcomm Snapdragon 480 5G (8 nm)
CPU Octa-core (4×2.0 GHz Kryo 260 Gold & 4×1.8 GHz Kryo 260 Silver) Octa-core (2×2.0 GHz Kryo 460 & 6×1.8 GHz Kryo 460)
GPU Adreno 610 Adreno 619
Memori 6GB LPDDR4X + 128GB UFS 2.1 6GB LPDDR4X + 128GB UFS 2.1
Kamera 48MP + 2MP Macro + 2MP Depth 48MP + 8MP Ultrawide + 2MP Macro + 2MP Depth
NFC Tidak Iya
Baterai 5.000 dengan fast charging 33W 5.000 dengan fast charging 18W

Jujur saja, cukup sulit menentukan mana yang lebih baik. Dari segi layar misalnya, OPPO A74 menggunakan panel AMOLED lengkap dengan fitur in-display fingerprint 3.0, tetapi refresh rate-nya sebatas 60Hz. Di sisi lain, OPPO A74 5G masih pakai panel IPS dengan refresh rate lebih tinggi 90Hz, tetapi sensor sidik jarinya terletak di samping.

Kemudian soal performa, meski OPPO A74 5G ditenagai Snapdragon 4 series yang mana dirancang untuk smartphone entry-level. Namun di atas kertas teknologi yang diusung Snapdragon 480 lebih maju, fabrikasi 8nm dengan prosesor Kryo 460 dan GPU Adreno 619. Sementara, Snapdragon 662 dibuat dengan fabrikasi 11nm, prosesor Kryo 260, dan GPU Adreno 610.

Gaming for Everyone

Review-OPPO-A74-4

Walaupun di atas kertas spesifikasi chipset 5G Snapdragon 480 lebih baik, namun Snapdragon 662 juga tergolong powerful apalagi di kelas tiga jutaan. Sesuai dengan jargon Game for Everyone, OPPO berupaya membuat perangkat yang dapat menjalankan game dengan nyaman untuk semua orang dan semua kalangan.

Lebih detail, chipset Snapdragon 662 ini diproduksi pada proses fabrikasi 11nm dengan AI Engine generasi ke-3. Di dalamnya termasuk CPU octa-core yang terdiri dari empat inti Kryo 260 Gold (Cortex A73) 2GHz, empat inti Kryo 260 Silver (Cortex A53) 1,8GHz, dan GPU Adreno 610. Berikut hasil benchmark-nya:

Untuk mengeluarkan potensi Snapdragon 662, OPPO menyokongnya dengan RAM LPDDR4x 6GB dan penyimpanan internal UFS 2.1 berkapasitas 128GB. Selain hardware yang mumpuni, pengoptimalan juga dilakukan pada segi software. OPPO A74 telah menjalankan ColorOS 11.1 berbasis Android 11, lengkap dengan mode gaming dan sejumlah fitur gaming berbasis AI.

Review-OPPO-A74-5

Koleksi game dapat dimasukkan ke dalam white list di Game Space untuk mengoptimalkan kinerja game dengan meningkatkan kecepatan jaringan dan penggunaan memori. OPPO A74 juga dapat membuat game merespons lebih cepat, fitur Hyper Boost akan meningkatkan sensitifitas sentuhan dan daya tanggap game, mengurangi jeda, meningkatkan frame rate, dan meningkatkan scene loading time.

Saat bermain game, kita dapat menarik sisi layar untuk mengaktifkan Game Assistant yang menawarkan akses cepat ke pengaturan game. Game Focus Mode akan memblokir panggilan masuk, notifikasi, dan gerakan navigasi sehingga kita dapat fokus pada game. Namun dengan Bullet Notifications, notifikasi pesan penting tetap dapat ditampilkan.

Bermain game dalam waktu yang lama tentunya membutuhkan tenaga yang besar, OPPO A74 dilengkapi dengan baterai 5.000 mAh. Didukung teknologi pengisian cepat 33W Flash Charge yang dapat mengisi daya hingga 54% hanya dalam 30 menit dan secara penuh dalam waktu 72 menit.

Layar & Desain

Review-OPPO-A74-6

Indikator lain yang membuktikan OPPO A74 berada di kelas menengah adalah panel AMOLED beresolusi FHD+ (2400×1080 piksel). Luasnya 6,43 inci dengan punch-hole di pojok kiri atas untuk menempatkan kamera selfie 16MP, memakai aspek rasio 20:9 dan punya bezel tipis dengan screen-to-body ratio di angka 90,8%.

Penggunaan AMOLED juga memungkinkan OPPO menyematkan fitur in-display fingerprint 3.0. Satu hal yang sengaja dikurangi oleh OPPO agar seimbang adalah refresh rate layar yang digunakan sebatas 60Hz saja. Di tempat saudaranya, OPPO A74 5G memiliki refresh rate 90Hz, tetapi panel yang dipakai masih IPS.

OPPO juga membawa teknologi All-day Eye Care yang sebelumnya ada di perangkat Reno5. Teknologi ini baik bagi mata pengguna, terutama yang menggunakan smartphone sepanjang hari, baik siang dan malam.

Fitur AI Smart Backlight akan menyesuaikan lampu latar secara otomatis dengan mempelajari kebiasaan pengguna. Sementara, DC Dimming akan mengontrol kecerahan dengan memvariasikan daya yang disuplai ke layar dan dapat meminimalkan flicker yang tidak terlihat dengan cara menyesuaikan layar hingga 2048 tingkat peredupan agar mata tidak mudah lelah.

Beralih ke desain, unit yang saya review berwarna biru malam (midnight blue) dan menampilkan gradien warna biru es. Tiga unit kamera belakang dan LED flash dibingkai persegi panjang, lengkap dengan keterangan 48MP AI-Camera.

Penampang belakangnya memiliki sentuhan akhir glossy dan dapat memantulkan cahaya, namun mudah mengumpulkan bekas sidik jari dan goresan kecil. Untuk menjaga keindahannya, sebaiknya selalu pakai case yang tersedia dalam paket penjualan.

Pengalaman seru menggunakan OPPO A74 juga berkat bodi ramping, ketebalannya hanya 7,95mm dan bobotnya 175 gram. Selain itu, 3D curved pada bagian belakangnya memberikan kenyamanan genggaman. Proses pelapisan vakum digunakan dari atas dan ke bawah pada bingkai tengah untuk meningkatkan tampilan metalik sehingga menambah kesan premium.

Kamera Utama 48MP

Review-OPPO-A74-9

Untuk memenuhi kebutuhan content creation, OPPO A74 sudah dilengkapi dengan tiga unit kamera di belakang. Hal bagusnya adalah kamera utamanya beresolusi 48MP 0,8µm, yang mana dengan metode Quad Bayer menghasilkan foto 12MP dengan piksel besar 1,6µm yang serbaguna.

Selain itu, proses pengambilan gambarnya didukung AI Scene Enhancement yang dapat mengenali bermacam-macam skenario pemotretan. Namun OPPO mengorbankan sesuatu yang cukup penting, yakni kamera dengan lensa ultra wide, sebab dua kamera lain sebatas 2MP untuk foto makro dan bokeh.

Pada mode foto, tersedia fitur memperbesar gambar sebanyak 2x dan 5x, filter, dan AI Beautification. Mode kamera lain termasuk night, expert, text scanner, time-lapse, pano, sticker, slo-mo, extra HD, dan macro. Sementara, untuk perekam videonya sampai 1080p 30fps, baik depan maupun belakang. Berikut beberapa hasil foto dari kamera OPPO A74.

Verdict

Review-OPPO-A74-10

Seharusnya sangat mudah bagi OPPO untuk memasarkan A74, karena faktanya perangkat ini memiliki banyak daya tarik. Sebut saja, layar AMOLED FHD+, kamera utama 48MP, chipset Snapdragon 662 yang bertenaga untuk keperluan bermain game, dan banyak lagi.

Harganya juga cukup terjangkau Rp3.499.000, pasti ketemu dengan target pasarnya. Saya tidak ragu merekomendasikan sebagai smartphone Lebaran, tetapi jangan tanya lebih bagus mana antara OPPO A74 dan A74 5G, karena keduanya punya kekurangan dan kelebihannya masing-masing.

Perlu dicatat, demi menjaga keseimbangan, OPPO melakukan sejumlah penyesuaian agar tidak mengganggu yang lain. Sebab pada rentang harga Rp3 jutaan, apa yang ditawarkan OPPO A74 sebetulnya sangat menarik. Namun bila Anda mencari smartphone kelas menengah yang kuat secara keseluruhan, maka jawabannya tetap Reno5.

Sparks

  • Layar AMOLED FHD+
  • Fitur in-display fingerprint 3.0
  • Kamera utama 48MP
  • Bertenaga chipset Snapdragon 662
  • Baterai 5.000 mAh dengan 33W Flash Charge

Slacks

  • Refresh rate layar masih 60Hz
  • Konfigurasi kamera lemah, fitur kamera minim

Jajaran Laptop Gaming ASUS ROG Resmi Hadir dengan AMD Ryzen 5000 Mobile Series

ASUS ROG telah mengumumkan rangkaian laptop gaming terbarunya yang ditenagai oleh prosesor AMD Ryzen 5000 Mobile Series di Indonesia. Meliputi ROG Zephyrus Duo 15 SE, ROG Flow X13, ROG Strix SCAR 15/17, ROG Strix G 15/17, ROG Zephyrus G15, ROG Zephyrus G14, dan TUF Gaming A15, dalam acara peluncuran virtual bertajuk “ROG Born Champions”.

Prosesor AMD Ryzen 5000 Mobile Series ini sudah mengadopsi arsitektur Zen 3 yang dibuat melalui pemrosesan 7nm. Tak hanya menawarkan performa gaming yang tinggi, jumlah core dan thread yang banyak juga cocok untuk kebutuhan content creation.

ROG Zephyrus Duo 15 SE (GX551)

Mari mulai dari ROG Zephyrus Duo 15 SE, laptop gaming dua layar dengan ScreenPad Plus. Layar kedua terintegrasi yang dilengkapi banyak fungsi untuk menunjang produktivitas dan meningkatkan pengalaman bermain game.

Layar utamanya menggunakan menggunakan panel IPS-level berukuran 15,6 inci beresolusi 4K UHD dengan refresh rate 120Hz dan memiliki color gamut Adobe RGB 100%. Juga tersedia dalam versi FHD dengan refresh rate 300Hz dan color gamut sRGB 100%.

Keduanya telah mengantongi sertifikasi PANTONE Validated untuk memastikan tingkat akurasi warna yang tinggi. ScreenPad Plus-nya membentang di atas keyboard, layar 14,1 inci dengan fitur touchscreen tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai skenario.

Contohnya seperti mengontrol aplikasi streaming secara langsung atau melihat walkthrogh dan guide sambil bermain game di layar utama. Untuk para content creator, ScreenPad Plus dapat digunakan sebagai kanvas atau alat kontrol tambahan berkat fitur dukungan integrasi langsung dengan aplikasi Adobe.

Berapa harganya? ROG Zephyrus Duo 15 SE dibanderol mulai dari Rp35.999.000 dengan prosesor AMD Ryzen 7 5800H dan hingga Rp70.999.000 dengan prosesor AMD Ryzen 9 5900HX. Konfigurasi detailnya sebagai berikut:

  • Rp35.999.000 (Ryzen 7 / RTX 3060 / FHD / 1TB SSD / 2x8GB RAM)
  • Rp50.999.000 (Ryzen 9 / RTX 3070 / FHD / 1TB SSD / 2x16GB RAM)
  • Rp70.999.000 (Ryzen 9 / RTX 3080 / 4K UHD / 2x1TB / 2x16GB RAM)

ROG Flow X13

Selanjutnya ROG Flow X13, laptop gaming ultrathin convertible powerful yang ditenagai oleh prosesor hingga AMD Ryzen 9 5980HS dan chip grafis NVIDIA GeForce GTX 1650. Berkat kombinasi CPU dan GPU yang sangat efisien, ROG Flow X13 mampu menemani penggunanya hingga 10 jam menggunakan baterai.

Pengisian dayanya praktis, karena sudah dilengkapi dengan fitur USB Power Delivery yang memungkinkan pengisian daya melalui adapter USB Type-C 100W khusus. Berkat adapter tersebut, ROG Flow X13 dapat diisi ulang dayanya dari 0% hingga 60% hanya dalam waktu 39 menit.

Laptop berlayar sentuh 13,4 inci FHD dalam rasio 16:10 dan refresh rate 120Hz ini mengedepankan desain convertible yang memungkinkan layarnya untuk diputar hingga 360 derajat. Serta, memiliki bodi ringkas dengan ketebalan hanya 15,8 mm dan bobot 1,3 kg.

Selain itu, ROG Flow X13 merupakan laptop gaming pertama yang mendukung ROG XG Mobile, sebuah perangkat GPU eksternal yang ditenagai chip grafis hingga NVIDIA GeForce RTX 3080 terbaru. Ketika dihubungkan dengan ROG XG Mobile, ROG Flow X13 menjadi laptop dengan performa grafis yang sangat kencang. Detail harganya sebagai berikut:

  • Rp21.999.000 (Flow X13 / Ryzen 7 / 512GB SSD / 16GB RAM)
  • Rp60.999.000 (Flow X13 + XG Mobile / Ryzen 9 / RTX 3080 / 1TB SSD / 32GB RAM)

ROG Strix SCAR 15/17 (G533/G733)

ROG Strix SCAR dirancang sebagai laptop gaming dengan performa tanpa kompromi untuk menjadi senjata utama para gamer. Dengan prosesor hingga AMD Ryzen 9 5900HX dan chip grafis NVIDIA GeForce RTX 3080, serta dapat mengusung memori DDR4 3200MHz hingga 32GB.

Layar ROG Strix SCAR Series beresolusi FHD, tetapi dengan dukungan refresh rate hingga 300Hz dengan response time 3ms dan telah mengadopsi keyboard optical mechanical. Keyboard dengan fitur per-key RGB tersebut tidak hanya memiliki key travel yang lebih dalam yaitu 1,9mm, ukuran trackpad yang 85% lebih besar membuatnya nyaman digunakan meski tanpa mouse.

Selain kembali hadir dengan fitur surrounded RGB lighting dan Keystone 2. ROG Strix G Series juga memiliki tambahan desain berupa Translucent Keyboard Deck dan Customizable Armor Cap. Detail harganya sebagai berikut:

  • Rp30.999.000 (SCAR 15 / Ryzen 7 / RTX 3060 / 1TB SSD / 2x8GB RAM)
  • Rp40.999.000 (SCAR 15 / Ryzen 9 / RTX 3070 / 1TB SSD / 2x16GB RAM)
  • Rp41.999.000 (SCAR 17 / Ryzen 9 / RTX 3070 / 1TB SSD / 2x16GB RAM)
  • Rp60.999.000 (SCAR 15 / Ryzen 9 / RTX 3080 / 2x1TB SSD / 2x16GB RAM)
  • Rp61.999.000 (SCAR 17 / Ryzen 9 / RTX 3080 / 2x1TB SSD / 2x16GB RAM)

ROG Zephyrus G15/G14 (GA503/GA401)

Selain membawa laptop gaming berperforma tinggi, ASUS juga membuktikan bahwa laptop gaming dapat tampil ringkas untuk bermain, bekerja, dan beraktivitas seharian. Ketebalannya di angka 1,99 cm dan bobot 1,9 kg, serta tampil lebih stylish dalam warna Eclipse Gray dan Moonlight White yang memiliki 8.279 lubang di balik layarnya dengan tampilan efek berwarna dari lapisan Prismatic Film yang ada di dalamnya.

Untuk ROG Zephyrus G14, fitur AniMe Matrix kembali hadir dan memungkinkan pengguna untuk menampilkan grafis, animasi, dan berbagai efek tampilan di belakang layar. Di ROG Zephyrus G14 yang baru, AniMe Matrix hadir dengan fitur Virtual Pet bernama Omni. Jika diaktifkan, pengguna ROG Zephyrus G14 dapat berinteraksi dengan Omni di desktop.

TUF Gaming A15 (FA506)

ASUS juga memperkenalkan TUF Gaming A15 yang ditenagai oleh prosesor AMD Ryzen 7 5800H dengan chip grafis NVIDIA GeForce RTX 3060, ditopang RAM 8GB DDR4 3200MHz, dan penyimpanan SSD 512GB.

Sebagai laptop TUF, bodi tangguh menjadi andalan laptop ini, TUF Gaming A15 telah mengantongi sertifikasi US Military Grade (MIL STD-810H). Lebih lanjut, TUF Gaming A15 hadir dengan warna Eclipse Gray, dilengkapi dengan struktur Honeycomb Grip di bagain bawah laptop, dan menggunakan brushed metal finish.

Layar 15,6 incinya beresolusi Full HD dengan refresh rate 144Hz dan response time 3ms, lengkap dengan teknologi Adaptive Sync. Bukan hanya sekadar laptop untuk bermain game, tatapi juga cocok untuk produktivitas sehari-hari. Berkat baterai yang lebih besar 90WHr, TUF Gaming A15 dapat bertahan hingga lebih dari 14 jam penggunaan. Juga dilengkapi teknologi fast charging dan USB Power Delivery untuk pengisian daya menggunakan adapter USB Type-C yang lebih ringkas.

Evercade VS Adalah Console Retro untuk Semua Kalangan Konsumen

Ada banyak cara untuk bisa memainkan deretan video game lawas. Namun bagaimanapun juga, kesan nostalgia yang terbaik baru bisa didapat apabila kita memainkannya menggunakan hardware aslinya, atau setidaknya menggunakan hardware baru yang secara spesifik diciptakan untuk retro gaming.

Kira-kira seperti itulah premis yang ditawarkan Evercade VS, game console baru buatan sebuah perusahaan bernama Blaze Entertainment. Sepintas, konsepnya mungkin terdengar mirip seperti Analogue Nt Mini, akan tetapi cara kerja kedua console benar-benar berbeda. Kalau Nt Mini punya slot untuk ditancapi kaset NES orisinal, VS justru menggunakan jenis kaset proprietary rancangan pengembangnya sendiri.

Alhasil, konsumen yang tidak pernah mencicipi permainan NES pun bisa ikut menikmati produk ini. Anda tidak perlu punya koleksi kaset game lawas untuk bisa menjadi konsumen Evercade VS, sebab semua kaset kompilasinya dapat dibeli langsung dari pengembangnya. Sejauh ini, pengembangnya sudah mengamankan lisensi dari 260 judul game agar dapat mereka kemas menjadi kaset untuk VS.

Bentuk kasetnya kecil dan langsung mengingatkan saya pada kaset GameBoy. VS dapat menampung hingga dua kaset sekaligus, dan tampilan antarmuka software-nya telah dioptimalkan supaya mudah untuk dinavigasikan. VS mengandalkan teknologi emulasi berkualitas tinggi, dan output 1080p yang dikirimkan ke TV via HDMI dipastikan akan selalu “pixel perfect“.

Pada kenyataannya, teknologi emulasinya sudah sangat terbukti karena VS bukanlah console retro pertama besutan Blaze. Sebelumnya, Blaze sudah lebih dulu merilis Evercade Handheld, yang pada dasarnya mengusung konsep retro gaming yang serupa dan dengan jenis kaset yang sama pula, hanya saja dalam kemasan yang portabel. Menurut analisis yang dilakukan Digital Foundry, kualitas emulasi yang ditawarkan Evercade Handheld sangatlah tinggi, dan itu semestinya bisa menjadi jaminan atas kinerja Evercade VS.

Teknologi emulasi dan jenis kaset yang digunakan Evercade VS sama persis dengan yang dipakai Evercade Handheld / Blaze Entertainment

Di bawah kompartemen kaset VS, ada empat colokan USB untuk controller. Selain menggunakan controller bawaannya yang juga kelihatan sangat retro, pengguna juga bisa menyambungkan beragam controller lain yang memang memanfaatkan sambungan USB. Bagi para pemilik Evercade Handheld, mereka bahkan juga bisa menggunakan console handheld tersebut sebagai controller untuk VS dengan bantuan sebuah kabel tambahan.

Rencananya, Evercade VS akan mulai dipasarkan pada bulan November 2021. Di Amerika Serikat, harganya dipatok $100, sedangkan kasetnya dijual seharga $20 per unit (satu kaset bisa berisikan beberapa judul game lawas sekaligus).

Sumber: The Verge.

Semua yang Perlu Diketahui tentang Age of Empires IV

Empat tahun setelah diumumkan pertama kali, Age of Empires IV akhirnya punya jadwal rilis: musim gugur 2021. Meski tidak menyingkap tanggal yang pasti, Microsoft dan Relic Entertainment selaku pengembangnya sudah siap untuk membeberkan seabrek detail baru.

Di artikel ini, saya akan mencoba merangkum semua detail penting yang perlu diketahui mengenai Age of Empires IV, mulai dari deretan suku bangsa atau peradaban yang dapat dimainkan, sampai beberapa mekanisme baru yang bakal menambah keseruan bermain game RTS (real-time strategy) ini.

8 peradaban dan 4 historical campaign

Di awal peluncurannya nanti, total akan ada 8 peradaban yang bisa dimainkan. Sejauh ini empat dari antaranya sudah dikonfirmasi: English, Mongols, Chinese, dan Delhi Sultanate (pertama kalinya di franchise AoE). Seperti biasa, masing-masing suku bangsa memiliki unit spesialnya tersendiri, dan untuk Delhi Sultanate, tentu saja ada unit yang menunggangi gajah.

Delapan mungkin terkesan sedikit, akan tetapi Relic memastikan bahwa peradaban lain bakal menyusul ke AoE IV pasca perilisannya. Kemungkinan besar peradaban-peradaban baru ini akan dirilis dalam bentuk DLC, mirip seperti yang diterapkan 2K pada Civilization VI.

Permainan juga bakal menawarkan 4 historical campaign yang berdasar pada sejarah. Sejauh ini baru satu campaign yang sudah diumumkan, yakni Norman Conquest yang melibatkan peperangan antara bangsa Norman dan Inggris yang dimulai di tahun 1066. Campaign ini akan disajikan dengan gaya mirip dokumenter, lengkap dengan narasi dan footage dari lokasi perang yang sebenarnya.

Mekanisme-mekanisme baru di AoE IV

Seperti halnya AoE III, AoE IV juga menerapkan mekanisme pergantian era (age up). Total ada empat era, yaitu Dark Age, Feudal Age, Castle Age, dan Imperial Age. Apa saja yang dapat dibangun tentu berbeda tergantung kemajuan teknologi dari zaman ke zaman.

Menariknya, yang bakal berubah mengikuti zaman di AoE IV bukan hanya bangunan-bangunannya saja, melainkan juga audio yang tersaji. Contohnya, jika Anda memilih peradaban English, percakapan antar unitnya di era Dark Age bakal susah dipahami karena bahasa Inggris yang digunakan adalah versi kuno yang jauh berbeda dari yang kita pakai sekarang.

Seiring waktu, bahasa yang mereka gunakan bakal berevolusi sampai akhirnya sama seperti yang kita kenali sekarang. Contoh lainnya, musik yang mendampingi sesi bermain juga bakal berbeda dari zaman ke zaman. Jadi kalau di awal permainan cuma melibatkan beberapa instrumen saja, di era Imperial Age akan berubah menjadi orkestra dengan formasi lengkap.

Age of Empires IV

Variasi lokasi dalam AoE IV juga akan berpengaruh terhadap kelebihan dan kekurangan masing-masing peradaban. Contohnya, map dengan banyak area terbuka bakal sangat menguntungkan buat bangsa Mongol, sebab di AoE IV mereka juga memiliki kemampuan untuk mengemas dan memindahkan markasnya dari satu titik ke yang lain (nomaden). Sebaliknya, map dengan banyak chokepoint adalah lokasi idaman bangsa Inggris yang terkenal amat defensif.

Mekanisme baru lain yang tak kalah menarik adalah ambush. Jadi di AoE IV, pemain bisa menempatkan unit-unitnya di area yang tersembunyi dan sulit terpantau, semisal di tengah hutan, untuk kemudian menyergap rombongan musuh secara tiba-tiba. Dengan adanya mekanisme ambush seperti ini, tentu saja peran unit scout akan semakin esensial.

AoE IV juga bakal memperkenalkan mekanisme wall combat, di mana peperangan antar unit tak hanya bisa terjadi di luar tembok kastil saja, melainkan juga di atas tembok kastil, sangat berguna untuk menggerus benteng pertahanan musuh yang banyak diisi pasukan pemanah.

Terakhir, trailer terbaru AoE IV juga menampilkan cuplikan naval combat. Pengembangnya turut memastikan bahwa semua yang ditunjukkan di trailer terbaru AoE IV ini benar-benar langsung diambil dari in-game engine.

Sebagai informasi, sebelum dipercaya menggarap AoE IV, Relic Entertainment memang sudah sangat berpengalaman di genre RTS lewat judul-judul seperti Homeworld dan Warhammer 40,000: Dawn of War yang bertema sci-fi, maupun Company of Heroes yang mengambil setting Perang Dunia II. Tentunya akan sangat menarik melihat bagaimana mereka menyajikan aksi pertempuran di zaman yang jauh lebih kuno lagi.

AoE II dan AoE III masih akan terus di-update

Eksistensi AoE IV bukan berarti AoE II Definitive Edition dan AoE III Definitive Edition langsung tidak relevan begitu saja. Pada kenyataannya, Microsoft selaku pemilik franchise telah menjanjikan sejumlah konten anyar untuk kedua game tersebut.

Yang pertama, AoE II DE akan menerima expansion pack keduanya yang berjudul Dawn of Dukes, dengan fokus pada peradaban di kawasan Eropa Timur. Juga menarik dan tidak kalah penting adalah, AoE II DE bakal kedatangan fitur co-op multiplayer, pertama kalinya di seri AoE II semenjak game aslinya dirilis di tahun 1999.

Untuk AoE III DE, update terbarunya bakal menghadirkan Amerika Serikat sebagai peradaban baru yang dapat dimainkan. Update ini bisa didapat secara cuma-cuma bagi yang berhasil memenuhi challenge, atau dibeli secara terpisah lewat Steam atau Microsoft Store mulai 13 April 2021.

Seperti yang saya bilang di awal, AoE IV sendiri akan dirilis di musim gugur tahun ini, yang semestinya akan berlangsung antara bulan September sampai Desember. Permainan akan tersedia di platform PC maupun Xbox.

Sumber: Xbox.

AMD Resmi Umumkan Prosesor Mobile AMD Ryzen 5000 Series di Indonesia

AMD telah resmi meluncurkan Prosesor Mobile AMD Ryzen 5000 Series di Indonesia, dalam acara virtual bertajuk ‘Power Your Next yang mengajak langsung para penonton untuk berinteraksi dan mengeksplor produk-produk terbaru AMD secara virtual interaktif. Secara global, AMD pertama kali memperkenalkan Prosesor Mobile dengan desain arsitektur 7nm ‘Zen 3’ yang efisien dan sekaligus bertenaga dalam Keynote CES 2021.

Selain membawa peningkatan performa yang signifikan, Prosesor Mobile AMD Ryzen 5000 Series juga menawarkan masa pakai baterai panjang untuk para gamer, kreator, dan profesional. Mencakup prosesor seri H dan ultra-mobile U-Series.

AMD-RYZEN-5000---2

Prosesor Mobile AMD Ryzen 5000 H-Series hadir hingga 8 core dan 16 thread yang dibangun di atas arsitektur terbaru AMD 7nm ‘Zen 3’ yang ditujukan untuk para antusias gamer atau creator yang menghadirkan pengalaman bermain game dengan frame rate tinggi, multitasking cepat, dan ketahanan baterai yang panjang.

AMD juga menghadirkan prosesor mobile tertinggi seri HX yaitu Ryzen 9 5980HX dan Ryzen 5900HX yang merupakan prosesor mobile unlocked. Di mana memiliki opsi pengaturan manual untuk clock speed dengan kecepatan maksimal boost clock-nya hingga 4.8GHz dengan TDP 45W+.

Prosesor AMD Ryzen 9 5980HX yang baru mampu meningkatkan performa single-thread hingga 23% dan performa multi-thread hingga 17% lebih cepat dibandingkan generasi sebelumnya. Menjadikannya solusi ideal untuk laptop gaming dan pro kreator.

Sementara itu, AMD juga turut serta menghadirkan prosesor HS dengan daya yang lebih rendah 35w namun dengan performa dan efisiensi yang optimal. Prosesor HS sangat cocok untuk laptop gaming yang compact, lebih tipis dan ringan.

Untuk konsumen mainstream yang mencari performa saat bepergian dan di mana saja, Prosesor Mobile AMD Ryzen 5000 U-Series menawarkan perpaduan antara performa dan efisiensi daya yang cukup optimal untuk laptop tipis dan ringan.

Lebih lanjut, prosesor AMD Ryzen 7 5800U yang baru memberikan performa single-thread hingga 16% lebih baik dan performa multithread hingga 14% lebih cepat dibandingkan generasi sebelumnya. Daya tahan baterai hingga 17,5 jam dan pemutaran film hingga 21 jam dengan sekali pengisian daya.

Saat ini, produk laptop berbasis AMD Ryzen 5000 series mobile processor telah tersedia di pasar Indonesia. Meliputi Acer dengan Aspire 5, Swift 3, Swift X, Spin 5, dan Nitro 5. Lalu, ASUS dengan VivoBook S14/S15, VivoBook Flip 14, ROG Flox X13, dan ROG Zephyrus Duo 15 SE. Sementara, dari HP termasuk Pavilion 14 dan laptop gaming OMEN 15. Lalu, dari Lenovo ada Legion 5 Pro, Legion 7, Yoga Slim 7 Pro, dan Yoga 6.

Dari sisi global, AMD mencatat peningkatan penjualan sampai dengan dua kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara di Indonesia, AMD mencatat peningkatan market share setiap tahun, mulai dari tahun 2017 secara berturut-turut sampai pada 2020 dengan total peningkatan market share sebesar 15 poin.

Pada tahun 2021 ini platform-platform yang dijual di pasar akan meningkat 50% lebih banyak. Tahun ini jumlah laptop gaming yang menggunakan Prosesor Mobile AMD Ryzen 5000 Series akan meningkat dua kali lipat dibanding yang ditemukan pada tahun lalu. Laptop gaming tersebut akan dipasangkan dengan kartu grafis flagship dari GeForce maupun dari Radeon, juga akan hadir laptop pertama AMD dengan layar OLED, dan mendukung WiFi 6.

Hasil Pengujian Tunjukkan Launcher Epic Games Store Sebagai Penyebab Utama Baterai Laptop Bocor

Sejak awal diluncurkan, Epic Games Store (EGS) konsisten membagi-bagikan game gratis kepada para konsumennya, dan kebiasaan itu masih terus dilanjutkan hingga sekarang. Namun agar bisa memenangkan hati konsumen, diperlukan lebih dari sekadar bagi-bagi game gratis, terutama apabila software-nya sendiri (Epic Games Launcher) masih memerlukan banyak penyempurnaan.

Baru-baru ini, PC World menyimpulkan bahwa launcher EGS punya dampak negatif yang cukup besar terhadap daya tahan baterai laptop. Kesimpulan itu didapat setelah mereka menguji daya tahan baterai tablet Microsoft Surface Pro 7+ dan mendapati hasil yang inkonsisten. Setelah ditelusuri, penyebabnya ternyata adalah aplikasi EGS yang berjalan di background.

Untuk memastikan, tim PC World pun melakukan pengujian ekstra dalam beberapa skenario yang berbeda, semuanya dalam posisi airplane mode (tidak terhubung ke internet) demi mendapatkan hasil yang lebih akurat. Benar saja, dalam skenario launcher EGS berjalan di background, daya tahan baterai perangkat turun hingga 20%, atau kurang lebih ada sekitar dua jam daya baterai yang terbuang sia-sia.

Sumber: PC World
Sumber: PC World

Bahkan ketika aplikasinya berjalan di background tapi pengguna tidak sign in menggunakan akunnya pun, launcher EGS masih ‘merampas’ daya baterai milik laptop secara cukup signifikan. Barulah ketika aplikasinya ditutup sepenuhnya, daya tahan baterai perangkat bisa selaras dengan ketika perangkat masih dalam posisi clean install.

Lalu bagaimana dengan pesaing terbesarnya, Steam? Well, Steam — dan pada dasarnya aplikasi apapun yang berjalan di background — tentu juga berdampak negatif terhadap daya tahan baterai perangkat, tapi efeknya tergolong sangat kecil jika dibandingkan dengan EGS, seperti yang bisa kita lihat pada grafik di atas.

Satu hal yang perlu dicatat adalah, dampak negatif EGS terhadap daya tahan baterai ini paling terasa di perangkat yang menggunakan prosesor Intel generasi ke-11 (Tiger Lake). Saat diuji di Microsoft Surface Laptop 3 yang mengemas prosesor AMD Ryzen, tercatat penurunan daya tahan baterainya cuma sekitar 8% — meski ini tetap tergolong besar untuk sebatas launcher game.

Semoga saja Epic Games bisa segera membenahi problem ini ke depannya. Untuk sekarang, Anda bisa mengantisipasinya dengan memastikan bahwa launcher EGS tidak berjalan secara otomatis ketika laptop dinyalakan. Pastikan opsi “Run When My Computer Starts” di menu pengaturan tidak tercentang, dan jangan lupa exit aplikasinya setelah selesai bermain.

Via: PC Gamer.