Startup Agritech B2B “Elevarm” Dikabarkan Bukukan Pendanaan Pra-Awal Dipimpin Insignia Ventures

Startup agritech B2B Elevarm dikabarkan membukukan pendanaan tahap pra-awal yang dipimpin Insignia Ventures. Berdasarkan data yang dimasukkan ke regulator, nominal yang diterima dalam putaran ini telah mencapai $1,39 juta (sekitar 21,6 miliar Rupiah).

Selain Insignia, terdapat 500 Southeast Asia (dulu bernama 500 Durians) serta jajaran angel investor, yakni Fajrin Rasyid (Telkom), Gibran Huzaifah (eFishery), dan Arip Tirta (Evermos), yang berpartisipasi dalam putaran tersebut.

DailySocial.id telah meminta konfirmasi dari founder Elevarm terkait informasi ini.

Dalam keterangan yang dihimpun, Elevarm adalah startup agritech yang berfokus di sisi hulu, memberikan solusi pasokan kepada pelanggan bisnis dengan menggabungkan dan mengangkat petani kecil dengan teknologi. Startup ini masih dalam “stealth mode” alias belum beroperasi, situsnya belum bisa diakses.

Elevarm didirikan pada Februari 2022 di Bandung, Jawa Barat oleh Bayu Syerli. Dalam rekam jejaknya, Bayu pernah bekerja di Mamikos sebagai Co-founder & COO dan di Bukalapak sebagai VP of Marketing.

Insignia sendiri, dalam wawancara bersama DailySocial.id sebelumnya, menyampaikan bahwa mereka memang mengincar untuk lebih agresif berinvestasi pada sektor potensial berikutnya, seperti web3, teknologi iklim, perawatan kesehatan, dan pertanian. Langkah tersebut diambil pasca membukukan dana kelolaan ketiga sebesar $516 juta yang telah diumumkan pada awal Agustus 2022.

Founding Managing Partner Yinglan Tan mengatakan, dampak yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan terbesar di luar Asia Tenggara dalam dekade terakhir akan menjadi permulaan baru dibandingkan dengan dampak yang akan dibuat ooleh pembuat pasar pada dekade berikutnya.

Pendanaan startup agritech mulai dominasi

Menurut catatan DailySocial.id, sepanjang kuartal III 2022 ini, sektor fintech memimpin di urutan pertama berdasarkan jumlah dan nilai transaksi. Sektor berikutnya yang menarik adalah logistik dan agritech. Minat investor terhadap kedua sektor tersebut meningkat dibandingkan periode sebelumnya.

Pada kuartal tersebut, terjadi penurunan dari jumlah transaksi dan nominal yang dibukukan dibandingkan periode sebelumnya. Pada kuartal III 2022, terdapat 62 transaksi dengan nilai yang diumumkan sebesar $983 juta. Angka tersebut sebenarnya tidak jauh berbeda dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya, yakni 68 transaksi senilai $974 juta.

Sementara itu, pada kuartal II 2022, terdapat 71 transaksi pendanaan bernilai lebih dari $1,4 miliar. Adapun pada kuartal I 2022, terdapat 50 putaran pendanaan bernilai lebih dari $1,22 miliar. Tahapan pendanaan yang dikucurkan pada kuartal III 2022 ini didominasi oleh pendanaan tahap awal (pre-seed sampai seri A).

[Video] Pengembangan Ekosistem Akuakultur eFishery

DailySocial bersama Co-Founder dan CEO eFishery Gibran Huzaifah membahas transformasi bisnis yang dilakukan eFishery dalam melahirkan ekosistem yang mengedepankan kebutuhan para petani ikan di Indonesia.

Gibran mengatakan, saat ini eFishery tidak hanya dikenal sebagai startup pengembangan teknologi IoT untuk sektor akuakultur, tetapi juga menjadi sebuah koperasi yang membantu petani ikan mendapatkan modal pembiayaan, melakukan pembelian pakan, hingga penjualan ikan.

Seperti apa upaya eFishery mengembangkan ekosistem sektor akuakultur di Indonesia? Bagaimana target ekspansi bisnis perusahaan?

Simak pembahasan eFishery yang terangkum di video wawancara berikut.

Untuk video menarik lainnya seputar strategi bisnis dan kontribusi startup di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi DScussion.

eFishery Bicara Rencana Ekspansi ke India dan Penggalangan Dana

Meluncur pada tahun 2013, eFishery saat ini sudah mengalami transformasi bisnis yang masif dan melahirkan ekosistem yang mengedepankan kebutuhan para petani ikan di Indonesia. Masih memanfaatkan Smart Autofeeder sebagai entry point, kini eFishery tidak hanya dikenal sebagai startup pengembangan teknologi IoT untuk sektor aquaculture, tetapi juga menjadi sebuah koperasi yang membantu petani ikan mendapatkan modal pembiayaan, melakukan pembelian pakan, hingga penjualan ikan.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder dan CEO eFishery Gibran Huzaifah menyampaikan rencana ekspansi mereka ke India, fokus mereka memperluas kolaborasi, dan merampungkan pendanaan untuk mendukung pertumbuhan bisnis.

Ekspansi dan kolaborasi

Perusahaan masih konsisten dengan produk andalan mereka yaitu eFishery Smart Autofeeder yang merupakan mesin pemberi pakan ikan otomatis cerdas yang diatur menggunakan smartphone. Alat ini memberi pakan secara otomatis, mencatat data pakan, dan terhubung ke internet. Data-data tersebut dikumpulkan kemudian diutilisasi perusahaan dalam menyediakan solusi berikutnya, yakni eFarm dan eFisheryKu. Ke depannya perusahaan masih menyediakan penyewaan eFeeder kepada petani ikan.

Entry point masih di Smart Autofeeder dan aplikasinya. Hal tersebut akan selalu menjadi bagian dari teknologi kita, karena untuk membangun ekosistem end to end basisinya harus dari data dan teknologi. Hal tersebut yang membedakan kita dengan trader biasa atau tengkulak,” kata Gibran.

Di sisi lain, perusahaan juga melihat sudah banyak petani ikan yang memanfaatkan eFishery sebagai sebuah koperasi yang bisa menjadi wadah  membeli pakan dengan harga terjangkau, mendapatkan modal usaha, hingga sebagai platform menjual ikan dengan mudah dan nyaman.

“Awalnya sektor seperti ini tidak ada sentuhan teknologi. Fokus kita adalah menyediakan teknologi untuk mengurangi kesenjangan ekonomi. Dengan mengurangi kesenjangan ekonomi melalui teknologi, [eFishery] bisa meningkatkan kehidupan mereka. Meskipun tidak fully driven dari kita, tapi jika ada solusi yang tepat impact-nya bisa masif,” kata Gibran.

Salah satu layanan yang lahir dari umpan balik para petani ikan adalah program PayLater yang disebut Kabayan (Kasih, Bayar Nanti), di mana pembudidaya pengguna eFishery bisa membeli pakan dengan bayar nanti.

Setelah melakukan pilot run di Thailand, Vietnam, Bangladesh, dan India, eFishery memiliki rencana fokus ekspansi ke satu negara saja, yaitu India. Tahun ini fokus mereka akan melancarkan commercial pilot dan ekspektasi tahun depan commercial roll out bisa dilakukan.

“Di sisi lainnya selama 3 tahun terakhir kita juga masih fokus melakukan perluasan area layanan di Indonesia. Pasarnya masih besar, tapi sambil jalan kita juga mau melihat apakah ada peluang yang perlu kita mulai dari sekarang, agar kita mendapatkan pemahaman terkait pasar,” kata Gibran.

Saat ini eFishery sudah melayani 26 provinsi mulai dari Aceh, Nusa Tenggara Timur hingga Sulawesi Utara, serta sekitar 300 lebih kabupaten dan kota. Yang mereka belum garap adalah kawasan Timur Indonesia, seperti kepulauan Maluku dan Papua. Target eFishery beberapa tahun depan adalah ekspansi ke seluruh Indonesia.

“Fokus dari eFishery adalah tetap fokus di menghadirkan value ke petani dengan operating model yang light asset dan scalable. eFishery juga selalu fokus ke unit economics,” ujar Gibran.

Potensi penggalangan dana baru

Saat ini eFishery sudah berada dalam tahapan Seri C dengan total raihan investasi mencapai setidaknya $115 juta. Tidak termasuk startup yang agresif melakukan penggalangan dana, Gibran menegaskan saat melakukan fundraising fokus mereka adalah bagaimana investor tersebut bisa memberikan nilai lebih (added value) dan sejalan dengan misi dan visi perusahaan.

Disinggung soal potensi penutupan putaran baru yang bisa melambungkan perusahaan ke jajaran unicorn baru, Gibran enggan berkomentar lebih jauh.

“Kalau dari eFishery is about what we want to do. Jadi apa dulu yang mau kita investasikan, butuhnya berapa banyak, kemudian dari siapa dana segar tersebut juga menjadi penting bagi kita. Having said that, ada investor yang kita lagi coba assess, tapi harus kita pastikan sudah sejalan dengan visi kita,” ujarnya.

Ditambahkan Gibran, saat ini juga sudah ada beberapa proyek strategis yang sedang mereka piloting dan masih dalam tahapan awal. Jika sudah berjalan dan ternyata dibutuhkan kapital lebih banyak, kegiatan penggalangan dana bakal mereka lakukan.

“Sejak penggalangan dana Seri A, eFishery sudah mampu mengelola bisnis dengan baik dan telah fokus ke profitability. Jadi ke depannya investor akan mendukung apa yang sudah kita lakukan,” kata Gibran.

Ia melanjutkan “Saat ini ada sekitar 40 startup Indonesia yang menyasar sektor aquaculture sudah mendapatkan dana segar dari investor. Harapannya eFishery bisa memberikan impact kepada mereka sebagai pembuka jalan dan akhirnya membuat beberapa investor tertarik untuk berinvestasi kepada sektor ini.”

Cerita Delapan Tahun eFishery Pelopori Startup Akuakultur di Indonesia

Kepercayaan diri eFishery yang mampu menutup pendanaan Seri C menjadi kisah menarik karena diklaim sebagai pendanaan terbesar yang berhasil diperoleh oleh startup akuakultur di kancah dunia.

Ada tiga nama investor baru yang memimpin putaran tersebut, yakni Temasek, SoftBank, dan Sequoia Capital India. Masuknya investor global ini ke startup akuakultur merupakan hal baru, dari yang biasanya lebih dikenal berinvestasi ke bisnis yang berbasis consumer, mulai tertarik pada potensi bisnis yang diseriusi eFishery.

Perjalanan eFishery sendiri untuk mencapai titik sejauh ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dari sisi industri ini sendiri, tidak hanya di Indonesia, bahkan di skala global pun belum ada tolak ukur yang bisa dipakai eFishery untuk mencari model bisnisnya. Alhasil, dalam delapan tahun ini, perusahaan banyak melakukan trial and error untuk membuat playbook sendiri.

“Tapi karena saya dulu ikut budidaya lele, dari hasil ngobrol dengan para petani ikan, masalah utama dari budidaya ikan itu adalah pakannya yang makan biaya paling besar sampai 70% dari total biaya produksi,” ucap Co-Founder dan CEO eFishery Gibran Huzaifah dalam media gathering.

Dalam kesempatan tersebut turut hadir Komisaris eFishery Aldi Haryopratomo dan Managing Director Northstar Group Sidharta Oetama.

Produk utama eFishery adalah eFishery Smart Autofeeder yang merupakan mesin pemberi pakan ikan otomatis cerdas yang diatur menggunakan smartphone. Alat ini memberi pakan secara otomatis, mencatat data pakan, dan terhubung ke internet. Data-data tersebut dikumpulkan kemudian diutilisasi oleh perusahaan dalam menyediakan solusi berikutnya, yakni eFarm dan eFisheryKu.

eFarm merupakan platform yang menyediakan informasi lengkap dan mudah dipahami mengenai operasional tambah udang. Sementara, eFisheryKu adalah platform terintegrasi yang memungkinan pembudidaya ikan dapat membeli berbagai keperluan budidaya, seperti pakan ikan, dengan harga yang kompetitif.

Smart Autofeeder ini tersedia dalam bentuk berlangganan. Harganya dimulai dari Rp5 ribu per hari sampai Rp150 ribu satu bulan, sementara untuk budidaya ikan dipatok maksimal Rp350 ribu sebulan. “Ini semua sudah termasuk biaya jasa dan pemasangan, farmers bisa stop berlangganan kapan saja.”

Dari keseluruhan produk di atas, salah satu poin menarik yang ditekankan Aldi adalah mengenai mekanisasi. Mengubah cara kerja pembudidaya ikan dari yang awalnya serba manual menggunakan alat modern, untuk menciptakan efisiensi yang berdampak ke banyak hal.

“Dari mekanisasi ini banyak data yang dapat diutilisiasi dan menjadi fondasi untuk produk-produk berikutnya eFishery. Karena sebelumnya yang kasih makan ikan tidak ada ukuran, jadi ada standarnya,” kata Aldi.

Sidharta menambahkan, selain mekanisasi, dari sisi humanisme, mekanisasi ini memberikan rasa kebebasan kepada para pembudidaya ikan untuk melakukan hal lain di luar pekerjaan utamanya.

Pengalaman tersebut sebelumnya dihadirkan oleh pemain sharing economy, seperti Gojek yang memberi kebebasan kepada para mitranya untuk melakukan pekerjaan lainnya.

“Dengan mekanisasi, sekarang pembudidaya bisa mengukur produktivitasnya mereka sendiri dan fleksibel untuk melakukan hal lain. Dari yang saya lihat saat berkunjung ke salah satu lokasi mitra, mereka bergabung ke eFishery karena alasannya capek harus beri makan ikan setiap hari, pakai tangan, belum lagi kalau kolamnya lebih dari satu, kalau suruh orang lain belum tentu ikannya diberi makan. Tapi sekarang pakai aplikasi sangat mudah,” kata Sidharta.

Hanya saja, tantangannya untuk memperkenalkan solusi eFishery ke lebih banyak pembudidaya ikan dan udang itu begitu berat, terutama di tahap-tahap awal. “Namun the harder the challenge, the bigger the opportunity is,” sambungnya seraya menjelaskan mengapa Northstar tertarik berinvestasi di eFishery.

Masuk tahap inflection point

Gibran melanjutkan, produk Smart Autofeeder adalah entry point eFishery dalam menjangkau pembudidaya baru, sekaligus menjadi jembatan untuk memasukkan produk-produk eFishery lainnya. Untuk itu, semakin banyak pembudidaya yang memanfaatnya, makin besar dampak yang diciptakan, dari efisiensi produksi sampai harga jual ikan yang lebih terjangkau.

Agar mencapai target tersebut, eFishery berupaya untuk menambah talenta baru khususnya di bidang engineering sebagai backbone utama perusahaan. Proporsi talenta engineering di eFishery saat ini terbesar kedua setelah tim sales and expansion. Jumlah tim engineering akan dilipatgandakan, mengingat fokus perusahaan berikutnya adalah mempersiapkan para pembudidaya yang sudah tech savvy untuk menyelami lebih dalam produk digital.

Hal tersebut berkaitan dengan posisi perusahaan yang sudah mencapai inflection point. Menurut Gibran pada titik tersebut, perusahaan harus lebih sistematik dalam mengelola karyawannya dan konsumernya berbasis digital agar lebih efisien.

“Waktu memperkenalkan eFishery pertama kali, kami banyak rekrut tim lapangan karena perlu temu tatap muka. Kami ajari mereka kenal smartphone, pakai aplikasi sehari-hari hingga sampai akhirnya kami kenalkan aplikasi eFishery. Masuk ke inflection point, kami perlu lebih disiplin dan sistematik, makanya butuh banyak orang engineer.”

Disebutkan, saat ini eFishery, lewat teknologi di hilir eFeeder, mampu mempercepat siklus panen dan meningkatkan kapasitas produksi hingga 26%. Sementara lewat eFresh menurunkan biaya operasional dan meningkatkan pendapatan pembudidaya hingga 45%. Harga pembelian pakan yang disediakan perusahaan juga diklaim lebih murah 3%-5% daripada beli di agen distributor.

Terhitung saat ini ribuan smart feeder taleh digunakan dan melayani lebih dari 30 ribu pembudidaya. Sekitar 40% dari pembudidaya ini tersebar di sekitar Pulau Jawa dan Sumatera Selatan. Kondisi ini tercermin langsung mengingat 65% populasi pembudidaya ikan dan udang di Indonesia ada di lokasi tersebut.

“Kami berhasil membuktikan model bisnis yang berhasil ter-deliver dengan baik untuk para pembudidaya ikan dan udang. Apalagi dalam dua tahun terakhir makin kuat karena bangun value chain, sehingga value-nya bisa lebih intangible. Misalnya, petani dari awalnya punya satu kolam, jadi lebih dari satu, lalu ambisinya jauh lebih besar, misalnya ingin menyekolahkan anaknya ke bangku kuliah,” kata Gibran.

Segera hadir di Thailand

Dalam kesempatan tersebut juga membahas mengenai rencana perusahaan untuk ekspansi. Gibran menyebut akan segera hadir secara komersial di Thailand, setelah melakukan pilot pada beberapa waktu lalu bersama mitra lokal. Kemudian, menyasar India dan Tiongkok dalam lima tahun ke depan. “Tahun ini, kami eksplorasi terlebih dahulu pasar tersebut.”

Kedua negara tersebut memiliki potensi yang menjanjikan, baik dari sisi produksi maupun konsumsi. Dari segi tantangannya, pola budidayanya pun sama seperti Indonesia, sehingga Gibran meyakini solusi eFishery dapat direplikasi di sana. Ditambah lagi, belum ada startup yang fokus di akuakultur seperti perusahaan di skala global.

“Di sana pun belum ada [pemain seperti kami]. Adapun potensi ikan dan udang terbesar di dunia itu top 10-nya ada di APAC, kecuali Norwegia. Kami adalah pionir di segmen ini dan optimis bisa menguasainya.”

Kendati berencana melakukan ekspansi regional, ia tetap menempatkan Indonesia sebagai fokus utama perusahaan. Pasalnya, potensi pembudidaya masih begitu besar yang belum tergarap. Disebutkan ada 3,5 juta pembudidaya ikan dan udang, perusahaan menargetkan dapat menggaet 1 juta pembudidaya dalam tiga sampai lima tahun mendatang. Adapun pada tahun ini ditargetkan dapat membidik 200 ribu pembudidaya atua meningkat hingga empat kali lipat.

Aplikasi eFisheryKu Ingin Digitalkan Proses Bisnis Pembudidaya secara Menyeluruh

Startup aquatech eFishery kembali meluncurkan solusi budidaya berbasis digital eFisheryKu. Melalui platform ini, para mitra dapat melakukan aktivitas budidaya dan memperoleh akses ke pasar. Saat ini, aplikasi baru tersebut sudah tersedia untuk perangkat Android.

Dihubungi DailySocial.id, Founder & CEO eFishery Gibran Huzaifah mengatakan pandemi Covid-19 telah berdampak pada terbatasnya mobilitas masyarakat sehingga mempersulit para pembudidaya ikan dan udang di Indonesia untuk berkegiatan budidaya. Ini termasuk pula kegiatan bertransaksi hingga menemukan pasar yang tepat untuk menjual hasil panen mereka.

Menurutnya, eFisheryKu baru diluncurkan sekarang karena pihaknya ingin membangun ekosistem dan komunitas pembudidaya sejak awal. “Pembudidaya juga kan perlu diedukasi dulu, jadi sekarang sudah cukup kuat [ekosistem dan komunitasnya],” ungkap Gibran.

eFisheryKu merupakan aplikasi koperasi digital yang mendukung aktivitas mitra pembudidaya di eFishery, mulai dari pembelian pakan, penjualan ikan, promosi, informasi seputar harga pasar, hingga pengajuan pinjaman. Hingga saat ini, layanan tersebut sudah diunduh sebanyak lebih dari 1.000 kali oleh pengguna.

Ada beberapa fitur unggulan yang ditawarkan perusahaan. Pertama, fasilitas permodalan lewat layanan paylater Kabayan (Kasih, Bayar Nanti), pembudidaya bisa memanfaatkan fasilitas sarana produksi perikanan yang dapat dibayar dengan sistem tenor 1-6 bulan. Pengajuan dapat dilakukan langsung via eFisheryKu tanpa perlu datang ke eFishery Point.

“Sejumlah mitra penyalur yang sudah bermitra untuk layanan Kabayan antara lain Alami, Investree, Kawan Cicil, Crowdo, Kredivo, dan BRI Agro. Maksimal limit yang sekarang disetujui dari user kami ada yang mencapai Rp1,7 miliar, tapi tergantung skala bisnisnya,” paparnya.

Dalam keterangan tertulisnya, saat ini eFishery mencatat ada 13.000 pembudidaya yang telah bergabung di eFishery. Dari total tersebut, sekitar sepertiganya mendapat akses permodalan dengan total pembiayaan yang disetujui hampir Rp200 miliar.

Kedua, fasilitas pembelian online, memungkinkan pembudidaya dapat memilih beragam opsi pakan dengan harga produk yang diklaim bersaing. “Konsepnya semacam itu [marketplace]. Rencananya, pengguna mulai bisa bertransaksi langsung di aplikasi pada bulan depan. Kalau saat ini, mereka masih dihubungkan ke tim eFisheryPoint apabila ingin bertransaksi,” ungkap Gibran.

Yang akan datang, perusahaan akan meluncurkan dua fitur baru, yakni Lelang Ikan dan Pencatatan Budidaya. Gibran menjelaskan, fitur Lelang Ikan akan menghubungkan pembudidaya dengan first-mile buyer. Sementara, Pencatatan Budidaya berfungsi sebagai fitur pencatatan data pakan dan pengelolaan keuangan. Menurutnya, model fitur ini mirip seperti BukuWarung atau BukuKas.

eFisheryKu juga telah berkolaborasi dengan banyak platform digital lainnya untuk memperkuat ekosistem layanan, seperti Kargo untuk sistem logistik, Sayurbox, GoFresh, dan Aruna untuk supply ikan konsumen, merchant, dan eksportir. Pihaknya memastikan akan memperbanyak kolaborasi eFisheryKu dengan pemain digital lainnya.

Aquatech di masa pandemi

Platform eFisheryKu dapat dikatakan melengkapi ekosistem layanan yang sudah ada. eFishery berupaya menyediakan layanan dari hulu ke hilir dengan solusi berbasis teknologi, akses permodalan, dan akses ke pasar pembudidaya. Startup yang berdiri di 2013 sudah meluncurkan berbagai produk, yaitu eFishery Feeder, eFishery Fund, hingga layanan Kabayan.

Secara umum, kegiatan jual-beli pakan melalui platform digital bukanlah sesuatu yang baru. Terlepas dari masih rendahnya adopsi internet di kalangan pembudidaya, sejumlah startup terkait berupaya mengembangkan inovasi untuk membantu mempertemukan pembudidaya dengan akses yang pasar lebih luas.

Laporan DSInnovate dan Crowde bertajuk “Driving the Growth of Agriculture-Technology Ecosystem in Indonesia” mengungkap bahwa pengguna internet di sektor ini tercatat baru 4,5 juta di 2020. Menurut laporan ini, ada tiga tantangan besar yang dihadapi petani di masa pandemi, antara lain produktivitas kerja, productivity shock, dan trade shock.

Sementara, data yang dirilis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan, pandemi berdampak signifikan terhadap perekonomian sektor budidaya ikan akibat penutupan offline market (pasar ikan konvensional, hotel, restoran) yang menyebabkan rantai pasok terganggu.

Kendati demikian, KKP mencatat kondisi sektor budidaya ikan di kuartal ketiga 2020 mulai membaik dengan kenaikan nilai tukar pembudidaya (NTPi) sekitar menjadi 0,58 poin pada Desember dibandingkan bulan sebelumnya. Adapun, pemerintah telah menyiapkan sejumlah langkah mitigasi untuk mendorong sektor ini, salah satunya adalah melalui adopsi inovasi teknologi yang adaptif dan efisien.

Application Information Will Show Up Here

eFishery Jalin Kerja Sama dengan Investree, Perkuat Layanan Permodalan eFisheryFund

Investree dan eFishery hari ini (21/10) mengumumkan peresmian kerja sama strategis terkait penyaluran pinjaman modal ke mitra petani/pembudidaya. Dana yang disiapkan mencapai Rp30 miliar, akan didistribusikan lewat platform pendanaan eFisheryFund.

eFisheryFund merupakan fasilitas pembiayaan untuk para pembudidaya; dana didapat dari kemitraan dengan fintech atau perusahaan finansial lainnya. Di dalamnya terdapat fitur “Kabayan” (Kasih Bayar Nanti) berupa program cicilan yang dapat dimanfaatkan oleh para pembudidaya untuk memperoleh produk teknologi eFishery.

Dana dari Investree juga akan disalurkan kepada mitra eFishery lainnya, termasuk konsumen B2B. Konsumen B2B yang dimaksud antara lain agen maupun distributor ikan, stockiest, dan horeka (hotel, restoran, dan kafe).

Di hulu, para pembudidaya mendapatkan modal dalam bentuk pakan ikan dan alat eFisheryFeeder, sedangkan di hilir para agen ikan mendapatkan modal dalam bentuk ikan atau udang yang merupakan hasil panen dari para pembudidaya.

“Ini merupakan sesuatu yang baru bagi kami. Mengingat portofolio pinjaman terbesar Investree selama ini adalah industri kreatif, dengan bermitra dengan eFishery, kami berharap dapat memberdayakan lebih banyak UKM yang bergerak di bidang perikanan atau akuakultur,” ujar Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi.

Manfaatkan data sensor IoT

Skema konvensional dan syariah turut digulirkan menjadi opsi pinjaman. Sementara untuk menjaga kualitas pembiayaan, Investree dan eFishery menerapkan uji kelayakan dan sistem credit-scoring yang ketat dengan melihat data dari IoT eFishery serta melakukan pengecekan silang terhadap data sesungguhnya di lapangan.

Untuk mekanismenya, pembudidaya bisa mengajukan pinjaman melalui aplikasi eFishery di menu eFisheryFund. Tim eFishery akan menilai dan menentukan apakah mereka memenuhi syarat dan kriteria untuk memperoleh pembiayaan. Hasil penilaian ini kemudian diajukan kepada Investree untuk dilakukan kembali verifikasi.

“Kerja sama dengan Investree ini diharapkan dapat melanjutkan nilai-nilai yang dibawa oleh eFishery. Lebih dari itu, melalui inovasi yang kami kembangkan yaitu membuat teknologi inklusif dan menghadirkan ikan dari pembudidaya agar mudah dijangkau oleh seluruh kalangan di berbagai daerah, kami berharap dapat turut serta mengentaskan kelaparan di Indonesia,” ujar CEO & Co-Founder eFishery Gibran Huzaifah.

Hingga saat ini, sudah ada lebih dari 500 pembudidaya yang menikmati program eFisheryFund. Melalui kolaborasi ini, Gibran menargetkan bisa hingga 1000 mitra sampai dengan akhir tahun 2020.

Selain Investree, program pembiayaan yang dikelola eFishery tersebut juga sudah bermitra dengan beberapa fintech lending, di antaranya ALAMI, Batumbu, BRIS, iGrow, dan Likui.id. Inovasi ini sudah dimulai sejak awal tahun lalu bebarengan dengan pengenalan layanan online grocery eFisheryFresh. Inisiatif dilakukan pasca perusahaan membukukan pertumbuhan bisnis hingga 300% di tahun 2019, didukung ekspansi ke 120 kota di Indonesia.

Pembiayaan lewat kerja sama

Berbagai skema penyaluran dana terus dieksplorasi oleh pemain fintech. Tidak hanya dengan eFishery, Investree sebelumnya juga telah umumkan kerja samanya dengan beberapa pihak untuk menjangkau kalangan spesifik. Misalnya dengan Pengadaan.com untuk menjangkau 15 ribu vendor UKM di platformnya; ada juga dengan Bukalapak meluncurkan layanan BukaModal; selain itu juga dengan Midtrans dan Mbiz.

Fintech lain pun juga berupaya perluas skema pinjamannya. Ambil contoh yang dilakukan AwanTunai dengan menggandeng SayurBox untuk memberikan pembiayaan untuk petani yang mendistribusikan hasil panennya di Sayurbox. Lalu ada juga KoinWorks dengan produk KoinGaji mendistribusikan pinjaman untuk pencairan gaji pegawai lebih awal bekerja sama dengan Gadjian, GreatDay, dan Talenta.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

eFishery Announces Series B Funding Led by Go-Ventures and Northstar

Today (12/8), the aquatech startup eFishery announced a series B funding with an undisclosed amount. This round was led by Go-Ventures and Northstar Group with the participation of Aqua-spark and Wavemaker Partners. The business run by Gibran Huzaifah is to use investment funds for product development, to strengthen business positions, and expand teams.

“Through the introduction of new technology to fish and shrimp farmers in Indonesia, we have the goal of increasing crop yields, lowering operational costs, and increasing their productivity. We hope that product development from eFishery can support the aquaculture ecosystem as a whole, from the cultivation process to distribution,” Gibran Huzaifah said.

He added, “The fresh money helps us to grow the company, open up access to launch our products throughout Indonesia, and achieve our vision to become the leading aquaculture intelligence company in Indonesia. We are excited to welcome the strategic collaboration with Gojek and the Northstar Group that we believe. will be an added value on our platform.”

To date, eFishery has four main products. First is the eFisheryFeeder, which is an automatic feeding device. The second is eFisheryFeed, helping fish and shrimp farmers get feed products at competitive prices. Next, there is eFisheryFund, a loan program for cultivators. And the fourth is eFisheryFresh, an online grocery platform to help farmers sell their crops.

“We are deeply inspired by the positive impact that eFishery has on the aquaculture sector supply chain. The company’s ability to provide farmers with new smart devices integrated with cloud-based mobile analytics has transformed the very traditional way of doing business in Indonesia,” Northstar Group’s Co-founder Patrick Walujo said.

Meanwhile, Go-Ventures’ VP of Investments Aditya Kumar said, “The eFishery solution, which directly supports local farmers, also addresses broader problems, including strengthening the food supply chain, reducing global food shortages, and helping to improve the fishing industry and Indonesian economy in a sustainable manner. Overall. We look forward to seeing these benefits grow exponentially as eFishery expands domestically now and regionally in the future.”

eFishery was founded in 2013 in Bandung, becoming one of the pioneering startups that develop the internet of things-based products. Currently, their products have reached almost all regions of Indonesia. Previously they secured pre-series A funding in 2015, followed by the closing of series A in 2018. The company claims, since the last two years the business has achieved profitability, after experiencing significant growth over the past four years.

Further plans

Some specific plans for new investment funds have been announced. The company wants to build robust data and algorithm capabilities for eFisheryFeeder, as well as to make the automated feed device more compatible with a wide range of pool types and sizes. In order to support business processes, eFisheryPoint was recently launched, to make it easier for farmers to get equipment products, sell their crops, and participate in other activities. Currently, there are 30 points and will be developed to 100 locations by the end of the year.

Currently, eFishery has around 250 employees and plans to add more to achieve business growth. This year is to focus on strengthening the product & engineer team and selling & customer experience.

“Although we have started several trials in Bangladesh, Thailand, and Vietnam, our main focus for 2020 is to strengthen our position in Indonesia by enhancing our products and creating more strategic collaborations. Once we have built a strong and replicable model across Indonesia. , we are ready to explore possibilities for regional expansion, “Gibran said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

eFishery Umumkan Pendanaan Seri B, Dipimpin Go-Ventures dan Northstar

Hari ini (12/8), startup aquatech eFishery mengumumkan pendanaan seri B dengan nilai yang tidak disebutkan. Putaran pendanaan dipimpin Go-Ventures dan Northstar Group dengan keterlibatan Aqua-spark dan Wavemaker Partners. Bisnis yang dinakhodai Gibran Huzaifah tersebut akan menggunakan dana investasi untuk mengembangkan produk, menguatkan posisi bisnis, dan mengembangkan tim.

“Melalui pengenalan teknologi baru kepada pembudidaya ikan dan udang di Indonesia, kami memiliki tujuan meningkatkan hasil panen, menurunkan biaya operasional, dan meningkatkan produktivitas mereka. Kami berharap pengembangan produk dari eFishery dapat mendukung ekosistem akuakultur secara menyeluruh, mulai dari proses budidaya hingga distribusi,” ujar Gibran Huzaifah.

Ia menambahkan, “Pendanaan baru ini membantu kami untuk menumbuhkan perusahaan, membuka akses untuk meluncurkan produk kami di seluruh Indonesia, dan mencapai visi kami untuk menjadi perusahaan aquaculture intelligence terkemuka di  Indonesia. Kami sangat antusias menyambut kolaborasi strategis dengan Gojek dan Northstar Group yang kami yakini akan menjadi nilai tambah pada platform kami.”

Sejauh ini eFishery memiliki empat produk utama. Pertama adalah eFisheryFeeder, yakni perangkat pemberi pakan otomatis. Kedua adalah eFisheryFeed, membantu petani ikan dan udang mendapatkan produk pakan dengan harga kompetitif. Kemudian ada eFisheryFund, merupakan program pinjaman untuk pembudidaya. Dan yang keempat ada eFisheryFresh, platform online grocery untuk bantu petani jual hasil panen mereka.

“Kami amat terinspirasi oleh dampak positif yang diberikan oleh eFishery terhadap rantai pasok sektor akuakultur. Kemampuan perusahaan untuk menyajikan perangkat pintar terbaru yang terintegrasi dengan analisis seluler berbasis cloud kepada para pembudidaya telah mentransformasi cara berbisnis yang amat tradisional di Indonesia,” ujar Co-founder Northstar Group Patrick Walujo.

Sementara itu VP of Investments Go-Ventures Aditya Kumar mengatakan, “Solusi eFishery, yang secara langsung mendukung pembudidaya lokal, juga mengatasi permasalahan yang lebih luas, termasuk memperkuat rantai pasokan makanan, mengurangi kekurangan pangan global, dan membantu meningkatkan industri perikanan dan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Kami berharap dapat melihat manfaat-manfaat tersebut tumbuh secara eksponensial ketika eFishery berkembang secara domestik saat ini dan secara regional di kemudian hari.”

eFishery berdiri tahun 2013 di Bandung, menjadi salah satu startup pionir yang mengembangkan produk berbasis internet of things. Saat ini produk mereka telah menjangkau di hampir seluruh wilayah Indonesia. Sebelumnya mereka mendapatkan pendanaan pra-seri A di tahun 2015, dilanjutkan penutupan seri A di tahun 2018. Perusahaan mengklaim, sejak dua tahun terakhir bisnis sudah capai profitabilitas, setelah mengalami pertumbuhan signifikan selama empat tahun belakang.

Rencana berikutnya

Beberapa rencana spesifik alokasi dana investasi baru sudah disampaikan. Perusahaan ingin membangun kapabilitas data dan algoritma yang lebih kuat untuk eFisheryFeeder, juga membuat perangkat pakan otomatis itu lebih kompatibel dengan berbagai tipe dan ukuran kolam. Guna mendukung proses bisnis, baru-baru ini eFisheryPoint juga dilunjurkan, untuk memudahkan pembudidaya mendapatkan produk perangkat, menjual hasil panen, dan berpartisipasi dalam kegiatan lainnya. Saat ini sudah ada di 30 titik dan akan dikembangkan hingga 100 lokasi sampai akhir tahun.

Saat ini eFishery memiliki sekitar 250 karyawan dan berencana akan ditambah untuk mencapai pertumbuhan bisnis yang ditargetkan. Tahun ini fokusnya pada penguatan tim  product & engineer dan selling & customer experience.

“Walaupun kami telah memulai beberapa uji coba di Bangladesh, Thailand, dan Vietnam, fokus utama kami untuk tahun 2020 adalah memperkuat posisi di Indonesia dengan meningkatkan produk kami dan menciptakan kolaborasi yang lebih strategis. Setelah kami membangun model yang kuat dan dapat direplikasi di seluruh Indonesia, kami siap untuk mengeksplorasi kemungkinan untuk ekspansi regional,” ujar Gibran.

Application Information Will Show Up Here

eFishery Raup Dana Seri A Senilai 58 Miliar Rupiah, Berencana Ekspansi ke Negara Asia Tahun Depan

Startup pemberi pakan ikan otomatis asal Bandung, eFishery, mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $4 juta (sekitar 58 miliar Rupiah). Investasi baru ini akan dimanfaatkan untuk memantapkan rencana ekspansinya ke negara-negara Asia pada 2019.

Pendanaan baru ini didapat dari tujuh investor baru, antara lain Wavemaker, 500 Startups, Unreasonable Capital, Social Capital, Northstar Group, Triputra Group, dan Maloekoe Ventures. Dua investor terdahulu, Aquaspark dan Ideosource juga turut berpartisipasi.

Dalam wawancaranya dengan DailySocial, Co-Founder dan CEO eFishery Gibran Huzaifah mengungkapkan, rencana strategisnya untuk membuka pasar baru di bisnis hardware untuk kawasan Asia. Ada tiga negara yang diincar, yakni Thailand, Bangladesh, dan Vietnam.

Saat itu, menurut Gibran, ekspansi di tiga negara tersebut baru sebatas pilot project dan belum sepenuhnya komersial. Dengan raihan pendanaan baru, pihaknya akan mengomersialkan bisnis tersebut pada pertengahan 2019.

“Pendanaan ini fully untuk ekspansi bisnis kami saat ini (hardware solution). Kami ingin tingkatkan pasarnya di Indonesia dan mulai open market baru di luar negeri,” ungkapnya ditemui di Jakarta beberapa waktu lalu.

eFishery mengembangkan solusi berbasis Internet of Things (IoT) melalui Smart Feeder, yakni perangkat pemberi pakan ikan otomatis. Salah satu fungsinya adalah memberikan pakan ternak ikan secara terjadwal. Saat ini, Smart Feeder telah digunakan peternak ikan di Jawa Barat dan Lampung.

Pada ekspansi ini, eFishery akan bekerja sama mitra lokal di ketiga negara. “Kita cari pemain besar dan kita sudah dapat partner di sana. Jadi kita tawarkan peluang bisnis dengan large corporation-nya. Misalnya, channel (distribusi) kita, bisa dipakai sebagai channel mereka. Nanti bikin perusahaan patungan (JV),” jelas Gibran.

Sebetulnya, permintaan layanan tak hanya datang dari ketiga negara tersebut. Menurut Gibran, permintaan lain juga datang dari negara-negara Asia lainnya, seperti Sri Lanka, Kamboja, dan Myanmar.

Gibran sendiri menyebut lebih memilih pasar negara besar, seperti India dan negara-negara Amerika Selatan. Di sana peluangnya sangat besar mengingat budidaya ternak udang juga besar.

“Tapi kami mau fokus di tiga negara dulu. Kalau nanti sudah proven di negara-negara tersebut, ini bisa jadi story buat kami untuk push di negara lain dan tumbuh lebih jauh lagi. Semisal, kami mau raise [pendanaan Seri B], itu bisa untuk region expansion dengan model bisnis apapun,” tambah Gibran.

Monetisasi data dengan credit scoring

Selain membuka pasar baru, eFishery juga fokus di pasar dalam negeri untuk memantapkan posisinya di rantai pasokan perikanan. Pihaknya akan mengutilisasi dan memonetisasi data yang diambil dari Smart Feeder untuk engage ke lebih banyak peternak ikan hingga stakeholder terkait di ekosistem perikanan.

Hardware yang kami deploy itu mengambil banyak data berbagai macam. Kami mau leverage dan utilisasi sehingga bisa kasih value ke customer atau klien. Contohnya, kami ingin buat semacam credit scoring yang menghubungkan petani dengan bank,” ucap Gibran.

Selama ini ia melihat banyak perbankan dan asuransi ragu untuk memberikan pinjaman atau produk asuransi kepada peternak ikan dan tambak udang karena risiko besar. Dengan data yang dimiliki, eFishery dapat mengelola dan menganalisis risiko sehingga bank mau memberikan pinjaman.

Menurutnya, hal ini dapat menguntungkan kedua belah pihak. Perbankan mendapatkan pasar pengguna baru dan petani juga mendapat akses pendanaan untuk ekspansi. eFishery melihat ini sebagai value chain baru karena dapat menawarkan Smart Feeder kepada mereka.

“Selain itu, kami bisa utilisasi data ke buyer. Data yang kami punya bisa memprediksi hasil panen dan kapan. Jadi sebelum ikan terjual, kita tawarkan hasil panen ke buyer. Dua-duanya kami sedang lakukan pilot project, tinggal tentukan model bisnisnya dan roll out di area mana dulu,”

Gibran meyakinkan bahwa pihaknya tidak menjual data, melainkan mengambil fee dari setiap transaksi pinjaman yang berhasil dari setiap data yang dihubungkan ke bank.

Terakhir Gibran menambahkan, eFishery akan memperluas pangsanya di pasar domestik dengan membuka kanal distribusi baru di area sentra perikanan di Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera hingga akhir tahun ini. Targetnya, eFishery akan ada di 35 area di Indonesia dari tujuh area saat ini.

Menuju Revolusi Indonesia 4.0 Lewat Pusat Inovasi IoT

Menteri Perindustrian, Airlangga Hartanto membuka sambutannya pada ajang Telkomsel Innovation Center (TINC) Conference & Exhibition di Balai Kartini Rabu (25/7), lewat paparan bertajuk “Making Indonesia 4.0”. Sebuah visi masa depan pemerintah untuk mewujudkan revolusi digital industri 4.0.

Dalam paparan tersebut, ia menyebutkan industri 4.0 dapat menjadi enabler untuk mendorong kemajuan bangsa dan meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global. “Bangsa kita adalah negara terbesar di Asia dan demografi kita luas. Teknologi dapat jadi enabler agar negara kita lebih maju,” ungkapnya.

Maka itu, lanjut Airlangga, pemerintah mengajak setiap stakeholder terkait untuk berpartisipasi dalam mendorong pengembangan dan ekosistem Internet of Things (IoT) di Indonesia sebagai pilar industri 4.0.

Salah satunya melalui Telkomsel Innovation Center (TINC) yang menjadi upaya Telkomsel untuk fokus di industri IoT. TINC merupakan serangkaian program yang akan mempertemukan para startup, developer, hingga investor di industri IoT.

Program ini merangkum berbagai kegiatan untuk membentuk ekosistem IoT di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah fasilitas laboratorium IoT, kegiatan mentoring dan bootcamp, hingga akses networking bagi para startup, developer, maupun system integrator dengan pelaku bisnis terkait.

Tak hanya itu, anak usaha Telkom ini juga memperkenalkan Narrowband Internet of Things (NB-IoT) Lab pertama di Indonesia yang dapat dimanfaatkan para inovator TINC untuk melakukan uji coba produk IoT yang dikembangkannya. Lab ini berlokasi di Bandung, Jawa Barat.

Direktur Utama Telkomsel, Ririek Adriansyah menyebutkan dorongan untuk memperkuat komitmennya di ranah IoT muncul karena banyak sekali masalah unik yang terjadi di Indonesia dan tak dapat diselesaikan dengan mengandalkan bantuan pihak luar. Ia menilai Indonesia harus mengembangkan ekosistem IoT sendiri.

“Implementasi aplikasi IoT itu sangat luas. Untuk membatasi imajinasi, makanya kita harus (mewujudkannya) lewat kolaborasi. Kita bisa dorong pengembangan IoT lebih luas lagi, tak hanya untuk pelaku usaha tetapi juga untuk negara,” ungkap Ririek dalam sambutannya.

Ririek berharap dalam beberapa tahun mendatang bisa mengantongi 1 miliar pelanggan produk IoT. Untuk saat ini, Telkomsel lebih fokus terhadap penyediaan solusi untuk kegiatan sehari-hari.

Diharapkan pula, TINC dapat kembali melahirkan lebih banyak solusi IoT dan kolaborasi lainnya dengan para inovator. Beberapa layanan IoT yang sudah melewati masa inkubasi antara lain kolaborasi dengan Banopolis (bike sharing di Universitas Indonesia) dan kolaborasi dengan eFishery (pemberi makan otomatis ternak ikan).

5G optimalkan adopsi IoT

Selain merangkul multi stakeholder untuk membentuk ekosistem, Telkomsel juga akan membangun jaringan 5G di masa depan untuk memperkuat adopsi IoT lebih masif lagi. Saat ini teknologi seluler generasi ke-5 ini belum komersial di dunia, namun akan diuji coba di sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Dalam presentasinya, Director Planning & Transformation Telkomsel, Edward Ying mengatakan pemanfaatan IoT akan lebih optimal dengan mengandalkan koneksi 5G karena jaringannya mampu menghadirkan kecepatan 100 kali lebih tinggi dari 4G dengan latensi rendah.

“5G bagus untuk major improvement karena punya kecepatan tinggi dan lebih efisien. Kami yakin ini dapat menciptakan tools paling powerful untuk industri telekomunikasi di masa depan. Ekosistem bisa support banyak hal, seperti smart city,” ujar Ying.

Pihaknya juga akan meningkatkan jangkauan jaringan LTE dengan NB-IoT di sejumlah area pada 2019. Saat ini, jaringan Telkomsel telah didukung sebanyak 167 ribu unit BTS dengan 80 persen merupakan BTS di jaringan 4G.

IoT Forum sebagai katalisator

Tahun 2020, menurut riset Cisco, diprediksi ada 7,6 miliar orang yang menggunakan sebanyak 50 miliar perangkat yang saling terhubung dengan jaringan internet.

Sementara, riset McKinsey mengestimasi potensi pasar IoT di Indonesia mencapai $3 miliar pada 2020. Dari nilai tersebut, ada empat kategori yang bakal mendominasi pasar IoT di Indonesia, yakni kendaraan, industri, smart city, dan ritel.

Di balik potensi pasar yang sedemikian besar, masih ada sejumlah hal yang menghambat pertumbuhan industri IoT di Indonesia. Padahal ekosistem IoT di Indonesia dinilai mulai berkembang dan cukup siap untuk menghadapi tren IoT di global.

“Ekonomi akan jalan kalau ada demand dan supply. Kita menjadi katalisator supaya kita bisa menggerakkan pihak supply. Tetapi, belum tentu pihak demand tahu produk ini ada. Makanya, kedua pihak harus dipertemukan dalam satu komunitas,” ungkap Founder Indonesia IoT Forum, Teguh Prasetya pada kesempatan sama.

Teguh menilai IoT Forum berperan penting dalam mempertemukan dan mengenali kebutuhan dengan end user. Dengan begitu, pengguna jaringan dan produsen perangkat dapat saling terhubung untuk menentukan siapa yang menciptakan layanannya.

Sementara itu, CEO eFishery, Gibran Huzaifah justru menilai salah satu penghambat industri IoT di Indonesia adalah kurangnya relevansi use case yang diterapkan dengan masalah yang dihadapi di Indonesia. Contohnya adalah produk smart home. Padahal, kebutuhan smart home di Indonesia belum terlalu besar.

“Relevansi pada use case itu penting karena tidak semua yang dikembangkan di barat berkaitan dengan masalah yang ada di Indonesia. Intinya, di barat belum tentu paham masalah yang ada di sini,” tutur Gibran yang juga menjadi pembicara di TINC Conference & Exhibition.

Di eFishery, Gibran menerapkan use case berdasarkan hal-hal yang terjadi pada budidaya peternak ikan, yakni pemberian makanan ikan. Ia kemudian menciptakan mesin pemberi makan ikan secara otomatis.

Disclosure: DailySocial adalah media partner untuk kegiatan Telkomsel Innovation Center IoT Forum 2018 Convention & Exhibition.