Upaya Transformasi Pegadaian di Era Disrupsi Jasa Keuangan

Sebagai salah satu bisnis tertua di Indonesia, layanan gadai telah membantu perekonomian masyarakat kalangan menengah ke bawah dalam mendapatkan pinjaman dengan cepat tanpa bergantung pada pinjaman berbunga tinggi.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, peran pelaku industri keuangan di Indonesia mulai bergeser oleh kehadiran fintech. Tak hanya perbankan, fintech turut mendisrupsi bisnis gadai karena akses terhadap pinjaman kini bisa didapatkan dengan mudah dan cepat.

Situasi ini mendorong Pegadaian untuk mulai menginisiasikan pemanfaatan digital dalam meningkatkan perannya di ekosistem keuangan digital. Apalagi, Pegadaian merupakan perusahaan top of mind di sektor gadai yang menguasai 90 persen pangsa dengan lebih dari 4.000 total outlet di Indonesia.

Transformasi bisnis Pegadaian

Inisiasi Pegadaian diawali dengan upaya mendigitalisasi layanannya melalui platform Pegadaian Digital Service (PDS) pada April 2018. Saat itu Pegadaian belum memiliki digital roadmap dan divisi khusus yang bertugas untuk mengeksekusi pengembangan inovasi perusahaan.

Pada perjalanannya, Pegadaian kemudian menetapkan menetapkan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) periode 2019-2023 sebagai fondasi transformasi yang berfokus pada empat hal antara lain (1) model bisnis, (2) operasional, (3) channel marketing, dan (4) segmen pasar.

Singkatnya, perusahaan pelat merah ini ingin mentransformasikan posisinya di pasar, tak lagi sebagai perusahaan gadai saja, tetapi juga perusahaan yang menawarkan layanan keuangan lainnya. Terbukti dari ekspansi layanan Pegadaian ke emas.

Dari sisi operasional, Pegadaian memanfaatkan teknologi digital untuk menganalisis profil calon pelanggan. Tak hanya itu, perusahaan juga mentransformasikan channel penjualan ke digital dan bermain ke segmen pasar yang lebih luas, yakni segmen menengah ke atas.

Untuk menjalankan rencana tersebut, Pegadaian membentuk divisi Transformation Office (TO) pada 2019. VP Digital Business Development & Partnership Pegadaian Herdi Sularko menyebutkan, ada tiga peran yang dijalankan TO, yaitu mengeksplorasi model bisnis baru, memperbarui proses bisnis, dan memperbarui budaya kerja di lingkup organisasi agar lebih agile dalam mengembangkan produk/layanan.

“Digital itu evolving dan kita harus mulai melatih [beradaptasi] karena setiap harinya selalu ada yang baru. Problem di korporasi itu komunikasi cuma antar-departemen atau divisi. Makanya, kita harus nimble dan agile. Fokus kami bukan jadi startup, tetapi membentuk budaya ‘pekerjaan kita dan orang lain bisa align’,” ungkap Herdi seperti dikutip dari Corporate Digital Transformation Report 2020.

Pengembangan produk digital

Sebagaimana disebutkan di awal, Pegadaian berupaya menjangkau pasar yang lebih luas. Strategi ini kemudian dijawab dengan mengembangkan Pegadaian Digital Service (PDS) yang menawarkan sejumlah layanan, seperti Gadai Online dan Jual-Beli Emas.

Saat ini, Pegadaian memiliki tiga bisnis utama, yakni gadai, pembiayaan, dan investasi emas. Sebanyak 90 persen pendapatan Pegadaian disumbang dari layanan gadai. Berdasarkan data perusahaan, sebanyak 2 juta nasabah dari total 13,86 juta nasabah di 2019 kini telah melakukan transaksi digital melalui PDS.

Untuk mendongkrak jumlah nasabah, Pegadaian baru saja mengomersialisasi fitur Pickup & Delivery Service untuk layanan Gadai Online di wilayah Jakarta. Pegadaian menggandeng Gojek sebagai mitra logistik Gadai Online melalui layanan GoSend.

Sebelumnya, Pegadaian telah memperkenalkan layanan ini—awalnya bernama Gadai on Demand—pada April tahun lalu. Saat itu, Gadai on Demand baru sebatas uji coba di beberapa titik di Jakarta.

Dihubungi DailySocial baru-baru ini, Herdi mengungkap bahwa ketersediaan layanan antar-jemput untuk Gadai Online ini nantinya mengikuti kesiapan outlet Pegadaian dan cakupan layanan mitra logistik di wilayah lain di Indonesia. “Kerja sama ini untuk last mile logistic. Jadi, kami jemput bola dengan menggandeng Gojek melalui layanan GoSend,” ungkapnya.

Layanan Gadai Online di aplikasi PDS memungkinkan nasabah untuk mengirim barang gadai dengan GoSend. Customer dapat menggadaikan barang tanpa perlu datang ke outlet dan mengirimnya ke outlet Pegadaian terdekat (radius 7km) dari lokasi mereka.

Sama seperti proses pemesanan GoSend pada umumnya, kurir akan menjemput barang jaminan ke lokasi konsumen. Mereka juga tetap dapat memantau (tracking) perjalanan kurir ke lokasi tujuan. Selain itu, customer tetap bisa berkomunikasi dengan kurir dan staf PDS melalui chat.

Lebih lanjut, pihaknya juga berencana menghadirkan layanan GoPay sebagai opsi pembayaran layanan Pickup & Delivery Service. Selain itu, Pegadaian juga berencana melakukan uji coba pemanfaatan platform Dropbox untuk melalukan penaksiran harga barang jaminan berbasis foto yang dikirimkan customer.

“Saat ini belum bisa ke GoPay, tetapi ini sudah masuk roadmap development kami ke depan. GoPay dibutuhkan untuk pembayaran trip ke outlet. Ke depannya, kami ingin sentralisasi produk digital di aplikasi PDS,” jelasnya.

Kolaborasi dan transformasi outlet

Selain digitalisasi layanan, Pegadaian juga melakukan gebrakan dengan membangun infrastruktur Open API untuk masuk ke ekosistem keuangan di Indonesia. Menurut Herdi, kolaborasi dengan banyak mitra berpeluang untuk menciptakan ekosistem dan lini pendapatan baru.

“Di luar sana sudah terjadi disrupsi. Semua bank mulai ke arah open banking platform. Masalahnya, industri pegadaian tidak punya benchmark karena posisi kami berada di antara banking dan industri keuangan lain. Memang, bisnis ini tidak terdampak tetapi kami bisa melihat model bisnis yang dapat di-scale up,” paparnya.

Salah satu kolaborasi besar Pegadaian adalah menggaet Tokopedia dalam menyediakan layanan Jual-Beli Emas Online yang meluncur pada Januari 2019. Kolaborasi ini diklaim sukses oleh perusahaan mengingat proses integrasinya hanya memakan waktu dua bulan dan mengantongi traction positif dari pengguna Tokopedia. 

Tak hanya itu, Pegadaian juga mulai memodifikasi sejumlah outlet-nya agar relevan terhadap kebutuhan pasar saat ini. Pegadaian telah mentransformasikan 31 outlet-nya menjadi The Gade Coffee & Gold terhadap lebih dari 4.000 outlet di Indonesia.

Menurut Herdi, sejak awal perusahaan menerapkan konsep agile organization dan CI/CD framework (Continuous Integration/Continuous Development), setiap produk akan terus dikembangkan dengan user experience sebagai prioritas utama. “Kami ingin memberikan customer experience yang sama seperti di offline. Hadir di mana pun dengan layanan yang mudah dan tangkas bagi semua kalangan,” jelasnya.

Sementara dari sisi back-end dan ground level operation, Pegadaian juga mengimplementasikan solusi teknologi, seperti IoT-based RFID network dan Robotic Process Automation (RPA) untuk meningkatkan pengamanan barang jaminan dan efisiensi operasional.

Application Information Will Show Up Here

Explore the Further Concept of “Cloud Kitchen” in Indonesia

In the past three years, food delivery services have become one of the fastest-growing sectors. Many SME’s success stories based on the food business pioneer, supported by a delivery service, one indicator. Grab and Gojek became the two companies that dominated the industry. Now the competition continues. Both are in a competition to bring the concept of cloud kitchen or kitchen together to accelerate the food delivery business.

Cloud Kitchen, also known as a ghost kitchen or virtual kitchen, is basically a shared kitchen concept that can combine several brands in one place or kitchen. This concept, if viewed from the point of view of the delivery order service, will be effective to improve user experience because users can order the desired food from the nearest shared kitchen.

As in the food business, the concept of a shared kitchen can make it easier for them to be present in more places than opening a new branch that is costly.

Research says that the global cloud kitchen market is to reach $ 2.63 billion by 2026. The greatest potential for growth occurs in countries that have a growing food delivery service market.

In India, the cloud kitchen concept works quite well and is accepted by the public. The potential for growth is predicted to reach five times in the next five years. This is also driven by pandemic situations that force restaurants to serve only takeaway orders. Cloud kitchen allows many aspects that can ultimately be suppressed, one of which is infrastructure costs.

“People are currently ordering online, it benefits us for our entire cost structure is built on that. There is no shop in front of the restaurant. Therefore, from the perspective of capital and operating expenses, we are in a position to maintain and grow,” the CEO of the Indian Rebel Food Business Unit Raghav Joshi explained.

While in China, food delivery services also reached $62 billion in 2018. This is predicted to double by the year 2021. One that adds up to the message service between eating in China is the presence of Panda Selected. The Beijing-based startup is a cloud kitchen service provider with 120 locations in various major cities, such as Beijing and Shenzhen.

Cloud kitchen in Indonesia

Gojek brought Rebel Food expertise from India to Indonesia to develop this cloud kitchen concept. Gojek calls it the GoFood Joint Kitchen. There is also Grab (GrabKitchen) and Hangry which carry the concept of one kitchen for many brands.

“To date, GoFood Dapur Bersama, which was launched in October 2019, has 27 locations and expanding across Greater Jakarta, Bandung, and Medan. 80 percent of business partners who benefit from Dapur Bersama are GoFood SME partners that also part of the GoFood ecosystem, for example Duck Dower, Martabak Pizza Orins Express, Bakso Jawir, etc. Next, referring to GoFood data in May 2020, 70% of transactions were recorded by MSMEs after joining the GoFood Joint Kitchen, “said VP Corporate Affairs Food Ecosystem Gojek Rosel Lavina.

Grab also presents GrabKitchen in many cities. As of last February they already had 40 cloud kitchen kitchens spread across several cities in Indonesia. GrabFood also has a GrabKitchen “All in One” feature that can make it easier for customers to order many dishes from several restaurants at once.

A similar concept is also applied by Hangry, a multi-brand restaurant developed with a digital approach. Although Hangry does not claim that they carry the concept of a cloud kitchen, the concept of one place with many brands is very close to the concept of a shared kitchen. The startup, which is headed by Abraham Viktor, utilizes a delivery service from Gojek and Grab and other technologies that support the company’s performance.

Last June Hangry successfully pocketed Rp42.7 billion in initial funding from Sequoia India and Alpha JWC Ventures. Currently, Hangry has dozens of outlets throughout Jabodetabek.

“During this pandemic, we still grow. Maybe because many people have not started eating out. From January to March the growth is 100%, while from March to June 30% per month,” Viktor explained then.

Gojek, Grab, and Hangry launched an expansion this year to encourage the presence of a more massive shared kitchen. Gojek decided to stop the GoFood Festival category and switch to the concept of a shared kitchen to continue with the delivery model.

“Gradually, through data and market demand, we are proceeding to develop GoFood Joint Kitchens in other cities in Indonesia as one of the comprehensive solutions to support the needs of culinary MSME businesses,” Rosel said.

The concern

As any other business model, the cloud kitchen concept raises several questions, both in terms of customers and business owners. For example the issue of cleanliness and quality.

There is also concern that expansion only benefits well-known brands, which makes it difficult for new businesses to grow and compete. At least those two are the concerns of the joint kitchen business that runs in several countries.

To date, the concept of shared kitchens is still an attractive option in Indonesia to encourage the expansion of restaurant chains that have proven to have a lot of interest. Time will prove whether there will be a new local restaurant network that is able to be national along with the growth of the cloud kitchen business in this country.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Mengenal Lebih Dekat Konsep “Cloud Kitchen”

Tiga tahun belakangan layanan pesan antar makanan menjadi salah satu sektor yang tumbuh dengan cepat. Banyak kisah sukses UMKM yang merintis bisnis makanan, didukung layanan pesan antar, yang jadi salah satu indikatornya. Grab dan Gojek menjadi dua perusahaan yang merajai industri ini. Kini persaingan berlanjut. Keduanya berlomba-lomba membawa konsep cloud kitchen atau dapur bersama untuk mengakselerasi bisnis pengantaran makanan.

Cloud Kitchen, atau juga dikenal dengan ghost kitchen atau virtual kitchen, pada dasarnya merupakan konsep dapur bersama yang bisa menggabungkan beberapa brand di satu tempat atau dapur. Konsep ini, jika ditengok dari segi pengelola layanan pesan antar, akan efektif untuk meningkatkan pengalaman pengguna karena pengguna bisa memesan makanan yang diinginkan dari dapur bersama terdekat.

Sementara bagi bisnis makanan, konsep dapur bersama bisa memudahkan mereka untuk hadir di lebih banyak tempat ketimbang membuka cabang baru yang memakan banyak biaya.

Sebuah riset menyebutkan bahwa pasar cloud kitchen secara global akan mencapai $2,63 miliar pada 2026. Potensi pertumbuhan paling besar terjadi di negara-negara yang memiliki pasar layanan pengantaran makanan yang sedang tumbuh.

Di India, konsep cloud kitchen bekerja cukup baik dan diterima masyarakat. Potensi pertumbuhan yang diprediksikan mencapai 5 kali lipat dalam lima tahun terdepan. Ini juga didorong kondisi pandemi yang memaksa restoran lebih aman melayani pembelian secara take away. Dengan cloud kitchen, ada banyak aspek yang akhirnya bisa ditekan, salah satunya biaya infrastruktur.

“Karena orang hanya memesan secara online, itu menguntungkan kami karena seluruh struktur biaya kami dibangun berdasarkan hal itu. Tidak ada toko di depan restoran. Jadi dari perspektif modal dan pengeluaran operasional, kami berada dalam posisi untuk mempertahankan dan tumbuh,” terang CEO India Business Unit Rebel Food Raghav Joshi.

Sementara di Tiongkok, layanan pesan antar makanan juga menyentuh angka $62 miliar pada tahun 2018 silam. Angka ini diprediksi terus tumbuh hingga dua kali lipat pada tahun 2021 mendatang. Salah satu yang mewarnai layanan pesan antara makan di Tiongkok adalah kehadiran Panda Selected. Startup yang bermarkas di Beijing ini merupakan penyedia layanan cloud kitchen dengan 120 lokasi di berbagai kota besar, seperti Beijing dan Shenzhen.

Cloud kitchen di Indonesia

Gojek membawa keahlian Rebel Food dari India ke Indonesia untuk mengembangkan konsep cloud kitchen ini. Gojek menyebutnya sebagai Dapur Bersama GoFood. Ada juga Grab (GrabKitchen) dan Hangry yang membawa konsep satu dapur untuk banyak brand.

“Hingga saat ini, Dapur Bersama GoFood, yang diluncurkan sejak Oktober 2019, memiliki 27 lokasi dan tersebar di Jabodetabek, Bandung, dan Medan. 80 persen mitra usaha yang mendapatkan keuntungan dari Dapur Bersama adalah mitra UMKM GoFood yang telah menjadi bagian dari ekosistem GoFood sejak dahulu, seperti misalnya Bebek Dower, Martabak Pizza Orins Express, Bakso Jawir, dan lain-lain. Selanjutnya, merujuk kepada data GoFood di bulan Mei 2020, tercatat transaksi sebesar 70% oleh UMKM setelah bergabung dengan Dapur Bersama GoFood,” ujar VP Corporate Affairs Food Ecosystem Gojek Rosel Lavina.

Grab juga menghadirkan GrabKitchen di banyak kota. Per Februari silam mereka sudah memiliki 40 dapur cloud kitchen yang tersebar di beberapa kota di Indonesia. GrabFood juga memiliki fitur GrabKitchen “All in One” yang bisa memudahkan pelanggan memesan banyak menu hidangan dari beberapa restoran sekaligus.

Konsep serupa juga diusung Hangry, sebuah restoran multi-brand yang dikembangkan dengan pendekatan digital. Kendati Hangry tidak mengklaim bahwa mereka mengusung konsep cloud kitchen, konsep satu tempat dengan banyak brand sangat mendekati dengan konsep dapur bersama. Startup yang digawangi Abraham Viktor ini memanfaatkan layanan pesan antar dari Gojek dan Grab dan teknologi-teknologi lainnya yang menunjang kinerja perusahaan.

Juni kemarin Hangry berhasil mengantongi pendanaan tahap awal Rp42,7 miliar dari Sequoia India dan Alpha JWC Ventures. Saat ini Hangry tercatat memiliki belasan outlet di seluruh Jabodetabek.

“Selama pandemi ini, growth kami masih aman. Mungkin karena banyak orang yang belum mulai makan di luar. Dari Januari sampai Maret pertumbuhannya 100%, sementara dari Maret ke Juni 30% tiap bulannya,” terang Viktor kala itu.

Gojek, Grab, dan Hangry mencanangkan ekspansi sepanjang tahun ini untuk mendorong kehadiran dapur bersama yang lebih masif. Gojek memutuskan untuk menghentikan layanan pujasera GoFood Festival dan beralih ke konsep dapur bersama untuk tetap bisa melayani konsumen dengan model pesan antar.

“Secara bertahap, melalui data dan permintaan pasar, kami berproses untuk mengembangkan Dapur Bersama GoFood di kota-kota lain di Indonesia sebagai salahs atu solusi komprehensif untuk mendukung kebutuhan usaha UMKM kuliner,” terang Rosel.

Kekhawatiran

Layaknya model bisnis lainnya, model cloud kitchen atau dapur bersama menimbulkan beberapa pertanyaan, baik dari sisi pelanggan maupun pemilik bisnis. Misalnya isu kebersihan dan kualitas.

Ada juga kekhawatiran bahwa ekspansi hanya menguntungkan brand ternama, yang justru membuat bisnis baru sulit berkembang dan bersaing. Setidaknya dua itu yang menjadi kekhawatiran bisnis dapur bersama yang berjalan di beberapa negara.

Sejauh ini, di Indonesia, konsep dapur bersama masih menjadi opsi menarik untuk mendorong perluasan jaringan restoran yang terbukti memiliki banyak peminat. Waktu yang akan membuktikan apakah bakal muncul jejaring restoran lokal baru yang mampu menasional seiring dengan pertumbuhan bisnis cloud kitchen di negeri ini.

Gojek Launches GoService, Offering Vehicle Maintenance Solution

Gojek with JumpaPay announced GoService, a new feature to help customers to pay tax obligations and maintain vehicle registration online. GoService adds up to a series of third-party platform services by Gojek with various partners since last year.

Gojek’s Head of the Third Party Platform, Sony Radityo explained, GoService provides a time-efficient solution in terms of the first mile when submitting the tax payment process, renewal (annual and five-yearly), title transfer, and vehicle registration.

“Efficiency is an important key to the GoService feature in our ecosystem, therefore, customers can be more productive by saving time up to 24 times faster,” Sony said in an online press conference on Monday (7/13).

Users simply fill out the online form on the Gojek application. The entire submission process only takes 5-10 minutes and manually between 2-4 hours. Next, the JumpaPay agent will process all user requests to completion.

GoService sets the cost for administration and shipping from Rp. 40 thousand for annual basic and five-year extension services for two wheels, and Rp. 60 thousand for two wheels. For other services such as name transfer, service fees start from Rp 125 thousand for wheels, and so on.

All costs will be explained transparently in the application and simply pay through GoPay. The management process will depend on the service chosen by the user, for example for an annual and five-year STNK renewal of approximately three working days, or renaming around 3-5 working days.

JumpaPay

On the same occasion, JumpaPay‘s CEO and Founder, Zulfan Fajar added that the company was first pioneered in 2018 as a professional service provider for a number of large companies that have been officially registered in several One-Stop Administration Systems (Samsat).

JumpaPay consumers came from corporations that require solutions for the maintenance of vehicle tax liability extensions and other vehicle-related documents that were loaded with challenges and obstacles.

“Then we surveyed the high demand for the owners of private vehicles, especially those who live in big cities. Finally, we develop the technology and solutions we offer in line with what Gojek is doing,” Zulfan said.

The company also part of Telkom’s incubation and accelerator program, Indigo last year. Zulfan admitted that at that time the company began to expand services for individual consumers. It is said that nearly 70% of the number of consumers comes from there.

Sony continues to wait for feedback from Gojek users for GoService development going forward. “Our objective is to bring something that can make life easier for Gojek users. So we want to listen to the user’s voice before bringing new services.”

Before it was made public, Gojek had conducted trials as of last May. The results obtained, although not mentioning the detailed figures, have occurred hundreds of transactions with an increase between 3-4 times since the first month was released.

GoService is now available to Gojek users in the form of shuffle cards on the main page of the application. It’s just that, the new service coverage can be used for vehicles with a B code covering areas of Jakarta, Depok, Tangerang, and Bekasi.

Other joint third-party services released by Gojek include GoGive, GoMed, GoMall, GoFitness, GoSure, and GoInvestasi. Sony said the application reach and reliability of Gojek’s technology through this business concept have made its ecosystem an effective platform to encourage business partners to expand the scope and scale of their business.

“This is proven by the total transactions of various third party platform services that have cumulatively grown more than tripled in the past year,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Gojek Tambah Layanan GoService, Tawarkan Solusi Pengurusan Kendaraan Bermotor

Gojek bersama JumpaPay mengumumkan layanan teranyar GoService untuk memudahkan pelanggan membayar kewajiban pajak dan mengurus administrasi surat-surat kendaraan bermotor secara online. GoService melengkapi rangkaian layanan bersama pihak ketiga (third party platform) yang telah dirintis Gojek bersama beragam mitra sejak tahun lalu.

Head of Third Party Platform Gojek Sony Radityo menjelaskan, GoService memberikan solusi efisiensi waktu dari sisi first mile saat pengajuan proses pembayaran pajak, perpanjangan (tahunan dan lima tahunan), balik nama, hingga blokir STNK.

“Efisiensi merupakan kunci penting kehadiran GoService dalam ekosistem kami, sehingga pelanggan bisa lebih produktif dengan menghemat waktu hingga 24 kali lebih cepat,” tutur Sony dalam konferensi pers online, Senin (13/7).

Pengguna cukup mengisi form secara online dari aplikasi Gojek. Seluruh proses pengajuan ini hanya memakan waktu 5-10 menit dari semula bisa memakan waktu antara 2-4 jam bila secara manual. Berikutnya, tim agen dari JumpaPay yang akan memroses seluruh permintaan pengguna hingga selesai.

Adapun biaya jasa GoService, adminsitrasi, dan biaya pengiriman dipatok mulai dari Rp40 ribu untuk biaya dasar jasa pengurusan perpanjangan tahunan dan lima tahunan untuk roda dua, dan Rp60 ribu untuk roda dua. Untuk jasa lainnya seperti pengurusan balik nama, biaya jasanya mulai dari Rp125 ribu untuk roda, dan sebagainya.

Seluruh biaya ini akan dipaparkan secara transparan di aplikasi dan cukup membayarnya melalui GoPay. Proses pengurusan akan tergantung jasa yang dipilih pengguna, misalnya untuk perpanjangan STNK tahunan dan lima tahunan kurang lebih tiga hari kerja, atau balik nama sekitar 3-5 hari kerja.

Layanan JumpaPay

Dalam kesempatan yang sama, CEO dan Founder JumpaPay Zulfan Fajar menambahkan perusahaan pertama kali dirintis pada tahun 2018 sebagai penyedia jasa profesional untuk sejumlah perusahaan besar yang telah terdaftar secara resmi di beberapa Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat).

Konsumen dari JumpaPay pada saat itu datang dari korporasi yang membutuhkan solusi pengurusan perpanjangan kewajiban pajak kendaraan dan surat-surat kendaraan terkait lainnya yang sarat dengan tantangan dan hambatan.

“Lalu kita survei ternyata ada kebutuhan yang tinggi dari sisi pemilik kendaraan pribadi terutama yang tinggal di kota besar. Akhirnya kita kembangkan teknologi dan solusi yang kita tawarkan sejalan dengan apa yang Gojek jalankan,” ujar Zulfan.

Perusahaan juga sempat masuk ke program inkubasi dan akselerator milik Telkom, Indigo pada tahun lalu. Zulfan mengaku pada saat itu perusahaan mulai merambah layanan untuk konsumen individu. Diklaim hampir 70% dari jumlah konsumennya datang dari sana.

Sony melanjutkan pihaknya menunggu masukan dari para pengguna Gojek untuk pengembangan GoService ke depannya. “Spirit kita adalah membawa sesuatu yang bisa mempermudah hidup pengguna Gojek. Jadi kita ingin mendengarkan suara pengguna sebelum membawa layanan baru.”

Sebelum diresmikan ke publik, Gojek telah melakukan uji coba per Mei kemarin. Hasil yang didapatkan, meski tidak menyebutkan angka detailnya, telah terjadi ratusan transaksi dengan kenaikan antara 3-4 kali lipat sejak bulan pertama dirilis.

Saat ini GoService sudah bisa diakses pengguna Gojek dalam bentuk shuffe card di halaman utama aplikasi. Hanya saja, cakupan layanan baru bisa digunakan untuk kendaraan dengan kode plat B yang meliputi wilayah Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Layanan bersama pihak ketiga lainnya yang telah dirilis Gojek, antara lain GoGive, GoMed, GoMall, GoFitness, GoSure, dan GoInvestasi. Sony mengatakan jangkauan aplikasi dan keandalan teknologi Gojek melalui konsep bisnis ini telah menjadikan ekosistemnya sebagai platform efektif untuk mendorong para mitra bisnis dalam mengembangkan cakupan dan skala bisnis mereka.

“Hal ini dibuktikan dengan total transaksi berbagai layanan third party platform secara kumulatif tumbuh lebih dari tiga kali lipat dalam satu tahun terakhir,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Gojek Rencanakan Penggunaan Merek Tunggal, GoViet dan GET akan Berganti Nama

Gojek segera melakukan penyeragaman merek mereka untuk unit bisnisnya di luar negeri, yakni GoViet di Vietnam dan GET di Thailand. Nantinya semua akan bernama “Gojek” dan menggunakan aplikasi tunggal. Kabar ini pertama kali disampaikan Nikkei Asian Review didasarkan pada pernyataan Andrew Lee selaku Head of International Gojek.

Namun hingga tulisan ini terbit, di Google Playstore aplikasi GoViet dan GET masih bisa ditemui.

Tujuannya jelas, untuk memperkuat branding dan penetrasi Gojek di tengah persaingan ketatnya dengan Grab di pasar regional. Dalam keterangannya Andrew menyampaikan, keputusan ini sudah digodok beberapa bulan dan diambil demi memudahkan perusahaan untuk bisa meningkatkan skala bisnis secara lebih efisien.

Sebenarnya penggunaan merek dan aplikasi tunggal sudah mulai diaplikasikan Gojek sejak ekspansinya ke Singapura sejak akhir 2018 lalu, dilanjutkan penjajakan bisnisnya di pasar Malaysia yang juga gunakan merek yang sama.

Peluncuran GoViet dan GET dilakukan sejak pertengahan tahun 2018. Kala itu Founder & CEO Gojek Nadiem Makarim mengatakan, unsur lokal sangat penting untuk memajukan bisnis di negara baru. Untuk itu ia mempercayakan betul penetrasi bisnis pada tim lokal, termasuk akhirnya menyepakati untuk menggunakan nama yang dinilai lebih mudah di terima dengan masyarakat setempat.

Namun sayangnya strategi tersebut justru membuat interoperabilitas aplikasi kurang baik. Pengguna di luar negeri harus mengunduh aplikasi berbeda. Dan kini perusahaan sedang mengupayakan pembenahan tersebut dan segera menyatukan aplikasi.

Perkembangan layanan Gojek di luar negeri pun senada dengan yang ada di Indonesia. Beberapa waktu lalu kepada DailySocial juru bicara Gojek menyampaikan, di Thailand saat ini layanan GET Pay mulai diaplikasikan untuk mendukung bisnis transportasi, pesan makanan, dan pengiriman; makin agresif dengan adanya pandemi, yang membuat masyarakat harus meminimalkan kontak langsung saat transaksi.

Application Information Will Show Up Here

Gojek Closes Down GoLife and GoFood Festival, 430 Employees are Getting Laid Off

Gojek gets another business downsizing, this time by stopping GoLife services and the GoFood Festival food program. GoLife will be effectively closed as of July 27, 2020. Previously, at the end of 2019, five official GoLife services were stopped, leaving only GoMassage and GoClean.

The number of Gojek’s employees to be laid off is 430 and the company promises that this will be the only lay-off in terms of the pandemic situation.

For affected employees, Gojek delivers severance packages as follows:

  1. Affected employees will receive severance pay (minimum 4-week salary) plus an additional 4-week salary for each year of work.
  2. Payment of salary during the notice period. Affected employees are not required to work when they enter the notification period, but salaries are paid in full.
  3. Equity arrangement. The waiting period (annual cliff) for employees who have ownership rights will be eliminated, therefore, employees who leave will immediately get company shares.
  4. Payment of annual leave and other rights not used
  5. Extension of health insurance for affected employees and their families until 31 December 2020.
  6. Employees can continue to have laptops to help find other opportunities.
  7. Extension of mental health, financial, and other consultation services over the next three months.
  8. An Outplacement program that should help everyone to find a job.Closing this service will also have an impact on GoMassage and GoClean partners. Gojek promises an appreciation package for partners, in the form of cash and online training, which is expected to be used by partners to get up and look for new opportunities.

Meanwhile, the GoFood Festival was stopped because it was not in line with the concept of physical distancing during the pandemic. GoFood Festival partners can optimize the business through GoFood and Gojek’s cloud kitchen initiative.

Previously, Gojek’s closest competitor, Grab, had announced a reduction of around 5% for employees, 360 people, regionally.

Focus on core business

Starting as a ride-sharing application, Gojek has the ambition to be a super app, an application that is able to accommodate the various daily needs of its users. In recent years, the company has been steady with this vision and continues to offer new services, including various features in GoLife.

Currently, along with the consumers’ changing habits during the pandemic, Gojek has chosen to focus on several services with larger potential to generate revenue. In addition to transportation and logistics, Gojek’s focus is now on the payment platforms (GoPay), food delivery (GoFood), and health (GoMed with Halodoc).

The innovation was carried out with two strategies, as internal through independent and external development through collaboration. In order to support collaborative innovation, Gojek used the Go-Ventures investment unit, which provides a lot of funding for potential startups.

Earlier this month, Gojek announced funding from Facebook and PayPal in the Series F round. Reportedly after the funding, the company’s valuation stood at $12.5 billion.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Gojek Tutup GoLife dan GoFood Festival, 430 Pegawai Terkena Layoff (UPDATED)

Gojek kembali melakukan perampingan bisnis, kali ini dengan menghentikan layanan GoLife dan program food court GoFood Festival. GoLife akan efektif ditutup per 27 Juli 2020. Sebelumnya, akhir tahun 2019 lalu, lima layanan GoLife resmi dihentikan, hanya menyisakan GoMassage dan GoClean.

Pegawai Gojek yang terdampak berjumlah 430 orang dan perusahaan menjanjikan langkah pengurangan pegawai ini menjadi satu-satunya keputusan pengurangan di tengah situasi pandemi.

Bagi pegawai yang terdampak, Gojek menyampaikan paket pesangon sebagai berikut:

  1. Karyawan yang terdampak akan menerima pesangon (minimum gaji 4 pekan) ditambah tambahan 4 pekan gaji untuk setiap tahun lamanya bekerja.
  2. Pembayaran gaji selama periode pemberitahuan. Karyawan terdampak tidak wajib untuk bekerja saat sudah memasuki periode pemberitahuan, tapi gaji tetap dibayar secara penuh.
  3. Equity arrangement. Masa tunggu (annual cliff) bagi karyawan yang memiliki hak kepemilikan saham akan dihapus, sehingga karyawan yang meninggalkan Gojek langsung mendapatkan saham perusahaan.
  4. Pembayaran cuti tahunan dan hak lainnya yang tidak digunakan
  5. Perpanjangan asuransi kesehatan bagi karyawan yang terdampak dan keluarga mereka hingga 31 Desember 2020.
  6. Karyawan dapat tetap memiliki laptop untuk membantu mencari peluang lain.
  7. Perpanjangan program layanan kesehatan mental, finansial, dan konsultasi lainnya selama tiga bulan ke depan.
  8. Program outplacement yang akan membantu setiap orang untuk mencari pekerjaan.

Penutupan layanan ini juga akan memberikan dampak kepada para mitra GoMassage dan GoClean. Gojek menjanjikan adanya paket apresiasi bagi mitra, berupa dana tunai dan pelatihan daring, yang diharapkan dapat dimanfaatkan para mitra untuk bangkit dan mencari peluang baru.

Sementara itu, GoFood Festival dihentikan karena tidak sejalan dengan konsep physical distancing selama pandemi. Mitra GoFood Festival bisa mengoptimalkan bisnis melalui GoFood dan inisiatif cloud kitchen milik Gojek.

Sebelumnya, pesaing terdekat Gojek, Grab, telah mengumumkan pengurangan sekitar 5% pegawai, 360 orang, secara regional.

Fokus pada bisnis inti

Berawal sebagai aplikasi ride-sharing, Gojek berambisi menjadi super app, yakni aplikasi yang mampu mengakomodasi berbagai kebutuhan sehari-hari penggunanya. Mantap dengan visi tersebut, beberapa tahun belakangan perusahaan terus hadirkan layanan-layanan baru, termasuk varian fitur di GoLife.

Kini, seiring dengan perubahan fokus konsumen selama pandemi, Gojek memilih kembali fokus ke beberapa layanan yang memiliki potensi menghasilkan revenue besar. Selain transportasi dan logistik, fokus Gojek adalah platform pembayaran (GoPay), pengantaran makanan (GoFood), dan kesehatan (GoMed bersama Halodoc).

Inovasi tersebut dilakukan dengan dua strategi sekaligus, yakni internal melalui pengembangan mandiri dan eksternal melalui kolaborasi. Untuk menunjang inovasi kolaboratif, Gojek memanfaatkan unit investasi Go-Ventures yang banyak memberikan pendanaan bagi startup-startup potensial.

Awal bulan ini Gojek mengumumkan kucuran pendanaan dari Facebook dan PayPal di putaran Seri F. Dikabarkan setelah pendanaan tersebut valuasi perusahaan berada di angka $12,5 miliar.

Application Information Will Show Up Here

Gojek Xcelerate Pilih Sebelas Startup Berkonsep “Direct-to-Consumer”

Gojek Xcelerate, program akselerator milik Gojek, mengumumkan 11 startup yang masuk ke dalam batch keempat. Seluruh startup terpilih ini bergerak di bidang direct-to-consumer, menyesuaikan dengan tantangan bisnis di masa pandemi.

Mereka telah diberi pelatihan dalam kreativitas dan inovasi agar dapat menyesuaikan bisnis dengan cepat, sesuai dengan perubahan perilaku konsumen selama pandemi. Salah satunya adalah untuk meminimalisir kegagalan startup dalam mengembangkan produk dan layanan, peserta dilatih untuk menerapkan teknik MVP (minimum viable product).

Teknik ini menentukan set fitur paling minimal dalam sebuah ekosistem teknologi sebelum startup meluncurkan produk atau layanan yang lebih lengkap (full-fledged). Manfaatnya startup bisa mendapat umpan balik dari calon pengguna dalam waktu relatif singkat, sehingga membantu minimalisir biaya pengembangan, serta kemungkinan produk gagal dalam skala besar.

Berikutnya adalah pelatihan metode growth hacking dan impactful data science, serta pelatihan dari partner Gojek Xcelerate kelas dunia lainnya yaitu strategi pengembangan bisnis startup dari Google Founder’s Lab, prinsip valuasi dari bank UBS, dan sesi mentorship bersama konsultan manajemen McKinsey.

Lead Gojek Xcelerate Yoanita Simanjutak menjelaskan, pada batch ini molor dari jadwal karena terdampak pandemi. Proses bootcamp telah dilangsungkan pada Maret 2020. Akan tetapi, demo day baru diselenggarakan pada hari ini (17/6) dan pertama kalinya digelar secara online.

“Tapi nanti kita akan pertemukan semua peserta startup dari batch pertama sampai ke empat untuk membahas inovasi apa yang kita lakukan secara bersama di dalam ekosistem Gojek,” terangnya.

Adapun 11 startup tersebut ialah:

1. Bartega: Startup ini fokus pada penjualan alat melukis, mendorong orang orang tetap kreatif di rumah dan dipandu dengan kelas-kelas online.
2. Trope: Startup ini fokus menyediakan produk make up yang multifungsi.
3. Rollover Reaction: Startup ini menyediakan beragam produk make up.
4. Pura: Startup new retail ini fokus menjual produk bahan-bahan makanan sehat
5. GetGo: Startup ini menawarkan layanan pencarian virtual dengan AI, permudah konsumen mencari barang yang dijual pedagang online.
6. Watt: Startup ini menjual produk sepatu untuk perempuan.
7. Elio: Mereka adalah klinik kesehatan digital khusus laki-laki.
8. Mena Indonesia: Startup ini menjual produk hasil kerajinan tangan, bekerja sama dengan komunitas lokal
9. Jejak.in: Adalah startup yang menerapkan sistem sensus untuk memantau pengelolaan pohon dan tanaman.
10. Kerokoo: Adalah startup fesyen yang menjual busana khusus perempuan.
11. Sare: Startup ini menjual piyama untuk segala gender dan usia.

11 startup terpilih Gojek Xcelerate Batch 4/ Gojek
11 startup terpilih Gojek Xcelerate Batch 4/ Gojek

Inovasi Gojek teranyar

Head of Groceries Gojek Tarun Agarwal menambahkan, di tengah kondisi yang dinamis, penerapan model bisnis direct-to-consumer menjadi efektif karena membantu startup berinteraksi langsung dengan pengguna yang saat ini lebih banyak menghabiskan waktu secara online. Bagi startup itu sendiri dapat memperoleh data dan umpan balik dengan cepat, sehingga dapat lebih menyesuaikan produk seiring perubahan pasar.

Penerapan model ini, menurutnya, terbukti membawa Gojek ke status decacorn sekaligus menjadikannya lebih resilien selama pandemi.

Beberapa inovasi direct-to-consumer yang dirilis Gojek adalah mengembangkan layanan konsumen belanja kebutuhan sehari-hari melalui GoMart dan GoShop. Layanan GoFood telah menambah mitra teranyar yakni Pasar Mitra Tani untuk menjual bahan pangan pokok ke dalam platform.

Selain itu, hadirnya GoFresh, layanan marketplace yang pada awalnya diperuntukkan khusus merchant GoFood, kini dapat diakses oleh konsumen umum. “Sepanjang tahun 2020, transaksi belanja groceries di GoMart terus meningkat. Hingga Mei, terjadi 5,5x peningkatan produk yang terjual di GoMart dibandingkan Januari,” ucapnya.

Dia melanjutkan, “Kami senang bisa berbagi best practices Gojek kepada sesama anak bangsa, harapannya lebih banyak lagi startup Indonesia yang bisa menyandang status decacorn dan bersama-sama memperkuat ekosistem teknologi global.”

GoPay dan Pluang Buat Fitur GoInvestasi, Mudahkan Investasi Emas Online

GoPay dan Pluang meresmikan fitur GoInvestasi untuk memudahkan para pengguna mulai berinvestasi emas online melalui platform Gojek. Sejatinya fitur ini sudah diperkenalkan sejak Maret 2020.

Co-Founder Pluang Claudia Kolonas menjelaskan pihaknya melihat ada kesadaran dan minat masyarakat untuk mulai berinvestasi buat masa depannya. Emas tergolong punya profil risiko yang minim dan masih menjadi pilihan favorit investasi masyarakat.

“Melalui GoInvestasi, kami memberikan solusi finansial yang mudah, terpercaya, dan menguntungkan untuk semua masyarakat Indonesia [..] Kemitraan dengan GoPay membuka peluang semua orang dapat berinvestasi dan menabung,” katanya dalam keterangan resmi, Selasa (9/6).

Managing Director GoPay Budi Gandasoebrata menambahkan, dalam data perusahaan, investasi adalah salah satu tren penggunaan yang meningkat saat ini. “Oleh karena itu, kami yakin fitur investasi yang transparan dapat dilakukan kapan saja, di mana saja akan memenuhi kebutuhan pengguna,” tutur dia.

Dijelaskan lebih jauh, pengguna dapat membeli emas di Pluang mulai dari 0,01 gram atau setara Rp8 ribu saat ini, tanpa biaya tambahan. Kapan pun dibutuhkan, pengguna dapat mencairkan emas dalam bentuk uang tunai ditransfer ke akun GoPay mereka. Emas dapat dicetak menjadi logam emas bersertifikat ANTAM 99,99%.

Selain fitur beli, GoInvestasi juga menyediakan fitur jual dengan selisih harga jual dan beli 3% jika transaksi dilakukan pada hari yang sama.

Dari segi keamanan, kedua perusahaan berkomitmen memastikan semua transaksi di GoInvestasi diawasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) dan emas yang ditabung dijamin oleh PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI).

Pluang itu sendiri masuk sebagai salah satu portofolio dari GoVentures. Startup yang sebelumnya bernama EmasDigi ini disuntik dana Seri A senilai Rp42 miliar pada September 2019. Selain Gojek, Pluang juga bekerja sama dengan Bukalapak untuk fitur Cicil Emas.

Paling banyak pemain

Emas merupakan salah satu komoditas tertua di dunia dan investasi safe haven. Sejumlah kelebihan ini akhirnya membuat pamor investasi emas tergolong tinggi dan familiar di telinga orang Indonesia. Oleh karenanya, investasi emas sering kali menjadi gerbang awal untuk menjaring investor baru terjun ke instrument investasi lainnya.

Strategi ini akhirnya diimplementasikan oleh berbagai pemain di Tanah Air. Dalam rangkuman laporan DailySocialFintech Report 2019”, sejumlah pemain investasi online tersohor seperti Bareksa, Tanamduit, Tokopedia, Bukalapak, kini mendiversifikasi layanannya tidak hanya investasi reksa dana saja, dengan fitur jual beli emas di dalam aplikasinya.

Adapun, aplikasi yang sejauh ini hanya menyediakan investasi emas selain Pluang, ada Tamasia, E-mas, Lakuemas, IndoGold, Treasury, dan Pegadaian. Semua pemain ini menawarkan kemudahan membeli dan menjual emas secara digital.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here