Induk Zalora Dikabarkan Berencana IPO Awal Tahun Depan

Global Fashion Group (GFG), perusahaan fashion commerce Rocket Internet yang salah satunya menginduki Zalora, dikabarkan berencana melakukan IPO awal tahun depan, kemungkinan Maret 2019. Valuasi yang diharapkan dari IPO ini adalah €1,8-2,5 miliar (30-40 triliun Rupiah). Investor terbesar GFG adalah Kinnevik.

Menurut Manager Magazin, Rocket Internet sedang dalam posisi meng-IPO-kan hampir semua entitas startup teknologinya dalam dua tahun terakhir dan GFG disebut sebagai entitas terakhir yang bakal IPO. GFG merupakan kesatuan sejumlah layanan fashion commerce di berbagai regional, yang terdiri dari Dafiti, Lamoda, Namshi, The Iconic, dan Zalora. Sebelumnya mereka telah menjual Jabong yang berbasis di India ke Myntra, anak usaha Flipkart.

Di Asia Tenggara, Zalora bisa dibilang sebagai pemimpin pasar di industri ini. Meskipun demikian, persaingan ketat yang terjadi membuat Zalora menjual bisnisnya di Vietnam dan Thailand, serta fokus ke pasar utama di lima negara Asia Tenggara (termasuk Indonesia), Hong Kong, dan Taiwan.

Application Information Will Show Up Here

DIVA Rencanakan IPO 29 November Mendatang

PT Distribusi Voucher Nusantara (DIVA), anak usaha Kresna Graha Investama, siap melantai di bursa akhir November 2018 dengan melepas 214.285.700 lembar saham baru atau setara dengan 30% dari modal disetor perusahaan.

Dalam hajatan ini, perseroan menawarkan harga saham berkisar antara Rp2.800 sampai Rp3.750 per lembar saham, sehingga diperkirakan perseroan akan mengantongi dana segar sekitar Rp600 miliar sampai Rp803 miliar.

Perseroan menunjuk Kresna Sekuritas, Trimegah Sekuritas, dan Sinarmas Sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi saham.

Presiden Direktur DIVA Raymond Loho meyakini saham akan terserap dengan baik ke publik. Pasalnya, perseroan mengalokasikan lebih banyak investor institusi ketimbang ritel. Porsi untuk investor lokal sedikit lebih besar daripada asing, dengan perbandingan 60:40.

Dari sisi peluang bisnis, menurutnya, ada banyak ruang yang bisa disasar perseroan mulai dari kerja sama dengan pihak ketiga untuk pengembangan produk. UKM pun pada akhirnya memiliki variasi produk yang bisa mereka jual lebih menarik.

“DIVA tidak hanya akan memberdayakan UKM untuk go digital tetapi meningkatkan kontribusi mereka terhadap perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Kami percaya bahwa IPO hanya merupakan awal dari apa yang DIVA dapat lakukan agar UKM dapat bersaing secara digital,” ucap Raymond, Selasa (30/10).

Dia mengungkapkan, pihaknya akan menggunakan dana segar dari IPO untuk modal kerja (55%), belanja modal (40%), dan sisanya diarahkan ke investasi SDM (5%).

Saat ini komposisi pemegang saham DIVA dimiliki oleh 1 Inti Dot Com (30%), Nusantara Utama Jaya (20%), Kresna Karisma Persada (20%), Martin Suharlie (20%), dan M Cash Integrasi (10%).

Mengutip kinerja perseroan hingga Mei 2018, perusahaan berhasil mencetak laba bersih Rp3,3 miliar, melonjak 280,1% dari periode yang sama tahun sebelumnya.

DIVA bergerak di bidang digital business converter dan accelerator dengan model bisnis B2B2C. Melalui platform digitalnya, DIVA menyediakan dua produk untuk para UKM, yakni DIVA Smart Outlet (SO) dan DIVA Intelligent Instant Messaging (IIM).

DIVA SO adalah perangkat multi-payment terpadu yang dapat memproses berbagai opsi pembayaran tunai dan non tunai sebagai POS dan menawarkan berbagai varian produk digital. DIVA dan Telkomsel telah bermitra untuk membangun T-Kiosk.

Sementara DIVA IIM adalah sistem platform terintegrasi, didukung teknologi chatbot dan AI, serta memanfaatkan berbagai aplikasi instant messaging populer, seperti WhatsApp, Telegram, dan LINE.

Dengan hampir 17.000 UKM yang terhubung dengan DIVA, perseroan menawarkan produk paket bundling, melalui kolaborasi dengan berbagai industri. Melalui platform DIVA, visi perseroan diterjemahkan lewat DBA (DIVA Business Architecture) untuk memberdayakan para agen telekomunikasi, perjalanan dan branchless banking, termasuk UKM, dan mengonversi mereka dari model distribusi produk dan channel tunggal menuju model distribusi multi-produk/multichannel.

Passpod Resmi IPO, Siap Ekspansi ke Lima Negara Tahun Depan

PT Yeloo Integra Datanet Tbk. (Passpod) resmi tercatat sebagai perusahaan terbuka di BEI dengan kode emiten YELO. Perseroan menjadi startup binaan IDX Incubator pertama yang melantai sejak masuk pada Februari 2018.

Passpod melepas saham baru sebanyak 130 juta lembar atau setara 34,21% dari modal yang ditempatkan. Harga penawaran saham dibuka Rp375, sehingga perseroan akan meraup dana segar sebesar Rp48,75 miliar.

Perseroan menunjuk Sinarmas Sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi efek dan Jasa Utama Capital dan Erdikha Elit Sekuritas sebagai penjamin emisi efek.

Dari dana segar tersebut, sekitar 70% bakal didigunakan untuk membangun pusat riset dan pengembangan (R&D) aplikasi (termasuk penambahan fitur), sisanya untuk pengembangan bisnis dan tambahan modal kerja. Perseroan akan melancarkan rencana ekspansi bisnisnya ke berbagai lokasi, termasuk dalam negeri maupun luar negeri.

Untuk rencana di dalam negeri, Direktur Utama Passpod Hiro Whardana menuturkan, perseroan akan merambah ke Bali pada kuartal pertama 2019. Selama ini perseroan baru hadir di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, dan Medan.

Untuk ke luar negeri, perseroan akan merambah setidaknya ke lima negara, yakni Malaysia, Singapura, Vietnam, Myanmar, dan Korea Selatan. Langkah ini menyasar turis mancanegara yang hendak bepergian ke Indonesia.

Ada beberapa kemitraan yang akan dipakai perseroan saat ekspansi ke luar negeri, yaitu kemitraan dengan perusahaan lokal, ada yang bentuk perusahaan patungan (JV), atau benar-benar hanya sebagai reseller.

Menurut Hiro, perseroan akan mencocokkan kembali model seperti apa yang paling cepat untuk dukung pertumbuhan perseroan. Contohnya apabila mengembangkan bisnis ke Myanmar atau Korea Selatan, butuh orang lokal untuk menerjemahkan produk Passpod sesuai bahasa masing-masing.

“Kemungkinan kehadiran Passpod di Bali akan lebih cepat dari rencana ekspansi ke luar negeri. Namun kami targetkan, ekspansi ke luar negeri setidaknya akan direalisasikan pada paruh pertama 2019. Mungkin yang pertama kami masuki itu, Malaysia dan Singapura,” terangnya, Senin (29/10).

Direktur Operasional dan Keuangan Passpod Wewy Suwanto menambahkan perseroan saat ini sudah dapat digunakan di 70 negara menyasar outbound traveller. Tidak menutup kemungkinan di masa yang akan datang, jangkauan itu sudah mencakup turis luar negeri yang ingin berwisata ke Indonesia (inbound traveller).

Untuk mendukung hal itu, perseroan telah mendapatkan sertifikasi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dari Kementerian Perindustrian dan sertifikasi Postel A&B dari Kominfo.

“Dengan izin ini, Passpod akan lebih leluasa untuk menggarap pasar inbound maupun outbound yang potensi pertumbuhannya masih sangat besar di masa mendatang,” ujar Wewy.

Proyeksi keuangan

Dari seluruh rencana yang akan dilakukan, Hiro memproyeksikan pada 2022 mendatang perseroan dapat membukukan pendapatan sebesar Rp165 miliiar dengan laba bersih Rp15,3 miliar. Proyeksi pertumbuhan rata-rata tahunan (CAGR) sebesar 109,99% dari laba bersih.

“Dari berbagai pilar strategi tersebut, di tahun 2022 Passpod akan menjadi ekosistem on-demand berbasis aplikasi yang menawarkan berbagai kebutuhan yang relevan bagi traveller selama perjalanan,” kata Hiro.

Hingga April 2018, perseroan sudah mengantongi laba bersih periode berjalan sebesar Rp475 juta. Angka ini diklaim meningkat drastis dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar Rp26,5 juta.

Application Information Will Show Up Here

Teddy Oetomo tentang Posisi CSO, Strategi M&A, dan Potensi IPO Bukalapak

Salah satu orang baru yang direkrut Bukalapak di jajaran manajemen tahun ini adalah Chief Strategy Officer (CSO) Teddy Oetomo. Memiliki gelar PhD di bidang Ekonomi dari Universitas Sydney, Teddy berlatar belakang pengalaman belasan tahun di industri finansial, khususnya investment banking.

Dalam sebuah artikel di tahun 2007, Harvard Business Review menjelaskan posisi CSO sebagai “mini CEO”, seseorang yang memiliki mandat, credential, dan keinginan untuk melakukan eksekusi sekaligus sebagai penasihat.

DailySocial berkesempatan berdiskusi lebih lanjut tentang apa makna posisi ini, mengapa Teddy kini berkiprah di industri digital (khususnya melalui Bukalapak), dan bagaimana strategi Bukalapak dalam melakukan sinergi dengan pihak ketiga (termasuk dalam strategi M&A).

Teddy menyebutkan startup unicorn di Indonesia sudah mulai menganggap posisi CSO sebagai hal penting. Tidak bisa semua peranan dipegang oleh seorang CEO, apalagi bisnisnya kini tidak hanya di satu lini bisnis.

“Kalau perusahaan sudah besar, tidak mungkin semua role dipegang satu orang. Di Bukalapak juga sama. [..] Strategi itu kadang butuh diam, take a step back, jangan diganggu. Kalau tidak, tidak bisa berpikir,” ujarnya.

Teddy menyebutkan corporate finance dan corporate communication menjadi bagian yang diurusinya. Termasuk di dalamnya adalah M&A yang akhir-akhir ini menghangat. Tahun ini Bukalapak mulai agresif menjalankan strategi M&A, meskipun cara yang ditempuh terbilang cukup unik.

Menjadi bagian Bukalapak

Teddy mengaku sudah cukup lama mengenal investor signifikan di startup yang didirikan Achmad Zaky, M. Fajrin Rasyid, dan Nugroho Herucahyono ini. Menurutnya, Bukalapak adalah tipe perusahaan yang menawarkan real time result untuk hasil-hasil kerjanya, berbeda dengan perusahaan multinasional yang memang membutuhkan waktu untuk memperoleh hasil secara menyeluruh.

“Jadi mungkin personal satisfaction-nya beda. Selain itu dengan pengalaman di capital market selama 17-18 tahun, sudah saatnya saya mencari pengalaman baru,” ujar Teddy.

Teddy melanjutkan, “Bukalapak selalu menyebutkan diri empowering SME. Are we really empowering SME?”

Fokus Bukalapak kini mulai beralih ke bisnis O2O, memanfaatkan jaringan mitra Bukalapak yang berjumlah 300 ribuan di seluruh Indonesia. Teddy menganalogikan bisnis O2O ini sebagai empowering SME 2.0.

“Bukalapak bukan omdo [omong doang -red]. Memang benar-benar passion para Co-Founder-nya mau empower SME secara real. Tidak gampang mengajari ibu-ibu penjaga warung [menggunakan platform ini]. Tidak cuma kesabaran, juga perlu dedikasi. Yet they did it. Itu mungkin sebuah pembeda yang luar biasa bagi saya.”

Strategi sinergi

Teddy menyebutkan tidak ada strategi khusus dalam bersinergi dengan pihak lain. Saat ingin mengakuisisi pihak lain, Bukalapak disebut melihat dari sisi bisnis, kontrak, dan orang-orang di balik bisnis tersebut.

Rule untuk bisa berhasil di startup itu dinamis. Semua perusahaan yang kita lihat [ingin berkolaborasi], kepentingannya berbeda-beda. Semuanya custom made. Tugas kita adalah bagaimana membuat satu tambah satu lebih dari dua.”

Terkait aksi korporasi terhadap Prelo, Teddy mengatakan, “Prelo agak special case, karena merupakan sebuah perusahaan yang punya target yang komplemen, punya founder yang skill-nya berbeda. Oleh karena itu Founder Prelo, Fransiska PW Hadiwidjana, menjadi Head of Business di Bukalapak [yang membawahi bisnis O2O].”

It’s multilayer reason [ketika melakukan aksi terhadap Prelo]. Shareholder Prelo mendapatkan fee, tapi mereka masih ada [di struktur perusahaan]. Ini adalah struktur yang kompleks. Detailnya tidak saya disclose [termasuk soal kepemilikan Bukalapak di Prelo], karena kalau [kompetitor] sampai tahu soal strukturnya, jadi tahu Bukalapak ingin ngapain. Mungkin 1-2 tahun lagi kita disclose,” lanjutnya.

Teddy menyebutkan tahun ini Bukalapak sudah melakukan 3 deal, dengan target hingga akhir tahun mencapai 5 deal. Ia memastikan Prelo tetap eksis sebagai suatu bisnis, tapi tidak mau mendetailkan bagaimana operasional di dalamnya.

“Strukturnya sengaja dibikin unik supaya win-win buat semua pihak.”

Potensi pendanaan atau IPO

Teddy mengatakan, jika tanpa ada growth, Bukalapak bisa profit dalam waktu 18-24 bulan ke depan. Pendanaan, jika dibutuhkan, akan disesuaikan dengan arahan perusahaan untuk mendukung growth, baik sisi organik maupun anorganik. Anorganik dalam hal ini berbentuk M&A.

Bukalapak disebut telah mencoba melakukan use case skenario ini tahun lalu. Hasilnya perusahaan hanya tumbuh 100%, sementara saat ini mereka tumbuh sebanyak 200%. Teddy memastikan mereka sudah menyiapkan cost structure untuk memastikan semua skenario bisa terpenuhi.

Terkait IPO, ia menyebutkan, “Apakah kita [Bukalapak] pasti IPO? Pasti IPO. Kapan? When we are ready. [..] Kalau kita sudah IPO, publik akan mendengarkan soal [skema bisnis] O2O dua tahun yang lalu, bukan dua bulan yang lalu, karena itu menjadi kewajiban untuk disclose informasi. Itu yang bikin repot, sedangkan industri kita gerilyanya masih banyak. Inovasi kan kalau sudah mapan [artinya] bagus, kalau masih uji coba dan tiba-tiba ada yang berkompetisi, inovasinya malah tidak jadi. Sama-sama rugi karena [bisa] terjebak price war dan sebagainya.”

“Kita akan IPO ketika kita bisa men-deploy inovasi kita dengan yakin [mampu berkompetisi] setiap kali ada kompetitor.”

Mengunggulkan O2O

Skema bisnis berbasis O2O yang sudah dijalankan sejak dua tahun lalu kini menyumbang 20% GMV bagi perusahaan. Teddy menampik bahwa skema ini mengganggu skema distribusi tradisional. Justru ia mengklaim perusahaan distributor FMCG berlomba-lomba untuk bermitra dengan Bukalapak.

“Mereka bekerja sama karena information flow yang Bukalapak punya [untuk penyaluran distribusi] akurat. Mereka bisa menjalankan kapasitas operasional secara optimal [berdasarkan data distribusi tersebut] dengan cost yang lebih rendah. Itulah mengapa banyak distributor talking to us. Actually we are empowering the distributor, not disrupting.”

Application Information Will Show Up Here

OJK Segera Perbolehkan UKM Cari Pendanaan Tanpa IPO di BEI

OJK dalam waktu dekat akan merilis aturan baru untuk mempermudah UKM, termasuk startup teknologi, mencari pendanaan tanpa harus melalui proses IPO di Bursa Efek Indonesia. UKM bisa menempuhnya melalui skema equity crowdfunding.

“Akan dibahas saat Rapat Dewan Komisioner (RDK) bulan ini. Sekitar 15 hari atau sebulan (setelah RDK) akan diundangkan Kementerian Hukum dan HAM,” terang Direktur Pengaturan Pasar Modal OJK Luthfy Zain Fuad, dikutip dari Katadata.

Menurutnya, skema yang dipakai aturan ini tidak jauh berbeda dengan penawaran saham publik di pasar modal. Bedanya aturan ini ditujukan untuk perusahaan skala kecil dan melibatkan tiga pihak, yakni penerbit (perusahaan yang membutuhkan modal), penyelenggara atau platform, dan pemodal atau investor.

Perusahaan yang membutuhkan dana akan menyampaikan kepada platform untuk mengambil dana masyarakat. Platform akan melakukan kajian kelayakan perusahaan yang menghimpun modal. Setelah kelengkapan selesai, platform menampilkan penawaran agar publik bisa membeli saham tersebut.

Aturan detail

Luthfy menjelaskan lebih jauh, ada aturan main yang harus diperhatikan berbagai stakeholder sebelum meraup dana publik.

Aturan yang dikenakan untuk penyelenggara: (i) mereka harus berbentuk PT atau koperasi, (ii) wajib mengajukan perizinan ke OJK dan memiliki permodalan di atas Rp2,5 miliar, (iii) harus memiliki keahlian di bidang IT. Penyelenggara berfungsi tidak hanya memasarkan saham. (iv) Mereka wajib meninjau terlebih dahulu kondisi penerbit, termasuk dari sisi laporan keuangan. Penyelenggara juga harus memiliki SDM yang ahli melakukan peninjauan tersebut.

Laporan keuangan penerbit yang diminta OJK minimal disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) non audited. Persyaratan ini dianggap lebih ringan dibandingkan jika penerbit mencari pendanaan lewat perbankan. Biayanya pun juga lebih efisien.

Persyaratan penerbit yang ingin melepas sahamnya: (i) mereka harus berbadan hukum PT, (ii) memiliki kekayaan di bawah Rp10 miliar, di luar tanah, dan bangunan, (iii) tidak boleh dikendalikan oleh suatu kelompok usaha (konglomerasi) baik secara langsung maupun tidak langsung, (iv) juga tidak diperbolehkan untuk perusahaan yang sudah berstatus terbuka (Tbk) ataupun anak usaha Tbk.

Investor yang membeli saham UKM akan menerima jatah deviden saat perusahaan tersebut mendapat laba. Investor juga berhak memberikan suaranya dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

OJK membatasi investor yang bisa berpartisipasi ini dengan ketentuan: (i) mereka yang memiliki penghasilan di bawah Rp500 juta per tahun, berinvestasi maksimal 5% dari penghasilannya, (ii) untuk investor dengan penghasilan di atas Rp500 juta maksimal investasinya 10% dari penghasilan.

“Setiap pihak dapat menjadi pemodal di skema equity crowdfunding ini dengan ketentuan tersebut.”

OJK memberi pengecualian bagi investor yang berbentuk badan hukum, mereka dapat menyuntikkan modal tanpa nilai maksimal. Pengecualian juga diberikan untuk investor yang memiliki pengalaman investasi di pasar modal minimal dua tahun dengan dibuktikan dengan kepemilikan rekening efek.

Di tahapan equity crowdfunding, penerbit harus menyampaikan kelengkapan dokumen kepada penyelenggara untuk dipelajari lebih dalam. Setelah selesai, penawaran saham akan ditampilkan ke publik dan investor dapat mendaftarkan diri dan membeli saham melalui penyelenggara.

Investor akan membayar lewat escrow account yang disiapkan penyelenggara. Penerbit menyerahkan sahamnya ke penyelenggara untuk didistribusikan ke investor. Penghimpunan dana dari investor memiliki beberapa ketentuan yang akan diatur OJK. Nilai penawaran saham oleh satu UKM hanya Rp10 miliar dengan jangka waktu penawaran selama 12 bulan.

Penerbit saham boleh memecah nilai Rp10 miliar dalam beberapa kali penawaran. Masa tiap penawaran adalah selama 60 hari dan hanya dapat menawarkan saham melalui satu penyelenggara dalam waktu yang bersamaan.

Penawaran saham akan batal jika minimal dana yang ditargetkan perusahaan tidak terpenuhi selama 60 hari tersebut. OJK mewajibkan penerbit untuk menyampaikan laporan tahunan dan mengumumkannya ke masyarakat melalui penyelenggara.

Risiko untuk investor

Kendati instrumen investasi untuk UKM ini memiliki banyak keuntungan, namun dia menekankan ada risiko yang perlu diwaspadai. Contohnya (i) risiko investor tidak mendapat dividen apabila perusahaan tidak untung.

Berikutnya risiko saham perusahaan tidak likuid, bahkan risikonya lebih tinggi daripada perdagangan di pasar modal pada umumnya karena tidak memiliki pasar yang tersedia, sehingga ada (ii) risiko capital loss.

“Tidak ada kewajiban bagi penyelenggara untuk membuat sarana perdagangan sekundernya. Tapi dalam aturannya, kami memberikan kesempatan bagi penyelenggara untuk menyediakan sarana perdagangan sekundernya.”

Berikutnya, (iii) risiko dilusi kepemilikan karena saham penerbit bisa saja menawarkan saham seperti skema rights issue kepada publik lainnya tanpa menawarkan kepada pemegang saham yang sudah ada.

(iv) risiko kegagalan operasional dari penyelenggara meski mereka diwajibkan memiliki sistem yang aman dan andal menurut UU ITE. (v) risiko informasi asimetris dan kualitas informasi yang diberikan oleh penebit kepada publik, seperti laporan keuangan yang berbasis SAK-ETAP non audited.

Meski memiliki banyak risiko yang dihadapi investor, berinvestasi di instrumen ini memang sedikit unik. Berkaca pada skema pendanaan yang sama di luar negeri, biasanya investor equity crowdfunding memang diperuntukkan buat investor yang tertarik pada perusahaan rintisan seperti UKM.

“Di luar negeri, mereka mengenal sebutan angel investor. Mereka burn money dulu.”

Setelah perusahaan tumbuh semakin besar, investor akan mendorong perusahaan untuk go public. Manfaat baru diperoleh ketika modal perusahaan semakin besar dan akhirnya menjadi perusahaan publik.

Kresna Graha Investama’s Subsidiary “DIVA” is Set for IPO, Ready to Offer 30% of New Shares

PT Distribusi Voucher Nusantara (DIVA), one of Kresna Graha Investama’s subsidiaries, is ready to make the first initial public offering (IPO) by trading 30% of its shares to the public. According to plan, the corporate action should be listed effectively on IDX by the end of November 2018.

“The price per share will be announced at the end of October 2018. It is to be effectively listed on IDX by the end of November 2018. We’re doing anchor investor and cornerstone by roadshows in Hong Kong and Singapore,” Suryandy Jahja, Kresna Graha Investama’s Managing Director, told DailySocial.

This corporate action is to provide additional funding of 600 to 800 billion Rupiah for DIVA. It’s for making expansion and to create exponential growth.

In running the business, DIVA focused on digitizing SME’s entrepreneurs with technology using either chatbox or smart outlets. One of the realizations is DIVA’s recent collaboration with Telkomsel for digital cashier solution T-Kiosk.

In Jahja’s opinion, after IPO, the company will prepare for similar corporate action for OONA Indonesia. OONA is targeted to be available in IDX by next year.

“OONA is yet to IPO this year, hopefully, next year,” he said.

Previously, NFC Indonesia has become the second digital company under Kresna to IPO this year. NFC has traded 25% of the latest shares worth Rp1,850 per share. The company obtained fresh funding of Rp308.33 billion from this action, to be utilized for capital fund, digital investment, and HR development.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

DIVA, Anak Usaha Kresna Graha Investama, Segera Lepas 30% Saham Baru di Lantai Bursa

PT Distribusi Voucher Nusantara (DIVA), salah satu anak usaha dari Kresna Graha Investama, siap melangsungkan penawaran umum saham perdana (IPO) dengan melepas 30% saham kepada publik. Bila sesuai rencana, aksi korporasi tersebut akan efektif tercatat di BEI pada akhir November 2018 mendatang.

“Harga per saham akan diumumkan pada akhir Oktober 2018. Rencananya efektif tercatat di bursa akhir November 2018. Sekarang kami masih lakukan anchor investor dan cornerstones dengan roadshow di Hong Kong dan Singapura,” ucap Managing Director Kresna Graha Investama Suryandy Jahja kepada DailySocial.

Diharapkan aksi korporasi ini bisa memberikan tambahan dana segar buat DIVA sebesar 600 sampai 800 miliar Rupiah. Dana tersebut akan digunakan untuk ekspansi perusahaan agar pertumbuhan semakin eksponensial.

Dalam menjalankan bisnisnya, DIVA fokus pada digitalisasi pengusaha UKM dengan teknologi, dengan menggunakan chatbox ataupun smart outlet. Salah satu realisasinya bisa dilihat dari kerja sama antara DIVA dengan Telkomsel baru-baru ini untuk aplikasi solusi kasir digital T-Kiosk.

Menurut Jahja, setelah menggelar IPO, berikutnya perseroan akan mempersiapkan aksi korporasi yang sama untuk OONA Indonesia. OONA direncanakan bakal melantai di BEI pada tahun depan.

“OONA belum tahun ini, hopefully next year,” pungkasnya.

Sebelumnya, NFC Indonesia menjadi perusahaan digital kedua yang ada di bawah Kresna yang melakukan IPO pada tahun ini. NFC melepas 25% saham baru senilai Rp1.850 per lembar saham. Perseroan memperoleh dana segar sebesar Rp308,33 miliar dari aksi ini, yang dipakai untuk modal kerja, investasi digital, dan pengembangan SDM.

Kilas Balik Setahun Startup Teknologi Mulai Melantai di Bursa Efek Indonesia

Perjalanan saat merintis perusahaan memang perlu jatuh bangun, harus warna warni karena tidak selalu berjalan mulus. Ada yang butuh waktu bertahun-tahun ada juga yang dalam waktu cepat langsung melejit. Pelajaran yang pasti dibutuhkan adalah dalam membangun perusahaan butuh talenta terbaik, produk yang konsumen butuhkan, pemasaran tepat, dan tentunya modal yang kuat.

Tercatat menjadi perusahaan terbuka (tbk) di bursa, go public atau juga dikenal IPO (Initial Public Offering) adalah salah satu cara mendapatkan modal. Perusahaan pada umumnya melirik potensi tersebut karena ada kemudahan untuk mendapatkan tambahan dana segar dalam waktu relatif cepat.

Opsi tambah dana segar juga variatif, bisa berutang dengan menerbitkan surat utang atau mengeluarkan saham baru berbentuk rights issue. Kinerja perusahaan terbuka yang mentereng, tentunya akan menarik para investor publik untuk berinvestasi. Cek saja daftar perusahaan yang masuk dalam saham blue chip, seperti BCA, BRI, Bank Mandiri, Telkom, Astra International, Unilever, Indofood, HM Sampoerna, dan lainnya.

Saham blue chip adalah saham yang berada di papan atas dengan angka kapitalisasi pasar yang besar. Umumnya mereka sudah lama tercatat, memiliki kinerja stabil, aset besar, dan telah dikenal secara luas sebagai pemimpin pasar di sektornya.

Agar pasar bursa semakin bergairah, Bursa Efek Indonesia (BEI) dan OJK aktif dalam mendorong perusahaan untuk mencatatkan sahamnya, termasuk startup atau yang diklasifikasikan sebagai perusahaan teknologi. Segala jurus dilakukan untuk menarik para founder startup tertarik agar tercatat sebagai perusahaan terbuka, hingga upaya yang terbaru adalah rencana membuat papan akselerasi.

Sejak geliat startup membahana di Indonesia, termasuk mencuatnya empat perusahaan teknologi yang memperoleh status unicorn, baru ada tiga (menyusul Passpod pada akhir tahun) yang sudah melantai. Mereka adalah Kioson, MCASH, dan NFC telah tercatat di papan pengembangan. Dua perusahaan yang terakhir tergabung dalam grup Kresna Graha Investama.

Kioson memanfaatkan momentum sebagai perusahaan teknologi pertama yang melantai. Sahamnya sudah diperdagangkan sejak 5 Oktober 2017. MCASH menyusul kurang dari sebulan kemudian, pada 1 November 2017, kemudian NFC pada 12 Juli 2018.

Listing Kioson
Kioson memanfaatkan momentum untuk menjadi startup digital pertama yang melantai di BEI / Kioson

Minimnya minat startup, menurut Ekonom Indef Bhima Yudhistira dikaitkan persyaratan yang rumit dan mahal, termasuk biaya valuasi dan audit. Pada dasarnya startup menghindari keterbukaan keuangan secara berlebihan. Ada kekhawatiran publik atau kompetitor bisa mengetahui isi dapur startup, baik dari kondisi keuangan dan strategi manajemen.

“Mereka juga ingin agar intervensi investor dilakukan secara terbatas, misalnya soal pengelolaan operasional diserahkan kepada manajemen yang dipilih oleh si founder. Kalau perusahaan terbuka, pasca IPO harus mau direksinya dipilih oleh publik. Artinya peran founder jadi berkurang,” ujar Bhima kepada DailySocial.

“Sampai valuasinya menyentuh level tertentu, baru [startup] terpikirkan untuk IPO,” sambungnya.

IPO tidak identik dengan exit strategy

Seringkali IPO diasosiasikan sebagai exit strategy buat startup. Selain IPO, exit strategy lainnya yang umum dilakukan adalah merger & akuisisi (M&A), menjual perusahaan, menjadi “cash cow“, atau yang terparah dilikuidasi dan tutup.

Banyak contoh yang telah terjadi di Indonesia tentang exit strategy ini. Yang cukup terkenal adalah merger antara Berniaga.com dan Tokobagus menjadi OLX Indonesia, akuisisi Tiket.com oleh Blibli, atau akuisisi Lazada oleh Alibaba.

Bhima berpendapat IPO adalah exit strategy bagi founder untuk menjual sebagian kepemilikan sahamnya, sementara Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menganggapnya bukan sebagai awal, bukan juga exit, melainkan milestone startup.

Bukan awal karena IPO terjadi setelah perusahaan sudah beroperasi sekian lama. Bukan exit pula karena IPO hanyalah salah satu cara penggalangan dana. Setelah IPO, perusahaan bakal terus berjalan untuk menjadi lebih besar.

“Beda pre-IPO dan post-IPO bagi perusahaan hanya di shareholder-nya. Kalau pre-IPO pemiliknya private, sedangkan post-IPO adalah publik. Sementara bagi investor, IPO memberikan pilihan likuiditas ke investor,” terang Willson.

Bagi tiga perusahaan yang sudah IPO, aksi korporasi ini dianggap sebagai langkah awal untuk jadi lebih besar. Bagi Co-Founder dan CEO Kioson Jasin Halim, IPO merupakan strategi yang sedari awal tidak pernah terlintas saat pertama kali merintis perseroan pada 2015.

Kioson awalnya memperoleh pendanaan dari Mitra Komunikasi Nusantara (MKNT) pada pertengahan tahun lalu untuk tahapan Pra-Seri A. Sempat pula perseroan bertemu dengan investor untuk memulai penggalangan dana mulai dari VC, PE, sampai korporat. Tidak ada satupun yang berjodoh lantaran ada beberapa ketidakcocokan, salah satunya penghitungan valuasi.

Pasca MKNT masuk, lalu Kioson terbantu dengan jaringan yang mereka miliki untuk mempelajari apakah IPO memungkinkan buat startup, apakah ada aturan yang menghambat, dan sebagainya.

“Sebab bisa dibilang, saat itu kami sedang dalam posisi mencari dana segar dalam waktu singkat. Sementara lewat VC itu lama cepatnya di luar kontrol kita. Kebetulan ada momentum pas, belum ada startup yang IPO, regulator mulai gencar dorong startup, pemerintah dorong e-commerce. Itu momentum yang sangat berperan,” terang Jasin.

Managing Director Kresna Graha Investama (KREN) Suryandy Jahja mengamini pendapat Willson. Jahja melihat IPO adalah milestone untuk kesempatan tumbuh lebih besar. Oleh karena itu KREN cukup aktif mendorong anak-anak usaha di bawahnya untuk terdaftar di bursa.

Pencatatan saham perdana MCASH di BEI / MCASH
Pencatatan saham perdana MCASH di BEI / MCASH

Secara rutin pihak KREN melakukan review mana saja yang dianggap siap. Bila ada akan segera didorong. Pertimbangan lainnya juga dilihat dari berbagai metrik. Apakah secara fundamental sudah siap untuk IPO, siap untuk ekspansi, dan yang tak kalah penting ada keinginan untuk tumbuh dengan profil yang bagus.

Ketika sudah terdaftar, ada tanggung jawab yang harus diemban kepada investor institusi maupun ritel. Mereka harus selalu transparan dan menjunjung tinggi tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance / GCG). Kedua hal tersebut kadang terlupakan dan diabaikan pelaku startup.

“KREN tidak sembarangan dalam mendorong anak usahanya untuk listed. Hanya yang sudah siap dan dalam waktu dekat sudah profitable agar mereka punya funding yang kuat. Setiap tiga bulan kami selalu periksa kinerja mereka,” kata Jahja.

“Jadi menurut kita IPO adalah langkah awal untuk perusahaan untuk mulai tumbuh. Kita percaya sekali perusahaan bisa tumbuh lebih cepat karena ada dana segar dari IPO yang bisa langsung dipakai. Kalau perusahaan bagus tapi enggak punya uang untuk ekspansi, masa minta terus ke Kresna,” tambah Jahja yang juga menjadi Direktur di MCASH dan Komisaris Utama di NFC.

Perjalanan pasca IPO

Hari ini Kioson menandai tahun pertamanya tercatat sebagai perusahaan terbuka. Sekadar mengingat kembali, Kioson melepas 150 juta saham atau sekitar 23,07 persen dari total modal ditempatkan dan disetor penuh setelah pelaksanaan IPO. Harga saham Kioson ditawarkan senilai Rp300 saham dan memperoleh dana segar Rp45 miliar. Di awal Oktober ini, kapitalisasi pasar Kioson sudah berada di atas Rp2 triliun.

Jasin mengungkapkan, semenjak IPO yang paling dirasakan adalah visibilitas Kioson semakin meningkat, apalagi menyandang startup digital pertama yang berhasil IPO. Keuntungan tersebut dimanfaatkan untuk bermitra dengan banyak pihak agar kinerja perseroan terus membaik.

Direktur Utama Kioson Jasin Halim / Kioson
Direktur Utama Kioson Jasin Halim / Kioson

Melihat laporan keuangan di Q2 2018, Kioson meraup laba bersih Rp4,8 miliar. Penjualan bersih sebesar Rp1,27 triliun dari periode yang sama di tahun sebelumnya Rp47,7 miliar. Kenaikan selaras dengan total aset perseroan menjadi Rp263,9 miliar atau naik 5,69%.

Penjualan terbesar dikontribusikan dari produk digital Rp1,27 triliun, disusul oleh produk e-commerce Rp5,38 miliar. Meski demikian, beban pokok penjualan juga naik Rp1,25 triliun dari sebelumnya Rp45,75 miliar.

“Makanya kami terus perbaiki performa bisnis Kioson, sebab ini sesuatu yang harus diperhatikan karena pegang mandat dari publik untuk membaguskan perusahaan,” ujar Jasin.

Perseroan makin variatif dalam menghadirkan produk-produknya. Yang terakhir adalah layanan OTA yang bisa dibeli masyarakat lewat agen Kioson dan melakukan top up produk uang elektronik.

“Secara vertikal dan horizontal kami akan terus menghadirkan berbagai produk untuk masyarakat dan semakin menarik buat agen. Kami mau jadi yang terlengkap dengan harga yang terjangkau.”

Sementara MCASH menjual saham baru sebanyak 25% atau setara dengan 216,98 juta saham ke publik dari modal yang disetor penuh. Saat itu saham dijual seharga Rp 1.385 per lembar. Alhasil dana segar yang diterima lebih dari Rp300 miliar. Kapitalisasi MCASH kini menembus angka Rp3 triliun.

“MCASH sejak listed tahun lalu tumbuh dengan persentase yang eksponensial, jauh di atas proyeksi. Revenue tumbuh berkali-kali lipat, profit bagus. Justru sesudah listed, perusahaan jauh lebih kuat dan bagus. Kita bisa dapat peluang bisnis yang banyak, orang-orang banyak kenal kita, padahal sebelum listed peluang tersebut tidak ada,” ujar Jahja.

Berdasarkan kinerja semester I 2018, laba bersih perseroan melesat jadi Rp45,05 miliar padahal di periode yang sama tahun lalu hanya Rp3,79 miliar. Pendapatan menjadi Rp1,83 triliun dari sebelumnya Rp474,86 miliar. Sementara aset tumbuh menjadi Rp745,1 miliar dari akhir 2017 sebesar Rp568,4 miliar.

Distribusi MCASH tersebar di ratusan titik lewat empat kanal penjualan utama: kios digital, jaringan wholesale, kasir, dan app/chatbot. Kios digital berhasil menembus 1.700 unit tersebar di berbagai titik, sedangkan agen digital juga naik menjadi 36 ribu orang.

MCASH menjual berbagai konten digital, mulai dari voucher games, restoran, pulsa & paket data, dan lainnya. Diklaim transaksi harian MCASH pada Juni 2018 sekitar 340 ribu, bahkan pernah tembus 505 ribu transaksi.

Pencatatan saham perdana NFC / NFC
Pencatatan saham perdana NFC / NFC

Untuk NFC, meski baru melantai, perseroan mempublikasikan kinerja per kuartal I 2018. Pendapatan tumbuh 15,8 kali lipat menjadi Rp265,24 miliar secara year-on year, sementara pendapatan bersih tercatat di angka Rp2,54 miliar. Aset tumbuh 233,6% secara year-on-year menjadi Rp77,15 miliar.

NFC menawarkan harga saat hari pertama listed seharga Rp1.850 per lembar. Sebanyak 25% saham baru dilepas dari total saham atau setara 166,67 juta saham. Dari situ, NFC mengantongi dana IPO sebesar Rp308,33 miliar. Sejak listed di 12 Juli 2018, kapitalisasi pasar NFC kini berada di angka Rp1,6 triliun.

NFC bergerak di bisnis digital dengan dua lini bisnis utama, yakni phone credit exchange, yang merupakan platform marketplace pulsa digital, dan layanan streaming TV Oona bersama Telkom.

Jahja mengatakan, “Banyak hal yang sudah terjadi dan akan terus terjadi ke depannya. Setiap direksi dituntut untuk terus berinovasi, kolaborasi, dan fokus pada hasil. Ini akan terus dilakukan pasca IPO.”

Mendapatkan dana segar dari publik dalam waktu sekejap harus dibayar dengan tanggung jawab yang tak kalah besar. Salah satu tanggung jawab yang diemban, seperti dikatakan Jahja, adalah harus selalu transparan dan menjunjung tinggi tata kelola perusahaan yang baik.

Setiap tiga bulan sekali perusahaan terbuka harus menggelar paparan publik mengumumkan soal kinerja, memakai jasa auditor dan konsultan untuk laporan keuangan, dan menyebar informasi ke publik memastikan semua pihak menerima informasi yang sama.

“Punya akses funding yang jelas, pembukuan bisa rutin dilihat, masuk radar internasional, dan setiap hal yang kita kerjakan publik harus tahu karena wajib untuk transparan. Negatifnya menurut saya hampir enggak ada, cuma harus mau lebih repot saja karena harus cerita ke publik. Tapi itu enggak masalah,” kata Jahja.

Ketiga perusahaan menolak untuk memberi tahu rencana terdekat kapan aksi korporasi akan diselenggarakan. Alasannya karena ingin mencegah terjadinya spekulasi pasar.

“MCASH dan NFC belum ada rencana sama sekali untuk rights issue atau lainnya. Kita masih punya banyak cash,” ungkap Jahja.

Jasin menambahkan, “Belum bisa kita bahas sekarang. Lagipula kami tidak ingin sembarang kasih info.”

Pergerakan saham perusahaan teknologi

Infografis profil dan kinerja tiga startup berstatus perusahaan terbuka / DailySocial
Infografis profil dan kinerja tiga startup berstatus perusahaan terbuka / DailySocial

Terasa tanggung apabila kita belum membahas pergerakan saham ketiga perusahaan teknologi ini, meski belum bisa dikatakan adil karena tidak bisa mengangkat dari segi fundamentalnya. Sebab umumnya minimal butuh dua tahun sejak listed untuk melihat secara utuh kinerjanya.

Analisa fundamental itu dimaksudkan agar kita tahu bahwa apakah perusahaan itu memang menguntungkan dan layak untuk dibeli sahamnya. Kendati demikian, masih memungkinkan untuk membahas sekelibat sisi analisis teknikalnya.

Tujuan mempelajari analisis teknikal adalah untuk menentukan kapan harus masuk atau keluar pasar. Technical Analyst Panin Sekuritas William Hartanto membantu  menjelaskan bagaimana prospek ketiga saham ketiga perusahaan saat ini dan ke depannya.

Pertama, pergerakan saham Kioson cenderung menurun, volume perdagangan hampir tidak ada dalam sebulan ini. Hal ini menunjukkan bahwa saham perusahaan ini sedang tidak likuid.

Di sisi lain, MCASH berpotensi menguat secara teknikal. “MCASH masih bagus secara teknikal,” terangnya.

Terakhir untuk NFC terjadi tren menurun. Penurunan ini dianggap lumrah karena NFC baru listed dan kenaikannya pada awal listing sangat “liar”.

“Jadi saat ini harga baru menyesuaikan kondisi yang sebenarnya, memang ada unsur fundamental [penyebab harga saham turun]. Tapi bukan karena fundamentalnya jelek, harga penyesuaian saja.”

Bhima mengamini pendapat William. Saham Kioson sangat fluktuatif berbentuk kurva U terbalik.

“Ini memang ciri khas saham startup yang listing di bursa. Begitu juga NFC dari puncaknya 3.100 (13/7), pasca IPO kini hanya dihargai 2.650 (24/9). Ada koreksi yang signifikan,” terang Bhima.

Menurut Bhima, MCASH dianggap memiliki potensi kenaikan saham yang bagus karena solusi bisnis yang ditawarkannya. Perusahaan mengembangkan kios digital dan menawarkan berbagai produk digital, seperti top up, OTA, dan voucher digital.

“Bisnis startup yang bersinggungan dengan fintech secara umum lebih menggiurkan karena turn over keuntungannya lebih cepat dibandingkan jenis bisnis lainnya.”

Mendorong gairah lewat papan akselerasi

Infografis perbedaan antara Papan Utama, Papan Pengembangan, dan Papan Akselerasi
Ketentuan Papan Utama, Papan Pengembangan, dan Papan Akselerasi / DailySocial

OJK dan BEI terus mendorong agar pasar modal semakin atraktif untuk para investor. BEI merevisi aturan papan akselerasi untuk mempermudah UMKM dan startup digital terdaftar di bursa. Inisiasi ini adalah buah POJK No. 53 dan 54 yang terbit tahun lalu, meliputi pengaturan tentang aset maksimal (net tangible asset).

Papan akselerasi adalah papan pencatatan yang didesain khusus untuk UMKM dan startup digital berdasarkan kriterianya yang berbeda dibandingkan perusahaan pada umumnya. BEI sebelumnya sudah membuat aturan soal papan akselerasi, tetapi kini sudah direvisi dengan mempertimbangkan banyak masukan dari berbagai stakeholder.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menyebut revisi tersebut sudah disampaikan ke OJK. Diharapkan papan ini sudah bisa diberlakukan sebelum tutup tahun ini. Menurut revisi terbaru, BEI banyak memangkas regulasi yang dianggap terbelit-belit dan memakan waktu lama.

Satu di antaranya adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Untuk papan akselerasi, panduan yang digunakan adalah PSAK Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP) yang sifatnya lebih sederhana. Sementara perusahaan di papan utama dan pengembangan menggunakan PSAK umum.

Di papan pengembangan, persyaratan soal standar GCG juga kental. Harus mencantumkan jumlah direksi, komisaris, dan perangkat lainnya. Hal tersebut tidak sesuai dengan karakteristik startup digital.

“Startup itu kan pemula, jadi karakteristiknya mikir bisnisnya dulu, bagaimana validasinya di market dan mempertahankan ide. Boro-boro pada tahap awal sudah mikirin hidup perusahaannya. Sehingga yang diambil adalah PSAK ETAP,” ujar Nyoman.

Berikutnya dari sisi laba usaha yang diperoleh. Sebelumnya untuk papan pengembangan, perusahaan diwajibkan untuk memperoleh laba pada tahun kedua. Di papan akselerasi diputuskan periode yang diperlukan untuk mencapai kondisi laba adalah enam tahun setelah terdaftar.

Persyaratan untuk listed di papan akselerasi juga ditentukan berdasarkan besaran aset, hanya saja untuk metrik ini BEI mengusulkan agar memakai total aset, bukan dari net tangible asset. Pertimbangan ini diambil karena dalam startup itu umumnya lebih banyak memiliki intangible asset (aset tak berwujud) daripada aset fisiknya.

Detail ketentuan Papan Akselerasi
Detail ketentuan Papan Akselerasi / DailySocial

“Dulu itu kita masih coba bangun ekosistem untuk perusahaan yang established dulu untuk listed. Sekarang startup digital yang ke depannya kita lihat akan jadi penggerak ekonomi negara. Makanya sekarang kita pakai jargon ‘Pasar Modal untuk Semua’.”

Selain memberi kemudahan untuk startup bisa listed, tak lupa peraturan baru menyiapkan perlindungan untuk para investor. Pemberitahuan kepada investor sebelum menggelar IPO harus menyebutkan bahwa penawaran saham ini disesuaikan dengan POJK No. 53 dan 54 tahun 2017 dan dicatatkan dalam papan akselerasi. Ini menandakan bahwa perusahaan tersebut adalah UMKM dan startup digital.

Berikutnya bakal ada kode ticker khusus yang bakal disematkan di calon perusahaan terdaftar. Umumnya kode ticker terdiri atas empat huruf. Dua langkah tersebut diharapkan jadi penunjuk perlindungan investor, juga memastikan saham yang diperdagangkan tetap likuid.

“Investor pun akan kita ubah paradigmanya agar paham bahwa karakteristiknya ini beda dengan perusahaan pada umumnya yang tercatat di papan utama dan pengembangan. Cara melihat prospeknya bukan dari segi fundamentalnya, tapi dari ekspektasi terhadap prospek masa depan.”

Nyoman berharap papan akselerasi ini akan mempermudah opsi pencarian dana segar buat UKM dan startup digital dari pasar modal. Mereka juga tidak menutup potensi menarik perusahaan teknologi yang sudah menyandang status unicorn untuk merealisasikan langkah IPO.

“Tentunya yang kecil [UKM] saja bisa [lewat papan akselerasi], apalagi Go-Jek [untuk IPO].”

Willson memberikan apresiasi terhadap rencana BEI ini. Ia mengatakan, kalau hal ini berhasil, Indonesia akan jauh lebih progresif ketimbang negara lain di Asia Tenggara.

“BEI juga perlu membuat tim konsultasi khusus untuk IPO. Biaya yang besar untuk IPO biasanya ada di konsultasi keuangan, hukum, dan audit. Kalau ketiga komponen tadi diberi bantuan oleh pemerintah, maka cost-nya bisa jauh lebih murah,” tambah Bhima.

Mengambil keputusan untuk terdaftar di bursa memang pada akhirnya kembali ke masing-masing pemimpin perusahaan. Memilih terdaftar memerlukan banyak pertimbangan dan persiapan. Setelah IPO pun ada kewajiban yang perlu penuhi secara rutin sebagai bagian dari GCG.

Meskipun demikian, di balik kerumitan tersebut ada kelebihan yang didapat, perusahaan jadi lebih mudah dikenal. Visibilitas meningkat berkali-kali lipat, memancing terjadinya kolaborasi bisnis dengan berbagai pihak.

Investor dari luar negeri dapat dengan mudah mencari perusahaan di portal Bloomberg. Cukup mengetikkan kode ticker sebelum memutuskan membeli saham perusahaan terbuka ini.

Jadi siap besar karena IPO atau tunggu besar dulu baru IPO?

Segera IPO, Passpod Bidik Dana Segar Hingga 48 Miliar Rupiah

Passpod, penyedia jasa rental modem wifi dan travel assistance, berencana akan melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada akhir bulan ini. Perusahaan akan melepas sebanyak-banyaknya 130 juta lembar saham baru atau setara 34,21% dari total modal dan 78 juta waran seri I.

Direktur Utama Passpod Hiro Whardana mengatakan, perusahaan menggunakan buku keuangan April 2018 untuk aksi korporasi ini. 130 juta lembar saham ini ditawarkan dengan harga antara Rp250 sampai Rp375 per lembarnya. Diharapkan Passpod akan mendapatkan dana segar sekitar Rp32,5 miliar sampai Rp48,75 miliar.

Sinarmas Sekuritas dalam hal ini akan bertindak sebagai Penjamin Pelaksana Emisi Efek penawaran umum perdana saham ini.

“Melalui jumlah di atas kami menargetkan dana terkumpul sekitar Rp40 miliar. Setelah dikurangi biaya-biaya emisi, dana ini rencananya akan kami alokasikan untuk pengembangan bisnis, research and development (R&D) aplikasi, dan modal kerja dalam bentuk penambahan unit modem serta power bank,” ucapnya, Rabu (3/10).

Perusahaan mengalokasikan dana IPO sebesar 68,10% untuk pengadaan billing management system dan perangkat SIM bank. Kemudian 3,69% untuk R&D aplikasi penambahan fitur dan sisanya sebanyak 28,21% untuk modal kerja pembelian modem dan power bank.

“Kami harapkan Passpod sudah bisa listing di BEI pada tanggal 27 Oktober atau 29 Oktober 2018. Kami sudah mendapatkan pernyataan pra efektif dari OJK pada hari ini.”

Perusahaan juga akan merilis sebanyak-banyaknya 78 juta waran seri I dengan harga pelaksanaan Rp500 sampai Rp750 per saham sebagai insentif dengan perbandingan 5 saham baru berhak memperoleh 3 waran.

“Dana pelaksanaan waran seri I seluruhnya akan digunakan untuk modal kerja, terutama pengembangan usaha ke negara lain.”

Per April 2018, Passpod telah mencetak laba sebesar Rp475 miliar. Total pendapatan (revenue) mencapai Rp4,2 miliar. Ditargetkan pada akhir tahun ini revenue dapat tembus di angka Rp27 miliar, sementara laba sebesar Rp3,3 miliar.

Digitaraya, seperti diumumkan sebelumnya, mengungkapkan komitmennya sebagai investor strategis di Passpod. Dari prospektus yang diumumkan Passpod, Digitaraya (dengan badan hukum PT Digital Indonesia Raya) telah menandatangi perjanjian pembelian obligasi wajib konversi (Mandatory Convertible Bond/MCB) pada 23 Februari 2018 dengan nilai Rp7,5 miliar.

Jatuh tempo atas obligasi ini adalah 12 bulan sejak tanggal penerbitan. Nantinya dalam penawaran umum berlangsung, MCB akan ini akan dikonversi menjadi saham perseroan dengan menggunakan harga penawaran. Bisa jadi harganya sama atau lebih tinggi.

Saat ini struktur kepemilikan saham di Passpod terdiri atas PT Agung Inova Teknologi Indonesia (69,5%) dan PT Prima Jaringan Distribusi (30,5%).

Rencana bisnis pasca IPO

Aksi IPO ini, sambung Hiro, akan jadi amunisi perusahaan dalam melancarkan ekspansinya. Ambisi yang ingin disasar adalah menjadi ekosistem on demand berbasis aplikasi yang menawarkan berbagai kebutuhan yang relevan selama perjalanan pada 2020 mendatang.

Untuk mencapai target tersebut, perusahaan akan melakukan berbagai inisiasi bisnis mulai dari layanan tiket event, supporting services, chatbot, location based offers, tiket atraksi, itinerary builder, travel insurance, sampai travel accessories e-commerce. Wilayah pemasaran pun akan semakin meluas hingga ke skala regional, dari posisi saat ini yang baru melayani Jabodetabek, Medan, Bandung, dan Surabaya.

Menurut Hiro, ada beberapa negara di Asia Tenggara yang akan dibidik, termasuk Vietnam, Myanmar, Hong Kong, Malaysia, dan Singapura. Meskipun demikian, yang pasti segera disinggahi baru satu negara pada Q1 2019.

“Sekarang kami masih cari tahu lebih lanjut di beberapa negara karena aturannya kan beda-beda di tiap negara. Kami ingin IPO karena untuk permudah proses due dilligence-nya. Misalnya di Myanmar dan Malaysia yang butuh partner lokal, ada juga di negara lain yang lebih mudah.”

Bersama Digitaraya, Passpod akan mendirikan pusat R&D yang berlokasi di Menara Kibar, Jakarta, untuk mengeksplorasi inovasi baru. Perusahaan juga akan membuka berbagai potensi kerja sama dengan startup-startup yang ada di bawah Digitaraya.

Passpod memiliki tiga segmen usaha, yaitu bidang travel services, AI & big data, dan global connectivity. Melalui segmen global connectivity, sepanjang tahun lalu pengguna Passpod tembus di angka 100 ribu orang dengan total sewa 32.420 hari. Menggunakan teknologi virtual SIM, modem Passpod mampu memberikan jaringan internet 4G yang bisa diakses ke lebih dari 70 negara di seluruh dunia.

Application Information Will Show Up Here

Digitaraya Prepares to be Passpod’s Strategic Investor during IPO

PT Yeloo Integra Datanet (Passpod) announces its plan to enter Indonesia’s Stock Exchange (BEI) by the end of this year. Digitaraya has declared its commitment to support this IPO. The accelerator company, created by Kibar and Google Developer Launchpad, is ready to be Passpod’s standby buyer.

Passpod is a startup engaged in portable modem rental for tourists, particularly locals who travel abroad. This company is under IDX Incubator’s initial batch which claims to have 58,500 customers per June 2018. Passpod is said to provide 4G access to 68 destinations (outbound).

“The enthusiasm of strategic investors is a form of external validation for Passpod business model. We positioned ourselves as travel assistance during tourists stay abroad, from the internet connection, event tickets, attraction, and others through the app. It is valued as one aspect for strategic investors in making the decision to allocate investment to Passpod,” Hiro Whardana, Passpod’s CEO, said.

Yansen Kamto, Kibar’s Chief Executive, said the investment consideration to invest in Passpod is based on a potential business model and market size. The trend of traveling abroad is growing every year.

Whardana ensured, with some shares allocated to certain investors, it’s still proportionally allocated to the retails. “There’s no need to worry for retail investors because the opportunity is still open for Passpod shares,” he said.

In this IPO, Passpod targets to raise a IDR 40 billion fresh money. Later, 70% of the funding will be used for research and development. One of the plans is to develop technology to facilitate customer’s connectivity in more destinations. The rest 30% will be used for business capital.

Currently, Passpod has relied on imported modem devices, however, it has obtained the government-based certification and standard to produce its own devices.

“Through a fairly long process, in May 2018, we obtained and became the only company with TKDN and Postel (Post and Telecommunication) A/B certification,” he explained.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here