Kresna Graha Investama’s Subsidiary “DIVA” is Set for IPO, Ready to Offer 30% of New Shares

PT Distribusi Voucher Nusantara (DIVA), one of Kresna Graha Investama’s subsidiaries, is ready to make the first initial public offering (IPO) by trading 30% of its shares to the public. According to plan, the corporate action should be listed effectively on IDX by the end of November 2018.

“The price per share will be announced at the end of October 2018. It is to be effectively listed on IDX by the end of November 2018. We’re doing anchor investor and cornerstone by roadshows in Hong Kong and Singapore,” Suryandy Jahja, Kresna Graha Investama’s Managing Director, told DailySocial.

This corporate action is to provide additional funding of 600 to 800 billion Rupiah for DIVA. It’s for making expansion and to create exponential growth.

In running the business, DIVA focused on digitizing SME’s entrepreneurs with technology using either chatbox or smart outlets. One of the realizations is DIVA’s recent collaboration with Telkomsel for digital cashier solution T-Kiosk.

In Jahja’s opinion, after IPO, the company will prepare for similar corporate action for OONA Indonesia. OONA is targeted to be available in IDX by next year.

“OONA is yet to IPO this year, hopefully, next year,” he said.

Previously, NFC Indonesia has become the second digital company under Kresna to IPO this year. NFC has traded 25% of the latest shares worth Rp1,850 per share. The company obtained fresh funding of Rp308.33 billion from this action, to be utilized for capital fund, digital investment, and HR development.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

DIVA, Anak Usaha Kresna Graha Investama, Segera Lepas 30% Saham Baru di Lantai Bursa

PT Distribusi Voucher Nusantara (DIVA), salah satu anak usaha dari Kresna Graha Investama, siap melangsungkan penawaran umum saham perdana (IPO) dengan melepas 30% saham kepada publik. Bila sesuai rencana, aksi korporasi tersebut akan efektif tercatat di BEI pada akhir November 2018 mendatang.

“Harga per saham akan diumumkan pada akhir Oktober 2018. Rencananya efektif tercatat di bursa akhir November 2018. Sekarang kami masih lakukan anchor investor dan cornerstones dengan roadshow di Hong Kong dan Singapura,” ucap Managing Director Kresna Graha Investama Suryandy Jahja kepada DailySocial.

Diharapkan aksi korporasi ini bisa memberikan tambahan dana segar buat DIVA sebesar 600 sampai 800 miliar Rupiah. Dana tersebut akan digunakan untuk ekspansi perusahaan agar pertumbuhan semakin eksponensial.

Dalam menjalankan bisnisnya, DIVA fokus pada digitalisasi pengusaha UKM dengan teknologi, dengan menggunakan chatbox ataupun smart outlet. Salah satu realisasinya bisa dilihat dari kerja sama antara DIVA dengan Telkomsel baru-baru ini untuk aplikasi solusi kasir digital T-Kiosk.

Menurut Jahja, setelah menggelar IPO, berikutnya perseroan akan mempersiapkan aksi korporasi yang sama untuk OONA Indonesia. OONA direncanakan bakal melantai di BEI pada tahun depan.

“OONA belum tahun ini, hopefully next year,” pungkasnya.

Sebelumnya, NFC Indonesia menjadi perusahaan digital kedua yang ada di bawah Kresna yang melakukan IPO pada tahun ini. NFC melepas 25% saham baru senilai Rp1.850 per lembar saham. Perseroan memperoleh dana segar sebesar Rp308,33 miliar dari aksi ini, yang dipakai untuk modal kerja, investasi digital, dan pengembangan SDM.

Kilas Balik Setahun Startup Teknologi Mulai Melantai di Bursa Efek Indonesia

Perjalanan saat merintis perusahaan memang perlu jatuh bangun, harus warna warni karena tidak selalu berjalan mulus. Ada yang butuh waktu bertahun-tahun ada juga yang dalam waktu cepat langsung melejit. Pelajaran yang pasti dibutuhkan adalah dalam membangun perusahaan butuh talenta terbaik, produk yang konsumen butuhkan, pemasaran tepat, dan tentunya modal yang kuat.

Tercatat menjadi perusahaan terbuka (tbk) di bursa, go public atau juga dikenal IPO (Initial Public Offering) adalah salah satu cara mendapatkan modal. Perusahaan pada umumnya melirik potensi tersebut karena ada kemudahan untuk mendapatkan tambahan dana segar dalam waktu relatif cepat.

Opsi tambah dana segar juga variatif, bisa berutang dengan menerbitkan surat utang atau mengeluarkan saham baru berbentuk rights issue. Kinerja perusahaan terbuka yang mentereng, tentunya akan menarik para investor publik untuk berinvestasi. Cek saja daftar perusahaan yang masuk dalam saham blue chip, seperti BCA, BRI, Bank Mandiri, Telkom, Astra International, Unilever, Indofood, HM Sampoerna, dan lainnya.

Saham blue chip adalah saham yang berada di papan atas dengan angka kapitalisasi pasar yang besar. Umumnya mereka sudah lama tercatat, memiliki kinerja stabil, aset besar, dan telah dikenal secara luas sebagai pemimpin pasar di sektornya.

Agar pasar bursa semakin bergairah, Bursa Efek Indonesia (BEI) dan OJK aktif dalam mendorong perusahaan untuk mencatatkan sahamnya, termasuk startup atau yang diklasifikasikan sebagai perusahaan teknologi. Segala jurus dilakukan untuk menarik para founder startup tertarik agar tercatat sebagai perusahaan terbuka, hingga upaya yang terbaru adalah rencana membuat papan akselerasi.

Sejak geliat startup membahana di Indonesia, termasuk mencuatnya empat perusahaan teknologi yang memperoleh status unicorn, baru ada tiga (menyusul Passpod pada akhir tahun) yang sudah melantai. Mereka adalah Kioson, MCASH, dan NFC telah tercatat di papan pengembangan. Dua perusahaan yang terakhir tergabung dalam grup Kresna Graha Investama.

Kioson memanfaatkan momentum sebagai perusahaan teknologi pertama yang melantai. Sahamnya sudah diperdagangkan sejak 5 Oktober 2017. MCASH menyusul kurang dari sebulan kemudian, pada 1 November 2017, kemudian NFC pada 12 Juli 2018.

Listing Kioson
Kioson memanfaatkan momentum untuk menjadi startup digital pertama yang melantai di BEI / Kioson

Minimnya minat startup, menurut Ekonom Indef Bhima Yudhistira dikaitkan persyaratan yang rumit dan mahal, termasuk biaya valuasi dan audit. Pada dasarnya startup menghindari keterbukaan keuangan secara berlebihan. Ada kekhawatiran publik atau kompetitor bisa mengetahui isi dapur startup, baik dari kondisi keuangan dan strategi manajemen.

“Mereka juga ingin agar intervensi investor dilakukan secara terbatas, misalnya soal pengelolaan operasional diserahkan kepada manajemen yang dipilih oleh si founder. Kalau perusahaan terbuka, pasca IPO harus mau direksinya dipilih oleh publik. Artinya peran founder jadi berkurang,” ujar Bhima kepada DailySocial.

“Sampai valuasinya menyentuh level tertentu, baru [startup] terpikirkan untuk IPO,” sambungnya.

IPO tidak identik dengan exit strategy

Seringkali IPO diasosiasikan sebagai exit strategy buat startup. Selain IPO, exit strategy lainnya yang umum dilakukan adalah merger & akuisisi (M&A), menjual perusahaan, menjadi “cash cow“, atau yang terparah dilikuidasi dan tutup.

Banyak contoh yang telah terjadi di Indonesia tentang exit strategy ini. Yang cukup terkenal adalah merger antara Berniaga.com dan Tokobagus menjadi OLX Indonesia, akuisisi Tiket.com oleh Blibli, atau akuisisi Lazada oleh Alibaba.

Bhima berpendapat IPO adalah exit strategy bagi founder untuk menjual sebagian kepemilikan sahamnya, sementara Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menganggapnya bukan sebagai awal, bukan juga exit, melainkan milestone startup.

Bukan awal karena IPO terjadi setelah perusahaan sudah beroperasi sekian lama. Bukan exit pula karena IPO hanyalah salah satu cara penggalangan dana. Setelah IPO, perusahaan bakal terus berjalan untuk menjadi lebih besar.

“Beda pre-IPO dan post-IPO bagi perusahaan hanya di shareholder-nya. Kalau pre-IPO pemiliknya private, sedangkan post-IPO adalah publik. Sementara bagi investor, IPO memberikan pilihan likuiditas ke investor,” terang Willson.

Bagi tiga perusahaan yang sudah IPO, aksi korporasi ini dianggap sebagai langkah awal untuk jadi lebih besar. Bagi Co-Founder dan CEO Kioson Jasin Halim, IPO merupakan strategi yang sedari awal tidak pernah terlintas saat pertama kali merintis perseroan pada 2015.

Kioson awalnya memperoleh pendanaan dari Mitra Komunikasi Nusantara (MKNT) pada pertengahan tahun lalu untuk tahapan Pra-Seri A. Sempat pula perseroan bertemu dengan investor untuk memulai penggalangan dana mulai dari VC, PE, sampai korporat. Tidak ada satupun yang berjodoh lantaran ada beberapa ketidakcocokan, salah satunya penghitungan valuasi.

Pasca MKNT masuk, lalu Kioson terbantu dengan jaringan yang mereka miliki untuk mempelajari apakah IPO memungkinkan buat startup, apakah ada aturan yang menghambat, dan sebagainya.

“Sebab bisa dibilang, saat itu kami sedang dalam posisi mencari dana segar dalam waktu singkat. Sementara lewat VC itu lama cepatnya di luar kontrol kita. Kebetulan ada momentum pas, belum ada startup yang IPO, regulator mulai gencar dorong startup, pemerintah dorong e-commerce. Itu momentum yang sangat berperan,” terang Jasin.

Managing Director Kresna Graha Investama (KREN) Suryandy Jahja mengamini pendapat Willson. Jahja melihat IPO adalah milestone untuk kesempatan tumbuh lebih besar. Oleh karena itu KREN cukup aktif mendorong anak-anak usaha di bawahnya untuk terdaftar di bursa.

Pencatatan saham perdana MCASH di BEI / MCASH
Pencatatan saham perdana MCASH di BEI / MCASH

Secara rutin pihak KREN melakukan review mana saja yang dianggap siap. Bila ada akan segera didorong. Pertimbangan lainnya juga dilihat dari berbagai metrik. Apakah secara fundamental sudah siap untuk IPO, siap untuk ekspansi, dan yang tak kalah penting ada keinginan untuk tumbuh dengan profil yang bagus.

Ketika sudah terdaftar, ada tanggung jawab yang harus diemban kepada investor institusi maupun ritel. Mereka harus selalu transparan dan menjunjung tinggi tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance / GCG). Kedua hal tersebut kadang terlupakan dan diabaikan pelaku startup.

“KREN tidak sembarangan dalam mendorong anak usahanya untuk listed. Hanya yang sudah siap dan dalam waktu dekat sudah profitable agar mereka punya funding yang kuat. Setiap tiga bulan kami selalu periksa kinerja mereka,” kata Jahja.

“Jadi menurut kita IPO adalah langkah awal untuk perusahaan untuk mulai tumbuh. Kita percaya sekali perusahaan bisa tumbuh lebih cepat karena ada dana segar dari IPO yang bisa langsung dipakai. Kalau perusahaan bagus tapi enggak punya uang untuk ekspansi, masa minta terus ke Kresna,” tambah Jahja yang juga menjadi Direktur di MCASH dan Komisaris Utama di NFC.

Perjalanan pasca IPO

Hari ini Kioson menandai tahun pertamanya tercatat sebagai perusahaan terbuka. Sekadar mengingat kembali, Kioson melepas 150 juta saham atau sekitar 23,07 persen dari total modal ditempatkan dan disetor penuh setelah pelaksanaan IPO. Harga saham Kioson ditawarkan senilai Rp300 saham dan memperoleh dana segar Rp45 miliar. Di awal Oktober ini, kapitalisasi pasar Kioson sudah berada di atas Rp2 triliun.

Jasin mengungkapkan, semenjak IPO yang paling dirasakan adalah visibilitas Kioson semakin meningkat, apalagi menyandang startup digital pertama yang berhasil IPO. Keuntungan tersebut dimanfaatkan untuk bermitra dengan banyak pihak agar kinerja perseroan terus membaik.

Direktur Utama Kioson Jasin Halim / Kioson
Direktur Utama Kioson Jasin Halim / Kioson

Melihat laporan keuangan di Q2 2018, Kioson meraup laba bersih Rp4,8 miliar. Penjualan bersih sebesar Rp1,27 triliun dari periode yang sama di tahun sebelumnya Rp47,7 miliar. Kenaikan selaras dengan total aset perseroan menjadi Rp263,9 miliar atau naik 5,69%.

Penjualan terbesar dikontribusikan dari produk digital Rp1,27 triliun, disusul oleh produk e-commerce Rp5,38 miliar. Meski demikian, beban pokok penjualan juga naik Rp1,25 triliun dari sebelumnya Rp45,75 miliar.

“Makanya kami terus perbaiki performa bisnis Kioson, sebab ini sesuatu yang harus diperhatikan karena pegang mandat dari publik untuk membaguskan perusahaan,” ujar Jasin.

Perseroan makin variatif dalam menghadirkan produk-produknya. Yang terakhir adalah layanan OTA yang bisa dibeli masyarakat lewat agen Kioson dan melakukan top up produk uang elektronik.

“Secara vertikal dan horizontal kami akan terus menghadirkan berbagai produk untuk masyarakat dan semakin menarik buat agen. Kami mau jadi yang terlengkap dengan harga yang terjangkau.”

Sementara MCASH menjual saham baru sebanyak 25% atau setara dengan 216,98 juta saham ke publik dari modal yang disetor penuh. Saat itu saham dijual seharga Rp 1.385 per lembar. Alhasil dana segar yang diterima lebih dari Rp300 miliar. Kapitalisasi MCASH kini menembus angka Rp3 triliun.

“MCASH sejak listed tahun lalu tumbuh dengan persentase yang eksponensial, jauh di atas proyeksi. Revenue tumbuh berkali-kali lipat, profit bagus. Justru sesudah listed, perusahaan jauh lebih kuat dan bagus. Kita bisa dapat peluang bisnis yang banyak, orang-orang banyak kenal kita, padahal sebelum listed peluang tersebut tidak ada,” ujar Jahja.

Berdasarkan kinerja semester I 2018, laba bersih perseroan melesat jadi Rp45,05 miliar padahal di periode yang sama tahun lalu hanya Rp3,79 miliar. Pendapatan menjadi Rp1,83 triliun dari sebelumnya Rp474,86 miliar. Sementara aset tumbuh menjadi Rp745,1 miliar dari akhir 2017 sebesar Rp568,4 miliar.

Distribusi MCASH tersebar di ratusan titik lewat empat kanal penjualan utama: kios digital, jaringan wholesale, kasir, dan app/chatbot. Kios digital berhasil menembus 1.700 unit tersebar di berbagai titik, sedangkan agen digital juga naik menjadi 36 ribu orang.

MCASH menjual berbagai konten digital, mulai dari voucher games, restoran, pulsa & paket data, dan lainnya. Diklaim transaksi harian MCASH pada Juni 2018 sekitar 340 ribu, bahkan pernah tembus 505 ribu transaksi.

Pencatatan saham perdana NFC / NFC
Pencatatan saham perdana NFC / NFC

Untuk NFC, meski baru melantai, perseroan mempublikasikan kinerja per kuartal I 2018. Pendapatan tumbuh 15,8 kali lipat menjadi Rp265,24 miliar secara year-on year, sementara pendapatan bersih tercatat di angka Rp2,54 miliar. Aset tumbuh 233,6% secara year-on-year menjadi Rp77,15 miliar.

NFC menawarkan harga saat hari pertama listed seharga Rp1.850 per lembar. Sebanyak 25% saham baru dilepas dari total saham atau setara 166,67 juta saham. Dari situ, NFC mengantongi dana IPO sebesar Rp308,33 miliar. Sejak listed di 12 Juli 2018, kapitalisasi pasar NFC kini berada di angka Rp1,6 triliun.

NFC bergerak di bisnis digital dengan dua lini bisnis utama, yakni phone credit exchange, yang merupakan platform marketplace pulsa digital, dan layanan streaming TV Oona bersama Telkom.

Jahja mengatakan, “Banyak hal yang sudah terjadi dan akan terus terjadi ke depannya. Setiap direksi dituntut untuk terus berinovasi, kolaborasi, dan fokus pada hasil. Ini akan terus dilakukan pasca IPO.”

Mendapatkan dana segar dari publik dalam waktu sekejap harus dibayar dengan tanggung jawab yang tak kalah besar. Salah satu tanggung jawab yang diemban, seperti dikatakan Jahja, adalah harus selalu transparan dan menjunjung tinggi tata kelola perusahaan yang baik.

Setiap tiga bulan sekali perusahaan terbuka harus menggelar paparan publik mengumumkan soal kinerja, memakai jasa auditor dan konsultan untuk laporan keuangan, dan menyebar informasi ke publik memastikan semua pihak menerima informasi yang sama.

“Punya akses funding yang jelas, pembukuan bisa rutin dilihat, masuk radar internasional, dan setiap hal yang kita kerjakan publik harus tahu karena wajib untuk transparan. Negatifnya menurut saya hampir enggak ada, cuma harus mau lebih repot saja karena harus cerita ke publik. Tapi itu enggak masalah,” kata Jahja.

Ketiga perusahaan menolak untuk memberi tahu rencana terdekat kapan aksi korporasi akan diselenggarakan. Alasannya karena ingin mencegah terjadinya spekulasi pasar.

“MCASH dan NFC belum ada rencana sama sekali untuk rights issue atau lainnya. Kita masih punya banyak cash,” ungkap Jahja.

Jasin menambahkan, “Belum bisa kita bahas sekarang. Lagipula kami tidak ingin sembarang kasih info.”

Pergerakan saham perusahaan teknologi

Infografis profil dan kinerja tiga startup berstatus perusahaan terbuka / DailySocial
Infografis profil dan kinerja tiga startup berstatus perusahaan terbuka / DailySocial

Terasa tanggung apabila kita belum membahas pergerakan saham ketiga perusahaan teknologi ini, meski belum bisa dikatakan adil karena tidak bisa mengangkat dari segi fundamentalnya. Sebab umumnya minimal butuh dua tahun sejak listed untuk melihat secara utuh kinerjanya.

Analisa fundamental itu dimaksudkan agar kita tahu bahwa apakah perusahaan itu memang menguntungkan dan layak untuk dibeli sahamnya. Kendati demikian, masih memungkinkan untuk membahas sekelibat sisi analisis teknikalnya.

Tujuan mempelajari analisis teknikal adalah untuk menentukan kapan harus masuk atau keluar pasar. Technical Analyst Panin Sekuritas William Hartanto membantu  menjelaskan bagaimana prospek ketiga saham ketiga perusahaan saat ini dan ke depannya.

Pertama, pergerakan saham Kioson cenderung menurun, volume perdagangan hampir tidak ada dalam sebulan ini. Hal ini menunjukkan bahwa saham perusahaan ini sedang tidak likuid.

Di sisi lain, MCASH berpotensi menguat secara teknikal. “MCASH masih bagus secara teknikal,” terangnya.

Terakhir untuk NFC terjadi tren menurun. Penurunan ini dianggap lumrah karena NFC baru listed dan kenaikannya pada awal listing sangat “liar”.

“Jadi saat ini harga baru menyesuaikan kondisi yang sebenarnya, memang ada unsur fundamental [penyebab harga saham turun]. Tapi bukan karena fundamentalnya jelek, harga penyesuaian saja.”

Bhima mengamini pendapat William. Saham Kioson sangat fluktuatif berbentuk kurva U terbalik.

“Ini memang ciri khas saham startup yang listing di bursa. Begitu juga NFC dari puncaknya 3.100 (13/7), pasca IPO kini hanya dihargai 2.650 (24/9). Ada koreksi yang signifikan,” terang Bhima.

Menurut Bhima, MCASH dianggap memiliki potensi kenaikan saham yang bagus karena solusi bisnis yang ditawarkannya. Perusahaan mengembangkan kios digital dan menawarkan berbagai produk digital, seperti top up, OTA, dan voucher digital.

“Bisnis startup yang bersinggungan dengan fintech secara umum lebih menggiurkan karena turn over keuntungannya lebih cepat dibandingkan jenis bisnis lainnya.”

Mendorong gairah lewat papan akselerasi

Infografis perbedaan antara Papan Utama, Papan Pengembangan, dan Papan Akselerasi
Ketentuan Papan Utama, Papan Pengembangan, dan Papan Akselerasi / DailySocial

OJK dan BEI terus mendorong agar pasar modal semakin atraktif untuk para investor. BEI merevisi aturan papan akselerasi untuk mempermudah UMKM dan startup digital terdaftar di bursa. Inisiasi ini adalah buah POJK No. 53 dan 54 yang terbit tahun lalu, meliputi pengaturan tentang aset maksimal (net tangible asset).

Papan akselerasi adalah papan pencatatan yang didesain khusus untuk UMKM dan startup digital berdasarkan kriterianya yang berbeda dibandingkan perusahaan pada umumnya. BEI sebelumnya sudah membuat aturan soal papan akselerasi, tetapi kini sudah direvisi dengan mempertimbangkan banyak masukan dari berbagai stakeholder.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menyebut revisi tersebut sudah disampaikan ke OJK. Diharapkan papan ini sudah bisa diberlakukan sebelum tutup tahun ini. Menurut revisi terbaru, BEI banyak memangkas regulasi yang dianggap terbelit-belit dan memakan waktu lama.

Satu di antaranya adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Untuk papan akselerasi, panduan yang digunakan adalah PSAK Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP) yang sifatnya lebih sederhana. Sementara perusahaan di papan utama dan pengembangan menggunakan PSAK umum.

Di papan pengembangan, persyaratan soal standar GCG juga kental. Harus mencantumkan jumlah direksi, komisaris, dan perangkat lainnya. Hal tersebut tidak sesuai dengan karakteristik startup digital.

“Startup itu kan pemula, jadi karakteristiknya mikir bisnisnya dulu, bagaimana validasinya di market dan mempertahankan ide. Boro-boro pada tahap awal sudah mikirin hidup perusahaannya. Sehingga yang diambil adalah PSAK ETAP,” ujar Nyoman.

Berikutnya dari sisi laba usaha yang diperoleh. Sebelumnya untuk papan pengembangan, perusahaan diwajibkan untuk memperoleh laba pada tahun kedua. Di papan akselerasi diputuskan periode yang diperlukan untuk mencapai kondisi laba adalah enam tahun setelah terdaftar.

Persyaratan untuk listed di papan akselerasi juga ditentukan berdasarkan besaran aset, hanya saja untuk metrik ini BEI mengusulkan agar memakai total aset, bukan dari net tangible asset. Pertimbangan ini diambil karena dalam startup itu umumnya lebih banyak memiliki intangible asset (aset tak berwujud) daripada aset fisiknya.

Detail ketentuan Papan Akselerasi
Detail ketentuan Papan Akselerasi / DailySocial

“Dulu itu kita masih coba bangun ekosistem untuk perusahaan yang established dulu untuk listed. Sekarang startup digital yang ke depannya kita lihat akan jadi penggerak ekonomi negara. Makanya sekarang kita pakai jargon ‘Pasar Modal untuk Semua’.”

Selain memberi kemudahan untuk startup bisa listed, tak lupa peraturan baru menyiapkan perlindungan untuk para investor. Pemberitahuan kepada investor sebelum menggelar IPO harus menyebutkan bahwa penawaran saham ini disesuaikan dengan POJK No. 53 dan 54 tahun 2017 dan dicatatkan dalam papan akselerasi. Ini menandakan bahwa perusahaan tersebut adalah UMKM dan startup digital.

Berikutnya bakal ada kode ticker khusus yang bakal disematkan di calon perusahaan terdaftar. Umumnya kode ticker terdiri atas empat huruf. Dua langkah tersebut diharapkan jadi penunjuk perlindungan investor, juga memastikan saham yang diperdagangkan tetap likuid.

“Investor pun akan kita ubah paradigmanya agar paham bahwa karakteristiknya ini beda dengan perusahaan pada umumnya yang tercatat di papan utama dan pengembangan. Cara melihat prospeknya bukan dari segi fundamentalnya, tapi dari ekspektasi terhadap prospek masa depan.”

Nyoman berharap papan akselerasi ini akan mempermudah opsi pencarian dana segar buat UKM dan startup digital dari pasar modal. Mereka juga tidak menutup potensi menarik perusahaan teknologi yang sudah menyandang status unicorn untuk merealisasikan langkah IPO.

“Tentunya yang kecil [UKM] saja bisa [lewat papan akselerasi], apalagi Go-Jek [untuk IPO].”

Willson memberikan apresiasi terhadap rencana BEI ini. Ia mengatakan, kalau hal ini berhasil, Indonesia akan jauh lebih progresif ketimbang negara lain di Asia Tenggara.

“BEI juga perlu membuat tim konsultasi khusus untuk IPO. Biaya yang besar untuk IPO biasanya ada di konsultasi keuangan, hukum, dan audit. Kalau ketiga komponen tadi diberi bantuan oleh pemerintah, maka cost-nya bisa jauh lebih murah,” tambah Bhima.

Mengambil keputusan untuk terdaftar di bursa memang pada akhirnya kembali ke masing-masing pemimpin perusahaan. Memilih terdaftar memerlukan banyak pertimbangan dan persiapan. Setelah IPO pun ada kewajiban yang perlu penuhi secara rutin sebagai bagian dari GCG.

Meskipun demikian, di balik kerumitan tersebut ada kelebihan yang didapat, perusahaan jadi lebih mudah dikenal. Visibilitas meningkat berkali-kali lipat, memancing terjadinya kolaborasi bisnis dengan berbagai pihak.

Investor dari luar negeri dapat dengan mudah mencari perusahaan di portal Bloomberg. Cukup mengetikkan kode ticker sebelum memutuskan membeli saham perusahaan terbuka ini.

Jadi siap besar karena IPO atau tunggu besar dulu baru IPO?

MCASH dan Pos Indonesia Kolaborasi Perluas Distribusi Produk Digital

MCASH dan Pos Indonesia mengumumkan kesepakatan kerja sama sinergi digital untuk pengadaan multi biller Pospay dan layanan loker digital M Box Pos. Dua kerja sama tersebut diharapkan dapat perkuat jaringan distribusi dan infrastruktur logistik seiring dengan pertumbuhan kebutuhan masyarakat Indonesia atas kebutuhan produk digital.

Multi biller Pospay adalah layanan pembayaran digital Pos Indonesia. Pospay akan menyalurkan lebih dari 300 varian biller produk PPOB termasuk pembayaran tagihan PDAM, PBB melalui saluran distribusi MCASH.

Begitupun berbagai produk digital yang dimiliki MCASH seperti voucher games, voucher restoran, pulsa & paket data, dan produk lainnya akan didistribusikan melalui Pospay yang telah menjangkau lebih dari 4.800 Kantor Pos dan 40 ribu agen pos di seluruh Indonesia.

“Perpaduan antara Pos yang jaringan fisiknya terluas dengan teknologi dari MCASH, dapat membantu kami dalam mewujudkan visi Pos sebagai pionir untuk inklusi keuangan dan backbone e-commerce,” ucap Direktur Jaringan dan Layanan Keuangan Pos Indonesia Ihwan Sutardiyanta, Senin (3/9).

Selain kerja sama multi biller Pospay, MCASH dan Pos Indonesia menghadirkan layanan digital locker M Box POS sebagai inovasi yang menghadirkan layanan pengiriman barang/drop off & pick up delivery service, penitipan barang (deposit box), dan e-commerce.

MCASH berperan sebagai penyedia perangkat keras dan perangkat luna, serta jaringan penempatan M Box POS di berbagai lokasi yang akan dikembangkan oleh MCASH. Sedangkan Pos Indonesia berperan sebagai enabler e-commerce dalam bidang logistik sebagai perusahaan dengan infrastruktur logistik. Pos Indonesia juga akan menempatkan M Box POS dalam jaringan kantor Pos.

“Melalui M Box POS kami ingin turut berperan dalam mengembankan infrastruktur logistik di Indonesia dengan menghadirkan berbagai inovasi dan kemudahan tersebut. Pelanggan dapat menikmati fitur-fitur M Box POS yang tersedia di jaringan supermarket dan gedung perkantoran di Jakarta, nantinya akan berkembang ke luar Jakarta,” tambah Direktur MCASH Suryandy Jahja.

NFC Indonesia dan M Cash Berinvestasi ke Perusahaan Iklan Digital DMS

NFC Indonesia dan M Cash mengumumkan investasi ke perusahaan periklanan digital berbasis cloud PT Digital Marketing Solution (DMS) dengan masing-masing mendapatkan kepemilikan saham sebesar 30% dan 5%. Investasi ini adalah langkah strategis pertama NFC Indonesia selepas IPO sebagai bagian strategi memperkaya pertukaran iklan digitalnya. Bagi M Cash, investasi ini untuk memperluas jangkauan distribusi digitalnya di Indonesia.

DMS merupakan perusahaan yang memberdayakan teknologi artificial intelligence untuk memberikan solusi lengkap, dengan memadukan kanal komunikasi online dan offline. DMS saat ini sudah mencakup lebih dari 4000 titik di 19 kota yang tersebar di Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan hingga Sulawesi, dengan klien ritel seperti Grup Djarum, Indomaret, Circle-K, The Body Shop Indonesia, dan Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Direktur DMS Budiasto Kusuma menjelaskan bahwa kolaborasi strategis dengan NFC Indonesia dan M Cash akan memperluas jaringan untuk menjangkau lebih banyak khalayak, tidak hanya melalui saluran ritel tetapi juga melalui saluran distribusi digital yang dimiliki NFC Indonesia dan M Cash.

“Kami mengeksploitasi teknologi distribusi melalui cloud untuk mengelola layanan iklan tanpa [konsumen] perlu pergi ke masing-masing tempat beriklan lagi. Dilengkapi dengan analisis kamera pintar, aplikasi berbasis mobile, dan artificial intelligence kami dapat mengirimkan iklan yang sesuai dengan pengguna yang ditargetkan,” terang Budiasto.

Presiden Director NFC Indonesia Abraham Theofilus dalam keterangan resminya menyambut gembira investasi ini. NFC dan DMS akan bersinergi untuk bersama-sama memperkuat akuisisi pelanggan. NFC Indonesia akan membantu DMS mendapatkan exposure penuh dari ekosistem periklanan yang dibangun, sedangkan DMS akan membantu menambah penawaran platform iklannya bagi pelanggan komersial.

Sementara itu Direktur M Cash Suryandy Jahja menambahkan, pihaknya tahun ini akan memulai bisnis periklanan melalui kios digitalnya.

“Tahun ini M Cash akan memulai bisnis periklanan melalui kios digitalnya. Kami berencana untuk memasang layar TV tambahan di atas mesin, lebih jauh lagi, di (mesin) kiosk layar monitor dan body yang akan berfungsi sebagai jalan iklan kami sehingga menambah aliran pendapatan baru. Di sinilah keahlian DMS dalam teknologi iklan digital berbasis cloud akan menjadi nilai tambah yang bagus untuk bisnis M Cash,” ujar Suryandy.

Rencana Platform E-Wallet MatchMove Pasca Diakuisisi Kresna Graha dan M Cash

Perusahaan dompet elektronik MatchMove Indonesia (MMI) mengungkapkan sejumlah rencana agresif pasca masuknya Kresna Graha Investama dan M Cash Indonesia sebagai pemegang saham yang memiliki kepemilikan masing-masing sebesar 14,81%. Mulai dari kemitraan strategis dengan BRI, M Cash, DAM, e-mas, Collega, Ayopop, Harga Hot, dan lainnya.

Selain bermitra dengan berbagai perusahaan, MatchMove juga akan mengikuti jejak M Cash melantai tahun depan.

Komitmen serius tersebut dibuktikan dengan menjadikan Indonesia sebagai pusat bisnis MatchMove. Untuk kebutuhan mengembangkan produk, riset dan pengembangan (R&D), operasional, dan lainnya.

Soft launch dengan BRI akan diumumkan pada akhir tahun ini. Nasabah BRI dapat menggunakan kartunya di luar negeri. Di luar itu, kami juga mempersiapkan rencana IPO untuk MatchMove pada tahun depan,” terang Managing Director Kresna Graha Suryandy Jahja, Senin (20/11).

Khusus dengan BRI, MatchMove akan menjadi menjadi penyedia teknologi untuk dompet elektronik perseroan. Kemudian, co-branding untuk berbagai fitur seperti P2P transfer, top up dari banyak channel, pilihan pembayaran terbuka atau tertutup, reward, dan promosi.

Sementara dengan M Cash, MatchMove akan menyediakan produk on demand bank account, on boarding dan e-KYC dari kios, deposit dan collect cash, top up dan pembayaran tagihan.

“Kalau maskapai penerbangan kan ada berbagai merek. Tapi yang buat pesawat sendiri ada Boeing dan Airbus. Nah kami menjadi Boeing dan Airbus. Orang-orang tinggal pakai saja, daripada bangun sendiri butuh waktu lama.”

Menurut Jahja, yang terpenting dari sini adalah konektivitasnya. Pengguna kartu bisa lintas negara dengan kartunya sendiri. Pasalnya, MatchMove telah bermitra dengan MasterCard.

Dia mencontohkan, saat ini untuk belanja online di platform e-commerce seperti Amazon, nasabah tidak bisa menggunakan pembayaran lewat platform e-wallet lokal yang beredar saat ini. Namun dengan MatchMove, transaksi tersebut dapat dilakukan.

Dari segi jaminan keamanan pun sudah dijamin karena ada dukungan sistem keamanan yang tinggi digunakan MasterCard. Sementara, untuk perizinan yang diperlukan Bank Indonesia, Jahja mengaku masih diurus.

Pihaknya meyakini proses akan berjalan cepat karena telah ada kerja sama dengan pihak perbankan dan sistem pembayaran internasional dari MasterCard.

Bekal jaringan global yang dibangun MatchMove dianggap menjadi nilai lebih bagi seluruh pihak terkait. MMI juga diuntungkan dengan infrastruktur digital dan ekosistem milik Kresna, termasuk lebih dari 9 juta pengguna demi mempercepat penetrasi MMI ke pasar Indonesia.

Sementara bagi M Cash, kehadiran MatchMove memberi keuntungan adanya kepastian kehadiran produk yang terus berkelanjutan di masa mendatang. Kini setiap produk yang dihadirkan MatchMove akan hadir dalam kios digital M Cash.

“M Cash itu distribution channel. Apapun produk yang dikeluarkan MatchMove, akan didistribusikan ke seluruh jaringan kami. Rencananya sampai akhir tahun ini ada 1000 titik dan tahun depan ada 5 ribu titik,” ucap Direktur Utama M Cash Marthin Suharlie.

Belum kantungi persetujuan dari BKPM

Kendati sudah berbadan hukum resmi, PT MMI belum memiliki persetujuan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan instansi terkait lainnya. Mengingat MMI adalah perusahaan patungan antara perusahaan lokal terbuka dengan asing, Jahja memastikan dalam sebulan ini persetujuan sudah bisa diperoleh dari BKPM.

“Kita masih menunggu persetujuan dari BKPM karena ada beberapa hal yang kita jaga, mengingat Kresna Graha dan M Cash adalah perusahaan publik. Jadi segala sesuatu yang kita sampaikan ke publik akan ditanya. Harusnya bulan ini [November] selesai.”

Secara global, pemegang saham mayoritas MMP adalah Vickers Venture Partners, yang di dalamnya terdapat Kresna Graha sebagai salah satu pemegang sahamnya. Untuk memiliki langsung saham MMP, Kresna Graha dan M Cash masuk melalui anak usaha patungan MMP di Indonesia dengan nama badan hukum PT MatchMove Indonesia (MMI).

MatchMove Pay (MMP) merupakan perusahaan platform-as-a-service (PaaS) berbasis berbasis di Singapura yang sudah berdiri sejak 2009. Perusahaan ini menyediakan solusi pembayaran secara end-to-end membantu bisnis memiliki fitur dompet elektronik dalam layanannya.

Pemilik aplikasi memiliki fleksibilitas untuk menawarkan fully branded dan secure mobile banking wallet solution, seperti P2P transfer, remitansi, top up channel, virtual payment cards, loyalty points, dan rewards.

Dalam cakupan operasional bisnis, MMP telah beroperasi di India, Filipina, Amerika Serikat, Chili, dan Vietnam. Setelah Indonesia, perusahaan akan berekspansi ke Malaysia, Brazil, UAE, Afrika Selatan, dan Australia.

Beberapa perusahaan global yang sudah menggunakan layanan MMP adalah GlobalRoam (Singapura), Paul Fincap (India), Ongo (India), Bonfleet (India), VTC (Vietnam), dan BlackHawk Network (Singapura)

Pasca Bookbuilding, M Cash Patok Harga Saham Rp1.385 per Lembar

Setelah menggelar proses bookbuilding lebih dari sepekan lalu (6/10), M Cash menutup harga saham per lembarnya seharga Rp1.385, naik tipis dari harga penawaran awal dengan kisaran Rp1.300 sampai Rp1.450. Dengan demikian, perusahaan akan meraup dana segar sebanyak Rp300 miliar dari aksi korporasi ini, setelah melepas 25% saham baru atau setara 216 juta saham.

Dikutip dari DealStreetAsia, M Cash juga mendapat komitmen dari berbagai perusahaan swasta sebagai anchor investor. Beberapa nama di antaranya PAG Asia Capital dan Maybank Asset Management. Selain itu, ada sekitar 15 perusahaan aset manajemen lokal yang turut berpartisipasi, di tambah beberapa perusahaan keluarga dari Singapura dengan nama yang dirahasiakan.

“Beberapa nama besar lainnya ada yang ikut berpartisipasi, kebanyakan berasal dari Hong Kong, Singapura, Amerika Serikat, Australia dan Indonesia. Namun tidak dapat diungkapkan karena ada compliance-nya,” terang Direktur M Cash sekaligus Managing Director Kresna Investama Suryandy Jahja.

Sesuai dengan rencana, M Cash akan menerima pernyataan efektif dari OJK pada 20 Oktober. Kemudian, periode penawaran akan dijadwalkan pada 24-26 Oktober. Saham M Cash akan resmi dicatatkan di BEI pada 31 Oktober.

Founder Kresna Graha Investama Michael Steven menuturkan aksi IPO yang dilakukan M Cash adalah bagian rencana awal dari perusahaan. Kresna Graha berencana untuk mendorong tiga anak usaha yang lainnya untuk masuk ke bursa pada tahun depan.

“Akan ada lagi yang bakal IPO. Kami mencoba dorong perusahaan asuransi kami untuk go public tahun depan, bersama dengan satu atau dua anak perusahaan Kresna lainnya,” pungkas Michael.

Menjelang IPO, M Cash Tawarkan Saham Seharga Rp1.300-Rp1.450 per Lembar

Menjelang rencanago public“, startup penyedia mesin kios digital PT M Cash Integrasi (MCI) siap melepas 25% saham baru atau sebanyak 216 juta lembar saham baru, seharga Rp1.300-Rp1.450 per saham. Diharapkan dari rencana tersebut, M Cash dapat memperoleh dana segar untuk kebutuhan ekspansi sekitar Rp280 miliar-Rp315 miliar.

Perusahaan pun telah mendapatkan komitmen yang kuat dari anchor investor untuk bertindak sebagai pembeli siaga (standby buyer), setelah melakukan roadshow pada beberapa waktu lalu. Kebanyakan dari mereka berasal dari perusahaan asing yang berlokasi di Hong Kong, Singapura, Australia, Inggris, dan Amerika Serikat.

Managing Director Kresna Graha Suryandy Jahja mengungkapkan pihaknya sempat mengalami kelebihan permintaan (oversubscribed) hingga 7 kali saat anchor book building. Dia mengklaim hal ini terjadi karena minat investor yang sangat tinggi dan keyakinan mereka yang positif terhadap prospek perusahaan teknologi di Indonesia.

“[Anchor investor] ada yang dari lokal dan asing. Namun yang asing lebih banyak, minat mereka lebih tinggi. Mungkin karena keyakinannya yang tinggi dengan prospek perusahaan teknologi di Indonesia,” katanya kepada DailySocial.

Rencananya M Cash beserta salah satu pemegang sahamnya Kresna Graha Investama akan menyelenggarakan paparan publik pada 5 Oktober 2017. Pada tanggal tersebut, perusahaan akan membuka book building untuk investor lainnya, di luar anchor investor.

Adapun periode booking untuk para anchor investor itu sendiri telah ditutup pada Rabu (27/9) lalu. Setelah itu, M Cash akan menyelenggarakan pencatatan perdana (listing) pada akhir bulan ini.

“Kita baru dapet info, kalau bisa akhir bulan ini, tanggal 31 Oktober, sudah listed.”

Anchor investor adalah investor dari institusi besar, seperti wealth fund, mutual fund, dan dana pensiun, yang diundang untuk membeli saham menjelang IPO. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan popularitas saham tersebut dan memberikan kepercayaan kepada calon investor potensial.

M Cash memiliki produk utama kios digital yang dikembangkan secara mandiri sejak 2010. Mesin dapat digunakan pengguna untuk bertransaksi produk digital, seperti pulsa, tiket konser, token listrik, dan membayar tagihan. Pengguna juga dapat membeli kartu SIM dan uang elektronik.

Kios digital M Cash sementara ini bisa ditemukan di beberapa gerai Fresh Market dan Ranch Market yang berlokasi di Jakarta dan Bekasi. Ke depannya perangkat ini akan hadir di Hero, Hypermart, dan beberapa merek ritel minimarket lokal. Ditargetkan sampai akhir tahun mereka dapat menempatkan 1.000 outlet kios di seluruh Indonesia.

Kios Digital M Cash Segera “Go Public” Awal November 2017, Lepas 25% Saham Baru

PT M Cash Integrasi (MCI), perusahaan penyedia kios digital, diungkapkan akan segera melantai di Bursa Efek Indonesia. Rencananya aksi korporasi tersebut akan berlangsung pada awal November 2017 dengan melepas 25% saham baru ke publik. M Cash akan menjadi startup teknologi kedua yang go public setelah Kioson.

“Tahun ini ada dua perusahaan startup yang melantai, Kioson dan M Cash. Kioson sudah [paparan publik], menyusul M Cash. Mengingat aturan IPO untuk startup belum ada, jadi mereka berdua akan listed dengan mengacu pada aturan lama dan tercatat dengan sektor usaha ritel,” terang Direktur Penilai Perusahaan Bursa Efek Indonesia Samsul Hidayat, Senin (11/9).

Samsul melanjutkan kedua perusahaan ini tercatat sebagai perusahaan ritel lantaran bisnisnya sebagai penyedia sarana transaksi ritel yang berbentuk digital. Barang-barang yang dijual lebih mengarah untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari, seperti pulsa, token listrik, dan lainnya.

Mereka tidak tergolong perusahaan teknologi karena penentuan bidang usaha di bursa, bila mengacu pada aturan yang berlaku saat ini, dilihat dari sumber pendapatannya yang terbesar.

“Nah, pendapatan terbesar mereka dari sektor ritel. Sejauh ini M Cash sudah selesai melakukan perjanjian pencatatan di kami, kira-kira prosesnya sudah 40%. Tinggal proses review lagi.”

Secara terpisah, saat dihubungi DailySocial, Managing Director Kresna Graha Investama Suryandy Jahja membenarkan pernyataan Samsul. Rencana IPO untuk M Cash tetap berjalan seperti rencana awal, akan terdaftar di BEI pada awal November 2017 mendatang.

Kresna Graha merupakan salah satu pemegang saham di M Cash dengan kepemilikan saham sebesar 17,6%.

Dia mengungkapkan saat ini M Cash sedang mempersiapkan tahapan penawaran awal (book building). Saham baru yang akan dilepas sebanyak 25%, dengan target dana yang akan didapat sebanyak Rp300 miliar, lebih banyak dari prediksi awal Rp250 miliar. Namun harga saham M Cash per lembarnya masih dirahasiakan.

Menurut Suryandy, penggunaan dana yang didapat dari hasil IPO akan digunakan untuk modal kerja sekitar 60%, belanja modal 30%, dan sisanya untuk kebutuhan lainnya.

“Rencana masih seperti semula, tidak ada yang berubah. IPO awal November dan pubex (public expose) awal Oktober. Sekarang lagi anchors book building,” terang Suryandy.

Secara kondisi keuangan, sambungnya, diklaim M Cash sudah tergolong perusahaan yang sehat dan sudah mencetak laba. Hanya saja, besaran angkanya tidak disebutkan Suryandy.

“Sudah laba, seharusnya [setelah IPO] sudah big growth [pertumbuhan laba] ke depannya.”

M Cash memiliki produk utama kios digital yang dikembangkan secara mandiri sejak 2010. Mesin dapat digunakan pengguna untuk bertransaksi produk digital, seperti pulsa, tiket konser, token listrik, dan membayar tagihan. Pengguna juga dapat membeli kartu SIM dan uang elektronik.

Kios digital M Cash sementara ini bisa ditemukan di beberapa gerai Fresh Market dan Ranch Market berlokasi di Jakarta dan Bekasi. Ke depannya perangkat ini akan hadir di Hero, Hypermart, dan beberapa merek ritel minimarket lokal. Ditargetkan sampai akhir tahun mereka dapat menempatkan 1.000 outlet kios di seluruh Indonesia.

Rencana Kios Digital M Cash Pasca Diakuisisi Kresna Graha

Beberapa hari yang lalu, Kresna Graha Investama dalam keterbukaan informasi mengumumkan aksi korporasi lewat akuisisi 17,6% saham perusahaan kios digital PT M Cash Integrasi (MCI) dengan nilai transaksi yang tidak disebutkan. Lewat aksi tersebut, MCI siap melancarkan sejumlah rencana ekspansif sepanjang tahun ini diantaranya memiliki 1.000 outlet kios digital dan melantai di bursa.

Sekadar informasi, MCI adalah perusahaan distribusi digital dengan produk utama kios yang didirikan sejak 2010. Kios digital yang kembangkan secara mandiri oleh MCI memungkinkan pengguna dapat bertransaksi produk digital mulai dari pulsa, tiket konser, token listrik, pembayaran tagihan.

Tak hanya itu, pengguna dapat membeli kartu SIM dari empat provider dan kartu e-money. Diklaim saat ini MCI sudah bermitra dengan lebih dari 200 diler.

Saat dihubungi DailySocial, CEO MCI Martin Suharlie mengatakan dengan resminya Kresna Graha masuk ke perusahaan diharapkan dapat memperlancar sejumlah rencana perusahaan yang akan direalisasikan pada tahun ini. Perusahaan menargetkan dapat menempatkan 1.000 outlet kios di seluruh Indonesia lewat kemitraan dengan perusahaan ritel modern.

Sementara ini kios digital MCI bisa ditemukan di beberapa gerai Fresh Market dan Ranch Market yang berlokasi di Jakarta dan Bekasi. Ke depannya, kios digital akan segera hadir di gerai Hero, Hypermart, beberapa merek ritel minimarket lokal di Bali, pinggiran Jakarta, dan lainnya.

“Penjualan produk jasa adalah tulang punggung bisnis MCI, kini kami menambah fitur yang lebih bersifat fisik seperti menyediakan starter pack kartu SIM. Itu demand-nya tinggi karena dibutuhkan oleh para turis. Kami juga akan terus mengembangkan teknologi dan fitur lainnya pasca masuknya Kresna Graha,” kata Martin.

Lewat ekspansi ini, perusahaan berharap dapat mengantongi pendapatan dengan kisaran Rp600 miliar sampai Rp700 miliar dari posisi di 2016 sebesar Rp490 miliar. Dengan perolehan pendapatan tersebut, dapat mempermulus jalan MCI yang ingin melantai di bursa pada Oktober 2017 mendatang. Hanya saja, besaran saham yang akan dilepas masih ditutup rapat-rapat oleh perusahaan.

“Ya kami menargetkan pada Oktober ini sudah IPO.”

Martin berharap, dari seluruh rencana ini dapat menggiring perusahaan jadi pemain utama di bidang distribusi digital di Indonesia.

Alasan Kresna Graha berinvestasi di MCI

Managing Director Kresna Graha Investama Suryandy Jahja mengungkapkan alasan pihaknya mengakuisisi MCI karena perusahaan ingin melengkapi saluran distribusi. Sehingga dapat mempertajam penetrasi pasar dari produk digital yang sudah dimiliki Kresna Graha, mulai dari saluran online hingga offline, modern hingga tradisional, dan seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Bertambahnya MCI dalam portofoli perusahaan, memungkinkan terjadinya kolaborasi baru yang dihadirkan. Beberapa produk yang tersedia dalam Kresna di antaranya Mandiri e-cash (termasuk Line Pay e-cash) dan Padipay sebagai alternatif pembayaran non tunai; Padiciti untuk pemesanan online kereta, pesawat, dan hotel; DominoPOS untuk direktori mal dan promosinya; serta Kesupermarket untuk flash grocery shopping.

“Dengan ini kami percaya MCI akan membawa nilai komersial yang sangat besar dan menghasilkan dampak finansial yang instan bagi kinerja bisnis Kresna,” kata Jahja.

Keputusan Kresna untuk membeli saham MCI juga didukung laporan dari Wellesley, BBC Research berbasis di Massachusetts. Dalam laporan tersebut menyebutkan prediksi pasar dunia untuk teknologi swalayan (self-service) akan mencapai US$59,2 juta pada 2017 dan CAGR tumbuh 8,9% pada lima tahun mendatang jadi US$83,5 miliar di 2021.

Untuk pasar kios, yang merupakan segmen dengan pertumbuhan tertinggi, diperkirakan akan mencapai US$9 miliar pada tahun ini dan tumbuh jadi US$17,2 miliar di 2021.

Laporan lainnya dari Harvard Business Review mengungkapkan bahwa kios-kios swalayan dari toko ritel modern telah membuat kocek para konsumen jauh lebih banyak.

“Kami percaya Indonesia akan mengikuti tren ini juga dan kami ingin menjadi yang terdepan di dalam transformasi gaya hidup digital tersebut,” pungkas Jahja.