Empat Pelajaran Seputar Membangun Bisnis “Smart Logistics”

Smart logistics tidak sesederhana kedengarannya. Bagi CEO Iruna Yan Hendry Jauwena, smart logistics tidak sebatas membangun bisnis berbasis teknologi, tetapi juga perlunya kolaborasi dengan pemain industri existing di ekosistem.

Ini dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan sejumlah tantangan di industri logistik Indonesia. Yan menyebutkan bisnis logistik di Indonesia terbentur mahalnya biaya. Ia mencatat biaya logistik di Indonesia mencapai 14 persen dari biaya produksi dan 25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Komponen biaya termahal terletak pada transportasi, yakni Rp 1.092 triliun. Kemudian, biaya pergudangan yang mencapai Rp 546 triliun. Ia menilai sulit untuk menekan biaya moda transportasi mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan.

Bagaimana smart logistics dapat menciptakan bisnis yang lebih sustain dan efisien di masa depan? Pada sesi #SelasaStartup kali ini, Yan berbagi ragam informasi inspiratif seputar bisnis smart logistics berdasarkan pengalamannya membangun Iruna.

Simak selengkapnya berikut ini:

Menantang kebiasaan dengan perubahan

Sebelum smartphone menjadi populer, orang-orang belum berpikir tentang bisnis berbasis mobile. Siapa yang pernah menyangka e-commerce telah menjadi fenomena bisnis menjanjikan di Indonesia?

Kini ada banyak marketplace yang menawarkan promo ongkos kirim gratis hingga pengiriman di hari yang sama. Yan menganggap kondisi di atas terjadi karena konsumen ingin barangnya cepat sampai.

Menurutnya, konsumen e-commerce terlalu dimanjakan dengan model bisnis di atas tanpa memikirkan dampak yang akan dirasakan oleh industri logistik di masa depan. Untuk beradaptasi di era yang serba cepat, bisnis logistik dinilai perlu berbenah.

“Kebiasan konsumen mendorong sektor logistik untuk berubah [model bisnis]. Ketika pasar bergerak cepat dan sulit diprediksi, di situlah teknologi masuk untuk mengatasi unpredictability. Tujuannya supaya bisa mengatur kecepatan, pesanan bisa disiapkan kapasitasnya, jadi tidak ada barang mangkrak,” jelasnya.

Dinamika konsumen menjadi pemacu bagi pemain logistik untuk dapat memodifikasi model bisnis yang mengutamakan pada kecepatan. Menurut Yan, tidak ada ruginya mencoba karena pasar e-commerce akan selalu meningkat di Indonesia.

Teknologi dan kolaborasi menjadi kunci

Bagaimana menciptakan sebuah model bisnis baru yang lebih efisien dan sustain? Jawabannya adalah menggabungkan teknologi dan kolaborasi. Tentu akan ada banyak pertanyaan muncul tentang bagaimana mengeksekusi keduanya ?

Yan berujar bahwa siapapun bisa menciptakan bisnis logistik yang lebih cerdas dengan melibatkan teknologi, baik itu startup maupun pemain existing dengan model bisnis konvesional. Bahkan keduanya dapat saling berkolaborasi.

“Yang berkecimpung lama dan punya infrastruktur, belum tentu punya teknologinya. Sebaliknya, yang punya teknologinya belum tentu ada kemampuan untuk bangun infrastruktur, investasi besar di pergudangan. Kenapa tidak dikolaborasikan? Teknologi bisa menjahit semuanya,” ungkap Yan.

Mobilitas pergudangan

Yan berujar bahwa teknologi mampu mentransformasikan infrastruktur menjadi lebih efisien dan dinamis. Ia mencontohkan pergudangan dapat berubah model menjadi gudang bergerak.

“Istilahnya slow moving to fast moving karena mengandakan teknologi untuk sistem dan track. Gudang tidak lagi berisi rak-rak tinggi, tetapi juga rak rendah yang dapat digunakan untuk barang yang diambil cepat atau siap dipesan kapapun, tidak perlu dicari. Kalau perlu barang bisa dipesan sebelum ada atau dibuat,” ujarnya.

Menurutnya, proses yang lambat meski akurat juga tidak berarti sama baiknya karena hal tersebut bukanlah menjadi sebuah nilai yang layak ditawarkan ke pasar.

Yang dicapai dengan smart logistics

Teknologi dinilai menjadi kekuatan baru bagi bisnis logistik yang efisien dan sustainable. Ditambah, teknologi dapat menciptakan solusi yang dapat meningkatkan service level kepada konsumen.

Dari pengalamannya membangun Iruna, Yan berujar bahwa smart logistics dapat menciptakan beragam solusi aplikatif, seperti fulfillment center untuk memfasilitasi e-commerce.

Selain itu, teknologi mempermudah kita untuk mengecek proses pengiriman secara real time. Yan menilai bahwa ujung tombak smart logistic adalah efisiensi tanpa perlu menghambur-hamburkan sumber daya manusia (SDM).

“Tanpa sistem integrasi, sorting-nya masih dilakukan manusia. Pengirimannya bisa unpredictable. Ini mengapa kita coba bangun smart logistics. Kita coba pecahkan masalah agar ada proper inventory management. Dengan sistem, kita tahu order mana yang harus disiapkan dengan cepat dan akurat, bisa bagi prioritas dengan tepat ke mitra pengiriman,” paparnya.

Ramai Beradu Teknologi Realisasikan “Smart Logistics”

Sekitar tiga tahun lalu, saya berkesempatan mewawancarai mantan petinggi sebuah situs e-commerce raksasa. Dia menanyakan suatu hal kepada saya, apakah saya pernah belanja di tempatnya? Berapa lama pengirimannya? dan pertanyaan berkaitan lainnya.

Saya pun menjawabnya sambil mengira-ngira. Seingat saya pesanan sampai di tujuan dua hari setelah pembayaran dilakukan.

Ia kemudian mengernyitkan dahi dan bergumam, “Hmm, itu masih cukup lama. Lokasi tokonya di Jakarta juga kan ya?”

Saya menjawab, “Sepertinya begitu. Oh, itu masih kurang cepat ya? Padahal saya sudah [merasa] puas.”

“Itu masih kurang cepat karena pengiriman dalam kota,” ungkapnya. Kami melalui intermezzo tersebut dan melanjutkan wawancara.

Bagi konsumen, semakin cepat barang sampai di tangan akan semakin baik pengalamannya, termasuk menggiring mereka jadi loyal terhadap suatu brand.

Di balik segudang masalah yang Indonesia miliki, hal inilah yang membuat industri logistik belakangan jadi seksi untuk diseriusi. Industri ini turut berpengaruh besar ke ekosistem e-commerce namun inovasinya cenderung lamban.

Menurut Kemenhub, biaya logistik di Indonesia sekitar 29% dari total PDB di 2018, lebih besar dibanding angka 24% di tahun 2016. Data Bank Dunia di tahun yang sama memperlihatkan, Indonesia ada di posisi ke-63 dari 160 negara untuk indeks performa logistik.

Belakangan ini mulai ramai konsep smart logistics sebagai upaya modernisasi cara kerja logistik dengan teknologi. Tujuannya agar dapat menekan ongkos operasional dan pelayanan untuk konsumen tetap prima.

Di Tiongkok, konsep ini sudah lebih dahulu diterapkan. Menurut laporan JustLogsIt dan Bank of China di tahun 2016, Negeri Tirai Bambu tersebut berhasil menurunkan ongkos logistik selama satu dekade terakhir. Pada 2015, rasionya terhadap PDB adalah 16%.

Ongkos ini dipengaruhi tiga hal, yaitu biaya transportasi, pergudangan, dan manajemen yang di dalamnya mencakup soal upah.

Pengembangan smart logistics di Tiongkok dipicu buruknya kualitas gudang dan distribusi di negara tersebut, yang mendorong perusahaan e-commerce, seperti Alibaba (lewat Cainiao Network) dan JD.com (lewat JX), untuk mengoperasikan sistem logistik secara mandiri.

Sampai akhir 2015, sebanyak enam pemain ritel online telah membangun 49 logistics hubs, 200 regional distribution centers, dan 1.000 sub distribution centers. Alibaba memiliki penetrasi pasar 60% untuk pengiriman kurir instan, sementara JD.com 26,4% pada 2015.

Untuk mendorong efisiensi, pemerintah Tiongkok merilis peta jalan “Long Term Plan of China Logistics Industry Development” (2014-2020) yang merintis pengembangan konsep sistem logistik modern untuk mencapai pertumbuhan tahunan 8% dari industri logistik, dengan proporsi 7,5% terhadap PDB di 2020.

Pemahaman smart logistics

Berkaca dari fakta yang terjadi dan roadmap pemerintah Tiongkok, smart logistics bertujuan meningkatkan efisiensi industri logistik secara keseluruhan dengan pemanfaatan teknologi.

Di dalam proses logistik ada kombinasi berbagai fungsi, dari transportasi, pergudangan, pengemasan, distribusi, penyimpanan dan analisis informasi logistik dan sebagainya.

Pemanfaatan smart logistics dapat berupa penggunaan RFID (Radio Frequency Identification), GPS, komputasi awan, dan teknologi informasi lainnya ke dalam proses logistik, sehingga terjadi efisiensi dan penghematan ongkos. Bisa dikatakan smart logistics tidak jauh berbeda dengan logistics 4.0.

Menurut CEO Waresix Andree Susanto, hal ini adalah dimensi baru dalam manajemen logistik yang menggunakan aliran data untuk mendapatkan wawasan baru untuk mengoptimalkan operasi. Pelanggan pun akan puas dan melindungi bisnis mereka.

“Komponen penting untuk smart logistics akan terhubung dengan data, analitik canggih, keputusan otonom, dan IoT. Oleh karena itu, smart logistics akan memainkan peran yang sangat penting untuk merampingkan proses antara e-commerce marketplace – penjual – perusahaan logistik – dan konsumen akhir,” katanya kepada DailySocial.

Tidak sebatas penggunaan teknologi, menurut Head of Corp Communications & Public Affairs JD.id Teddy Arifianto, smart logistics juga harus dimulai dari mengubah mindset orang-orang, baik dari sisi penyedia layanan hingga konsumen.

“Sehingga terdapat sinergi utilitas yang terintegrasi end-to-end dan akhirnya membawa dampak tidak hanya dari sisi profit untuk bisnis, tapi juga buat hidup manusia itu sendiri,” terang Teddy.

SVP of Operations & SVP Product Management Blibli Lisa Widodo menambahkan, smart logistics bertujuan untuk memenuhi harapan konsumen yang sangat besar untuk pengiriman barang yang cepat, tepat waktu sesuai estimasi, biaya efisien, bisa dilacak posisinya, sehingga aman dari risiko barang hilang atau rusak.

“Kelebihan tambahannya adalah jadwal pengiriman dan alamat pengiriman yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan konsumen,” katanya.

Menurut Huatai Securities, smart logistics didukung empat aspek, yakni jaringan sensor, jaringan seluler dan internet, komputasi awan, dan aplikasi layanan. Kombinasi tersebut menghasilkan manajemen yang komprehensif dari aliran material dan aliran informasi seluruh rantai logistik.

Dari sumber yang sama diklaim hasil implementasi smart logistics diprediksi akan maksimal. Pertama, gudang modern dapat menghemat 70% biaya ruang dibandingkan gudang tradisional. Kedua, smart logistik dapat mengurangi 80% biaya tenaga kerja di segmen pergudangan.

Ketiga, melalui pemantauan penuh seluruh proses transfer dan penyimpanan bahan, efisiensi dan tingkat akurasi akan semakin meningkat. Selain itu, dari big data yang dikumpulkan sistem smart logistics, perusahaan logistik dapat memberikan lebih banyak nilai tambah untuk pelanggan.

Peluang bisnis baru

Lantaran smart logistics memiliki banyak kombinasi proses di dalamnya, hal ini menimbulkan peluang bisnis baru yang bisa dipertimbangkan pelaku logistik agar tetap adaptif dengan perkembangan teknologi. Peluang tersebut berbentuk menawarkan layanan maupun model bisnis baru dan digitalisasi kegiatan operasional inti.

Berdasarkan laporan PwC bertajuk “Industry 4.0: Digital Supply Chain-Logistic Autumn Conference” yang terbit tahun 2016, penawaran layanan bisa dilakukan dengan menerapkan end-to-end integrated supply chain system. Ini memungkinkan perusahaan memiliki rantai distribusi terintegrasi dari supplier, production, distribution, hingga customer.

Sistem tersebut akan memudahkan perusahaan mulai dari proses administrasi, pencatatan arus barang keluar masuk gudang, database yang terintegrasi hingga pemasaran. Terkait pencatatan arus keluar masuk barang, pelaku bisa menawarkan solusi warehouse management system ke konsumen B2B yang memungkinkan manajemen gudang secara real time, akurat, dan teroptimasi.

Model bisnis baru lainnya untuk konsumen B2B adalah dalam hal angkutan barang dari kota ke pedesaan dengan menyediakan platform yang mempertemukan kebutuhan distribusi perusahaan dengan penyedia jasa dalam berbagai aspek penyelenggaraan logistik.

Dari aspek pengangkutan barang misalnya, sebuah platform berbasis marketplace yang mempertemukan penyedia jasa angkutan barang dan perusahaan yang membutuhkan pengangkutan logistik bisa menjadi model bisnis baru.

Berbagai solusi seperti ini sudah mulai digeluti berbagai startup logistik yang beroperasi di Indonesia. Contohnya adalah Waresix yang fokus pada sewa gudang; TheLorry menawarkan jasa sewa truk; Kargo menghubungkan shipper dan transporter dalam platform; Shipper sebagai platform agregator perusahaan logistik; Lacak.io untuk GPS khusus di kendaraan logistik, Enchanto sebagai platform SaaS untuk teknologi e-commerce, dan masih banyak startup lainnya.

Keseluruhan startup tersebut masih berjalan sendiri-sendiri dengan menawarkan masing-masing solusinya yang tergolong “niche“, bahkan ada beberapa layanan yang menyasar korporasi logistik besar untuk internal perusahaan.

Sekarang adalah momen berlomba-lomba jadi yang terbesar.

Banyak investor tertarik dengan konsep-konsep smart logistics yang ditawarkan berbagai startup. Dalam setahun terakhir, pemberitaan soal funding di segmen ini makin marakdi antaranya pendanaan sebesar Rp24 miliar untuk Waresix dari East Ventures dan Monk’s Hill Ventures, kemudian pendanaan untuk TheLorry senilai Rp83 miliar yang dipimpin FirstFloor Capital.

Berikutnya, Kargo Technologies memperoleh dana sebesar Rp107 miliar dari Sequoia India dan Travis Kalanick, lalu SiCepat memperoleh kucuran dana sebesar Rp704 miliar dari Barito Teknologi dan Kejora InterVest Growth Fund.

Tak mau kalah, Grab baru-baru ini mengucurkan investasi ke Ninja Van untuk mengembangkan layanan GrabExpress.

Saingan terdekat Grab, Gojek, juga mengumumkan pendirian perusahaan patungan dengan JD.com untuk mengembangkan perusahaan logistik J-Express (JX).

Kondisi di Indonesia

CEO Iruna Yan Hendry Jauwena menjelaskan, secara umum konsep smart logistics sudah mulai menunjukkan perkembangan sedikit lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya karena sudah ada banyak pemain logistik konvensional yang sadar pentingnya transformasi teknologi.

Segmen ini tertolong dengan “cerita” digitalisasi ekonomi yang mengharuskan sektor logistik mengambil peran di dalamnya. Meskipun demikian, menurut Yan, masih butuh proses edukasi lebih dalam lagi, karena pada dasarnya sektor logistik berangkat dari sektor yang tidak begitu terlalu familiar dengan pemanfaatan teknologi.

Dia menilai solusi logistik yang berangkat dari startup masih belum bisa menjawab isu yang dihadapi di Indonesia. Isu utama logistik itu selalu terkait biaya. Solusi apapun labelnya jika tidak bisa menekan biaya, berarti belum menjawab permasalahan.

“Hal-hal seperti tracking atau meningkatkan visibility itu merupakan fitur yang saat ini merupakan nice to have saja. Selama biayanya mahal yah masih tidak menjawab,” kata Yan.

Di samping itu, kebanyakan solusi yang dihadirkan startup logistik diperuntukkan buat bisnis C2C. Tantangan terbesar itu justru ada di B2B karena ada faktor SDM-nya.

“Mereka sudah terbiasa dengan pola kerja lama, kurang dekat dengan teknologi sehingga sudah pasti tidak bisa diajak ‘ngebut’,” tambahnya.

Di sisi lain, Lisa Widodo memandang industri logistik tumbuh sesuai dengan pertumbuhan industri e-commerce. Mereka terus berlomba-lomba meningkatkan kapasitas dan kemampuan operasional supaya lebih efisien dan cepat.

Kurir kini dilengkapi dengan aplikasi di smartphone sehingga mampu memberi update status pengiriman barang dengan lebih cepat. Label pengiriman barang dilengkapi dengan barcode atau kode QR sehingga proses penanganan barang bisa dilakukan automasi untuk sorting dan status pengiriman.

Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menambahkan, pemain startup kini semakin agresif dalam mencari celah dan memperbaiki efisiensi di industri logistik. Caranya dengan mengintegrasikan logistik secara digital untuk multi moda.

“Seperti yang dilakukan oleh Waresix [portofolio East Ventures]. Karena kita negara kepulauan, jadi enggak bisa dibanding dengan negara daratan lain,” terangnya.

East Ventures menjadi salah satu VC yang mulai aktif berinvestasi ke startup logistik. Setelah Waresix, VC asal Singapura tersebut mengumumkan investasi tahap awal untuk Triplogic, startup logistik on demand.

Triplogic diharapkan menyempurnakan ekosistem rantai pasokan yang sudah ada sehingga memberikan pengalaman yang lebih baik. Fore Coffee dan Triplogic dianggap cocok untuk saling melengkapi karena mereka bermain di logistik last mile.

Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan menambahkan, perlu komitmen dari pemerintah maupun swasta dalam merealisasikan smart logistics. Dari sisi pemerintah perlu penguatan di sisi regulasi dan kecepatan eksekusi dengan perhitungan yang matang dan target waktu yang terarah.

Menurutnya, Tiongkok bisa seperti sekarang karena ada komitmen yang kuat dari pemerintahnya. Indonesia harus berbenah diri dulu dengan masalah berkaitan dengan jaringan informasi dan logistik. Fokus ke eksekusi, tidak hanya wacana.

“Yang penting itu digital mindset, bukan mengubah proses manual jadi digital. Kita tidak mau hanya berhenti dalam pembuatan sistem saja, tapi harus ke arah yang lebih advance, menuju blockhain in logistics, misalnya,” ujar Yukki.

Dia melanjutkan, hal ini juga berkaitan dengan tingkat kedewasaan dan kepercayaan terhadap suatu teknologi baru. Ambil contoh, apakah sudah siap dokumen tanpa cap basah? Sudah siap specimen elektronik? Sudah siap OGA (other government agencies) menerima itu semua?. Bila jawabannya iya, maka berikutnya harus membuat standarisasi keamanan digital.

Penerapan smart logistics

DailySocial menghubungi sejumlah perusahaan startup logistik untuk memaparkan soal produknya. Yan Hendry menerangkan, konsep Iruna sebenarnya adalah bentuk pelokalan Cainiao milik Alibaba dengan mengedepankan konsep kolaborasi dengan para pemain logistik yang sudah hadir sebelumnya, kemudian menggabungkan semua kekuatan logistik yang dimiliki semua pemain logistik dalam satu platform.

“Tentu modifikasi perlu disesuaikan dengan konteks Indonesia karena para pemain logistik jika bisa tergabung ke dalam jaringan seperti Cainiao tentunya harus memahami hal mendasar dalam pengiriman e-commerce,” terangnya.

Iruna sendiri resmi beroperasi sejak 2017, menyediakan layanan end-to-end mulai dari channel management, fulfillment center, dan last mile delivery. Semuanya dapat terpantau lewat aplikasi Iruna Power Seller. Teknologi lainnya adalah Leanbox dengan tiga sistem utama: warehouse management system, transport management system, dan rider application yang dilengkapi dengan e-signature dan visual receiver image capturing function.

Perusahaan kini masih terus membangun kolaborasi sebanyak mungkin dengan para pemain logistik sehingga terbentuk kekuatan supply yang siap bertransformasi digital, sekaligus memberikan jaminan bahwa mereka tidak akan tergilas oleh yang lain.

“Tahun ini Iruna perkuat teknologi yang sudah ada seperti WMS (Warehouse Management System), produk integrasi sistem untuk keperluan Last Mile Delivery Integrator yang saat ini dijalankan.”

Andree Susanto menerangkan sejak awal didirikan di 2017, Waresix berusaha memberdayakan logistik melalui ekosistem rantai pasokan yang mereka bangun. Perusahaan mengembangkan infrastruktur untuk mendukung pergerakan arus barang seperti pergudangan, transportasi darat (first mile dan last mile), transportasi laut, bahkan layanan pergudangan internasional untuk klien luar negeri.

Lewat integrasi ekosistem tersebut, perusahaan dapat bekerja lebih efisien dengan menurunkan keseluruhan biaya rantai pasokan. Tidak hanya untuk menjaga stabilitas harga, tetapi juga membantu kesetaraan ekonomi.

“Cara kami untuk dukung industri logistik dengan bekerja sama dengan perusahaan hebat yang menyelesaikan logistik last mile seperti NinjaExpress, Gojek, Grab, JNE, J&T, dan lainnya seperti agregator last mile,” ujar Andree.

Waresix memiliki lebih dari 2.000 mitra gudang dan penyedia transportasi untuk membantu 100 klien bisnis yang berasal dari perusahaan besar maupun skala menengah. Transaksi di platform diklaim mencapai 100 ribu metrik ton perbulan, tumbuh 25% setiap bulannya. Layanannya tersedia di Jakarta, Semarang, Surabaya, Pekanbaru, Bali, Makassar, Balikpapan, Bandung, Palembang, dan Dumai.

Dengan konsep ini, Andree mengaku optimis perusahaan akan segera meraup keuntungan setelah tumbuh 15 kali lipat dalam setahun.

Startup lainnya yang mencoba usung teknologi sebagai layanannya adalah Paxel yang bergerak di solusi pengiriman last mile antar kota antar provinsi dengan tarif rata. Co-Founder Paxel Zaldy Ilham Masita menerangkan, Paxel berdiri karena selama lima tahun terakhir perkembangan e-commerce tumbuh dengan pesat namun belum diimbangi industri logistik.

Di dua tahun terakhir muncul kebutuhan dari konsumen yang menginginkan pengiriman same day. Hal ini menjadi suatu tren baru dan menginspirasi untuk berdirinya Paxel.

Dikutip dari laporan PwC tentang Global Consumer Insight Survey 2018, sebanyak 41% responden rela membayar lebih untuk mendapatkan layanan same day delivery.

Paxel memanfaatkan kombinasi antara big data, algoritma, dan loker pintar (smart locker) untuk pengiriman estafet. Loker pintar ini berbentuk screenless smart locker dan memanfaatkan mini sorting location dengan AI routing. Juga, bersifat universal sehingga bisa dipakai oleh semua perusahaan kurir, food delivery, tanpa perlu integrasi.

Perusahaan mengembangkan loker pintar ini bersama partner perusahaan di Hong Kong bernama Pakpobox.

“Kami sudah roll out 100 smart locker tersebut di gedung perkantoran dan apartemen di Jakarta,” terang Zaldy.

Bermain di ranah last mile ini, sambungnya, memiliki tantangan tersendiri karena belum ada standarisasi logistik untuk domestik baik secara fisik maupun data. Pihaknya butuh pemerintah untuk turun tangan mengatasi masalah tersebut.

“Banyak tantangan yang harus kita selesaikan sebagai the first mover, tapi sejalan dengan perkembangan infrastruktur yang makin baik, kita harapkan masalah line haul antar kota bisa segera kita atasi.”

Sejak setahun berdiri, bisnis Paxel terus berkembang dengan baik dengan rerata pertumbuhan volume sebesar 30% setiap bulannya. Layanan Paxel kini sudah bisa digunakan untuk pengiriman same day delivery di Jawa dan Bali. Rencananya perusahaan akan melebarkan sayapnya ke Medan dan Makassar pada kuartal ketiga tahun ini.

Pemain last mile lainnya, AVP Marketing Ninja Xpress Indonesia Tika Sylvia Utami menjelaskan isu pemain logistik adalah Indonesia sebagai negara kepulauan, sehingga dibutuhkan solusi dengan smart delivery.

Perusahaan memanfaatkan kebutuhan pengiriman dengan jaringan logistik berbasis teknologi. Contohnya dengan pembaruan real time tracking, titik-titik pick up alternatif dan opsi pelacakan paket yang bisa dimanfaatkan konsumen.

” Kami mengandalkan teknologi serta operasional excellence yang didukung dengan SDM agar pengiriman lebih efektif dan efisien. Kami berupaya memastikan bahwa data layanan pengiriman dapat terorganisir di tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, serta memastikan secara real time,” terang Tika.

Diklaim Ninja Xpress telah meng-cover 100% wilayah Indonesia. Terakhir disebutkan mereka telah memiliki 30 ribu kurir, 70% di antaranya adalah armada roda dua.

JNE tidak mau kalah dalam mengembangkan teknologi terkini demi memperkuat penetrasi bisnisnya di Indonesia. Presiden Direktur JNE Mohammad Feriadi menuturkan, perusahaan secara berkala terus melakukan pengembangan teknologi dan saat ini masih dalam tahap pembangunan Mega Hub yang berlokasi di Tangerang. Rencananya hub ini akan diresmikan pada akhir tahun ini.

Di dalam Mega Hub tersebut akan dilengkapi dengan robot penyortir barang atau disebut automation crossbelt sorter machine. Robot berteknologi ini disediakan oleh Damon, perusahaan penyedia alat pendukung operasional logistik dan supply chain asal Shanghai, Tiongkok.

Feriadi menjelaskan, Mega Hub nantinya mampu menyortir hingga 1 juta barang per hari atau 48 ribu kiriman per jam. Dengan kapasitas tersebut, perusahaan dipastikan dapat menangani lebih banyak paket dan mendistribusikannya ke seluruh Indonesia maupun 250 negara di seluruh dunia.

“Dari sisi persaingan, sekarang banyak pemain baru bawa teknologi yang begitu hebat dan baik. Tentunya jadi tantangan buat kita sebagai pemain lama harus menyesuaikan dengan kondisi sekarang. Caranya dengan mengubah proses, harus lebih efisien dan kompetitif dengan memanfaatkan teknologi dan perbaikan internal,” terang Feriadi.

Secara berkala, perusahaan terus menyempurnakan teknologi tracking. Dulunya konsumen sudah merasa puas apabila pengiriman cepat sampai. Namun kini bisa dimonitor langsung posisi kiriman antar poin secara real time.

Aplikasi pun turut disempurnakan. Konsumen dapat mengetahui lokasi JNE terdekat dari jangkauan mereka disertai fitur pendukung lainnya seperti tracking, cek tarif, dan fasilitas untuk para seller yang ingin terhubung dengan logistik JNE.

Tiap tahunnya, sejak 2010, pertumbuhan bisnis kurir ekspress di JNE tumbuh 30%-40% per tahun. Pertumbuhannya terus meningkat, bahkan dalam beberapa bulan terakhir mencapai rata-rata 19 juta paket per bulan, bahkan lebih dari 20 juta paket pada momen Ramadan dan Idul Fitri di 2017.

Para pemain logistik baik dari startup maupun konvensional / DailySocial
Para pemain logistik baik dari startup maupun konvensional / DailySocial

Partisipasi perusahaan e-commerce

Perusahaan e-commerce menjadi bagian yang paling bergantung pada layanan logistik. Di balik semua tantangannya, ada yang memilih untuk mengombinasikannya dengan membangun sendiri atau bekerja sama dengan perusahaan yang sudah ada.

Investasi yang harus dikucurkan perusahaan lumayan besar karena harus mengelola gudang dan membangun jaringan armada. Perusahaan tersebut di antaranya adalah Lazada dengan LEX (Lazada Express), Blibli dengan Blibli Express Service (BES), dan JD.id dengan J-Express (JX).

Teddy Arifianto menerangkan, JD.id beruntung dengan jaringan logistik yang dimiliki sendiri perusahaan, meski belum 100% melayani seluruh Indonesia, namun mulai bertransformasi secara teknologi dengan sistem tracker.

“Kami juga bermitra dengan beberapa jasa logistik lainnya untuk memastikan layanan ke konsumen terjaga,” ujar Teddy.

Menurutnya, industri e-commerce dapat menjadi katalis utama untuk memajukan logistik baik dari sisi peningkatan kualitas SDM, pengembangan infrastruktur hingga penggunaan teknologi. Di JD.com, smart logistics menjadi kunci utama yang mengubah dan menentukan ritel di masa depan.

“Di JD.com sudah menerapkan smart logistics melalui penggunaan teknologi di segala lini: gudang yang full automation, hingga pengiriman menggunakan drone untuk daerah rural dan sulit dijangkau.”

Tokopedia pun menyadari peranan logistik yang begitu vital. Co-Founder dan CEO Tokopedia William Tanuwijaya berinisiatif untuk pengembangan merchant on-demand berteknologi AI dengan menggunakan gudang pintar (smart warehouse).

Dia menggambarkan, nantinya pebisnis dapat melayani ke semua provinsi di mana pasarnya berada tanpa harus membangun warehouse sendiri. Sehingga tren urbanisasi tidak perlu dilakukan.

Head of Fulfillment Tokopedia Erwin Dwi Saputra menambahkan, gudang pintar ini bisa dimanfaatkan para penjual untuk menaruh persediaan produk di wilayah-wilayah di mana tingkat permintaannya cenderung tinggi. Pembeli di wilayah tersebut pada akhirnya bisa mendapatkan kebutuhannya dengan lebih efisien karena ongkos kirim yang lebih murah dan waktu pengiriman lebih singkat.

“Inovasi seperti ini diharapkan bisa membawa solusi nyata bagi ekosistem perdagangan online, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di Indonesia,” kata Erwin.

Perusahaan sudah mulai menghadirkan gudang-gudang pintar ini di beberapa kota di Indonesia sebagai langkah awal dan inisiatif tersebut akan diumumkan secara resmi dalam waktu dekat.

“Inovasi-inovasi di atas kami percaya akan menjadi lompatan berikutnya, yang dapat mengakselerasi pencapaian misi kami untuk pemerataan ekonomi secara digital di Indonesia.”

Jet Commerce sebagai penyedia solusi end-to-end e-commerce juga turut merasakan pentingnya kehadiran logistik untuk mendukung operasional e-commerce jauh lebih efektif dan efisien. Hubungan antara keduanya saling menguatkan satu sama lain dalam memberikan pengalaman yang terbaik kepada konsumen.

Marketing Director Jet Commerce Agustina Putri Wijaya menjelaskan, masih banyak orang yang berpikir perusahaannya adalah penyedia fasilitas warehouse dan logistik, padahal layanan yang diberikan lebih dari itu.

Perusahaan menyediakan layanan end-to-end yang dilakukan mulai dari menyiapkan sekaligus mengoperasikan akun official store di berbagai situs e-commerce, merancang dan mengeksekusi pemasaran digital, menyediakan tim CS, hingga layanan warehouse dan fulfillment.

“Terkait logistik, kami berupaya untuk mengatasi dan meminimalisir kendala-kendala dari sisi operasional tersebut melalui warehouse management system (WMS) dan teknologi fulfillment center yang mumpuni,” kata Agustina.

Jet Commerce baru saja meresmikan fulfillment center terbaru di kawasan Daan Mogot seluas 3.700 meter persegi atau tiga kali lipat lebih besar dari lokasi sebelumnya. Fasilitas tersebut didukung oleh WMS, order management system (OMS), serta dilengkapi dengan peralatan modern seperti belt conveyor dan mobile scanner.

Konsep yang dibawa Jet Commerce ini terinspirasi situs e-commerce Tmall milik Alibaba. Tmall sebagai platform terbuka menyediakan infrastruktur untuk membantu brand mengoperasikan etalase toko digitalnya. Oleh karenanya, Jet Commerce menjadi mitra resmi, bukan anak usaha dari Alibaba.

“Pertumbuhan cepat yang diraih juga menjadikan kami mampu berekspansi ke negara lainnya di Asia Tenggara [Vietnam dan Thailand]. Selain meningkatkan performa bisnis e-commerce brand-brand yang sudah bermitra, kami akan menambah lagi dengan brand dari kategori lain.”

Sementara itu, Blibli masih fokus penambahan 18 gudang baru, sehingga bertambah jadi 32 gudang sepanjang tahun ini yang akan ditempatkan di sekitar Jawa dan Sumatera.

Membawa konsep Cainiao ke Indonesia

Perkembangan Tiongkok yang pesat untuk memajukan industri logistik, dikontribusikan peran Alibaba yang agresif membangun jaringan dari berbagai aspek. Alibaba menjadi salah satu pendiri Cainiao pada 2013 bersama dengan mitra lainnya, termasuk empat perusahaan kurir ekspres besar di Tiongkok.

Cainiao bukan mengirimkan paket secara mandiri, melainkan mengoperasikan platform data logistik untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan mitra logistik untuk memenuhi transaksi antara pedagang dan konsumen dalam skala besar. Perusahaan menggunakan big data dan teknologi untuk meningkatkan efisiensi di seluruh rantai logistik.

Data yang disediakan Cainiao dapat diakses secara real time oleh pedagang untuk mengelola inventaris dan pergudangan dengan lebih baik. Konsumen pun dapat melacak pesanan mereka. Mitra kurir ekspres dapat mengoptimalkan rute pengiriman dengan platform yang disediakan Cainiao.

Berbagai pembaruan sistem dilakukan seperti membuka gudang robot terbesar di Tiongkok. Di sana, robot dibekali dengan pembaruan sistem berupa perencanaan rute maju dan alokasi persediaan sesuai dengan permintaan konsumen, menghindari kemacetan, dan mempercepat laju pengiriman.

Terkait pengiriman lintas negara, pada momen 11.11 tahun lalu, sebanyak 5 juta paket impor diproses melalui bea cukai dalam waktu kurang dari lima jam. Sebelumnya kebutuhan yang sama membutuhkan waktu sekitar delapan jam dan 57 jam di tahun 2017 dan 2016.

Kemampuan Cainiao yang luar biasa ini menjadi ambisi bagi setiap perusahaan logistik Indonesia untuk mengadopsinya. Seperti yang dilakukan Iruna dan berbagai startup lainnya.

Dengan modifikasi yang disesuaikan dengan geografis Indonesia, Cainiao versi lokal dipastikan akan hadir. Meskipun demikian, Zaldy Ilham Masita memastikan satu hal yang harus ditiru Indonesia dari Cainiao adalah penerapan standarisasi pertukaran daa yang sama untuk setiap partner logistik di Alibaba.

“Sehingga antar perusahaan jasa logistik bisa saling berkolaborasi. Ini yang harus ditiru Indonesia,” ujarnya.

Dari sisi regulasi, payung regulasi yang kuat dibutuhkan, khususnya realisasi Peta Jalan E-Commerce yang sempat mandek.

Willson malah lebih optimis konsep Cainiao akan segera datang dalam 3-6 bulan mendatang. “Kita tunggu 3-6 bulan, akan ada bisnis model yang akan Indonesia sekali,” pungkasnya.

Sebelas Bulan Beroperasi, Iruna Fokus pada Improvisasi Teknologi

Di Indonesia, industri logistik masih sangat relevan untuk dieksplorasi. Potensinya sangat kuat, menyokong proses bisnis untuk industri lain –baik digital seperti e-commerce maupun bisnis ritel konvensional. Keyakinan ini yang menjadikan beberapa pemain baik lokal maupun internasional terus mencoba berinovasi menawarkan pendekatan baru.

Salah satunya Iruna. CEO Yan Hendry Jauwena menyampaikan bahwa saat ini masih ada gap yang cukup signifikan dalam kaitannya dengan adopsi teknologi, khususnya ketika berbicara dukungan industri logistik untuk e-commerce. Hal tersebut karena adopsi teknologi di lini logistik tidak sekencang proses bisnis lain yang didukungnya.

Berbicara tentang inovasi teknologi, baru-baru ini Iruna memperkenalkan sebuah sistem baru yang diberi nama “Moving Hub System”. Diterapkan untuk mengoptimalkan pengaturan rute transportasi logistik untuk efisiensi pengantaran barang.

“Sistem tersebut memanfaatkan armada van kami yang ada saat ini sebagai moving hub untuk exchange point bagi riders kami setelah melakukan pick up sebelum melakukan delivery,” jelas Hendry.

Moving Hub System di wilayah Jabodetabek ini didesain untuk menggantikan pola Hub and Spoke pada kurir yang ada pada umumnya. Alasan Iruna tidak menggunakan Hub and Spoke karena untuk tujuan efisiensi biaya dan kecepatan pengiriman.

Perjalanan pengembangan produk selama 11 bulan beroperasi

Salah satu produk yang telah diselesaikan oleh Iruna adalah Iruna Power Seller, yakni sebuah aplikasi mobile yang didesain untuk menjadi dasbor bisnis bagi pelanggan. Mencakup sistem pelayanan end-to-end dari Iruna, mulai dari layanan channel management, fulfillment center, dan last mile delivery. Semua dapat dipantau melalui satu aplikasi tunggal tersebut.

Screen Shot 2017-10-31 at 11.43.19 AM

Selain itu ada juga teknologi LEANBOX Technology, yang terdiri dari tiga sistem utama, yakni Warehouse Management System, Transport Management System, dan Rider Application yang dilengkapi dengan e-signature dan visual receiver image capturing function. Untuk pembaruan teknologi dari Iruna, rata-rata baru diterapkan untuk operasional bisnis yang ada di Jakarta dan Surabaya.

[Baca juga: Rencana Ekspansi Lalamove dan Tuntutan Industri Logistik di Indonesia]

“Saat ini Iruna sudah melayani pelanggan baik e-commerce platform seperti Tokopedia, Blibli, Sale Stock dll. Selain itu Iruna juga mengakomodasi pengiriman untuk toko online, penjual di Instagram dan korporasi. Rata-rata ada 15 ribu order per minggu didominasi wilayah Jabodetabek dan kota besar di Indonesia, kiriman Iruna terjauh sudah mencapai Labuan Bajo,” ujar Hendry.

Saat ini salah satu agenda lain Iruna ialah menjalin kerja sama strategis dengan beberapa pemain logistik seperti JNE, Lion Parcel, ESL, Atri Express  dan beberapa lainnya untuk memperkuat layanan last mile delivery.

Tengah mempersiapkan ekspansi dan pendanaan

Ekspansi akan menjadi agenda utama di tahun 2018, dan Iruna memiliki pendekatan unik, yakni memulai dengan mematangkan operasional dari sisi teknologi. Hal ini dilakukan mengingat ekspansi yang akan digalakkan adalah model kemitraan strategis.

Hendry menjelaskan, “Ekspansi yang akan diusung adalah model partnership dengan berbagai pihak, termasuk para pemain logistik tanah air yang juga merupakan anggota dari asosiasi terkait untuk pemenuhan kebutuhan fleet dan warehouse. Iruna nantinya akan lebih memberdayakan kekuatan teknologinya sehingga tetap menjadi perusahaan light asset tetapi sarat di sisi tech development khususnya di area logistics operational for collaboration.”

[Baca juga: Platform e-Logistik Iruna Resmi Beroperasi, Siap Gelontorkan Investasi Awal 260 Miliar Rupiah]

Untuk akselerasi bisnis, Hendry menceritakan bahwa saat ini pihaknya telah diskusi dengan beberapa pemodal ventura dan investor untuk pendanaan lanjutan. Namun sayangnya saat ini informasi tersebut belum bisa dibagikan lebih detail.

Application Information Will Show Up Here

Rencana Ekspansi Lalamove dan Tuntutan Industri Logistik di Indonesia

Startup logistik asal Hong Kong Lalamove baru saja mengumumkan perolehan pendanaan Seri C senilai US$100 juta (lebih dari 1,3 triliun Rupiah) dari perusahaan investasi besutan Founder dan CEO Xiaomi Lei Jun, Shunwei Capital. Salah satu agenda mereka dengan pendanaan ini adalah ekspansi dan Indonesia menjadi salah satu destinasi yang dituju.

DailySocial menghubungi tim ekspansi Lalamove untuk membicarakan langkah ini. Tim Lalamove menginformasikan sampai hari ini ekspansi di Indonesia masih dimatangkan rencananya, sehingga belum ada rencana spesifik yang bisa disampaikan. Namun perluasan di berbagai negara di Asia Tenggara memang menjadi salah satu prioritas. Bagi Lalamove, Indonesia pun dikatakan sebagai pasar yang sangat penting.

Apa yang ditawarkan Lalamove sebenarnya mirip dengan yang disajikan Deliveree di Indonesia. Mereka memungkinkan pemilik bisnis untuk memesan transportasi angkut barang, seperti truk, untuk mengantar barang ke pembeli.

“Seperti yang Anda tahu, Lalamove mencoba memfasilitas kebutuhan konsumen melalui teknologi yang belum dapat dicapai oleh pengiriman tradisional, seperti kecepatan pengiriman, fulfilment dan skalabilitas. Masalah besar yang Lalamove bantu selesaikan adalah biaya pengiriman last-mile delivery, yaitu pengiriman barang kepada konsumen akhir. Biaya ini menyumbang hingga 28% dari total biaya pengiriman,” ujar tim ekspansi Lalamove.

Salah satu studi kasus yang juga ingin ditawarkan di lokasi ekspansi adalah seputar kesempatan terbukanya lapangan kerja. Sama seperti layaknya layanan on-demand yang sudah ada, hadirnya Lalamove memberikan kesempatan pemilik kendaraan angkutan barang untuk menjadi mitra pengemudi.

“Di Asia Tenggara, logistik menyumbangkan persentase 15% dari PDB dari seluruh lini industri. Alasan mengapa angka ini begitu tinggi biasanya karena inefisiensi, terutama pada last-mile delivery. Di sinilah Lalamove ingin berperan,” imbuh  mereka.

Tantangan dan kesempatan lini bisnis logistik di Indonesia

Menanggapi tentang rencana kehadiran Lalamove ke Indonesia, DailySocial berbincang dengan CEO dan Founder Iruna Yan Hendry Jauwena. Iruna merupakan penyedia platform e-logistik yang cukup baru di Indonesia. Dalam keterangannya, Hendry menyampaikan bahwa hadirnya Lalamove di Indonesia tidak akan mengganggu secara signifikan tatanan industri logistik yang sudah ada. Tidak sampai menjadi disrupsi. Sebaliknya Hendry justru menyampaikan tantangan yang mungkin saja akan ditemui dalam operasionalnya.

Salah satunya terkait dengan kualitas dan jaminan layanan. Model on-demand memang tidak bisa sepenuhnya dikontrol oleh perusahaan, terkait dengan kinerja para mitranya, kendati ada sistem seperti rating dan sebagainya. Untuk logistik sendiri, selain akurasi, kecepatan juga akan dibutuhkan untuk menjamin kepuasan pelanggan. Selain itu Hendry juga menyinggung seputar isu legal. Masih banyak PR yang perlu dikonsolidasikan terkait dengan hal ini.

Pada dasarnya Hendry mengungkapkan bahwa kue di industri logistik masih sangat besar untuk dieksplorasi. Faktanya pemenuhan kebutuhan logistik masih sangat jauh dari cukup di Indonesia, terlebih untuk mengimbangi perkembangan bisnis e-commerce. Menurut Hendry, salah satu faktornya karena perusahaan logistik kebanyakan masih berfokus pada infrastruktur, sementara perkembangan teknologinya masih cukup lambat. Di sisi lain akselerasi bisnis e-commerce sangat cepat berkat optimasi teknologi.

DailySocial juga menghubungi Deliveree yang memiliki layanan mirip dengan apa yang hendak dibawa Lalamove. Country Director Deliveree Indonesia Nattapak Atichartakarn menerangkan bahwa pasar logistik di Indonesia adalah yang terbesar di Asia Tenggara. Namun, biaya logistik di Indonesia juga bisa mencapai 20% dari harga barang, menjadikan biaya logistik Indonesia yang tertinggi di Asia Tenggara. Ada sebuah efisiensi yang bisa dikerjakan dengan bantuan teknologi.

Pihaknya melihat hal tersebut sebagai kesempatan yang dapat diselesaikan dengan menciptakan solusi logistik yang lebih hemat dan terpercaya untuk pemilik bisnis di Indonesia. Deliveree menciptakan platform teknologi yang menyediakan pemilik bisnis tidak hanya akses ke marketplace/pasar, tetapi juga menyediakan dashboard manajemen pengiriman dengan fitur seperti live tracking atau pilihan pengemudi.

Kendati menggunakan model kemitraan dengan pemilik armada, ada upaya untuk memastikan kualitas layanan. Untuk bermain di pasar Indonesia, Nattapak menjelaskan beberapa tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah infrastruktur jalan raya. Jakarta menduduki peringkat sebagai kota dengan tingkat kemacetan tertinggi di dunia. Terkait hal ini, Deliveree secara rutin melakukan monitor lalu lintas dan memastikan pengemudi tersebar di seluruh kota.

Platform e-Logistik Iruna Resmi Beroperasi, Siap Gelontorkan Investasi Awal 260 Miliar Rupiah

Platform e-logisik Iruna meresmikan peluncuran bisnisnya di bilangan Sunter, Jakarta pada Kamis (30/3). Iruna hadir sebagai mitra teknologi untuk pelaku UKM, bisnis e-commerce, dan brand lokal yang membutuhkan layanan logistik.

Iruna mengusung konsep “Delivered by Technology” dengan solusi back-end guna mengintegrasikan teknologi dari setiap layanannya, mulai dari gudang, pengepakan hingga strategi last mile delivery. Iruna dimiliki oleh investor lokal dengan identitas yang masih dirahasiakan.

“Iruna 100% didukung oleh investor lokal, mereka percaya bahwa pertumbuhan UKM dan ekonomi digital di Indonesia bakal pesat. Mereka pun berkomitmen untuk mendukung model bisnis Iruna lewat injeksi modal yang siap diberikan,” ucap CEO dan Founder Yan Hendry Jauwena.

Yan melanjutkan, “Kami memberikan solusi layanan logistik berbasis digital yang terintegrasi dengan e-commerce milik pelaku usaha, dilengkapi dengan aplikasi panel manajemen inventory ke fulfillment center yang dapat diakses secara real time dan online.”

Dengan satu kali mendaftar di sistem, penjual dapat langsung terdaftar ke semua toko online atau toko offline yang dipilih. Pelayanan yang akan didapatkan penjual, di antaranya pengambilan dan pengemasan barang, foto produk, dan pemasaran pada marketplace yang menjadi mitra bisnis Iruna untuk front-end.

Nantinya Iruna juga menjadi pihak yang melakukan pengiriman barang antar kota dengan para kurir yang memakai berbagai mode, seperti motor, mobil, van, truk, dan box . Selain itu akan ada laporan secara real time dari Iruna kepada pengirim ataupun penerima terkait status pengiriman.

Dengan kemudahan yang ditawarkan Iruna, diharapkan penjual bisa memaksimalkan penjualannya lewat channel manapun tanpa harus memikirkan inventaris, pengepakan, hingga pengiriman barang ke pihak logistik.

Perusahaan juga memberikan jaminan garansi untuk seluruh barang lewat dukungan kemitraan bersama perusahaan asuransi umum.

Dalam menjalankan bisnisnya tersebut, Iruna sudah mengantongi dua izin dari pemerintah yaitu izin pengendara mode transportasi melalui Jasa Pengurusan Transportasi (JPT), dan Perusahaan Jasa Titipan (JPT).

Siap investasi dengan total US$20 juta

Ilustrasi gudang / Pixabay
Ilustrasi gudang / Pixabay

Pada tahap awal berdiri, lanjut Yan, Iruna akan fokus menambah gudang seluas 3 ribu hingga 10 ribu m2 di berbagai lokasi sebagai tempat penyimpanan stok barang. Dalam pipeline, tahun ini pihaknya berencana menambah dua gudang lainnya yang berlokasi Surabaya dan Yogyakarta.

Sementara, dalam dua tahun mendatang Yan menargetkan Iruna sudah memiliki sembilan gudang. Lokasinya tersebar untuk mendukung wilayah Sumatera, gudang akan dibangun di Medan dan Palembang.

Untuk Sulawesi akan dibangun di Manado dan Makassar, Kalimantan akan dibangun antara Balikpapan atau Pontianak. Sedangkan untuk mendukung wilayah Indonesia Timur akan berdiri gudang di Ambon.

Adapun untuk anggaran dana investasi yang siap untuk digelontorkan Iruna diperkirakan bakal menyentuh di angka US$20 juta atau sekitar Rp260 miliar. Dengan rincian, investasi per gudang ditambah armada pendukungnya akan memakan dana sekitar Rp5 miliar sampai Rp7 miliar.

“Besaran investasi akan bergantung luas gudang, makin besar luasnya maka akan makin besar pula kebutuhan armada pendukungnya. Namun, saya perkirakan total investasi yang akan digelontorkan tahun ini bisa mencapai US$20 juta.”

Target dan Ambisi Iruna

Sepanjang tahun ini, Iruna sudah mengumumkan target dan ambisinya yang harus dicapai untuk menopang bisnis perusahaan. Dari sisi gudang, diharapkan sampai akhir tahun Iruna memiliki tiga gudang dengan pengiriman same day service tersedia di 12 provinsi, next day service 34 provinsi, dan reguler tersedia di seluruh provinsi di Indonesia dan lintas batas global.

Sementara dari sisi integrasi marketplace, Iruna menargetkan dapat bermitra dengan lebih dari 30 perusahaan dan jumlah UMKM, SME, dan pemilik e-commerce lebih dari 125 ribu pengusaha.

Sedangkan, dari sisi lokasi pick up dan drop dapat mencapai 10 ribu titik dengan kemitraan bersama 10 perusahaan asing, mulai dari Lazada Singapura, Amazon Singapura, eBay Singapura, Qoo10, dan lainnya.

Adapun sementara ini Iruna baru bermitra dengan empat perusahaan e-commerce, seperti Oktagon, Orami, Mentimun dan Tinamee. Sedangkan dari sisi lokasi pick up dan drop point, Iruna sudah bekerja sama dengan Indosat Ooredoo.

Iruna akan menggunakan ribuan outlet, gerai, dan galeri Indosat sebagai titik touch point pengantaran dan pengambilan barang bagi konsumen. Selain Indosat Ooredoo, Iruna juga bakal menyediakan titik lain lewat pemanfaatan gerai peritel modern, hanya saja identitas perusahaannya belum boleh disebutkan.

Untuk menjangkau titik pengiriman seluruh Indonesia, Iruna juga tengah menjajaki berbagai kerja sama dengan maskapai penerbangan. Beberapa nama yang tengah masuk tahap finalisasi, Cathay Pacific Airline, Japan Airlines, All Nippon Airlines, dan lainnya.

“Dengan mencapai seluruh target itu semua, kami yakin akan capai skala ekonomi pada akhir tahun. Di samping itu, seluruh kemitraan yang akan kami jalin ke depannya bisa memberikan dampak yang positif, khususnya perkembangan bisnis UKM dan pengusaha e-commerce Indonesia,” tutup Yan.

Berkenalan dengan Perusahaan E-Logistik Iruna, Khusus Layani Industri E-Commerce

Menyambut geliat industri e-commerce Tanah Air yang makin berkembang pesat, perlu dibantu oleh kematangan ekosistem di sekitarnya. Di antaranya e-payment dan e-logistik. Penyedia layanan e-payment diklaim sudah ramai di pasaran, sementara belum bagi logistik.

Perusahaan logistik yang selama ini beredar, dinilai belum bisa disebut sebagai solusi utama untuk industri e-commerce. Dikarenakan teknologi yang ditawarkan belum dapat mengakomodasi akselerasi bisnis e-commerce. Untuk mengatasi hal tersebut, hadirlah PT Jasa Digital Nusantara dengan produk Iruna, perusahaan yang bergerak di bisnis e-logistik.

Sementara ini, baik situs maupun aplikasi Iruna belum terbuka untuk publik.

Founder Iruna Yan Hendry Jauwena menjelaskan, Iruna hadir untuk membantu industri e-commerce dengan solusi teknologi yang dapat diintegrasikan dengan situs dagang mereka, dilengkapi dengan sistem inventaris yang bisa diakses secara online.

“Iruna baru akan tersedia pada 31 Januari 2017. Layanannya bisa diakses lewat situs dan aplikasi, sebelum resmi diluncurkan bakal ada produknya yang versi beta,” ucapnya kepada DailySocial, Selasa (27/12).

Yan melanjutkan, Iruna menyediakan gudang dengan luas sekitar 3 ribu hingga 10 ribu m2 di beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Medan, Palembang, Balikpapan, Makassar, Manado dan Ambon. Gudang tersebut dipergunakan untuk menyimpan barang stok dan mengirimnya ke pembeli.

“Jadi sistemnya, penjual tinggal menyimpan barang dagangannya di gudang Iruna. Nantinya pihak Iruna yang akan melakukan pengiriman barangnya. Bakal ada laporan secara real time dari Iruna, baik untuk penjual maupun pembeli.”

Dengan sistem seperti, sambung Yan, diharapkan bisa memudahkan penjual UKM baik yang berjualan lewat situsnya sendiri atau lewat layanan marketplace untuk bisa fokus memaksimalkan pendapatannya. Tanpa harus memikirkan inventarisnya, pengepakan, hingga pengiriman barang ke pihak logistik.

“Mereka [penjual] hanya tinggal fokus ke front end untuk peningkatan penjualannya saja lewat berbagai channel e-commerce. Kami yang akan urus bagian back end-nya hingga barang bisa sampai ke tangan pembeli.”

Kompetisi kian ketat

Kehadiran Iruna, otomatis meramaikan kondisi persaingan perusahaan logistik di Tanah Air. Sebelum Iruna, sudah ada beberapa penguasa di antaranya JNE, Tiki, 21Express, Pos Logistik Indonesia, aCommerce, Deliveree hingga Ninja Xpress.

[Baca juga: Sektor E-Commerce Baru Sumbang 7 Persen Bisnis Logistik Indonesia]

JNE dan Tiki adalah contoh perusahaan logistik dengan jaringan yang sudah merambah ke seluruh Indonesia, bahkan luar negeri. Beda halnya dengan Deliveree ataupun Ninja Xpress yang masih bermain di kawasan Pulau Jawa, Bali, dan sebagian Sumatera.

Iruna sendiri, dalam langkah pertama berbisnisnya mulai agresif membuka gudang di sembilan titik di kota besar di Indonesia. Ke depannya, bakal ada gudang lainnya di kota-kota kecil segera menyusul untuk mendukung pengusaha UKM yang di sana.

Yan berharap, salah satu upayanya ini dapat membantu Iruna merealisasikan ambisinya sebagai perusahaan e-logistik terbesar di Tanah Air dalam kurun waktu tiga hingga lima tahun mendatang.

“Potensi bisnis e-commerce Indonesia sangat besar, sehingga sudah bukan saatnya untuk tes pasar. Kami serius masuk ke bisnis ini dengan dimulai dari skala besar, ingin menjawab solusi yang kerap dihadapi industri e-commerce,” pungkas Yan.