Imbas Pandemi Covid-19 Bagi Sejumlah Startup di Indonesia

Imbauan pemerintah untuk bekerja dari rumah dan menerapkan social distancing terkait penyebaran Covid-19, terutama di Jakarta, rupanya memberikan pengaruh bagi tiga startup centaur Indonesia, yakni Blibli.com, Modalku, dan TaniHub Group.

Disampaikan CEO TaniHub Group Ivan Arie Sustiawan, layanan e-commerce hasil pertanian ini mengalami peningkatan pengguna sehingga kini jumlahnya mencapai lebih dari 20.000. Kenaikan turut mendongkrak transaksi pemesanan sekitar 15-20 persen.

Tak hanya penjualan buah, sayur, dan hasil tani, permintaan tinggi juga terjadi pada produk tanaman herbal dan produk lain yang bermanfaat untuk meningkatkan imunitas tubuh.

Dalam mengantisipasi lonjakan permintaan ini, ujarnya, TaniHub menerapkan beberapa kebijakan baru terkait food sofety untuk melindungi keselamatan dan kesehatan karyawan, mitra, dan pelanggan tanpa mengurangi tingkat pelayanan. Prosedur food sofety ini sendiri sebetulnya sudah dijalankan sejak awal TaniHub Group berdiri.

Evaluasi rencana capex

Di sisi lain, karena ketidakpastian situasi sekarang, TaniHub mengevaluasi kembali seluruh rencana penggunaan modal (capex – capital expenditures) yang sedang maupun yang belum berjalan di 2020. Menurutnya, langkah ini diambil agar TaniHub bisa lebih fokus pada investasi yang memberikan dampak langsung terhadap ketersediaan produk kepada masyarakat.

“Jadi, kami mengalokasikan capex untuk menambah kapasitas persediaan barang, infrastuktur, serta menambah armada pengantaran kami,” tambahnya kepada DailySocial.

Fenomena sama terjadi pada Blibli.com. Markeplace yang berdiri di 2010 ini mengalami lonjakan transaksi untuk produk tertentu seperti hand sanitizer, produk kesehatan, dan makanan segar. Malahan, pasca pemerintah mengumumkan imbauan bekerja dari rumah, layanannya mengalami lonjakan transaksi yang signifikan pada produk utilities, minyak goreng, susu, dan makanan bayi.

“Sejak kasus COVID-19 pertama terjadi di Tiongkok, Blibli telah melakukan antisipasi dengan menyusun beberapa skenario bisnis dengan pertimbangan jika kasus ini masuk ke Indonesia,” ujar CEO Blibli.com Kusumo Martanto kepada DailySocial.

Salah satu skenario bisnis yang dimaksud mencakup penentuan fokus bisnis dan alokasi dana untuk pengembangan bisnis di 2020. Menurutnya, imbauan untuk melakukan social distancing dinilai bakal berpengaruh terhadap bagaimana perusahaan mengalokasikan marketing spending.

Jika awalnya diperuntukkan pada kegiatan perusahaan dengan situasi normal, alokasi ini nantinya akan digunakan sesuai kebutuhan kondisi terkini di Indonesia.

“Sejauh ini, Blibli tidak melakukan revisi target bisnis kami untuk tahun 2020,” ungkapnya.

Untuk saat ini, lanjutnya, Blibli fokus untuk menyesuaikan layanan operasional sesuai dengan kondisi saat ini. Beberapa strateginya adalah melakukan pengiriman tanpa kontak (contactless shipping) di mana kurir Blibli Express Service (BES) diwajibkan menggunakan masker dan sarung tangan pada saat mengirim barang. Prosedur ini diterapkan ke seluruh mitra logistik Blibli.

Kemudian, pihaknya juga berupaya untuk menjaga ketersediaan produk dengan melakukan prosedur pembatasan stok pada mitra merchant. Sesuai imbauan pemerintah, strategi ini dilakukan untuk menghindari para pihak tidak bertanggungjawab untuk menimbun barang.

Mulai berimbas ke penyaluran pinjaman

Di sisi lain, kebijakan WFH dan social distancing berimbas terhadap bisnis P2P lending milik Modalku. Menurut perusahaan, sejumlah peminjam mulai mengajukan rescheduling pembayaran utang. Imbas ini karena Modalku bermain di segmen UMKM yang cukup terpukul situasi sekarang.

“Namun, kami akan berdiskusi dengan para peminjam untuk menemukan solusi terkait untuk mendukung keberlangsungan perkembangan bisnis UMKM,” ungkap Co-Founder dan CEO Modalku Reynold Wijaya dalam pernyataannya kepada DailySocial.

Startup centaur ini tengah menyiapkan sejumlah langkah mitigasi, seperti melakukan penyesuaian dalam pemberian pinjaman, baik limit dan tenor pinjaman. Kemudian, melakukan seleksi lebih komprehensif terhadap calon peminjam maupun peminjam existing.

Pihaknya juga menjamin untuk tetap menerapkan prinsip “responsible lending”  dengan melakukan penilaian terhadap kemampuan finansial peminjam dalam melunasi pinjamannya.

“Soal revisi target, kami masih lakukan diskusi di internal mengingat saat ini kami masih fokus untuk mendukung UMKM yang bisnisnya terdampak oleh Covid-19,” tambahnya.

Per Maret 2020, Modalku telah menyalurkan sebanyak 1.750.506 jumlah pinjaman yang senilai Rp13,49 triliun. Tingkat gagal bayar (default) Modalku berkisar di angka 1,31 persen.

Kembali ke titik ekuilibrium

Menurut VP of Investor Relation & Strategy BRI Ventures Markus Liman Rahardja, situasi seperti ini bakal memicu terjadinya ketidakseimbangan antar sektor. Beberapa sektor akan terdampak penyebaran COVID-19, sebaliknya sektor lain bakal mendulang keuntungan.

Menurut hipotesisnya, social distancing otomatis akan mengubah cara orang berbelanja. Apalagi sejak pemerintah mengimbau masyarakat untuk bekerja dari rumah, ruang publik mulai sepi. Pemerintah juga mulai menutup kawasan wisata di sejumlah daerah.

“Dalam hal ini, layanan e-commerce dan online healthcare bakal naik. Di sisi lain, pemain OTA akan hit hard karena travel ban. Untungnya, beberapa player tidak main di satu vertikal, jadi vertikal bisnis lain bisa compensate. Hopefully, one or two quarter situasinya bakal kembali ke titik ekuilibrium,” jelasnya kepada DailySocial beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, perusahaan VC raksasa Sequoia Capital telah memperingatkan bahwa penyebaran COVID-19 bakal memberikan efek turbulensi terhadap bisnis dan iklim investasi di industri startup dunia. Sequoia bahkan menyebut Covid-19 sebagai “The Black Swan di 2020”.

Sequoia memperingatkan seluruh ekosistem startup dan turunannya untuk memikirkan ulang sejumlah aspek bisnisnya di sepanjang tahun ini. Beberapa aspek penting ini adalah pengelolaan dan pengeluaran modal, penggalangan dana, prediksi penjualan, penambahan karyawan, peningkatan produktivitas, hingga strategi marketing.

“Meskipun mungkin bisnis Anda belum akan terdampak langsung dari kasus ini, Anda perlu mengantisipasi bahwa konsumen bisa saja mengubah spending habit mereka,” menurut Sequoia.

TaniHub Fokus Menjadi “Supply Chain” Produk Pertanian Indonesia

Sejak didirikan tahun 2016 lalu, TaniHub yang bernaung di bawah startup agritech TaniGroup, sudah memiliki lebih dari 25.000 petani lokal di seluruh Indonesia dan mengoperasikan lima kantor cabang dan pusat distribusi regional di Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya.

Kepada media saat acara kunjungan ke gudang TaniHub Bogor beberapa waktu lalu, CEO TaniGroup Ivan Arie Sustiawan menyebutkan, fokus TaniHub saat ini adalah agar bisa menjadi platform agritech top of mind bagi kalangan korporasi maupun konsumen umum. Dilengkapi dengan gudang, teknologi dan jaringan petani di pulau Jawa, TaniHub ingin menjadi layanan supply chain terlengkap di Indonesia.

“Ke depannya kami berharap TaniHub bisa menjadi [layanan] supply chain terlengkap dengan teknologi dan aplikasi yang kami ciptakan untuk memudahkan petani hingga pelanggan untuk mengakses TaniHub. Bukan hanya berfungsi sebagai tools, aplikasi TaniHub kami ciptakan untuk memperkuat supply chain,” kata Ivan.

Rencana mendirikan packing house

Saat ini gudang TaniHub di Bogor diklaim menjadi salah satu gudang percontohan yang dinilai paling lengkap dan mewakili proses hingga teknologi yang dimiliki perusahaan. Semua produk yang dikirimkan dari berbagai wilayah di pulau Jawa, dikumpulkan di gudang TaniHub Bogor untuk kemudian dilakukan proses grading atau penentuan kelas dari buah hingga sayuran. Usai proses tersebut, produk akan dikemas dan dikirimkan ke pelanggan.

Ke depannya TaniHub juga berencana mendirikan packing house di sejumlah lokasi yang bisa memudahkan petani mengirimkan semua produk pertanian mereka secara langsung.

“Pembangunan packing house tersebut masih menjadi rencana kami selanjutnya. Kami melihat packing house bakal menjadi ‘the next best thing‘ untuk Tanihub dan juga para petani pada khususnya,” kata Ivan.

Disinggung apakah TaniHub bakal melakukan ekspansi ke pulau-pulau Indonesia yang lain, Ivan menyebutkan rencana tersebut ada, namun untuk saat ini TaniHub masih fokus di pulau Jawa dan Bali.

Pasca perolehan pendanaan Seri A bulan Mei 2019 lalu, sebesar $10 juta atau setara dengan 143 miliar Rupiah, TaniHub masih ingin fokus untuk mengakuisisi lebih banyak petani untuk bergabung sekaligus mengembangkan ekosistem agritech di Indonesia.

“Setelah fokus kami mulai bergeser kepada B2B pada tahun 2017 lalu, TaniHub telah melancarkan strategi yang cukup efektif dan berhasil mendapatkan product market fit. Untuk saat ini dan selanjutnya kami ingin meng-cater industri terkait dalam hal penyediaan supply chain produk pertanian di Indonesia hingga ekspor ke mancanegara,” kata Ivan.

Kolaborasi dengan IPB

Acara penandatanganan MOU IPB dan TaniGroup / Bhisma Adinaya-TaniGroup
Acara penandatanganan MOU IPB dan TaniGroup / Bhisma Adinaya-TaniGroup

TaniGroup juga menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan Institut Pertanian Bogor (IPB). Sebagai institusi pendidikan yang fokus ke segmen pertanian di Indonesia, TaniGroup melihat kolaborasi ini bisa membantu, tidak hanya untuk perusahaan, tapi juga mahasiswa pada khususnya.

TaniGroup melihat kolaborasi dengan institusi pendidikan penting dilakukan karena berbagai permasalahan di sektor pertanian Indonesia sangat mendesak untuk dipecahkan. Perusahaan dan IPB bersama-sama memiliki peran sebagai pemangku kepentingan (stakeholder) di dunia pertanian Indonesia.

Kerja sama tersebut tidak terbatas pada bidang penelitian serta pengembangan data dan SDM yang bersifat mutual saja. Sebagai contoh, SDM yang ahli dalam pengelolaan tanah dan tanaman (agronomist) dapat berperan signifikan dalam memperbaiki kualitas hasil panen, sehingga para petani dapat memenuhi kebutuhan pasar yang terus meningkat.

“Saya harapkan ada hasil konkret dari kolaborasi ini yang selanjutnya bisa menghasilkan inovasi atau sesuatu yang positif yang bermanfaat, tidak hanya untuk TaniGroup namun juga IPB dan ekosistem agritech,” kata Ivan.

Application Information Will Show Up Here

TaniFund Telah Salurkan Dana Rp75 Miliar ke 2100 Petani

TaniFund, platform crowdfunding dan crowdlending yang membantu para petani untuk mendapatkan dana pinjaman untuk proyek budidaya pertanian, hingga saat ini telah menyalurkan dana lebih dari Rp75 miliar ke 2.100 petani dalam 83 proyek budidaya. TaniFund menargetkan penyaluran pinjaman hingga akhir 2019 bisa mencapai Rp100 miliar ke 5.000 petani. Saat ini TaniFund mengklaim telah memiliki jumlah lender yang cukup banyak berasal dari kalangan milenial.

Secara keseluruhan, jumlah petani yang bergabung di TaniFund saat ini sekitar 25 ribu dengan gudang dan cabang yang tersebar di lima kota, yaitu Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya. Ke depannya TaniFund juga sudah membuat sejumlah program untuk menjangkau petani di luar pulau Jawa.

Resmi hadir tahun 2017 lalu, TaniFund mengklaim hingga kini NPL tercatat cukup baik dan menjamin kepastian panen dari masing-masing petani di berbagai wilayah. TaniFund ini sudah resmi terdaftar dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia juga menjadi anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Disinggung apakah TaniFund memiliki rencana untuk menambah kemitraan dengan startup fintech P2P lainnya setelah Modalku, CEO TaniGroup Ivan Arie Sustiawan mengungkapkan, pihaknya belum memiliki niat untuk menambah jumlah mitra startup terkait dan masih menjalankan kerja sama strategis dengan Modalku.

“Kami belum memiliki rencana untuk menambah kemitraan selain dengan Modalku yang diresmikan sejak tahun 2017 lalu. Melalui TaniFund kami ingin membantu petani mendapatkan tambahan modal sekaligus memberikan peluang investasi untuk masyarakat,” kata Ivan.

Bantu petani tingkatkan kualitas panen

Egi Gunawan mitra TaniFund / Petani cabai di Bogor, Jawa Barat mitra TaniFund / Bhisma Adinaya-TaniGroup
Egi Gunawan, mitra TaniFund / Bhisma Adinaya (TaniGroup)

Meskipun sudah memberikan kontribusi terbesar kedua terhadap perekonomian Indonesia, banyak petani lokal belum dapat menikmati hasil yang adil atas jerih payah mereka. Sebagai negara agraris, tingkat kesejahteraan petani masih rendah karena berbagai permasalahan.

Untuk menyederhanakan rantai pasok, TaniHub hadir dengan teknologi yang diklaim mampu memotong proses tersebut dan meminimalisir jumlah ketergantungan pada middleman.

Sementara untuk memaksimalkan hasil panen dan kualitas dari produk petani, TaniFund lahir untuk menjawab kebutuhan petani untuk pendanaan usaha taninya.

“Kami menyadari bahwa kesejahteraan hidup petani hanya dapat ditingkatkan jika upaya perubahan dilakukan dari berbagai sisi dan tidak terbatas pada supply chain saja. Oleh karena itu, pada awal 2017, kami mendirikan TaniFund sebuah crowdfunding platform yang menyalurkan pendanaan dari lender kepada para borrower, dalam hal ini adalah petani,” kata Ivan.

Untuk memastikan hasil panen memiliki kualitas yang sempurna, di lapangan TaniFund menempatkan tim Field Specialist yang bertugas membimbing petani melalui aplikasi khusus untuk petani yang mudah diakses. Dengan bantuan teknologi tersebut, mitra petani TaniFund dapat lebih tertata dalam mengelola proyeknya.

Dalam proses kurasinya, tim Business Partner secara rutin merekap data mitra petani, memastikan petani tersebut memiliki sertifikasi tanah yang jelas dan bekerja dengan baik untuk bisa mengembalikan dana yang dipinjamkan lender kepada petani. Prosesnya pun cukup berlapis, mulai dari pengawasan, laporan secara real time lahan pertanian hingga edukasi kepada petani.

Salah satu petani yang sudah cukup lama menjadi mitra dari TaniFund adalah Egi Gunawan, petani milenial berusia 27 tahun yang kerap disapa dengan panggilan Kang Egi. Bersama kelompok taninya, Guna Tani, Kang Egi berhasil mengembangkan budidaya tomat TW dan cabai merah keriting lewat pembiayaan peer-to-peer lending (p2p) dari TaniFund.

“Setelah bergabung dengan TaniFund saya tidak dipusingkan lagi dengan fluktuasi harga dan bisa menjual produk hingga dengan mudah mengajukan pinjaman melalui TaniFund. Saat ini sudah dua kali proyek saya selesaikan di TaniFund,” kata Egi.

Application Information Will Show Up Here

Tani Group Secures Series A Funding Worth of 143 Billion Rupiah

TaniGroup announces Series A funding worth of $10 million, equivalent to 143 billion Rupiah. It was to support business expansion and gather agriculture startups to collaborate in developing the sector.

The first round was led by Openspace Ventures. Participated also, Intudo Ventures, Golden Gate Ventures and The DFS Lab, a fintech accelerator supported by Bill and Melinda Gates Foundation.

Using the latest funding, TaniGroup aims to encourage business to grow rapid in 2019, also, more benefits for farmers and buyers. TaniGroup believes in collaboration with many stakeholders to solve the current problems in the agriculture sector.

TaniGroup is to partner with the central government, provincial, local and global organizations, including other agricultural startups to build the bigger platform.

“Soon, we’re to gather many agricultural startups to collaborate, considering the plenty of opportunity in the industry, and also very traditional. There are lots of issues to solve, many of the farmers need supports, and opportunity to build tighter supply chain in order to produce better crops with the best price for Indonesian people,” TaniGroup’s CEO, Ivan Arie Sustiawan, said.

Was founded in 2016, TaniHub has partnered up with more than 25,000 local farmers in all around Indonesia and operating five branch office and central of regional distribution in Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, and Surabaya.

TaniGroup is currently has two services. First, TaniHub, a platform that allows users to get fresh crop directly from the farmers. The service is using B2B and B2C approach. Currently, Tanihub has been connecting farmers with 400 SMEs and over 10,000 individuals.

Next, there is TaniFund, to help farmers getting loan for agriculture cultivation. Using the integration with TaniHub platform, either borrowers or lenders will have clear status and agreement. TaniFund is already registered and work under Financial Service Authority (OJK), also part of Indonesian Joint Funding Fintech Association (AFPI).

“Our mission is agriculture for everyone. Although the agriculture sector is only the second biggest of Indonesia’s gross domestic products, some people aren’t into the sector due to negative perception. Farmers isn’t more attractive than other jobs, and most consumers aren’t directly relate to their food chain,” TaniGroup’s Co-Founder & President, Pamitra Wineka said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

TaniGroup Amankan Pendanaan Seri A Senilai 143 Miliar Rupiah

TaniGroup mengumumkan telah berhasil mengamankan pendanaan aeri A sebesar $10 juta atau setara dengan 143 miliar Rupiah. Dana tersebut akan dimanfaatkan untuk melakukan ekspansi bisnis dan mengajak startup pertanian lain berkolaborasi demi memajukan sektor pertanian di Indonesia.

Putaran pendanaan ini dipimpin oleh Openspace Ventures. Turut terlibat di dalamnya Intudo Ventures, Golden Gate Ventures dan The DFS Lab, sebuah akselerator fintech yang didanai oleh Bill dan Melinda Gates Foundations.

Dengan pendanaan yang didapat, TaniGroup berharap bisa memicu pertumbuhan bisnis yang pesat di tahun 2019, sehingga lebih banyak petani dan pembeli dapat diuntungan. TaniGroup percaya bahwa kolaborasi dengan banyak pemangku kepentingan adalah kunci untuk memecahkan masalah di sektor pertanian Indonesia.

TaniGroup akan bekerja sama dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi lokal dan internasional, termasuk startup pertanian lainnya untuk membangun platform yang lebih besar.

“Dalam waktu dekat, kami ingin mengundang startup-startup pertanian untuk berkolaborasi karena kue pertanian Indonesia masih besar dan sangat tradisional. Ada banyak masalah besar yang harus diselesaikan, banyak petani masih membutuhkan bantuan, dan juga kesempatan untuk membangun rantai pasok lebih kuat dalam rangka menyediakan hasil tani yang bagus kepada masyarakat Indonesia dengan harga terbaik,” terang CEO TaniGroup Ivan Arie Sustiawan.

Sejak didirikan pertengahan tahun 2016, TaniHub telah bermitra dengan lebih dari 25.000 petani lokal di seluruh Indonesia dan mengoperasikan lima kantor cabang dan pusat distribusi regional di Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya.

TaniGroup sendiri saat ini memiliki dua jenis layanan. Pertama TaniHub, sebuah platform yang memungkinkan pengguna mendapatkan hasil pertanian segar yang didapat langsung dari petani. Layanan ini memiliki pendekatan B2B dan B2C. Saat ini Tanihub berhasil menghubungkan petani dengan 400 UKM dan lebih dari 10.000 pengguna individu.

Layanan selanjutnya adalah TaniFund, membantu para petani untuk mendapatkan dana pinjaman untuk proyek budidaya pertanian. Dengan adanya hubungan ke platform TaniHub, baik peminjam maupun pemberi pinjaman akan mendapat kejelasan status dan perjanjian. TaniFund ini sudah resmi terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan juga menjadi anggota dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

“Misi utama kami adalah agiculture for everyone. Meskipun pertanian adalah penyumbang terbesar kedua terhadap produk domestik bruto Indonesia, banyak orang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan sektor tersebut sejak lama karena adanya persepsi negatif. Bekerja sebagai petani tidak diminati jika dibandingkan dengan pekerjaan lainnya, dan mayoritas konsumen tidak berhubungan langsung dengan sumber pasokan makanan mereka,” ujar Co-Founder & President TaniGroup Pamitra Wineka.

Application Information Will Show Up Here

Potensi dan Tantangan Industri Agrotech di Indonesia

Di tengah daftar startup agro lokal yang terus bertambah, ada beberapa pemain yang justru makin memantapkan keberadaan dan bisnisnya. Salah satunya adalah TaniGroup yang mengembangkan platform TaniHub dan TaniFund. Dalam sebuah kesempatan, Co-Founder & CEO Ivan Arie Sustiawan mengungkapkan saat ini platform TaniHub sudah digunakan secara aktif oleh 680 kelompok tani sebagai vendor. Kliennya sendiri sudah mencapai lebih dari 230 unit, meliputi supermarket, restoran, eksportir, industri, dan UKM.

Sedangkan untuk TaniFund, pihaknya mengklaim sudah berhasil menyalurkan dana hingga 19 miliar rupiah ke 34 proyek yang digarap kelompok tani. Pendanaan tersebut didapat secara crowdfunding (online) maupun KUR beberapa bank. Didirikan sejak Agustus 2016, TaniGroup juga telah mendapatkan pendanaan pra-seri A dari sejumlah investor, dipimpin Alpha JWC Ventures.

Guna meningkatkan kapabilitas, tahun ini TaniHub meluncurkan aplikasi vendor untuk para petani agar dapat menjual produk mereka secara langsung. Terdapat juga aplikasi klien untuk memudahkan konsumen B2B membeli produk dari para petani tadi. Diharapkan dua aplikasi tersebut dapat mempercepat proses on-boarding maupun transaksi.

“Untuk TaniFund, kami sedang dalam proses peningkatan aplikasi untuk petani dan pendamping, sehingga petani dapat menggunakan aplikasinya untuk mendapatkan bantuan asistensi dalam pembudidayaan, seperti informasi cuaca, tumpang sari, metode perawatan tanaman dan lainnya,” ujar Ivan kepada DailySocial.

Mitra TaniHub di lapangan saat mengerjakan proyek / TaniGroup
Mitra TaniHub di lapangan saat mengerjakan proyek / TaniGroup

Tantangan di sektor agro

Faktanya tantangan untuk bisnis pertanian sangat banyak, baik yang secara substansi dalam rantai produksi maupun unsur lainnya seperti kapasitas petani. Hal tersebut turut dirasakan oleh tim TaniGroup dalam pengembangan bisnisnya. Menurut Ivan tantangan terbesar adalah proses sosialisasi, baik kepada mitra petani maupun klien.

“Meski merupakan proses yang cukup costly dan painful, namun ini proses yang mungkin wajib dilalui oleh semua startup yang ingin membuat sebuah terobosan besar. Cara kami menjelaskan proses bisnis kepada petani-petani selama ini adalah dengan mengikuti acara-acara sosialisasi keliling daerah yang dilakukan oleh Kemenkoninfo, KemenkopUKM, OJK dan BI,” terang Ivan.

Keyakinan TaniGroup lambat laun teknologi akan mentransformasikan sistem pertanian Indonesia ke arah yang lebih produktif dan transparan. Ivan mencontohkan, dengan sistem digital terdapat peningkatan jumlah supply dari petani. Petani mengakui terbantu dengan adanya kepastian pasar. Mereka lebih berani menanam lebih banyak dan memperkerjakan orang lebih banyak di ladang.

“Para kelompok tani yang mengajukan pendanaan melalui TaniFund juga bisa mendapatkan pendanaan yang relatif lebih cepat. Selain di sisi marketplace commerce maupun lending, teknologi dapat membantu dalam hal asistensi lapangan bagi petani-petani yang ingin melakukan pembudidayaan yang tepat dan optimal,” lanjut Ivan.

Dengan capaian yang berhasil diraih, TaniGroup cukup percaya diri untuk melakukan ekspansi ke luar Jawa di tahun ini. Pembaruan fitur masih akan terus digencarkan, mengikuti berbagai masukan dari kelompok tani dan klien B2B. Selain itu tahun ini TaniFund menargetkan angka yang lebih besar untuk pendanaan bagi petani, dengan tujuan meningkatkan dampak sosial, khususnya pada pertanian organik yang ramah lingkungan.

Peresmian kantor cabang TaniGroup di Jogja / TaniGroup
Peresmian kantor cabang TaniGroup di Jogja / TaniGroup

“Kue” di sektor pertanian masih besar

Seiring banyak yang menyadari potensi Indonesia sebagai negara agraris, banyak startup baru berbasis agrotech bermunculan. Permasalahannya memang banyak sekali, jika melihat data pertumbuhan sektor pertanian misalnya, menurut data BPS pada tahun 2016 pertumbuhannya cuma berkisar di angka 1,85 persen. Termasuk investasi di sektor pertanian yang tidak signifikan, padahal porsi industri pertanian secara nasional masih sekitar 13,56 persen.

Banyak yang tertantang untuk menyelesaikan, sehingga banyak pemain baru. Namun menurut Ivan hal tersebut justru harus disambut baik.

“Kami menganggap ‘kue’ di sektor pertanian sangat besar sehingga tidak perlu sesama agrotech menganggap satu sama yang lain sebagai kompetitor. Harapan kami, semua agrotech dapat saling berkolaborasi karena misi utama agrotech Indonesia haruslah pada peningkatan kesejahteraan petani/peternak/nelayan, mempromosikan sustainable farming untuk menjaga keberlanjutan bisnis pertanian Indonesia, dan menjaga ketahanan makanan nasional,” tutup Ivan.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

TaniHub Luncurkan Dua Aplikasi untuk Vendor dan Mitra Pengemudi

Startup pertanian TaniGroup, yang membawahi TaniHub dan TaniFund, baru saja merilis dua aplikasi baru. Aplikasi tersebut bernama TaniHub Driver dan TaniHub Vendor. TaniHub merupakan aplikasi berbasis e-commerce yang memberikan alternatif bagi petani untuk mendistribusikan hasil panennya ke pemilik bisnis makanan.

Aplikasi TaniHub Driver digunakan untuk memfasilitasi mitra pengemudi. Adanya mitra tersebut memungkinkan petani dapat terhubung dengan jasa pengiriman hasil panen ke tempat tujuan. Sementara aplikasi TaniHub Vendor dapat dimanfaatkan oleh petani untuk terhubung dengan calon konsumen. Di dalamnya petani dapat mengakses daftar vendor yang tersedia, melakukan transaksi, hingga mendapatkan notifikasi pemesanan.

“Kami dengan bangga mengumumkan peluncuran aplikasi TaniHub Vendor dan TaniHub Driver di PlayStore. Sekarang seluruh mitra petani, peternak dan nelayan dapat dengan mudah mendaftarkan dan menjual hasil panen mereka ke TaniHub melalui apps ini dengan cara yang paling efisien dan efektif dan tanpa ribet,” ujar Co-Founder & CEO TaniGroup Ivan Arie Sustiawan.

Menurut Ivan, aplikasi ini didesain semudah mungkin agar dapat diadopsi cepat oleh petani. Melalui TaniHub, para petani juga memungkinkan untuk melakukan penjualan komoditas hasil panen dalam jumlah besar. Misi sosial yang diaplikasikan TaniHub ialah membantu memasarkan produk petani secara langsung, sehingga secara tidak langsung juga dapat memangkas rantai penjualan yang umumnya kurang menguntungkan untuk para petani.

Sebelumnya akhir April 2018 lalu, TaniGroup baru saja mengumumkan perolehan data Pra-Seri A dengan nilai yang tidak disebutkan. Putaran pendanaan tersebut dipimpin oleh Alpha JWC Ventures dan diikuti beberapa angel investor. Salah satu fokus pendanaan tersebut untuk meningkatkan kapasitas bisnis TaniHub, salah satunya kini direpresentasikan dengan peluncuran aplikasi untuk efektivitas proses bisnis.

“Yang membuat TaniHub istimewa adalah layanan end-to-end kami. Kami memiliki tim di lapangan untuk mengawasi jalannya seluruh proses, tim spesialis yang mendampingi para petani, serta platform e-commerce yang siap menyerap seluruh hasil panen mereka. Jadi kami tidak hanya memberikan dana tapi juga pendampingan dari awal hingga akhir, sehingga risiko bisnis dapat diminimalkan,” ungkap Ivan dalam kesempatan pengumuman pendanaan beberapa waktu lalu.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Modalku dan TaniHub Sajikan Solusi “Cashflow” untuk Petani Indonesia

Menyambut hari kemerdekaan Indonesia yang ke 70 dua startup tanah air mengumumkan kerja sama dalam rangka untuk mendukung sektor pertanian. TaniHub dan Modalku sepakat menjalin kerja sama untuk menyalurkan solusi cashflow agar petani Indonesia dapat mengembangkan usaha mereka lebih lanjut. Pengumuman ini berbarengan dengan diluncurkannya produk teranyar Modalku, Supply Chain Financing (SCF), di platform mereka.

Modalku adalah salah satu startup yang memberikan layanan peer-to-peer lending (P2P) di Indonesia, sedangkan TaniHub merupakan salah satu startup yang memiliki cita-cita untuk menyejahterakan para petani. Kombinasi keduanya diharapkan bisa memberikan dampak positif bagi sektor pertanian Indonesia.

COO Modalku Iwan Kurniawan menjelaskan kerja sama Modalku dan TaniHub mengemas solusi dalam bentuk aplikasi digital yang diharapkan lebih menguntungkan petani. Mereka tak lagi perlu bergantung pada tengkulak untuk memasarkan produk mereka.

CEO TaniHub Ivan Arie Sustiawan, di lain pihak, menyambut baik kerja sama ini. Menurutnya keberadaan dan dukungan Modalku sangat membantu pihak TaniHub dalam mengembangkan agribisnis digital, baik di pasar domestik maupun ekspor. Ivan juga berharap sinergi positif TaniHub dan Modalku bisa terus berlanjut dan meningkatkan kemajuan sektor pertanian Indonesia.

Berbarengan dengan pengumuman kerja sama ini, Modalku juga mengumumkan peluncuran produk supply chain financing (SCF). Sebuah solusi yang dapat membantu UMKM (kini juga mendukung petani, nelayan, dan peternak) untuk membayar tagihan supplier agar UMKM dapat lebih fokus mengatur usaha mereka.

Application Information Will Show Up Here

Mengenal TaniHub dan Upayanya Menyejahterakan Petani

Permasalahan rantai distribusi dari petani atau peternak Indonesia menjadi sorotan serius banyak pihak. Hal ini kemudian melahirkan banyak startup baru di sektor ini. Salah satu di antaranya adalah TaniHub. Tiga pokok masalah yang coba diselesaikan yakni rantai distribusi yang tidak efisien, akses pasar yang terbatas karena petani jarang bisa menjual ke ritel besar, dan persyaratan pembayaran yang memberatkan pembeli.

Merintis bisnis sejak Agustus tahun lalu, TaniHub perlahan menunjukkan eksistensi mereka sebagai salah satu platform yang menghubungkan petani dan para konsumen. Di samping itu ambisi para pendiri TaniHub untuk mengatasi permasalahan di sektor pertanian yang cukup besar akhirnya melahirkan TaniFund.

TaniHub yang mendekati usia satu tahun hadir tak hanya dengan solusi teknis yang mengandalkan teknologi digital dan mobile. TaniHub berusaha merangkul berbagai pihak untuk menciptakan sebuah sinergi dan komunikasi yang baik antara petani, pelaku bisnis, pemerintah, juga lembaga-lembaga keuangan seperti bank.

Dari segi konsep TaniHub merupakan sebuah marketplace yang menghubungkan penjual, dalam hal ini petani dengan pelaku bisnis. TaniHub mengambil peran sebagai tempat penunjang transaksi produk pangan yang berusaha menyediakan berbagai macam fitur dan layanan untuk menjamin keamanan dan kenyamanan.

“TaniHub berperan sebagai perantara jual beli di mana setiap transaksi pembelian akan dibayarkan terlebih dulu oleh TaniHub ke penjual berdasarkan tagihan atas penyerahan produk pangan ke pembeli, dan pembeli akan membayar tagihan ke TaniHub sesuai syarat dan ketentuan pembayaran yang telah disepakati oleh kedua belah pihak,” papar CEO TaniHub Ivan Arie Sustiawan.

TaniHub awal dari lahirnya solusi lain di sektor pertanian

Tim TaniHub tampaknya masih berusaha memperbaiki sektor pertanian dengan cara mereka sendiri, dengan pendekatan teknologi. Hal ini ditandai dengan lahirnya layanan TaniFund, sebuah layanan crowdlending yang memungkinkan masyarakat berinvestasi di sektor  pertanian. Keterbatasan akses petani terhadap bank menjadi salah satu permasalahan utama yang coba diselesaikan oleh TaniFund.

Ivan kepada DailySocial mengatakan pihaknya, melalui TaniHub dan TaniFund berusaha bekerja semaksimal mungkin itu bisa membantu menyejahterakan petani melalui pendampingan secara langsung dengan tim yang kompeten yang berpengalaman di bidangnya. Mereka berharap bisa memberikan yang terbaik bagi petani dan masyarakat yang ingin membantu sektor pertanian Indonesia.

“TaniHub dan TaniFund memastikan untuk merangkul petani-petani terbaik yang dapat menghasilkan produk yang memenuhi standar, tim TaniHub yang kompeten turut aktif terjun langsung ke lapangan untuk berkomunikasi secara langsung dan menjalin hubungan baik dengan jaringan petani, seperti melalui asosiasi, untuk dapat terhubung dengan petani pilihan,” terang Ivan.

Sejauh ini TaniHub memiliki kurang lebih 12.000 petani yang terhubung dengan sistem mereka yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan mayoritas berada di pulau Jawa. Dengan diluncurkannya TaniFund ini TaniHub melangkah ke level selanjutnya untuk menjadi sebuah platform lengkap untuk membantu sektor pertanian.

Dalam rilis yang dikeluarkan bersamaan dengan peluncuran TaniFund beberapa waktu lalu Ivan menjelaskan salah satu harapannya adalah bisa membantu orang-orang di desa untuk mengembangkan pertanian di desa masing-masing tanpa perlu ke kota untuk mencari pekerjaan. Dengan menyalurkan modal dari kota ke desa diharapkan bisa membantu petani untuk menciptakan banyak lapangan pekerjaan yang layak dan adil.

Application Information Will Show Up Here