Cara Mengatur Pembayaran dan Penarikan Saldo di KaryaKarsa untuk Kreator

KaryaKarsa adalah aplikasi yang memudahkan kreator untuk membagikan karyanya dan terhubung langsung dengan para penggemar. KaryaKarsa memberikan kesempatan untuk semua kreator dari berbagai bidang untuk bergabung dan mendapat penghasilan dari karya tersebut.

Penghasilan akan didapat dari tip yang diberikan oleh penggemar ataupun dari biaya yang dikeluarkan oleh penggemar untuk mengakses suatu karya (jika karya ditetapkan sebagai karya berbayar). Kreator pun bisa dengan mudah mengatur pembayaran dan penarikan saldo yang diinginkan.

Pada menu penarikan saldo, kreator akan menemukan dua jenis saldo tertera yaitu Saldo Total dan Saldo Bisa Ditarik. Saldo Total adalah jumlah keseluruhan penghasilan yang Anda terima hingga saat Anda membuka dashboard, sedangkan Saldo Bisa Ditarik adalah jumlah saldo yang bisa ditarik oleh kreator.

Kreator tidak bisa menarik seluruh saldo karena saldo yang bisa ditarik adalah saldo yang terkumpul sampai 5 hari sebelum penarikan dilakukan. Misalnya Anda baru mendapat penghasilan tambahan hari ini, maka saldo yang masuk baru akan bisa ditarik 5 hari kemudian.

Untuk melakukan penarikan saldo, pastikan Anda sudah melengkapi informasi bank. Jika belum melengkapi informasi bank, silakan ikuti panduan berikut!

Cara Melengkapi Informasi Bank guna Penarikan Saldo

  • Buka aplikasi KaryaKarsa dan masuk ke dashboard, lalu klik ikon palet warna yang berada di samping kanan ikon (+)

  • Pilih menu Bank

  • Lengkapi detail informasi bank yang dibutuhkan, lalu klik Konfirmasi Via Email

Pilih nama bank yang tersedia, masukkan nama lengkap Anda sesuai rekening yang Anda daftarkan di KaryaKarsa, dan masukkan nomor rekening Anda

  • Setelah melakukan konfirmasi, Anda bisa masuk kembali ke dashboard untuk melakukan penarikan uang

Cara Menarik Saldo bagi Kreator di KaryaKarsa

  • Masuk ke halaman dashboard penarikan uang
  • Masukkan nominal saldo yang ingin ditarik, lalu klik Konfirmasi via Email

  • Lakukan pengecekan ulang sebelum penarikan saldo. Jika data sudah sesuai, klik Konfirmasi via Email

Periksa kembali nominal dan data penarikan. KaryaKarsa mengenakan potongan platform sebesar 10% dan biaya transfer Rp. 5.500, 00

  • Selesai. Proses penarikan memakan waktu 2-3 hari kerja untuk masuk ke rekening Anda.

Kreator bisa melakukan penarikan saldo kapan pun. Jika sudah mengikuti panduan di atas namun Anda gagal melakukan penarikan saldo, lakukan pemeriksaan terhadap beberapa hal.

Pertama, periksa informasi bank yang Anda masukkan dan pastikan informasi bank sudah benar.

Kedua, cek kembali koneksi internet Anda dan pastikan Anda memiliki koneksi internet yang bagus.

Ketiga, link konfirmasi penarikan saldo via email hanya berlaku 1 jam dan akan expired setelahnya. Jadi, pastikan Anda memantau email ketika sedang melakukan proses penarikan saldo.

Jika email konfirmasi sudah expired, Anda bisa mengajukan permintaan penarikan saldo ulang dengan mengikuti tahap yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Keempat, coba gunakan browser lain untuk mencoba penarikan saldo. Terakhir, jika semua sudah Anda periksa dan masih gagal melakukan penarikan salso, silakan menghubungi layanan customer service KaryaKarsa di [email protected]. Sekian panduan kali ini, semoga bermanfaat!

Langkah Mudah Mengunggah Karya Pertama di KaryaKarsa

KaryaKarsa adalah platform digital yang menjadi wadah para kreator untuk mengunggah karya dan terhubung langsung dengan para penikmat karyanya. Melalui KaryaKarsa, kreator bisa membagikan karyanya kepada publik dan penikmat karya dapat mencari karya yang ingin dinikmatinya.

Tidak hanya sebagai wadah unjuk karya, kreator juga bisa mendapatkan penghasilan dari karya yang diunggahnya. Setiap karya yang diunggah bisa diatur untuk menjadi karya gratis maupun karya berbayar. Kendati diatur menjadi karya yang gratis dan bebas diakses oleh siapapun, kreator akan tetap bisa mendapat penghasilan melalui tip yang diberikan oleh audiensnya.

Kali ini, penulis akan memandu Anda yang sudah melakukan pendaftaran sebagai kreator di KaryaKarsa untuk mulai mengunggah karya. Sudah tidak sabar, bukan? Simak panduan berikut ini ya!

Cara Mengunggah Karya Pertama di KaryaKarsa

  • Buka aplikasi KaryaKarsa dan Log in ke akun KaryaKarsa Anda dengan memasukkan email dan password, lalu klik Login

  • Klik ikon (+) yang berada di tengah paling bawah berwarna merah muda

  • Terdapat 2 pilihan, yaitu Karya Baru dan Seri Baru. Pilihlah salah satu yang paling Anda inginkan. Karya Baru digunakan apabila Anda ingin membuat karya satuan, sedangkan Seri Baru digunakan apabila Anda ingin membuat karya seri bersambung. Keduanya memungkinkan Anda di kemudian hari jika ingin melanjutkan cerita atau karya yang sudah diunggah. Pada contoh kali ini, penulis memilih Karya Baru

  • Pilih kategori karya yang diinginkan

Terdapat lima pilihan kategori yang bisa dipilih, seperti tulisan (cerita bersambung, novel, puisi), komik/galeri (komik strip, one-shot, series atau galeri), webtoon, audio (podcast, musik, audio story), dan file download (photo pack, tools, dan lainnya). Pada contoh ini, penulis memilih Tulisan

  • Lengkapi detail karya tulis yang ingin di unggah, lalu klik Lanjut.

Masukkan sampul, judul, deskripsi singkat tulisan, pilih seri, pengaturan komentar, tag, serta tipe dan harga untuk karya yang diunggah. Di bagian paling bawah, Anda juga bisa melihat simulasi pendapatan dari karya yang akan diunggah.

  • Anda bisa mulai menulis sinopsis atau detail cerita yang akan diunggah. Jika sudah selesai, silakan pilih review

  • Anda bisa memilih jadwal tayang. Selain itu, Anda bisa memilih apakah karya akan langsung dipublikasikan atau disimpan dulu ke draft

Cara Membuat Kategori Karya

  • Masuk ke dashboard KaryaKarsa Anda, lalu pilih ikon palet warna yang berada di samping kanan tanda (+)
  • Pilih menu Karya
  • Silakan unggah judul, teaser, dan sinopsis pada menu Isi
  • Unggah karya pada menu Berkas

Credit photo by KaryaKarsa

Itulah panduan untuk mengunggah karya di KaryaKarsa. Setelah mengunggah karya di KaryaKarsa, jangan lupa untuk mempromosikannya di berbagai kanal media sosial untuk meraih banyak atensi publik.

Semakin banyak langkah promosi yang Anda lakukan, semakin besar peluang karya Anda dilirik publik dan mendapat apresiasi serta penghasilan. Jadi, tunggu apalagi? Segera unggah karya pertamamu di KaryaKarsa!

Cara Menghasilkan Uang dari Ide Kreatif dan Karya

KaryaKarsa adalah platform digital yang menghubungkan kreator dengan penggemarnya. Melalui platform ini, kreator bisa mengunggah karyanya untuk dinikmati secara gratis maupun berbayar oleh para penggemar. Dengan begitu, kreator akan mendapatkan dukungan dan penghasilan langsung dari fans atas karya mereka.

Bagaimana, apakah Anda tertarik untuk bergabung menjadi kreator di KaryaKarsa? Artikel ini akan membahas lebih lanjut terkait pendaftaran kreator di KaryaKarsa. Jika Anda tertarik, simak penjelasannya sampai akhir, ya!

Pendaftaran Kreator KaryaKarsa

  • Unduh aplikasi KaryaKarsa di playstore atau appstore

  • Buka aplikasi yang sudah terunduh, lalu klik Daftar sebagai Kreator

  • Buatlah link halaman kreator yang Anda inginkan dan pilih kategori kreator. Untuk melanjutkan proses pendaftaran, klik Lanjut.

Ada banyak pilihan kategori yang tersedia, seperti penulis, fotografer, edukasi, video, komik, 3D Artist, komunitas, audio, podcasters, gaming, youtubers, desain, streamer, animator, musisi, developer, crafter, dan lain sebagainya. Anda bisa memilih salah satu kategori sesuai bidang kreasi Anda.

  • Lengkapi data diri Anda, kemudian klik Selesaikan

Masukkan nama lengkap, alamat email, nomor telepon, dan password.

  • Pada langkah terakhir, pastikan Anda membaca dan menyetujui syarat penggunaan dan kebijakan privasi dengan memberikan centang pada kotak persetujuan. Klik Daftar untuk menyelesaikan proses pendaftaran.

  • Sebelum mulai menjelajah fitur dan akun, pastikan untuk melakukan verifikasi email terlebih dahulu. Buka email yang Anda terima dari Karyakarsa, lalu klik Aktivasikan Akun.

  • Anda akan menerima notifikasi verifikasi yang berhasil. Untuk melanjutkan penggunaan akun, silakan klik Continue dan log in ke akun Karyakarsa Anda.

Setelah menyelesaikan proses pendaftaran, Anda bisa mulai membuat atau mengunggah karya Anda di Karyakarsa. Anda bisa mengatur akses penggemar ke karya Anda dengan 4 cara berikut:

Bebas Akses (Gratis)

Untuk menawarkan karya secara gratis kepada penggemar, Anda cukup menerapkan set harga 0 rupiah pada bagian “Tipe & Harga Dukungan”. Meskipun gratis, penggemar tetap bisa memberi apresiasi dengan memberi Anda tip.

Berbayar Harga Satuan

Penjualan satuan memungkinkan penggemar bisa mengakses karya Anda selamanya dalam satu kali transaksi. Jenis penawaran ini cocok untuk beberapa karya, seperti wallpaper, photopack, pdf coloring book, komik, cerita bersambung, dan novel yang dijual per chapter.

Berbayar Harga Paket

Jenis penawaran ini mengharuskan Anda untuk menyatukan karya dalam satu paket, baru kemudian Anda bisa mematok harga untuk paket tersebut. Paket bisa ditentukan berdasarkan aksesibilitas penggemar, misalnya apakah penggemar memilih akses selama 30 hari saja atau akses selamanya.

Berbayar Paket Kombinasi

Penawaran jenis ini merupakan kombinasi antara jual satuan dengan jual paket. Dengan begitu, penggemar Anda bisa memiliki lebih banyak pilihan harga.

Itulah panduan untuk menjadi kreator di KaryaKarsa. Anda bisa memaksimalkan potensi dan kreativitas Anda di KaryaKarsa. Dengan begitu, karya Anda bisa mendapat dukungan dari para penggemar. Tak kalah penting, Anda juga bisa menghasilkan pendapatan melalui KaryaKarsa.

Upaya Monetisasi Karya Dalam Negeri di Platform “Creator Economy”

Terhitung hampir lima miliar orang atau setara 62,5 persen dari total populasi di dunia mengakses internet per Januari 2022. Dari jumlah tersebut, sebanyak 92,1 persen di antaranya online dengan perangkat mobile. Rata-rata masyarakat global menghabiskan waktu hingga tujuh jam setiap harinya untuk online.

Tak terbayang berapa banyak konten yang telah kita baca, tonton, atau lihat di perangkat mobile selama dua tahun belakangan. Situasi Covid-19 yang belum juga usai memaksa orang untuk menghabiskan banyak waktu di rumah, membatasi mobilitas kerja dan sekolah. Alhasil, kesempatan untuk mengakses internet semakin besar.

Di Indonesia, ledakan konten juga terjadi. Orang-orang membuat konten, mengeksplorasi ide, dan semakin kreatif untuk memonetisasi karyanya. Bahkan ladang subur industri creator economy memicu banyak kelahiran platform apresiasi karya dalam negeri, membidik pasar ekonomi kreatif yang selama ini belum tergarap dengan maksimal.

Saat ini belum ada laporan komprehensif mengenai creator economy di Indonesia. Kendati begitu, pertumbuhan ekosistem dan infrastruktur digital di Tanah Air mengindikasikan potensi pasar creator economy yang belum tergarap dengan optimal. Pemerintah pun tengah mendorong industri ekonomi kreatif sebgai salah satu penggerak ekonomi di masa depan.

DataReportal per Januari 2022 mencatat jumlah pengguna internet Indonesia telah menyentuh angka 204,7 juta orang atau setara 73,7 persen dari total populasi. Kemudian, jumlah pengguna media sosial mencapai 191,4 juta atau 68,9 persen dari total populasi.

Untuk mendapatkan gambaran mengenai lanskap industri creator economy, model monetisasi, dan proyeksi bisnis, DailySocial berbincang dengan Founder KaryaKarsa Ario Tamat, Founder Storial Brilliant Yotenega, serta Founder Famous All Stars Arief Rakhmadani dan Co-CEO Famous All Stars Alex Wijaya.

Mengenal creator economy

Creator economy didefinisikan sebagai sebuah aktivitas yang dilakukan kreator untuk memperoleh penghasilan dengan bantuan teknologi. Sementara melansir laporan CBInsight, creator economy merujuk pada berbagai kegiatan bisnis oleh kreator independen, dari vlogger, influencer, hingga writer, untuk memonetisasi karya dan kemampuannya.

Keberadaan platform creator economy memungkinkan mereka untuk berkreasi dengan dukungan tools atau fitur analitik yang tersedia di dalamnya. Dengan tools, kreator manapun, termasuk yang punya jumlah follower kecil, bukan akun bercentang biru (verified), atau yang baru berdiri dapat memonetisasi karya mereka sendiri secara langsung.

Saat ini, industri creator economy global telah menyentuh angka $104,2 miliar. Pertumbuhan ini tak lepas dari keterlibat investor yang mengucurkan investasi terhadap bisnis creator economy. Di sepanjang 2021, investor di dunia telah menyuntik sebesar $1,3 miliar ke platform creator economy.

Di Indonesia, creator economy masuk dalam ekonomi kreatif yang di dalamnya juga membawa banyak subsektor. Menurut data Kemenparekraf, subsektor ini terdiri dari game developer, seni kriya, desain interior, musik, seni rupa, desain produk, fashion, kuliner, film, animasi, video, fotografi, desain komunikasi visual, televisi, radio, arsitektur, periklanan, seni pertunjukan, penerbitan, dan aplikasi.

Tantangan dan model monetisasi

Siapa saja dapat menjadi kreator. Namun, tidak semua mampu bertahan untuk tetap berkarya dan menghasilkan. Berbeda dengan situasi sekarang, satu dekade lalu–meski sudah ada internet–harga smartphone dan paket data masih mahal. Cakupan internet masih terbatas dan belum sampai ke wilayah pedesaan.

Jika Anda hobi menulis fiksi, menggambar, atau bermain game, belum tentu semua itu dapat menghasilkan uang. Kreator-kreator yang sudah punya nama pun mengalami kesulitan untuk produktif dan tak bisa sepenuhnya mengandalkan penghasilan dari karya.

Ario Tamat dan Brilliant Yotenega atau Ega menilai upaya monetisasi karya dan kestabilan pendapatan memang menjadi isu usang yang kerap dialami oleh para kreator, misalnya komikus, penulis, musisi, atau pelukis. Jauh sebelum ada teknologi, ada jalan panjang yang harus dilakukan kreator untuk memasarkan karyanya.

Ario melihat banyak kasus di mana kreator tidak bisa produktif berkarya karena tidak punya pemasukan tetap. Dari sini, ia melihat ada disconnect antara kreator dan pembeli konten karena tidak ada jalur diskusi, dan model pemasaran dulu masih tradisional. Meski sudah masuk era digital pun, belum ada platform yang menyasar kreator langsung  di Indonesia. Bisa jadi karena kategori kreator masih sangat luas, dan belum ada definisi mutlak tentang apa yang mereka lakukan dan cara monetisasinya.

Yotenega atau karib disapa Ega juga merasakan kegelisahan yang sama. Pria yang berkecimpung di industri penerbitan ini mencontohkan proses panjang penulis yang ingin menerbitkan bukunya. Asumsinya ada naskah lolos seleksi, penulis perlu waktu enam bulan hingga satu tahun bagi penerbit untuk melakukan penyuntingan, produksi, dan distribusi. Royalti yang diterima pun umumnya berkisar 10%-15%, itu belum termasuk potongan pajak.

Ini belum lagi bicara kreator di segmen lain yang punya isu serupa, seperti musisi atau pelukis. Faktor-faktor tersebut membuat kreator sulit berkarya karena tidak ada kestabilan pendapatan.

Teknologi memang membantu memotong rantai panjang ini. Kita sudah merasakan bagaimana media sosial menghubungkan kreator dengan penggemarnya, menjadi wadah untuk mempromosikan karyanya. YouTube, Instagram, dan Twitter memampukan siapapun untuk terpapar dengan kreator atau karya yang belum pernah ditemui pengguna sebelumnya. Sampai akhirnya YouTube memberlakukan adsense, Instagram dengan influencer tools, dan TikTok lewat marketplace. Namun, sejatinya platform-platform ini sejak awal dirancang sebagai media sosial, bukan platform monetisasi karya.

Sebelum ada model Direct-to-Consumer (DTC), kreator mengandalkan sponsorship dan iklan dari pemilik brand sebagai salah satu revenue stream kreator. Namun, seiring berkembangnya teknologi dan ekosistem digital, pelaku startup mengembangkan platform DTC yang membantu kreator memonetisasi langsung dari fans/audiens/follower. Bentuknya bisa dalam bentuk penjualan karya atau donasi.

Dalam konteks pasar Indonesia, platform-platform apresiasi konten lokal memang baru muncul beberapa tahun belakangan untuk mengisi pasar ekonomi kreatif yang belum tergarap optimal. Ini menandakan sebuah sinyal manis bahwa pasar Indonesia mengapresiasi peran platform lokal sekaligus karya-karya yang layak untuk dibeli.

Dari berbagai sumber yang kami rangkum, ada beberapa platform apresiasi karya yang cukup mendapat perhatian penikmat konten di Indonesia, di antaranya ada Storial, KaryaKarsa, Saweria, GoPlay, Noice, dan Trakteer. Format karya yang dipasarkan beragam, mulai dari gambar, cerita fiksi, lukisan, hingga konten livestreaming. Ini baru model berbasis DTC.

Ada pula platform Allstars yangmenghubungkan pemilik brand, baik dari skala kecil sampai skala besar dengan influencer untuk mempromosikan produk/jasa sebuah brand melalui kreasinya.

Diolah dari berbagai sumber / DailySocial

Untuk konten yang bersifat live streaming, Saweria memungkinkan kita untuk memberikan dukungan finansial dalam bentuk tip. GoPlay juga salah satunya, kreator dapat menerima dukungan finansial dengan konsep virtual gift, yang juga dapat dicairkan secara instan ke rekening bank atau dompet digital.

Adapun, Storial memakai skema penjualan karya satuan (ecer) agar bisa lebih terjangkau bagi pembaca dan pembaca hanya membeli bab cerita yang diinginkan. Per bab (chapter) dapat dibeli minimal Rp2.000 hingga Rp10.000. Harga juga ditentukan sesuai kesepakatan dengan penulis. “Skema ini menguntungkan kreator atau penulis karena mereka akan mendapat pemasukan sebanyak 35%-50% dari bab yang terjual. Porsi ini terbilang jauh lebih besar dibandingkan yang diterima dari penjualan buku fisik,” jelas Ega.

Sementara, Karyakarsa memberikan 90% pembelian karya ke kantong kreator, di mana 10% diambil untuk biaya platform. KaryaKarsa juga menampilkan fitur Simulasi Pendapatan di mana kreator dapat memperhitungkan harga, jumlah follower, berapa persen [audiens] yang akan dikonversi, hingga seberapa produktif dalam sebulan.

Ario mencontohkan, sekitar 1% dari 10.000 follower yang dimiliki kreator, dapat dikonversi untuk menjadi pembeli konten, yakni 100 yang dikalikan dengan Rp10ribu (asumsi harga per bab). Artinya, kreator bisa meraup Rp1 juta untuk satu karya. Apabila ingin meningkatkan pendapatan, kreator harus produktif menelurkan karya.

“Di sini, kreator bebas pakai sesuai kebutuhan, ini menjadi keunggulan karena mereka bisa mengatur pola kreasi, tanpa ada deadline dari publisher. Jadi kami tidak terlibat di situ. HAKI 100% dimiliki kreator. Proses kreatif sepenuhnya oleh kreator. Kami berupaya edukasi, jika ingin monetisasi karya, harus pikirkan metrik di atas. Masalah bagus atau tidak, itu relatif tergantung audiens,” tutur Ario.

Sebagai perbandingan pada platform luar, YouTube menjadi salah satu platform yang menjadi kiblat kreator untuk momentisasi karya. Kebijakannya ketat, kreator harus memiliki lebih dari 4.000 jam tonton publik yang valid dalam 12 bulan terakhir dan memiliki lebih dari 1.000 pelanggan.

Webtoon memasang ad revenue sharing bagi kreator dengan sejumlah ketentuan. Di awal mungkin yang diterima belum seberapa, tetapi kreator punya kesempatan meningkatkan pemasukan sejalan dengan meningkatnya fanbase. Sumber pendapatan lain dapat diterima lewat merch, buku (apabila diterbitkan secara fisik), dan lewat dukungan Patreon.

Sementara, Patreon memakai sistem keanggotan (membership) yang memampukan kreator untuk menghasilkan uang dari fans maupun supporter. Beberapa contoh model bisnis Patreon di antaranya fan relationship model (video chat atau personalized message), community model, dan gated content model.

Monetisasi dari sudut pandang pengguna

Selain bicara soal isu dan tantangan, pada tulisan ini, DailySocial menyertakan survei kecil-kecilan yang diikuti 32 responden terkait pola konsumsi konten di berbagai platform. Sebagai disclaimer, hasil riset ini tidak menggambarkan atau mewakili pendapat mayoritas penikmat konten di Indonesia. Tujuan kami semata ingin mendapat sudut pandang pengguna menghargai sebuah konten.

Terlepas dari popularitas platform asing, DailySocial menemukan beberapa responden mengakses konten (berbayar maupun gratis) dari platform lokal, seperti KaryaKarsa, Storial, dan Saweria. Kendati begitu, pengguna juga banyak yang mengakses konten dari platform Wattpad, Webtoon, Kakaopage, OpenSea, Patreon, dan YouTube.

Cerita bergambar (komik, manga, manhwa) merupakan konten (berbayar maupun gratis) yang paling banyak diakses oleh responden (46,4%), diikuti cerita fiksi/novel online (35,7%), video (28,6%), game dan musik (masing-masing 25%), ilustrasi/lukisan/desain (14,3%), dan NFT (3,6%).

Kehadiran metode pembayaran digital tampaknya mempermudah responden untuk membeli konten favoritnya, karena sebesar 75 persen responden menggunakan platform, seperti OVO, GoPay, dan DANA untuk membeli konten. Selebihnya menggunakan metode transfer bank (39,3%) dan kartu kredit (28,6%). Adapun, sebanyak 51,7 persen memilih skema bayar per konten, 31 persen memilih berlangganan.

Responden bicara soal konten gratis versus berbayar

Apabila karya kreator menarik, patut untuk dibayar. Tetapi saya tetap menikmati konten gratis jika ada. Free contents are good, but supporting the brain behind ’em is better
Gratis in exchange of ads tidak apa, selama harga berlangganan masih oke. Untuk game, saya memilih berbayar supaya tidak ada insentif buat developer yang memaksa kita menonton iklan terus-menerus.  Saya bersedia membayar konten dari kreator yang saya suka dan percaya. Jika belum saya kenal, kemungkinan saya butuh melihat karya gratisnya dulu
Konten gratis banyak yang sama bagus dengan konten berbayar. Biasanya [mau bayar] di konten Webtoon soalnya saya penasaran dengan chapter selanjutnya. Mau tidak mau beli.
Tidak punya waktu untuk refreshing dengan membaca, jadi tidak efektif jika harus bayar konten digital. Saya menikmati kedua-duanya. Beberapa author perlu start bagus untuk tahu apakah karyanya layak dijual atau tidak. Dengan cara ini, saya tertarik untuk menikmati konten gratis. 

Menurut 72,4% responden, harga yang ditetapkan kreator untuk karyanya sudah sesuai dengan ekspektasi mereka. Namun, beberapa menilai bahwa ada karya gratis yang tingkat pengerjaannya sulit, tetapi kreator mematok harga terlalu murah. Sebaliknya, ada pula yang menilai sebuah karya yang tidak sebaik itu kualitasnya, tetapi terlalu mahal.

Responden juga menyampaikan aspirasinya agar Indonesia dapat memiliki platform-platform apresiasi kreator yang tak kalah saing dengan Webtoon dan TikTok di masa depan. Selain itu, mereja berharap platform fasilitator dapat meningkatkan fungsinya agar harga dapat lebih ekonomis bagi penikmat karya.

True fans hingga fitur penemuan

Monetisasi adalah satu hal, tetapi bagaimana memastikan keberlangsungan kreator dalam jangka panjang? Bagaimana mendukung upaya monetisasi kreator yang belum punya fanbase? Bagaimana jika kreator tidak percaya diri dengan karyanya sehingga memberi harga murah pada karya-karyanya?

Ega sempat menyingung bahwa ledakan creator economy ini akan membawa kita pada natural selection. Orang akan semakin kewalahan (overwhelmed) dengan banyaknya konten. Maka, kualitas lah yang akan mengikat orang yang punya value yang sama, atau istilahnya law of attraction.

Dari sudut pandang Ario, ketidakyakinan ini dinilai dapat memengaruhi potensi pemasukan kreator di masa depan. Maka itu, platform memang harus mengambil peran lebih untuk memberi dukungan kepada para kreator yang baru membangun fanbase. Selama ini audiens tahu informasi mengenai suatu kreator karena mengikuti karya-karyanya sejak awal. Namun, bagi kreator yang baru merintis, ini tentu sulit.

“Fokus kami adalah kreator. Karya mereka bernilai sehingga bisa dihargai, ini jadi afirmasi kalau mereka beli konten. Yang dibutuhkan dalam siklus perjalanan kreator adalah apa yang dapat ditawarkan oleh platform selanjutnya. Apa yang dapat dicapai pada titik kreator bisa dapat pemasukan bulanan di platform kami? Bagaimana supaya mereka bisa punya fanbase? Ini juga menjadi tanggung jawab kami sebagai penyedia platform untuk menemukan [kreator] lalu kami ekspos,” jelas Ario.

Sementara, menurut CEO GoPlay Edy Sulistyo, alih-alih terpaku pada metrik jumlah follower atau subscriber dan view, kreator dapat lebih fokus membangun hubungan dengan penggemar loyal (disebut sebagai true fans). Semakin erat engagement dengan true fans, kreator dapat tetap mempertahankan relevansinya, membuat konten apa adanya tanpa perlu kehilangan jati diri.

True fans menjadi indikator penting karena mereka memiliki tingkat retensi tinggi. Artinya, ada kemungkinan besar mereka akan kembali menonton tayangan baru dari kreator. Ini menjadi kunci utama bagi kreator karena mereka bisa lebih sustainable tanpa perlu punya jutaan view atau follower,” ujar Edi beberapa waktu lalu.

Indonesia di antara era Web2 dan Web3

Dalam laporan The New Creator Economy Report yang diterbitkan Antler bersama Speedinvest, era Web3 akan membawa generasi kreator berikutnya terhadap kemampuan monetisasi yang lebih besar. Komunitas memainkan peran besar dalam mendukung upaya kreator meningkatkan sumber monetisasi konten lewat tools. Konten di era Web3 juga semakin eksploratif dengan blockchain, seperti NFT dan Metaverse.

Sumber: The New Creator Report by Antler

Laporan ini sedikit menyentil suatu platform yang mengambil bagian lebih banyak dari yang dihasilkan kreator. Masih ada platform yang tidak menyediakan algoritma atau tools yang memampukan konten suatu kreator ditemukan lewat algoritma.

Overall, stronger loyalty. Para kreator dapat memberikan reward kepada penggemar loyal lewat engagement berkelanjutan yang tidak terlalu terikat dengan $$$. Saya menantikan tools yang dapat menjembatani engagement Web2 dengan Web3. Misalnya, menentukan fans terbesar dari kehadiran di konser, biaya yang dihabiskan untuk merchandise dan interaksi langsung, yang dapat menjadi kickstart tiered loyalty di platform Web3. Dengan begitu, kreator tidak perlu mulai dari nol membangun fanbase, dan memberikan reward ke penggemar yang mengikutinya sejak awal,” tutur Investor Lerer Hippeau Meagan Loyst dalam laporan tersebut.

Baik Alex Wijaya dan Arief Rakhmadani melihat era Web3 datang lebih cepat di Indonesia. Padahal industri creator economy Tanah Air baru berada di fase Web2, di mana supply dan demand belum mencapai puncak pertumbuhannya (peak growth). Situasi ini membuat seolah-olah industri creator economy di Tanah Air mengalami overlap dari Web2 ke Web3.

“Namun, saya melihat situasi saat ini sebagai exciting period karena ada banyak faktor pendukung [mengoptimalkan pertumbuhan di Web2], yakni pertumbuhan jumlah populasi, penetrasi internet, dan penetrasi smartphone di Indonesia,” tutur Alex.

Ia memproyeksi era Web3 bakal melahirkan istilah kreator baru. Dalam 2-3 tahun ke depan, jika tadinya disebut seniman atau pelaku seni, istilah ini akan berubah menjadi NFT artist. Perkembangan teknologi dan industri akan membentuk terminologi, identitas, dan lapangan kerja baru. Apalagi Web3 berbasis desentralisasi sehingga kreator tak hanya dapat membuat dan menjual karya, tetapi juga memiliki Intellectual Property (IP) atas karyanya.

Arief menambahkan, creator economy di era Web3 akan menjadi bisnis independen di mana mereka dapat momentisasi langsung karyanya. Di fase selanjutnya, creator economy akan berevolusi kembali di mana kreator dan fans/audiens bisa berkolaborasi menciptakan sesuatu bersama.

Terlepas dari independensi monetisasi karya di era Web3, Arief menilai pemilik brand tidak akan kehilangan posisinya. Malahan, brand akan tetap melihat kreator sebagai salah marketing channel yang menarik untuk mengejar target secara organik.

“Jadi brand deal dan model monetisasi D2C bisa saling berpengangan tangan interpendensi bagi kreator karena Web3 tidak serta merta menghilangkan model monetisasi dari brand,” tuturnya.

Catatan penutup penulis, lima tahun lagi satu miliar orang akan mengidentifikasi dirinya sebagai kreator. Kreator tak lagi akan dipandang sebagai sebuah kegiatan iseng belaka untuk mengisi waktu luang, melainkan sebagai pilihan karier.

Apakah Anda tertarik menjelajahi pengalaman baru sebagai kreator independen?

Karyakarsa Raih Pendanaan Awal 7 Miliar Rupiah dari Accelerating Asia, Sketchnote Partners, dan Sejumlah Angel Investors

Pasar apresiasi kreator Karyakarsa telah mengumpulkan pendanaan putaran awal senilai $498.000 atau Rp7 miliar dari Accelerating Asia, Sketchnote Partners, serta angel investor ternama. Perusahaan akan menggunakan dana tersebut untuk mengembangkan fitur baru dan menjajaki pasar regional.

Menurut penuturan Co-Founder dan CEO Karyakarsa, Ario Tamat, platform tersebut telah melayani lebih dari 35.000 kreator, mulai dari jurnalis, model, ilustrator, artis 3D, dan masih banyak lagi. Karyakarsa juga memiliki lebih dari 275.000 pengguna terdaftar sebagai penggemar/pendukung.

Seperti Patreon dan Tribe, Karyakarsa memungkinkan kreator untuk memonetisasi karya mereka dengan membangun basis penggemar. Mereka dapat menjual kreasi mereka dan mendapatkan dukungan langsung melalui platform. Kreator akan mendapatkan 90% dari pendapatan, sedangkan 10% akan dipotong untuk biaya platform.

Karyakarsa didirikan oleh Ario Tamat dan Aria Rajasa Masna pada tahun 2019.

“Pada bulan Oktober saja jumlah transaksi melalui platform KaryaKarsa telah meningkat 60% dari bulan ke bulan dan kami telah meningkatkan jumlah kreator baru di platform sebesar 135%. Dana baru akan memungkinkan kami untuk memperluas penawaran kami dan memberdayakan lebih banyak pembuat konten untuk mengembangkan mata pencaharian yang berkelanjutan. Kami berterima kasih atas kepercayaan yang diberikan mitra kami terhadap visi kami,” kata Ario.

Inisiatif NFT

Model monetisasi kreator baru terus dieksplorasi, termasuk dengan Non-Fungible Tokens (NFT). Karyakarsa telah bermitra dengan crypto-marketplace Tokocrypto untuk memungkinkan kretor menjual karya mereka melalui NFT Marketplace, TokoMall. Inisiatif serupa kian populer di pasar global.

Beberapa penyesuaian dilakukan, misalnya mengunci harga NFT dengan Rupiah untuk menghindari fluktuasi yang tinggi. Beberapa NFT juga dapat diklaim dengan produk fisik.

Ini menjadi pertanda baik bagi ekosistem kreator Indonesia untuk memonetisasi karya (digital) mereka. Beberapa kreator di Karyakarsa bisa mendapatkan penghasilan Rp30-50 juta per bulan.


Artikel asli dalam bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Karyakarsa Bags $500,000 Seed Funding from Accelerating Asia, Sketchnote Partners, and Angel Investors

Creator appreciation marketplace Karyakarsa has raised $500,000 or Rp7 billion seed round from Accelerating Asia, Sketchnote Partners, and high-profile angel investors. The company will use the fund to develop new features and explore the regional market.

According to Karyakarsa’s Co-Founder and CEO, Ario Tamat, the platform has served more than 35,000 creators, from journalists, models, illustrators, 3D artists, and many more. Karyakarsa also has more than 275,000 registered users as fans/supporters.

“In October alone the number of transactions via the KaryaKarsa platform has increased 60 percent month on month and we’ve increased the number of new creators on the platform by 135 percent. The new funds will enable us to expand our offering and empower more creators to develop sustainable livelihoods. We are grateful for the trust our partners have placed in our vision,” said Ario.

Like Patreon and Tribe, Karyakarsa allows creators to monetize their works by building a fan base. They can sell their creations and get support directly through the platform. Creators will get 90% of the revenue, while the 10% goes for platform fees.

Karyakarsa is founded by Ario Tamat and Aria Rajasa Masna in 2019.

“As second time founders, the KaryaKarsa team has deep experience in scaling a business with the founders also being creatives themselves. They are positioned to take advantage of existing global disaggregation trends and efficiently help creatives monetise their projects. Having grown the value of transactions through the platform 40 percent in October, KaryaKarsa’s traction is set to continue and Accelerating Asia is proud to be an early investor into the company as they build the creative economy in Indonesia,” Craig Bristol Dixon, General Partner of Accelerating Asia said.

To help KaryaKarsa scale, the company and Board have appointed J. P. Ellis as an official advisor. A seasoned Jakarta-based founder, technology executive and policy leader in the financial technology industry, Ellis said, “KaryaKarsa has achieved product-market-fit in a valuable and fast-growing space in the creative economy. Their growth and success are a proxy for Indonesian creative entrepreneurs. I am honoured to join the team as an advisor and excited about what we can accomplish together to benefit the creative economy and the livelihoods of millions of creators and their families.”

NFT initiative

New creator monetization models are constantly being explored, including with Non-Fungible Tokens (NFT). Karyakarsa has partnered with crypto-marketplace Tokocrypto to enable creators to sell their works through the NFT Marketplace, TokoMall. Similar initiatives are gaining popularity in the global market.

Several adjustments were implemented, for example locking the NFT price with Rupiah to avoid high fluctuations. Some NFTs can be claimed with physical products.

It’s a good sign for Indonesia’s creator ecosystem to monetize their (digital) works. A few creators at Karyakarsa can earn Rp30-50 million per month.

Application Information Will Show Up Here

KaryaKarsa Welcomes the NFT in Its Platform

Non-Fungible Token (NFT) has recently attracted creators’ attention to monetize their artwork in digital format. In Indonesia, this method is not really common, but it holds great opportunities. KaryaKarsa’s creator appreciation platform is one of several exclusive partners of TokoMall, the NFT Marketplace platform created by Tokocrypto, to explore this opportunity.

KaryaKarsa’s Co-Founder & CTO, Aria Rajasa explained to DailySocial that his team’s interest in NFT is due to this technology has changed many people’s lives and has become an interesting opportunity for creators to work. Also, to gain exposure globally and financially.

“KaryaKarsa has a vision that is in line with [NFT], but not all creators are ready or have the know-how to create and market NFT. Therefore, when Tokocrypto invited KaryaKarsa to collaborate in launching the NFT Gallery, we were very interested,” he said.

KaryaKarsa alone is a platform for creators from various creative economy backgrounds to get direct support from their fans, much like Patreon.

TokoMall has become a blow of fresh air for KaryaKarsa, because of the technological challenges and the procedures for using NFT which are quite complicated. Plus the difficult access to the market as it is already so crowded with creators from various parts of the world in the global NFT marketplace. TokoMall was created by Tokocrypto specifically for the Indonesian market and more specifically for TKO token holders.

“Since it was launched on the 19th, there have been more than 8 thousand collectors who are ready to buy NFT works at TokoMall. We think this is a good initiative from TokoMall to educate the Indonesian market about NFT and for KaryaKarsa to be able to educate and invite qualified creators to enter the country’s market.”

He continued, TokoMall’s approach to NFT was interesting and different from the others. First, they lock the price of NFT in Rupiah to avoid price fluctuations. In this way, it may be more acceptable for Indonesian people to look at NFT.

Furtnermore, there are several NFTs that can be claimed as physical goods, such as from the NeverTooLavish brand for their jacket projects. “Unisocks has been doing the same thing.”

In order to support this movement, KaryaKarsa will invite all creators in various fields as well as in its network to launch their work on TokoMall. As a launching partner, his team is in charge with curating the works to be launched.

A number of creators with good reputation, such as Mice Cartoon, Mochtar Sarman, Shakti Shiddarta, Rhoald Marcellius, Kei Kusuma, Adriano Andigracio, Galang Larope, and Bumilangit have joined. They are top creators in various fields, such as satire, photography, animation, and 3D CGI.

In addition, Indonesian director, Wregas Bhanuteja, who won the 2016 Cannes Film Festival, sold his unique work from his short film Tak Ada Gila di Kota Ini (2019). Visitors can purchase a shot from the film to get memorabilia used by the cast.

“We want to reach as many fields at once and see firsthand what the tastes and interest of the market are like.”

Aria admitted, after the launching, his team will invite all creators at KaryaKarsa to participate in enlivening the NFT market at TokoMall. In terms of monetization, TokoMall will take 10% as platform fee and KaryaKarsa will take 10% as curator for every work sold.

“However, for this launching, we don’t take any fees because 50% of the sales proceeds will be given to charity,” he concluded.

Since it was founded in October 2019, KaryaKarsa is said to accommodate tens of thousands of creators and has grown 10 times this year.

NFT market in Indonesia

Globally, there are many NFT marketplace platforms. Among them that are quite well known, including OpenSea, Rarible, Nifty Gateway, and others. Besides TokoMall, another local player that will be present in the near future is Neftipedia from Tiga Digital Token.

Later, Neftipedia will provide offers to creators. They get the opportunity to tokenize their work, therefore, it can be more authentic. There are many choices of media artworks that can be tokenized, such as digital images, videos, GIFs, and collectibles.

Through TokoMall, both creators and collectors have its own benefit. Creators can ensure the continuity of royalties from each NFT marketed. Meanwhile for collectors, marketed NFT works can be a long-term investment because they can be resold through TokoMall. They can even exchange their collected NFTs for physical items.

However, this work of NFT is yet to be free from piracy and plagiarism. When a work of art is encrypted and entered into the blockchain, it is forever attached and cannot be deleted. Many people see that there is a gap prone to being abused by a group of irresponsible parties.

Quoting from the Whiteboard Journal, local artist Kendra Ahimsa’s work under the moniker Ardneks is alleged to have been plagiarized by crypto artist Twisted Vacancy. Kendra is known for illustrating various covers and posters for music shows. Kendra received more than 20 reports of alleged plagiarism by Twisted Vancancy.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

KaryaKarsa Menyambut Baik Angin Segar NFT

Non-Fungible Token (NFT) belakangan dilirik para kreator untuk memonetisasi karya seninya dalam format digital. Di Indonesia, metode ini belum lumrah, tetapi menyimpan peluang yang begitu besar. Platform apresiasi kreator KaryaKarsa adalah salah satu dari sejumlah partner yang digandeng secara eksklusif oleh TokoMall, platform NFT Marketplace besutan Tokocrypto, untuk memanfaatkan peluang tersebut.

Kepada DailySocial, Co-Founder & CTO KaryaKarsa Aria Rajasa menjelaskan, ketertarikan pihaknya terhadap NFT karena teknologi ini sudah banyak mengubah hidup banyak orang dan menjadi kesempatan menarik untuk kreator dalam berkarya. Serta, mendapatkan keuntungan eksposur secara global dan secara finansial.

“KaryaKarsa memiliki visi yang sejalan [dengan NFT], tapi memang tidak semua kreator siap atau punya know-how untuk membuat dan memasarkan NFT. Maka dari itu, ketika Tokocrypto mengajak KaryaKarsa untuk bekerja sama dalam launching NFT Gallery, kami sangat tertarik,” terang dia.

KaryaKarsa sendiri merupakan platform untuk kreator dari berbagai latar belakang ekonomi kreatif dalam memperoleh dukungan langsung dari penggemarnya, mirip seperti Patreon.

Keberadaan TokoMall akhirnya menjadi angin segar bagi KaryaKarsa, sebab tantangan teknologi dan tata cara penggunaan NFT yang cukup rumit. Ditambah lagi akses ke pasar yang susah karena sudah begitu ramai dengan kreator dari berbagai belahan dunia di marketplace NFT global. TokoMall dibuat oleh Tokocrypto khusus untuk market Indonesia dan lebih khusus lagi untuk pemegang token TKO.

“Sejak diluncurkan tanggal 19 kemarin, sudah ada 8 ribu kolektor lebih yang siap membeli karya NFT di TokoMall. Kami rasa ini inisiatif yang bagus dari TokoMall untuk mengedukasi market Indonesia tentang NFT dan untuk KaryaKarsa bisa mengedukasi dan mengajak kreator yang mumpuni untuk terjun ke market negara sendiri.”

Dia melanjutkan, pendekatan TokoMall terhadap NFT ini menarik dan berbeda dengan yang lain. Pertama, mereka mengunci harga NFT di Rupiah untuk menghindari fluktuasi harga. Dengan cara ini, mungkin bisa lebih diterima oleh masyarakat Indonesia dalam melihat NFT.

Kedua, ada beberapa NFT yang bisa diklaim barang fisik, seperti dari brand NeverTooLavish untuk project jaket mereka. “Hal yang sama juga pernah dilakukan oleh Unisocks.”

Untuk mendukung langkah tersebut, KaryaKarsa akan mengajak seluruh kreator di berbagai bidang sekaligus di dalam jaringannya untuk meluncurkan karyanya di TokoMall. Selaku launch partner, pihaknya bertugas untuk mengurasi karya yang akan diluncurkan di sana.

Sejumlah kreator yang sudah memiliki reputasi baik, seperti Mice Cartoon, Mochtar Sarman, Shakti Shiddarta, Rhoald Marcellius, Kei Kusuma, Adriano Andigracio, Galang Larope, dan Bumilangit telah bergabung. Mereka merupakan kreator papan atas di berbagai bidang, seperti satir, fotografi, animation, dan 3D CGI.

Selain itu, sutradara Wregas Bhanuteja dari Indonesia yang memenangkan Cannes Film Festival di 2016, menjual karya unik dari film pendeknya Tak Ada yang Gila di Kota Ini (2019). Pengunjung dapat membeli sebuah shot dari film tersebut untuk mendapatkan memorabilia yang dipakai para pemeran.

“Kami ingin mencoba untuk menjangkau banyak bidang sekaligus dan melihat langsung selera dan animo pasar seperti apa.”

Aria mengaku, setelah launch event, pihaknya akan mengajak seluruh kreator di KaryaKarsa untuk berpartisipasi meramaikan pasar NFT di TokoMall. Untuk monetisasinya, setiap karya yang terjual, TokoMall akan mengambil 10% sebagai biaya platform dan KaryaKarsa akan mengambil 10% sebagai kurator.

“Tapi untuk event launch ini, kami tidak mengambil biaya apa-apa karena 50% hasil penjualan akan diberikan untuk amal,” tutupnya.

Sejak didirikan pada Oktober 2019, diklaim KaryaKarsa telah menampung puluhan ribu kreator dan tumbuh 10 kali lipat dalam setahun ini.

Market NFT di Indonesia

Di global, platform marketplace NFT sudah banyak hadir. Di antaranya yang cukup terkenal adalah OpenSea, Rarible, Nifty Gateway, dan lainnya. Selain TokoMall, dalam waktu dekat pemain lokal lainnya yang akan segera hadir adalah Neftipedia besutan Tiga Token Digital.

Nantinya Neftipedia akan memberikan penawaran kepada para kreator. Mereka dapat kesempatan untuk mentokenisasi karyanya, sehingga bisa menjadi lebih autentik. Ada banyak pilihan media artworks yang bisa ditokenisasi, seperti gambar digital, video, GIF, hingga barang-barang koleksi.

Di TokoMall, baik kreator dan kreator sama-sama diuntungkan. Kreator bisa memastikan keberlangsungan royalti dari tiap NFT yang dipasarkan. Sementara bagi kolektor, karya NFT yang dipasarkan bisa menjadi investasi jangka panjang karena dapat dijual kembali lewat TokoMall. Bahkan mereka dapat menukarkan NFT yang dikoleksi dengan barang fisik.

Meski demikian, karya NFT ini juga tidak luput dari pembajakan dan plagiarisme. Saat sebuah karya seni dienkripsi dan masuk ke dalam blockchain, maka selamanya melekat dan tidak bisa dihapus. Banyak yang melihat di situlah celah yang rawan disalahgunakan oleh sekelompok pihak yang tidak bertanggung jawab.

Mengutip dari Whiteboard Journal, karya seniman lokal Kendra Ahimsa di bawah moniker Ardneks diduga telah diplagiasi oleh seniman kripto Twisted Vacancy. Kendra dikenal pernah membuat ilustrasi untuk berbagai sampul dan poster acara musik. Kendra mendapatkan lebih dari 20 laporan dugaan plagiasi yang dilakukan Twisted Vancancy.

Accelerating Asia Umumkan Delapan Peserta Batch Ketiga, Ada KaryaKarsa dan MyBrand

Perusahaan modal ventura tahap awal dan akselerator startup Accelerating Asia mengumumkan delapan startup yang masuk ke dalam batch ketiga. Ada dua startup berasal dari Indonesia, ialah KaryaKarsa dan MyBrand.

Co-Founder Accelerating Asia Craig Dixon menuturkan, pada cohort ini pihaknya telah mengevaluasi dan menerima 450 pendaftaran dari 25 negara. Kemudian, disaring dengan tingkat penerimaan kurang dari 2% untuk startup yang berhasil masuk ke dalam program.

Cohort kali ini merupakan yang paling bertalenta dan terampil dalam hal traksi bisnis dan potensi mereka sebagai katalisator untuk perubahan positif di dalam lanskap pasca-pandemi yang berubah cepat,” terang Dixon dalam keterangan resmi, Selasa (8/9).

Nama-nama startup tersebut, ialah Energy Lite (Singapura), AskDr (Singapura), KaryaKarsa (Indonesia), Kinexcs (Singapura), MyBrand (Indonesia), ProjectPro (A.S), Shuttle (Bangladesh), dan WeavAir (Kanada).

Rekam jejak mereka semua cukup luas di kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan. Secara kolektif telah menggalang lebih dari 2,6 juta dolar Singapura (setara 28 miliar Rupiah) sebelum bergabung di Accelerating Asia dengan total tenaga kerja 120 orang. Mereka menyelesaikan berbagai masalah yang ada di beragam sektor industri, baik B2B, B2C, dan B2G; meliputi energi, transportasi, kesehatan, dan cleantech.

“Kami telah memperluas rekam jejak geografis kami ke India dan memperkuat kembali kehadiran kami di Indonesia lewat upaya-upaya rekrutmen kami untuk cohort ini. Talenta dari startup-startup kami ditempatkan dengan baik untuk memberikan keuntungan kepada para investor. Kami yakin mereka bisa menjadi bagian dari solusi untuk mengatasi masalah-masalah yang lebih besar di dunia pasca Covid-19.”

Dixon menjelaskan, seluruh perusahaan ini menerima investasi awal sebesar 50 ribu dolar Singapura dari Accelerating Asia. Untuk mereka yang berkinerja baik akan menerima tambahan hingga 150 ribu dolar Singapura setelah menyelesaikan program yang akan berakhir pada November mendatang ditandai penyelenggaraan Demo Day Virtual.

Bila ditotal, sejak bulan pertama bergabung, seluruh startup batch ini telah menerima pendanaan lebih dari 1,2 juta dolar Singapura sebagai komitmen awal dari investor dan mitra LP yang ada. Mereka mendapat penawaran akses awal bagi para mitra LP, sekaligus hak eksklusif untuk berinvestasi di startup milik Accelerating Asia.

Perusahaan sendiri sedang mendekati penutupan akhir pendanaan untuk fund terbaru dan terus menandatangani kemitraan dengan para mitra LP untuk akses awal dan eksklusif untuk startup di dalam portofolionya. Serta, menyediakan alur kesepakatan yang berkualitas, hak-hak prorata, dan opsi pertama untuk investasi.

Diterangkan lebih jauh, dalam akselerator ini seluruh kegiatan dilakukan secara virtual selama 100 hari. Fokus yang akan ditekankan adalah pertumbuhan startup, kesiapan bisnis, dan penggalangan modal. Co-Founder Accelerating Asia Amra Naidoo menambahkan, pihaknya selalu menjalakan sesi entrepreneur-in-residence, coffee chat virtual dengan investor, dan digital masterclass dari jarak jauh.

“[..] Menjadi modal ventura akselerator memungkinkan kami menyajikan pendekatan secara langsung (hands-on approach) selama periode investasi awal karena kami menyajikan program dan akses yang harus ditingkatkan dan dikembangkan oleh startup, sambil meminimalkan risiko investor dan fokus memberikan laba kepada investor kami di venture capital fund kami,” terang Naidoo.

Pertemuan cohort 3 Accelerating Asia / Accelerating Asia
Pertemuan cohort 3 Accelerating Asia / Accelerating Asia

Kiprah Accelerating Asia

Sejak diluncurkan pada 2018, Accelerating Asia kini menjadi komunitas yang menampung 48 pengusaha dan 28 startup yang tersebar di Asia dengan 40% di antaranya merupakan perusahaan yang dipimpin atau didirikan oleh perempuan. Perusahaan bekerja sama dengan sejumlah jaringan angel investor regional seperti Angel Hub, ANGIN, dan Angel Central, juga dengan investor institusional terkemuka, termasuk Cocoon Capital, Monks Hill Ventures, dan Golden Gate Ventures.

Sebanyak 19 startup dari dua cohort sebelumnya tersebar di delapan negara di Asia Tenggara dan Selatan termasuk Singapura, Indonesia, Vietnam, Bangladesh dan Malaysia. Sekitar 10% di antaranya datang dari Indonesia. Mereka adalah startup SaaS B2B Datanest dan startup travel IZY.ai. Secara kolektif seluruh perusahaan tersebut telah menggalang pendanaan dengan total lebih dari 5 juta dolar Singapura.

Konsumsi Digital, Antara Pembajakan dan Konten Berbayar

Pembajakan karya masih terus menghantui kreator di Indonesia. Meski teknologi digital mulai berkembang, pertempuran dengan pembajak masih terus berlanjut hingga sekarang. Beberapa platform mulai muncul dengan beragam solusi mengatasi hal ini. Tidak menghabiskan tenaga melawan pembajakan, tetapi memudahkan mekanisme agar kreator bisa dihargai lebih layak.

Penyelesaian kasus pembajakan di Indonesia layaknya benang kusut yang tak ada ujungnya. Kasus terbaru yang ramai jadi perbincangan adalah kasus penutupan situs ilegal streaming film. Kejadian ini membagi masyarakat internet menjadi dua kubu, mereka yang menyayangkan dan mereka yang menyambut positif. Saya pribadi cukup yakin situs streaming film ilegal menjadi salah satu penyebab berdarah-darahnya kelangsungan platform video on demand (legal) di Indonesia.

Internet berkembang di Indonesia bersama dengan pemikiran bahwa semua yang ada di dalamnya adalah gratis, termasuk foto, video, gambar, teks, dan lainnya. Masih banyak orang beranggapan bahwa semua yang diletakkan di internet adalah menjadi milik umum. Dengan kata lain bisa dimanfaatkan siapa saja dan untuk apa saja.

Pandangan keliru ini sayangnya masih dipercaya banyak orang, bahkan para pengguna internet baru. Hal ini mengakibatkan tugas mengedukasi perihal lisensi dan hak cipta semakin berat.

Pokok permasalahannya adalah keengganan membayar konten digital. Tembok penghalang bernama sistem pembayaran sudah mulai runtuh berkat adanya platform uang elektronik dan integrasi dengan banyak sistem. Permasalahan “malas ke ATM untuk transfer” atau “tidak punya kartu kredit” perlahan-lahan menghilang.

Akhirnya kita kembali ke pertanyaan klasik “kalau ada yang gratis ngapain bayar”. Padahal di dalam sebuah konten digital terdapat usaha keras sang pembuat karya yang harus tetap hidup dan menghidupi keluarganya.

Founder Karyakarsa Ario Tamat mengungkapkan, kecenderungan masyarakat membajak atau enggan membayar untuk sebuah karya disebabkan karena kurangnya pemahaman terhadap dampak.

“Menurut saya, kesadaran soal hak cipta itu belum ada seiring dengan persepsi dampak. Misalnya, mungkin kebanyakan dari kita ringan saja men-torrent sebuah film seri yang memang tidak tersedia di Indonesia, karena tidak terlihat dampaknya untuk pembuat konten. Malah ‘Ah, kan Disney udah kaya, salah sendiri nggak rilis di Indonesia’ misalnya atau ‘nggak papalah Taylor Swift duitnya udah banyak’. Konsekuensi untuk pembajak pun tidak jelas,” terang Ario.

Membayar untuk konten digital sebenarnya sudah berjalan jika konteks yang dibahas adalah game. Mobile Legends, PUBG Mobile, dan game mobile populer lainnya telah menjadi pengalaman pertama bagi banyak pemain game untuk membayar item pertama mereka. Bentuk pembayaran Google Play yang semakin luwes membuat para pemain game tak ragu menukarkan uang miliknya dengan diamonds atau coins dalam permainan.

Pendekatan yang berbeda

Saat ini, untuk menjangkau pengguna, kebanyakan platform mengusung pendekatan freemium dengan konsep berlangganan. Pengguna ditawari banyak konten gratis, namun beberapa konten dikunci dan hanya bisa diakses bila pengguna membayar.

Strategi ini cukup banyak digunakan berbagai jenis konten digital. Tak hanya platform streaming musik atau film, Berlangganan seperti ini juga bisa dijumpai untuk konten komik, foto, dan lainnya.

Pada dasarnya cara ini menarik minat pengguna terlebih dahulu dengan koleksi konten yang ada. Selanjutnya, ketika keterikatan dengan pengguna sudah terjalin, akan ada konten-konten khusus atau konten lanjutan yang dijajakan secara berbayar. Jika pengguna menikmati pengalamannya dalam menggunakan konten secara gratis, biasanya tidak susah mengubahnya menjadi pengguna berbayar. Sebaliknya, jika pengalaman yang dihadirkan buruk, mereka akan lari.

Platform Storial.co yang menyediakan konten fiksi dalam bentuk buku digital sudah menerapkan strategi ini. Dengan total 50.000 judul buku dan 15.000 penulis, Storial mengkaim menggaet jutaan pembaca. Konten fiksi di dalamnya banyak yang naik cetak bahkan diadaptasi dalam bentuk lain, seperti film dan web series.

CEO StorialSteve Wirawan kepada DailySocial menceritakan bahwa sebelum pandemi ini ada pengguna mereka bisa membaca sekitar 30 bab per minggu. Angka ini naik dua kali lipat di masa pandemi seperti sekarang. Waktu luang disinyalir menjadi salah satu penyebabnya.

“Menurut saya, kaum milenial di Indonesia ini kebanyakan bucin [budak/butuh cinta -Red], pasti banyak kan yang nonton drama korea di masa pandemi ini. Begitu juga dengan konten fiksi yang sukses bikin pembaca baper itu sangat digemari oleh pengguna kami yang kebanyakan perempuan berusia di bawah 20 tahun,” terang Steve.

Menurut Steve, kunci untuk bisa membuat orang membayar untuk konten digital ada pada konten itu sendiri. Selama konten dekat dan diterima pengguna, tingkat konversi dari pembaca gratis ke pembaca berbayar cukup tinggi.

“Konten yang menarik adalah kuncinya. Saya kira selama kontennya engage dengan pembaca, karakter dalam ceritanya kuat dan nyata yang membuat orang bisa relate dengan diri mereka, jalan cerita yang membuat mereka baper dan penasaran untuk tahu kelanjutannya, pasti membuat mereka mau bayar,” lanjut Steve.

Ario menambahkan, setidaknya ada dua hal yang bisa dimanfaatkan untuk mengurangi atau menekan angka pembajakan karya. Dengan memanfaatkan teknologi atau memanfaatkan pendekatan yang baru, dukungan langsung penikmat karya ke pembuat karya.

“Pertama dengan menciptakan teknologi hiburan yang perlindungan HKI-nya sudah jadi satu, seperti Spotify atau Netflix yang kontennya tidak bisa dinikmati di luar aplikasi masing-masing. Yang kedua menawarkan konten dengan model bisnis yang tidak terlalu tergantung ke proteksi, tapi ke partisipasi penikmat karya, seperti KaryaKarsa,” jelas Ario.

Semua bisa berkarya, semua berhak didukung

Platform yang menjembatani konten kreator dengan para penikmat karyanya akan menjadi masa depan bagi pembuat  dan penikmat konten digital. Kehadiran platform ini selain memangkas jarak idola dengan para penggemarnya juga menghapus bias, mana penikmat karya dan mana yang orang penikmat konten gratis.

Kecanggihan teknologi dan perangkat lunak telah melahirkan banyak bentuk turunan konten digital yang baru. Tak hanya buku, film, dan musik tetapi juga streaming game, pelatihan olahraga online, webinar, stand up comedy, podcast, dan ragam bentuk lainnya. Kendati bukan barang yang berbentuk, karya digital sudah selayaknya dihargai.

Metode pembayaran kini semakin murah. Akses ke konten digital pun semakin mudah. Platform yang menjembatani sudah banyak bentuknya, tergantung konten seperti apa yang diminati, dan permasalahan kini tinggal pada kesadaran masing-masing. Yang paling ditunggu adalah regulasi dan sanksi pasti bagi setiap pelanggaran yang ada.