AI Buatan Nvidia Belajar Mengemudi Hanya dengan Mengamati Manusia

Nvidia kembali membuat gebrakan di dunia otomotif. Setelah memperkenalkan supercomputer baru bernama Xavier yang dirancang secara spesifik untuk mobil kemudi otomatis, produsen kartu grafis komputer tersebut kini memamerkan bagaimana sistem kecerdasan buatan rancangannya bisa mengemudikan mobil hanya dengan mengamati dan mempelajari perilaku sopir manusia.

Bagi prototipe mobil bernama BB8 ini (entah apa relasinya dengan robot imut di film terbaru Star Wars kemarin), jalanan tidak bermarka ataupun tikungan tajam bukanlah suatu masalah yang serius. Kerennya lagi, Nvidia mengaku sama sekali tidak menyematkan algoritma khusus untuk menghadapi skenario semacam ini.

Lalu bagaimana cara BB8 mengatasinya? Deep learning jawabannya, BB8 benar-benar memaksimalkan kapabilitas deep learning-nya untuk mempelajari apa yang sopir manusia lakukan ketika dihadapkan dengan jalanan tanpa marka atau tikungan tajam. Alhasil, ia pun bisa mengambil keputusan dengan berbekal sekitar 20 contoh skenario yang dilakukan sopir manusia.

Menurut pernyataan Nvidia, BB8 dilatih hanya di kawasan California, tapi ternyata sanggup mengemudikan dirinya sendiri dengan baik di New Jersey, yang pastinya memiliki kondisi jalanan yang berbeda. Dalam video demonstrasinya di bawah, Anda bahkan bisa melihat kalau BB8 tidak segan keluar dari jalanan ketika berjumpa dengan proyek konstruksi/

Apa yang berhasil dicapai Nvidia ini cukup fenomenal, apalagi mengingat mereka mengembangkan sistemnya sendiri tanpa bantuan dari pabrikan mobil sama sekali. Ke depannya, BB8 akan terus dilatih agar semakin cekatan di jalanan.

Sumber: TechCrunch.

Google Tunjukkan Kebolehan AI dalam Mendeskripsikan Foto dengan Akurasi 94 Persen

Layanan macam Google Photos populer berkat integrasi AI dengan kemampuan mengenali objek dalam foto, yang kemudian diterjemahkan menjadi fitur tagging otomatis. Ini baru satu manfaat yang bisa diambil dari teknologi image recognition, masih ada kegunaan lain seperti misalnya memberikan deskripsi lisan untuk kaum tuna netra.

Seberapa akurat sebenarnya AI bisa mengenali objek dalam gambar? Berdasarkan pengakuan tim Google Research, akurasinya kini sudah mencapai angka 93,9 persen. Menariknya, semua ini bisa dinikmati oleh semua pihak developer, bukan cuma Google saja.

Yup, Google terus menyempurnakan teknologi di balik mesin pembelajaran open-source-nya, TensorFlow, kali ini dengan algoritma “Show and Tell” yang memungkinkan developer untuk melatih AI dalam mengenali dan mengidentifikasi beragam objek dalam gambar.

Setelah dilatih, sistem dapat mengidentifikasi dan mendeskripsikan objek dalam foto yang belum pernah dilihat sebelumnya / Google Research
Setelah dilatih, sistem dapat mengidentifikasi dan mendeskripsikan objek dalam foto yang belum pernah dilihat sebelumnya / Google Research

Setelah dilatih dengan tiga foto anjing yang berbeda dan deskripsinya masing-masing misalnya, sistem ternyata sanggup mengidentifikasi dan mendeskripsikan foto yang belum pernah dilihatnya secara akurat. Hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa sistem yang baru dapat memahami objek sekaligus konteks secara lebih mendalam.

Baru dua tahun yang lalu, AI Google hanya bisa mengidentifikasi objek dengan akurasi 89,6 persen. Sekarang, tidak cuma akurasinya yang bertambah, tetapi juga kemampuannya mengembangkan informasi yang sudah didapat – hasil latihannya bersama manusia – untuk mendeskripsikan foto yang benar-benar baru, lalu mengekspresikannya secara lisan dengan cara yang lebih alami.

Sumber: Engadget dan Google Research.

Aplikasi Google Allo Akhirnya Resmi Dirilis

Penantian itu akhirnya berakhir, Google telah secara resmi meluncurkan aplikasi pesan instan terbarunya bernama Allo yang sudah diperkenalkan sejak bulan Mei lalu di ajang Google I/O bersama dengan Duo, aplikasi panggilan video yang sudah lebih dulu berkiprah. Seperti kompatriotnya itu, Allo kini sudah dapat dijumpai di Google Play Store dan App Store kendati belum menyapa pengguna secara merata.

Mengulas kembali sedikit tentang Google Allo. Ini adalah aplikasi pesan instan buatan Google yang dikaitkan dengan nomor ponsel, bukan akun Google. Jika Anda pernah menggunakan WhatsApp, seperti itulah kira-kira sistem identifikasi yang digunakan Allo, meskipun dalam menghantarkan konten, Allo tetap menggunakan jaringan data.

Pembeda lainnya, Google Allo terintegrasi dengan Google Assistant, layanan berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang mampu menjawab berbagai pertanyaan yang Anda ajukan atau memberikan saran ketika sedang beraktivitas. Dalam penggunaannya, Google Assistant nantinya akan berbaur menjadi salah satu pengguna di daftar kontak Anda di samping kemampuan untuk melompat ke percakapan lain, menawarkan tempat makan terdekat, petunjuk arah, memeriksa status penerbangan, dan informasi-informasi penting lain yang relevan dengan topik pembicaraan.

Fitur Smart Reply

Meski sebagian besar aplikasi keyboard sudah menawarkan fitur prediksi kata, kehadiran Smart Reply di Google Allo menjadi tambahan menggembirakan. Dengannya, Anda dapat merespon pesan lebih cepat saat sedang bepergian. Fitur ini juga memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan sehingga ketika Anda harus merespon pertanyaan-pertanyaan umum, Anda hanya cukup menyentuh salah satu jawaban tanpa harus mengetik huruf demi huruf.

Smart Reply bahkan memberikan respon cepat dan cerdas ketika seseorang mengirimkan gambar lucu atau menarik.

Sticker dan Emoji

Google Allo juga dirancang untuk memberikan pengalaman menyenangkan dalam mengirim pesan. Canvas percakapan dibuat lebih enak dipandang plus tambahan stiker, emoji dan juga gambar. Setidaknya ada 25 paket stiker yang sudah dibawa oleh Google Allo, dan mendukung kustomisasi gambar dan emoji agar lebih menarik.

Teknologi Cerdas, Google Assistant

Seperti yang sudah disinggung di awal-awal tadi, Google Allo berbeda karena diperkaya oleh teknologi kecerdasan buatan, Google Assisant. Dengan teknologi ini di dalam Allo, Anda dapat mengajukan pertanyaan dan memperoleh bantuan dalam mengerjakan beberapa tugas ringan.

Untuk menggunakan fitur ini, Anda cukup mengetikkan @google dan ajukanlah pertanyaan atau mintalah aplikasi melakukan sesuatu. Beberapa tugas yang bisa dikerjakan oleh Google Allow, antara lain membuat perencanaan makan malam dengan teman, mengatur jadwal nonton bareng, mencari tempat wisata populer, penerbangan dan hotel.

Anda juga dapat memperoleh jawaban, misalnya informasi prakiraan cuaca di hari itu, lalu lintas, pertandingan olahraga, dan status penerbangan berikutnya. Google Allo bahkan mampu membantu Anda membagikan video lucu dari YouTube atau bermain game dalam percakapan grup.

Sumber berita Google.

Application Information Will Show Up Here

Facebook Kembangkan AI yang Bisa Menganalisis Foto

Pada pembukaan konferensi F8 di bulan April, Mark Zuckerberg membahas visi Facebook untuk membuat dunia yang semakin terhubung. Salah satu cara mencapainya ialah melalui artificial intelligence, dan di sana sang CEO turut memperkenalkan Facebook Messenger Platform, memungkinkan developer menciptakan bot buat berinteraksi ‘secara otomatis’ dengan konsumen.

Ternyata, membantu interaksi bukanlah satu-satunya fokus pengembangan AI. Facebook juga bermaksud agar sistem mereka mampu menganalisis foto dan mengidentifikasi objek. Di waktu ke depan, tim Facebook AI Research berharap kreasi barunya itu dapat memberikan saran bagi konsumen saat berbelanja, serta memberi manfaat di bidang kesehatan – misalnya merekomendasikan makanan bernutrisi hingga mengetahui kebugaran tubuh lewat foto yang Anda unggah.

Kapabilitas tersebut didasari pada teknik deep learning, memanfaatkan tiga algoritma khusus untuk memproses elemen-elemen tertentu pada gambar-gambar yang di-input. Algoritma tersebut mempunyai fokus berbeda, yaitu deteksi, segmentasi dan indentifikasi; terdiri dari DeepMask, SharpMask dan MultiPathNet. Saat ini FAIR sedang menggarap kodenya, dan mereka membuka aksesnya buat semua orang – karena lebih banyak bantuan artinya pengembangan bisa berjalan lebih cepat.

Tujuan akhir Facebook adalah agar AI mereka bisa melihat objek layaknya manusia. Ketika manusia dapat segera mengenal apa yang mereka lihat, komputer melihat pixel sebagai rentetan angka yang merupakan basis dari perbedaan warna. Dan lewat trio algoritma di atas, sistem jadi mampu mengklasifikasi benda, contohnya membedakan orang, kucing atau binatang lain. Selanjutnya, mesin bisa memisahkan objek utama dari elemen-elemen lain di gambar.

Prosesnya memang cukup rumit. Pertama-tama, DeepMask bertugas menciptakan ‘mask‘ atau layer tambahan. Teknik ini digunakan Facebook untuk menandai benda berdasarkan pola-pola unik, dan selanjutnya teknologi tersebut mencoba mencari tahu apakah pixel di sana merupakan bagian dari objek utama – semuanya diputuskan lewat deep learning.

Kemudian SharpMask akan menyempurnakan lapisan-lapisan mask tersebut dan fokus pada batas objek. Setelah itu, MultiPathNet baru dapat mengerjakan fungsinya, yakni mengenali benda berdasarkan masing-masing mask.

Menurut Facebook, teknologi AI mereka bisa membantu banyak bidang. Dengan kemampuan deskripsi, komputer dapat menjelaskan konten dari sebuah foto, misalnya berlatar belakang pantai, ada pohon, dan tiga orang yang sedang tersenyum. Buat sekarang, tim berisi 60 apakar AI itu masih terus menyempurnakan kinerjanya, sehingga bisa diterapkan ke ranah komersial hingga kesehatan.

Dan kita baru berbicara foto, dapat teknologi ini diimplementasikan ke video?

Via Daily Mail. Sumber: Facebook AI Research.

Aplikasi Microsoft Pix Tingkatkan Kualitas Kamera iPhone dengan Bantuan Kecerdasan Buatan

Mungkin kita tidak terlalu menyadarinya, akan tetapi software memiliki peran yang cukup penting dalam kinerja kamera smartphone secara keseluruhan. Hal ini dibuktikan oleh Microsoft, yang baru-baru ini merilis aplikasi kamera untuk iPhone bernama Microsoft Pix.

Sederhananya, Microsoft merasa ada yang bisa ditingkatkan dari kinerja kamera iPhone dengan menggunakan aplikasi besutannya. Pix mengandalkan artificial intelligence (AI) untuk menganalisa kondisi pencahayaan dan menyesuaikan pengaturan kamera seperti tingkat ISO atau shutter speed secara otomatis guna memastikan foto yang diambil adalah yang terbaik.

Microsoft dengan tegas menjelaskan bahwa Pix punya spesialisasi dalam hal memotret orang. Saat mendeteksi wajah dalam frame, Pix sekali lagi akan menyesuaikan pengaturan kamera supaya wajah subjek terlihat jelas dan detail. Di saat yang sama, Pix juga akan menerapkan noise reduction supaya bagian bayangan tetap terlihat jernih selagi mempertahankan detail.

Dalam menggunakan Pix, pengguna hanya perlu memperhatikan framing, tidak perlu memusingkan aspek lainnya. Setiap kali pengguna hendak memotret, Pix akan mengambil beberapa gambar sekaligus – sebagian dari sebelum tombol shutter ditekan, dan sebagian lagi dari setelah ditekan.

Setelahnya, Pix akan otomatis memilih satu atau dua foto yang terbaik sekaligus menerapkan editing secara otomatis, menampilkan perbandingan antara sebelum dan sesudah diedit, dan menghapus sisanya. Silakan nilai sendiri hasil foto menggunakan Microsoft Pix dan aplikasi kamera bawaan Apple di bawah ini.

Hasil foto menggunakan Microsoft Pix / Microsoft
Hasil foto menggunakan Microsoft Pix / Microsoft
Hasil foto menggunakan aplikasi kamera bawaan iPhone / Microsoft
Hasil foto menggunakan aplikasi kamera bawaan iPhone / Microsoft

Menariknya, ketika Pix mendeteksi bahwa subjek foto tengah bergerak, beberapa gambar yang ditangkap akan otomatis digabungkan menjadi Live Image – seperti Live Photo, tapi diklaim lebih baik. Namun Microsoft tidak sendiri dalam konteks ini, mengingat Google juga aplikasi pesaing Live Photo bernama Motion Stills.

Secara keseluruhan, Microsoft Pix menarik untuk dicoba murni karena kepraktisan yang ditawarkan. Pengguna bisa mengunduhnya secara cuma-cuma dari App Store. Perangkat paling tua yang didukung adalah iPhone 5S – mungkin karena AI-nya membutuhkan performa komputasi dari chipset 64-bit.

Sumber: Microsoft.

Berkat Aplikasi Chffr, Anda Bisa Membantu Perkembangan Sistem Kemudi Otomatis

Mekanik, programmer, ahli robotik dan ilmuwan di berbagai penjuru dunia tengah bekerja bersama guna mengembangkan dan mematangkan sistem kemudi otomatis. Di saat yang sama, seorang pemuda berusia 26 tahun asal AS punya ambisi kuat untuk menciptakan perangkat beserta AI (artificial intelligence) yang bisa memberikan kemampuan kemudi otomatis pada sejumlah mobil di akhir tahun 2016 ini.

Pemuda tersebut adalah George Hotz, atau yang dikenal dengan julukan “geohot” ketika dirinya masih berkutat di dunia jailbreaking perangkat iOS di usianya yang masih belia. Namun belakangan Hotz membentuk sebuah startup bernama Comma.ai dengan fokus pada teknologi kemudi otomatis.

Hotz memang memiliki timnya sendiri dalam mewujudkan misinya, akan tetapi ia juga mengandalkan metode crowdsourcing, dimana kita sebagai konsumen biasa juga bisa berkontribusi terhadap perkembangan sistem kemudi otomatis garapannya. Langkah semacam ini jarang diambil oleh pabrikan otomotif, tapi Hotz cukup percaya diri bahwa cara ini bisa mengajari AI bagaimana cara mengemudi seperti manusia sebenarnya.

Hotz mengembangkan aplikasi bernama Chffr yang bisa didapat secara cuma-cuma di Android – sejauh ini masih dalam tahap beta, dan versi iOS-nya akan menyusul ke depannya. Aplikasi ini pada dasarnya akan merekam seluruh kegiatan mengemudi pengguna, memperhatikan semua faktor penting yang tertangkap kamera, seperti pejalan kaki, pesepeda, batas jalan sampai rambu lalu lintas.

Video yang sudah diunggah ke server Comma.ai bisa ditinjau kembali dari browser / Comma.ai
Video yang sudah diunggah ke server Comma.ai bisa ditinjau kembali dari browser / Comma.ai

Semua yang direkam kamera ponsel Anda ini akan diunggah ke server Comma.ai setibanya Anda di rumah dan terhubung dengan Wi-Fi. Data-data ini kemudian akan dikompilasi dan dianalisa, hingga akhirnya bisa dijadikan ‘bahan belajar’ oleh AI garapan Comma.ai.

Sebagai bentuk penghargaan atas kontribusi pengguna, mereka akan memperoleh “Comma Points” selama aktif menggunakan Chffr, meski sejauh ini belum ada informasi hadiah apa yang bisa ditukar dengan Comma Points tersebut.

Chffr bisa dibilang merupakan cara termudah untuk membantu perkembangan sistem kemudi otomatis. Selanjutnya kita tinggal menunggu dan berharap Comma.ai tidak meleset dalam memenuhi misinya menghadirkan set perangkat kemudi otomatis untuk mobil yang bisa dipasang semudah merakit furniture IKEA dan dihargai tak lebih dari $1.000.

Sumber: CNET.

Honda dan SoftBank Kembangkan AI untuk Dijadikan Asisten Pribadi Pengemudi Mobil

Bicara mengenai robot, dunia pastinya masih ingat dengan ASIMO. Diperkenalkan di tahun 2000, robot buatan Honda ini menuai popularitas berkat kemampuannya berjalan, berlari dan bahkan menari. 16 tahun kemudian, Honda tampaknya sudah siap meneruskan jejaknya di bidang robotik dan sistem kecerdasan buatan.

Langkah berikutnya ini Honda jalani bersama SoftBank. Raksasa telekomunikasi asal Jepang tersebut juga cukup berpengalaman di bidang robotik, terbukti dari robotnya yang bernama Pepper yang menjalani debut pada tahun 2014.

Kerja sama antara Honda dan SoftBank ini bertujuan untuk menciptakan sistem kecerdasan buatan (AI) yang berperan sebagai asisten pribadi pengemudi mobil, lengkap dengan kemampuan untuk memahami dan berkomunikasi secara alami.

Bukan, mereka bukannya berniat mengembangkan mobil robot macam KITT dari serial TV Knight Rider, namun ini bisa dianggap sebagai langkah awal dari visi jangka panjang menuju hal tersebut.

AI hasil kolaborasi Honda dan SoftBank ini akan banyak memanfaatkan teknologi yang menenagai Pepper, dimana robot tersebut punya tujuan untuk menyenangkan hati manusia. Untuk kali ini, fokusnya ada pada konsep keharmonisan antara pengemudi dan sarana transportasinya.

Dua spesialis robotik bekerja sama mengembangkan AI untuk mobil tentunya merupakan kabar baik bagi industri otomotif, sekaligus menunjukkan komitmen pabrikan dalam mengusung definisi mobil pintar ke tingkat yang lebih tinggi lagi.

Sumber: TechCrunch.

Bagaimana Jika Novel Harry Potter Ke-9 Ditulis Oleh AI, Bukan J. K. Rowling?

Meski saga Harry Potter berakhir setelah ia berhasil mengalahkan Tom Riddle, fans beratnya sudah tidak sabar menanti kelanjutan kisah sang penyihir saat J. K. Rowling menyingkap Harry Potter and the Cursed Child. Rencananya, drama panggung Cursed Child baru akan digelar di akhir Juli nanti, tapi kabar baiknya, Anda sudah bisa membaca ‘fan fiction buku ke-9′ sekarang.

Menyebutnya sebagai fan fiction sebetulnya kurang tepat karena tulisan tersebut bukan dibuat oleh manusia, melainkan kecerdasan buatan kreasi Max Deutsch. Sang programer menggunakan empat buku Harry Potter pertama sebagai acuan LSTM Recurrent Neural Network, yaitu sebuah algoritma deep learning. Selanjutnya, ia meminta AI untuk membagi tulisan dalam bab terpisah. Hasilnya sangatlah unik.

Tentu saja karya LSTM Recurrent Neural Network masih berada jauh di bawah kelas J. K. Rowling. Setelah membaca beberapa paragraf, Anda akan mulai mengerutkan dahi karena lama-kelamaan ceritanya menjadi kian surealis. Namun Deutsch dari awal memang tidak bermaksud mengimitasi kemampuan Rowling, ia ingin menunjukkan bagaimana seandainya neural network digunakan dalam bidang kreatif.

Pada Digital Trends, Deutsch menjelaskan bahwa selama beberapa minggu ia telah melakukan eksperimen terhadap deep learning, dan upaya pembuatan ‘Buku ke-9 Harry Potter’ tersebut merupakan salah satu hasil terbaiknya. “Selain itu, proyek ini adalah cara saya menerapkan ilmu yang telah dipelajari, mencoba menggarap sesuatu yang enak dibaca,” tuturnya.

Deutsch menerangkan lebih lanjut kapabilitas AI ini: komputer ternyata cukup baik dalam membaca ritme serta gaya penulisan sumber teks, namun kalimat-kalimat di sana terasa seperti ocehan tidak jelas. Menariknya, sesekali, kecerdasan buatan betul-betul menuliskan kata-kata yang masuk akal. Oh, karena hanya berbasis dari empat novel Harry Potter, AI tidak mengetahui beberapa tokoh yang ia sertakan di sana telah tewas di buku berikutnya.

Deutsch memang masih membutuhkan banyak waktu menyempurnakan ciptaannya jika ia berharap suatu hari nanti hasil tulisan AI dapat dipublikasi layaknya penulis sungguhan. Buat sekarang, proyek ini sukses membuktikan bahwa komputer tak hanya bisa menganalisa, namun juga mampu melakukan aksi kreatif.

“Definisi kreativitas sulit dijelaskan, bahkan dari sisi manusia,” kata Deutsch. “Jika arti kreativitas hanya terbatas pada menciptakan karya baru – dengan mengolah ide-ide yang sudah ada – maka Harry Potter ciptaan neural network boleh dibilang sangat kreatif. Dalam hal ini, mungkin baru pertama kalinya mesin menciptakan kalimat: ‘Dumbledore akan keluar dari belakang kue krim.”

Tulisan lengkap dari LSTM Recurrent Neural Network dapat Anda baca di Medium.com.

Ini Dia 10 ‘Hukum’ Pengembangan AI Versi CEO Microsoft Satya Nadella

Hanya dalam satu hari saja, Twitter mengubah kecerdasan buatan kreasi Microsoft yang tidak berdosa menjadi mimpi buruk. Dengan mempelajari percakapan di sosial media, chatbot bernama Tay itu tak lama mulai melontarkan tweet-tweet kontroversial. Microsoft akhirnya menonaktifkannya, tapi jangan dikira hal ini menghentikan upaya mereka mendalami bidang AI.

Faktanya, kita sudah lama menggunakan versi kasar dari kecerdasan buatan, dan tema ini juga menjadi perhatian para raksasa teknologi. Melalui sebuah esai di Slate, CEO Microsoft Satya Nadella menjabarkan 10 ketentuan wajib yang sebaiknya dijadikan panduan pembuatan AI, serta turut membahas ‘Tiga Hukum Robot‘ karya penulis fiksi ilmiah legendaris Isaac Asimov dan tulisan Bill Gates di tahun 1995, Internet Tidal Wave.

Esai tersebut diungkap di tengah perdebatan mengenai apakah AI bisa menjadi ancaman sekelas ‘Terminator’ terhadap manusia di masa depan. Belum lama ini saja, sang fisikawan terkenal Stephen Hawking mengingatkan kita mengenai ancaman ‘perlombaan senjata’ berbekal AI yang dilakukan negara-negara maju.

Namun bertolak belakang dari hal itu, Nadella berkeinginan agar manusia dan mesin bisa bekerja sama untuk memerangi penyakit dan kemiskinan. Jadi apa saja hukum dalam pengembangan AI versi CEO Microsoft? Ini dia:

  • AI harus didesain untuk membantu kemanusiaan, serta menghargai kebebasan manusia.
  • AI harus transparan, di mana kita perlu mengetahui bagaimana teknologi bekerja dan apa saja aturannya.
  • AI harus memaksimalkan efisiensi tanpa menghancurkan martabat manusia, dengan turut melestarikan budaya serta menghargai kemajemukan.
  • AI harus dirancang agar dapat menjaga privasi secara pintar.
  • AI harus memiliki algoritma yang dipertanggungjawabkan, sehingga manusia bisa membatalkannya jika mulai membahayakan.
  • AI harus dijaga dari berprasangka agar tidak ada diskriminasi.

Namun dalam pemanfaatan kecerdasaan buatan, terdapat rambu-rambu yang juga harus diikuti oleh manusia:

  • Empati: keadaan mental ini sangat sulit ditiru oleh robot, dan akan sangat berharga dalam interaksi manusia dan mesin.
  • Edukasi: Nadella percaya dengan lebih banyak investasi pada pendidikan, manusia akan dapat mencapai tingkat pemikiran yang lebih tinggi serta menciptakan inovasi yang saat ini belum kita pahami.
  • Kreativitas: merupakan salah satu kemampuan unggulan manusia yang tidak bisa ditiru oleh mesin. Keberadaan AI memperkaya serta menyempurnakan kreativitas.
  • Keputusan dan tanggung jawab: kita boleh saja menerima hasil analisis dan diagnosis komputer, namun keputusan dan pertanggungjawaban tetap berada di pundak manusia.

Via Geek Wire. Header: Business Insider.

Robot Bernama Pillo Ini Dirancang Untuk Jaga Kesehatan Keluarga Anda

Kesehatan adalah hal yang seringkali dilupakan, tapi begitu didamba saat kita jatuh sakit. Tak cuma menghabiskan uang, berobat ke dokter juga mengonsumsi banyak waktu berharga Anda. Tim developer Pillo Health dari New York mempunyai ide unik buat jalan keluar atas kendala ini berbekal teknologi robotik dan bidang kecerdasan buatan yang semakin canggih.

Beragam jenis robot telah diciptakan buat membantu manusia, dan kali ini, developer mengembangkan robot spesialis kesehatan anggota keluarga, mereka namai Pillo. Konsepnya sangat menarik, Pillo mampu menjawab pertanyaan user terkait kesehatan, menyambungkan Anda langsung dengan dokter, dan mengelola jadwal serta memberi tahu pengguna supaya tidak lupa minum obat.

Meskipun Pillo tidak bisa bergerak otomatis dan menyodorkan langsung antibiotik ke tangan kita, ia mengusung sistem AI cerdas yang akan bertambah pintar dan lebih mengenal anggota keluarga seiring makin banyaknya interaksi. Sewaktu Anda menyampaikan pertanyaan, Pillo langsung mencari jawabannya di internet. Namun tak cuma sekedar jawaban, sang robot hanya menggunakan informasi dari sumber terpercaya dan up-to-date saja.

Pillo 1
Pillo diklaim sebagai robot kesehatan ‘pintar’ pertama di dunia.

Pillo dilengkapi teknologi pengenal wajah dan suara, sehingga ia bisa melihat, mendengar dan mengerti maksud Anda. Kemampuan tersebut memungkinkan robot beradaptasi terhadap kebutuhan spesifik, memastikan pasokan obat tetap tersedia, serta menjaga kerahasiaan data-data pribadi seperti jenis obat dan suplemen. Pillo juga mengamankan pasokan vitamin dan obat, hanya menyajikannya ke individu yang tepat ketika dibutuhkan, serta mengingatkan jika pengguna lupa.

Hebatnya lagi, para pecinta fitness bisa memperoleh banyak manfaat dari Pillo. Robot kesehatan ini dapat tersinkronisasi secara wireless ke perangkat wearable atau tracker, di mana Anda dipersilakan menyimpan, mengakses dan sharing data terkait kegiatan olah fisik sehari-hari. Kita tinggal menginstal aplikasi companion, tersedia untuk device Android dan juga iOS.

Developer menggunakan prosesor berbasis ARM sebagai otak dari Pillo, dan menyematkan layar touchscreen 7-inci, kamera HD, rangkaian microphone omni-directional, serta melengkapi kreasi mereka dengan koneksi Wi-Fi dan Bluetooth. Terdapat pula baterai lithium-ion di dalam, menjaga fungsi-fungsi utama Pillo tetap bekerja meskipun listrik sedang mati.

Tim Pillo Health saat ini sedang melangsungkan kampanye pengumpulan dana di situs Indie Gogo, menargetkan angka US$ 75 ribu. Di sana, versi Early Bird dibanderol seharga US$ 300. Jika program crowdfunding-nya sukses, rencananya Pillo akan mulai didistribusikan di bulan Juli 2017.