Corporate Venture Capital Indonesia Mulai Aktif Incar Investor Eksternal

Kehadiran investor asing menstimulus pembangunan suatu negara. Sektor yang butuh tambahan modal, perlu digenjot agar memberikan dampak ekonomi yang maksimal buat negara, termasuk sektor digital.

Menurut estimasi BKPM, persentase Penanaman Modal Asing (PMA / Foreign Direct Investment) ke sektor digital berkisar $1,3-2,4 miliar atau sekitar 15%-20% dari total PMA yang masuk, yakni $9-12 miliar per tahunnya.

“Belum ada indikasi kuat investor kehilangan antusiasmenya kepada sektor ini. Trennya masih sangat kuat,” ucap Kepala BKPM saat itu, Thomas Lembong, April 2019.

Angka di atas kalah jauh dengan lima sektor yang masih menjadi primadona para investor asing. Pada tahun 2018, posisi teratas ditempati sektor listrik, gas, dan air sebesar $4,4 miliar; pertambangan $3 miliar; transportasi, gudang & telekomunikasi $3 miliar; logam dasar & barang logam bukan mesin $2,2 miliar.

Tiga negara investor terbesar adalah Singapura $9,2 miliar, Jepang $5 miliar, dan Tiongkok $2,4 miliar. Dari total investasi, porsi PMA masih mendominasi, mencapai 56%, sementara sisanya adalah investasi dalam negeri.

Laporan e-Conomy SEA 2019 mengestimasi pada tahun lalu Indonesia berkontribusi terhadap 40% atau senilai $40 miliar nilai ekonomi digital dari total $100 miliar di ASEAN. APJII juga menyebutkan jumlah pengguna internet di Indonesia tumbuh 10,12% pada 2018 menjadi 171,17 juta jiwa dari total populasi 264 juta.

Ruang tumbuh yang masih begitu luas, melatarbelakangi dibutuhkannya tambahan sokongan modal agar lebih kencang menangkap potensi unicorn berikutnya. Langkah ini ditangkap para modal ventura korporasi (CVC).

Mereka mulai berupaya menarik pemodal asing untuk menaruh dananya untuk dikelola dan diinvestasikan ke startup digital lokal. Sejauh ini, ada tiga CVC, yakni MDI Ventures, Mandiri Capital Indonesia (MCI), dan BRI Ventures yang mulai membuka diri.

Dikonfirmasi DailySocial, masing-masing perwakilan ketiga CVC ini kompak menjawab tahun ini dimulainya perusahaan menarik investor luar untuk berpartisipasi dalam fund khusus.

Managing Partner MDI Ventures Kenneth Li menyebut proses penggalangan dana investasi ketiga sudah hampir rampung. Dia memperkirakan pengumuman resmi terkait fund ini bakal dilakukan menjelang akhir Januari 2020 atau awal bulan depan.

“Kita tunggu announce first investment saja. Harusnya akhir bulan ini atau awal bulan Februari,” ujarnya, Selasa (14/1).

Detail terkait rencana ini masih ditutup rapat-rapat oleh Kenneth. Tapi dari wawancara sebelumnya, MDI menargetkan dana investasi yang siap dikelola sebesar $100 juta dan telah roadshow ke Timur Tengah, sejumlah negara ASEAN seperti Thailand, dan Singapura untuk menarik LP.

Nominal yang sama juga diincar Mandiri Capital. CEO MCI Eddi Danusaputro mengaku saat ini masih dalam proses penggalangan. Ditargetkan sekitar kuartal ketiga tahun ini dapat segera ditutup atau mulai berinvestasi dengan dana segar tersebut ke startup baru.

“Sekarang masih on going, belum ada angka yang bisa di-share,” ujar Eddi, Selasa (14/1).

Sementara itu, BRI Ventures memberi sinyal bahwa mereka juga melakukan fundraising dengan investor lain, di luar BRI, supaya tetap sejalan dengan strategi tesis investasi yang sudah di buat.

“Kami fundraising juga dengan investor lain dan strategi supaya align dengan strategi BRI, dan juga strategi investment thesis yang akan kita buat. Tahun depan [fund akan diumumkan],” kata VP of Investor Relation and Strategy BRI Ventures Markus Liman saat DailySocial temui menjelang akhir tahun lalu.

Supply belum menyamai demand

Beberapa alasan yang melatarbelakangi ketiga para CVC ini untuk menggalang dana dari luar Indonesia adalah ketersediaan dana domestik yang terbatas. Kurang sepadan dengan tingginya permintaan investasi dari para startup. Mereka pun pede bisa memberikan return yang menarik kepada para LP berbekal pengalaman mengelola dana sebelumnya.

Khusus untuk menggambarkan potensi fintech lending saja, data acuan yang sangat sering dipakai adalah: credit gap sebesar Rp1.000 triliun tiap tahunnya yang belum terpenuhi bank untuk disalurkan ke pemilik usaha mikro dan kecil. Padahal UMKM adalah penggerak ekonomi terbesar Indonesia.

Angka ini cukup bombastis dan menggiurkan para pemilik modal untuk terjun ke sini. Tak heran, banyak investor berbondong-bodor mengucurkan dananya untuk startup fintech lending.

Tapi, kesulitan buat mereka adalah bagaimana untuk terjun langsung menangkap potensi tersebut? Apakah kapabilitas mereka cukup paham dengan tantangan pasar Indonesia untuk memantau langsung pergerakan dana yang diinvestasikan atau cukup memercayakan pengelola investasi yang handal?

Menurut catatan sementara pendanaan startup sepanjang 2019, sektor finansial masih menarik banyak perhatian investor. Per 18 Desember 2019, tim DSResearch mencatat ada 110 transaksi pendanaan yang diumumkan startup dan/atau investor Indonesia.

Dari jumlah tersebut, sektor finansial dapatkan porsi terbanyak dengan 23 transaksi, SaaS (9), e-commerce (8) dan logistik (6).

Alhasil, kondisi ini mendorong para CVC untuk tidak selalu bergantung dana suntikan dari induknya agar bisa bersaing. Dunia persaingan antar investor itu sendiri sebenarnya juga tidak kalah sengit. CVC harus bergerak cepat dalam mencari dana, meski preferensi startup yang dibidik ada sedikit perbedaan.

Eddi menjelaskan, rencana yang diusung MCI sepenuhnya mendapat dukungan Bank Mandiri. Bahkan perseroan akan ikut terus berpartisipasi tiap kali MCI merilis Mandiri Venture Fund baru.

Driver utama sebenarnya adalah kita lihat opportunity untuk bawa investor asing ke Indonesia kerena kita confident ada return [bagi investor] yang menarik dan juga demi market startup di Indonesia.”

Optimisme yang sama juga diungkapkan Kenneth. Rekam jejak MDI tidak hanya berinvestasi untuk startup lokal. Sejauh ini mereka mengelola 35 portofolio yang tersebar di 10 negara, dengan total lima exit sejak pertama kali beroperasi di 2015. Performanya tentu tidak perlu diragukan lagi.

“Dari track record MDI, kami tahu cara exit yang tepat karena investor itu tetap mencari return. Tapi kami tidak mau di situ saja. Bagaimana bisa kolaborasi lebih jauh dengan investor, MDI ini jadi fase awal dan partner untuk bantu mereka masuk ke Indonesia.”

Benchmark dari luar negeri

Pemain CVC di luar negeri sebenarnya juga melakukan hal yang serupa ada juga yang tidak. Semua tergantung masing-masing strategi yang diputuskan grup tersebut.

Tidak bisa melulu harus mengandalkan dana dari induk saja dalam berinvestasi, perlu diversifikasi dana dari investor luar untuk memberikan nilai tambah buat investee, grup dari CVC itu sendiri, dan para LP yang berpartisipasi dalam fund yang digalang.

CVC sebenarnya ada tanggung jawab yang harus mereka emban dalam berinvestasi, bagaimana memastikan startup yang mereka investasi bisa memberikan nilai tambah buat grup mereka agar bisa berkompetisi di pasar.

Pada akhirnya, banyak potensi kolaborasi yang bisa dilakukan dari mengelola dana investasi dari investor luar, digabungkan dengan kekuatan grup. Jaminan pasti seperti ini belum tentu bisa diberikan VC independen.

Bayangkan saja, bila suatu startup didanai BRI Ventures, kemungkinan besar mereka bisa menggarap nasabah BRI yang jumlahnya diklaim lebih dari 80 juta orang dan tersebar di seluruh Indonesia. Akses ini begitu mahal buat didapatkan sebuah startup yang baru dirintis.

Meskipun demikian, CVC yang masih menutup kesempatan buat investor luar  tidaklah salah. Dengan kondisi ini, CVC punya kendali yang lebih leluasa dalam mengelola dana dan memilah startup sesuai preferensi tanpa banyak dituntut para LP.

Pun pada akhirnya, saat berinvestasi ke startup, sangat jarang investor masuk sendiri karena harus berbagi risiko dengan investor yang lain.

Salah satu CVC tersohor di Singapura, yakni Vertex Ventures. adalah salah satu arm investment Temasek, perusahaan investasi pelat merah Singapura. Vertex khusus bergerak di pendanaan tahap awal sejak 2008.

Perjalanan Vertex untuk fund pertama dan kedua, pada 2010 dan 2014, disokong sepenuhnya oleh Temasek Holdings melalui Vertex Venture Holdings. Memasuki fund putaran ketiga, mereka memulai debut menjaring investor eksternal pada 2017.

Saat itu, perusahaan berhasil mengantongi komitmen investasi sebesar $210 juta, oversubscribed dari target awal $150-180 juta. Temasek masih berpartisipasi sekitar 50% dalam putaran ini. Sisanya diikuti LP baru yang berasal dari institusi keuangan di Asia, korporasi, dan perusahaan keluarga.

Tahun lalu, Vertex menutup fund putaran keempat dengan total dana $305 juta. Beberapa portofolio Vertex untuk startup Indonesia di antaranya adalah RoomMe, Grab, Warung Pintar, PayFazz, Pintek, dan Cicil.

Contoh yang sedikit berbeda adalah Rakuten Ventures, yang merupakan bagian raksasa e-commerce Jepang Rakuten. Dalam perjalanannya, sejak diresmikan pada 2013, hingga kini mereka belum membuka investor eksternal dalam setiap putaran pendanaannya.

Rakuten masih menjadi investor tunggal untuk dua fund yang dibuat Rakuten Ventures. Fund ini bernama Global Investment Fund dan Rakuten Ventures Japan Fund yang masing-masing dibentuk pada 2014 dan 2016. Startup yang masuk dalam portofolio Rakuten dan beroperasi di Indonesia adalah Shopback.

Dinamika CVC Indonesia bisa dipastikan akan semakin menarik. Kabar dimulainya pencarian pendanaan dari investor eksternal bisa menjadi indikator bahwa ke depannya visibilitas mendapatkan startup incaran dapat lebih mudah ditemukan. Ini baik buat startup yang sedang mengincar akselerasi pertumbuhan dengan cara paling efektif.

MDI Ventures to Release Two More Managed Funds in 2020

MDI Ventures is to release two more managed funds to enhance Telkom Group’s startup investment portfolio from early-stage to the later stage.

MDI Ventures’ Head of Investor Relations & Capital Raising, Kenneth Li said to DailySocial that this step was taken due to the first-round fund distribution has run out in four years.

“True, that is the plan. However, I’m not in the position to share the details because the process is just begun,” he added.

In early December 2019, Telkom Group through MDI Ventures with South Korea-based KB Financial Group established a new managed fund named Centauri Fund.

mdi

Prior to this, halfway through 2019, Telkomsel, a subsidiary in cellular business, created an investment arm named Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) managed by MDI Ventures.

Kenneth affirmed the plan of two new managed funds would create diversity in Telkom Group’s investment portfolio and its subsidiaries.

“Centauri focused on Series A and B. Meanwhile, TMI has a specific requirement from Telkomsel to be a single LP fund and more CVC style with synergy requirement,” he added.

In terms of funding, he said the company is to make another fundraising on every new managed fund.

“[Fundraising] Rp1.4 trillion is only for Centauri Fund. Each fund, [the allocation] is different. Later [there will be] another fundraising,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

MDI Ventures akan Tambah Dua Dana Kelolaan Baru di 2020

Tahun ini MDI Ventures segera menambah dua dana kelolaan baru lagi untuk memperkuat portfolio investasi startup Telkom Group dari tahap early stage sampai later stage.

Head of Investor Relations &  Capital Raising MDI Ventures Kenneth Li kepada DailySocial mengungkap bahwa penambahan ini dikarenakan alokasi dana putaran pertama selama empat tahun sudah habis.

“Ya betul itu rencananya. Tapi, saya belum bisa share detailnya seperti apa karena kami baru mulai prosesnya,” ujar Kenneth.

Awal Desember 2019 lalu, Telkom Group melalui MDI Ventures dan KB Financial Group asal Korea Selatan juga membentuk dana kelolaan baru bernama Centauri Fund.

MDI Ventures

Mundur lagi, di pertengahan 2019, anak usaha di bisnis seluler Telkomsel membentuk unit investasi baru, yaitu Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) yang akan dikelola oleh MDI Ventures.

Kenneth menegaskan bahwa rencana pembentukan dua dana kelolaan baru ini akan mengisi ragam portofolio pendanaan Telkom Group dan anak usahanya.

“Centauri fokus pada seri A dan B. Sementara, TMI punya spesifik requirement dari Telkomsel sehingga jadi single LP fund dan style-nya lebih CVC dengan synergy requirement,” tambahnya.

Dari sisi pendanaan, ia menyebut bahwa pihaknya akan melakukan penggalangan dana lagi pada setiap dana kelolaan baru.

“[Penggalangan dana] Rp1,4 triliun itu hanya untuk Centauri Fund. Setiap fund, [alokasinya] beda-beda. Nanti [ada] fundraising lagi,” katanya.

Telkomsel Suntik Pendanaan Seri B1 ke Startup Logistik Berbasis IoT “Roambee”

Telkomsel melalui unit investasi Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) baru saja mengumumkan portofolio pendanaan baru kepada startup logistik berbasis IoT asal Amerika Serikat, yakni Roambee.

Roambee menerima pendanaan seri B1 dengan nominal yang tidak disebutkan. Sebelumnya di 2018, Roambee telah memperoleh pendanaan pertamanya lewat MDI Ventures yang diinisiasi Telkom Group.

“Saya belum bisa share detail sinerginya. Tapi ada [produk kolaborasi] yang dirilis di kuartal pertama,” ungkap CEO Telkomsel Mitra Inovasi Andi Kristianto dalam pesan singkatnya kepada DailySocial.

Sebagaimana disampaikan dalam keterangan pers, sinergi terhadap Roambee diharapkan dapat mendorong perusahaan di Indonesia untuk mengadopsi teknologi digital. Ditambah, baik Roambee dan Telkomsel memiliki solusi IoT yang dapat dikembangkan bersama.

Berdiri di 2013, Roambee mengembangkan solusi smart logistics dan asset monitoring berbasis IoT yang diperuntukkan bagi pelanggan enterprise, terutama yang memiliki sistem supply chain berbasis digital.

Sementara di Telkomsel, IoT telah menjadi salah satu fokus pengembangan bisnisnya dalam beberapa tahun terakhir. Strategi ini tak lain untuk memperkuat posisinya sebagai digital telco company di Indonesia.

Terlebih, teknologi 5G yang akan berperan penting terhadap pengembangan ekosistem IoT—meski masih melalui perjalanan panjang—akan segera menuju komersialisasi di Indonesia.

Hingga saat ini, Telkomsel telah menelurkan sejumlah  layanan baik melalui pengembangan sendiri maupun kolaborasi, antara lain Smart Connectivity, Fleet Sight, dan InTank. Untuk Fleet Sight, Telkomsel telah berkolaborasi dengan Pertamina dan Bluebird.

Pengembangan produk existing

Dihubungi terpisah, Head of Investor Relations & Capital Raising MDI Ventures Kenneth Li mengungkap bahwa sinergi ini akan diawali dengan pengembangan produk dari solusi existing milik Roambee. Pertimbangannya karena solusi tersebut dinilai sudah product-fit.

“Produknya tracking solutions untuk menyasar klien enterprise Telkomsel. Kalau [pengembangan] solusi baru, nanti [ada] ke depannya,” ujar Kenneth kepada DailySocial.

Menurut Kenneth, Roambee dipilih karena teknologinya dinilai telah terbukti, dan bahkan telah digunakan perusahaan besar ternama di dunia, seperti DHL, Deutch Telecom, dan Unilever. “Jadi, [teknologinya] sudah cukup strong,” tambahnya.

Selain itu, dengan jejak pendanaan pertama dari MDI Ventures di 2018, Roambee saat itu juga mengembangkan produk yang sama, seperti tracking solutions, untuk disinergikan dengan bisnis Telkom Group.

”Solusinya berjalan karena memang ada demand di pasar, terutama dari e-logistic yang membutuhkan real time monitoring of package on delivery,” tutupnya.

Dana Kelolaan Telkom dan KB Financial Group “Centauri Fund” Incar Sepuluh Startup Tahun Depan

Centauri Fund, inisiatif dana kelolaan bentukan Telkom Group melalui unit CVC MDI Ventures dan KB Financial Group Korea Selatan, mengincar sepuluh portfolio startup di tahun 2020. Saat ini perusahaan tengah menjajaki kesepakatan investasi dengan lima startup Indonesia.

Telkom Group dan KB Financial Group resmi menandatangani perjanjian kerja sama (MoU) untuk membentuk Centauri Fund sebagai perpanjangan tangan untuk dana kelolaan baru pada pekan lalu, Senin (9/12).

Dalam keterangan resminya, Direktur Strategic Portfolio Telkom Achmad Sugiarto mengungkap Centauri Fund dibentuk sebagai komitmen kedua perusahaan untuk mengembangkan ekosistem teknologi dan startup, terutama Indonesia, sebagai pasar terbesar di kawasan Asia Tenggara.

“Sekarang kami sedang evaluasi lima startup di bidang fintech, insurtech, big data, dan artificial intelligence. Sejauh ini semua [dari Indonesia]. Target kami mungkin bisa investasi ke lima sampai sepuluh [startup] di 2020,” ungkap Head of Investor Relations & Capital Raising MDI Ventures Kenneth Li kepada DailySocial.

Sebelumnya diberitakan beberapa bulan lalu MDI Ventures tengah dalam proses pengumpulan investasi ketiga dengan target nilai $100 juta atau sekitar Rp1,4 triliun.

Saat itu, Kenneth mengonfirmasi bahwa Kookmin Bank, bagian dari KB Financial Group, merupakan satu dari tiga potensial investor yang bakal menjadi LP (Limited Partner). Dua calon mitra LP lainnya belum mencapai kesepakatan final.

Kenneth mengungkapkan, baik Centauri Fund dan MDI Ventures masih sama-sama mengejar vertikal bisnis yang sama. Yang menjadi pembeda adalah Centauri Fund akan fokus ke pendanaan Pra Seri A dan Seri B, sedangkan MDI Ventures fokus di Seri B ke atas.

Meskipun demikian, ia enggan menyebutkan nilai investasi yang dikucurkan oleh KB Financial Group ke Centauri Fund. Kenneth memastikan bahwa masuknya mitra bisnis baru tersebut akan memberikan kapabilitas dan pembelajaran di bidang fintech.

“Vertikal bisnis [Centauri Fund] hampir sama karena sebenarnya MDI Ventures sudah cukup agnostik. Hipotesis kami memang lebih ke sustainable business. Startup yang kita pilih adalah yang bisa dibantu pertumbuhannya lewat ekosistem Telkom,” tutupnya.

MDI Ventures to Announce the Third Fundraising, Aiming for 1.4 Trillion Rupiah

MDI Ventures, Telkom backed corporate venture capital, is said to be in talk of the third fundraising, aiming for $100 million (over 1.4 trillion Rupiah). MDI is now involving foreign investor as LP, the leaked one is Kookmin Bank from South Korea.

MDI Ventures‘ Principal and Head of Investor Relations, Kenneth Li said to DailySocial that Kookmin Bank as one of the LPs to invest in its third fundraising. However, it’s not final yet.

He is yet to confirm that Telkom would be involved in the fundraising-to-be, or the slot will be fully occupied by foreign investors. In addition, their team is looking for LP from Middle East and some of the SEA countries, such as Thailand and Singapore.

Kookmin Bank debut in Indonesia is marked as they enter Bank Bukopin’s board of shareholders. As one of the biggest banks in South Korea, they’ve bought 22% shares worth of 1.46 trillion Rupiah last year.

“Kookmin is one of the latest investors for our investment, it’s still finalizing. In this round, we’re targeting $100 million investment as we made at the first one,” he said on Friday (9/13).

The decision to open overseas is kind of a new thing. First, the company pockets $100 million investment from Telkom alone. Next, the second one is from Telkomsel’s investment arm, Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) worth of $40 million in May 2019.

MDI Ventures is to open the gate for those foreign investors having difficulty to enter this country. They’re aware of Indonesia from unicorns that exist in media overseas but having no exposure with other locals for collaboration.

The current strategy is said to follow Softbank’s initiative. First, Softbank is using its internal funding to invest in tech-company. After positive feedback, they’re maturing for greater amount of investment from high-profile global LP.

Although this is the first time, managing funds from foreign investors wouldn’t be a huge problem. He believes the company’s proven background and history since its debut in 2015 should gain investor’s trust in terms of fund managing and guarantee promising results.

To date, MDI Ventures has managed 35 portfolio across 10 countries with a total 5 exit. Some IPO took place overseas, such as Geenie in TSE (Japan) and Whispir (Australia).

Future plan

Telkom, as the parent company, has approved the plan to explore growth outside the country. The company can’t always rely on Telkom alone, they also need support from others.

However, they haven’t change the main focus, to look for potential startups to make collaboration with Telkom Group. It’s mutual as Telkom’s effort for digital transformation as more than just a telco.

“Telkom is to go beyond just a telco. We still have a same responsibility, to find potential startups for Telkom’s future plan, it includes collaboration,” MDI Ventures’ GM of Investment, Aldi Adrian said.

The freedom to choose the startup segment might be a privilege for MDI Ventures than any other CVCs, especially bank-backed ones due to regulations.

“We’ve become more agile to enter all business segments, therefore we offer more added value than other CVCs,”

Although they’ve no intention to leak the next investment, Kenneth confirmed, there are upcoming investments before 2019 end. One of them is an investment to fintech startup founded by one of the former unicorn’s players.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

MDI Ventures Segera Umumkan Dana Investasi Ketiga, Menargetkan 1,4 Triliun Rupiah

MDI Ventures, perusahaan ventura korporasi Telkom Group, mengungkapkan sedang dalam proses pengumpulan dana investasi ketiga dengan target nilai $100 juta (lebih dari 1,4 triliun Rupiah). Kali ini MDI melibatkan investor dari luar negeri sebagai LP, salah satunya yang terkuak adalah Kookmin Bank asal Korea Selatan.

Kepada DailySocial, Principal and Head of Investor Relations MDI Ventures Kenneth Li mengonfirmasi bahwa Kookmin Bank adalah salah satu dari LP yang akan masuk ke dana investasi ketiga dari MDI Ventures. Namun, kesepakatan antara keduanya belum sampai tahap final.

Dia juga belum bisa mengonfirmasi apakah Telkom akan kembali masuk di dana investasi terbaru tersebut atau sepenuhnya bakal berasal dari investor luar negeri. Selain Bank Kookmin, pihaknya sedang menjajaki LP dari Timur Tengah dan beberapa negara Asia Tenggara, seperti Thailand dan Singapura.

Debut Kookmin Bank di Indonesia dimulai dengan masuk sebagai pemegang saham baru di Bank Bukopin. Salah satu bank terbesar di Korea Selatan ini membeli 22% saham Bank Bukopin senilai 1,46 triliun Rupiah tahun lalu.

“Kookmin adalah salah satu investor yang masuk ke fund terbaru kita, tapi masih finalisasi. Target dana investasi yang mau kita kelola untuk kali ini $100 juta setara dengan fund pertama,” katanya, Jumat (13/9).

Keputusan MDI Ventures untuk terbuka ke investor luar, sebenarnya merupakan hal yang baru. Awalnya perusahaan mengantongi dana investasi sebesar $100 juta sepenuhnya berasal dari Telkom. Kemudian, di tahap kedua berasal dari anak usaha Telkomsel, Telkomsel Mitra Inovasi (TMI), sebesar $40 juta pada Mei 2019.

MDI Ventures ingin membuka gerbang ke investor luar yang selama ini tersendat saat ingin masuk ke Indonesia. Mereka tahu tentang Indonesia berkat nama-nama unicorn yang sering disebut media luar, tapi masih kurang ter-expose dengan startup lokal lain yang bisa diajak kolaborasi.

Strategi yang dipilih MDI Ventures kali ini bisa dibilang mengikuti jejak SoftBank. Pada awalnya SoftBank memanfaatkan dana internalnya untuk berinvestasi ke perusahaan teknologi. Setelah sukses, mereka mantap meluncurkan berbagai dana investasi bernilai besar karena diisi LP kenamaan mancanegara.

Mengelola dana dari investor luar bukan menjadi tantangan utama buat MDI Ventures, meski ini pertama kalinya. Kenneth meyakini, performa dan rekam jejak perusahaan yang proven sejak beroperasi di 2015, bisa membuat para investor yakin dengan kemampuan perusahaan dalam mengelola dana investasi dan bisa memberikan imbal hasil yang menjanjikan.

MDI Ventures sejauh ini mengelola 35 portofolio yang tersebar di 10 negara, dengan total lima exit. Beberapa di antaranya IPO di luar negeri, seperti Geenie di TSE (bursa Jepang) dan Whispir (bursa Australia).

“Dari track record MDI, kami tahu cara exit yang tepat karena investor itu tetap mencari return. Tapi kami tidak mau di situ saja. Bagaimana bisa kolaborasi lebih jauh dengan investor, MDI ini jadi fase awal dan partner untuk bantu mereka masuk ke Indonesia.”

Rencana berikutnya

Telkom, selaku induk usaha, telah memberikan restunya bagi MDI Ventures untuk mencari celah pertumbuhan yang bisa diakselerasi lebih lanjut. Perusahaan tidak bisa sepenuhnya mengandalkan Telkom saja dan membutuhkan dukungan dari pihak lain.

Meskipun demikian, fokusnya tidak berubah dari awal, yakni mencari startup potensial yang bisa diajak kolaborasi bersama Telkom Group. Hal ini selaras dengan upaya mendukung transformasi Telkom agar lebih dari sekadar perusahaan telekomunikasi.

“Telkom ke depannya enggak hanya jadi telco company. Jadinya kita akan tetap go beyond telco. Tugas kita tetap sama, cari potential startup yang bisa bantu Telkom untuk masa mendatang, kalau ada yang bagus pasti akan ada kolaborasi,” tambah GM of Investment MDI Ventures Aldi Adrian.

Kebebasan memilih segmentasi startup jadi keuntungan yang dirasakan MDI Ventures dibandingkan CVC lainnya, apalagi yang dibentuk bank karena adanya limitasi regulasi.

“Kita jadi lebih agile karena kita bisa masuk ke semua segmen bisnis, sehingga value added yang kita berikan lebih banyak dari CVC pada umumnya.”

Meski masih menutup rapat-rapat rencana investasi berikutnya, Kenneth memastikan ada beberapa investasi yang siap diumumkan menjelang tutup tahun 2019. Salah satunya adalah investasi untuk startup fintech yang didirikan mantan pegawai sebuah unicorn.

aCommerce Umumkan Perolehan Pendanaan yang Dipimpin MDI Ventures

Hari ini (19/7) layanan e-commerce enabler asal Thailand aCommerce mengumumkan telah mendapatkan pendanaan baru yang dipimpin oleh MDI Ventures dengan nilai pendanaan diestimasi mencapai delapan digit dalam dolar Amerika Serikat. Investor sebelumnya, DKSH juga turut berpartisipasi dalam putaran pendanaan kali ini diikuti oleh BlueSky. Dana ini akan digunakan untuk perluasan pasar secara agresif di Singapura, Malaysia, dan Vietnam bersamaan dengan memperkuat posisi di pasar yang sudah beroperasi seperti Thailand, Indonesia, dan Filipina.

Co-Founder dan Grup CEO aCommerce Paul Srivorakul mengatakan, “Bermitra dengan MDI dan Grup Telkom, yang pada dasarnya adalah perpanjangan tangan teknologi pemerintah Indonesia, cocok dengan visi aCommerce untuk memecahkan tantangan e-commerce seperti infrastruktur, logistik, dan sistem pembayaran di pasar terbesar dan tercepat di Asia Tenggara.”

Managing Partner MDI Ventures Nicko Widjaja menambahkan, “Melalui investasi strategis kami di e-commerce enabler terkemuka Asia Tenggara, kami melihat peluang untuk menawarkan layanan digital dan perdagangan baru di seluruh ekosistem Telkom [dengan] memanfaatkan lebih dari 150 juta pelanggan [yang dimiliki Telkom].”

Di balik kesepakatan investasi

CEO aCommerce Indonesia Hadi Kuncoro mengungkapkan bahwa kesepakatan investasi ini berlangsung dengan cepat. Pertemuan antara MDI Ventures dan aCommerce yang berujung pada kesepakatan investasi ini diawali dari acara aCommerce yang digelar pada Januari 2016. Dari sana, setelah saling mengenal satu sama lain lebih jauh, kesepakatan pun berhasil dicapai.

Hadi mengatakan, “Dari sisi Telkom sendiri tentu ingin mencari diversifikasi model bisnis [dan] investasi ini fokus awalnya adalah logistik. Tapi ini akan berkembang. Dari sisi aCommerce sendiri, kami melihat Telkom punya infrastruktur yang cukup baik di seluruh Indonesia. Sebagai perpanjangan pemerintah di dunia telekomunikasi, tentu ini menjadi suatu peluang juga bagi aCommerce sendiri untuk membangun eksistensi model bisnis aCommerce dengan network infrastructure yang mereka miliki.”

Sementara itu Senior Associate MDI Ventures Kenneth Li menjelaskan, ”Alasan yang kami lihat [untuk berivestasi] adalah bahwa e-commerce belum melihat tanda-tanda melambat di Indonesia dan bagian dari pertumbuhan ini melibatkan infrastruktur yang mendukung bisnis e-commerce. Cina memiliki sekitar 9% penetrasi e-commerce, tetapi di Indonesia hanya sekitar 1%. Kami percaya bahwa semua infrastruktur pendukung pertumbuhan harus dibangun juga [logistik, pembayaran, dan lainnya].”

“Kami sudah memiliki marketplace [Blanja] yang merupakan perusahaan patungan dengan eBay yang berarti langkah logis selanjutnya adalah berinvestasi di pemain dan untuk mendukung e-commerce Indonesia. Telkom pemain di bidang infrastruktur dan kami fokus pada pembangunan mendukung ekosistem. Dalam hal kemitraan strategis, kami ingin bekerja sama erat dengan aCommerce untuk memperkuat logistik B2C dengan memanfaatkan properti Telkom yang ada dan infrastruktur logistik sekaligus juga mereplikasi model C2C mereka di Indonesia,” lanjutnya.

Rencana ke depan aCommerce Indonesia terkait pendanaan

Dana segar yang baru diterima aCommerce ini menurut Hadi juga akan berdampak pada rencana perluasan wilayah mereka di Indonesia. Di samping itu, Hadi juga mengungkap bahwa mereka akan menambah talenta-talenta baru seiring dengan perluasan wilayah yang dilakukan. Sebagai informasi, belum lama ini aCommerce Indonesia telah membuka fulfillment center baru di Cawang dan berencana untuk memperluas sayap ke 15 kota besar di Indonesia.

Di sisi lain, potensi untuk bersinergi dengan ILCS (Integrasi Logistik Cipta Solusi) juga telah didiskusikan. ILCS sendiri merupakan anak perusahaan Telkom yang bergerak di sektor logistik dan berdiri sejak tahun 2012 silam.

Kenneth mengatakan, “Untuk ILCS, apa yang kami lihat adalah bahwa aCommerce akan menjadi infrastruktur pendukung e-logistik perdagangan lintas batas. Kami berpikir bahwa dalam waktu dekat ini perdagangan lintas batas tidak akan terelakan karena ILCS bekerja sama dengan otoritas pelabuhan dan klien perusahaan besar kami yang lain.”

“Kami juga ingin mengintegrasikan sistem aCommerce dengan semua yang kami tawarkan melalui ILCS. Di sisi lain, kami juga bisa memperkuat aCommerce dengan pengetahuan lokal kami yang mendalam tentang distribusi pelabuhan, armada-pelacakan, optimasi rute, penyelesaian pelabuhan, dan lainnya. Kami melihat pasar yang besar yang bisa dimanfaatkan dalam hal e-logistik di B2B dan kami juga ingin menawarkan pilihan perusahaan klien kami untuk melakukan B2C logistik dengan aCommerce,” tandas Kenneth.