Bagaimana FisTx Selesaikan Masalah Inti Tambak Udang Lewat Teknologi

Bukan rahasia umum kalau industri akuakultur di Indonesia penuh dengan isu klasik, sehingga menjadikannya tidak seseksi industri riil dan nonriil lainnya. Kendala tersebut memengaruhi berjalannya kegiatan akuakultur di negara ini. Padahal, menurut Food and Agriculture Organization, Indonesia menempati peringkat ke-2 dari 10 negara peringkat teratas produksi akuakultur.

Meski masuk posisi atas, akan tetapi jumlah total produksi akuakultur negara ini sangat jauh berbeda dengan Tiongkok. Pada 2019, produksi ikan budidaya di Tiongkok sebesar 68,42 juta ton per tahun, sementara Indonesia 15,89 juta ton. Padahal, panjang garis pantai Tiongkok yang bisa dimanfaatkan untuk budidaya hanya 14.500 km, sementara Indonesia 99.083 km.

Kiwi Aliwarga dan Rico Wibisono, dengan latar belakang yang mendalam di dunia akuakultur mencoba untuk menyelesaikan isu klasik ini dengan mendirikan FisTx (dibaca Fistek) di Yogyakarta pada 2019. Kiwi sendiri merupakan pengusaha diaspora yang sukses membangun bisnis di Myanmar. Di kancah startup, Kiwi membangun UMG Idealab yang merupakan lengan investasi dari UMG Myanmar. Portofolionya tersebar di regional, tidak hanya di Indonesia saja, mulai dari Aruna, Crowde, Botika, Prosehat, Perawatku, Arutala, dan lainnya.

Sementara itu, Rico Wibisono punya ketertarikan di dunia perikanan sejak kecil hingga akhirnya melanjutkan di bangku kuliah. Kemudian, terjun ke industri ini dengan bekerja untuk berbagai perusahaan di CP Prima, Manggalindo, dan beberapa proyek di luar Indonesia, yakni di Vietnam, Brazil, Arab Saudi, dan Brunei Darussalam mengerjakan proyek tambak udang.

“Ketertarikan kami dalam dunia akuakultur, meneruskan kami untuk mengembangkan teknologi perikanan yang berkelanjutan berfokus pada 3P (profit, people, planet),” terang Co-founder dan COO FisTx Rico Wibisono kepada DailySocial.id.

Inovasi FisTx

FisTx menyoroti setidaknya ada empat tantangan dalam budidaya tambak udang, yakni manajemen tambak, operasional, tambak, dan alam, contohnya pemilihan lokasi tambak yang rawan bencana alam, seperti tsunami dan gempa. Oleh karenanya, FisTx berfokus pada pengembangan teknologi untuk budidaya udang pada proses perbaikan air yang lebih berkelanjutan.

Misalnya, mobile water sterilizer yang merupakan teknologi desinfeksi ramah lingkungan dengan sinar ultraviolet. Teknologi ini tidak menghasilkan residu bila dibandingkan dengan bahan kimia bahkan bisa mengefisiensikan biaya disinfektan sebesar 35%-53%. Alat ini juga dapat digunakan sebagai water treatment unit.

Kemudian, mengembangkan Recirculating Aquaculture System (RAS), yakni teknologi yang berkonsep kolam petak untuk sistem budidaya secara intensif dengan memanfaatkan air secara terus menerus, sehingga air pada kolam utama terjaga kualitasnya, menghemat penggunaan air dan biaya pergantian air. Produk ini serupa dengan akuarium, air kolam tidak dibuang tetapi disaring terus menerus. Air yang ada di kolam dapat dikonservasi dan dipakai berkesinambungan dengan sistem filtrasi yang perusahaan kembangkan.

Berikutnya, menghadirkan teknologi untuk imbuhan pakan guna meningkatkan penyerapan nutrisi, sehingga pertumbuhan lebih cepat dan limbah lebih sedikit. “Semua teknologi ini diarahkan pada keberlanjutan dan kesejahteraan petambak. Proses development-nya bergantung pada ketersediaan sumber daya dan kebutuhan pasar, ada yang tiga sampai delapan bulan.”

Disediakan pula aplikasi yang dinamai FisTx Aquagram yang dapat digunakan petambak untuk memantau kondisi tambak langsung dari ponsel mereka. Aplikasi merupakan teknologi pengukur kualitas air yang dapat mencatat kualitas air secara real time, tidak hanya untuk satu petak tambak tapi juga memantau empat petak sekaligus. Petambak akan memperoleh informasi terkait durasi pemberian pakan, jarak waktu pemberian pakan, kadar oksigen, hingga suhu dan tingkat keasamaan air.

Dalam satu alat sensor, mampu mengukur berbagai indikator. Beberapa di antaranya, suhu air kolam, EC, nilai pH, DO (Dissolved Oxygen atau kadar oksigen terlarut) dan ORP (Oxidation Reduction Potential). Semua data ini akan muncul pada aplikasi FisTx dalam sekali klik.

Dari seluruh rangkaian produk tersebut, FisTx menyesuaikan kembali dengan kebutuhan para petambak. Pihaknya menyediakan FisTx 360 yang merupakan sistem berlangganan untuk membantu semua kebutuhan budidaya, mendampingi petambak dengan konsultasi dan manajemen tambak selama satu siklus, mulai dari persiapan hingga panen. “Tapi kami juga menyediakan sistem beli putus, terutama untuk konsumen kami yang belum dijangkau oleh tim offline, tapi kami tetap terbuka dengan konsultasi online.”

Rico mengakui proses edukasi dalam memperkenalkan solusi Fistx tidak bisa dianggap sepele. Karena animo positif baru diterima perusahaan, apabila lokasi tambak dan persona petambaknya dilihat dari psikologi dan psikografinya. Maka dari itu, saat masuk ke lokasi baru perusahaan mengambil strategi dengan mencari early adopter dan dikawal hingga muncul hasil panen yang memuaskan.

“Dari situ terjadilah mouth to mouth branding, inilah yang kami lakukan dalam menjawab itu. Alhamdulillah, hingga saat ini kami memiliki 340 petambak yang tersebar di 21 provinsi.”

Salah satu perusahaan yang sudah menggunakan teknologi FisTx adalah PT Nayottama Kelola Laut Indonesia (NKLI). Awalnya, NKLI menggunakan teknologi existing Aqua Input sejak 2021 dan merasakan terjadinya peningkatan hasil tambak secara berkala dari 18 ton hingga 51 ton per hektare atau kenaikan hampir tiga kali lipat.

Kemudian, NKLI upgrade teknologi terbaru RAS FisTx untuk kolam budidaya yang terletak di Tasikmalaya, Jawa Barat, Januari 2021 lalu. Selain ramah lingkungan, manfaat lain yang didapat dari penggunaan teknologi RAS adalah meningkatkan produktivitas, meminimalisir permasalahan udang mati dini, dan hemat hingga 30% jika dibandingkan dengan pemakaian kimia seperti kaporit. Produksi per hari pun lebih cepat, tingkat pertumbuhan meningkat rata-rata sekitar 20%, dengan efisiensi pakan hingga 23,5%.

Harapan di akuakultur

Rico menilai solusi yang dibangun oleh FisTx ini sejatinya dapat diimplementasikan di luar tambak udang, seperti kepiting, belut, lobster, dan sidat. Hal tersebut sudah menjadi misi berikutnya perusahaan, kendati fokus utama saat ini masih pada budidaya udang.

“Potensi perikanan Indonesia luar biasa besar dan kami akan berikan hak yang sama untuk setiap spesies lain untuk dibudidayakan secara luas. [..] menjadi karunia besar bagi kami untuk bisa mengembangkan spesies lokal yang memiliki high demand, sehingga dapat memajukan pesisir seperti peradaban maritim yang ditinggalkan oleh nenek moyang kita. Melalui budaya ini, kami ingin mengulang kembali kejayaan peradaban pesisir.”

Saat ini, FisTx didukung dengan 19 orang, terbagi jadi empat orang sales offline, tiga sales Aqua Input, dan satu sales project. Perusahaan akan terus menambah tim, terutama untuk bagian teknis dan expert agar solusi FisTx dapat lebih masif diadopsi banyak petambak di Indonesia. Meski tidak dijelaskan secara rinci, FisTx telah didukung dengan sokongan investasi dari UMG Idealab, perusahaan yang juga dipimpin oleh Kiwi.

“Tahun ini kami berfokus pada dua hal, yaitu sebagai base untuk target bisa profit di 2023 dan melakukan branding,” tutup Rico.

[Video] Komitmen UMG Idealab untuk Pengembangan Teknologi Kesehatan

DailySocial bersama Kiwi Aliwarga dari UMG Idealab Indonesia membahas bagaimana perusahaannya memilih startup yang cocok untuk mendapatkan pendanaan dan seperti apa tantangan dalam mendukung ekosistem startup di Indonesia

Untuk video menarik lainnya seputar startup dan teknologi, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV.

SociaBuzz Kantongi Pendanaan Baru dari UMG Idealab

Platform marketplace jasa kreatif SociaBuzz mengumumkan perolehan pendanaan tahapan awal dari UMG Idealab. Tidak disebutkan lebih lanjut berapa nilai investasi yang diterima. Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO Rade Tampubolon mengungkapkan, selain untuk mengembangkan produk, dana segar akan digunakan juga untuk kegiatan pemasaran agar semakin banyak kreator dan talenta yang bisa mendapatkan manfaat dari berbagai fitur yang SociaBuzz sediakan.

“Secara keseluruhan kami telah menerima tiga pendanaan. Sebelumnya SociaBuzz telah mendapatkan pendanaan dari angel investor dengan nominal yang tidak disebutkan tahun 2015 lalu. SociaBuzz juga telah menerima dana dari program Ideabox Accelerator tahun 2016 lalu,” kata Rade.

Ada beberapa alasan mengapa penggalangan dana kembali dilancarkan SociaBuzz tahun ini dan memilih UMG Idealab sebagai investor. Di antaranya adalah kesamaan visi. Selain itu juga ekosistem portfolio yang ada, menghadirkan peluang kolaborasi bermanfaat ke depannya.

“Bagi kami di UMG Idealab, pendanaan ini merupakan langkah strategis yang selaras dengan tujuan kami untuk meningkatkan kolaborasi antar startup di ekosistem UMG Idealab agar mereka dapat saling mengenalkan produk mereka dan berbagi teknologi,” kata Managing Partner UMG Idealab Kiwi Aliwarga.

Pertumbuhan stabil selama pandemi

Beroperasi sejak 2015, SociaBuzz menjembatani bisnis atau pelanggan dengan influencer media sosial atau kreator. Platform bertujuan untuk menciptakan koneksi individu atau bisnis untuk menemukan pembuat konten atau talenta yang tepat untuk kebutuhan bisnis. Hingga saat ini SociaBuzz telah memiliki sekitar 72 ribu influencer/kreator dalam platform. Mereka juga telah memiliki 1.350 pengguna aktif — baik dari kalangan bisnis maupun konsumer.

Selama pandemi tidak ada perubahan yang signifikan dari bisnis SociaBuzz. Rade menegaskan, untuk fitur tertentu mengalami pertumbuhan yang signifikan. Dampak negatif pandemi lebih terasa ke layanan managed service influencer marketing yang SociaBuzz sediakan untuk brand.

Pada saat pandemi, beberapa brand memilih untuk menghentikan sementara proyek-proyek yang sudah direncanakan. Namun saat ini mulai terlihat brand sudah mulai pulih kembali dan lebih percaya diri lagi untuk mengeluarkan anggaran.

“Harapannya walaupun pandemi memberikan banyak tantangan, setiap orang yang memiliki passion dan kreativitas bisa menghasilkan lebih melalui fitur-fitur SociaBuzz,” kara Rade.

Aplikasi Jarvis Diluncurkan, Bantu Bisnis Pantau Kinerja Karyawan Saat WFH

Mencoba menjawab kebutuhan perusahaan di masa tren kerja jarak jauh ini, Jarvis (Jari Visibility) resmikan kehadirannya pada Juli 2020. Aplikasi ini membantu melacak produktivitas pekerja di luar kantor, dengan fitur yang mencakup manajemen kehadiran karyawan dengan selfie check-in dan check-out, perekaman lokasi berbasis GPS, dan pemantauan alur kerja.

Jarvis beroperasi di bawah jaringan perusahaan Jari Solusi Internasional. Startup tersebut diluncurkan pada 2017, menyediakan solusi SaaS yang mendukung bisnis. Produk awal mereka adalah aplikasi Jarco (Jarvis Collection), dibuat untuk institusi finansial agar dapat mengurangi penipuan dalam pengumpulan pembayaran.

Awalnya solusi Jarvis fokus melayani perusahaan di bidang keuangan. Namun menurut pemaparan Co-Founder & CEO Jari  Stephanus Lutfi, beberapa waktu terakhir banyak permintaan solusi bisnis dari perusahaan di sektor lain, termasuk ritel , manufaktur, e-commerce, dan hospitality. Di tengah WFH, mereka membutuhkan sistem untuk mengawasi kegiatan karyawan perusahaan di luar kantor.

Jari Solusi Internasional telah mendapatkan pendanaan awal dari UMG Idealab, diumumkan dua pekan lalu, Kamis (17/9). Tidak disebutkan detail investasi tersebut. Namun diketahui bahwa UMG berinvestasi pada startup tahap awal dengan ukuran tiket $5 ribu hingga $2 juta.

“Dengan pendanaan awal oleh UMG Idealab, Jari Solusi International akan fokus untuk meningkatkan penjualan dan pemasaran Jarvis, serta menguatkan infrastruktur untuk mendukung peluncuran produk baru,” ujar Lutfi.

Selain fitur yang sudah disebutkan di atas, ada beberapa layanan lain yang diklaim Lutfi menjadi value proposition produknya. Pertama ada Smartform, memungkinkan perusahaan membuat formulir online untuk berbagai kebutuhan. Selain itu, Jarvis juga dilengkapi dengan fitur Task Assignment untuk membantu koordinasi tim antara atasan dengan personil di bawahnya, serta fungsi supervisi mulai dari proses hingga hasil kerja tim. Aplikasi Jarvis juga dilengkapi oleh fitur Last Location untuk melihat posisi terakhir personil di lapangan.

Founder & CEO UMG Idealab Kiwi Aliwarga mengungkapkan, dalam wawancara secara terpisah, “Strategi investasi UMG Idealab terfokus dengan peran dan kontribusi kami di tiga sektor utama yaitu melawan perubahan iklim, mengurangi ketimpangan pendapatan (income inequality), serta mengembangkan teknologi untuk membantu UMKM Indonesia lebih maju dan kompetitif”.

Dimulai di Myanmar pada akhir 2014 dan beroperasi di Indonesia sejak 2016, perusahaan tersebut telah terlibat dalam lima kesepakatan tahun ini dengan Widya Life Science, Foodtx, startup pengiriman bahan makanan Zay Chin, dan pabrik cokelat Moodco.

Di Indonesia sendiri saat ini sudah ada puluhan layanan dari startup digital yang mencoba menyelesaikan masalah spesifik di bisnis, termasuk UKM. Beberapa dari mereka bahkan sudah mengantongi pendanaan puluhan juta dolar dan berkolaborasi dengan unicorn/decacorn. Potensi pasar yang ditargetkan memang sangat besar, menurut data BPS, sudah ada 64,2 juta unit usaha di skala tersebut.

Tabiat founder startup adalah mencoba menyelesaikan permasalahan dengan inovasi teknologi, termasuk bagi para pelaku UKM. Menurut riset SME Empowerment 2020DSResearch memetakan berbagai layanan startup lokal yang telah dirilis dan menyasar penyelesaian permasalahan finansial / permodalanoperasional, dan ekspansi.

Platform digital untuk UKM dari startup Indonesia / DSResearch
Platform digital untuk UKM dari startup Indonesia / DSResearch

Investasi ke Startup Myanmar, UMG Idealab Nilai Ekosistem di Sana Mirip Indonesia Delapan Tahun Lalu

UMG Idealab, Corporate Venture Capital (CVC) milik UMG Group, mengumumkan investasi tahap awal (seed) terhadap Zay Chin, startup online grocery di Myanmar. Adapun nilai investasinya tidak dapat disebutkan.

Zay Chin membidik posisinya sebagai platform terdepan untuk membantu para profesional muda dan ibu rumah tangga (IRT) di Myanmar dalam mencari kebutuhan pokok sehari-hari di pasar tradisional maupun pasar basah.

“Meskipun jumlah minimart dan pusat perbelanjaan terus bertambah di Myanmar, kami melihat kebutuhan para IRT di pasar tradisional tetap tinggi,” ucap CEO Zay Chin Kyaw Kyaw dalam keterangan resminya.

Sementara, Founder dan Executive Chairman UMG Idealab Kiwi Aliwarga menyebutkan investasi ini sejalan dengan strateginya untuk masuk ke pasar digital Myanmar. “Keputusan kami bersinergi dengan Zay Chin memungkinkan kami melanjutkan ekspansi di bisnis digital Myanmar,” tuturnya.

Dihubungi terpisah, Kiwi juga mengungkapkan bahwa pendanaan ini akan memperkuat upaya ekspansi operasional dan jaringan Zay Chin di Myanmar, terutama lewat kolaborasinya dengan BeeXprss sebagai partner last mile di Myanmar.

“Kesepakatan ini, untuk sekarang, akan fokus untuk pasar Myanmar dulu. Namun, dalam beberapa tahun ke depan, mereka [Zay Chin] akan ekspansi ke beberapa negara lain, yaitu Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Indonesia,” ungkap Kiwi kepada DailySocial.

Menurutnya, jika dibandingkan dengan Indonesia, ekosistem digital di Myanmar masih berada di tahap awal. Bisa dibilang ada gap delapan tahun dari sisi pengembangan. Dengan kata lain, ekosistem digital Myanmar sekarang sama seperti kondisi di Indonesia pada 2012 lalu. Namun, ia meyakini ekonomi digital di Myanmar akan berkembang cepat.

Sebagaimana diketahui, Kiwi Aliwarga merupakan konglomerat Myanmar asal Indonesia yang menginisiasi berdirinya UMG Idealab. Sejak 2016, UMG Idealab telah menyuntik pendanaan ke lima portofolio yang terdiri dari 2 startup teknologi, 1 UKM, dan 2 venture builder.

UMG Idealab menargetkan 5 sampai 15 portofolio dalam satu tahun. Ada tiga target utama yang dibidik melalui investasi ini, yaitu melawan perubahan iklim, mengurangi ketidaksetaraan pendapatan, dan mendorong bisnis UKM dengan teknologi. Kiwi mencontohkan layanan di sektor pendidikan dan kesehatan di Myanmar menggunakan teknologi berbasis IoT dan AI.

“Ada beberapa [portofolio] di pipeline kami, tapi closing di bulan ini bukan dari Indonesia dan Myanmar. Kami sudah mencapai kesepakatan tahap final dan kami akan umumkan pada akhir September ini.” Tutupnya.

Strategi Manajemen Risiko Perusahaan Modal Ventura

Konglomerat digital Jepang Softbank, melalui kendaraan investasinya, Vision Fund, sepanjang tahun 2013-2020 telah menggelontorkan pendanaan senilai hampir $10,5 miliar untuk perusahaan ride hailing Didi Chuxing, WeWork ($8,7 miliar), Uber ($8,3 miliar), dan Grab ($4,5 miliar).

Nama-nama populer tersebut telah berhasil meraih valuasi raksasa dengan mengedepankan konsep growth dan ekspansi besar-besaran. Namun “kericuhan” yang menimpa WeWork tahun 2019 lalu, memberikan dampak negatif ke Softbank sebagai pendukung terbesar.

Tercatat Softbank membukukan kerugian bersih sebesar $6,4 miliar, mayoritas karena dampak pengurangan valuasi WeWork.

Apa yang terjadi dengan Softbank  menjadi wake-up call bagi para investor secara global. Tidak hanya mengubah fokus dan mulai meninggalkan konsep growth at all cost, kebanyakan perusahaan modal ventura juga mulai fokus ke startup yang benar-benar berbasis teknologi.

Menurut CEO Prasetia Dwidharma Arya Setiadharma, setiap investor yang mengandalkan diversifikasi portofolio perlu disiplin dalam hal alokasi investasi.

“Jika uang [investasi] itu berasal dari Vision Fund [yang berdana total] $100 miliar, maka saya akan mengatakan investasi di WeWork memiliki eksposur yang masif pada dana tersebut. Softbank bermain di ‘liga besar’, jadi pasti kegagalannya jauh lebih terbuka,” kata Arya.

Perusahaan modal ventura seperti Softbank pernah memiliki keuntungan besar dengan Alibaba, tetapi “gagal” dengan WeWork. Untuk itu kali ini kami membahas bagaimana investor memitigasi risiko agar tetap bisa menjalankan bisnis dan berinvestasi secara sehat.

Pengelolaan risiko

Venture capital (VC) berinvestasi di salah satu kelas aset paling berisiko, yaitu startup. Menurut Shikhar Ghosh, Profesor Harvard Business School, dalam waktu 10 tahun terakhir 70% startup gagal. Semua kegagalan startup berasal dari keputusan yang dibuat perusahaan.

Idealnya, penilaian dan skenario mitigasi risiko dilakukan sejak pra-investasi hingga tahap investasi untuk menentukan keberhasilan. Itu sebabnya VC biasanya melakukan uji kelayakan (due diligence) yang mendalam sebelum dana diberikan.

“Setiap investasi tidak ada jaminan pasti akan return, tetapi jika kita berjalan bersama para startup dengan visi dan values yang sejalan dan menghasilkan produk atau layanan yang bisa membuat orang senang dan terbantu, hal tersebut sudah menjadi kenikmatan yang hebat. Financial return itu bonus-nya,” kata Managing Partner UMG Idealab Kiwi Aliwarga.

Kiwi menambahkan, setiap venture capital memiliki visi dan cara unik dalam hal melakukan investasi. UMG Idealab mengklaim berinvestasi dengan melihat alignment visi dan values dari para founder juga co-founder.

Di sisi lain, Indogen Capital mencoba fokus di tiga pondasi utama, yaitu unit economics, trend, dan exit market. Untuk tren, penyesuaian harus dilakukan untuk beradaptasi dengan perubahan terkini di pasar. Sementara penilaian unit economics dan exit market selalu konsisten dilakukan sejak hari pertama.

Unit economics sangat penting untuk mengidentifikasi path to profitability dari sebuah startup. Dari sini juga kita bisa menilai apakah startup tersebut memiliki potensi untuk mencapai long-term competitive advantage atau tidak,” kata Managing Partner Indogen Capital Chandra Firmanto.

Meninggalkan konsep growth at all cost

Apa yang terjadi dengan Softbank dan WeWork telah mengubah persepsi VC yang kebanyakan fokus ke growth. Meskipun cara ini berhasil untuk mengakuisisi lebih banyak pelanggan dengan cepat, proses yang panjang dan kebutuhan biaya yang besar menjadikan startup kesulitan untuk mendapatkan profit.

Relevansi growth at all cost juga dipertanyakan kebanyakan VC saat ini. Di zaman sekarang, capital sudah tidak lagi menjadi barang langka. Akibatnya growth story sudah tidak menjadi menarik, jika dibandingkan 10 tahun lalu ketika pendanaan VC masih terbilang jarang ditemukan.

“Untuk ke depannya, perusahaan yang bisa menunjukkan kemampuan menjadi perusahaan yang sustainable dalam jangka panjang adalah yang akan menarik bagi kebanyakan investor,” kata Chandra.

Hal senada diungkapkan Kiwi. Meskipun tidak mempercayai konsep growth at all cost, namun selalu ada batasan untuk pertumbuhan.

“Fokus pertama kami tidak tentang profit, tapi seberapa besar kita bisa membantu orang lain atau perusahaan lain dan memberikan kepuasan hati. I believe profit will follow if we deliver smile first to user and customers,” kata Kiwi.

Menurut Arya, meskipun konsep growth at all cost tidak memberikan efek positif untuk startup dan VC, namun konsep hyper-growth masih cukup relevan untuk diterapkan, selama pertumbuhan bisa menciptakan hambatan untuk masuk (barrier entry).

Contoh barrier entry adalah “biaya pengalihan” yang harus dikeluarkan pelanggan untuk beralih ke produk atau layanan kompetitor. Meskipun demikian, pertumbuhan berlebih ini harus masuk akal dalam hal biaya.

“Misalnya jika startup menghabiskan $1 untuk mendapatkan 1 pelanggan potensial, pelanggan itu lebih baik memiliki nilai jangka panjang lebih dari $1. Nilai tersebut belum tentu [tentang] berapa banyak pelanggan akan membayar kepada perusahaan, tetapi bisa jadi berapa banyak orang lain bersedia membayar untuk memiliki akses ke pelanggan, misalnya dengan memanfaatkan Google Ads,” kata Arya.

Dukung semua portofolio

Setelah mengakui kesalahan saat berinvestasi ke WeWork, satu pelajaran penting yang didapatkan Masayoshi Son adalah jangan fokus ke satu startup secara berlebihan.

Jika VC memiliki portofolio yang memiliki potensi dan peluang untuk tumbuh secara cepat dan positif, upayakan untuk menyeimbangkan fokus dan memperhatikan investasi ke portofolio lainnya. Jadikan kesuksesan yang dimiliki salah satu portofolio sebagai success story, namun jangan menjadikan startup tersebut startup utama untuk berinvestasi.

“Yang perlu diperhatikan VC agar terhindar dari masalah ini adalah stay true to your belief , sacrifice for your caused and go the extra mile. Jika para founder startup tidak bersedia mengorbankan kepercayaan dan visi mereka, there is no reason for VC to invest,” kata Kiwi.

Saat kondisi seperti ini, portofolio VC membutuhkan tidak hanya strategic support tapi juga moral support. VC sebaiknya membantu mereka fokus untuk bertahan dan relevan, serta untuk long term goal.

“Secara strategis, kita memberikan masukan kepada portofolio untuk course correct direction daripada perusahaan [gagal] terlebih dahulu. Setelah itu, kita juga fokus membantu dari segi operasional. Dari segi bantuan moral, kita mencoba semaksimal mungkin untuk selalu accessible terhadap semua founder dengan melakukan komunikasi [secara] konstan,” kata Chandra.

UMG Idealab Berencana Investasi ke 20 Startup Indonesia Tahun 2019

Setelah sebelumnya memberikan investasi kepada 11 startup asal Indonesia, UMG Idealab, sebuah Corporate Venture Capital (CVC) yang merupakan anak perusahaan UMG Myanmar, di tahun 2019 mendatang berencana untuk memberikan pendanaan kembali kepada startup asal Indonesia.

Rencananya UMG Idealab akan memberikan investasi ke 20 startup Indonesia yang menyasar sektor IoT, Big Data, AI, Voice Recognition dan tentu saja Agritech dengan ticket size $50.000 – $1.000.000.

Di bulan Oktober lalu, perusahaan telah memberikan investasi kepada Biotika dan bulan November kepada Bahasakita.

UMG Idealab memiliki dua lini bisnis. Yang pertama di Myanmar adalah inkubator yang membantu para startup memulai bisnis mereka. Sementara yang kedua berada di Indonesia berupa Corporate Venture Capital (CVC) yang mendanai startup dengan pendanaan seed funding.

Upaya UMG Idealab untuk fokus ke startup Indonesia ditunjukkan secara serius dengan memberikan seed funding kepada startup, sesuai dengan fokus mereka sebagai CVC yang bersifat agnostik, meskipun bisnis startup agriculture akan selalu mempunyai nilai lebih terhadap perusahaan. Hingga saat ini UMG Idealab telah mendanai startup di Myanmar, Indonesia dan Thailand.

Rencana lanjutan UMG Center of Excellence

Sesuai dengan rencana sebelumnya, UMG Idealab berencana mendirikan UMG Center of Excellence di Indonesia. Nantinya fasilitas ini akan dibangun di daerah Bangunkerto, Kec. Turi, Sleman. Fasilitas ini akan difungsikan sebagai laboratorium berbagai kegiatan penelitian Agro-Biotech, riset alat-alat pertanian, perikanan dan peternakan, serta penelitian berbagai hal terkait teknologi sektor pertanian. Jika sesuai dengan target, tahun 2019 mendatang sudah dibangun UMG Center of Excellence di Indonesia.

“Sekarang kita sedang menyelesaikan izin-izinnya untuk didirikan di Yogyakarta dan akan segera membangun bangunannya, namun untuk project / research saat ini sudah berjalan,” kata Founder UMG Idealab Kiwi Aliwarga.

UMG Myanmar “All Out” Bantu Perkembangan Teknologi Pertanian di Indonesia

UMG Idealab yang diinisiasi konglomerat Myanmar asal Indonesia (UMG Myanmar), Kiwi Aliwarga, meluncurkan aplikasi terpadu RiTx yang mengusung tema pertanian.

Kepada DailySocial, Head of Digital Marketing Ritx Indonesia Jefry Pratama mengungkapkan, aplikasi ini diharapkan bisa membantu petani memanfaatkan fitur dan artikel terkait pertanian. Aplikasi RiTx sudah tersedia di Google Play dan telah diunduh lebih dari 1000 orang di bulan pertama peluncuran.

Dengan memanfaatkan smartphone, petani bisa mendapatkan informasi seperti prediksi cuaca, identifikasi hama, artikel seputar pertanian, forum tanya jawab hingga harga komoditas paling anyar.

“RiTx juga memiliki fitur marketplace yang menyediakan platform untuk jual-beli bibit, pestisida hingga mesin dengan harga yang kompetitif,” kata Jefry.

Untuk memperluas kegiatan pemasaran dan kegiatan akuisisi petani, tim pengembang RiTx kerap menggelar kegiatan offline, mengunjungi petani di kawasan Jawa Tengah dan Jogjakarta.

“Target kami di tahun 2018 ini adalah menyebar lima ribu agen untuk mengakuisisi petani. Diharapkan RiTx bisa merangkul sebanyak 250 ribu petani.”

Selanjutnya RiTx berencana untuk meluncurkan aplikasi mobile versi kedua yang nantinya dilengkapi sejumlah fitur tambahan, seperti laporan panen, fitur chat, dan lainnya.

UMG Center of Excellence

Pertengahan bulan April 2018 lalu Kiwi Aliwarga mengumumkan bakal membangun UMG Center of Excellence di Indonesia. Rencananya fasilitas ini akan dibangun di daerah Bangunkerto, Kec. Turi, Sleman. Fasilitas ini diklaim menjadi yang pertama di Indonesia.

Fasilitas ini akan difungsikan sebagai laboratorium berbagai kegiatan penelitian Agro-Biotech, riset alat-alat pertanian, perikanan dan peternakan, serta penelitian berbagai hal terkait teknologi sektor pertanian.

“Kami pun berencana membangun laboratorium pusat untuk melakukan penelitian dan produksi seperti, Agro-Biogtech, IoT dan Agrivision, Drone dan Electric Vehicle,” kata Kiwi.

Selain RiTx, UMG Idealab juga telah meluncurkan FisTx dan LiTx. Melalui UMG Idealab, tercatat sudah 14 startup yang didanai di Indonesia dan lebih dari 20 startup didanai di Asia Tenggara dengan mayoritas tersebar di Myanmar, Thailand, dan Vietnam.

Application Information Will Show Up Here