KoinWorks Resmi Luncurkan KoinLearn, Platform Belajar Gratis untuk UMKM

Setelah sukses meraih 2 juta pengguna pada hari jadinya yang ke-6, KoinWorks kini menghadirkan satu lagi terobosan baru sebagai bentuk dukungannya terhadap kemajuan UMKM di Indonesia, yaitu KoinLearn.

Platform belajar gratis KoinLearn resmi diluncurkan pada 27 September 2022 dengan tujuan mempermudah akses UMKM terhadap materi pembelajaran yang nantinya dapat digunakan untuk mengembangkan potensi bisnis.

Hadirnya KoinLearn pada aplikasi KoinWorks ini juga sejalan dengan misi pemerintah yang menargetkan 30 juta UMKM masuk ke dalam ekonomi digital di tahun 2024. Selain itu, berdasarkan Survei Nasional Literasi Keuangan (SNLK) tahun 2019, tingkat literasi keuangan di Indonesia masih berada di 38%. Sehingga, dengan adanya fasilitas belajar gratis diharapkan KoinWorks dapat membantu menaikkan tingkat literasi keuangan di Indonesia karena 2 juta pengguna KoinWorks dapat mengakses berbagai materi untuk meningkatkan skill di bidang keuangan, bisnis, hingga pemasaran.

“Di KoinLearn, pelaku UMKM bisa belajar tanpa dipungut biaya dengan metode yang sesuai dengan kebutuhan, dan masih di dalam aplikasi KoinWorks. Maka dari itu, dukungan ini akan memudahkan mereka menyelesaikan berbagai pekerjaan sekaligus belajar,” ujar Jonathan Bryan, Chief Platform Officer KoinWorks.

Tidak hanya sekedar menyediakan platform belajar, KoinWorks juga mempertimbangkan berbagai hal agar produk terbarunya ini dapat memberikan dampak yang besar, termasuk bagaimana video pembelajaran akan ditampilkan dan metode yang tepat untuk hasil belajar yang maksimal.

“KoinLearn dirancang sebagai platform belajar singkat dengan bite-sized video sekitar 2 sampai 4 menit yang sangat sesuai untuk pemilik bisnis di app KoinWorks. Kami percaya peningkatan keterampilan digital UMKM harus dijembatani dengan platform yang tepat. Pemilik bisnis adalah seseorang yang sangat sibuk, sehingga metode belajar untuk duduk dalam waktu 1 hingga 2 jam sudah tidak relevan lagi. Saat ini mereka belajar melalui sarana seperti YouTube, Instagram, sampai ke TikTok,” jelas Jonathan.

Untuk membantu meningkatkan skill para UMKM, KoinWorks telah berkolaborasi dengan sejumlah institusi dan business expert sehingga KoinWorks dapat menyediakan 70 video pembelajaran dengan topik strategi bisnis dan manajemen keuangan di KoinLearn. Fellexandro Ruby, seorang Content Creator sekaligus Entrepreneur, adalah salah satu business expert yang turut membagikan materi pada video pembelajaran KoinLearn mengenai konten digital untuk pemasaran bisnis.

“Sebetulnya belajar tidak bisa dipisahkan dari berbisnis karena sebagai pebisnis kita harus selalu upgrade diri dengan perkembangan yang ada. Adanya platform belajar seperti KoinLearn perlu diapresiasi dan menjadi nilai lebih dari KoinWorks sebagai startup fintech yang fokus pada pengembangan UMKM,” kata Fellexandro.

Selain Fellexandro, masih terdapat 15 tutor KoinLearn lainnya yang video pembelajarannya dapat dinikmati secara gratis di aplikasi KoinWorks baik bagi pengguna lama maupun pengguna baru. Meski kini telah bekerja sama dengan banyak tutor, KoinWorks juga masih membuka kesempatan untuk para business expert lainnya yang ingin bergabung di KoinLearn sebagai pengajar dengan mendaftar pada tautan ini.

KoinLearn merupakan salah satu bentuk nyata dukungan KoinWorks terhadap kemajuan bisnis UMKM Indonesia yang diharapkan akan dapat menjangkau 2 juta penggunanya hingga akhir tahun ini. KoinWorks juga tidak akan berhenti sampai di sini dalam mengembangkan produk terbarunya ini sehingga KoinWorks dapat terus menyediakan fasilitas belajar yang lengkap dan berkualitas untuk para penggunanya melalui KoinLearn.

KoinWorks Perkenalkan Penilaian Profil Risiko Baru “Grade S”, Sasar Usaha Mikro dan Kecil

Startup fintech lending KoinWorks perkenalkan penilaian profil risiko baru, dinamai Grade S (Grade Spesial) untuk masuk ke pembiayaan usaha mikro dan kecil. Inisiatif ini sekaligus memperkukuh komitmen perusahaan dalam menjangkau lebih banyak pendana dari kalangan UMKM, setelah merilis KoinWorks NEO.

Dalam konferensi pers yang digelar kemarin (01/9), Co-founder dan CEO KoinWorks Benedicto Haryono menyampaikan, Grade S ini diperkenalkan untuk menjangkau ekosistem UMKM yang sebelumnya peminjam di perusahaan dan terbukti sukses menjadi bankable dan level usahanya naik dari sebelumnya mikro dan kecil.

Dari ekosistem pendana tersebut, masih banyak usaha mikro dan kecil berikutnya yang unbankable dan bisa didanai untuk pertumbuhan bisnisnya. Selama ini mereka luput dari perhatian perusahaan keuangan konvensional.

“Baru semalam (31/8) kami perkenalkan Grade S, sebelumnya hanya ada Grade A-E. Konsep ini kita perkenalkan untuk para graduates UKM yang sudah step up dan punya ekosistem untuk mulai memberdayakan entrepreneur generasi berikutnya. Graduates ini bukan jadi peminjam lagi tapi jadi mitra penghubung,” ucapnya.

Saat meracik fitur baru dari produk personal KoinP2P ini, sambung Ben, perusahaan menyadari bahwa UMKM ini tipikal punya risiko gagal bayar yang besar. Berlaku pula konsep high risk, high return. Perusahaan mencari cara bagaimana bisa menjadi win-win solution bagi semua pihak. Setelah meriset lebih dalam, ada segmen niche di dalam UMKM dengan risiko tinggi yang dapat direndahkan. Caranya dengan masuk ke ekosistem dari UKM yang terbukti sukses tumbuh setelah dibantu oleh KoinWorks.

Dicontohkan, ada pembiayaan supply chain yang berhasil di danai perusahaan, ternyata memiliki enam ribu motorist di dalamnya. Artinya, usaha tersebut berpotensi memiliki calon pengusaha berikutnya yang bakal sukses karena didukung support system yang baik.

Para motorist tersebut dapat didukung dengan produk pembiayaan yang baik dan pendampingan tanpa pricing yang mahal. Kemudian, dari sisi pemberi pinjaman, mereka juga mendapat asuransi untuk melindungi imbal hasil yang bakal didapat.

Mitigasi seperti ini, memungkinkan KoinWorks untuk menyalurkan pendanaan Grade S kepada para pekerja sektor informal seperti salesman, toko kelontong, dan pedagang grosir untuk membantu mengembangkan usaha dan meningkatkan kesejahteraan sosial mereka.

“Kami tidak hanya mitigasi dari sisi bisnis tapi juga financial protection-nya. Kami ingin breaking the mold, jadi jangan lihat risk dan return saja. Para pemberi pinjaman juga bisa ikut serta, enggak cuma lihat return-nya berapa.”

Pada tahap awal, saat ini perusahaan baru menetapkan Grade S ini untuk kasus tertentu saja (case by case) bagi masing-masing UMKM yang layak didanai. Benedicto memastikan akan terus perluas Grade S ini ke lebih banyak UMKM karena ini berkaitan erat dengan inisiatif impact investing yang sedang digalakkan perusahan.

Disebutkan saat ini KoinWorks telah memiliki tim impact investing yang khusus mengukur dampak yang dihasilkan untuk ekonomi Indonesia, bisa dilihat dari penciptaan tenaga kerja baru, pemberdayaan perempuan, dan sebagainya.

Adapun, kisaran imbal hasil yang dapat diterima pemberi dana apabila turut berpartisipasi dalam pendanaan Grade S mulai dari 8%-10% per tahunnya. “Ini step pertama kami agar bisa berikan akses yang breaking the mold di industri finansial. Kami mau perluas impact investing, sebab pendana yang bergabung itu misinya adalah safety dan return. Tapi kami mau perlihat impact yang lebih nyata.”

Enam tahun KoinWorks

Sejak enam tahun berdiri, KoinWorks mengklaim telah memiliki lebih dari 2 juta pengguna, terdiri dari 1,5 juta pendana dan 500 ribu UMKM terdaftar. Perusahaan menyediakan delapan produk keuangan inovatif yang memberikan layanan manajemen UMKM, pengembangan finansial pribadi, pinjaman pendidikan, dan produk salary advance.

Hingga saat ini, KoinWorks telah mendistribusikan pembiayaan dengan total Rp13 triliun kepada UMKM di seluruh Indonesia. Dengan dana tersebut, UMKM telah berhasil mengembangkan usahanya dengan pendapatan rata-rata per bulan sebesar Rp70 juta.

“Kami berharap semakin banyak UMKM yang terdorong untuk mengambil langkah dalam mencapai potensi terbaik mereka melalui KoinWorks sebagai financial partner. Ini juga merupakan bukti lebih lanjut bagi para lenders bahwa impact investing dengan KoinWorks berdampak positif, tidak hanya untuk keuntungan mereka tetapi juga berdampak pada perekonomian Indonesia,” kata Ben.

KoinWorks juga merayakan keberhasilannya dengan menjaring talenta yang kompeten di berbagai bidang untuk bergabung. Sebanyak 950 karyawan KoinWorks saat ini tersebar di Indonesia dan beberapa negara Asia, antara lain Singapura, Vietnam, dan India. Dengan sumber daya yang kuat, KoinWorks optimis dapat terus memberikan dampak, tidak hanya bagi penggunanya tetapi juga bagi seluruh UMKM di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Neobank as Koinwork’s Further Validation to Encourage more Bankable MSMEs

The Indonesian p2p lending business is entering its mature phase. Meanwhile, inclusive access to finance for MSMEs is still an unresolved homework. KoinWorks, which recently started working on neobank, believes that this solution can slowly help MSMEs level up from being underserved and underbanked to bankable.

In an interview with DailySocial.id, KoinWorks’ Co-founder & CEO, Benedicto Haryono said that as long as the company stays as a p2p lending business, the conversion rate is turned out to be relatively low, aka below 10% of the total incoming leads. It occurs due to MSMEs being overfinanced, not eligible for funding, or don’t have urgency for funding.

The segment that was rejected by KoinWorks actually has potential to be explored in the future, considering the type of loan provided is productive. In other words, they certainly want their business to grow. “We thought of, what if we gave a more general product, it doesn’t need a lot of requirements. This can be a solution as if they need credit, they are qualified and can immediately get funding,” told Ben which is known as Benedicto’s nickname.

KoinWorks NEO is an integrated financial platform for MSMEs, freelancers, content creators, and start-ups. With NEO Card and financial management services, this product enables users to fulfill their business needs. From remittances, payment link services to create payment links, monitor financial condition, and expense reports, and all the financial literacy assistance business owners need in order to grow their business.

Through KoinWorks NEO, the company provides its own added value that is different from lending. In an observation, other MSME issues are financial records that have not been integrated or manually still, using books or Excel directly done by the business owner due to limited resources. Eventually, a lot of time was wasted, and business owners could not focus on developing their business further.

In further detail, Neobank’s one solution is to provide accounts receivable that are automatically reconciled and equipped with an auto-reminder feature for re-billing. This solution is expected to save business owners’ time, also from the point of view of increasing consumer experience.

“We want to encourage these MSMEs to start managing operations, finances, and grow with us, before receiving financing from us. By providing another experience in terms of financial policies that are more suited to their growth and in accordance with our vision.”

He continued that the business, which has been supported by KoinWorks for five years of operation, is claimed to have an impact as proven by the positive average growth of sales. The improved business has reached more than two million. “Hence, this neobank validation is part of the mission we implemented from the beginning that we want to realize more helping MSMEs in Indonesia.”

In building KoinWorks NEO, Ben continued, the company also collaborated with various partners through the BaaS mechanism, excluding Open API. He said what KoinWorks need as a company is more specific and customized for MSMEs. Meanwhile, in the current Open API solutions, there is no specific answer to these needs, it is still limited to consumers.

“Therefore, we work directly with financial partners and only use features that are relevant to us from Open API players such as Finantier, Ayoconnect, and Brick.”

Ben further explained that KoinWorks NEO has a financial management service that automatically combines financial activities and money movements; quick and easy access to business loans, for example, access to various loans for various purposes, including installment loans, earned wage access (EWA) for their employees.

At last, the virtual card “NEO Card” which functions as a prepaid and charge card is supported by Mastercard and BNI to simplify online transactions through the Virtual Card Number (VCN). In addition, the NEO Card can be used to process any local or international payment transfers for free.

Growth machine

As a startup aiming to pursue growth, amid the growth of the lending business which is no longer exponential, the company will rely on KoinWorks NEO as its engine. The lending business will continue to be the company’s biggest profit-generating engine due to its large volume, even though its growth is only 3%-5% per year.

“However, from the growth of the transaction data ecosystem and user base, NEO will be the largest. Therefore, it will grow x percent, around 20-25 percent of the NEO user base that can get financing and there is a value service that we can provide to them as well.”

The company will also be more aggressive in entering the second and third-tier cities, considering that it has only available in the urban. This step will be done through KoinWorks NEO. He also mentioned that in the midst of slowing growth in the lending business, as it is starting to mature, market segmentation is increasingly formed with their respective specializations.

It is different from the early situation when almost all players worked in all financing sectors. That time triggers the public’s extensive knowledge of a lending company. For example, people will associate Amartha with women’s productive loans, ALAMI for sharia loans, and for MSMEs, there are Investree, Modalku, KoinWorks, and so on.

“Today’s market knows more about the lending segment and knows what they are looking for. In the future, penetration must be increased to tiers 2 and 3, while we are still in tier 1 so we need extra effort so that our services can be more diverse.”

From a managerial perspective, the company added new positions to generate more focus. Among other things, the Strategy Division focuses on creating value and the overall direction of the company, as well as ensuring that KoinWorks will continue to build the Indonesian MSME ecosystem. Moreover, the Product Division that is fully data-driven will be stronger and sharper in solving complex problems into simpler ones to produce the right products.

Next, the newly formed Platform Division will constantly look at user experience, especially MSME players by building an ecosystem that helps them from starting a business to growing beyond MSMEs.

Synergizing with the Product Division and Platform Division, the Wealth Division is committed to helping KoinWorks users through investment products that are in line with the user’s journey to achieve financial goals. Meanwhile, the Marketing Division will maximize KoinWorks in helping users to recognize the benefits and ease of accessing digital financial platforms such as KoinWorks.

In five years of operation, the company, which used to solely distributed loans to MSMEs, now has a series of products, such as digital gold savings, artificial intelligence (AI)-based automated P2P funding, invoice guaranteed financing, education fund financing, early wage access, and bond purchasing. Until the beginning of this year, KoinWorks had disbursed Rp11 trillion in funding.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Neobank Jadi Validasi KoinWorks Selanjutnya, Tuntun UMKM Jadi “Bankable”

Bisnis p2p lending di Indonesia perlahan memasuki fase dewasa. Sementara, pemerataan akses keuangan untuk UMKM masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. KoinWorks yang belakangan mulai garap neobank meyakini bahwa solusi ini dapat membantu UMKM perlahan naik level dari awalnya underserved dan underbanked ke bankable.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Co-founder & CEO KoinWorks Benedicto Haryono menyampaikan selama mereka menjadi perusahaan p2p lending, ternyata convertion rate dari bisnis tersebut terbilang rendah alias di bawah 10% dari total leads yang masuk. Kondisi ini terjadi karena UMKM tersebut over finance, belum masuk layak didanai, atau sedang tidak butuh pendanaan.

Segmen yang ditolak oleh KoinWorks tersebut sebenarnya punya potensi yang bisa digarap di masa depan, mengingat jenis pinjaman yang diberikan adalah produktif. Dalam kata lain, mereka dipastikan ingin bisnisnya bertumbuh. “Kami berpikir bagaimana kalau kita beri produk yang lebih general, enggak perlu banyak persyaratan. Ini bisa jadi solusi, sehingga kalau sudah butuh kredit, mereka sudah qualified dan bisa segera dapat pendanaan,” ujar Ben, sapaan akrab Benedicto.

KoinWorks NEO adalah platform finansial terintegrasi bagi UMKM, pekerja lepas, content creator, hingga perusahaan rintisan. Dengan NEO Card dan layanan manajemen keuangan di dalamnya, produk ini memungkinkan pengguna untuk memenuhi kebutuhan bisnis mereka. Baik itu pengiriman uang, layanan payment link untuk membuat tautan pembayaran, monitor kondisi keuangan dan laporan pengeluaran, dan semua bantuan literasi keuangan yang dibutuhkan pemilik bisnis agar dapat mengembangkan usaha.

Melalui KoinWorks NEO, perusahaan memberikan nilai tambah tersendiri yang berbeda dari penyaluran kredit. Saat ditelusuri, isu UMKM lainnya adalah pencatatan keuangan yang belum terintegrasi alias masih manual, menggunakan buku atau Excel yang dikerjakan langsung oleh pemilik bisnis karena sumber daya terbatas. Waktu pun akhirnya banyak terbuang, pemilik bisnis tidak bisa fokus mengembangkan usahanya lebih jauh.

Dirinci lebih dalam, salah satu solusi yang ditawarkan lewat neobank adalah menyediakan account receivable yang otomatis terekonsiliasi dan dilengkapi fitur auto reminder untuk penagihan ulang. Harapannya solusi tersebut membuat waktu pemilik bisnis jadi lebih efisien, pun dari sisi pengalaman konsumen juga meningkat.

“Kita mau dorong UMKM ini untuk mulai manage operasional, keuangan, dan tumbuh bersama kami, sebelum menerima financing dari kami. Dengan memberikan pengalaman lain dari sisi financial policies yang lebih untuk cater pertumbuhan mereka dan sesuai dengan visi kami.”

Dia melanjutkan, bisnis yang telah terbantu oleh KoinWorks sepanjang lima tahun beroperasi, diklaim memberikan dampak yang terlihat dari rata-rata pertumbuhan penjualannya tumbuh dengan baik. Jumlah usaha yang telah terbantu ini angkanya mencapai lebih dari dua juta pinjaman. “Jadi validasi neobank ini merupakan dari misi yang kami terapkan dari awal bahwa kami ingin merealisasikan lebih banyak membantu UMKM di Indonesia.”

Dalam membangun KoinWorks NEO, sambung Ben, perusahaan memanfaatkan kemitraan dengan berbagai mitra melalui mekanisme BaaS, belum Open API. Dia beralasan kebutuhan KoinWorks sebagai perusahaan lebih spesifik dan terkustomisasi untuk UMKM. Sementara itu, dalam solusi Open API yang hadir di industri sejauh ini belum ada yang spesifik menjawab kebutuhan tersebut, masih sebatas untuk konsumer.

“Jadi kita kerja sama direct dengan mitra keuangannya saja dan pakai fitur by fitur yang relevan bagi kami dari pemain Open API seperti Finantier, Ayoconnect, dan Brick.”

Dirinci oleh Ben, KoinWorks NEO memiliki layanan manajemen keuangan yang secara otomatis menggabungkan aktivitas keuangan dan pergerakan uang; akses cepat dan mudah ke pinjaman bisnis, misalnya akses ke berbagai pinjaman untuk berbagai tujuan, termasuk installment loans, earned wage access (EWA) untuk karyawan mereka.

Terakhir, kartu virtual “NEO Card” yang berfungsi sebagai prepaid and charge card didukung oleh Mastercard dan BNI untuk membuat transaksi online lebih mudah melalui fitur Virtual Card Number (VCN). Selain itu NEO Card dapat digunakan untuk memproses transfer pembayaran secara lokal atau internasional manapun secara gratis.

Mesin pertumbuhan

Sebagai startup yang selalu mengejar pertumbuhan, di tengah pertumbuhan bisnis lending yang tak lagi eksponensial, perusahaan akan mengandalkan KoinWorks NEO sebagai mesinnya. Bisnis lending akan tetap jadi mesin penghasil keuntungan terbesar perusahaan karena punya volume yang besar, kendati pertumbuhannya hanya mencapai 3%-5% per tahunnya.

“Tapi dari pertumbuhan ecosystem data transaksi dan user base, NEO akan jadi yang terbesar. Sebab, dari situ akan tumbuh sekian x persen sekitar 20%-25% dari user base NEO yang bisa dapat financing dan ada value service yang bisa kita berikan ke mereka juga.”

Perusahaan juga akan lebih gencar masuk ke kota lapis dua dan tiga, mengingat sejauh ini baru masuk ke kota utama saja. Langkah ini akan dilakukan melalui KoinWorks NEO. Menurutnya, di tengah melambannya pertumbuhan bisnis lending karena mulai mature, membuat segmentasi pasar semakin terbentuk dengan spesialisasinya masing-masing.

Beda dari kondisi pada awal yang mana hampir semua pemain menggarap semua sektor pembiayaan. Kondisi tersebut membuat pemahaman masyarakat terhadap suatu perusahaan lending makin meruncing. Misalnya, untuk pinjaman produktif spesifik untuk perempuan, konsumen mulai mengasosiasikan dengan Amartha, pinjaman syariah ada ALAMI, kemudian untuk UMKM ada Investree, Modalku, dan KoinWorks, dan sebagainya.

Market sekarang jadi lebih tahu segmen lending dan tahu apa yang mereka cari. Ke depannya penetrasi harus digenjot ke tier 2 dan 3, sementara kami masih ada di tier 1 jadi perlu usaha ekstra agar layanan kami bisa lebih diverse.”

Dari sisi manajerial pun, perusahaan melakukan penambahan posisi baru agar lebih berfokus. Di antaranya, Divisi Strategi berfokus pada penciptaan nilai dan arah perusahaan secara keseluruhan, serta memastikan bahwa KoinWorks akan terus membangun ekosistem UMKM Indonesia. Kemudian, Divisi Produk yang sepenuhnya bekerja dengan data-driven akan lebih kuat dan tajam dalam memecahkan masalah kompleks menjadi lebih sederhana untuk menghasilkan produk yang tepat guna.

Lalu, Divisi Platform yang baru dibentuk secara konstan akan terus melihat kebutuhan user experience, terutama pelaku UMKM dengan membangun ekosistem yang membantu mereka dari memulai bisnis hingga berkembang melampaui UMKM.

Bersinergi dengan Divisi Produk dan Divisi Platform, Divisi Wealth berkomitmen membantu pengguna KoinWorks melalui produk investasi yang sejalan dengan journey pengguna mencapai tujuan finansial. Sementara itu, Divisi Marketing akan memaksimalkan KoinWorks dalam membantu pengguna untuk mengenal manfaat dan kemudahan mengakses platform keuangan digital seperti KoinWorks.

Dalam lima tahun beroperasi, perusahaan yang awalnya hanya mendistribusikan pinjaman untuk UMKM ini, kini mempunyai serangkaian produk, seperti tabungan emas digital, pendanaan P2P otomatis berbasis kecerdasan buatan (AI), pembiayaan dengan jaminan invoice, pembiayaan dana pendidikan, early wage access, hingga pembelian obligasi. Hingga awal tahun ini, KoinWorks telah menyalurkan pendanaan sebesar Rp11 triliun.

Application Information Will Show Up Here

KoinWorks Pertajam Kehadiran sebagai Neobank untuk Garap Segmen UMKM

Neobank menjadi senjata baru KoinWorks di luar bisnis lending, untuk menjangkau lebih banyak target pengguna dari segmen UMKM yang memiliki keterbatasan terhadap akses layanan keuangan. Saat ini produk tersebut masih dalam tahap beta fase ketiga, rencananya akan dirilis secara resmi pada April 2022 mendatang dengan mengumumkan solusi baru yang diklaim pertama hadir di Indonesia.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Co-founder & CEO KoinWorks Benedicto Haryono menjelaskan untuk saat ini neobank menjadi prioritas baru perusahaan, banyak sumber daya yang diarahkan untuk memperbesar kapasitas, termasuk lewat pemanfaatan dana segar seri C yang baru diumumkan perusahaan sebesar $108 juta yang bakal diarahkan untuk pengembangan produk teranyar tersebut.

Sebagai catatan, pendanaan seri C ini dipimpin oleh MDI Ventures, dengan partisipasi dari investor sebelumnya, seperti Quona Capital, Triodos Investment Management, Saison Capital, ACV, dan East Ventures. Pendanaan ini terbagi menjadi dua, dalam bentuk ekuitas senilai $43 juta dan debt senilai $65 juta.

Menurut data yang kami dapat, dari pendanaan ekuitas yang ada KoinWorks, kini valuasi perusahaan sudah mencapai sekitar $250 juta dengan MDI sebagai pemegang saham terbanyak.

“Kita coba masuk ke neobank karena masih banyak segmen yang belum kita sentuh sebagai perusahaan lending, mengingat mereka belum bisa generate enough data, belum terkualifikasi dengan akses kredit. Sementara misi kami adalah menjangkau bisnis sebanyak mungkin dari segala segmen,” terang dia.

Lebih lanjut, Benedicto mengatakan bahwa neobank nantinya akan menjadi gerbang awal untuk meningkatkan kapabilitas UMKM, yang masih underserved dan underbanked, sebelum naik tingkat dan layak mendapat akses kredit dari lending yang disediakan KoinWorks.

Dalam rangkaian produk finansial yang ada di neobank, perusahaan menawarkan berbagai produk yang tergabung dari sebuah Neobank untuk UKM, seperti NEO Account dan NEO Card, hingga akses untuk melakukan pinjaman dan meningkatkan produktivitas dalam berbisnis.

Di platform KoinWorks, pengguna akan menemukan marketplace aplikasi terintegrasi seperti perangkat lunak akuntansi, POS, e-commerce, HRMS untuk UKM, aplikasi budgeting bersama produk-produk utama KoinWorks, seperti penyediaan modal kerja, anjak piutang, EWA (Early Wage Access), dan pengelolaan dana – yang dirancang untuk membantu pemilik bisnis agar mampu berdiri sendiri dan membuat layanan keuangan dapat diakses serta terjangkau bagi siapa saja.

Solusi-solusi di atas dihadirkan bersama para mitra, salah satu yang sudah diumumkan perusahaan sebelumnya adalah Bank Sampoerna. Kedua belah pihak memanfaatkan keunggulan kompetensi satu sama lain di bidangnya, terutama teknologi dalam melaksanakan kerja sama tersebut.

“Kami jadi wadahnya, mengawinkan solusi-solusi finansial untuk UMKM jadi lebih terpersonalisasi dan tailored agar lebih sesuai dengan kebutuhan mereka. Sehingga mereka punya akses keuangan yang lebih terintegrasi baik itu dari segi invoicing dan sebagainya.”

Solusi NEO ini nantinya dapat diakses melalui aplikasi utama KoinWorks, namun hanya diperuntukkan buat akun bisnis, bukan akun personal. Sejak diinisiasi ini dimulai pada April 2021, hingga kini telah mendatangkan lebih dari 100 ribu UKM dalam daftar tunggu dan mereka mulai bisa menikmati produk tersebut secara bertahap.

Rekrut talenta engineer berlipat ganda

Dengan teknologi sebagai backbone dari sebuah startup digital, KoinWorks juga akan mengalokasikan sebagian besar dana segarnya untuk merekrut tim engineer berkapabilitas terbaik untuk menyokong pengembangan produk dan teknologi. Saat ini tim engineer di perusahaan ada 70 orang dan rencananya akan ditambah menjadi 300 orang dalam tahun ini.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Benedicto mengatakan tidak menutup kemungkinan bagi perusahaan untuk mengakuisisi perusahaan, seperti yang sebelumnya dilakukan pada 2019. Pada saat itu, perusahaan melakukan acquihire perusahaan pengembang piranti lunak di Yogyakarta. Seluruh talenta di perusahaan tersebut sepenuhnya dilebur menjadi tim engineer. Tak hanya di Yogyakarta, perusahaan juga punya tim engineer yang tersebar di India dan Vietnam.

Dalam menyeriusi tim engineer, termasuk menangani sisi teknologi, data, dan keamanan, pada Juli 2021, perusahaan merekrut Jim Geovedi sebagai CTO. Jim memiliki pengalaman yang kuat sebagai konsultan keamanan, penasihat teknologi, dan pemimpin inovasi digital untuk beberapa perusahaan teknologi di Tanah Air.

Mengenai kinerja KoinWorks, realisasi penyaluran pinjaman sepanjang tahun lalu tercatat lebih dari Rp5 triliun, meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp2,5 triliun. Sementara total penggunanya mencapai lebih dari 1,5 juta orang, dengan komposisi lenders sebanyak 900 ribu dan borrowers sebanyak 600 ribu.

Application Information Will Show Up Here

KoinWorks and Bank Sampoerna Launches Neobank for MSMEs

Fintech startup KoinWorks and PT Bank Sahabat Sampoerna (Bank Sampoerna) officially launched KoinWorks NEO, a neobank for MSMEs. KoinWorks NEO is claimed to be the first neobank service for MSMEs in Indonesia.

In his official statement, KoinWorks’ Co-founder & CEO, Benedicto Haryono said he wanted to help MSME players with limited access to financial services through this product. He said, this situation drives the cooperation between KoinWorks and Bank Sampoerna.

MSMEs are one of the biggest economic foundations in Indonesia. Despite the continuous business growth, MSME is a segment with access to financial services, such as capital and business bank accounts.

The company said there are only two out of 100 MSMEs received loans for business capital. In addition, many MSMEs are still using personal accounts that often mixed with business affairs.

“After going through a long design process and a series of trials, we are optimistic to introduce KoinWorks NEO for all MSME’s needs in one application on KoinWorks,” he said.

Both KoinWorks and Bank Sampoerna shared one mission, to provide access to financial inclusion, MSME empowerment, and economic equity in Indonesia. This is said to be a strategic cooperation to support MSMEs in the digital banking era.

“Collaboration and digital transformation are absolutely necessary in order to provide effective and efficient services for MSMEs. We are collaborating with KoinWorks to develop a one-stop banking solution for MSMEs,” Bank Sampoerna’s Director of Finance and Business Planning, Henky Suryaputra said.

In a separate occasion, Henky revealed that this collaboration involves no investment commitment, it’s rather use each other’s capabilities in terms of technology. He also said, the KoinWorks NEO development was mainly carried out by KoinWorks in coordination with Bank Sampoerna.

On a general note, KoinWorks was founded in 2016 as a p2p lending startup focusing on MSMEs. To date, the company has advanced into a Super Financial App that offers various other financial services, such as investment and funding. As of October 2021, KoinWorks is recorded to have 1.139 million users with a total AUM of Rp1.193 trillion.

Digital bank and neobank

Regarding neobank, this term is often identified as a digital bank in Indonesia. It is quite reasonable considering the rapid growth of financial services and digital banks in recent years. DailySocial.id published a separate article on the digital bank trend. We are trying to map it based on its definition, considering digital banks and neobanks are relatively new in Indonesia.

Based on the definition by FinTech Magazine, neobank offers flexibility to various services, including payroll and expense management. In addition, neobank also offers corporate financial solutions to address MSME’s challenges. Nubank is an example of a successful Brazilian neobank, even the largest in Latin America with 38 million users.

API helps to integrate business flows with banking requirements. However, neobanks do not have a banking license as they operate by relying on partner banks. Hence, they cannot offer traditional banking services.

Meanwhile, digital banks in the direct bank category supposed to enlarge opportunities for banking services, such as savings and digital loan channeling. This kind of model has been widely adopted by Indonesian banking industry. Most Indonesia’s digital bank players currently performs the mini bank acquisition model, transforms it with a new identity, and collaborates synergistically with digital platforms to help accelerate its services, for example Bank Jago with Gojek and Bank Neo Commerce and Akulaku.

Previously, the chairman of the Indonesian Fintech Society (IFSoc), Mirza Adityaswara said that the rise of neobanks brought various benefits as well as new risks. Neobank has innovative and customer-centric features, such as AI and machine learning, that can help users access services and manage personal finances.

On the other hand, neobanks are also at great risk of cybersecurity attacks. For example, the risk of leakage of customer personal data to systemic failure caused by the interdependence of digital infrastructure for various financial services.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

KoinWorks dan Bank Sampoerna Meluncurkan Layanan Neobank untuk UMKM

Startup fintech KoinWorks dan PT Bank Sahabat Sampoerna (Bank Sampoerna) resmi meluncurkan KoinWorks NEO yang merupakan layanan neobank untuk segmen UMKM. KoinWorks NEO diklaim sebagai layanan neobank untuk UMKM yang pertama di Indonesia.

Dalam keterangan resminya, Co-founder & CEO KoinWorks Benedicto Haryono mengatakan ingin membantu pelaku UMKM yang memiliki keterbatasan terhadap akses layanan keuangan melalui produk ini. Menurutnya, situasi tersebut melandasi kerja sama antara KoinWorks dan Bank Sampoerna.

UMKM merupakan salah satu fondasi ekonomi terbesar di Indonesia. Meski terus mengalami pertumbuhan usaha, UMKM termasuk segmen yang memiliki akses terhadap layanan keuangan, seperti modal dan rekening bank atas nama usaha.

Perusahaan menyebut hanya ada dua dari 100 UMKM yang mendapat pinjaman untuk modal usaha. Selain itu, masih banyak UMKM yang menggunakan rekening atas nama sendiri sehingga tercampur antara keperluan pribadi dan usaha.

“Setelah melalui proses perancangan yang cukup panjang dan serangkaian uji coba, dengan optimistis, kami memperkenalkan KoinWorks NEO untuk memenuhi kebutuhan para UMKM dalam satu aplikasi di KoinWorks,” ujarnya.

Baik KoinWorks dan Bank Sampoerna sama-sama memiliki misi yang sama untuk memberikan akses inklusi keuangan, pemberdayaan UMKM, dan pemerataan ekonomi di Indonesia. Kerja sama dinilai sebagai langkah strategis untuk mendukung UMKM di era perbankan digital.

“Kolaborasi dan transformasi digital mutlak dilakukan agar dapat memberikan layanan yang efektif dan efisien bagi UMKM. Kami bekerja sama dengan KoinWorks untuk mengembangkan one-stop banking solution bagi UMKM,” tutur Direktur Keuangan dan Perencanaan Bisnis Bank Sampoerna Henky Suryaputra.

Dihubungi secara terpisah, Henky mengungkap bahwa tidak ada komitmen dalam bentuk investasi pada kolaborasi ini, melainkan pemanfaatan kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing, terutama teknologi. Menurutnya, pengembangan KoinWorks NEO terutama dilakukan oleh KoinWorks dengan berkoordinasi kepada Bank Sampoerna.

Sekadar informasi, KoinWorks awalnya berdiri di 2016 sebagai startup p2p lending yang memiliki fokus utama pada UMKM. Kini KoinWorks berkembang menjadi Super Financial App yang menawarkan berbagai layanan keuangan lain, seperti investasi dan pendanaan. Per Oktober 2021, KoinWorks tercatat memiliki 1,139 juta pengguna dengan total AUM Rp1,193 triliun.

Bank digital dan neobank

Bicara neobank, istilah ini sering diidentikkan sebagai bank digital di Indonesia. Tampaknya hal ini wajar mengingat pertumbuhan layanan keuangan dan bank digital tengah meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir. DailySocial.id sempat membahas perihal neobank dan bank digital dalam artikel terpisah. Kami baru mencoba memetakannya berdasarkan definisi mengingat bank digital dan neobank masih terbilang baru di Indonesia.

Berdasarkan definisi yang dipaparkan FinTech Magazine, neobank menawarkan fleksibilitas ke berbagai layanan, termasuk payroll dan expense management. Selain itu, neobank juga menawarkan solusi keuangan korporasi untuk menjawab tantangan yang dihadapi UMKM. Nubank merupakan contoh neobank asal Brasil yang berhasil di dunia, dan bahkan terbesar di Amerika Latin dengan 38 juta pengguna.

Kehadiran API membantu mengintegrasikan alur bisnis dengan persyaratan perbankan. Kendati begitu, neobank tidak punya lisensi perbankan karena mereka beroperasi dengan mengandalkan bank mitra. Dengan demikian, mereka tidak dapat menawarkan layanan perbankan tradisional. 

Sementara itu, bank digital di kategori direct bank umumnya memperbesar peluang layanan perbankan, seperti tabungan dan channeling pinjaman digital. Model semacam ini telah banyak diadopsi oleh perbankan di Indonesia. Rata-rata pelaku bank digital di Indonesia saat ini menggunakan model akuisisi bank mini, mentransformasikannya dengan identitas baru, dan berkolaborasi sinergis dengan platform digital untuk membantu akselerasi layanannya, misalnya Bank Jago dengan Gojek dan Bank Neo Commerce dan Akulaku.

Ketua Indonesia Fintech Society (IFSoc) Mirza Adityaswara sebelumnya sempat menyampaikan bahwa kemunculan neobank membawa berbagai manfaat sekaligus risiko baru. Neobank memiliki fitur-fitur inovatif dan customer centric, seperti AI dan machine learning, yang dapat membantu pengguna untuk mengakses layanan dan mengatur keuangan pribadi.

Di sisi lain, neobank juga berisiko besar terhadap serangan keamanan siber. Misalnya, risiko kebocoran data pribadi nasabah hingga kegagalan sistemik yang disebabkan interdependensi infrastruktur digital berbagai layanan finansial.

Application Information Will Show Up Here

Koinworks to Cast More Institutional Lenders, Focusing to Serve SMEs

Lendable pours another debt funding to KoinWorks. In 2020, the funds given were worth $10 million (equivalent to 149 billion Rupiah), the nominal has currently increased to $30 million or around 435 billion Rupiah. In Indonesia, Lendable also disbursed a similar loan to Amartha in February 2021 valued at 704 billion Rupiah.

Previously in April 2020, KoinWorks also announced the debt funding from two Europe-based financial institutions. As we contacted, the company refused to reveal its identity. In an interview, KoinWorks’ Co-Founder & CEO, Benedicto Haryono did say that collaboration with institutional lenders is one of his strategies, both from domestic and foreign institutions.

He explained that the company had obtained institutional lenders since early 2018, marked by the entrance of Saison Modern Finance. Furthermore, Bank Mandiri followed in the middle of the year. In 2019, Sampoerna and CIMB Niaga also joined.

Focused on SMEs

For the company’s next plan after receiving the fresh funds, KoinWorks’ CFO Mark Bruny said that his team will still focus on serving the SME market which has great potential in Indonesia. This strategic collaboration is also said to be a success thanks to the transparency and good communication that exists between KoinWorks and Lendable.

“We believe that digital SMEs that have become borrowers on our platform will be able to survive and even seize the opportunity to thrive from this pandemic. Lendable agrees and they believe in the ability of Indonesian Digital SMEs and KoinWorks’ ability to carry out this vision,” Mark told DailySocial.id .

Regarding a change in approval or additional requests from Lendable to KoinWorks through this second collaboration, Mark emphasized that the approval is likely remain. Through the 300% increase of loan amount, KoinWorks is expected to be able to accelerate the distribution funds to Indonesian SMEs.

The current number of KoinWorks’ disbursed funds in the second quarter of 2021 is exceed 1 trillion Rupiah to 300 thousand SMEs in Indonesia, a threefold increase compared to 2020. This indicates a significant development in this pandemic with many SMEs attending and pivoting to digital.

In a research by KoinWorks, it was revealed that SMEs using conventional and digital channels actually dominate the market with a share of 48% compared to SMEs that only use digital channels (40%) or conventional channels (12%). This digital transformation has succeeded in helping Digital SMEs not only survive but are able to thrive during the pandemic.

This transformation was also a major factor in the rise of the Digital SME Confidence Index to the level of 2.49 from the level of 2.37 at the end of last year and pushed us closer to the normal level, at the level of 3.00.

Potential of foreign investors in Indonesia

Mark also said, the high interest of foreign investors, in this case those who provide funds in the form of debt funding such as Lendable to Indonesia, is due to the large business growth in Indonesia, especially among SMEs. Indonesia has become the investors target, seen from the potential and incoming investment.

Was founded in 2015, Lendable Inc through fintech has channeled a lot of capital to people around the world. This is a good way to be able to provide access to financial services to the public. The direct entry of companies like Lendable to Indonesia has had a multiply effect on funding. By introducing foreign investors to Indonesia, it opens up opportunities for other fintech services in Indonesia to raise fresh funds.

“As the current most advanced platform, we are lucky to be able to make this deal and help the ecosystem by introducing strong players while introducing Indonesia globally,” Mark said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

KoinWorks Terus Tambah Jajaran Lender Institusi, Fokuskan Layanan ke UKM

Lendable kembali menyuntikan pendanaan debt kepada KoinWorks. Jika tahun 2020 lalu dana yang diberikan senilai $10 juta (setara 149 miliar Rupiah), kini nominalnya bertambah menjadi $30 juta atau sekitar 435 miliar Rupiah. Di Indonesia, Lendable juga mengucurkan pinjaman serupa kepada Amartha pada Februari 2021 lalu dengan nominal 704 miliar Rupiah.

Sebelumnya pada April 2020, KoinWorks juga mengumumkan perolehan pendanaan debt dari dua institusi finansial asal Eropa. Ketika kala itu dihubungi, perusahaan enggan menyampaikan indentitasnya. Dalam sebuah kesempatan wawancara, Co-Founder & CEO KoinWorks Benedicto Haryono memang mengatakan bahwa kolaborasi dengan lender institusi menjadi salah satu strateginya, baik dari institusi dalam ataupun luar negeri.

Dia menjelaskan perusahaan sudah menarik lender institusi sejak awal 2018, ditandai dengan masuknya Saison Modern Finance. Lalu pada pertengahan tahun bergabung Bank Mandiri. Tahun 2019 juga bergabung Sampoerna dan CIMB Niaga.

Masih fokus ke UKM

Untuk rencana berikutnya setelah penerimaan dana segar tersebut, CFO KoinWorks Mark Bruny menyebutkan bahwa perusahaan masih akan fokus melayani pasar UKM yang memiliki potensi besar di Indonesia. Kerja sama strategis ini juga dibilang sukses berkat transparansi dan baiknya komunikasi yang terjalin antara KoinWorks dengan Lendable.

“Kami percaya UKM digital yang telah menjadi peminjam di platform kami akan dapat bertahan dan bahkan merebut kesempatan untuk berkembang dari pandemi ini. Lendable menyetujuinya dan mereka percaya pada kemampuan UKM Digital Indonesia dan kemampuan KoinWorks dalam menjalankan visi tersebut,” kata Mark kepada DailySocial.id.

Disinggung apakah ada perubahan persetujuan atau penambahan permintaan dari pihak Lendable kepada KoinWorks melalui kerja sama kedua ini, Mark menegaskan persetujuan masih sama. Melalui jumlah pinjaman yang mengalami peningkatan hingga 300% ini, diharapkan bisa mempercepat KoinWorks untuk menyalurkan dana tersebut kepada pelaku UKM di Indonesia.

Tercatat hingga saat ini KoinWorks telah menyalurkan pendanaan pada kuartal II tahun 2021 sebanyak lebih dari 1 triliun Rupiah kepada 300 ribu UKM di Indonesia dan naik tiga kali lipat dibandingkan tahun 2020. Ini menandakan perkembangan yang signifikan di pandemi ini dengan banyaknya UKM yang hadir dan pivot ke digital.

Dalam riset yang dilakukan oleh KoinWorks terungkap, bahwa UKM yang menggunakan kanal konvensional dan digital ternyata lebih mendominasi pasar dengan porsi 48% dibanding UKM yang hanya menggunakan kanal digital saja (40%) atau kanal konvensional saja (12%). Transformasi digital ini telah berhasil membantu UKM Digital tidak hanya bertahan namun mampu berkembang di masa pandemi.

Adanya transformasi ini juga menjadi faktor utama naiknya Digital SME Confidence Index ke level 2.49 dari level 2.37 di akhir tahun lalu dan mendorong semakin dekatnya kita ke level normal, yaitu pada level 3.00.

Peluang investor asing ke Indonesia

Menurut Mark besarnya minat investor asing dalam hal ini mereka yang menyediakan dana dalam bentuk debt funding seperti Lendable ke Indonesia, karena besarnya pertumbuhan bisnis di Indonesia terutama kalangan UKM. Indonesia menjadi target dari para investor, dilihat dari potensi dan investasi yang masuk.

Diluncurkan tahun 2015 lalu Lendable Inc melalui fintech telah menyalurkan banyak permodalan kepada masyarakat di dunia. Ini merupakan cara yang baik untuk dapat memberikan akses layanan keuangan kepada masyarakat. Masuknya perusahaan seperti Lendable ke Indonesia secara langsung telah memberikan efek yang multiply untuk pendanaan. Dengan memperkenalkan investor asing ke Indonesia membuka kesempatan bagi layanan fintech di Indonesia lainnya mendapatkan dana segar.

“Sebagai platform yang paling terdepan saat ini menjadi beruntung bagi kami bisa melakukan deal tersebut dan membantu ekosistem dengan memperkenalkan pemain kuat sekaligus memperkenalkan Indonesia secara global,” kata Mark.

Application Information Will Show Up Here

Earned Wage Access Concept to Normalize Advanced Salary

Some people say money can solve all problems. Ironically this is true. Quoting from the Health Living Index study by AIA, money is the main source of stress in Indonesia. Household finances cause Indonesians more stress than work, relationships, or even their physical health.

Another global survey conducted by PwC in 2019 found that 67% of workers reported struggling with financial stress, meaning more than two-thirds of the working population are prone to migraines, depression and anxiety. Many studies highlight the effects of employee financial stress on business performance.

According to PwC, workers spend three or more hours per week focusing on financial matters rather than their work. Of the employees who reported financial stress, 12% lost their jobs because of the problem, and 31% felt their productivity was affected. One in three workers admit to being less productive at work because of financial stress.

PwC estimates that for a company with 10,000 workers, all these problems related to financial stress could cost up to $3.3 million in one year.

In Indonesia, the lower to middle class workers still dominate the working class. The World Bank recorded out of a total of 85 million income recipients which include employees, casual workers, and self-employed, only 13 million workers or 15% have enough income to support a middle class life with four family members.

Of all that group, only 3.5 million or 4% of workers with middle-class income while enjoying full social benefits and having permanent employee status.

This is yet to talk about freelancers which total has reached 33.34 million, up 26% YOY as of August 2020 according to BPS data. Freelancers in Indonesia are in the lowest position of the work protection pyramid, even losing to blue-collar workers protected by Law No. 13 of 2003.

Freelancers in this country hardly have guarantees related to labor, not even job security, income or social protection. Their social security is not listed as part of the employer’s required entitlement, which means they have to pay for other products for protection.

This financial health issue does not only occur in Indonesia, but also in various other parts of the world. No single tool or approach can meet all employees’ financial needs. Employers should consider providing programs and tools that better equip employees to deal with financial emergencies.

While many employers provide employee loans (such as cash), they are actually only locking in valuable cash flow and yet to be able to provide employees with flexibility and instant solutions. For example, lower-class workers struggling with unstable incomes or expenses for a variety of reasons, including unexpected or increased bills and fluctuating working hours.

For employers, earned wage access (EWA) programs allow employees to access part of their paycheck early, helping them balance payday time with their expected or unexpected expenses to avoid late fees or penalties.

The United States became the first country to take a technological approach to solving the wage issue through technology. The pioneer company is Payactiv, a pioneer of earned wage access products, which was founded in 2012.

Some people interpret EWA for early wage access. There are also those who use other terms such as, on-demand pay, instant pay, daily pay benefit, or earned income access. But all the names refer to solutions covering the same basic thing: help employees access the wages they’ve earned before payday arrives.

The truth is, Payactiv created the term earned wage access carefully because they are very aware that every word in the term is specific and full of meaning. Payactive’s founder and CEO, Safwan Shah explained, the word “earned wage” is a wage that is earned, not “early” which connotes impatience.

“It’s wages, not income because income can be in the form of commissions or something; and the word access, not referring to a down payment that implies someone is helping you. The reasons for each word are very specific,” Shah said as quoted from an interview with Forbes.

He said, the main point of EWA is when the workers payday is fully controlled by the employer. This is a technological decision. This initial idea became the forerunner of Payactiv about 10 years ago.

“I said if technology drives the payment timing, then we can create technologies and products where people can access their money when they earned it. I have a very strong belief that, for this service to be delivered properly, employers must be part of the solution.”

Payactiv Wagestream Even
Operating since 2012 2018 2014
Country Amerika Serikat Inggris Amerika Serikat
Total funding $133,7 juta $79,3 juta $52 juta
Total user 2 juta orang 1 juta orang 500 ribu orang
Investors Softbank Capital, Ziegler, Plug and Play QED, Northzone, Balderton Capital Khosla, Valar Ventures, PayPal Ventures, Founders Fund

Global EWA which already achieve the unicor status

(Collected from several sources)

Indonesian players

The acceptance of EWA concept in developed countries has inspired fintech companies from developing countries. In fact, it is common in developing countries, where low-wage workers often turn to fast loans with high interest rates to keep their sudden expenses in check before payday arrives.

The pandemic creates momentum for them to start implementing the concept in Indonesia. Since the pandemic, at least four services have been operating, including GajiGesa, Wagely, Gigacover, and GajiKoin carried by KoinWorks.

Gigacover Indonesia’s Country Head, Cobysot Avego explained, the momentum of EWA’s platform in Indonesia was triggered by the pandemic situation which has affected many aspects of people’s lives, from working to managing monthly finances, makes it necessary for them to be more careful in managing cashflow and consider the possibility of an emergency need that can occur at any time.

“This situation is a momentum for Gigacover to help independent workers and communities of gig economy players yet to be served in the country, so that they can have access to the same benefits as part-time workers,” said Cobysot when contacted by DailySocial.

Gigacover not only provides EWA solutions, it also provides financial financial products and services for freelancers thanks to collaborations with various conventional financial services industries, such as insurance companies.

GajiGesa’s Co-Founder Vidit Agrawal said the platform presence is quite appropriate because many entrepreneurs struggled to provide employee benefits to their employees during the pandemic. “GajiGesa partners with employers to help them provide financial, health and educational benefits, also to build self-reliance and financial resilience for employees,” he said.

Agrawal continued, “We have seen employee benefits and EWA acceptance across all verticals including traditional businesses, factories and technology companies.”

Currently, GajiGesa’s solution includes not only EWA, but also financial products (top up credit, e-wallet transfers, and bill payments), micro health insurance, and educational products that soon to be released. Also, a special application for GajiTim’s employers that contains various employee management and HRIS features.

KoinGaji is the only EWA platform that stands as an additional service from KoinWorks for companies. KoinGaji was launched last year.

KoinWorks’ Co-Founder and CEO, Benedicto Haryono said the EWA solution is an attractive benefit to meet the needs of employees at any time, especially sudden needs such as medical, and so on. Therefore, it makes various startups interested in trying to provide this service.

“Although this will be a competitive market, KoinWorks set this solution as a bundle for MSME players. Our strategy through the Super App is to provide a more complete package with a unique value proposition, therefore, it can holistically meet the financial needs of MSMEs,” said Ben as Benedicto’s nickname.

All three monetize the service by adding a service fee for each employee from company partners using its technology and services. They “bail” the salary that was disbursed earlier, then billed it to the company partners at the end of the month.

With Gigacover, for example, Cobysot explained the application process where employees can download the Gigacover application and fill out a registration form including to explain information about the company, therefore, it can carry out further communication regarding their needs.

Furthermore, employees can apply for salary disbursement to be processed by Gigacover -the funds will be taken from Gigacover Indonesia- and the company will return the funds to Gigacover on the payday.

“For each of transaction, we apply an affordable administration fee ranging from Rp. 20,000 to Rp. 40,000. Our business model is quite unique B2B2W (Business to Business to Workers), where the partnership we have is with the company to provide welfare for its employees,” he said.

Meanwhile, KoinGaji sourced its funds from KoinP2P, the KoinWorks fintech lending company. However, this product does not take interest, but a service fee of 1%-2% of the total wages taken.

“In addition, we also offer KoinGaji as an additional feature for our clients and partners who have used our other product facilities before, therefore, we can monetize from several of our products at once,” Ben added.

GajiGesa wagely Gigacover KoinGaji
Operating since Oktober 2020 Maret 2020 2017 (Singapura), 2020 (Indonesia) Agustus 2020
Total users ≥200 ribu pengguna Puluhan ribu karyawan ≥30 ribu pengguna ≥30 ribu pengguna dgn pencairan >Rp30 miliar
Services Employee app: finansial (EWA, top up pulsa, transfer e-wallet, bayar tagihan), asuransi kesehatan mikro,  edukasi (segera dirilis). Employer app (GajiTim): manajemen karyawan dan HRIS EWA Prepaid Credits, Earning Advance (EWA), Productive Loan, Health and Life Protection Super App: KoinP2P, KoinBisnis, KoinInvoice, KoinRobo, KoinGold
Total funding $3 juta $5,6 juta Undisclosed $72,1 juta (melalui KoinWorks)
Investors Defy., Plug and Play, Next Billion Ventures, Alto Partners, OCBC NISP Venture, Quest Ventures, Kenangan Fund, dan angels Integra Partners, ADB Ventures, PT Triputra Trihill Capital, Global Founders Capital, 1982 Ventures, dan angels Vectr Fintech, Quest Venture Partners, Alto Partners, M Venture Partners, Farsight Capital EV Growth, Quona Capital, Mandiri Capital Indonesia,Convergence Ventures, Gunung Sewu, dan lainnya.

(collected from several sources)

Optimisme startup EWA

Although these players are still infant, they offer spirit that is quite ambitious, by wanting to reduce worker dependence with payday loans that often frustrating. Education plays an important role in manifesting this idea.

Due to such business model, some consider the EWA platform to be like a fintech lending company. Shah flatly rejected this assumption. He said, since Payactiv created Earned Wage Access in 2012, Payactiv’s competitors have increased and the industry has become more competitive.

He also tried to meet the Consumer Financial Protection Bureau (CFPB) dozens of times to discuss this matter. Eventually, in early 2021, EWA Payactiv products became the first products to be approved by the CFPB. “They recognized EWA was not a “credit” and were exempt from federal loan laws,” Shah said.

However, he was never against products that help people meet their needs before payday. Payday loans are only the initial phase of the financial education process because payday loan companies don’t bother involving employers, they just approach their employees.

“Therefore, I don’t blame them at all. I’m not criticizing them. I’m not judging of the history of payday loans. I put a product out there, and I said “If you still want to use a payday loan, I can’t stop you.” It’s like you want to drive a car that goes 9 miles, it’s up to you, but there are cars that will go 50 miles to the gallon.”

He continued, there are people who use payday loans, but no one has ever asked why. He said, this happened because there was a mismatch between the bi-weekly wage, and the several days in between where bills and other expenses had to be paid.

Bills and expenses don’t wait for payday. This misalignment creates cash flow shortfalls, which hourly workers have historically filled through expensive short-term forms of credit such as payday loans, installment loans, car ownership loans, mortgage loans, overdraft fees, and late fees.

“Earned wage access corrects this misalignment, while increasing worker liquidity, reducing demand for high-cost credit.”

In Indonesia, AFPI’s Daily Chair, Kuseryansyah explained, the regulation that actually accommodates EWA players is included in digital financial innovation and digital financial innovation support services, referring to POJK 13 of 2018 concerning Digital Financial Innovation.

“The platform must be registered with the OJK as an IKD. Or else, it can be reported as an illegal fintech service because it is not registered, listed, and licensed at the OJK,” he said.

Of all the current EWA players in Indonesia, only KoinGaji products have been registered as IKD in the aggregator cluster under PT Sejahtera Lunaria Annua. Others claimed to be preparing the submission to the OJK.

Amidst the huge opportunities awaited, Ben continued that he believes the growth of EWA players in Indonesia will be slower than that the overseas players. In fact, there’s still negative stigma of illegal loans attached in Indonesia’s people. Therefore, EWA players need to carry out more massive education. KoinWorks needs to first introduce KoinGaji’s vision and mission.

“Moreover, it is expected to provide awareness that this is a necessary product and a helpful one, it can even prevent employees from being entangled in illegal loan interest which can ultimately affect the employee’s performance.”

However, both Agrawal and Cobysot are prepared with a large population in Indonesia to deepen EWA adoption.

“We are very excited about the EWA’s growth in Indonesia. Employers are starting to realize the benefits of giving employees their paycheck before their pay date and are actively partnering with us to use our technology for the same purpose. GajiGesa has seen exponential growth this year and expects the same for the rest of the year as well,” Agrawal said.

Cobysot added, “If we look at the COVID-19 pandemic that encourages remote working and the trend of the Indonesian gig economy industry which is still very green and not well regulated, we believe that the services provided by EWA startups will continue to develop in the future, as the needs will always  be there. To provide a picture, the use of Gigacover products has increased by 10 times throughout 2020 among the Indonesian independent worker community.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
*header photo: Depositphotos.com