Venturra Discovery Bidik Peluang Investasi di Vietnam

Pemodal ventura (VC) Venturra Discovery agresif membidik peluang investasi startup di Vietnam. Menurut Partner Venturra Discovery Raditya Pramana, pihaknya telah menjajaki rencana investasi di sana tahun ini.

Hingga saat ini, Venturra Discovery telah menyuntik pendanaan ke Medigo, Ekrut, Club Alacarte, dan Antler. Raditya menyebutkan tengah menjajaki pendanaan tiga perusahaan yang belum dapat disebutkan namanya di Vietnam, Singapura, dan Jakarta.

Ia menilai saat ini Vietnam sedang berada di fase ketika Indonesia mengecap pertumbuhan bisnis digital pada 2014 lalu. Salah satunya ditandai oleh peningkatan pengguna smartphone. Riset Statista mencatat penetrasi smartphone Vietnam di 2018 baru mencapai 34 persen dari total populasi, dan diestimasi naik menjadi 45 persen di 2023.

“Dulu bisa dihitung jumlah yang mau investasi, dan none were able to deploy series A and B type of money. Sekarang pasar mulai berkembang, purchasing power naik, dan investor lokal di Vietnam mulai aktif. Paling penting, investor appetite sangat positif,” tutur Raditya kepada DailySocial.

Dari kategori bisnis, VC di bawah naungan Lippo Group ini masih membidik investasi di sektor consumer tech, terutama di marketplace. Menurut Raditya, selain baru bertumbuh, pasar Vietnam dinilai belum menunjukkan kategori bisnis yang mendominasi industri digital karena masih terbilang kecil.

Untuk itu, dalam memilih portfolio di kategori ini, perusahaan bakal mereplikasi strategi vertically integrated marketplace yang pernah diterapkan saat berinvestasi di e-commerce Indonesia.

“Kami akan lihat dari horizontal e-commerce, lalu mengidentifikasi beberapa kategori yang bakal besar as a stand alone. Kategori ini harus punya dua dari tiga kriteria, yaitu social facilitation and transaction, extremely high margin, dan high repurchase rate,” jelasnya.

Incar segmen healthcare dan property tech

Sejak awal berdiri pada September 2018, perusahaan fokus untuk mengisi kekosongan pendanaan tahap awal hingga Pra-Seri A di Asia Tenggara. Pada saat resmi meluncur, Venturra Discovery menyiapkan investasi sebesar $15 juta dengan target 30-40 portfolio.

“Untuk tahun depan, target investasi kami di sepuluh perusahaan. Tapi kami lebih oportunis saja karena kami lebih memilih fokus pada perusahaan yang kami incar daripada memiliki terlalu banyak portfolio,” ungkap Raditya.

Selain marketplace, Venturra Discovery juga akan mengincar beberapa kategori bisnis lain yang dinilai potensial di masa depan, seperti healthcare dan property tech.

“Untuk model bisnis B2B, kami belum terlalu incar. Bisnis ini harus berkompetisi dengan vendor global. Contoh, vendor Software-as-a-service (SaaS) untuk korporat yang kita temui di Indonesia, produknya belum bisa compete. Kita juga kekurangan talent di bidang itu,” katanya.

DStour #69: Berkunjung ke Kantor Mbiz

Sebagai platform e-commerce yang melayani segmen B2B, Mbiz mencoba untuk mengedepankan persona tersebut ke dalam desain dan konsep kantor mereka. Terletak di Gedung Lippo Kuningan Jakarta, kantor Mbiz memadukan suasana yang formal dan gaya dinamis ala startup.

Mulai dari lounge dan play room hingga ruangan meeting dan ruangan kolaborasi sarat dengan nuansa formal dengan sentuhan warna dan mural yang menunjukkan ciri khas kantor startup. Dipandu Head Of Marketing Mbiz Winny Windiarini, berikut liputan DStour selengkapnya.

Mbizmarket Jadi Solusi Mbiz Sasar Konsumen UKM

Tiga tahun mengembangkan marketplace e-procurement untuk pasar B2B dan B2G, Mbiz meresmikan platform marketplace yang menyasar konsumen UKM bernama Mbizmarket. Dengan sistem yang diklaim transparan, Mbizmarket menawarkan fasilitas pembiayaan (financing), kesepakatan dalam hal pembayaran hingga volume contract, kepatuhan dengan pajak, negosiasi harga sesuai kesepakatan (nego) dalam platform, dan terms of payment.

Tak hanya sebagai konsumen, UKM juga bisa menjadi mitra Mbizmarket dalam menyediakan layanan ke konsumen UKM lainnya. Langkah ini memang sudah diwacanakan sejak akhir tahun lalu.

CEO Mbiz Rizal Paramarta menyebutkan, saat ini Mbiz telah memiliki sekitar 3,5 juta bisnis yang bergabung dalam platform. Melalui Mbizmarket, Rizal berharap bisa menambah jumlah mitra UKM yang kini disebut mencapai lebih dari 100 buah.

“Kami juga ingin membuka channel bagi kalangan UKM untuk bisa menjadi supplier bagi perusahaan besar yang sebelumnya sudah memanfaatkan layanan dan jasa yang tersedia di platform Mbiz,” kata Rizal.

Untuk memberikan kemudahan ke kalangan UKM, Mbizmarket juga menyediakan kesempatan pembiayaan atau financing. Mbizmarket telah menjalin kemitraan dengan bank komersial, institusi keuangan, dan platform P2P lending di Indonesia.

“Karena masih baru kami memutuskan untuk bermitra dengan satu layanan fintech lending yang sudah terpercaya dan memiliki nama besar di Indonesia. Kita lihat nanti tentunya seperti apa kerja sama strategis yang kami jalin dengan fintech lending tersebut demi menghadirkan pembiayaan kepada UKM,” kata Rizal.

Strategi monetisasi

Ragam barang dan jasa yang ditawarkan Mbizmarket adalah jasa SDM, jasa event organizer, jasa pemeliharaan gedung atau kantor, rental kendaraan, jasa pemasangan iklan, hingga jasa konstruksi. Selain itu Mbizmarket juga menyediakan produk IT, perlengkapan kantor, pengadaan bahan-bahan kimia, kesehatan, hingga produk-produk terkustomisasi.

Meskipun sampai saat ini Mbizmarket belum mengenakan biaya ke mitra UKM yang bergabung, nantinya platform akan mengenakan komisi sesuai dengan besar kecilnya bisnis yang dimiliki masing-masing UKM. Untuk menjamin kredibilitas mitra UKM yang bergabung, Mbiz melakukan kurasi yang ketat.

“Dibukanya Mbizmarket tentunya memberikan kesempatan bagi semua bisnis untuk mendapatkan produk melalui platform e-procurement yang kami miliki,” kata Rizal.

Untuk mempercepat pertumbuhan Mbizmarket, tahun ini Mbiz berencana melakukan penggalangan dana. Mbiz pada awal tahun 2017 telah menerima pendanaan Seri A dari Tokyo Century Corporation (TCC) dengan nilai yang tidak disebutkan. Pendanaan tersebut membuat nilai valuasi perusahaan mencapai Rp1,3 triliun (mendekati $100 juta).

“Dengan model bisnis yang kami miliki dan secara khusus menyasar bisnis B2B, kami tidak terlalu urgent untuk melakukan penggalangan dana. Namun jika tidak ada halangan akhir tahun ini diharapkan kami bisa mendapatkan tambahan modal Seri B,” kata Rizal.

Ovo is Rumored to Acquire P2P Lending Platform Taralite

Ovo, one of the leading players in the digital payment sector, is rumored to acquire a peer-to-peer lending service Taralite. The acquisition is set to help Ovo provide various payment products for buyers and merchants in the Ovo ecosystem.

Taralite CEO, Abraham Viktor, is still the CEO as quoted from KrAsia. Although, he also involved in Ovo’s operational as the Head of Strategy & Innovation Lab.

Taralite is a fintech company founded in 2015. They offer solution that focuses on capital lending for online sellers/merchants without banking access.

The last time Taralite received a funding is in 2017 from SBI Group of Rp84 billion rupiah. They also formed partnerships with some online platforms, such as Tokopedia, Lazada, Doku, Hacktiv8, and Jurnal.

Earlier this year, Ovo and Taralite partnered up to introduce Ovo PayLater for Tokopedia platform. According to our source, there will be more payment products delivered from these collaboration.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Ovo Dikabarkan Telah Akuisisi Platform P2P Lending Taralite

Ovo, salah satu pemain unggulan di sektor pembayaran digital, dikabarkan telah mengakuisisi Taralite, sebuah layanan peer-to-peer lending. Rencananya akuisisi ini akan membantu Ovo menyediakan berbagai produk pembiayaan bagi pembeli dan merchant dalam ekosistem Ovo.

CEO Taralite Abraham Viktor, seperti dikutip dari KrAsia, tetap menjadi CEO perusahaan. Meskipun demikian, ia juga terlibat di dalam operasional Ovo sebagai Head of Strategy & Innovation Lab.

Taralite sendiri merupakan perusahaan teknologi finansial yang berdiri sejak tahun 2015 silam. Solusi yang ditawarkan Taralite fokus pada pemberian pinjaman modal untuk pedagang online/merchant yang tidak dapat difasilitasi bank.

Taralite terakhir kali mendapatkan pendanaan pada tahun 2017 dari SBI Group senilai Rp 84 miliar rupiah. Taralite juga menjalin kerja sama dengan beberapa platform online seperti Tokopedia, Lazada, Doku, Hacktiv8, dan Jurnal.

Awal tahun ini Ovo dan Taralite bekerja sama menghadirkan metode pembayaran Ovo PayLater untuk platform Tokopedia. Menurut sumber kami, akan lebih banyak lagi produk-produk pembiayaan yang akan dihasilkan dari kedua entitas ini.

Application Information Will Show Up Here

Smartfren Sediakan Kartu SIM Pengganti untuk Eks Pengguna Bolt

Smartfren mengambil alih eks pengguna Bolt, pasca pengumuman penutupan layanan Bolt pada 28 Desember 2018. Pengguna akan mendapat kartu SIM gratis yang berisi paket data sebagai penawaran awal sebelum berlangganan.

Modem Bolt akan di-unlock oleh teknisi Bolt secara gratis, agar tetap bisa digunakan pelanggan dengan kartu SIM operator lain. Pengguna Bolt cukup membawa mobile wifi yang ingin di-unlock.

Namun, menurut penuturan salah satu karyawan Bolt kepada DailySocial yang ditemui di Jakarta Timur, unlock modem baru bisa dilakukan pada 5 Januari 2019.

“Sistem baru siap sekitar tanggal 5, jadi untuk sementara di sini [Bolt Zone] baru proses untuk refund saja. Semua lokasi hampir sama seperti di sini, jadi ke sini lagi saja tanggal 5,” ujarnya pegawai Bolt yang namanya enggan disebutkan, Selasa (1/1).

Dari pantauan akun sosial media Bolt, ternyata ada beberapa tipe modem Bolt yang ternyata tidak bisa di-unlock. Dari unggahan salah satu pengguna Bolt bernama Agatha ke akun Twitter Bolt, menuturkan modem tipe MF90 tidak bisa di-unlock saat mendatangi Bolt Zone.

Hanya beberapa tipe tertentu saja yang bisa. Alhasil, dia hanya mendapat refund kuota dan mendapat kartu perdana Smartfren.

Kekosongan informasi ini tidak tercantum secara detail dalam keterangan resmi manajemen Bolt yang disampaikan lewat surel pengguna. Tentunya hal tersebut membuat mereka jadi bingung, kemudian melontarkan pertanyaan yang sama ke layanan pelanggan. Lantaran mereka harus mendatangi konter Bolt Zone untuk memproses seluruhnya.

Untuk mendapatkan fasilitas dari Smartfren, pengguna Bolt cukup mendatangi salah satu dari 28 lokasi Bolt Zone di Jabodetabek dan Medan dan mengikuti verifikasi dari Bolt. Jika lolos tahap verifikasi, layanan pelanggan Smartfren yang ada di lokasi Bolt Zone siap melayani penukaran kartu SIM lama dan aktivasi kartu perdana Smartfren Now+.

Dalam kartu perdana ini, pengguna akan mendapat benefit kuota sebesar 6GB yang terdiri atas 2,5GB kuota utama dan 3,5GB kuota malam.

“Kesepakatan ini kami lakukan sebagai bentuk dukungan kami terhadap pelanggan Bolt. [..] Tentunya selain tetap melanjutkan layanan internetnya, kini pelanggan Bolt dapat menikmati internet di wilayah yang lebih luas karena Smartfren hadir di lebih dari 200 kota Indonesia,” ucap Deputy CEO Smartfren Djoko Tata Ibrahim dalam keterangan resmi.

Adapun, menurut keterangan resmi manajemen Bolt, proses refund untuk seluruh pelanggan aktif prabayar dan pascabayar telah berlangsung sejak 31 Desember 2018 sampai 31 Januari 2019. Pengguna akan menerima pengembalian sisa pulsa dan/atau kuota yang belum terpakai, dan pengembalian pembayaran di muka sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.

Penutupan Bolt menjadi salah satu konsekuensi yang diterapkan pemerintah karena kelalaian manajemen dalam memenuhi kewajibannya membayar Biaya Hak Penggunaan (BHP) spektrum frekuensi radio kepada negara. Selain Bolt, pemerintah juga mencabut izin dari PT First Media Tbk yang mengelola Bolt Home dan PT Jasnita.

Kementerian Kominfo Resmi Cabut Izin Frekuensi Bolt, First Media dan Jasnita

Kementerian Kominfo resmi mencabut izin penggunaan pita frekuensi radio 2.3 GHz dari Bolt (PT Internux), PT First Media Tbk, dan PT Jasnita Telekomindo per hari ini (28/12), lantaran ketiganya tidak dapat memenuhi kewajibannya membayar Biaya Hak Penggunaan (BHP) spektrum frekuensi radio kepada negara.

“Pengakhiran penggunaan pita frekuensi radio 3.2 GHz tidak menghapuskan kewajiban Internux, First Media, dan Jasnita untuk melunasi BHP spektrum frekuensi radio terutang dan denda keterlambatan pembayarannya,” terang Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kominfo Ismail, Jumat (28/12).

“Proses penagihan tunggakan tersebut selanjutnya akan dilimpahkan dan diproses lebih lanjut oleh Kementerian Keuangan sesuai perundang-undangan yang berlaku,” tambahnya.

Ismail menerangkan, Kominfo menyerahkan sepenuhnya proses penagihan utang kepada Kemenkeu, sesuai dengan fungsi masing-masing kementerian. Kominfo bertugas untuk fungsi teknis, apabila Biaya Hak Penggunaan spektrum frekuensi tidak dibayarkan operator dalam 24 bulan maka hak untuk pencabutan harus dilakukan.

Sementara, Kemenkeu bertugas untuk penagihan karena penggunaan pita frekuensi termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sehingga kewenangannya ada di sana.

“Isi proposal [skema pembayaran dari Internux dan First Media] sudah kami konsultasikan ke teman-teman di Kemenkeu. Mereka tidak mendapatkan landasan regulasi yang cukup untuk merespons keringanan tersebut. Akhirnya harus dicabut.”

Untuk melaksanakan keputusan tersebut, khusus kepada Internux dan First Media, harus melakukan shutdown terhadap core radio network operation center (NOC) agar tidak dapat lagi melayani pelanggan menggunakan pita frekeuensi radio 2.3 GHz. Khusus Jasnita, perusahaan telah mengembalikan alokasi frekuensi radio pada 19 November 2018.

Sehubungan dengan hal tersebut, pada tanggal yang sama, Kominfo telah melarang kedua operator tersebut untuk menambah pelanggan baru dan meminta menghentikan aktivitas top up paket atau kuota data. Penghentian ini dimaksudkan agar Kominfo dapat memantau perkembangan kondisi pelanggan Internux dan First Media serta meminimalisir dampak dari kerugian pelanggan.

Dari pantauan Kominfo pada 20 November 2018, terdapat 10.169 pelanggan aktif dengan nilai kuota data di atas Rp100 ribu dari kedua operator ini. Lalu pada 25 November 2018 hanya tertinggal 5.056 pelanggan aktif, turun drastis dalam kurun waktu sebulan saja.

Kondisi ini, sambungnya, dianggap sebagai saat yang tepat untuk mengakhiri penggunaan spektrum frekuensi 2.3 GHz untuk meminimalisir dampak kerugian bagi pelanggan kedua operator.

“Pengembalian pulsa dan hak pelanggan akan terus kami pantau sehingga tetap terpenuhi. Maksimal dalam satu bulan ke depan [akhir Januari 2019] semua hak pelanggan telah selesai.”

Janji penuhi hak pelanggan

Pada saat yang sama, pihak Bolt merilis pernyataan resmi terkait pemberitaan ini. Direktur Utama Bolt Dicky Mochtar memastikan meski layanan 4G LTE perusahaan telah berhenti, namun hak pelanggan akan tetap dipenuhi. Per 21 November 2018, Bolt tidak lagi menerima pembelian pulsa (top up).

“Bolt pastikan akan memenuhi kewajibannya kepada seluruh pelanggan aktif Bolt, baik prabayar maupun pascabayar,” ucap Dicky.

Pelanggan akan menerima pengembalian sisa pulsa dan/atau kuota yang belum terpakai dan pengembalian pembayaran dimuka. Untuk itu, perusahaan telah menyiapkan 28 gerai Bolt yang tersebar di wilayah Jabodetabek dan Medan untuk melayani proses pemenuhan hak pelanggan ini.

Sementara, khusus pelanggan aktif Bolt Home yang ada di cakupan jaringan homes passed Fixed Broadband Cable Internet Firs Media dari PT Link Net akan mendapatkan penawaran ke produk lain.

Dalam keterangan resmi ini, Dicky tidak menyinggung sama sekali bagaimana komitmen perusahaan dalam membayar utangnya kepada pemerintah dan kreditur lainnya.

Sebagaimana diketahui, ketiga perusahaan ini telah menunggak BHP dari tahun 2016 sampai 2018 kepada Kominfo. Untuk Bolt, BHP yang mestinya dibayar Rp343,5 miliar. Sementara First Media sebesar Rp364,8 miliar. Jasnita menunggak utang Rp2,1 miliar.

Nasib alokasi frekuensi 2.3 GHz

Terkait nasib berikutnya alokasi frekuensi yang sebelumnya dipakai tiga perusahaan, Ismail mengaku belum memikirkan lebih detail apakah akan di-tender-kan lagi ke perusahaan yang berminat. Namun idealnya, pita frekuensi ini adalah sumber daya alam terbatas milik negara yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan industri telekomunikasi dan masyarakat luas.

“Belum ada skenario detailnya akan seperti apa. Nanti mau dibahas lagi karena ini kan kembali ke negara.”

Dia tidak menampik apabila di kemudian hari, ketiga perusahaan telah menyelesaikan kewajibannya, dapat mengajukan kembali pita frekuensi sesuai dengan aturan yang berlaku. Perlakuan yang sama tetap akan didapat seperti perusahaan lainnya.

“Enggak ada aturan [yang melarang] tentang masalah itu [pengajuan kembali pita frekuensi],” pungkas Ismail.

Ovo Segera Perluas Layanan Finansial di Tahun 2019

Ovo segera perluas layanan finansial untuk para penggunanya, setelah mengawali bisnis sebagai platform pembayaran. Layanan finansial yang tengah dikembangkan adalah asuransi, cicilan online tanpa kartu kredit, dan pinjaman online. Rencananya seluruh layanan ini akan hadir secara paralel pada kuartal pertama tahun 2019.

CPO Ovo Albert Lucius menjelaskan, untuk menyediakan seluruh layanan ini perusahaan terbuka untuk menjalin kerja sama dengan berbagai mitra. Hal tersebut ditekankan mengingat konsep Ovo adalah open platform.

Ia enggan merinci seperti apa bentuk konkret dari layanan baru yang akan dirilis. Namun ia menggambarkan pengguna Ovo terdiri dari berbagai segmen, di antaranya kalangan UKM dan pengemudi Grab. Para pengguna tersebut nantinya bisa mengajukan pinjaman buat mengembangkan usaha mereka.

Khusus untuk cicilan online, Albert menuturkan saat ini baru berjalan uji cobanya dengan Tokopedia, bekerja sama dengan startup fintech lending Taralite. Produk tersebut dinamai OVO PayLater.

“Jadi kan ada merchant, driver, dan agen; kalau mereka butuh capital bisa langsung dari partner-nya. Sementara partner-nya Ovo ada banyak, seperti Grab punya partner-nya sendiri misalnya Toyota. Nah kami bisa hadir di situ, intinya Ovo sebagai wadahnya,” terang Albert, yang dulunya memegang posisi sebagai Co-Founder dan CEO Kudo, Kamis (20/12).

Dengan jaringan pengguna yang besar, menurut Albert, inovasi ini merupakan nilai tambah yang bisa diberikan perusahaan kepada seluruh merchant, pengemudi, dan agen pengguna Ovo.

Tak hanya mengembangkan layanan finansial, sambungnya, Ovo juga bakal memperbaiki aplikasi untuk end-user. Menurut Albert, masih banyak hal dari aplikasi yang perlu diperbaiki agar memberikan nilai lebih.

Aplikasi Ovo sejauh ini sebatas digunakan apabila pengguna ingin melakukan pembayaran ke merchant. Padahal di dalam aplikasi ada voucher dan deals yang bisa dipakai, namun masih jarang yang memanfaatkannya.

“Sekarang kita ada akses jaringan ke merchant, banyak kesempatan bisnis yang bisa kita kembangkan buat mereka. Tujuan kita adalah mendukung bisnis ​merchant, khususnya dari sektor UKM untuk mengembangkan bisnis dan mencapai inklusi keuangan yang berkesinambungan.”

Perkembangan setahun Ovo

CEO Ovo Jason Thompson menerangkan, fondasi Ovo dibangun secara perlahan per kuartalnya. Pada kuartal pertama, mempelajari pasar Indonesia dan mulai membangun teknologi untuk strategi awal sebagai platform pembayaran offline di mall.

Kemudian pada kuartal kedua dilanjutkan dengan kemitraan strategis dengan Bank Mandiri, Grab, dan Moka untuk strategi O2O. Berikutnya, merambah kemitraan strategis lainnya dengan Alfamart, Kudo, dan Tokopedia untuk pembayaran online.

“Pada tahun pertama, Ovo tidak ingin menjadi platform pembayaran seperti kebanyakan. Kami ingin melayani pasar sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Jadi langkah yang kami ambil adalah menjadikan Ovo sebagai open platform yang bisa menghubungkan berbagai partner,” terang Thompson.

Dari data yang diumumkan, Ovo mengklaim memiliki 115 juta basis pengguna, sekitar 77% di antaranya berlokasi di luar Jabodetabek. Volume transaksi tembus lebih dari 1 miliar dalam setahun dengan pertumbuhan 400%, mayoritas berasal dari sektor transportasi, ritel, dan e-commerce.

Volume transaksi pembayaran yang telah diproses (Total Payments Value/TPV) naik 75x lipat. Adapun dana yang mengendap (stored value) tiap kuartalnya tumbuh 52%.

Ovo dapat dipakai sebagai platform pembayaran digital di lebih dari 500 ribu gerai offline. Berikutnya, hampir 180 ribu merchant UKM yang sudah bermitra dapat menerima pembayaran dengan kode QR.

Untuk top up dompet digital Ovo kini dapat dilakukan melalui lebih dari 1 juta top-up points, termasuk pengemudi Grab, ATM Mandiri, dan Alfamart. Cakupan layanan Ovo menjangkau 93% layanan di Indonesia.

Seluruh pencapaian tersebut membuat Ovo percaya diri untuk mengklaim sebagai platform pembayaran terbesar dengan jangkauan terluas se-Indonesia.

“Kini Ovo menjadi platform yang paling lengkap untuk semua use case. Ini sesuai dengan ambisi kami yang ingin hadir di setiap touch point para pengguna di kehidupan sehari-harinya dengan menganut konsep open platform. Kami juga bakal perbanyak kemitraan dengan pemerintah dan swasta untuk mewujudkan inklusi keuangan yang rata,” tutup Direktur Ovo Harianto Gunawan.

Application Information Will Show Up Here

Lippo Group and ObEN Setup Pacific Blockchain Research Institute

Aiming to support the research activities, development, and proliferation of blockchain technology in Southeast Asia, Lippo Group and ObEN Inc. announced a partnership by introducing Pacific Blockchain Research Institute (PBRI).

As a technology company focused on artificial intelligence (AI), ObEN has developed a platform called Personal AI (PAI), in the form of 3D Avatar intelligent, which capable to imitate customer’s voice, activity, and habit. ObEN technology allows users to create, use, and control PAI safely with the decentralized platform.

Focus on research and trial

Through this collaboration, PBRI will focus on institutional research involving the government and other players in related industries with the final goal to implement blockchain and accelerate its adoption. The institution will also build its own cryptocurrency exchange to promote PAI Coin usage.

The activity, initiated by Lippo Group and ObEN will later involve the University of Indonesia (UI) and Pelita Harapan University (UPH).

“Lippo Group sees blockchain as a relevant technology to be implemented in many of their business areas and operations, therefore, we support the blockchain technology development,” Mochtar Riady, Lippo Group’s Chairman, added.

Furthermore, Lippo and ObEN will conduct trials for PBRI to present research, technology, and regulation advice in which can influence the other industries. The strategic partnership is also claimed to accelerate ObEN technology development targeting potential users and all regional partners by prioritizing the report of Personal AI’s trial in blockchain technology.

“Currently, Southeast Asia has become the center of blockchain technology development, and we foresee the blockchain will later be integrated with government, social apps, and commercials. The institutions can be the bridge to the industry players, such as ObEN and Lippo,” Adam Zheng, ObEN’s COO and Co-Founder, said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Perkuat Bisnis Servis, Layanan E-commerce B2B Mbiz Bidik Pasar UKM di Tahun 2019

Untuk melanjutkan tren raihan laba bersihnya, startup B2B e-commerce milik Lippo Group, Mbiz, akan memperkuat bisnis pengadaaan jasa (service) pada tahun depan yang menjadi lini bisnis utama Mbiz sebagai marketplace e-procurement untuk business-to-business (B2B) dan business-to-goverment (B2G).

Co-Founder dan COO Mbiz Ryn Hermawan mengungkapkan, pihaknya akan menambah sejumlah layanan baru pengadaan jasa yang saat ini sudah memiliki 11 kategori. Penambahan ini dilakukan karena pasar pengadaan jasa sangat besar, di mana sebanyak 80 persen belanja perusahaan di Indonesia berasal dari pengadaan jasa.

“Kami akan enhancing solusi-solusi kami di kategori service. Kemudian dari segi kontrak, kami akan tingkatkan karena kami lihat, pengadaan klien kami besar, tapi mereka membeli dalam kontrak terbatas atau jangka pendek dua tahun ke depan,” ungkap Ryn ditemui DailySocial beberapa waktu lalu.

Menurut Ryn, bisnis pengadaan jasa berpeluang besar di Indonesia karena selama ini belum pernah ada pengadaan yang dilakukan melalui jalur online. Dengan masuk ke bisnis ini, ekosistem akan lebih tercipta dan membuat keterikatan bisnis antara perusahaan dengan pelanggan dan vendor.

“Secara ekosistem jadi bagus, (pengadaan jasa melalui online) akan membuat keterikatan, terhadap vendor dan customer. Demikian juga keterikatan terhadap kualitas dan harga yang diberikan,” tambah Ryn.

Mbiz dapat dikatakan sebagai layanan e-commerce yang masuk ke pasar niche, karena layanan jasa yang disediakan antara lain customize items, media outdoor placement, event organizer, civil mechanical engineering, gimmick marketing, hingga leasing.

Adapun, pelanggan yang menggunakan jasa Mbiz berasal dari segmen large enterprise dan blue chip company. Ke depan, perusahaan akan menyasar ke segmen small medium enterprise (SME) yang mana kebutuhannya semakin kompleks karena bisnisnya semakin berkembang. Ada lebih dari 500 klien Mbiz, dengan 200 perusahaan dan 300 vendor.

“Pasar bisnis pengadaan untuk B2B sangat menjanjikan di Indonesia, tetapi kami belum rencana masuk ke segmen Usaha Kecil Menengah (UKM) karena kebutuhan bisnis mereka jauh berbeda dengan SME dan large enterprise.”

Cari pendanaan baru tahun depan

Diakui Ryn, saat ini dana untuk mendukung pengembangan bisnisnya masih cukup. Ia belum melihat kebutuhan mendesak untuk mencari pendanaan baru dalam waktu dekat. Namun, ia menyebutkan pihaknya akan kembali mencari pendanaan baru untuk seri B di tahun depan.

Adapun, sebagian besar pendanaan perusahaan dialokasikan untuk working capital. “Secara kebutuhan dana, kami belum urgent saat ini. Tapi kami ada rencana ke sana mungkin di akhir tahun ini atau di awal 2019,“ ujar Ryn.

Mbiz menerima pendanaan seri A dari Tokyo Century Corporation (TCC) dengan nilai yang tidak bisa disebutkan pada 2017. Suntikan dana mengangkat valuasi perusahaan menjadi Rp1,3 triliun. Saat ini, Lippo Group masih menguasai mayoritas saham di Mbiz.