Lain Dulu Lain Sekarang, Inovasi Teknologi Kargo dari Maskapai Penerbangan

Perusahaan maskapai kini beradu di ranah logistik kargo dalam upaya menyelamatkan diri dari pengaruh pandemi. Cerahnya potensi bisnis platform e-commerce yang belum menunjukkan tanda penyurutan menambah optimisme untuk terjun ke sana.

Dibukanya ranah bisnis baru ini oleh pemerintah karena okupansi penumpang menurun drastis karena pemberlakuan PSBB dan kompaknya penutupan pintu masuk kedatangan turis oleh berbagai negara. Akhirnya ratusan pesawat harus dikandangkan (grounded) dan merumahkan karyawannya demi efisiensi.

Di sisi lain, pemain “dadakan” menguntungkan para pemain logistik last mile karena semakin banyak pilihan armada yang bisa mereka pilih untuk pengiriman antar pulau. Hanya saja, inovasi teknologi yang dihadirkan maskapai lokal tidak jauh berbeda dengan apa yang kebanyakan ditawarkan perusahaan logistik last mile.

International Air Transport Association (IATA) bersama PwC merekomendasikan pemain maskapai untuk membuat solusi yang bisa mengatasi pain point dari pemain e-commerce. Dalam penelitiannya, mereka mengklasifikasikan 50 pemain e-commerce global teratas berdasarkan empat kategori model logistik yang mereka anut dan pain-point dari kategori tersebut.

Masalah tersebut adalah kurangnya visibilitas; risiko keterlambatan; ketergantungan pada pihak ketiga; kontrol perbatasan dan masalah logistik terbalik. Keseluruhan masalah ini bisa diatas oleh kargo udara. Ada empat model bisnis yang bisa ditawarkan, bisnis yang terdedikasi penuh; pengirim barang lewat udara; hybrid; atau Courier, Express, and Parcel (CEP).

“Rekomendasi kami adalah menentukan model logistik mana yang ingin mereka layani dan bekerja untuk memperbaiki pain-points tersebut bersama-sama, menggunakan pendekatan jaringan transportasi ujung ke ujung. Menghubungkan para pihak melalui berbagi data akan, pada gilirannya, mengoptimalkan proses mereka.”

Inovasi teknologi ini punya andil penting dalam mendukung ekosistem. Punya obyektif yang sama, tapi implementasi yang beda saat masih fokus pada bisnis pengangkutan penumpang. Misalnya penggunaan aplikasi dengan beragam fitur untuk permudah booking pesawat, atau memesan makanan in-flight dengan beragam metode pembayaran.

Menyeriusi bisnis kargo

Direktur Utama AirAsia Indonesia Veranita Yosephine Sinaga menerangkan, bisnis kargo kini menjadi salah satu bisnis utama dalam layanan charter yang paling berkontribusi terhadap bisnis grup. Pertumbuhannya diklaim kian meningkat selama pandemi. Sayangnya, ia tidak mencantumkan angka detail lebih dalam.

Sebagai catatan, AirAsia menjalankan bisnis kargo di bawah entitas terpisah bernama Teleport sejak 2018. Di bawah entitas ini, AirAsia memosisikan diri sebagai penyedia jasa kargo udara untuk pasar kargo ritel dalam negeri melayani kebutuhan pengiriman barang dan komoditas dengan jumlah relatif sedikit ke berbagai kota di Indonesia dan Asia Pasifik.

Pengirimannya dengan menggunakan aset AirAsia yang terdiri dari pesawat penumpang (passenger charter) dan pesawat kargo (cargo charter). Jenis Airbus A320-200 yang dapat dioperasikan dalam dua konfigurasi, khusus kargo kapasitasnya berjumlah 17 ton, sementara penerbangan angkut penumpang, ruang kargo yang tersedia sekitar 5-6 ton.

“Dalam periode pemulihan ekonomi saat ini, bisnis kargo menjadi sangat vital untuk menggenjot roda perekonomian. Melalui Teleport Indonesia, kami akan segera melakukan ekspansi di Indonesia dengan tidak hanya berfokus melayani perusahaan pengiriman, tetapi juga bisnis e-commerce yang sangat tinggi permintaannya di Indonesia,” terangnya kepada DailySocial.

Kondisi yang berbeda dimiliki Garuda Indonesia. Perusahaan pelat merah ini tergolong masih baru terjun ke industri logistik. Saat ini hanya Citilink yang sudah memiliki unit pesawat kargo (freight), sedangkan Garuda belum.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, selama ini perusahaan terlalu sibuk di bagian penumpang. Padahal di dalam badan pesawat, kurang lebih terdiri atas 50% bagian atas [penumpang] dan 50% bagian bawah [kargo].

Sebelumnya dalam kondisi normal, bisnis pengangkutan penumpang di Garuda Indonesia menyumbang 80% dari total bisnis. Kini bisnis penumpang anjlok hingga 90%. Bisnis kargo dan carter diproyeksikan bisa berkontribusi antara 40%-60%.

“Kita sangat sibuk mengurus di bagian atas yang tentunya memang penting, namun kita melupakan bagian bawah,” kata Irfan dikutip dari Republika.

Dia melanjutkan, “Moda transportasi pengiriman barang yang paling murah dan cepat adalah pesawat. Oleh sebab itu, sekarang kami sangat fokus untuk diskusi soal kargo, dan tampaknya semua maskapai memikirkan hal yang sama.”

Untuk mengoptimalkan itu, lewat anak usahanya Aerojasa Cargo, perusahaan merilis KirimAja yang merupakan layanan cargo door to door berbasis aplikasi yang dilayani oleh armada Garuda Indonesia dan Citilink.

KirimAja menggunakan konsep bisnis berbasis komunitas, membuka kesempatan masyarakat menjadi agen Sohib KirimAja. Sebagai agen, mereka bertugas menerima paket dari pengirim sebelum diteruskan kepada kurir.

Kurir ini bertugas melakukan penjemputan paket ke lokasi pick up dan drop point dan mengantarkannya ke penerima akhir. Di dalam aplikasi tersebut, pengirim dapat melacak status pengiriman secara real-time.

Strategi Lion Air

Situasi bisnis Lion Air Group tak jauh berbeda dengan maskapai lain pada umumnya. Namun mereka terbantu kinerja anak usahanya yang bergerak di bidang logistik, Lion Parcel, yang dirintis sejak 2013. Lion Parcel bertindak sebagai perusahaan logistik last mile, bertarung dengan pemain sejenisnya di Indonesia.

CEO Lion Parcel Farian Kirana mengklaim kinerja perusahaan terus tumbuh secara eksponensial hingga pandemi berlangsung. Memasuki awal tahun ini, pengiriman paket dan dokumen melonjak di angka 90-100 ton per harinya. Bahkan saat penerapan PSBB, Lion Parcel mencatatkan pertumbuhan jumlah paket sebesar 17%.

Selama periode tersebut, barang yang sering dikirimkan adalah pakaian, masker, dan alat kesehatan. Kota asal dengan pengiriman terbanyak datang dari Jakarta, Medan, dan Tangerang; sementara untuk kota tujuan pengiriman adalah Jakarta, Makassar, dan Medan. Sayangnya, dia enggan membeberkan kontribusi Lion Parcel terhadap bisnis grup.

“Kami pun sudah bekerja sama erat dengan berbagai [pemain] e-commerce di Indonesia seperti Tokopedia dan Bukalapak, sehingga pengiriman kami dapat melayani penjual dan pelanggan yang bertransaksi di [platform] e-commerce,” terang Farian.

Karena Lion Parcel menjadi anak usaha Lion Air Group, maka mereka bisa memanfaatkan aset pesawat sebagai armada pengiriman lewat udara. Dia mengatakan, Lion Air memiliki 283 pesawat dan konektivitas darat yang dikelola oleh mitra perusahaan tersebar di 188 kota. Hal tersebut mencakup 1.000 mitra kurir virtual Point of Sales (POS) dan 7.000 POS.

Inovasi teranyar yang perusahaan kembangkan dengan memanfaatkan aset grup adalah Onepack, layanan next day delivery dengan success rate mencapai 95%. Layanan ini memanfaatkan jaringan penerbangan Lion Air Group dari barat sampai ke timur, termasuk rute-rute perintis yang dioperasikan Wings Air dengna jadwal penerbangan lebih pasti.

“Dalam tahap awal, konsumen bisa menikmati layanan ini untuk pengiriman barang dari Jakarta ke 28 kota dari 18 kota ke Jakarta. Diluncurkannya kembali produk ini merupakan jawaban kami untuk memberikan layanan dan solusi terbaik yang sesuai dengan kondisi di masa pandemi saat ini.”

Perkembangan teknologi yang dihadirkan Lion Parcel berupa aplikasi yang dilengkapi fitur pick up request, drop off, live tracking, dan cek tarif. Dari fitur pick up request, konsumen tidak perlu keluar rumah karena kurir akan mendatangi lokasi pembeli untuk menjemput paketnya.

“Kami menjalankan kemitraan dengan model low asset model sehingga lebih fleksibel memudahkan peningkatan skalabilitas bisnis, seperti penambahan jumlah kurir, mitra POS, dan pembukaan destinasi baru yang dikelola konsolidator. Model ini dapat menciptakan kesempatan baru economy sharing,” tutup Farian.

Tren aviasi global

Langkah yang diambil maskapai di atas mencerminkan kondisi global. Mengutip laporan The Load Star, bisnis pengangkutan penumpang turun hingga 74% secara year-on-year pada April 2020. Di Amerika Serikat saja, pada bulan yang sama, bisnis ini turun hingga 94%.

Maskapai asal Inggris Virgin Atlantic misalnya, menambah penerbangan kargo lebih dari sepertiga menjadi 600 selama Juni, lebih tinggi dari bulan sebelumnya. Lalu maskapai dari Finlandia, Finnair yang menambah kapasitas kargo dengan mengeluarkan kursi kelas ekonomi dari kabin di dua unit Airbus A330-nya. Hal yang sama juga dilakukan maskapai besar lainnya, seperti British Airways, Lufthansa, Emirates, dan United.

Dampak pivotnya maskapai adalah kebutuhan moderinisasi kargo dengan sistem IT terkini. American Airlines disebutkan menangguhkan sebagian besar proyek IT-nya selama pandemi, kecuali divisi kargo yang direorganisasi. Sistem IT di divisi tersebut dimodernisasi secara maksimal untuk mengurangi hambatan yang awalnya membutuhkan 100 dokumen digital, kini hanya 10 saja.

AirAsia juga mendigitalkan jaringan kargo udara berbasis blockchain, yang disebut Freightchain. Layanan ini menawarkan jaringan digital untuk mengonfirmasi dan melacak kargo udara secara transparan berdasarkan teknologi blockchain ledger yang didistribusikan.

Pengirim dapat menemukan semua koneksi jaringan kargo yang tersedia yang dimiliki oleh maskapai penerbangan. Caranya dengan memberi transparansi mengenai bagaimana kargo mereka berpindah dari titik A ke titik B. Sistem ini juga akan memfasilitasi pemesanan berdasarkan permintaan real time menggunakan proses penawaran yang kemudian divalidasi di blockchain.

Freightchain dapat menyederhanakan proses pemesanan sampai konfirmasi 10 kali lebih cepat daripada metode tradisional. Sebelum diresmikan ke publik pada April lalu, Freightchain telah diujicobakan untuk pengiriman kargo berisi obat-obatan dari India ke Mongolia.

Sistem ini memesan rencana perjalanan instan melalui Kuala Lumpur, Malaysia, dan Seoul, Korea Selatan, secara real time melalui penerbangan dengan tiga operator berbeda menggunakan kontrak pintar pada blockchain.

Karena tidak tersedianya penerbangan langsung dari Bengaluru ke Ulan Bator, pengirim harus menemukan secara manual ketersediaan semua penerbangan yang terhubung dan menghubungi banyak agen untuk menyelesaikan tautan di beberapa maskapai.

Dengan Freightchain, semua data koneksi, kontak, dan kontrak ada di dalam blockchain, membuatnya mudah untuk mengidentifikasi tautan, memesan penerbangan, dan mengonfirmasi rencana perjalanan.

Meski pemain maskapai sedang terlunta-lunta, di sisi lain permintaan pesawat kargo tetap ada, terutama datang dari perusahaan e-commerce raksasa. Mengutip The STAT Trade Times, lini kargo udara milik Amazon, Amazon Air, mengungkapkan akan menyewa tambahan 12 unit pesawat Boeing 767-300 yang akan dikonversi menjadi pesawat kargo untuk menangangi kenaikan permintaan transaksi. Amazon Air akan memiliki 80 unit pesawat secara total.

Unit logistik milik Alibaba, Cainiao Smart Logistics Network, mengumumkan rencananya untuk melipatgandakan jumlah pesawat kargo, dari 260 menjadi 1.260 dalam sembulan bulan mendatang. Durasi pengiriman akan jauh lebih cepat menjadi tiga sampai lima hari untuk pengiriman internasional, dari sebelumnya tujuh sampai 10 hari.

Tantangan di industri

Pengamat logistik sekaligus CEO PowerCommerce.Asia Hadi Kuncoro mengatakan, pergeseran model bisnis di atas terjadi karena perubahan perilaku konsumen yang didorong perkembangan teknologi digital. Kondisi itu telah menggeser area bisnis perdagangan menuju perdagangan direct-to-consumer (e-commerce).

“Maka sangat wajar ketika pemain industri melihat ini sebagai peluang yang mengakibatkan para pelaku maskapai penerbangan pun melakukan ekstensi bisnis ke ranah hilir sebagai penyedia last mile,” kata Hadi.

Kendati demikian, bertambahnya pemain ini tentu semakin memberikan tekanan persaingan yang tinggi diantara pelaku industri. Namun dalam kapasitas peluang, Indonesia ini sangat besar jadi masih sangat wajar.

“Konsumer akan semakin diberikan keuntungan dengan banyaknya pilihan dan harga yang kompetitif. Yang harus dijaga adalah bagi pelaku yang menguasai dari hulu ke hilir seperti para maskapai ini wajib dipantau oleh pemerintah dalam hal penguasaan monopolistis dalam bisnis e-logstics ini.”

Dia melanjutkan, saat ini infrastruktur jalan tol berkembang pesat, menyambung Pulau Jawa dan Sumatera. Oleh karenanya, pergeseran e-logistics kini menjadi sangat optimal di distribusi darat melalui tol untuk kota-kota besar di kedua pulau tersebut.

“Peluang terbesar untuk kargo udara dari para maskapai penerbangan ini adalah berfokus pada distribusi destinasi ke luar Jawa. Bahkan dalam jangka panjang seharusnya pemerintah dan pelaku Industri penerbangan mulai berfikir mengkoneksikan negara-negara ASEAN.”

Dia melanjutkan, “Koneksi ASEAN akan membuka peluang. Tidak hanya menggunakan fasilitas pesawat komersial penumpang, namun juga pengoperasian pesawat kargo (freighter cargo) ke beberapa destinasi gemuk luar jawa dan negara-negara ASEAN.”

Mendukung pernyataan Hadi, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita memaparkan, secara umum pemain logistik belum menjadikan pengiriman lewat udara menjadi pilihan utama. Pertimbangan utamanya adalah harga yang berbanding jauh dibandingkan dengan armada laut.

“Pengiriman kargo lewat udara untuk pengiriman keluar Jawa masih sangat sedikit dibandingkan laut. [kisarannya] Hanya 7%-10% dari kargo laut karena memang harga kargo udara kan sangat berbeda jauh,” ucapnya.

Sementara pengiriman antar kota di dalam Jawa yang cenderung lebih banyak menggunakan jalur darat daripada udara sejak kehadiran jalur tol Trans Jawa. Terlebih selama pandemi ini jalur udara belum banyak jadwal yang tersedia.

“Padahal untuk pemain logistik ekspres, kargo udara adalah pilihan utama karena butuh cepat. Tapi untuk tujuan pengiriman di dalam Jawa sudah mulai beralih ke darat selama pandemi ini.”

Kendati begitu, ramainya maskapai yang terjun ke bisnis kargo patut ia apresiasi. Biaya kargo udara bisa saling berkompetisi memberikan harga terbaik. Bagi industri, ketergantungan terhadap kargo udara sangat tinggi terutama saat menjangkau pengiriman ke kota-kota di luar Jawa yang memang pilihan paling efisien hanya lewat udara.

Dari pengamatan Zaldy, selama pandemi ini harga pengiriman yang ditawarkan maskapai penerbangan relatif sama dengan kargo udara [pesawat kargo]. Dengan catatan, ada beberapa rute yang turun tapi penurunannya tidak banyak.

“Kita harapkan dengan makin banyaknya maskapai penerbangan menyediakan kargo udara, seharusnya harga bisa lebih turun lagi.”

Menurutnya, apabila perusahaan maskapai bisa fokus pada layanan kargo udara dengan pelayanan terbaik dan harga yang bersaing, hal itu akan membantu ekosistem secara keseluruhan. Jangan sampai maskapai akhirnya tergiur menjadi perusahaan kurir logistik karena itu bukan bisnis utamanya.

Zaldy yang juga menjabat COO Paxel mengatakan, khusus Paxel sendiri sudah menjadi pengguna setia pesawat kargo untuk melayani pengiriman same day. Namun karena pandemi, layanan ini akhirnya harus diubah menjadi next day.

“Sampai sekarang Paxel masih memanfaatkan air cargo untuk [pengiriman] keluar Jawa, tapi layanan same day belum bisa karena jadwal pesawat yang masih tidak pasti [karena pandemi]. Jadinya enggak bisa same day, jadinya next day,” tutupnya.

Shipper Announces Series A Funding Led by Prosus Ventures

The logistics platform aggregator and marketplace, Shipper, today (18/6) announced the series A funding with undisclosed value, this investment was led by Prosus Ventures (formerly Naspers Ventures) with the participation of Lightspeed, Floodgate, Y Combinator, Insignia Ventures, and AC Ventures.

In fact, the rumor has been circulating since last month, a source says the value obtained is up to US$20 million or equivalent to 283 billion Rupiah. However, Shipper and its investors are reluctant to comment on this.

The company closed its seed round in September 2019, secured US$5 million from Lightspeed Ventures Partners, Floodgate Ventures, Insignia Ventures Partners, Convergence Ventures, and Y Combinator. Shipper is also part of the Y Combinator startup accelerator program for the 2019 Winter batch.

Debuted in 2017, Shipper was founded by Budi Handoko and Phil Opamuratawongse. The services enable SMEs to have a logistics dashboard, exploring the most efficient and cheapest shipping service based on the goods/destination. They also provide API-based services, to be integrated into a digital application.

“Using this investment, Shipper will continue to grow and look for local talents to join us in building strong data through technology to develop logistics and shipping requirements which has not been well structured,” Shipper’s Co-Founder & COO Budi Handoko said.

Shipper is to expand the coverage area and help consumers find the best shipping partner; without having to waste time comparing costs, orders, tracking, and insurance. To date, Shipper has worked with more than 100 express couriers.

Challenges in logistics

According to data summarized by ResearchAndMarkets.com, the Indonesian logistics market is projected to reach US$240 billion in 2021, it is quite similar to the logistics market projection in India of US$215 billion in 2020. It is also driven by the growth of the e-commerce business, especially the SME sector.

Despite the big number, according to Shipper, the logistics market in Indonesia is still classified as very inefficient. In tier 2 and tier 3 cities, shipping costs often add up to 40% of total transactions in e-commerce, thus becoming a major barrier for people in these cities to adopt e-commerce in whole.

“Shipper comes as a solution to the three main problems of logistics aspects in Indonesia, from shipping services options, complex warehousing, lack of price transparency, and the below-average ability to track routes,” Budi added.

In Indonesia, the e-logistics platform continues to develop. For the platform aggregator, besides Shipper, there is also Anjelo which was launched at the end of 2019. The types of logistics services offered include last-mile delivery, cargo via air and sea, customs services, and warehousing.

In addition, using a more integrated model into its platform, Bukalapak also launched BukaSend. It aggregates services from logistics partners registered in the company to make it easier for consumers to make shipments and order couriers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Shipper Umumkan Pendanaan Seri A, Dipimpin Prosus Ventures

Startup pengembang platform aggregator dan marketplace logistik Shipper hari ini (18/6) mengumumkan perolehan pendanaan seri A. Tidak disebutkan nilai yang diperoleh, investasi ini dipimpin oleh Prosus Ventures (sebelumnya Naspers Ventures) dengan dukungan Lightspeed, Floodgate, Y Combinator, Insignia Ventures, dan AC Ventures.

Sebenarnya rumor pendanaan ini sudah beredar sejak bulan lalu, sumber mengatakan nilai yang didapat hingga US$20 juta atau setara 283 miliar Rupiah. Kendati demikian pihak Shipper dan investor enggan untuk memberikan komentar tentang ini.

Perusahaan menutup seed round mereka pada September 2019, bukukan dana senilai US$5 juta dari Lightspeed Ventures Partners, Floodgate Ventures, Insignia Ventures Partners, Convergence Ventures, dan Y Combinator. Shipper juga tergabung dalam program akselerator startup Y Combinator untuk periode Winter 2019.

Debut sejak tahun 2017, Shipper didirikan oleh Budi Handoko dan Phil Opamuratawongse. Layanan mereka memungkinkan UKM memiliki dasbor logistik, untuk menemukan layanan pengiriman yang paling efisien dan murah sesuai dengan barang/tujuan. Mereka juga sediakan layanan berbasis API, untuk diintegrasikan ke dalam sebuah aplikasi digital.

“Dengan investasi ini, Shipper akan terus berkembang dan terus mencari talenta lokal berkualitas untuk bergabung dengan kami dalam membangun data yang kuat melalui teknologi untuk menyusun pemenuhan kebutuhan logistik dan pengiriman yang belum terstruktur dengan baik,” ungkap Co-Founder & COO Shipper Budi Handoko.

Dengan investasi terbaru ini Shipper akan memperluas jangkauan solusi mereka dan membantu konsumen dalam menemukan mitra pengiriman terbaik; tanpa perlu menghabiskan waktu dalam mempertimbangkan perbandingan biaya, pesanan, pelacakan, dan asuransi. Saat ini, Shipper telah bekerja dengan lebih dari 100 kurir ekspres.

Tantangan bisnis logistik

Menurut data yang dirangkum ResearchAndMarkets.com, pasar logistik Indonesia diproyeksikan akan mencapai US$240 miliar pada 2021, angka ini hampir sama dengan estimasi pasar logistik di India sebesar US$215 miliar di 2020. Salah satunya didorong oleh pertumbuhan bisnis e-commerce, terutama digerakkan sektor UKM.

Kendati besar, menurut Shipper, pasar logistik di Indonesia masih tergolong sangat tidak efisien. Di kota tier 2 dan tier 3, biaya pengiriman sering kali bertambah hingga 40% dari total transaksi di e-commerce, sehingga menjadi penghalang utama bagi masyarakat di kota-kota tersebut untuk mengadopsi e-commerce secara massal.

“Shipper hadir sebagai solusi atas tiga masalah utama aspek logistik di Indonesia, mulai dari pemilihan jasa pengiriman, pergudangan yang rumit, kurangnya transparansi harga, dan kemampuan pelacakan rute yang masih di bawah rata-rata,” tambah Budi.

Di Indonesia platform e-logistik terus berkembang. Untuk platform aggregator, selain Shipper ada juga Anjelo yang diresmikan akhir 2019 lalu. Jenis layanan logistik yang ditawarkan meliputi last mile delivery, kargo via udara maupun laut, layanan kepabeanan, hingga pergudangan.

Selain itu, dengan model yang lebih terintegrasi dengan platformnya, Bukalapak juga luncurkan BukaSend. Mengagregasi layanan dari mitra logistik yang telah tergabung ke perusahaan untuk memudahkan konsumen melakukan pengiriman dan pemesanan kurir.

Tera Logistics Jembatani Eksportir dan Importir Temukan Perusahaan Logistik yang Tepat

Berawal dari adanya kesulitan bagi para eksportir dan importir baru untuk menemukan perusahaan logistik yang tepat sesuai dengan jenis kargo dan destinasi barang yang dituju, menjadi alasan yang membuat Handoyo, Iman, dan Leonardus mendirikan platform Tera Logistics.

“Kami bertiga merupakan satu alumni kampus Prasetiya Mulya. Setiap dari pendiri memiliki pengalaman dalam ekspor impor barang dari luar negeri dan mengalami kesulitan dalam menemukan perusahaan logistik yang kredibel,”kata Co-Founder CEO Tera Logistics Handoyo Prasutiyo kepada DailySocial.

Ia menambahkan, setiap perusahaan logistik memiliki spesialisasi dalam menangani jenis kargo dan destinasi negara tertentu. Melalui platform Tera Logistics maka para eksportir dan importir dapat mengklasifikasi perusahaan logistik dalam hitungan menit.

Hingga kini Tera telah memiliki 7 ribu pengguna per bulan dan jumlah mitra terdaftar lebih dari 680 freight forwarder, 58 warehouse provider, dan 30 trucking company. Saat ini sebagian besar pengguna lokal yang menggunakan platform Tera berasal dari Jabodetabek, namun terdapat juga beberapa pengguna dari negara lain seperti Singapura, Saudi Arabia, Tiongkok, Amerika, dan berbagai negara lainnya.

“Saat ini Tera Logistics masih melakukan bootstrap (pendanaan dari internal) selama dua setengah tahun dan tidak menutup kemungkinan bahwa Tera akan mengajukan pendanaan dari luar ke depannya,”kata Handoyo.

Fitur unggulan

Secara keseluruhan Tera Logistics memiliki dua fitur unggulan yang bisa dimanfaatkan oleh pengguna. Adalah Quotation Bidding yang memudahkan para pengguna untuk memperoleh harga terbaik dari perusahaan logistik.

Para pengguna hanya cukup untuk memasukkan informasi terkait jenis kegiatan serta tanggal ekspor/impor yang ingin dilakukan, mode transportasi, serta jenis kargo beserta dengan volume dan tonase. Kemudian informasi tersebut akan di forward kepada perusahaan logistik terdaftar untuk diberikan penawaran harga. Dengan demikian para pengguna dapat membandingkan berbagai penawaran harga dari berbagai perusahaan logistik.

Kedua ada fitur Logistics Marketplace, memudahkan para pengguna untuk melakukan penyaringan perusahaan logistik secara langsung berdasarkan lokasi perusahaan, jenis kargo yang bisa ditangani, jenis jasa yang ditawarkan, serta tujuan pengiriman. Saat ini terdapat 3 jenis marketplace pada platform Tera yakni untuk freight forwarder, warehouse provider, dan trucking company.

“Untuk monetisasi kami menerapkan subscription fee yang dibayarkan setiap bulan. Terdapat tiga jenis paket yang ditawarkan yaitu free, premium, dan enterprise. Adapun perbedaan dari masing-masing paket adalah adanya validasi legalitas bisnis dan jumlah minimum visitor yang mengakses company profile perusahaan logistik tersebut per bulan,” kata Handoyo.

Proses monetisasi yang mereka terapkan menjadi salah satu perbedaan dengan pemain lainnya. Saat ini sebagian besar platform lain mengambil keuntungan dari komisi, sedangkan Tera mengambil keuntungan dari subscription.

Selain itu perusahaan juga memiliki fitur Data Sharing, memungkinkan para mitra untuk menampilkan brand masing-masing perusahaan serta informasi perusahaan tersebut.

“Hal ini dilakukan agar para pengguna bisa berinteraksi dan melakukan transaksi secara langsung. Sedangkan pada platform kompetitor logistik lainnya mereka menutupi informasi para mitra sehingga seluruh transaksi hanya melalui platform tersebut,” kata Handoyo.

Pengantaran Tanpa Kontak ala PopBox Kian Relevan Selama Pandemi

Industri logistik memang banyak terpukul selama wabah Covid-19 menerjang. Namun karena sifatnya yang begitu penting, kebutuhan logistik tak pernah berkurang. Ini setidaknya juga tercermin dari bisnis PopBox.

Co-founder & COO PopBox Greta Bunawan mengatakan bahwa solusi logistik yang mereka usung punya keunggulan dalam menghadapi pandemi ini.  menurut Greta merupakan bagian dari jawaban pengantaran barang yang aman karena meminimalisir kemungkinan orang bersentuhan selama prosesnya.

“Hal ini terlihat dengan tingginya peningkatan pemakaian terutama di area apartemen dan meningkatnya permintaan dari building management untuk menambah unit loker,” ungkap Greta kepada DailySocial.

Adapun peningkatan permintaan yang dimaksud oleh Greta mencapai rata-rata 55%. Sementara dari jumlah unit yang akan mereka tambah untuk memenuhi permintaan berkisar 30 unit loker. Angka ini didapat dengan membandingkan permintaan sebelum dan sesudah Covid-19 mewabah.

Perkembangan bisnis

Dalam dua tahun terakhir, PopBox melakukan cukup banyak untuk menggenjot bisnis mereka. Selain berfungsi sebagai loker penitipan dan penjemputan barang, waktu itu PopBox belum lama merilis fitur PopStore hasil kerja sama mereka dengan Elevenia.

Namun setelah dua tahun ini Greta menjabarkan ada banyak hal baru di PopBox. Pertama adalah aksesibilitas loker yang meluas. Jika sebelumnya loker hanya bisa diakses oleh mitra yang memiliki nama pengguna dan kata sandi, kini siapa pun bisa menggunakan loker mereka lewat verifikasi OTP ke nomor ponsel.

“Ini bertujuan untuk memberikan akses loker tidak terbatas kepada mitra saja namun kurir-kurir ojol dan semua customer yang ingin paketnya di-drop di loker,” imbuh Greta.

Fitur lainnya adalah PopSafe. Ini adalah temporary deposit bagi pelanggan yang ingin menitipkan barangnya untuk sementara atau untuk diambil oleh orang lain. Fitur ini cukup efektif untuk di tempat permukiman vertikal seperti apartemen untuk sekadar titip kunci atau menaruh barang lainnya untuk diambil oleh orang lain.

Terakhir, PopBox kini menyediakan fitur people counter. Fitur ini merupakan alat penghitung banyaknya manusia yang melintas di sekitar loker. Fungsi fitur ini tak lain untuk mengukur efektivitas iklan yang terpasang di loker PopBox.

Target di tahun ini

PopBox yang berdiri sejak 2015 ini sudah bisa ditemukan di 250 titik lokasi di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, dan Semarang. Sementara di Malaysia loker mereka sudah bisa diakses di 109 titik di Kuala Lumpur.

Greta menyebut pihaknya bertekad memperluas akses loker di tempat-tempat padat seperti apartemen dan perkantoran. Ia menargetkan loker mereka bisa menembus 300 lokasi sampai akhir tahun ini.

Di samping itu mereka juga dalam proses integrasi dengan mitra-mitra baru dalam hal pembayaran, pengiriman, dan e-commerce, serta pengembangan sejumlah fitur baru yang mereka harapkan bisa rilis di tahun ini juga.

“Kami juga sedang dalam proses R&D pengembangan fitur baru di loker untuk penggunaan penyewaan jangka panjang dan beberapa fitur baru lainnya,” pungkas Greta.

Application Information Will Show Up Here

A Logistics Aggregator Platform Shipper is Reportedly Securing 294 Billion Rupiah Worth of Series A Funding

Shipper, the logistics aggregator platform is reported to have secured Series A funding of $ 20 million or equivalent to 294.3 billion Rupiah. The round was led by Naspers with the participation of previous investors, AC Ventures, Insignia Ventures Partners, and Lightspeed Venture Partners.

This news was first released by DealStreetAsia; we have contacted Shipper’s Co-Founder Budi Handoko and AC Venture Managing Partner Adrian Li to get detailed confirmation, however, both are reluctant to comment on the news.

Previously the company closed its seed round in September 2019, raising funds worth $ 5 million or equivalent to 70.3 billion Rupiah. Investors involved included Lightspeed Ventures Partners, Floodgate Ventures, Insignia Ventures Partners, Convergence Ventures, and Y Combinator.

Since it was founded in 2017, Shipper has presented an integrated dashboard to help online sellers in e-commerce manage customer order shipments. In this dashboard, business people can easily get the most efficient logistics service recommendations, including pickup scheduling and integrated reporting.

Shipper’s internal data showed there are currently around 2500 logistic providers in Indonesia with various business scales. The Shipper service has also been used by around 25 thousand online merchants in Indonesia. This year they are targeting to have 1000 micro hubs for pick up and 20 logistics centers. The regional expansion has also been announced, targeting markets in Thailand, Vietnam, and the Philippines.

Shipper has other founder, besides Budi, he is Phil Opamuratawongse. Last year, the startup successfully joined the Y Combinator accelerator program in Silicon Valley, precisely in the Winter 2019.

In Indonesia, the “smart logistic” platform continues to develop. In terms of aggregator platform, besides Shipper, there is also Anjelo officially launched at the end of 2019. They offer logistics services, including last-mile delivery, cargo via air and sea, customs services, and warehousing.

In addition, with a model that is more integrated with its platform, Bukalapak also launched BukaSend. Aggregate services from logistics partners who have joined the company to facilitate consumers with shipments and courier orders.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Platform Agregator Logistik Shipper Dikabarkan Bukukan Pendanaan Seri A 294 Miliar Rupiah

Shipper, pengembang platform agregator logistik dikabarkan telah membukukan pendanaan seri A senilai $20 juta atau setara 294,3 miliar Rupiah. Putaran tersebut dipimpin Naspers dengan keterlibatan investor sebelumnya yakni AC Ventures, Insignia Ventures Partners, dan Lightspeed Venture Partners.

Kabar ini pertama kali dirilis oleh DealStreetAsia; kami telah menghubungi Co-Founder Shipper Budi Handoko dan Managing Partner AC Venture Adrian Li untuk mendapatkan konfirmasi lebih lanjut, hanya saja keduanya enggan berkomentar mengenai kabar tersebut.

Sebelumnya perusahaan menutup seed round mereka pada September 2019, kumpulkan dana senilai $5 juta atau setara 70,3 miliar Rupiah. Investor yang terlibat meliputi Lightspeed Ventures Partners, Floodgate Ventures, Insignia Ventures Partners, Convergence Ventures, dan Y Combinator.

Sejak didirikan pada tahun 2017, Shipper menyuguhkan sebuah dasbor terpadu untuk membantu online seller di e-commerce mengelola kiriman pesanan pelanggan. Dalam dasbor tersebut pelaku bisnis dapat dengan mudah mendapatkan rekomendasi layanan logistik yang paling efisien, termasuk untuk melakukan penjadwalan penjemputan dan pelaporan secara terpadu.

Dari data internal Shipper pun tercatat saat ini ada kurang lebih 2500 penyedia logistik di Indonesia dengan berbagai skala bisnis. Layanan Shipper juga sudah digunakan sekitar 25 ribu pedagang online di Indonesia. Tahun ini mereka menargetkan bisa memiliki 1000 hub mikro untuk penjemputan dan 20 pusat logistik. Ambisi ekspansi regional juga sudah disampaikan, targetnya juga bisa layani pasar Thailand, Vietnam, dan Filipina.

Selain Budi, Shipper turut didirikan oleh Phil Opamuratawongse. Tahun lalu, mereka berhasil tergabung dalam program akselerator Y Combinator di Silicon Valley, tepatnya pada periode Winter 2019.

Di Indonesia platform “smart logistic” terus berkembang. Untuk platform agregator, selain Shipper ada juga Anjelo yang diresmikan akhir 2019 lalu. Jenis layanan logistik yang ditawarkan meliputi last mile delivery, kargo via udara maupun laut, layanan kepabeanan, hingga pergudangan.

Selain itu, dengan model yang lebih terintegrasi dengan platformnya, Bukalapak juga luncurkan BukaSend. Mengagregasi layanan dari mitra logistik yang telah tergabung ke perusahaan untuk memudahkan konsumen melakukan pengiriman dan pemesanan kurir.

Kargo Technologies Announces 504 Billion Rupiah Funding, to Provide Loan Access for Logistics Partners

The logistics marketplace connecting companies with truck services, Kargo Technologies, today (4/13) has announced US$31 million (around 504 billion Rupiah) funding in its Series A round. It was led by Silicon Valley based Tenaya Capital. Also participated in this round, Sequoia India, Intudo Ventures, Amatil X, Agaeti Convergence Ventures, Alter Global, and Mirae Asset Venture Investment.

In this round, Kargo manages to secure funding in the form of debt financing from banks and regional financial institutions. Previously, Kargo Technologies has announced its first investment from corporate venture capital (CVC) Amatil X.

In this seed stage, they also received funding worth of US$7.6 million (around 123 billion Rupiah) led by Sequoia India and some investors.

Funding for logistics

Kargo Technologies’ CEO, Tiger Fang said most of the funding will be prioritized for business operations and products development to adjust the current deployment situation of Covid-19. For truck owners, companies can help their cash flow with fast funding products, which are very much needed in the current circumstances.

For truck owners who want to apply for additional business capital, they can access a special site by Kargo Technologies. This is expected to help the cash flow of logistics partners related to their business capital, for most of the truck owners are only paid about 3 months later.

The company also fueled the Logistics Relief Fund movement by encouraging all employees to contribute some from their salaries. The Logistics Aid Fund will be used to assist logistic carriers and ensure no interruptions in the daily goods delivery in Indonesia.

“We are grateful for our investors who continue to provide extraordinary support amid a period of financial uncertainty. Kargo promises to be the most reliable logistics partner to ensure there are no disruptions in the supply chain of basic goods in Indonesia. Our company has donated part of our salary to “this problem and we also invite businesses and other local organizations to contact us, therefore we can solve this problem together,” Tiger said.

In order to minimize physical contact, Kargo has applied the EPOD (Electronic Proof of Delivery) system. The feature can be found in its platform and it has less possibility for direct exchange of documents to reduce the risk of COVID-19 infection.

“Cargo technology has a unique selling value when logistics efficiency becomes very important in Indonesia. Starting from retail needs stock with minimal physical contact or facilitating e-commerce transactions throughout the country, we believe that Kargo is able to solve this problem,” Kargo’s CTO, Yodi Aditya said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kantongi Pendanaan 504 Miliar Rupiah, Kargo Technologies Berikan Akses Permodalan untuk Mitra Logistik

Marketplace logistik yang menghubungkan perusahaan dan layanan penyedia truk, Kargo Technologies, hari ini (13/4) mengumumkan telah mendapatkan pendanaan sebesar US$31 juta (sekitar 504 miliar rupiah) dalam putaran seri A. Investasi ini dipimpin oleh Tenaya Capital asal Silicon Valley. Grup investor yang juga turut berpartisipasi  ialah Sequoia India, Intudo Ventures, Amatil X, Agaeti Convergence Ventures, Alter Global, dan Mirae Asset Venture Investment.

Dalam putaran pendanaan ini, Kargo juga berhasil mendapatkan pendanaan berbasis hutang (debt financing) dari sejumlah bank dan institusi finansial regional. Sebelumnya Kargo technologies juga mengumumkan perolehan investasi yang pertama dari corporate venture capital (CVC) Amatil X.

Di tahap awal, mereka juga telah menerima pendanaan sebesar US$7,6 juta (sekitar 123 miliar rupiah) yang dipimpin oleh Sequoia India dan sejumlah investor.

Berikan pendanaan kepada mitra logistik

CEO Kargo Technologies Tiger Fang mengungkapkan, sebagian besar pendanaan tersebut akan digunakan untuk memprioritaskan operasional bisnis dan mengembangkan produk menyesuaikan situasi penyebaran Covid-19 saat ini. Untuk pemilik truk, perusahaan dapat membantu cash flow mereka dengan produk pendanaan cepat, yang sangat dibutuhkan dalam keadaan seperti saat ini.

Bagi pemilik truk yang ingin mengajukan tambahan permodalan usaha, bisa mengakses situs khusus yang disediakan oleh Kargo Technologies. Hal ini diharapkan bisa membantu cash flow para mitra logistik terkait dengan modal bisnis mereka, karena kebanyakan para pemilik truk tersebut baru dibayar sekitar 3 bulan kemudian.

Perusahaan juga membiayai gerakan Dana Bantuan Logistik (Logistics Relief Fund) dengan menghimbau seluruh karyawan untuk turut serta mengontribusikan sebagian gaji mereka. Dana Bantuan Logistik akan digunakan untuk membantu para pengangkut logistik dan memastikan tidak adanya gangguan dalam pengiriman barang pokok di Indonesia.

“Kami bersyukur atas investor kami yang tetap memberikan dukungan luar biasa di tengah masa ketidakpastian finansial. Kargo berjanji akan menjadi mitra logistik yang paling dapat diandalkan untuk memastikan tidak adanya gangguan dalam rantai pasokan barang pokok di Indonesia. Perusahaan kami telah mendonasikan sebagian dari gaji kami untuk masalah ini dan kami juga turut mengundang bisnis dan organisasi lokal lainnya untuk menghubungi kami agar kita bisa menyelesaikan masalah ini bersama-sama,” kata Tiger.

Guna meminimalisir terjadinya kontak fisik, Kargo juga telah mengimplementasikan sistem EPOD (Electronic Proof of Delivery) dalam mekanisme pengiriman. Fitur yang dapat ditemukan dalam platform Kargo ini juga memungkinkan mengurangi adanya pertukaran dokumen secara langsung untuk mengurangi risiko infeksi COVID-19.

“Teknologi Kargo memiliki nilai jual unik di saat efisiensi logistik menjadi sangat penting di Indonesia. Mulai dari menjaga jumlah stok kebutuhan ritel dengan kontak fisik seminimal mungkin atau memperlancar transaksi e-commerce di seluruh penjuru negeri, kami percaya bahwa Kargo mampu menyelesaikan masalah ini,” kata CTO Kargo Yodi Aditya.

Application Information Will Show Up Here

Melihat Minat Investor pada Startup Logistik di Tengah Pandemi Covid-19

Meskipun secara global industri logistik terhambat pertumbuhannya, namun tidak menurunkan demand dari pihak terkait yang membutuhkan layanan tersebut. Sebagai tulang punggung layanan e-commerce, logistik memiliki peranan penting untuk mendukung kegiatan berbagai pihak terkait. Terlebih di tengah pandemi yang terjadi saat ini, terlihat peranan logistik makin krusial, mendukung anjuran work from home dan social distancing.

Di Indonesia sendiri layanan e-commerce seperti JD.ID, Tokopedia, Shopee, hingga Bukalapak menerima permintaan cukup tinggi untuk barang-barang yang paling banyak dibutuhkan saat ini. Mulai dari produk bahan segar hingga obat-obatan dan alat kesehatan. Promo bebas ongkos kirim hingga pemberian voucher dan penawaran menarik lainnya juga diberikan kepada pelanggan.

Fenomena lain yang kemudian terjadi dalam industri logistik adalah, ketika banyak perusahaan hingga startup yang harus merumahkan pegawai mereka akibat dari penyebaran Covid-19, justru startup yang menyasar layanan logistik merekrut banyak pegawai, dengan tujuan untuk membantu mengatasi permintaan meningkat untuk belanja online. Mulai dari Amazon yang harus menambah sekitar 100 ribu pegawai, hingga GudangAda yang membuka lowongan pekerjaan untuk mendukung bisnis mereka selama masa karantina berlangsung.

Sektor logistik tancap gas

Beberapa layanan logistik menerima pendanaan dari investor sepanjang awal tahun 2020 ini. Akhir Maret 2020 tercatat, RaRa Delivery yang merupakan salah satu startup lulusan program akselerator batch 4 GKPnP, mengumumkan pendanaan tahap awal (seed funding) $1,2 juta atau sekitar Rp 19,7 miliar. Investasi tersebut dipimpin oleh 500 Startups. AngelCentral juga terlibat dalam putaran pendanaan ini.

Startup yang menyediakan layanan “same day delivery” ini rencananya akan menggunakan dana segar tersebut untuk mempercepat pertumbuhan bisnis, pengembangan operasi dan teknologi di Indonesia. Didirikan oleh CEO Karan Bhardwaj, RaRa Delivery termasuk dalam daftar startup logistik yang menerima pendanaan saat penyebaran Covid-19 terjadi secara global.

Januari 2020 lalu, platform jasa truk dan pergudangan Waresix, mengumumkan pendanaan tambahan dari EV Growth dan Jungle Ventures. Kurang dari 6 bulan setelah mengumumkan meraih US$14,5 juta pada putaran pendanaan seri A yang dipimpin oleh EV Growth pada Juli 2019, Waresix mendapatkan tambahan modal US$11 juta dalam perpanjangan putaran pendanaan tersebut.

Dalam 18 bulan terakhir, perusahaan berhasil menghimpun modal US$27,1 juta. Perusahaan juga menopang pertumbuhannya menggunakan pinjaman dan fasilitas modal kerja dari bank dan institusi finansial lain yang terkemuka di regional.

“Untuk logistik menurut saya itu adalah enduring business. As soon as the market normalizes, the goods will need to flow. Untuk pendanaan harusnya sekarang dari sisi venture capital dan private equity akan melihat perusahaan yang memiliki solid business model dan sustainability plan. Karena kalau hanya mengandalkan subsidi saja di saat seperti ini cukup sulit ya, karena value proposition tidak jelas,” kata CEO Waresix Andree Susanto kepada DailySocial.

Sementara itu platform manajemen armada logistik yang mencoba untuk membantu pengelola armada mengadopsi teknologi untuk memaksimalkan bisnis mereka, Webtrace, juga telah mengumumkan pendanaan tahapan awal yang dipimpin oleh Prasetia Dwidharma. Turut bergabung dalam pendanaan ini Astra Ventura.

Kepada DailySocial CEO Webtrace Erwin Subroto menyebutkan, di Indonesia saat ini pengeluaran untuk logistik darat diperkirakan mencapai US$290 miliar pada tahun 2020. Selain dari pasar yang besar, jumlah populasi kendaraan komersial (9,6 juta unit pada 2019) telah menciptakan persaingan harga yang ketat.

Webtrace mencoba menjadi platform yang bisa dimanfaatkan oleh pengelola armada untuk memberikan solusi teknologi agar usaha logistik bisa berjalan lebih efisien serta meningkatkan produktivitas dan keamanan. Caranya dengan menerapkan sensor dan solusi IoT yang akan menghasilkan berbagai data dan analisis real time.

“Dengan atau tanpa adanya penyebaran Covid-19, logistik akan selalu menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. Terutama setelah penyebaran virus Covid-19 mulai mereda, nantinya akan ada perubahan pola ekonomi dan konsumsi yang makin berpusat kepada layanan logistik itu sendiri,” kata CEO & Co-Founder Webtrace Erwin Subroto.

Pertumbuhan positif bisnis logistik

Kondisi yang berbentuk negara kepulauan membuat biaya logistik di Indonesia menjadi salah satu yang tertinggi di Asia, bahkan berkontribusi terhadap seperempat dari produk domestik bruto Indonesia yang mencapai $1 triliun. Posisi Indonesia dalam Indeks Daya Saing Logistik 2018 yang dirilis Bank Dunia memang terus membaik.

Sejak bulan Maret 2019, layanan logistik di Indonesia termasuk industri yang paling banyak dilirik oleh investor. DailySocial mencatat sekitar 7 startup mendapatkan pendanaan tahapan awal hingga tahapan lanjutan dari para investor. Mulai dari Kargo, Triplog, Ritase, Waresix, Logisly, Shipper, dan Finfleet. Investor yang terlibat di antaranya adalah EV Growth, Golden Gate Ventures, East Ventures hingga Kejora Ventures. Besarnya jumlah pendanaan yang diberikan berkisar antara $3,5 juta hingga $14,5 juta.

Tercatat di tanah air, pengeluaran untuk logistik darat diperkirakan mencapai $290 miliar pada tahun 2020. Selain dari pasar yang besar, jumlah populasi kendaraan komersial (9,6 juta unit pada 2019) telah menciptakan persaingan harga yang ketat.

Namun, rasio biaya logistik terhadap PDB Indonesia masih mencapai 24%, tertinggal dari Thailand dan Malaysia. Kondisi tersebut menciptakan potensi senilai $240 miliar dalam sektor logistik di Indonesia. Biaya logistik yang tinggi tidak hanya melemahkan daya saing industri, tetapi juga meningkatkan cost of doing business bagi pelaku UKM di Indonesia. Diharapkan layanan logistik saat ini, bisa mengatasi persoalan tersebut dengan menghadirkan layanan yang mendukung pertumbuhan UKM dan layanan e-commerce di Indonesia.