Wahyoo Announced 73 Billion Rupiah Worth of Series A Funding Led by Intudo Ventures

Today (05/8), Wahyoo announced series A funding worth of $5 million or equivalent to 73.2 billion Rupiah. This round was led by Intudo Ventures with the participation of Kinesys Group, Amatil X (Coca-Cola Amatil), Arkblu Capital, Indogen Capital, Selera Kapital, Gratyo Universal Indonesia, and Isenta Hioe.

It is said in an official statement, investment funds will be focused on accelerating market expansion and hiring new employees. Was founded in 2017, Wahyoo has reached 13,500 warung partners in the Jadetabek area. The platform highlights on digitizing services and improving business operations.

Specifically, Wahyoo helps conventional food stall owners (warung) through digital platforms to attract customers, improve marketing, implement loyalty programs, order and receive food ingredients, manage financial flows, and provide training (Wahyoo Academy). Warung partners can also earn additional income through advertising and brand partnerships with Wahyoo.

“With the fresh money, we plan to expand operations to other cities outside the Jabodetabek area; and add new employees, especially to our technology and product units. We will continue to add new features and services to meet the needs of warung owners, especially improve supply chain systems and financial products,” Wahyoo’s Founder & CEO Peter Shearer said.

“SME is one of the main engines of Indonesia’s economic growth and being transformed through new innovative businesses such as Wahyoo. With digitalization efforts and targeting segment warung owners, Wahyoo believes to create positive economic and social impacts for the Indonesian working class,” Intudo Ventures Founding Partner, Patrick Yip said.

Meanwhile, Coca-Cola Amatil Indonesia’s President Director Kadir Gunduz added, “Our partnership with Wahyoo will help SMEs overcome digital barriers and spur growth in Indonesia’s e-commerce industry. We are proud to partner with Wahyoo to help digitize the warung market.”

Presiden Direktur Coca-Cola Amatil Indonesia Kadir Gunduz
Wahyoo’s Founder & CEO, Peter Shearer with Coca Cola Amatil Indonesia’s President, Kadir Gunduz / Wahyoo

Previously, in mid-2019, Wahyoo had received seed funding with an undisclosed amount. Some of the investors involved included Agaeti Ventures, Chapter 1 Ventures, Kinesys Group, SMDV, East Ventures, and Rentracks.

The aggressive service adoption results in Wahyoo’s business growing fast. In early 2020, they are reportedly acquired Alamat.com, an online platform that provides solutions to help consumers find service stores and lifestyles. Two founders of Alamat.com are helping Peter in the company’s management, Daniel Cahyadi as COO and Michael Diharja as CTO.

Not long ago, Wahyoo also launched Langganan.co.id, an online platform to accommodate people in residential areas to shop groceries. Operating since June 2020, the platform has reached users in residential or apartment areas, such as Green Lake City, Alam Sutera, Cipondih, Taman Royal, Banjar Wijaya, Modernland, Gading Serpong, Karawaci, Metro Permata, Ciledug, Puri, and PIK.

Warung transformation is getting a lot of support

Recently, startups with the intention to democratize business stalls (with a variety of characteristics) continue to get huge support. As Wahyoo’s focused on warteg or food stalls, others also focused on grocery stalls (selling daily necessities). It also take similar transformation form, making it easier for traders to get stock, capital, to enable them to present financial products for their users.

Ula, for example. The startup debuted this year with $10 million funds from some investors. Its mission is to simplify the FMCG supply chain for small shops. There is also Payfazz focusing on providing financial services to the stall owners, allowing stalls to provide funds transfer transactions, withdrawal, loans, and even purchase digital products. There are also some other players.

Warung is a culture that is inseparable to Indonesian people, retail transactions spin fast every day and stalls become the economic component closest to the community with the widest distribution. This condition put stalls an ideal channel to perform various businesses – reaching all groups; in addition to providing added value to drive their businesses.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Wahyoo Umumkan Pendanaan Seri A 73 Miliar Rupiah, Dipimpin Intudo Ventures

Wahyoo hari ini (05/8) mengumumkan penutupan pendanaan seri A senilai $5 juta atau setara 73,2 miliar Rupiah. Putaran pendanaan dipimpin Intudo Ventures dengan keterlibatan Kinesys Group, Amatil X (Coca-Cola Amatil), Arkblu Capital, Indogen Capital, Selera Kapital, Gratyo Universal Indonesia, dan Isenta Hioe.

Dalam keterangan resminya dikatakan, dana investasi akan difokuskan untuk percepatan ekspansi pasar dan perekrutan karyawan baru. Sejak didirikan tahun 2017, Wahyoo sudah menjangkau 13.500 mitra warung makan di area Jadetabek. Platform Whayoo fokus pada digitalisasi layanan dan peningkatan operasional bisnis.

Secara lebih spesifik Wahyoo membantu pemilik warung makan konvensional melalui platform digital untuk menarik pelanggan, meningkatkan pemasaran, menerapkan program loyalitas, memesan dan menerima bahan baku makanan, mengelola arus keuangan, dan memberikan pelatihan (Akademi Wahyoo). Mitra warung makan ini juga dapat memperoleh penghasilan tambahan melalui iklan dan kemitraan merek dengan Wahyoo.

“Dengan pendanaan baru ini, kami berencana untuk memperluas operasi ke kota-kota lain di luar wilayah Jabodetabek; dan menambah karyawan baru, terutama untuk unit teknologi dan produk kami. Kami akan terus menambahkan fitur dan layanan baru untuk memenuhi kebutuhan pemilik warung makan, terutama meningkatkan sistem rantai pasokan dan produk keuangan,” sambut Founder & CEO Wahyoo Peter Shearer.

“UKM merupakan salah satu mesin utama pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan sedang ditransformasi melalui bisnis inovatif baru seperti Wahyoo. Dengan upaya digitalisasi, Wahyoo yang mempunyai segmen untuk para pemilik warung makan, kami percaya dapat menciptakan dampak ekonomi dan sosial yang positif bagi kelas pekerja Indonesia,” kata Founding Partner Intudo Ventures Patrick Yip.

Sementara itu Presiden Direktur Coca-Cola Amatil Indonesia Kadir Gunduz menambahkan, “Kemitraan kami dengan Wahyoo akan membantu UKM mengatasi hambatan digital dan memacu pertumbuhan di industri e-commerce Indonesia. Kami bangga dapat bermitra dengan Wahyoo untuk membantu mendigitalkan pasar warung.”

Presiden Direktur Coca-Cola Amatil Indonesia Kadir Gunduz
Founder & CEO Wahyoo Peter Shearer bersama Presiden Direktur Coca-Cola Amatil Indonesia Kadir Gunduz / Wahyoo

Sebelumnya di pertengahan tahun 2019 lalu, Wahyoo telah mendapatkan pendanaan awal dengan nilai yang tidak disebutkan. Beberapa investor yang terlibat termasuk Agaeti Ventures, Chapter 1 Ventures, Kinesys Group, SMDV, East Ventures, dan Rentracks.

Adopsi layanan yang agresif juga membuat bisnis Wahyoo bertumbuh kencang. Awal tahun 2020, mereka dikabarkan mengakuisisi Alamat.com, yakni platform online yang menyediakan solusi untuk membantu para konsumen menemukan toko-toko jasa dan gaya hidup. Dua pendiri Alamat.com, saat ini membantu Peter di jajaran manajemen perusahaan, yakni Daniel Cahyadi sebagai COO dan Michael Diharja sebagai CTO.

Belum lama ini, Wahyoo juga luncurkan Langganan.co.id, sebagai platform online yang memudahkan masyarakat di area residential untuk berbelanja sembako secara mudah. Sudah beroperasi sejak Juni 2020, platform tersebut mulai melayani pengguna di kawasan perumahan atau apartemen, seperti Green Lake City, Alam Sutera, Cipondih, Taman Royal, Banjar Wijaya, Modernland, Gading Serpong, Karawaci, Metro Permata, Ciledug, Puri, hingga PIK.

Transformasi warung terus dapat dukungan

Belakangan ini, startup yang mencoba mendemokratisasi bisnis warung (dengan berbagai karakteristik) terus mendapatkan dukungan besar. Jika Wahyoo memilih fokus di warteg alias warung makan, kebanyakan fokus ke warung kelontong (berjualan kebutuhan harian). Rata-rata bentuk transformasinya juga sama, mempermudah pedagang mendapatkan stok, permodalan, hingga memungkinkan mereka menghadirkan produk finansial bagi para penggunanya.

Sebut saja Ula, startup baru debut mereka di tahun ini mengantongi dana $10 juta dari sejumlah investor. Misinya untuk efisienkan rantai pasokan FMCG di warung-warung. Ada juga Payfazz yang memilih fokus hadirkan layanan finansial kepada pemilik warung, mungkinkan warung melayani transaksi transfer dana, tarik dana, pinjaman, hingga pembelian produk-produk digital. Dan masih banyak pemain lainnya.

Warung adalah sebuah kultur yang melekat dengan masyarakat Indonesia, transaksi ritel berputar dengan kencang setiap harinya dan warung menjadi komponen ekonomi yang paling dekat dengan masyarakat dengan persebaran terluas. Kondisi ini menjadikan warung sebagai kanal yang ideal untuk melancarkan berbagai bisnis – menjangkau semua kalangan; di samping memberikan nilai lebih bagi pelaku usaha yang menggerakkan bisnisnya.

Application Information Will Show Up Here

Kargo Technologies Announces 504 Billion Rupiah Funding, to Provide Loan Access for Logistics Partners

The logistics marketplace connecting companies with truck services, Kargo Technologies, today (4/13) has announced US$31 million (around 504 billion Rupiah) funding in its Series A round. It was led by Silicon Valley based Tenaya Capital. Also participated in this round, Sequoia India, Intudo Ventures, Amatil X, Agaeti Convergence Ventures, Alter Global, and Mirae Asset Venture Investment.

In this round, Kargo manages to secure funding in the form of debt financing from banks and regional financial institutions. Previously, Kargo Technologies has announced its first investment from corporate venture capital (CVC) Amatil X.

In this seed stage, they also received funding worth of US$7.6 million (around 123 billion Rupiah) led by Sequoia India and some investors.

Funding for logistics

Kargo Technologies’ CEO, Tiger Fang said most of the funding will be prioritized for business operations and products development to adjust the current deployment situation of Covid-19. For truck owners, companies can help their cash flow with fast funding products, which are very much needed in the current circumstances.

For truck owners who want to apply for additional business capital, they can access a special site by Kargo Technologies. This is expected to help the cash flow of logistics partners related to their business capital, for most of the truck owners are only paid about 3 months later.

The company also fueled the Logistics Relief Fund movement by encouraging all employees to contribute some from their salaries. The Logistics Aid Fund will be used to assist logistic carriers and ensure no interruptions in the daily goods delivery in Indonesia.

“We are grateful for our investors who continue to provide extraordinary support amid a period of financial uncertainty. Kargo promises to be the most reliable logistics partner to ensure there are no disruptions in the supply chain of basic goods in Indonesia. Our company has donated part of our salary to “this problem and we also invite businesses and other local organizations to contact us, therefore we can solve this problem together,” Tiger said.

In order to minimize physical contact, Kargo has applied the EPOD (Electronic Proof of Delivery) system. The feature can be found in its platform and it has less possibility for direct exchange of documents to reduce the risk of COVID-19 infection.

“Cargo technology has a unique selling value when logistics efficiency becomes very important in Indonesia. Starting from retail needs stock with minimal physical contact or facilitating e-commerce transactions throughout the country, we believe that Kargo is able to solve this problem,” Kargo’s CTO, Yodi Aditya said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kantongi Pendanaan 504 Miliar Rupiah, Kargo Technologies Berikan Akses Permodalan untuk Mitra Logistik

Marketplace logistik yang menghubungkan perusahaan dan layanan penyedia truk, Kargo Technologies, hari ini (13/4) mengumumkan telah mendapatkan pendanaan sebesar US$31 juta (sekitar 504 miliar rupiah) dalam putaran seri A. Investasi ini dipimpin oleh Tenaya Capital asal Silicon Valley. Grup investor yang juga turut berpartisipasi  ialah Sequoia India, Intudo Ventures, Amatil X, Agaeti Convergence Ventures, Alter Global, dan Mirae Asset Venture Investment.

Dalam putaran pendanaan ini, Kargo juga berhasil mendapatkan pendanaan berbasis hutang (debt financing) dari sejumlah bank dan institusi finansial regional. Sebelumnya Kargo technologies juga mengumumkan perolehan investasi yang pertama dari corporate venture capital (CVC) Amatil X.

Di tahap awal, mereka juga telah menerima pendanaan sebesar US$7,6 juta (sekitar 123 miliar rupiah) yang dipimpin oleh Sequoia India dan sejumlah investor.

Berikan pendanaan kepada mitra logistik

CEO Kargo Technologies Tiger Fang mengungkapkan, sebagian besar pendanaan tersebut akan digunakan untuk memprioritaskan operasional bisnis dan mengembangkan produk menyesuaikan situasi penyebaran Covid-19 saat ini. Untuk pemilik truk, perusahaan dapat membantu cash flow mereka dengan produk pendanaan cepat, yang sangat dibutuhkan dalam keadaan seperti saat ini.

Bagi pemilik truk yang ingin mengajukan tambahan permodalan usaha, bisa mengakses situs khusus yang disediakan oleh Kargo Technologies. Hal ini diharapkan bisa membantu cash flow para mitra logistik terkait dengan modal bisnis mereka, karena kebanyakan para pemilik truk tersebut baru dibayar sekitar 3 bulan kemudian.

Perusahaan juga membiayai gerakan Dana Bantuan Logistik (Logistics Relief Fund) dengan menghimbau seluruh karyawan untuk turut serta mengontribusikan sebagian gaji mereka. Dana Bantuan Logistik akan digunakan untuk membantu para pengangkut logistik dan memastikan tidak adanya gangguan dalam pengiriman barang pokok di Indonesia.

“Kami bersyukur atas investor kami yang tetap memberikan dukungan luar biasa di tengah masa ketidakpastian finansial. Kargo berjanji akan menjadi mitra logistik yang paling dapat diandalkan untuk memastikan tidak adanya gangguan dalam rantai pasokan barang pokok di Indonesia. Perusahaan kami telah mendonasikan sebagian dari gaji kami untuk masalah ini dan kami juga turut mengundang bisnis dan organisasi lokal lainnya untuk menghubungi kami agar kita bisa menyelesaikan masalah ini bersama-sama,” kata Tiger.

Guna meminimalisir terjadinya kontak fisik, Kargo juga telah mengimplementasikan sistem EPOD (Electronic Proof of Delivery) dalam mekanisme pengiriman. Fitur yang dapat ditemukan dalam platform Kargo ini juga memungkinkan mengurangi adanya pertukaran dokumen secara langsung untuk mengurangi risiko infeksi COVID-19.

“Teknologi Kargo memiliki nilai jual unik di saat efisiensi logistik menjadi sangat penting di Indonesia. Mulai dari menjaga jumlah stok kebutuhan ritel dengan kontak fisik seminimal mungkin atau memperlancar transaksi e-commerce di seluruh penjuru negeri, kami percaya bahwa Kargo mampu menyelesaikan masalah ini,” kata CTO Kargo Yodi Aditya.

Application Information Will Show Up Here

Coca-Cola’s CVC, “Amatil X” Pours Its First Investment to Kargo Technology

After its official launch in early 2019, Coca-Cola Amatil Indonesia (Amatil Indonesia) through the Amatil X corporate venture capital (CVC) initiative, has established strategic partnerships with some startups in Indonesia.

The latest collaboration is with Kargo Technologies, it is said to help them expand the business strategy and logistics digitization process in Indonesia. This collaboration also led to Amatil X’s first investment in Indonesian startups, which is expected to improve Amatil’s overall logistics capabilities.

“As the main support behind Indonesia’s favorite beverage brand, we believe that our investment in Kargo Technologies will support Amatil Indonesia’s ambition to become a leading player in Indonesia’s digital ecosystem,” Coca-Cola Amatil Indonesia’s President Director Kadir Gunduz said.

There is no further detail on the investment value provided by Amatil X to Kargo Technologies. However, adjusting its commitment, Amatil X not only enhances the company’s competitive advantage through CVC, but also wants to help and work with local startups that are in line with Amatil Indonesia’s business.

“Currently, Amatil X is focused on investing in startups that offer innovations for consumer product sales strategies, beverage deliveries, help customers grow and reduce their impact on the environment. Amatil X also looking for startups that can support the company’s efforts to solve business challenges and help improve customer service better,” Head of Amatil X, Coca-Cola Amatil Alix Rimington said.

Tighten up logistics service and optimizing supply chain

Kargo Technologies team and management
Kargo Technologies team and management

As Kargo Technologies‘ CEO, Tiger Fang said, technology-supported logistics is a proven trend in other markets, including India, China and the United States. He also welcomed this strategic partnership and hopes to work with Amatil Indonesia to better digitize and optimize their supply chains in Indonesia.

Later, the funding provided by Amatil X will be used by the company to meet the logistical needs needed by Coca Cola Amatil and improve the efficiency of logistics operations with technology owned by Kargo Technologies.

Founded by the former Country Manager of Uber Indonesia Tiger Fang (CEO) and Yodi Aditya (CTO), Kargo Technologies sees the problem of trucks gone home unloaded after delivery at production centers. Kargo Technologies hopes to minimize this while meeting the needs of e-commerce and FMCG companies.

In particular, the company offers a mobile-based platform, on the Android platform to make it easier for users and sender companies to interact and monitor shipment movements in real-time.

“Kargo Technologies connects businesses and their shipping needs with trucking companies that own vehicles, with available cargo space nearby. Most importantly, Kargo can take a lot of cargo for backhaul. It means, trucks can return with fewer empty loads, therefore, enabling them to maximize revenue and distribute funds better,” Tiger said.

Kargo Technologies is a logistics marketplace that connects companies and truck service providers. In the middle of last year, they obtained funding of $7.6 million (more than 107 billion Rupiah) led by Sequoia India and the 10100 Fund – the latter one was founded by Uber Co-Founder Travis Kalanick.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

CVC Milik Coca-Cola “Amatil X” Kucurkan Investasi Pertamanya ke Kargo Technologies

Setelah resmi meluncur awal tahun 2019 lalu, Coca-Cola Amatil Indonesia (Amatil Indonesia) melalui inisiatif corporate venture capital (CVC) Amatil X, telah menjalin kerja sama strategis dengan startup di Indonesia.

Kolaborasi terbaru yang diumumkan adalah dengan Kargo Technologies, dilakukan untuk membantu memperluas strategi bisnis dan proses digitalisasi logistik di Indonesia. Kerja sama ini turut membuahkan investasi pertama Amatil X kepada startup Indonesia, yang diharapkan bisa meningkatkan kemampuan logistik Amatil secara keseluruhan.

“Sebagai kekuatan di balik merek minuman favorit Indonesia, kami percaya bahwa investasi kami di Kargo Technologies akan mendukung ambisi Amatil Indonesia untuk menjadi pemain terkemuka dalam ekosistem digital di Indonesia,” kata Presiden Direktur Coca-Cola Amatil Indonesia Kadir Gunduz.

Tidak disebutkan lebih lanjut berapa nilai investasi yang diberikan Amatil X kepada Kargo Technologies. Namun menyesuaikan komitmen mereka, Amatil X tidak hanya meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan melalui CVC, namun juga ingin membantu dan bekerja sama dengan startup lokal yang tepat untuk bisnis Amatil Indonesia.

“Saat ini, Amatil X fokus untuk melakukan investasi pada startup yang menawarkan inovasi untuk strategi penjualan produk pada konsumen, pengiriman minuman, membantu pelanggan untuk tumbuh dan mengurangi dampak pada lingkungan. Amatil X juga mencari startup yang dapat mendukung upaya perusahaan dalam menyelesaikan tantangan bisnis dan membantu meningkatkan pelayanan pelanggan dengan lebih baik,” kata Head of Amatil X, Coca-Cola Amatil Alix Rimington.

Memperkuat logistik dan mengoptimalkan rantai pasokan

Tim dan manajemen Kargo Technologies
Tim dan manajemen Kargo Technologies

Menurut CEO Kargo Technologies Tiger Fang, logistik yang didukung teknologi merupakan tren yang telah terbukti di pasar lain, termasuk India, Tiongkok, dan Amerika Serikat. Pihaknya juga menyambut baik kerja sama strategis ini dan berharap dapat bekerja dengan Amatil Indonesia untuk lebih mendigitalkan dan mengoptimalkan rantai pasokan mereka di Indonesia.

Nantinya pendanaan yang diberikan oleh Amatil X akan digunakan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan logistik yang dibutuhkan oleh Coca Cola Amatil serta meningkatkan efisiensi operasional logistik tersebut dengan teknologi milik Kargo Technologies.

Didirikan oleh mantan Country Manager Uber Indonesia Tiger Fang (CEO) dan Yodi Aditya (CTO), Kargo Technologies melihat permasalahan selama ini truk pulang tanpa muatan setelah pengantaran di sentra-sentra produksi. Kargo Technologies berharap bisa meminimalisir hal ini sambil memenuhi kebutuhan perusahaan-perusahaan e-commerce dan FMCG.

Secara khusus perusahaan menawarkan platform berbasis mobile, di platform Android untuk memudahkan perusahaan pengguna dan pengirim berinteraksi dan memantau pergerakan kiriman secara real time.

“Kargo Technologies menghubungkan bisnis dan kebutuhan pengiriman mereka dengan perusahaan angkutan truk yang memiliki kendaraan, dengan ruang kargo yang tersedia di dekatnya. Hal yang terpenting, Kargo dapat mengambil banyak muatan untuk backhaul. Artinya, truk dapat kembali dengan muatan kosong yang lebih sedikit, sehingga memungkinkan mereka untuk memaksimalkan pendapatan dan mendistribusikan biaya dengan lebih baik,” kata Tiger.

Kargo Technologies merupakan marketplace logistik yang menghubungkan perusahaan dan layanan penyedia truk. Pertengahan tahun lalu mereka perolehan pendanaan senilai $7,6 juta (lebih dari 107 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Sequoia India dan 10100 Fund — yang terakhir ini didirikan oleh Co-Founder Uber Travis Kalanick.

Application Information Will Show Up Here

A Kaleidoscope of Strategic Corporate Acts in 2019

The disruptive era has been driven not only by the startup industry. In recent years, a number of large-scale corporations have taken part in developing the digital ecosystem in Indonesia.

Moreover, innovation development within the scope of the corporation or corporate innovation will come back to its main goal, a sustainable business.

The year 2019 highlighted some strategic steps with various instruments, from internal innovation incubation, collaboration with startups, and the rise of venture capitals.

DailySocial summarizes the most engaging corporate actions of some sectors within the year of 2019 as follows:

A synergy of state-owned e-money products

Last year begins with Telkomsel’s e-money service transformation, Tcash, to LinkAja. This is said to be the former SOE Minister Rini Soemarno’s initiative who wants to put state-owned e-money companies altogether into one platform.

Tcash is considered to have the most ready ecosystem at that time than any other SOE e-money, therefore, It was designated as an “embryo” for the LinkAja platform. This is quite a surprising decision since Tcash plans to become an agnostic e-money service and spin off from Telkomsel in the mid-2018.

Meanwhile, LinkAja has been announced and started rolling in February. In fact, it was officially launched in the middle of the year due to the long-await for the integration of all SOE e-money to be completed.

It is to be highlighted that LinkAja is the result of a joint venture of state-owned companies in which 25% of the shares owned by Telkomsel, 20% each for Mandiri, BRI and BNI, BTN, Pertamina with 7%, and Jiwasraya Insurance also involved with 1%.

Prior to this, LinkAja positioned itself as e-money for daily basis. Therefore, this joint venture – to be followed by other shareholders – is considered to fasten the acceleration for the company’s use case, such as transportation and gasoline purchases.

Collaboration and Innovation

Innovation and collaboration between corporations and startups have made the news in 2019. It indicates a number of business sectors have realized the power of inclusiveness towards Indonesia’s digital business development.

As an example, Gojek officially partners with Indonesian Railways (KAI) to support the integration of digital ecosystems and railroad services through orders and payments in one transaction. In this case, Gojek is the first and last-mile provider, while KAI acts as the middle mile provider.

Next, BRI kicked off the market through its collaboration with Traveloka through the “PayLater Card” launching. This co-branding partnership allows users to transact at offline and online merchants in 53 million locations worldwide and receive payments by VISA.

In late 2019, BRI is to increase its digital service portfolio by launching a BRI Ceria virtual credit card that provides loans starting from Rp500 thousand to Rp1 million. The app-based service aims for BRI customers in the underbanked segment.

In terms of telco, Telkomsel initiated another breakthrough by launching the first digital app-based cellular service product by.U. It’s called digital-based for all activities of purchase, registration, and use are fully carried out in the application.

It was internally incubated and developed through MVP, the by.U service has become Telkomsel’s strategic “weapon” to win the market in the digital era. In fact, by.U is targeting gen Z for their digital literacy and unwillingness to be “regulated” for data packages.

The rise of Corporate Venture Capitals

2019 highlights the aggressive penetration of Corporate Venture Capital (CVC). In our observation, there are four new CVCs established to capture great opportunities in the Indonesian digital industry. They include Amatil X (Coca Cola Amatil), Telkomsel Mitra Inovasi / TMI (Telkomsel), BRI Ventures (BRI), and Sarana Papua Ventura (BTN).

Furthermore, DailySocial also highlighted Nicko Widjaja‘s transfer from MDI Ventures to be the head of BRI Ventures. Nicko’s appointment as CEO is expected to bring a new success story in the coming year.

Broadly speaking, each CVC targets a different business vertical, depending on the demand and values ​​of the company’s business development. Likewise, the funding stage. For example, TMI is currently aiming for early-stage and BRI Ventures will focus on growth and late-stage startups.

In addition to the CVC, Telkom Group has recently added more to its managed funds by launching the Centauri Fund.  The new strategy is a joint venture between the telco giant with KB Financial Group, which is one of the largest banks in South Korea.

Expecting the next strategic step in 2020

Through the summarize of various corporate actions above, we can draw a common thread that inclusiveness will be the main key for players – whoever are both corporations and startups – in driving the development of the digital ecosystem in the future.

Collaboration will be more aggressive and there are more innovations to arrive. A number of Indonesian corporates have realized the power of innovation and digital transformation. Some of those, such as BRI and Telkomsel, have prepared themselves to start a new chapter in 2020.

Moreover, in line with the more mature startup ecosystem, the VC industry will be more selective for its investment. The investment climate is predicted to increase. However, we are likely to see a decrease in the initial funding.

For some reason, both CVC and VC will be more focused on growth and late-stage funding. Aside from minimizing risk — learn from the previous years — startups must have clear traction, scale-up, and monetizing plans.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kaleidoskop Aksi Korporasi Strategis di Sepanjang 2019

Era disruptif sesungguhnya tak hanya didorong oleh industri startup. Faktanya sejumlah korporasi berskala besar turut ambil bagian dalam pengembangan ekosistem digital di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

Walau demikian, pengembangan inovasi di lingkup korporasi atau corporate innovation akan kembali mengacu pada tujuan utamanya, yakni kelangsungan bisnis untuk jangka panjang.

Tahun 2019 menandai ramainya sejumlah langkah strategis dengan instrumen bervariasi, mulai dari inkubasi inovasi internal, kolaborasi dengan startup, hingga pembentukan pemodal ventura.

DailySocial merangkum berbagai aksi korporasi menarik dari beberapa sektor industri di sepanjang 2019 berikut ini:

Sinergi besar-besaran e-money BUMN

Tahun 2019 diawali dengan transformasi layanan e-money Telkomsel, Tcash, menjadi LinkAja. Transformasi ini disebut sebagai inisiasi dari eks Menteri BUMN Rini Soemarno yang ingin menggabungkan seluruh e-money milik perusahaan pelat merah ke dalam satu platform.

Tcash dinilai punya ekosistem paling siap saat itu dibandingkan e-money BUMN yang lain sehingga Tcash ditetapkan sebagai “embrio” bagi platform LinkAja. Keputusan ini tentu cukup mengagetkan mengingat di pertengahan 2018, Tcash berencana untuk menjadi layanan e-money agnostik dan spin off dari Telkomsel.

Adapun, LinkAja diumumkan dan beroperasi pada Februari, namun baru diluncurkan secara resmi di pertengahan tahun karena menunggu integrasi seluruh e-money BUMN rampung.

Yang perlu digarisbawahi, LinkAja merupakan hasil kongsi perusahaan BUMN yang saat ini sahamnya dimiliki oleh Telkomsel sebesar 25 persen, Mandiri, BRI, dan BNI yang masing-masing menguasai 20 persen, BTN dan Pertamina 7 persen, serta Asuransi Jiwasraya 1 persen.

Sejak awal, LinkAja memposisikan diri sebagai e-money untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Maka itu, kongsi ini–dan akan bertambah dengan masuknya pemegang saham lain–dinilai akan memperkuat akselerasi use case yang disiapkan perusahaan, seperti transportasi dan pembelian bensin.

Kolaborasi dan inovasi

Inovasi dan kolaborasi antara korporasi dan startup mewarnai pemberitaan di sepanjang 2019. Ini menandakan sejumlah sektor bisnis telah menyadari pentingnya inklusivitas terhadap pengembangan bisnis digital di Indonesia.

Misalnya, Gojek resmi bermitra dengan Kereta Api Indonesia (KAI) untuk mendukung integrasi ekosistem digital dan layanan perkeretaapian melalui penerapan pesanan dan pembayaran dalam satu transaksi. Dalam hal ini, Gojek menjadi penyedia first mile dan last mile, sedangkan KAI sebagai penyedia middle mile.

Kemudian BRI menggebrak pasar lewat kolaborasinya dengan Traveloka lewat peluncuran kartu kredit “PayLater Card”. Kerja sama co-branding ini memungkinkan pengguna untuk bertransaksi di merchant offline dan online yang tersebar di 53 juta lokasi di seluruh dunia dan menerima pembayaran dengan VISA.

Di penghujung tahun 2019, BRI kembali menambah portfolio layanan digital dengan meluncurkan kartu kredit virtual BRI Ceria yang menyediakan pinjaman mulai dari Rp500 ribu-Rp1 juta. Layanan berbasis aplikasi ini hanya menyasar nasabah BRI di segmen underbanked.

Dari sektor telekomunikasi, Telkomsel juga membuat gebrakan baru dengan meluncurkan produk layanan seluler pertama berbasis aplikasi digital by.U. Disebut digital karena seluruh aktivitas pembelian, registrasi, dan pemakaian sepenuhnya dilakukan di aplikasi.

Diikubasi di internal dan dikembangkan secara MVP, layanan by.U menjadi “senjata” strategis Telkomsel untuk memenangkan pasar di era digital. Maka tak heran, by.U membidik generasi Z yang dianggap sudah melek digital dan tidak mau “diatur” dalam memilih paket.

Corporate Venture Capital paling bersinar

Tahun 2019 menyoroti agresifnya pembentukan Corporate Venture Capital (CVC). Menurut catatan kami, terdapat empat CVC baru yang didirikan untuk menangkap peluang besar di industri digital Indonesia. Mereka antara lain Amatil X (Coca Cola Amatil), Telkomsel Mitra Inovasi/TMI (Telkomsel), BRI Ventures (BRI), dan Sarana Papua Ventura (BTN).

Kemudian, DailySocial juga menyoroti kepindahan Nicko Widjaja dari MDI Ventures untuk menakhodai BRI Ventures. Penunjukkan Nicko sebagai CEO diharapkan membawa kisah kesuksesan baru di tahun mendatang.

Secara garis besar, setiap CVC memiliki target vertikal bisnis berbeda, tergantung dengan kebutuhan dan nilai yang diincar untuk pengembangan bisnis perusahaan. Demikian pula tahapan pendanaan. Misalnya, TMI saat ini membidik early-stage dan BRI Ventures akan fokus terhadap startup di growth dan late stage. 

Selain pembentukan CVC, Telkom Group baru-baru ini juga menambah dana kelolaan dengan membentuk Centauri Fund. Strategi dana kelolaan baru tersebut merupakan hasil kongsi raksasa telekomunikasi ini dengan KB Financial Group, yakni salah satu perusahaan bank terbesar di Korea Selatan.

Menantikan langkah strategis selanjutnya di 2020

Lewat rangkuman beragam aksi korporasi di atas, kami dapat menarik benang merah bahwa inklusivitas akan menjadi kunci utama bagi pemain—siapapun itu baik korporasi dan startup—dalam mendorong pengembangan ekosistem digital di masa depan.

Kolaborasi akan semakin agresif dan inovasi akan terus berdatangan. Sejumlah korporasi di Indonesia sudah menyadari pentingnya inovasi dan transformasi digital. Beberapa di antaranya, seperti BRI dan Telkomsel, telah mempersiapkan diri memulai babak baru di tahun 2020.

Di sisi lain, sejalan dengan semakin matangnya ekosistem startup, industri VC akan semakin selektif dalam memilih pendanaan. Iklim investasi memang diprediksi meningkat. Akan tetapi, kita tampaknya bakal melihat menurunnya fokus pendanaan tahap awal.

Baik CVC atau VC akan mulai lebih fokus membidik pendanaan growth dan late stage karena sejumlah alasan. Selain minim risiko—belajar dari pengalaman di tahun-tahun sebelumnya—startup memang harus memiliki traction, rencana scale up, dan monetisasi yang jelas.

Amatil X, “Corporate VC” dari Coca Cola Amatil, Resmi Masuk Indonesia

Coca Cola Amatil meresmikan corporate venture capital (CVC) Amatil X di Indonesia untuk membantu proses akselerasi startup lokal dan membangun kapabilitas kewirausahaan untuk karyawan internal lewat Amatil X Academy.

Presiden Direktur Coca Cola Amatil Indonesia Kadir Gunduz mengatakan, Amatil X adalah momentum penting bagi perjalanan transformasi Amatil Indonesia. Sejak beroperasi di Indonesia pada 1992, perusahaan terus berkomitmen untuk menggunakan sistem dan teknologi teranyar di setiap fasilitas manufakturnya. Adopsi teknologi itu sendiri mulai masif dilakukan pada 2015.

“Sebagai salah satu perusahaan penjualan, manufaktur, dan distribusi minuman terbesar di Indonesia, kami telah berinvestasi lebih dari US$1,6 miliar untuk memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat, termasuk dalam hal teknologi dan inisiatif pembangunan kapabilitas,” terangnya, kemarin (10/4).

Menurutnya, Amatil X tidak hanya meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan melalui CVC, namun juga membantu pihaknya dalam mengindentifikasi dan bekerja sama dengan startup lokal yang tepat untuk bisnis Amatil Indonesia.

Program Amatil X

Ada tiga hal yang akan dilakukan Amatil X di Indonesia. Yakni, memulai Amatil X Academy bersama akselerator dari Australia BlueChilli, kemitraan strategis dengan akselerator lokal Digitaraya untuk membuka peluang kerja sama dengan ekosistem startup, dan berinvestasi ke startup yang dapat mengakselerasi bisnis Amatil.

Group Director Partners & Growth Coca Cola Amatil Chris Sullivan menambahkan Amatil X pertama kali dimulai pada tahun lalu di Australia dan Selandia Baru. Hasilnya cukup menggembirakan, pihaknya telah berinvestasi untuk dua startup, yakni Tabsquare dan Doshii.

Amatil X akan mulai mencari startup lokal yang mampu membantu prioritas bisnis Coca Cola Amatil dalam hal on demand delivery, optimasi distribusi, analisa toko, dan kemasan ramah lingkungan. Sullivan untuk sementara enggan menyebut nominal dana yang disiapkan untuk berinvestasi ke startup lokal dan berapa banyak yang akan dibidik.

“Sudah ada dua investasi ke startup yang sudah kita berikan. Tidak ada batasan berapa startup yang kita bidik, namun kita yang akan scouting sendiri. Tahapan pendanaannya sekitar Seri A dan B, minimal startup sudah memiliki revenue, ada produk, dan pasar,” ujarnya.

Bulan April ini menjadi operasi perdana Amatil X dengan proyek awal bersama Coca Cola Amatil dan Digitaraya untuk mendukung industri FMCG. Digitaraya sendiri saat ini sedang melakukan batch terbaru khusus mengenai FMCG dan sudah memilih lima startup sebagai pesertanya, termasuk Foodizz, Hello Beauty, Pomona, dan Recharge.

“Saat ini ada lima startup FMCG dan batch-nya sudah berjalan, terpisah dengan Amatil X, namun Amatil menjadi pertama kalinya mensponsori batch. Ini solusi win win, jadi Amatil bisa masuk ke jaringan kita dan startup dapat mengembangkan pengetahuannya dari tim expert Amatil,” tambah VP of Strategy Digitaraya Nicole Yap.

Head of Disruptive Innovation & New Ventures Amatil X Alix Rimington menambahkan, pihaknya akan mencari sendiri startup mana saja yang layak diajak kerja sama dari setiap batch yang digelar Digitaraya.

Sebelum memulai batch FMCG ini, timnya sudah mulai lebih dahulu lewat batch AI dan women founders. Di situ, ada peluang kerja sama strategis yang bisa dilakukan antara kedua belah pihak, namun belum ada kemungkinan untuk keputusan berinvestasi.

Sullivan juga memastikan, setiap startup yang mendapat pendanaan dari Amatil X memungkinkan untuk dibantu untuk berekspansi ke pasar global. Hal tersebut yang saat ini dilakukan Tabsquare, startup teknologi restoran yang berbasis di Singapura dan mendapatkan pendanaan dari Amatil X tahun lalu. Pihak startup tersebut tengah mempelajari pasar di Australia.

“Kita senang bantu startup lokal untuk ekspansi ke negara lain di mana kita juga beroperasi secara global. Jika suatu startup lokal itu sukses di negaranya sendiri, kita percaya mereka juga bisa sukses di luar.”

Amatil X Academy

Sementara Amatil X Academy adalah program internal khusus untuk karyawan Amatil Indonesia. CEO BlueChilli Sebastien Eckersley-Maslin mengatakan, melalui program Amatil X Academy pihaknya akan membantu Coca Cola Amatil dalam mengidentifikasi para intrapreneur perusahaan dan memberi kesempatan untuk mengembangkan prototipe dan merintis gagasan selama enam bulan secara terstruktur.

Karyawan Amatil dapat memanfaatkan kesempatan tersebut, mengembangkan ide mereka menjadi kenyataan. Ditambah kebebasan untuk mengambil cuti tidak dibayar (unpaid leave) selama program berlangsung.

“Sebagai bagian dari kemitraan ini kami berkomitmen untuk membantu perusahaan terkemuka seperti Coca Cola Amatil menggunakan metodologi lean startup, sehingga dapat beradaptasi dalam menghadapi tantangan, berinovasi dengan cepat, dan mensinergikan strategi bisnis untuk masa depan,” kata Maslin.

Kehadiran program ini, secara otomatis menandakan mulainya ekspansi BlueChilli ke Indonesia. Operasionalnya akan berbasis di Digitaraya. BlueChilli akan perluas kehadirannya di pasar-pasar yang berbeda dalam 12 bulan ke depan.