Induk Perusahaan Modalku Dapatkan Pendanaan Seri B Senilai 344 Miliar Rupiah

Pengembang layanan peer-to-peer (p2p) lending Funding Societies atau dikenal sebagai indukModalku di Indonesia, mengumumkan perolehan pendanaan seri B senilai US$25 juta atau senilai 344 miliar rupiah. Pendanaan kali ini dipimpin oleh Softbank Ventures Korea, termasuk dukungan dari beberapa investor lainnya meliputi Sequoia India, Alpha JWC Ventures, Golden Gate Ventures, Qualgro dan LINE Ventures.

Perolehan Funding Societies menjadi pendanaan terbesar yang diterima platform p2p di Asia Tenggara. Funding Societies akan memfokuskan pendanaan ini untuk menguatkan visi layanan finansial inklusi di wilayah regional. Sejak didirikan tahun 2015 lalu, per awal tahun ini platform p2p lending tersebut berhasil membukukan lebih dari 60 ribu pinjaman.

“Kami berada dalam industri berbasis kepercayaan, dan kami bersyukur atas kepercayaan yang kami terima dari peminjam, UKM, mitra, regulator dan para investor. Kami akan terus membantu pertumbuhan UKM sebagai fokus pasar peminjam dan meningkatkan keuntungan bagi pemberi pinjaman. Bagi kami ini bukan sekedar bisnis, tapi misi membuat dampak positif di Asia Tenggara,” sambut Co-Founder & CEO Funding Societies Kelvin Teo.

Dalam kesempatan yang sama, Kelvin turut menyampaikan bahwa kunci pertumbuhan Funding Societies adalah dengan fokus dan konsistensi di pengembangan teknologi dan desain pada layanannya. Hal tersebut turut membawa Funding Societies menjadi platform pertama yang mengenalkan beberapa fitur canggih seperti E-Signing Contract atau Auto Investment Algorithm. Kekuatan tersebut membuat perusahaan berhasil menggaet berbagai pencapaian, salah satunya Modalku yang memenangkan Global SME Excellence Award.

Startup yang awalnya didirikan oleh Kelvin Teo dan Reynold Wijaya saat ini sudah mengakomodasi pasar pinjaman untuk UKM di wilayah Singapura, Indonesia dan Malaysia. Angka pinjaman sudah mencapai SG$100 juta yang difasilitasi melalui mekanisme crowdfunding. Sejak tahun 2016 pertumbuhannya tercatat mencapai 300 persen.

Pieter Kemps selaku Principal Sequoia India menyampaikan pendapatnya tentang Funding Societies. Sebelumnya mereka juga berperan memimpin untuk pendanaan seri A. Pieter mengatakan, “Pada masa-masa awal kami menyarankan agar mereka berfokus pada hal-hal mendasar: teknologi, produk, manajemen risiko, dan pemeliharaan buku pinjaman berkualitas tinggi. Mereka mengeksekusi semua bidang ini dengan integritas dan visi. Kami percaya sifat-sifat karakter ini akan membantu mereka membangun perusahaan menjadi besar dan bertahan lama.”

Application Information Will Show Up Here

Asosiasi Fintech Merasa “Diasingkan” OJK

Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) merasa “diasingkan” oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) jika dibandingkan perlakuannya terhadap lembaga jasa keuangan lainnya. Hal itu dipicu pernyataan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, pekan lalu (3/3), yang menuturkan penggunaan logo OJK tidak diperkenankan sebagai bentuk validasi kegiatan p2p lending.

Aftech menilai pernyataan Wimboh tersebut kontradiktif dengan POJK Nomor 77 Tahun 2016. Di dalam aturan tersebut, tepatnya pasal 35 ayat B, disebutkan bahwa perusahaan yang terdaftar harus mencantumkan logo OJK dalam kegiatan bisnisnya.

“Logo itu sejalan dengan POJK 77. Semua pemain yang terdaftar harus menampilkan logo. Bila melarang pencantuman logo, berarti bertolak belakang dengan landasan hukum yang diterbitkan oleh OJK sendiri,” ucap Wakil Ketua Aftech Adrian A. Gunadi, Selasa (6/3).

OJK berpendapat pelarangan pencantuman logo ini karena perusahaan fintech tidak dikategorikan sebagai lembaga keuangan. OJK tidak akan tanggung jawab jika nantinya ada perusahaan fintech yang bangkrut atau terjadi fraud.

Terkait hal tersebut, Adrian sepakat bahwa perusahaan p2p lending lebih tepat disebut sebagai penyedia layanan keuangan. OJK memang tidak menanggung risiko yang ditimbulkan kegiatan usahanya, namun pemain tetap memenuhi syarat dan ketentuan yang sama seperti lembaga keuangan formal yang telah beroperasi.

Contohnya perusahaan p2p lending diminta memenuhi standar setara ISO 27001 yang menjadi acuan perbankan.

“Saat susun POJK, perusahaan p2p lending jadi bagian yang tidak terpisahkan dengan lembaga keuangan formal, sebab dalam praktik bisnisnya kami tetap menstandarkan diri dengan lembaga keuangan yang sudah ada.”

Adrian melanjutkan, OJK sebaiknya memperketat pengawasannya daripada lepas tangan. Caranya dengan menguatkan aturan apa saja yang bisa didetailkan lewat aturan turunan untuk menentukan kesungguhan operasi dan kinerja sebuah usaha p2p lending.

Aturan turunan yang bisa ditelaah OJK adalah yang terkait dengan pembuatan tata kelola yang baik, transparansi transaksi, dan pelaporan yang melibatkan auditor independen.

Ada pula aturan tentang manajemen risiko yang tertata rapi untuk melindungi konsumen dan pelaku usaha, juga untuk menekan angka NPL. Kontrol yang baik dari regulator, sambungnya, akan otomatis menyeleksi pelaku usaha yang tidak sungguh-sungguh.

“Kegiatan usaha yang diatur dan dilindungi oleh regulasi OJK justru menjaga pelaku tekfin dari kemungkinan menyalahgunakan dana masyarakat. Mengingat penyaluran dananya dipantau melalui mekanisme perbankan. Potensi kolaborasi fintech dan institusi keuangan lainnya bahkan terus meningkat dalam waktu dekat.”

Sentil bunga tinggi

Selain menyinggung soal pencabutan logo OJK, Wimboh juga menyentil pemberian bunga yang relatif lebih tinggi daripada perbankan, sehingga menjulukinya dengan sebutan rentenir. Sebutan inu ditolak mentah-mentah oleh Aftech.

Adrian bilang p2p lending tidak beroperasi seperti rentenir yang memberikan pay day loan (bunga harian) kepada nasabahnya. P2p lending hadir karena didasari semangat inklusi keuangan dan besarnya kebutuhan masyarakat terhadap akses pinjaman dana.

Menurut Adrian, OJK perlu memahami lebih baik bahwa terdapat berbagai model bisnis fintech lending dengan segmentasi nasabah yang berbeda-beda. Dalam pemberian bunga, biasanya pemain merujuk pada tingkat bunga pinjaman bank atau lembaga keuangan lainnya.

Untuk fintech lending yang bergerak di usaha mikro seperti Amartha, benchmark-nya menggunakan BPR dengan standar bunga di kisaran 27%-28%. Sedangkan untuk lending di usaha menengah, seperti Investree, menggunakan benchmark di bank BUKU I dan II dengan kisaran bunga di kisaran 14%-15%.

“Sayang banget kalau OJK menggeneralisir. Bunga di p2p lending memang susah untuk ditentukan langsung oleh OJK karena segmen bisnis kami itu beda-beda.”

Bunga yang diberikan kepada penerima pinjaman, tidak masuk ke kantong perusahaan, melainkan langsung diterima pemberi pinjaman. Perusahaan lending itu sendiri hanya menerima pemasukan dari komisi yang berasal dari proyek yang berhasil didanai. Umumnya kisaran komisi yang diterima perusahaan sebesar 3%-5%.

“Kita dapat fee dari borrower untuk setiap proyek yang berhasil didanai, itu hak kita sebagai platform. Bunga kredit itu masuk langsung ke pemberi pinjaman.”

Aturan pembatasan bunga

Pasca disinggung OJK, Ketua Kelompok Kerja P2P Lending Aftech Reynold Wijaya menuturkan saat ini asosiasi sedang menyusun “Pedoman Perilaku Layanan Pinjam Meminjam Daring yang Bertanggung Jawab”. Rencananya pedoman ini akan dikeluarkan paling lambat April 2018 mendatang.

Dalam pedoman ini nantinya asosiasi akan menyepakati batas bunga pinjaman maksimal. Ada beberapa acuan yang dipakai untuk menentukan batas atas suku bunga kredit p2p lending, seperti bunga KTA di bank, multifinance, BPR, hingga bunga di bank BUKU I dan II.

“Kami akan buat cap pricing (batas bunga) berdasarkan subsektor. Misalnya batas (bunga) untuk kredit UMKM itu berapa persen dan untuk ke individu atau konsumen berapa persen,” ucap Reynold.

Dia melanjutkan, “Aftech terus berkomitmen dan bekerja secara intensif untuk mendukung terbentuknya regulasi yang bijak, baik dari sisi advokasi penyusunannya maupun dari sisi implementasi operasional, serta melakukan edukasi kepada publik agar mereka dapat bertransaksi dengan aman dan nyaman.”

Modalku Bidik Penyaluran Pembiayaan Hingga 3 Triliun Rupiah di Tahun 2018

Platform p2p lending Modalku menargetkan penyaluran pembiayaan secara regional mencapai Rp3 triliun, atau naik tiga kali lipat dari pencapaian di tahun lalu sebesar Rp1 triliun. Indonesia akan tetap menjadi negara kontributor utama Modalku, setelah Singapura dan Malaysia.

“Kami targetkan penyaluran pembiayaan tahun ini dapat tumbuh minimal dua atau tiga kali lipat dibanding tahun lalu. Kami semakin terdorong untuk menjadi lebih baik lagi di tahun 2018 agar dapat mendukung semakin banyak UMKM berpotensi, baik di Indonesia maupun Asia Tenggara,” terang Co-Founder dan CEO Modalku Reynold Wijaya kepada DailySocial, Rabu (10/1).

Reynold menerangkan, target pembiayaan ini akan digenjot lewat Indonesia sebagai pasar utama Modalku. Salah satu caranya dengan ekspansi daerah baru, Reynold memperkirakan setidaknya ada dua atau tiga daerah baru yang akan disasar. Sejauh ini bisnis Modalku di Indonesia, baru tersedia di Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya.

Ia juga mengungkapkan bahwa tidak menutup kemungkinan untuk membuka produk lending baru yang bergerak di bidang syariah. Kendati demikian, belum dipastikan kapan produk tersebut akan diluncurkan.

“Syariah adalah produk yang bagus, di mana kita sedang pikirkan. Tapi belum tahu kapan akan ada, but definetely considering.”

Meski target yang dibidik Modalku tahun ini melonjak drastis, tidak serta merta membuat perusahaan berencana untuk mencari pendanaan baru. Pasalnya, menurut Reynold, investasi yang diperoleh perusahaan dari Sequioa India masih tersedia dan cukup untuk jangka waktu panjang.

Sebelumnya, induk usaha Modalku, Funding Societies, memperoleh investasi seri A sebesar Rp100 miliar dipimpin oleh Sequoia India di 2016. Selain Sequioa, turut pula partisipasi para pakar Universitas Harvard dan investor terdahulu, Alpha JWC Ventures.

Kinerja Modalku

Berdasarkan kinerja tahun lalu, Modalku telah menyalurkan Rp1 triliun secara regional. Indonesia berkontribusi lebih dari 50% dari total penyaluran atau sekitar Rp520 miliar untuk 1400 UMKM lokal.

Untuk para pendana di Modalku, investor akan ditawarkan imbal hasil hingga 35% per tahun. Besaran pinjaman dimulai dari Rp1 juta dengan minimum deposit Rp10 juta. Sedangkan untuk para peminjam dana dapat mengajukan pinjaman antara Rp50 juta sampai Rp2 miliar, disesuaikan dengan kebutuhan usaha. Bunga yang ditawarkan mulai dari 12-26% per tahunnya.

Di luar soal kinerja, Modalku juga mengumumkan kolaborasi dengan startup agriculture marketplace TaniHub untuk menghadirkan solusi cashflow untuk petani. Serta, menggandeng Biro Kredit Pefindo sebagai lembaga pengelola informasi kredit.

Application Information Will Show Up Here

Layanan yang Membantu Berjualan di Era Digital

Saat ini banyak sekali startup yang menghadirkan solusi untuk masalah yang ada di sekitar kita. Jika Anda seorang penjual yang ingin berjualan offline maupun online dan membutuhkan bantuan kemajuan teknologi, berikut beberapa hal yang kini bisa dioptimalkan atau dimudahkan dengan adanya layanan-layanan dari startup atau yang dikenal sebagai perusahaan teknologi.

Kemudahan akses modal

Modal adalah sesuatu yang kerap menjadi masalah bagi bisnis dan para penjual, terlebih modal finansial. Secara konvensional para pebisnis mengandalkan layanan perbankan untuk mencari modal namun berkat teknologi digital modal bisa diakses dengan lebih mudah.

Layanan sepeti KoinWorks, Modalku, Sofis, Amartha hingga UangTeman merupakan layanan yang telah menghadirkan solusi untuk memudahkan mendapatkan modal. Para penjual bisa mengajukan pinjaman ke layanan-layanan tersebut dengan nominal yang bisa disesuaikan setelah penjual melengkapi berkas pengajuan pinjaman. Selain mudah layanan peminjaman yang dikenal dengan istilah peer to peer lending (P2P) memiliki fleksibilitas bentuk pinjaman termasuk memudahkan dalam membayar cicilan yang telah ditentukan. Semua bisa dilakukan di mana saja melalui teknologi digital yang dikembangkan layanan-layanan tersebut.

Pemasaran

Sebagai penjual, baik offline maupun online memasarkan produknya merupakan sebuah tantangan. Memilih strategi yang tepat untuk meningkatkan konversi dari target pemasaran menjadi pengguna adalah pekerjaan rumah yang tidak mudah. Butuh perhitungan, butuh alat dan butuh data-data yang valid untuk menghindarkan dari pemasaran yang sia-sia.

Dari sekian banyak cara memasarkan barang ada beberapa startup asal Indonesia yang memiliki solusi untuk pemasaran yang unik dan menjanjikan kualitas jangkauan yang baik. Layanan tersebut adalah layanan iklan yang dipasang di kendaraan, baik mobil atau motor. Namun untuk kemudahan pengelolaan dan pembayaran disuguhkan dalam bentuk dashboard digital yang bisa diakses dengan mudah sehingga pengelolaan iklan dan laporannya bisa terukur dengan baik.

Tercatat startup seperti Sticar, Promogo, StickEarn, Klana, HipCar memberikan opsi pemasaran atau iklan melalui armada mobil dari mitra yang tergabung di masing-masing. Sementara layanan sepeti Karsa menawarkan iklan yang ditempel di kendaraan roda dua.

Ada beberapa keunggulan yang ditawarkan masing-masing. Namun tiga hal utama yang ditawarkan yakni kemudahan pengajuan iklan, iklan yang bisa dipantau dan sistem laporan efektivitas iklan yang ditayangkan yang bisa jadi bahan pertimbangan penjual. Semua dikembangkan dengan pendekatan teknologi.

Contoh lain dari pemasaran yang berkembang di era teknologi adalah hadirnya media sosial. Facebook, Instagram, dan Twitter masih menjadi sarana yang cukup seru untuk menjangkau target pasar.

Penjualan dan pengelolaan barang

Berjualan offline maupun online tentu membutuhkan usaha yang cukup banyak untuk mendata atau mengelola barang dan menjualnya. Untuk memudahkan hal tersebut, dari segi administrasi atau pencatatan banyak startup asal Indonesia yang menghadirkan solusi yang bisa jadi pilihan.

Untuk mereka yang berjualan offline dan online, startup seperti Jubelio dan Jualio mungkin bisa menjadi pilihan. Jubelio misalnya, menyuguhkan layanan terintegrasi untuk memudahkan berjualan online di banyak tempat atau marketplace. Dengan Jubelio penjual bisa memantau dan mengelola jualan mereka di banyak marketplace sekaligus. Termasuk bagaimana mengelola barang-barang yang ada di gudang. Sistem real time yang ditawarkan juga sangat bermanfaat untuk sinkronisasi stok barang.

Solusi yang cukup menarik lainnya juga ditawarkan oleh Jualio. Mengusung konsep membantu penjual menjualkan barangnya Jualio memberikan solusi yang memungkinkan pengguna menjual dan bertransaksi melalu media sosial. Jualio di awal tahun ini bahkan dikabarkan tengah menyiapkan chatbot dan platform berjualan melalui instagram. Teknologi-teknologi yang tentu akan membantu para penjual-penjual di era digital.  Dan mungkin banyak lagi startup yang bermanfaat dalam hal pengelolaan barang dan penjualan yang muncul di kemudian hari.

Pencatatan dan operasional

Selain bermanfaat bagi penjual yang menjual barang secara online banyak juga startup asal Indonesia yang mendesain solusi untuk para penjual offline. Solusi tersebut kebanyakan hadir dari segi pencatatan atau administrasi dan operasional. Kebanyakan saat ini yang ada mulai menggunakan teknologi cloud untuk memudahkan integrasi apabila penjual memiliki cabang dan semacamnya. Sistem pencatatan atau administrasi penjualan sering juga disebut dengan Point of Sales (POS).

Di Indonesia produk POS ini sudah mulai banyak pilihan, tercatat nama-nama seperti NADIPOS, Jurnal, Zahir, Moka Pos, dan beberapa lainnya. Selain itu juga ada Turboly yang menyediakan sistem POS, stok, suplier, sistem akuntansi dan CRM (customer relationship management). Ada juga Sleekr yang menyediakan pilihan untuk menangani pengelolaan karyawan dan akuntansi. Atau Ukirama, startup yang menyuguhkan sistem ERP yang lengkap termasuk untuk urusan pembayaran karyawan.

Sistem POS dan beberapa fitur lainnya yang usung startup ini biasanya memudahkan para pengguna yang umumnya penjual untuk memantau penjualannya di lebih dari satu tempat atau cabang. Kemudahan itulah yang menjadi dasar keunggulan startup-startup di segmen POS.

Optimasi kepuasan pelanggan

Proses transaksi yang mudah mungkin menjadi kunci bagi para penjual. Untuk hal tersebut mungkin Prism masih menjadi unggulan. Menyediakan solusi chat to buy Prism memungkinkan pembeli membeli dan melakukan transaksi via chat. Ini tentu sangat efektif bagi penjual. Selain pengalaman pengguna pengelolaan transaksi juga dimudahkan. Salah satu keseriusan Prism di segmen ini adalah mengeluarkan aplikasi papan ketik untuk memudahkan pengelolaan nomor rekening yang bermanfaat bagi para penjual online. Fitur di papan tersebut bisa meringkas cara penjual menangani pembeli melalui smartphone mereka.

Startup lainnya yang tak kalah berguna untuk pembayaran adalah Flip. Konsepnya sederhana, Flip membantu para penjual memangkas biaya transfer antar bank. Selain berguna bagi penjual layanan ini juga bermanfaat bagi pembeli. Dengan Flip baik penjual maupun pembeli bisa menghemat untuk keperluan masing-masing.

Selanjutnya adalah pelayanan pelanggan, bagaimana penjual bisa tetap melayani pembeli 24 jam non stop. Salah satu teknologi terkini yang bisa diimplementasikan adalah teknologi chatbot. Dengan teknologi ini menjual bisa memberikan pengalaman bertransaksi melalui pesan singkat yang dilakukan secara otomatis kepada pelanggan. Pengalaman dan penghematan biaya menjadi salah satu keunggulannya.

Untuk berinvestasi di layanan ini butuh cukup pengetahuan dan biaya. Untuk itu ChatzBro dan juga EVA melihat ini sebagai peluang. Keduanya sama-sama menyuguhkan kemudahan bagi para penjual untuk membantun chatbot yang bisa diimplementasikan di beberapa platform pesan instan populer yang ada.

Fintech’s POJK Derivative Regulation: “Escrow Account” Is an Issue

In OJK’s Hearing Meeting (RDP) held on (11/22), to get viewpoint from industry related to derivative regulation draft (SE) of POJK No 77/2016 regarding the Implementation of IT-based Money Lending Service (LPMUBTI), one of the interesting point for industry player is the limit of escrow account and virtual account usage for organizers. Industry players propose the extension of p2p lending for escrow account users to 60 days, or a removal.

In POJK’s circular letter, mentioned the user’s maximal fund placement period which can not be used for money lending transaction to escrow account is seven working days.

Escrow account is a bank checking account on organizer’s name which is a deposit for specific purposes of debit and credit transaction from and to the IT-based money lending service users.

The organizer has no right to collect money from users in the form of deposit to escrow account as banking regulation.

Reynold Wijaya, Modalku’s CEO and Co-Founder, said regarding escrow account regulation, it is not beneficial for the p2p lending industry player. Changing it into 60 days will certainly give space for industry players.

For him, if the time extended, regulators are worried about money laundry. However, with that purpose, he’s afraid it is not possible. As no one wants to deposit money on escrow account without any interest.

“For seven days, is not an ideal period. This industry might not be growing,” he said.

As for banking also against the regulation. In seven days, they must divert funds to other banks. It will surely affect bank liquidity.

He added, the p2p lending business is 100% under the banking system. Therefore, he finds the regulator doesn’t need to add industry-burdening rules.

“p2p lending is alive by regulation but we can also drown by regulation. Please notice whether there is any objection”

Dickie Widjaja, Investree’s CIO said similar thing. For him, if there is any concern of inactive lender, a time-limit is necessary. However, whether regulator wants to set a limit, 60 days is enough.

Collecting Opinions

Related to industry player about escrow account, Hendrikus Passagi, OJK’s Organizing, Licensing and Controlling Director said the regulator will accommodate and consider some provisions which potentially burden the industry players.

“We always put transparent regulation of OJK. Every chapter we made always asks for player opinions. The existing draft has gone through a long process” he said.

From POJK fintech, at least six regulation will be included in the circular letter(SE). Regulator expects to complete all regulations no later than the end of this year.

“If the spirit is one [between regulator and industry players], OJK’s circular letter can be finished. If you asking how fast, as soon as possible, yes”

At least two new drafts is being asked for public opinion. First, on LPMUBTI’s implementation. Second, on LPMUBTI’s Registration, Licensing and Institutions.

A few discussed points in the LPMUBTI’s circular letter, among others are borrowing procedures and IT-based money lending service’s contract, risk mitigation, consumer protection and resolution mechanism.

Meanwhile, discussed points in LPMUBTI Registration, Licensing and Institution’s circular letter includes the requirements and procedures for organizer’s permission of registration, licensing as well as revocation of business license and ownership changes.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Aturan Turunan POJK Fintech: “Escrow Account” Jadi Isu

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang diadakan OJK, (22/11), untuk meminta masukan dari pelaku industri terkait draf aturan turunan (SE) dari POJK No 77/2016 tentang Penyelenggaraan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis TI (LPMUBTI), salah satu poin yang cukup menyita perhatian pelaku industri adalah batasan penggunaan escrow account dan virtual account bagi penyelenggara. Pelaku industri mengusulkan penggunaan escrow account dalam praktek p2p lending untuk diperpanjang jadi 60 hari atau dihapuskan.

Dalam draf surat edaran POJK, disebutkan jangka waktu maksimal penempatan dana dari pengguna yang tidak digunakan untuk transaksi pemberian pinjaman pada escrow account tidak melebih tujuh hari kerja.

Escrow account merupakan rekening giro di bank atas nama penyelenggara yang merupakan titipan dan digunakan untuk tujuan tertentu yaitu penerimaan dan pengeluaran dana dari dan kepada pengguna jasa penyelenggara pinjam meminjam uang berbasis TI.

Penyelenggara dilarang melakukan penghimpunan dana dari pengguna dalam bentuk simpanan pada escrow account sebagaimana diatur dalam aturan di perbankan.

CEO dan Co-Founder Modalku Reynold Wijaya menuturkan pihaknya merasa aturan escrow account tersebut dinilai kurang menguntungkan bagi pemain industri p2p lending. Setidaknya kalau bisa diubah menjadi 60 hari, tentunya akan memberi kelonggaran bagi pelaku industri.

Sebab menurutnya, jika waktu diperpanjang, regulator memang mengkhawatirkan terjadi risiko pencucian uang. Akan tetapi, jika tujuannya demikian, dia berpandangan itu tidak mungkin dilakukan. Pasalnya, tidak mungkin orang ingin mengendapkan uang di escrow account yang tidak memiliki bunga sama sekali.

“Kalau tetap tujuh hari, menurut saya kurang ideal. Bisa-bisa industri ini tidak bisa tumbuh,” katanya.

Sisi perbankan pun juga kurang setuju mengenai aturan tersebut. Sebab dalam kurun waktu tujuh hari, mereka harus mengalihkan dana ke bank lain. Tentunya hal tersebut akan mempengaruhi likuiditas perbankan.

Dia menambahkan, bisnis p2p lending itu sudah 100% tunduk di bawah sistem perbankan. Sehingga, mau tak mau mereka harus mematuhi aturan perbankan yang berlaku. Oleh karenanya, dia merasa regulator tidak perlu menambah aturan yang dinilai memberatkan industri.

“P2p lending itu hidup karena regulasi, tapi kita juga bisa mati karena regulasi. Kalau ada sesuatu yang menghambat coba diperhatikan lagi.”

Hal senada diungkapkan CIO Investree Dickie Widjaja. Menurutnya, apabila memang ada kekhawatiran lender tidak aktif, memang perlu pembatasan jangka waktu. Namun dia merasa, bila regulator memang ingin memberi batasan, 60 hari adalah jangka waktu yang cukup.

Kumpulkan masukan

Terkait usulan pelaku industri mengenai escrow account, Direktur Pengaturan, Perijinan, dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi menuturkan regulator akan menampung dan mempertimbangkan beberapa ketentuan yang berpotensi memberatkan pelaku industri.

“Dari OJK yang selalu kami kedepankan adalah buat aturan yang transparan. Setiap pasal yang kami buat selalu undang pelaku untuk memintai masukannya. Draf yang ada saat ini sudah melewati hasil diskusi yang panjang,” ujarnya.

Dari POJK fintech, menurutnya setidaknya bakal ada enam aturan turunan yang tertuang dalam bentuk surat edaran (SE). Regulator berharap dapat menyelesaikan seluruh aturan turunan tersebut sesegera mungkin sampai akhir tahun ini.

“Kalau semangatnya sama [antara regulator dan pelaku industri], SE OJK ini bisa selesai tahun ini. Kalau ditanya seberapa cepat, ya sesegera mungkin.”

Setidaknya baru ada dua draf yang sedang dimintai masukan oleh publik. Pertama, mengenai Penyelenggaraan LPMUBTI. Kedua, mengenai Pendaftaran, Perizinan, dan Kelembagaan LPMUBTI.

Poin-poin yang dibahas dalam SE Penyelenggaraan LPMUBTI, antara lain tata cara pinjam meminjam serta kontrak dalam penyelenggaraan layanan pinjam meminjam berbasis TI, mitigasi risiko, perlindungan konsumen, dan mekanisme penyelesaian sengketa.

Sementara, poin yang dibahas dalam SE Pendaftaran, Perizinan, dan Kelembagaan LPMUBTI meliputi persyaratan dan tata cara permohonan pendaftaran, perizinan, persetujuan penyelenggara, serta pencabutan izin usaha dan perubahan kepemilikan.

Pemain P2P Lending Telah Kucurkan Pinjaman Rp1,44 Triliun Hingga Agustus 2017

Data statistik internal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut jumlah dana yang telah disalurkan oleh pemain peer-to-peer (P2P) lending mencapai Rp1,44 triliun, tumbuh 496,51% atau senilai Rp242,48 miliar secara year-to-date (ytd) dibandingkan posisi pada Desember 2016. Angka perolehan tersebut merupakan akumulasi 22 perusahaan P2P lending yang telah mendapat surat tanda terdaftar dari OJK.

Kenaikan penyaluran pinjaman, menurut Hendrikus Passagi selaku Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech OJK, dipicu makin dikenalnya perusahaan p2p lending sebagai alternatif pemberi pinjaman sekaligus instrumen instrumen baru yang memiliki tingkat pengembalian yang kompetitif.

Selain itu, hal ini juga dipicu peningkatan kepercayaan konsumen terhadap status sektor usaha tersebut. Lantaran sudah diawasi oleh regulator dan memiliki regulasi yang mengatur aturan mainnya.

“Kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan P2P lending meningkat, tercermin dari hasil kinerja yang dicapai teman-teman kita,” terangnya saat diskusi panel yang diselenggarakan Modalku, kemarin (27/9).

Bila ditelusuri lebih dalam, dari total penyaluran tersebut mayoritas berasal dari Pulau Jawa dengan porsi 83,2% atau senilai Rp1,2 triliun. Sisanya, dikucurkan untuk peminjam di luar Pulau Jawa senilai Rp242,75 miliar.

Yang menarik, penyaluran untuk luar Pulau Jawa bila dibandingkan secara ytd mengalami pertumbuhan yang cukup drastis yakni 1694,98% dari sebelumnya Rp13,52 miliar. Ini menandakan masyarakat luar Pulau Jawa mulai melirik pinjaman dari perusahaan P2P lending sebagai alternatif sumber dana. Tingkat kepercayaannya pun mulai bertambah.

Bila dilihat dari total peminjam (borrower), angkanya mencapai 120.174 peminjam, tumbuh 136,27%. Porsi peminjam dari Pulau Jawa masih mendominasi dengan persentase 94,79% dengan angka 113.912 peminjam. Sisanya, sebanyak 6.145 berasal dari luar Pulau Jawa.

Adapun untuk pemberi pinjaman, hingga Agustus 2017 mencapai 48.034 orang, tumbuh 295,5%. Mayoritas dikuasai oleh pemberi pinjaman dari Pulau Jawa sebanyak 39.706 dan dari luar Pulau Jawa sebanyak 7.918.

Proses pendaftaran masih berlanjut

Selain memaparkan kinerja pemain P2P lending, Hendrikus juga mengungkapkan sebanyak 35 perusahaan tengah memproses permohonan pendaftaran. Sementara, yang menyatakan berminat sebanyak 22 perusahaan. Hingga kini, OJK telah memberikan surat tanda terdaftar ke 22 perusahaan.

Bila dirinci secara lokasi, dari 22 perusahaan terdaftar, 21 perusahaan diantaranya memiliki kantor yang berlokasi di Jabodetabek, sementara sisanya bertempat di Surabaya. Adapun dilihat dari status kepemilikan usaha, 14 perusahaan merupakan perusahaan milik lokal, sementara 8 perusahaan adalah milik asing.

OJK sendiri sebenarnya memutuskan untuk memperpanjang proses pendaftaran kepada pemain P2P lending sampai akhir tahun ini, dari batas waktu yang ditentukan pada tahap awal sampai 29 Juni 2017 sesuai isi POJK Nomor 77 Tahun 2016.

Setelah menerima surat tanda bukti terdaftar, dalam jangka waktu maksimal satu tahun perusahaan harus menaikkan modal disetor menjadi Rp2,5 miliar untuk mendapatkan izin usaha.

Modalku dan TaniHub Sajikan Solusi “Cashflow” untuk Petani Indonesia

Menyambut hari kemerdekaan Indonesia yang ke 70 dua startup tanah air mengumumkan kerja sama dalam rangka untuk mendukung sektor pertanian. TaniHub dan Modalku sepakat menjalin kerja sama untuk menyalurkan solusi cashflow agar petani Indonesia dapat mengembangkan usaha mereka lebih lanjut. Pengumuman ini berbarengan dengan diluncurkannya produk teranyar Modalku, Supply Chain Financing (SCF), di platform mereka.

Modalku adalah salah satu startup yang memberikan layanan peer-to-peer lending (P2P) di Indonesia, sedangkan TaniHub merupakan salah satu startup yang memiliki cita-cita untuk menyejahterakan para petani. Kombinasi keduanya diharapkan bisa memberikan dampak positif bagi sektor pertanian Indonesia.

COO Modalku Iwan Kurniawan menjelaskan kerja sama Modalku dan TaniHub mengemas solusi dalam bentuk aplikasi digital yang diharapkan lebih menguntungkan petani. Mereka tak lagi perlu bergantung pada tengkulak untuk memasarkan produk mereka.

CEO TaniHub Ivan Arie Sustiawan, di lain pihak, menyambut baik kerja sama ini. Menurutnya keberadaan dan dukungan Modalku sangat membantu pihak TaniHub dalam mengembangkan agribisnis digital, baik di pasar domestik maupun ekspor. Ivan juga berharap sinergi positif TaniHub dan Modalku bisa terus berlanjut dan meningkatkan kemajuan sektor pertanian Indonesia.

Berbarengan dengan pengumuman kerja sama ini, Modalku juga mengumumkan peluncuran produk supply chain financing (SCF). Sebuah solusi yang dapat membantu UMKM (kini juga mendukung petani, nelayan, dan peternak) untuk membayar tagihan supplier agar UMKM dapat lebih fokus mengatur usaha mereka.

Application Information Will Show Up Here

Modalku Bergabung dengan Forum IACPM untuk Mencapai Standar Kualitas Internasional

Modalku, salah satu layanan teknologi finansial yang mengusung model peer to peer (P2P) lending, mengumumkan telah bergabung dengan International Association of Credit Portofolio Managers (IACPM), sebuah forum yang berisi institusi keuangan berdiskusi dan berbagai mengenai praktek manajemen risiko kredit. Modalku juga menggandeng Terry Tse, mantan Chief Risk Officer Dianrong, platform P2P lending asal Tiongkok sebagai penasihat. Harapannya dengan bergabung dengan para pemain di industri yang sama di internasional, Modalku bisa memajukan standar, kualitas, dan kredibilitas platform mereka.

Disampaikan CEO Modalku Reynold Wijaya, saat ini Modalku tengah fokus mencapai standar internasional, bahkan dunia. Salah satu yang coba diusahakan adalah dengan selalu menegaskan komitmen terhadap perlindungan konsumen.

“Tim kami selalu menegaskan komitmen terhadap perlindungan konsumen. Platform Modalku melayani dua sisi, UMKM sebagai peminjam dan pencari alternatif investasi sebagai pemberi pinjaman. Kami mendukung UMKM Indonesia dengan pinjaman modal usaha, tetapi kami juga menjunjung tinggi tanggung jawab terhadap pemberi pinjaman.”

“Penilaian kredit kami ketat, kami hanya memberikan pinjaman ke UMKM berpotensi dan berkualitas agar risiko default lebih terkontrol. Menciptakan sistem credit assessment yang efektif merupakan prioritas utama kami,” lanjutnya.

Reynold juga menanggapi keanggotaan Modalku di forum IACPM. Menurutnya menjadi anggota IACPM adalah bukti keseriusan Modalku dalam menciptakan sistem credit assessment terbaik. Berada di forum yang sama dengan institusi keuangan dunia seperti Barclays, HSBC, Citigroup dan Goldman Sachs diharapkan Modalku bisa menggabungkan ilmu yang didapat dengan teknologi digital terbaru.

“Kami juga bangga karena ahli credit portfolio management sekaliber Terry Tse melihat potensi Modalku dan menjadi penasihat kami. Kedua hal ini akan meningkatkan keamanan aktivitas pemberi pinjaman di Modalku,” imbuhnya.

Application Information Will Show Up Here

Modalku Kini Sediakan Aplikasi Mobile untuk Investor

Layanan peer-to-peer lending Modalku mengumumkan ketersediaan aplikasi mobile yang bisa memudahkan investor mengalokasikan dananya. Aplikasi mobile ini sudah tersedia untuk platform iOS dan Android dan merupakan aplikasi kedua Modalku yang tersedia untuk publik. Sebelumnya Modalku memiliki aplikasi Modalku Dana Usaha yang ditujukan untuk kebutuhan peminjam.

Modalku mengklaim telah menyalurkan dana 215 miliar Rupiah ke 400 pinjaman UKM di Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Dalam bentuk Funding Societies, layanan p2p lending ini juga tersedia di Malaysia dan Singapura dan secara total telah menyalurkan dana sebesar lebih dari 500 miliar Rupiah.

Co-Founder dan CEO Modalku Reynold Wijaya menyebutkan saat ini risiko default melalui platform-nya di Indonesia hanya sekitar 0,1%, jauh lebih rendah ketimbang di Singapura yang mencapai 2%. Modalku sendiri resmi terdaftar di OJK per bulan Juni lalu.

Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi menyebutkan saat ini ada 165 layanan p2p lending yang sudah mendaftarkan diri ke OJK dan di Indonesia sendiri diharapkan ada 800 layanan agar bisa memenuhi tujuan inklusi finansial di seluruh pelosok Indonesia.

“Ketersediaan aplikasi mobile Modalku bagi pemberi pinjaman akan memperluas akses masyarakat untuk memberikan pinjaman atau peer-to-peer lending ke Pelaku Usaha Berkebutuhan Khusus (PUBERKU), antara lain seperti pelaku UKM di Indonesia,” ujar Hendrikus.

Tidak ada target khusus yang dicanangkan Modalku terkait ketersediaan aplikasi ini, meskipin demikian OJK disebutkan berharap dalam jangka waktu setahun sebuah layanan p2p lending bisa menyalurkan dana hingga 1 triliun Rupiah.

Untuk aplikasi mobile-nya sendiri, Reynold mengatakan ada beberapa fitur yang menjadi unggulan yang diharapkan bisa meningkatkan pengalaman pengguna. Selain faktor keamanan, seperti penggunaan sistem enkripsi dan akses login menggunakan sidik jari, pihaknya memberikan fitur “Pendanaan Otomatis” yang memungkinkan peminjam mendanai pinjaman UKM berdasarkan preferensi yang sudah ditentukan. Begitu ada pinjaman yang memenuhi kriteria, aplikasi bisa langsung memasukkan dana tanpa harus secara manual mengalokasikan dana tersebut.

“Modalku menawarkan win-win relationship bagi para pelanggan kami, baik UKM di Indonesia maupun pencari alternatif investasi. P2P lending, bila didukung dengan diversifikasi merupakan instrumen alternatif investasi yang menguntungkan. Melalui platform kami, pemberi pinjaman dapat mendanai UKM dengan jumlah Rp 1 juta per pinjaman. Mereka akan mendapatkan return menarik setiap bulan dengan risiko yang relatif terkontrol sebagai pengembalian. Aplikasi terbaru kami memudahkan dan memperbesar akses ke P2P lending bagi pencari alternatif investasi di Indonesia,” tutup Reynold.

Application Information Will Show Up Here