Cara Daftar Pelatihan Bisnis Digital bagi UMKM di Warko

Pesatnya pertumbuhan bisnis dan ketatnya persaingan pasar memaksa pelaku usaha untuk terus berinovasi dan beradaptasi dengan perkembangan bisnis yang ada. Pelaku usaha lantas ramai berbondong-bondong memperluas cakupan bisnisnya ke ranah digital agar tetap relevan di pasaran.

Saat ini banyak platform digital yang mendukung dan menyediakan solusi bagi UMKM agar dapat berekspansi ke ranah digital. Salah satunya adalah platform Warko, dengan layanan digitalisasi toko dan pelatihan bisnis digital bagi pelaku UMKM.

Warko sendiri merupakan perusahaan rintisan (startup) berbasis koperasi multi-pihak sejak 2019, yang fokus menjadi solusi bagi UMKM yang eksistensinya kian hari tergerus oleh ritel online.

Lantas, bagaimana cara UMKM bisa daftar pelatihan bisnis digital yang ditawarkan platform Warko? Berikut langkah-langkah dan penjelasannya.

Layanan Pelatihan Bisnis Digital Warko

Warko menawarkan layanan dimana pelaku UMKM dapat membuat toko online sendiri. Platform ini memungkinkan pelaku UMKM dapat menjual produk kebutuhan rumah tangga sehari-hari secara mudah tanpa harus bertemu langsung dengan pembeli.

Cara kerjanya yakni pelaku usaha kecil seperti warung, kios, toko dan pengemudi ojek dapat bergabung bersama Warko bukan hanya sebagai mitra, namun lebih jauh sebagai anggota koperasi.

Setelah melakukan pendaftaran, pelaku UMKM dapat menikmati berbagai fasilitas yang disediakan Warko. Di antaranya termasuk beberapa pelatihan bisnis digital, antara lain sebagai berikut:

  • Pelatihan Digital Marketing

Warko menyediakan layanan pelatihan digital marketing bagi UMKM yang bernama Ecourse Digital Marketing Mastermind. Pelatihan ini membahas tentang berbagai peluang, persiapan dan tools yang diperlukan dalam berbisnis di dunia digital.

Rincian pelatihan yang diberikan antara lain seperti: materi dasar digital marketing; produk yang bisa dijual; step by step memulai jualan dengan digital marketing; hal yang wajib dimiliki; digital marketing dan cuannya; advance digital marketing; skill yang harus dikuasi; the future of digital marketing; serta tools yang dibutuhkan sebagai penunjang digital marketing.

  • Pelatihan Membuat Website

Berikutnya, Warko juga menyediakan pelatihan pembuatan website yang disebut Ecourse Mahir Bikin Website. Di dalam kursus ini, pelaku UMKM akan diajarkan cara membuat website yang baik dalam waktu singkat.

Rincian pelatihan yang diberikan adalah mengenai apa itu website; pengertian domain dan hosting; memilih domain dan hosting yang tepat; instal domain dalam hosting; instal wordpress; penjelasan dasar menu wordpress; mengatur wordpress; instal tema wordpress; instal plugin penting; serta membuat landing page.

Langkah Mendaftar Pelatihan Bisnis Digital Warko

Bagi pelaku UMKM yang tertarik mendalami ilmu terkait bisnis digital dapat mendaftarkan diri secara gratis, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

  • Masuk ke laman resmi Warko (https://warko.id/warko-ver-2-0/).
  • Lihat ke paling bawah halaman utama, lalu klik ‘Daftar Sekarang’.
  • Lengkapi form pendaftaran.

  • Isi detail informasi usaha, mulai dari nama pemilik, nama usaha, jenis usaha/produk usaha, nomor handphone/WhatsApp dan alamat usaha.
  • Beri tahu asal asosiasi atau komunitas Anda bergabung, jika ada.

  • Lalu, kirim formulir.
  • Pendaftaran selesai dilakukan.

Setelah pendaftaran berhasil, pelaku UMKM akan tergabung sebagai member atau anggota koperasi Warko. Tak hanya dapat mengakses pelatihan bisnis digital, pelaku UMKM juga dapat berkesempatan menikmati layanan Warko lainnya.

Di antaranya seperti branding dan manajemen warung, aplikasi mobile untuk warung, warehousing untuk kebutuhan persediaan warung, hingga dashboard untuk memantau kinerja penjualan.

[Video] Penerapan Teknologi AR/VR di Platfrom “Online Course”

Tidak sekadar platform edtech biasa, Rolmo mencoba menjembatani kebutuhan online course dan besarnya permintaan tersebut saat ini dan kedepannya.

DailySocial bersama Founder Rolmo Jonathan Aditya membahas bagaimana Rolmo, sebagai platform online course, menghadirkan pakar di bidangnya menggunakan teknologi AR/VR sebagai diferensiasi di antara pemain di segmen ini yang semakin menjamur.

Untuk video menarik lainnya seputar startup dan teknologi, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV.

3 Kemampuan Teknologi Paling Dicari di Tahun 2021

Adaptasi teknologi dalam bisnis di berbagai industri membawa dampak yang luar biasa, terutama bagi dunia kerja. Banyak pekerjaan yang sebelumnya perlu dilakukan secara manual, kini dapat diautomasi dengan teknologi. Hal ini mengakibatkan hilangnya berbagai jenis pekerjaan, terutama yang sifatnya konvensional. Namun, adopsi teknologi sesungguhnya bukan ancaman, namun justru kesempatan. Sebab, di balik hilangnya pekerjaan manual, muncul pula berbagai pekerjaan baru di bidang teknologi digital yang justru semakin dicari oleh perusahaan.

Percepatan adaptasi teknologi dan automasi hanya akan menjadi ancaman bagi para individu yang tidak siap. Padahal, era teknologi pasti datang, entah kita suka atau tidak. Langkah yang paling tepat untuk menghadapi persaingan di era teknologi adalah membekali diri dengan berbagai kemampuan yang juga berhubungan dengan teknologi. Dengan kemampuan yang tepat dan dibutuhkan oleh banyak perusahaan, tentu kita dapat tetap bertahan dan memiliki kesempatan besar untuk bekerja.

Lalu, kemampuan teknologi seperti apa yang paling dicari di masa depan? Berikut beberapa di antaranya.

Cloud Computing

Transformasi digital menjadi jargon yang semakin sering digunakan oleh para pelaku bisnis di berbagai industri. Apalagi dengan terjadinya pandemi Covid-19 yang berlangsung secara global, percepatan transformasi digital untuk bisnis konvensional bukan hanya sekedar jargon, melainkan kebutuhan untuk dapat beradaptasi dengan situasi yang tidak memungkinkan jika hanya mengandalkan cara-cara lama untuk menjalankan operasional bisnis.

Salah satu bagian dari langkah transformasi digital adalah penggunaan cloud computing atau komputasi awan. Cloud computing menawarkan banyak keuntungan, terutama dari sisi efisiensi, efektivitas, dan fleksibilitas. Mulai dari biaya yang lebih terjangkau, enkripsi dan keamanan yang dapat diandalkan, kapasitas server yang tak terbatas, hingga integrasi dengan berbagai layanan cloud lainnya.

Memiliki kemampuan di bidang cloud computing akan membuka banyak kesempatan. Apalagi jika kamu juga memiliki sertifikasi seperti AWS Certification yang mampu memberikan nilai tambah bagi perkembangan karir kamu. Coba pelajari berbagai kursus online mengenai cloud computing dan persiapan ujian sertifikasi AWS berikut.

Cyber Security

Cyber security atau keamanan siber merupakan salah satu kemampuan teknologi yang banyak dicari, terutama di Indonesia. Menurut laporan 2020 State of Malware Report yang diterbitkan oleh Malwarebyte Labs, Indonesia merupakan lokasi dengan ancaman kasus kejahatan dunia maya tertinggi di wilayah Asia Pasifik.

Keamanan data perusahaan, terutama data pelanggan merupakan hal yang sangat penting. Kebocoran dan kehilangan data tidak hanya merugikan perusahaan dari segi operasional saja, tetapi juga dapat mempengaruhi reputasi dan kepercayaan pelanggan, sehingga banyak perusahaan menginvestasikan dana yang cukup besar untuk hal keamanan siber, baik dari segi infrastruktur maupun tenaga kerja.

Bagi kamu yang ingin mulai membekali diri dengan ilmu dan kemampuan di bidang cyber security, silakan mulai mencoba mengikuti kursus-kursus online berikut.

Data Science

Data merupakan hal yang begitu bernilai dalam menyusun langkah strategis sebuah bisnis. Bahkan saking berharganya, data dianggap sebagai “new currency” atau mata uang baru. Namun data yang berguna dan berharga bukanlah data mentah, melainkan data yang telah diolah dan menghasilkan pengetahuan dan wawasan yang bernilai dan dapat diaplikasikan untuk menyusun strategi bisnis.

Peran seorang data scientist adalah melakukan proses pengolahan data, dengan mengubah sejumlah besar data yang acak dan tidak terstruktur, sehingga menjadi informasi lengkap dan sistematis, serta dibutuhkan untuk kebutuhan analisis yang spesifik. Proses ini memerlukan keahlian dan dasar ilmu khusus, terutama di bidang matematika, statistik, dan pemrograman.

Mempelajari data science dapat menjadi bekal kamu untuk menghadapi persaingan dunia kerja di masa yang akan datang. Bagi kamu yang ingin mempelajarinya mulai saat ini, silakan mencoba berbagai kursus online berikut.

Tantangan dunia profesional di masa depan memang semakin menantang. Namun kita dapat memenangkan persaingan dengan meningkatkan kemampuan dan mempelajari berbagai hal baru. Namun di tengah kondisi pandemi seperti saat ini, kegiatan dan aktivitas di luar rumah sangat dibatasi. Maka, mengikuti kursus secara online merupakan langkah yang tepat untuk dilakukan untuk meningkatkan kemampuan kamu. Salah satunya lewat Udemy.

Udemy merupakan marketplace global untuk belajar dan mengajar online dengan pengguna lebih dari 35 juta orang yang telah mengikuti lebih dari 130.000 kursus dalam 65 bahasa lebih. Udemy hadir di Indonesia sejak 2019 dengan pelokalan fitur dan navigasi platform, penggunaan mata uang Rupiah, serta penambahan metode pembayaran.

Saat ini juga sudah ada lebih dari 500 kursus dalam bahasa Indonesia yang disampaikan oleh instruktur lokal. Kamu dapat mempelajari berbagai keterampilan, mulai dari programming, bisnis, marketing, personal development, sampai dengan hobi, yang dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja.

Udemy menawarkan promo khusus Cyber Week yang akan dilaksanakan pada 1 – 4 Desember 2020. Lewat penawaran khusus ini, kamu bisa mengikuti berbagai kursus dengan harga hanya Rp 149.000,- saja. Jangan lewatkan kesempatan emas untuk meningkatkan kemampuan kamu dengan harga lebih terjangkau. Daftarkan diri kamu segera di www.udemy.com

Disclosure: Artikel ini adalah konten bersponsor yang didukung oleh Udemy

The Story of Edtech Startups On Building A Critical Mindset

Zenius is one of the pioneers of the edtech platform in Indonesia, which still exists today. This startup always emphasizes its ambition to revolutionize the way of learning in school by planting critical and logical thinking. Therefore, future students will not become a generation of only memorizing stuff, but also capable to apply the knowledge in a daily life crisis.

In carrying out that mission, Zenius continues to evolve to provide content and adapt to the current times. For further details, #SelasaStartup this week (16/6) invites Chief Education Officer Zenius Sabda PS as the speaker. He brought insights from Zenius pioneering experiences, views of the industry, and plans for the future.

The beginning

Sabda said he started Zenius back in 2004, operational funds obtained by swiping his own credit card. There are no investors, such as venture capitalists, who are interested in funding. The first business model is to make offline tutoring. Therefore, the business turnover is crystal clear.

There are regular payments received in advance and he can directly teach students. This income is to be circulated for additional teachers and create recordings when the teachers idle. “In the beginning, We create content and sell the CD. We are yet to thought about the internet at all,” he said.

The following year, the team became more active in producing CDs containing analysis and discussion. Until 2008, the CDs sold were getting more varied. There is a complete CD package, therefore, no need to buy a single unit. In that year they also began to use the internet, however, it’s only limited to selling CDs.

“This is our historical moment on April 4, 2008, we launched the first exhibition in Jakarta and a website to sell CDs.”

In the first year of online selling, Zenius claimed to have obtained profits. He was determined the following year to develop the Zenius business online because there were still many Indonesian children who were not familiar with Zenius, although at that time internet access tended to be limited.

“Zenius can survive because we have the elements, not only what is important, but the right impact. When they buy content, is it really makes them smart? or not. As long as what we deliver can change the mindset, it seems like Zenius can be guaranteed [sustainable].”

Innovation and drastic changes in time of a pandemic

He added, the pandemic and quarantine situation rose up the edtech business. Zenius is one of the impacted players, and there are lessons to be learned from the current issue. Usually, Zenius traffic rises before nightfall when the students began studying. Nowadays, traffic is high all day, used not only by students but also by teachers and parents.

“There are many things, but most [of them] are nice to have. [For example] from the beginning of the school year, our user growth has increased by 12 times. The server jump, which usually crowded at night, is now high-traffic since morning. This becomes a problem for we must improve the capacity, however, it becomes an opportunity since the enthusiasm is high.”

In addition, Zenius also turn its services free, therefore, more Indonesian children can be “addicted” to learning. Sabda said this strategy has been actually sticking out since 2013. However, supporting “facilities” (re: the presence of the Gojek application, etc.) are yet to exist, therefore, it’s just realized.

He said many Zenius users are affected in terms of manner. It affects their paradigm about learning is changing, even addictive. The impact has not been widely applied to non-users. “When the brain has been upgraded, the more “addictive” to learn. That’s our way.”

This pandemic, he continued, is proof that it is time for the education industry to go hybrid. They will no longer focus on education in schools because information can now be obtained from anywhere. At home, everyone can still be productive. All assessments can be done digitally.

However, he also emphasizes that it does not mean the school is less important because humans need to socialize. He positioned the school as a place for discussion, brainstorming, debating, and other activities that require offline interaction.

“Such activities are more effective when experienced offline. However, the source of knowledge is everywhere.”

The latest services

Since starting operation from almost 16 years ago, Zenius has only been focusing on students from elementary to high school. Sabda said the team is preparing non-academic content that works to improve professional skills. “We’re getting there, the first thing to do was a matter of strategy.”

He gave an example, coding training is one that is required to improve skills. In his opinion, coding is a very helpful tool in growing critical thinking skills. Not only for creating applications, but coding can also grow logical thinking. When it comes to finding bugs, people need scientific methods, which can be helped through coding skills.

In terms of technology, Zenius is still preparing the use of machine learning technology and artificial intelligence to help companies distribute content in accordance with the user profiles.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Cerita Perjalanan Startup Edtech Menumbuhkan Pola Berpikir Kritis

Zenius merupakan salah satu pionir platform edtech di Indonesia yang hingga kini masih eksis. Startup ini selalu menekankan ambisinya yang ingin merevolusi cara belajar di sekolah dengan menanamkan cara berpikir kritis dan logis. Sehingga para pelajar di masa depannya tidak menjadi generasi penghafal, tapi mampu mengimplementasikan ilmu tersebut saat menghadapi masalah di dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam mengemban misi itu, Zenius terus berevolusi memberikan konten-konten dan menyesuaikannya dengan perkembangan zaman. Untuk mendalami ini, #SelasaStartup edisi pekan ini (16/6) mengundang Chief Education Officer Zenius Sabda PS sebagai pembicara. Dia memberikan berbagai insight mulai dari pengalaman merintis Zenius, pandangan terhadap industri, dan rencana ke depannya.

Perjalanan awal

Sabda bercerita, dia merintis Zenius pada 2004, dana operasionalnya diperoleh dari menggesek kartu kredit sendiri. Belum ada investor, semisal dari pemodal ventura, yang berminat mendanai. Model bisnis pertama yang diambil adalah membuat bimbingan belajar offline. Di sana perputaran bisnis di ranah ini sangat jelas.

Ada pembayaran yang rutin diterima di muka dan dia bisa langsung mengajar murid. Penghasilan ini dia putar untuk merekrut tambahan guru dan membuat rekaman saat guru-guru tersebut tidak mengajar. “Kita buat konten di awal-awal dan menjual CD-nya. Internet belum terpikir sama sekali,” katanya.

Setahun berikutnya, tim semakin giat memproduksi CD berisi pembahasan soal-soal. Bahkan hingga 2008, variasi CD yang dijual semakin lengkap. Ada yang berbentuk paket lengkap CD, sehingga tidak perlu beli satuan. Pada tahun itu juga mereka mulai memanfaatkan internet, tapi baru sebatas berjualan CD.

“Ini momen historical kita tanggal 4 April 2008, kita launch di pameran pertama di Jakarta dan kita launch website untuk jualan CD doang.”

Tahun pertama berjualan online, diklaim Zenius sudah cek untung. Dia pun mantap pada tahun berikutnya untuk mengembangkan bisnis Zenius secara online karena masih banyak anak Indonesia yang belum mengenal Zenius, kendati pada saat itu akses internet cenderung terbatas.

“Zenius bisa bertahan karena kita ada elemen, tidak hanya yang penting laku saja, tapi impact yang benar. Ketika mereka beli konten, memang beneran bikin cerdas atau enggak. Selama yang kita deliver itu bisa mengubah pola pikir, kayanya sih umur Zenius bisa terjamin [lebih lama].”

Inovasi dan perubahan drastis saat pandemi

Sabda melanjutkan, pandemi dan karantina membuat bisnis edtech melonjak tinggi. Kondisi ini juga dialami oleh Zenius, dan menjadi banyak pelajaran yang bisa dipetik dari kejadian ini. Biasanya trafik Zenius baru menanjak menjelang malam hari saat murid mulai belajar. Akan tetapi kini ramai sepanjang hari, digunakan tidak hanya oleh murid, tapi juga guru dan orang tua.

“Masalah dari kita ada banyak, tapi kebanyakan [sifatnya] nice to have. [Misalnya] dari awal tahun pelajaran, jumlah user kita naik 12x lipat. Server tiba-tiba jump, yang tadinya rame malam doang, tiba-tiba dari pagi full. Ini jadi problem karena kapasitasnya harus kita benerin, tapi jadi opportunity karena ternyata antusiasmenya tinggi.”

Di samping itu, Zenius juga menggratiskan layanannya agar semakin banyak anak Indonesia yang “ketagihan” belajar. Sabda bilang, sebenarnya strategi ini sudah mencuat sejak 2013. Akan tetapi, “fasilitas” pendukung (re: kehadiran aplikasi Gojek, dsb) belum ada, makanya sekarang baru terealisasi.

Menurutnya, selama ini banyak pengguna Zenius yang merasa terdampak dengan cara yang diajarkan. Efeknya paradigma mereka tentang belajar berubah, malah jadi ketagihan. Dampak itu belum dirasakan secara luas oleh non pengguna. “Ketika otaknya sudah ter-upgrade, makin “ketagihan” belajar kan. Itulah cara kita.”

Momentum pandemi ini, sambungnya, menjadi pembuktian bahwa sudah saatnya dunia pendidikan untuk hybrid. Tidak lagi berpaku pada pendidikan di sekolah karena informasi kini sudah bisa didapat dari mana saja. Dengan di rumah saja, tetap bisa produktif. Semua penilaian bisa dilakukan secara digital.

Akan tetapi, Sabda juga menekankan bahwa bukan berarti tidak butuh keberadaan sekolah karena manusia harus tetap bersosialisasi. Dia menempatkan sekolah sebagai tempat untuk berdiskusi, brainstorming, berdebat, dan kegiatan lainnya yang membutuhkan interaksi secara offline.

Setting kegiatan seperti itu masih lebih efektif bila dilakukan offline. Tapi sumber ilmu jadi bisa didapat dari mana pun.”

Layanan baru

Sejak beroperasi hampir 16 tahun lalu, Zenius baru fokus untuk anak sekolah dari jenjang SD sampai SMA. Sabda mengungkapkan, pihaknya sedang menyiapkan konten non akademik yang berfungsi meningkatkan keterampilan profesional. “Kita akan mengarah ke sana, masalah yang mana duluan itu urusan strategi.”

Dia mencontohkan, pelatihan coding merupakan salah satu yang dibutuhkan untuk meningkatkan keterampilan. Menurutnya, coding adalah alat yang sangat membantu dalam mengasah kemampuan berpikir kritis. Coding tidak hanya untuk membuat aplikasi, juga membuat logika lebih terasah. Ketika harus mencari bug, orang butuh metode ilmiah, yang bisa dibantu lewat kemampuan coding.

Dari segi teknologi, Zenius masih mempersiapkan penggunaan teknologi machine learning dan kecerdasan buatan untuk membantu perusahaan mendistribusikan konten sesuai dengan profil para pengguna.

Application Information Will Show Up Here

Mempertanyakan Efektivitas Kelas-kelas Daring Program Kartu Prakerja

Program kartu prakerja adalah salah satu kebijakan pemerintah yang paling mencuat selama pandemi Covid-19 berlangsung. Program ini awalnya dibuat murni untuk penduduk usia muda yang butuh kemampuan tambahan agar sesuai kebutuhan kerja. Komposisi pelatihan ini awalnya dirancang dilakukan secara tatap muka dan daring.

Namun wabah menempatkan pemerintah ke posisi dilematis sehingga mengubah komposisi tersebut menjadi sepenuhnya pelatihan daring dengan tambahan insentif tunai kepada peserta. Sejak program berlangsung, kritik meluncur deras terhadapnya. Selain dianggap tak tepat secara momentum, efektivitas program ini pun dipertanyakan.

Program kartu prakerja ini menggandeng sejumlah perusahaan digital mulai dari Ruangguru, MauBelajarApa, Sisnaker, Tokopedia, Bukalapak, HarukaEdu, PijarMahir, dan Sekolah.mu. Dari delapan mitra itu, hanya Sisnaker dan PijarMahir yang tercatat sebagai penyelenggara pelatihan dari pemerintah. Keberadaan nama-nama perusahaan teknologi sebagai penyelenggara lantas tak otomatis membuat seluruh konten di dalam program tersebut berkualitas.

Konten-konten ganjil

Ada beberapa konten pelatihan yang dinilai cukup absurd oleh banyak orang. Kesampingkan dulu soal urgensi program ini, sejumlah kelas pelatihan malah cenderung memperlihatkan program ini hanya hanya untuk mencari cuan semata.

Kita bisa menengok paket pelatihan ojek online yang dihargai Rp1 juta oleh SkillAcademy milik Ruangguru. Paket ini mencakup kelas perencanaan keuangan, teknik pelayanan, percakapan bahasa Inggris, teknik mengelola stres, hingga manajemen waktu agar lebih produktif dalam bekerja. Kelas-kelas tersebut dinilai mengada-ada ketika mayoritas gig worker seperti pengemudi transportasi online tak bisa lagi mengaspal karena minimnya permintaan.

Pelatihan lain yang tak kalah absurd seperti kelas membuat kroket ayam keju dari MauBelajarApa. Kelas seperti ini dihargai Rp400 ribu. Yang satu ini begitu absurd sehingga konten-konten memasak gratis ala Sobat Dapur dan William Gozali di YouTube seakan tak pernah ada.

Handini (25) merupakan salah satu peserta yang berhasil diterima dalam kebijakan kartu prakerja ini. Ia memilih paket sukses kerja sampingan dari SkillAcademy senilai Rp1 juta. Handini mengaku kecewa akan materi pelatihannya karena levelnya sangat basic. Hal itu jauh dari harapannya dari video pelatihan dengan banderol sebesar itu.

“Pelatihannya basic banget. Sepertinya saya bisa banyak menemukannya juga di beberapa situs lain secara gratis,” aku Handini.

Kedangkalan materi juga dirasakan oleh Anjas (21). Pemuda asal Depok ini mengambil paket pelatihan bahasa Inggris untuk menambah modal keahliannya ketika nanti kembali bekerja di industri perhotelan. Meskipun kualitas konten cukup baik, Anjas merasa jumlahnya jauh dari cukup. Ia pun berharap jumlah bantuan tunai dari program ini dapat lebih besar dari Rp600.000.

“Karena kalau lagi seperti ini yang lebih dibutuhkan tunainya dan skema jadwal pencairan dana insentifnya jangan terlalu lama,” tukas Anjas.

Aplikator terlalu diuntungkan

Kritik atas kebijakan kartu prakerja ini memang banyak. Namun sedikit yang dapat menerjemahkannya sebagai solusi alternatif. Muhammad Faiz Ghifari mungkin salah satunya. Pendiri startup Bubays ini punya tiga alasan mengkritik keberadaan kebijakan kartu prakerja. Pertama karena dana Rp5,6 triliun dari APBN untuk program ini kurang tepat ketika banyak kebutuhan lebih mendesak selama pandemi berlangsung.

Kritik kedua Faiz adalah label harga pelatihan di program ini. Faiz membandingkan program ini dengan kelas-kelas daring dari Coursera, edX, hingga Udacity yang sama sekali tak memungut biaya alias gratis. Ia ragu kualitas konten berbayar seperti di program kartu prakerja lebih baik dari kelas-kelas daring yang ia sebut tadi. “Saya pernah ambil course di beberapa startup platform yang bekerja sama dengan prakerja dan jujur cukup kecewa, materinya benar-benar seperti satu arah dan ceramah, padahal di edX/Coursera/Udacity forumnya sangat hidup,” ujar Faiz.

Kedua poin kritik di atas kemudian berujung pada timpangnya insentif yang diperoleh yang diterima oleh mitra penyelenggara dengan para peserta. Berbekal produksi video rekaman yang ia yakini sekitar Rp20 jutaan saja, Faiz meyakini mitra platform digital terlalu diuntungkan dalam kasus ini. Maka dari itu, Faiz dan seorang kawannya menciptakan inisiatif Gratisin Belajar. Padahal menurutnya tujuan kartu prakerja adalah mempersiapkan pekerja hingga benar-benar diterima industri, yang mana tak dilakukan oleh para mitra penyelenggara.

“Jadi di Gratisin Belajar kami coba cover tiga poin tersebut. Kita buat gratis, berkualitas, dan align antara kami sebagai platform dan industri,” ujar Faiz.

Tiba di momen yang salah

Meski menuai banyak kritik, kebijakan kartu prakerja bukannya sama sekali salah. Baik Anjas, Handini, maupun Faiz sama-sama menangkap niat baik dari program ini. Hanya saja eksekusi yang diburu-buru dan sensitivitas akan urgensi yang keliru membuat citra program ini lebih seakan blunder semata.

Jumlah pendaftar yang sudah lebih dari 9 juta orang mencerminkan sambutan masyarakat terhadap kebijakan ini. Anggaran pemerintah yang disedot pun membengkak pun membengkak menjadi Rp20 triliun untuk mengakomodasi jutaan peserta.

Kebijakan kartu prakerja ini memang salah satu agenda besar Presiden Joko Widodo di periode kedua menjabat. Kondisi darurat membuat pemerintah mengutak-atik program ini agar penyaluran insentif tunai bisa lebih besar dari rencana awal yang hanya Rp550.000.

Hal ini tak bisa menjadi alasan bagi pemerintah dan penyelenggara atas buruknya kualitas konten pelatihan serta nihilnya tolok ukur keberhasilan program ini.

“Bagaimana bisa mengukur program ini efektif atau enggak? Misalnya dari 160 ribu orang yang lolos tahap pertama, berapa persen yang bisa mendapatkan kesempatan kerja karena skill-nya ter-update?” ucap Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda (Hipmi) Ajib Hamdani seperti dikutip dari Tempo.

Progate Expands to Indonesia, Offering Online Service for Programming Lesson

On a mission to improve digital skills, Progate officially launch its online platform of programming lesson in Indonesia. Was founded in Japan in 2014, they offer premium learning channel for subscription. The material includes various topics, such as HTML & CSS, Javascript, SQL, React, NodeJS and many more that keeps updated.

Progate Indonesia’s Country Manager, Norman Ganto told DailySocial, the service intends to solve the digital talent gap in Indonesia, in which a few years ahead projected to require 9 million digital talents.

“We’re here to collaborate with various communities, institutions, companies, and provide alternatives for Indonesians to be able to learn coding with excitement independently and at very affordable prices, especially at times like this (appeals at home due to a pandemic).”

Progate has two types of packages, the basic and the plus package. The basic package is available in the free version, users can complete 1 lesson from each programming language, in 1 lesson there are a lot of theoretical and exercise material. When users get excited and to proceed to the next lesson, they can upgrade to the subscription plan. Currently, the platform is available with the Indonesian language option.

“A pleasant experience is the main focus of designing and developing Progate. One of the unique selling propositions is that the user does not have to set up or install anything to be able to start practicing the theory of coding that he just learned at Progate,” Norman said.

The edutech sector seems to have a good future in Indonesia, it was seen from investor’s optimism to fund business in the vertical. Last year, the centaur startup, Ruangguru, successfully secured a series C funding worth 1.2 trillion Rupiah. Other startups namely Zenius and HarukaEdu also managed to obtain follow-on funding.

Market openness to digital learning platforms is also the reason for some steady players expanding into Indonesia. In addition to Progate, there is also ELSA Speak  launched earlier this year, an application developed by the founder of Silicon Valley to help students maximize their English speaking abilities.

Strategic partnership

progate

In order to accelerate business growth and introduce the service to users. Progate has developed strategic partnerships. Among those are the digital talent recruitment platforms, Geekhunter and Glints. They also collaborated with Kemkominfo through the Digital Talent Scholarship program.

“In the Kominfo program, we’ve created a special curriculum with the more compact and comprehensive schedule. Therefore, participants can understand the basics of programming in HTML, CSS, and Javascript within 8 weeks,” Norman added.

In terms of operational, Progate has recruited full-time local team. Globally, they’ve acquired 1.3  million users. In addition to Indonesia and Japan, Progate also available in India.

Not only relying on high-quality material, but Progate also ensures the learning process to be thoughtful and comfortable for users with kinds of illustrations and animation to all users come from various classes and ages.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Ekspansi ke Indonesia, Progate Tawarkan Layanan Online untuk Belajar Pemrograman

Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan digital, Progate platform online belajar pemrograman resmi meluncur di Indonesia. Didirikan di Jepang tahun 2014, mereka tawarkan kanal pembelajaran premium yang bisa dilanggan. Materi belajar mencakup berbagai pembahasan seperti HTML & CSS, Javascript, SQL, React, NodeJS dan lainnya yang terus diperbaharui secara berkala.

Kepada DailySocial Country Manager Progate Indonesia Norman Ganto mengungkapkan, layanannya hadir untuk turut membantu Indonesia menyelesaikan tantangan digital talent gap, diperkirakan dalam beberapa tahun ke depan dibutuhkan 9 juta talenta digital di sini.

“Kami hadir untuk berkolaborasi dengan berbagai macam komunitas, institusi, perusahaan, dan memberikan alternatif bagi warga Indonesia untuk dapat belajar coding dengan seru secara mandiri dan harga sangat terjangkau, terutama di saat-saat seperti ini (himbauan di rumah karena pandemi).”

Progate memiliki dua tipe paket, yaitu paket dasar dan paket plus. Paket dasar dalam versi gratis, pengguna dapat menyelesaikan 1 pelajaran dari setiap bahasa pemrograman, di dalam 1 pelajaran ada banyak materi teori dan latihan. Jika pengguna ingin melanjutkan ke pelajaran selanjutnya, bisa meningkatkan ke opsi berlangganan. Saat ini platform sudah dilengkapi dengan pilihan Bahasa Indonesia.

“Pengalaman yang menyenangkan menjadi fokus dalam mendesain dan mengembangkan Progate. Salah satu unique selling proposition-nyaadalah pengguna tidak harus melakukan setup atau instal apapun untuk dapat memulai mempraktikkan teori coding yang dia baru pelajari di Progate,” kata Norman.

Di Indonesia sendiri, saat ini sudah ada beberapa platform online yang menyasar materi serupa, mulai dari yang premium hingga gratis. Misalnya portal CodeSaya yang sudah dirilis sejak tahun 2017, atau Kode.id yang dikembangkan lembaga kursus pemrograman Hacktiv8.

Sektor edutech tampak memiliki masa depan baik di Indonesia, salah satunya ditandai dengan kepercayaan investor untuk mendanai bisnis di vertikal tersebut. Tahun lalu startup centaur Ruangguru berhasil bukukan pendanaan seri C senilai 1,2 triliun Rupiah. Startup lainnya yakni Zenius dan HarukaEdu juga berhasil bukukan pendanaan lanjutan.

Keterbukaan pasar terhadap platform belajar digital juga menjadi alasan beberapa pemain mantap ekspansi ke Indonesia. Selain Progate, awal tahun ini juga ada ELSA Speak, aplikasi yang dikembangkan founder asal Silicon Valley untuk bantu pelajar maksimalkan kemampuan speaking Bahasa Inggris.

Menjalin kerja sama strategis

Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis dan memperkenalkan ke target pengguna, Progate telah menjalin kerja sama strategis. Di antaranya dengan startup perekrutan talenta digital Geekhunter dan Glints. Mereka juga telah menjalin kolaborasi dengan Kemkominfo, melalui program Digital Talent Scholarship.

“Program Kominfo ini sendiri kami membuat kurikulum spesial bersama yang lebih komprehensif dan compact. Sehingga peserta akan dapat mengerti dasar-dasar pemrograman HTML, CSS, dan Javascript dalam waktu 8 minggu,” kata Norman.

Untuk operasional, Prograte telah memiliki tim lokal yang bekerja secara fulltime. Secara global mereka memiliki jumlah pengguna hingga 1,3 juta. Selain Indonesia dan Jepang, Progate juga telah hadir di India.

Di samping mengedepankan kualitas materi, Progate berusaha memastikan proses belajar bisa dinikmati dan menyenangkan bagi para penggunanya dengan berbagai ilustrasi dan animasi yang menarik dan ramah untuk pengguna dari berbagai kalangan serta kelompok usia.

Upaya Vokraf Hadirkan Sumber Belajar untuk Talenta Industri Kreatif

Satu lagi layanan pembelajaran digital muncul di Indonesia. Diperkenalkan dengan nama Vokraf, platform pendidikan online yang berfokus pada peningkatan kemampuan talenta dengan keahlian yang dibutuhkan oleh industri kreatif.

Dikembangkan oleh Fina Silmi, Mahatma dan Dwi Grahantino; Vokraf menempatkan diri sebagai platform yang diharapkan bisa menjadi rujukan bagi anak muda belajar kemampuan yang dibutuhkan di dunia kreatif.

“Kami sungguh-sungguh dalam menyusun kurikulum untuk pembelajaran yang efektif. Kami meneliti materi-materi yang dibutuhkan oleh talent untuk bisa berkarya pada suatu profesi. Kami bekerja sama dengan expert, konten kami komprehensif. Ada practical assignment dari case study di real industry saat ini dan bisa dijadikan portofolio mereka. Selain itu, terdapat fitur feedback expert, pengguna bisa mendapatkan feedback dari para expert untuk practical assignment yang dia unggah di website,” terang Fina.

Vokraf sendiri aktif melakukan riset pasar sejak Mei 2019 dan baru meluncur penuh pada Oktober 2019. Sejauh ini sudah memiliki 4 rencana pembelajaranyakni copywriter, graphic designer, 3D animator dan YouTube content creator. Mereka juga menjalin kerja sama dengan The Little Giantz, salah satu perusahaan animasi di Indonesia.

Di Indonesia saat ini sudah banyak platform belajar yang memanfaatkan teknologi digital dan platform online. Ruangguru sudah memulainya dengan Skill Academy, ada juga Udemy yang sudah masuk ke pasar Indonesia, Hacktiv8 yang mulai meluncurkan Kode.id, HarukaEdu yang meluncurkan Pintaria, Dicoding dan layanan semacamnya.

Potensi industri ini sebenarnya masih cukup besar mengingat belum ada pemain yang mendominasi. Hanya saja untuk memastikan layanannya bermanfaat, kualitas pembelajaran dan sistemnya harus didesain dengan baik. Poin ini yang coba maksimalkan oleh Vokraf.

“Sejak diluncurkan, kami mendapatkan feedback positif dari pengguna. Mereka menemukan konten yang dibutuhkan. Sudah ada early paid users dan growth. Itu berdasarkan data. Tetapi yang paling penting, kenapa kami optimis bisa tumbuh menjadi besar adalah karena tim kami yang passionate, kompak, dan sangat gigih. Tim kami ingin memberikan yang terbaik untuk talent yang ingin masuk ke industri kreatif, dan kami juga ingin membantu perusahaan-perusahaan industri kreatif supaya grow dengan adanya supply talent yang skillnya memenuhi,” imbuh Fina.

Dari segi bisnis, Vokraf saat ini berjalan dari modal yang digelontorkan oleh angel investor. Sedangkan untuk meningkatkan pertumbuhan bisnisnya mereka memanfaatkan berbagai kanal media sosial. Fokus Vokraf saat ini adalah untuk memperbanyak konten melalui kerja sama dengan perusahaan yang bergerak di industri kreatif.

“[Kami] membuat lebih banyak career track, dan me-reach lebih banyak pengguna, sehingga semakin banyak orang yang mendapatkan ilmu dan manfaat,” tutup Fina.

Arkademi Terima Pendanaan Awal dari SOSV

Startup teknologi pendidikan (edutech) Arkademi mengumumkan pendanaan awal dari SOSV, sebuah venture capital berbasis di Amerika Serikat. Tidak disebutkan nominal pendanaan yang diterima, pihaknya hanya menyampaikan akan memanfaatkan modal tambahan ini untuk menjadikan perusahaan lebih agresif mengakuisisi mitra lembaga kursus.

Berdiri sejak tahun 2018, Arkademi menghadirkan pilihan berbagai macam kursus online terkait vokasi atau keahlian. Kegiatan belajar diselenggarakan mitra lembaga kursus terverifikasi.

Sejauh ini mereka sudah memiliki 50 kelas yang diikuti sekitar 25 ribu peserta didik. Target tahun 2020, mereka ingin menambah cakupan kursus menjadi 200 kelas melalui kerja sama dengan 150 mitra. Untuk pengguna diharapkan bisa bertambah sampai 200 ribu orang.

“Pada 2019 kemarin kami berhasil tumbuh 1400% YoY dalam GMV. Product market fit kami makin kuat dengan begitu banyaknya siswa di kelas-kelas kursus online berharga tinggi sekitar Rp1 juta. Selain itu kami juga meluncurkan versi pertama mobile app Android dan iOS yang langsung diadopsi dengan cepat oleh pengguna. Sedangkan daily active user ada di angka 4000+,” terang CEO Arkademi Hilman Fajrian.

Lebih jauh Hilman menerangkan, dengan pendanaan ini pihaknya akan berusaha menumbuhkan bisnis dengan cara memperbesar skala operasi, mulai dari lini penetrasi pasar, akuisisi pengguna, hingga pengembangan produk.

“Dari sisi teknologi, kami akan merilis mobile app versi terbaru di bulan Maret yang merupakan lompatan besar dibandingkan versi yang ada saat ini. Dengan app versi terbaru nanti, pengalaman belajar online menjadi lebih kaya, lebih mobile-oriented dan lebih menyesuaikan diri dengan kualitas konektivitas di Indonesia,” lanjut Hilman,

Di Indonesia Arkademi berada di segmen yang sama dengan Udemy, Skill Academy dari Ruangguru, Kode.id dan beberapa pemain lainnya. Bagi konsumen tentu menarik, karena semakin banyak pilihan. Namun bagi bisnis salah satu tantangannya adalah memastikan kualitas dan fitur pembelajaran yang disajikan.

Tantangan lain yang menjadi sorotan pihak Arkademi adalah banyaknya pengajar yang belum terbiasa dengan mekanisme online dan pemanfaatan teknologi yang mumpuni. Harus ada yang membantu memotivasi para profesional mengajar dan memproduksi konten secara digital.

Di samping itu perlu pengembangan berkelanjutan untuk menemukan teknologi yang pas dalam konsumsi video, dalam hal ini yang diterapkan Arkademi adalah teknologi auto bitrate streaming (ABS).

“Tahun 2020 ini menurut kami adalah awalan industri edutech masuk ke pasar mainstream — yang menurut prediksi kami akan main mainstream di tahun 2022. Selain akan munculnya unicorn dari edutech dalam waktu dekat, juga karena makin dirangkulnya teknologi dalam sektor pendidikan oleh Menteri Nadiem Makarim. Maka, pemain-pemain baru edutech nasional akan makin banyak bermunculan dan investasi di sektor ini akan makin besar,” tutup Hilman.

Application Information Will Show Up Here