Jagofon Konfirmasi Perolehan Pendanaan dari Orbit Startups

Platform marketplace ponsel bekas Jagofon dilaporkan menerima pendanaan awal sebesar $150 ribu atau sekitar 2,3 miliar Rupiah dari Orbit Startups, program pengembangan startup tahap awal dari pemodal ventura AS, SOSV.

Dikabarkan pertama kali dalam rangkuman SEA Digest di laman DealStreetAsia beberapa waktu lalu, Jagofon tertulis menerima initial funding diikuti dengan program insentif untuk mendukung pertumbuhan dan penggalangan dana di luar kegiatan demo day.

Founder & CEO Jagofon Stéphane Becquart mengonfirmasi laporan ini, dan mengungkap bahwa perolehan pendanaan tersebut untuk mendorong pertumbuban bisnis dan memperkuat tim Jagofon, baik di sourcing dan operasional.

“Kami akan terus menambah produk kategori produk di luar smartphone, seperti tablet, PC, smartwatch, dan aksesoris produk terkait. Kami juga akan mempercepat SEO dan mendorong keberadaan Jagofon di berbagai channel, termasuk di media sosial, sembari enhance platform kami dengan berbagai fitur baru dan kapabilitas,” paparnya dihubungi oleh DailySocial.id.

Tahun lalu, Jagofon tercatat telah mengumpulkan pendanaan awal sebesar $549 ribu atau setara Rp8 miliar. Pendanaan ini dikucurkan oleh sejumlah investor individu di antaranya Antoine de Carbonnel (CMO Gojek), Gregoire Dumoulin (CEO Bak2 Group), dan Pascal Viguie. Sebelumnya, Jagofon telah memperoleh pendanaan pra-awal senilai $254 ribu.

Tingginya permintaan smartphone bekas di Indonesia mendorong Becquart untuk meluncurkan Jagofon pada 2020 lalu. Dalam pengembangannya, Jagofon mengaplikasikan teknologi machine learning dan AI untuk menghasilkan rekomendasi berbasis data dan prediksi penjualan ponsel bekas kepada para mitra.

Pasar ponsel bekas

Lembaga riset International Data Corporation (IDC) melaporkan penjualan ponsel bekas dan rekondisi global mencapai 282 juta unit di 2022 atau naik 11,5 persen dari tahun sebelumnya dengan total penjualan perangkat 253,4 juta unit.

Menurut Manajer riset IDC Anthony Scarsella, situasi ekonomi global mendorong mayoritas konsumen untuk menghemat pengeluaran. Ini membuat ponsel rekondisi masih diminati karena harganya lebih terjangkau. “Perangkat bekas lebih kuat menghadapi hambatan pasar dibanding ponsel baru karena di banyak wilayah selera konsumen tetap tinggi,” ujarnya dikutip dari Kompas.com.

Sebagai tambahan, baru-baru ini Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) merilis survei penetrasi terbaru. Survei ini dilakukan pada periode 10 Januari-27 Januari 2023 yang mencakup 38 provinsi dengan total responden sebanyak 8.510 responden.

Disebutkan, penetrasi internet Indonesia kini menembus 78,19% di 2023 atau sebesar 215,6 juta dari total 275,7 juta jiwa. Survei juga menemukan tingkat penetrasi urban sebesar 77,36 persen dari jumlah populasi di daerah urban. Sementara, penetrasi internet di daerah rural mencapai 79,79 persen dari total jumlah penduduk di daerah rural.

“Peningkatan penetrasi sebesar 1,17% ini didorong oleh meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap penggunaan internet, khususnya semenjak pandemi Covid-19 di 2020,” tutut Ketua Umum APJII Muhammad Arif, Rabu (8/3) lalu.

Moodah Kembangkan Aplikasi Catatan Keuangan, Targetkan UKM yang Terdampak Pandemi

Angka konfirmasi kasus positif Covid-19 di Indonesia yang semakin meningkat menunjukkan bahwa belum ada tanda-tanda negara ini akan bebas dari belenggu virus tersebut. Hal ini berpotensi membawa sektor UKM semakin terpuruk jika tidak mulai beradaptasi dengan perubahan yang ada. Salah satu solusi yang saat ini banyak ditawarkan untuk membantu adaptasi para penggiat UKM ini adalah aplikasi pencatatan keuangan.

Salah satu aplikasi yang belum lama ini meluncur adalah Moodah. Arini Astari, selaku Co-Founder menyampaikan fakta terkait 78% UKM yang bangkrut di tahun pertama adalah karena mayoritas mereka masih unbankable, serta keuangan usaha dan rumah tangga yang tidak tertata rapi. Jadi meskipun penjualan terlihat bagus, penghasilan yang didapat tidak transparan.

“Dengan background kami para founders yang datang dari ERP consultant, kami percaya kami dapat menggunakan solusi-solusi yang sebelumnya kami kembangkan untuk big corporates, kami sederhanakan untuk sesuai kebutuhan UMKM dan membantu mereka untuk mulai menata laporan keuangannya tanpa harus belajar akuntansi,” ujar Arini.

Moodah merupakan produk ekspansi dari Rubyh.co, sebuah software house Indonesia yang berfokus dalam memberikan solusi perangkat lunak berkualitas tinggi untuk masalah terkait teknologi. Setelah tiga tahun berdiri, timnya memutuskan untuk merambah produk baru yaitu sistem manajemen inventaris. Pada tahun 2018, terbentuklah Moodah yang digawangi oleh Arini Astari, Muhammad Irfan, dan Alexander Sie To.

Fitur yang ditawarkan Moodah cukup sederhana, yaitu pencatatan transaksi, pembuatan laporan keuangan, serta pengelolaan hutang/piutang. UMKM hanya perlu memasukan pengeluaran dan pemasukan, lalu aplikasi akan membuatkan laporan keuangan yang sesuai dengan SAK EMKM.

Dengan memiliki laporan keuangan yang jelas, pelaku UMKM dapat membuat keputusan lebih cepat dan lebih baik. Laporan keuangan ini juga dapat menjadi modal mereka untuk mengajukan pinjaman. Timnya turut menambahkan, pelaku UKM yang menggunakan Moodah dilaporkan mendapat kenaikan laba bersih sampai 125%.

“Saat ini kami memfokuskan kepada teman-teman yang terdampak pandemi (dirumahkan) dan mulai berjualan mandiri secara online ataupun offline. Aplikasi pembukuan Moodah dapat dinikmati UMKM secara gratis, namun kami juga menawarkan fitur-fitur premium yang dapat dibeli oleh pengguna,” tambah Arini.

Selama beroperasi, Moodah telah bekerja sama dengan banyak pihak, terutama pemerintah, seperti Jakpreneur, Rumah Kreatif BUMN, KADIN, serta pengembang komunitas lainnya. Dalam tiga bulan terakhir, Arini turut menyampaikan antusiasme tinggi dari UKM yang ditunjukkan dengan peningkatan pengguna aplikasi hingga 86%.

Pada bulan Oktober lalu, Moodah juga terpilih sebagai salah satu kandidat untuk mengikuti program Startup Studio Indonesia. Ini merupakan program intensif yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bagi startup tahap awal untuk mengakselerasi skala bisnisnya.

“Program Startup Studio sangat membantu kami untuk fokus kepada solusi akan masalah yang kami mau coba pecahkan. Kami diberikan 1:1 session
dengan para founders yang sudah series B ke atas, sehingga kami bisa sharing experience dan sangat relatable,” ungkap Arini.

Layanan pencatatan keuangan sendiri sedang mendapat perhatian dari banyak investor. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa platform yang berhasil meraih pendanaan di tahun ini, sebut saja BukuKas, BukuWarung, serta Credibook. Sebelumnya, Moodah juga telah mengikuti program akselerator MOX oleh SOSV, perusahaan modal ventura yang bermarkas di Amerika Serikat, dan berhasil mendapatkan dana pre-seed pada bulan Februari 2020.

Terkait dampak pandemi, Arini turut menyampaikan bahwa timnya kini lebih fokus dan terarah untuk mencapai target, serta semakin termotivasi untuk membantu sektor UKM yang 47%-nya sudah tutup buku.

“Kami selalu mencoba melihat sisi yang positif dari suatu kejadian. Kami melihat pergerakan UMKM ke arah digital menjadi lebih cepat karena untuk dapat bertahan di masa pandemi, UMKM harus beralih online,” jelas Arini.

Saat ini, Moodah juga memfasilitasi UMKM dari mengadakan pelatihan-pelatihan online hingga meluncurkan fitur penagihan menggunakan WhatsApp. Penggunanya pun dapat melakukan pembayaran langsung menggunakan dompet digital, seperti GoPay, OVO, dan DANA, maupun transfer bank (virtual account).

Application Information Will Show Up Here

Kantongi Pendanaan Baru, Giladiskon Fokus Gandeng UKM Kuliner

Giladiskon, anak perusahaan Frontier Group, mengumumkan pendanaan terbaru yang diterima dari Mobile Only Accelerator (MOX). Dana segar ini diterima perusahaan setelah mengikuti program akselerator yang fokus ke program cross-border mobile internet. Tidak disebutkan lebih lanjut berapa jumlah pendanaan yang diterima.

Giladiskon merupakan platform yang tepat bagi masyarakat untuk menemukan restoran dan retail lifestyle seperti tempat bermain anak, karaoke, salon dan sebagainya, dan voucher promo untuk games, entertainment, dan layanan keuangan ke depannya,” kata General Partner SOSV dan Managing Director MOX William Bao Bean.

Menurut CEO Giladiskon Fandy Santoso, dana tersebut nantinya akan digunakan perusahaan untuk pengembangan produk serta merangkul jutaan partner merchant UKM yang memiliki usaha kuliner ke dalam platform untuk memperkenalkan brand serta produk mereka kepada konsumen dengan tanpa biaya.

“Bagi kami proses edukasi masih menjadi salah satu tantangan yang diharapkan dapat segera diatasi dengan adaya dukungan dari SOSV MOX. Hal ini dikarenakan baik bagi user dan merchant, model kemitraan yang kami tawarkan masih terbilang baru,” kata Fandy.

Selama 9 bulan, Giladiskon telah bekerja sama dengan lebih dari 350 restoran dan mengklaim telah membantu menghasilkan revenue sebesar US$400,000 bagi para mitra.

Berbeda dengan platform sejenisnya, mitra Giladiskon tidak diharuskan membayar biaya ataupun komisi. Mereka juga yang menentukan syarat dan ketentuan dari promo yang diberikan. Sebagai gantinya, mitra memberikan promo khusus bagi member premium Giladiskon.

Fokus ke UKM

Melihat besarnya potensi untuk menjangkau lebih banyak pelaku UKM memasarkan usaha meraka, Giladiskon memiliki beberapa strategi yang akan diterapkan.

“Langkah pertama yang akan kami lakukan adalah dengan melakukan edukasi bahwa kini ada platform yang dapat dimanfaatkan oleh merchant untuk memperkenalkan brand dan produk mereka dengan budget marketing yang rendah atau bahkan bisa dibilang gratis,” kata Fandy kepada DailySocial.

Giladiskon ingin hadir sebagai platform yang tidak memberatkan merchant sehingga mereka bisa lebih fokus dalam mencari strategi yang tepat untuk menarik konsumen datang ke toko mereka melalui platform.

“Kami berharap untuk memperkuat kehadiran kami di Indonesia dengan cara memperluas kerjasama dengan lebih banyak merchat di area Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia,” tutup Fandy.

Application Information Will Show Up Here

Arkademi Terima Pendanaan Awal dari SOSV

Startup teknologi pendidikan (edutech) Arkademi mengumumkan pendanaan awal dari SOSV, sebuah venture capital berbasis di Amerika Serikat. Tidak disebutkan nominal pendanaan yang diterima, pihaknya hanya menyampaikan akan memanfaatkan modal tambahan ini untuk menjadikan perusahaan lebih agresif mengakuisisi mitra lembaga kursus.

Berdiri sejak tahun 2018, Arkademi menghadirkan pilihan berbagai macam kursus online terkait vokasi atau keahlian. Kegiatan belajar diselenggarakan mitra lembaga kursus terverifikasi.

Sejauh ini mereka sudah memiliki 50 kelas yang diikuti sekitar 25 ribu peserta didik. Target tahun 2020, mereka ingin menambah cakupan kursus menjadi 200 kelas melalui kerja sama dengan 150 mitra. Untuk pengguna diharapkan bisa bertambah sampai 200 ribu orang.

“Pada 2019 kemarin kami berhasil tumbuh 1400% YoY dalam GMV. Product market fit kami makin kuat dengan begitu banyaknya siswa di kelas-kelas kursus online berharga tinggi sekitar Rp1 juta. Selain itu kami juga meluncurkan versi pertama mobile app Android dan iOS yang langsung diadopsi dengan cepat oleh pengguna. Sedangkan daily active user ada di angka 4000+,” terang CEO Arkademi Hilman Fajrian.

Lebih jauh Hilman menerangkan, dengan pendanaan ini pihaknya akan berusaha menumbuhkan bisnis dengan cara memperbesar skala operasi, mulai dari lini penetrasi pasar, akuisisi pengguna, hingga pengembangan produk.

“Dari sisi teknologi, kami akan merilis mobile app versi terbaru di bulan Maret yang merupakan lompatan besar dibandingkan versi yang ada saat ini. Dengan app versi terbaru nanti, pengalaman belajar online menjadi lebih kaya, lebih mobile-oriented dan lebih menyesuaikan diri dengan kualitas konektivitas di Indonesia,” lanjut Hilman,

Di Indonesia Arkademi berada di segmen yang sama dengan Udemy, Skill Academy dari Ruangguru, Kode.id dan beberapa pemain lainnya. Bagi konsumen tentu menarik, karena semakin banyak pilihan. Namun bagi bisnis salah satu tantangannya adalah memastikan kualitas dan fitur pembelajaran yang disajikan.

Tantangan lain yang menjadi sorotan pihak Arkademi adalah banyaknya pengajar yang belum terbiasa dengan mekanisme online dan pemanfaatan teknologi yang mumpuni. Harus ada yang membantu memotivasi para profesional mengajar dan memproduksi konten secara digital.

Di samping itu perlu pengembangan berkelanjutan untuk menemukan teknologi yang pas dalam konsumsi video, dalam hal ini yang diterapkan Arkademi adalah teknologi auto bitrate streaming (ABS).

“Tahun 2020 ini menurut kami adalah awalan industri edutech masuk ke pasar mainstream — yang menurut prediksi kami akan main mainstream di tahun 2022. Selain akan munculnya unicorn dari edutech dalam waktu dekat, juga karena makin dirangkulnya teknologi dalam sektor pendidikan oleh Menteri Nadiem Makarim. Maka, pemain-pemain baru edutech nasional akan makin banyak bermunculan dan investasi di sektor ini akan makin besar,” tutup Hilman.

Application Information Will Show Up Here

Platform Fintech Lending PinjamWinWin Umumkan Pendanaan dari SOSV MOX

Startup fintech p2p lending asal Surabaya PinjamWinWin mengumumkan perolehan pendanaan dengan nilai yang tidak disebutkan dari multi stage VC  dari Amerika Serikat SOSV. Dana segar akan dipakai untuk meningkatkan kapasitas bisnis sekaligus perdalam penetrasi pasar di Indonesia.

“Investasi dari SOSV akan mempercepat pertumbuhan kami dan membantu kami fokus mengumpulkan lebih banyak dana pemberi pinjaman dengan minat khusus pada dana kelembagaan. Dana ini akan menjadi amunisi yang digunakan untuk lebih lanjut mendominasi peluang pasar p2p lending senilai $60 miliar di Indonesia,” terang Founder dan CEO PinjamWinWin James Susanto dalam keterangan resmi.

PinjamWinWin bergerak di pinjaman konsumer dengan nominal mulai dari Rp500 ribu sampai Rp5 juta ($35-$350). Tenor maksimal 30 hari dengan bunga mulai dari 0,79% per hari untuk pinjaman perdana. Juga, invoice financing dengan nominal Rp50 juta-Rp2 miliar ($3500-$150 ribu).

Untuk pendana, startup ini menjanjikan imbal hasil 12%-48% per tahunnya dan nominal investasi minimal Rp100 ribu. Di dalam situsnya, PinjamWinWin melayani wilayah Jabodetabek, Bandung, Karawang, Semarang, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, dan Pasuruan.

Startup yang didirikan di Surabaya pada 2015 ini adalah lulusan program akselerator SOSV, yakni Mobile Only Accelerator (MOX). Program ini khusus menyasar startup yang mengatasi masalah di negara berkembang seperti Asia Tenggara dan Asia Selatan.

General Partner SOSV dan Managing Director MOX William Bao Bean menambahkan, “Peluang PinjamWinWin yang fokus pada pinjaman jangka pendek, sangat besar. Kami berharap dapat mendukung James Susanto dan tim di PinjamWinWin karena mereka meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia dan sekitarnya.”

Kembali terdaftar di OJK

Tahun lalu, PinjamWinWin termasuk dalam salah satu dari lima perusahaan yang tanda terdaftarnya dicabut OJK. Secara terpisah, kepada DailySocial, President Commisioner PinjamWinWin Florence Nathania memberikan penjelasannya.

Dia berujar, dua tahun lalu, manajemen sendirilah yang memutuskan untuk menarik tanda terdaftar karena ingin lebih dahulu merapikan perusahaan dan menyelesaikan sertifikasi ISO. Pihaknya juga merasa terbantu dengan bimbingan OJK, alhasil kini telah memiliki status terdaftar lagi per Februari 2019.

“Pada intinya, kami selalu berjalan bersama dengan arahan OJK, tidak seperti fintech ilegal yang kasar di luar aturan dan bisa memberi bunga berlipat-lipat ganda dari pokok,” ujarnya.

Update bisnis PinjamWinWIn
Pembaruan bisnis PinjamWinWIn

Perusahaan pun sekarang sedang mengejar persyaratan untuk mengajukan izin usaha ke OJK. Salah satu di antaranya adalah menyelesaikan sertifikasi ISO 27001 dan sosialisasi ke 12 kota di seluruh Indonesia. “Hanya kurang satu kota lagi,” tambahnya.

Diklaim PinjamWinWin sudah mencetak keuntungan. Secara kumulatif telah menyalurkan pinjaman $9 juta (sekitar 128 miliar Rupiah) sejak pertama kali berdiri. Ada 140 ribu pengajuan pinjaman yang masuk, namun yang diterima adalah 22 ribu pinjaman, 62% di antaranya adalah pinjaman berulang (repeat loans).

Aplikasi PinjamWinWin baru tersedia untuk peminjam (borrower) dalam versi Android, tapi belum tersedia di Google Play. Untuk sementara, peminjam akan diarahkan untuk mengunduh APK secara manual lewat situs resminya.

“Kalau lender bisa login dari situs kami. Aplikasi sedang kami update, kemungkinan besar Jumat (20/9) akan kembali live lagi [di Google Play],” tutup Florence.

East Ventures, Derianto Kusuma, and Some Investors Pour 27,7 Billion Rupiah for AllSome Fulfillment

A Malaysian-based startup in packaging and delivery order (fulfillment) “AllSome Fulfillment” just secured funding through venture round worth of $1.94 million or around 27.7 billion Rupiah. It was led by East Ventures involving some investors as Derianto Kusuma (Traveloka’s Ex Co-Founder and CTO) with other twos from previous round, Y Combinator and SOSV.

The fresh funds will be used to accelerate the company’s mission in cross-country fulfillmente-commerce. It includes expanding to Southeast Asia countries. The startup was founded by Ng Yi Ying (Malaysia) and Liu Yi Shu (China) in 2018.

AllSome is to cut some cost for cross-country fulfillment and logistics up to 40% through the services. They are now building network consists of 250 virtual warehouse in China and Malaysia and serving 50 clients in Southeast Asia. Up to 120 thousand packages proceed daily.

As the former online seller, we can say that fulfillment service is expensive. AllSome Fulfillment was built to make it affordable for all sellers in need. We are working hard to build broader coverage to serve those who want to deliver their packages,” AllSome Fulfillment’s Co-Founder and CTO, Ng Yi Ying said.

AllSomeFulfillment was first created to bridge overseas sellers and buyers, especially from China to Southeast Asia. The service omits complicated procedures for online sellers, including supplier search, quality control, storage safety, packaging, delivery to customers, and location tracking.

In terms of buyers, AllSome Fulfillment reduces the time waste for opening some sites to track their package because the service comes with a tracking system using the phone number.

East Venture Partner Melisa Irene said, “AllSome Fulfillment team has built the right term to accelerating and optimizing expedition in Southeast Asia’s online retail market. By allowing online sellers to access product availability and logistics service from China, and building decentralized local fulfillment, this is going to open a real door to the business transaction in the region.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

East Ventures, Derianto Kusuma dan Sejumlah Investor Berikan Pendanaan 27,7 Miliar Rupiah untuk AllSome Fulfillment

Startup di bidang pengemasan dan pengiriman barang (fulfillment) berbasis di Malaysia “AllSome Fulfillment” baru saja mendapatkan pendanaan dalam venture round senilai $1,94 juta atau setara 27,7 miliar Rupiah. Putaran pendanaan ini dipimpin oleh East Ventures dengan keterlibatan sejumlah investor lain, meliputi Derianto Kusuma (ex Co-Founder & CTO Traveloka) serta dua investor di putaran sebelumnya Y Combinator dan SOSV.

Investasi ini akan difokuskan untuk mempercepat misi perusahaan memenuhi kebutuhan fulfillment e-commerce lintas negara. Termasuk dengan mengembangkan jaringan bisnis ke negara-negara di Asia Tenggara. Startup ini didirikan oleh Ng Yi Ying(berasal dari Malaysia) dan Liu Yi Shu (Tiongkok) pada 2018.

Melalui layanan yang  dikembangkan, AllSome ingin mengurangi biaya fulfillment dan logistik lintas negara hingga 40%. Saat ini mereka telah membangun jaringan yang terdiri atas 250 gudang virtual di Tiongkok dan Malaysia, serta melayani 50 klien di Asia Tenggara. Setiap harinya, bisa memproses pengiriman hingga 120 ribu paket.

“Sebagai mantan pedagang online, kami mengerti bahwa layanan fulfillment selalu mahal. AllSome Fulfillment pada dasarnya dibuat untuk membuat layanan tersebut menjadi terjangkau oleh semua pedagang yang akan menggunakan layanan fulfillment di mana pun mereka membutuhkan. AllSome Fulfillment telah berusaha keras membangun jaringan fulfillment yang luas untuk melayani para pedagang online yang ingin mengirimkan produk mereka,” sambut Co-Founder dan CTO dari AllSome Fulfillment Ng Yi Ying.

AllSome Fulfillment dibuat sebagai perantara antara pedagang dan pembeli yang masing-masing menjual dan membeli barang dari luar negeri, khususnya Tiongkok. Layanan mereka menghilangkan seluruh hal-hal yang menyulitkan bagi pedagang online, mulai dari pencarian pemasok barang, pemeriksaan kualitas, tempat penyimpanan yang aman, pengemasan, pengantaran ke konsumen, hingga fitur pelacakan paket.

Bagi pembeli, AllSome Fulfillment menghilangkan keharusan untuk membuka beberapa situs hanya untuk melacak barang yang mereka beli, karena layanan tersebut memungkinkan mereka untuk memantau pengiriman-pengiriman menggunakan nomor telepon mereka.

Partner East Ventures Melisa Irene mengatakan, “Tim AllSome Fulfillment membangun pedoman yang tepat untuk mempercepat dan mengoptimasi jalur pengiriman barang di pasar ritel online Asia Tenggara. Dengan memungkinkan para pedagang online di Asia Tenggara untuk bisa mengakses ketersediaan produk dan keahlian logistik dari Cina, dan dengan membangun kemampuan fulfillment lokal yang terdesentralisasi, hal ini akan membuka potensi yang sebenarnya dari transaksi perdagangan di wilayah ini.”