Traveloka Masuki Layanan Online Grocery

Traveloka memantapkan langkahnya untuk bertransformasi menjadi “lifestyle super app” sembari menanti industri perjalanan dan pariwisata pulih akibat pandemi Covid-19. Setelah masuk ke layanan food delivery hingga healthtech, startup dengan valuasi ~$3 miliar tersebut kini masuk ke layanan online grocery lewat brand Traveloka Mart. Menu “Mart” saat ini bisa dijumpai di aplikasi.

Fitur tersebut memampukan pengguna Traveloka untuk membeli kebutuhan sehari-hari, seperti produk segar dan makanan beku. Untuk mengakomodasi kebutuhan ini, Traveloka telah bermitra dengan beberapa perusahaan peritel besar, termasuk Lotte Mart.

“Mart” jadi menu baru di aplikasi Traveloka

Pengguna dapat mengakses layanan Mart langsung di aplikasi Traveloka dan dapat bertransaksi — di fase awal ini masih bebas ongkir tanpa minimum transaksi pembelian. Ketika masuk ke dalam menu tersebut, saat ini sudah ada beberapa opsi produk yang bisa dipilih pengguna.

Tampilan laman Mart di aplikasi Traveloka

Seperti diketahui, layanan OTA Traveloka terdampak cukup signifikan akibat pembatasan perjalanan sejak Covid-19 terjadi di awal 2020. Agar tetap relevan di masa pandemi, Traveloka mulai fokus untuk memperkuat layanan di kategori keuangan (paylater), gaya hidup, dan hiburan.

Traveloka meluncurkan halaman direktori untuk restoran, Kuliner Traveloka pada 2018. Kemudian, Xperience pada 2019 yang memiliki sekitar 15.000 kegiatan di lebih dari 60 negara, mencakup acara, film, hingga lokakarya. Selain itu, Traveloka juga merambah ke sektor healthtech dengan menghadirkan telekonsultasi dan layanan tes PCR dan antigen.

Pasar online grocery

Sejak dua tahun terakhir, layanan online grocery dan terakhir ada quick commerce termasuk fenomena baru yang mendorong pertumbuhan industri digital di Indonesia. Hal ini salah satunya dipicu oleh lonjakan permintaan belanja bahan pokok secara online di masa pandemi.

Bicara tren quick commerce, layanan ini didefinisikan sebagai layanan pengiriman barang habis pakai dalam rentang waktu 45 menit dengan biaya pengiriman normal. Mengutip laporan RedSeerquick commerce didorong oleh sejumlah faktor, seperti perubahan perilaku konsumen akibat Covid-19 dan perilaku belanja impulsif atau tak terencana. RedSeer memproyeksi pasar quick commerce sebesar $0,3 miliar di 2021 dan akan tumbuh 10-15 kali lipat menjadi $5 miliar dalam lima tahun mendatang.

Di Indonesia, terdapat sejumlah pelaku startup yang memosisikan bisnisnya sejak awal sebagai pelaku online grocery maupun quick commerce, misalnya Sayurbox, HappyFresh, Segari, dan Astro. Namun, ada juga startup e-commerce raksasa yang baru masuk ke layanan ini, seperti GoTo, Shopee, dan Blibli.

Mereka memanfaatkan jaringan logistik yang telah dibangun sejak lama agar dapat mengakomodasi kebutuhan instan ini. Bahkan beberapa di antaranya mengakuisisi perusahaan peritel besar untuk memperkuat jaringan supply chain mereka.

Ada GoTo yang mengakuisisi Matahari Putra Prima (pemilik Hypermart) dan Blibli dengan aksi serupanya terhadap Ranch Market.  Kemudian di awal tahun ini, anak usaha CT Corp, Trans Retail Indonesia bersama Bukalapak dan Growtheum Capital Partners (investor AlloBank) membentuk perusahaan patungan untuk mendirikan AlloFresh.

Kepada DailySocial beberapa waktu lalu, Co-founder dan CEO Astro Vincent Tjendra menilai tantangan utama membangun bisnis ini adalah membangun kebiasaan masyarakat. Pasalnya, banyak orang yang lebih memilih berbelanja kebutuhan sehari-hari di pasar tradisional. Menurutnya, salah satu kunci untuk mengatasi hal ini adalah membangun titik (hub) penyimpanan produk sehingga memungkinkan pengirimannya ke lokasi terdekat pengguna.

Application Information Will Show Up Here

Platform “Online Grocery” AlloFresh Meluncur, Dimulai dari 7 Gerai Transmart

Perusahaan patungan antara CT Corp, Bukalapak, dan Growtheum Capital Partners (investor AlloBank) meresmikan platform online grocery AlloFresh setelah proses uji coba  singkat sejak 24 Februari 2022. Saat ini 7 dari 138 gerai di jaringan CT Corp sudah masuk ke dalam aplikasi AlloFresh.

Tujuh gerai tersebut berlokasi di Jakarta, tepatnya Transmart Lebak Bulus, Cempaka Putih, Taman Mini, Pluit, Ambassador, Central Park, dan Cibubur. Secara bertahap kehadiran gerai Transmart di lokasi lainnya terus ditambah di AlloFresh agar semakin banyak konsumen yang dapat memanfaatkan solusi online grocery ini.

Dalam peresmian yang diselenggarakan virtual pada hari ini (2/3), President Director & CEO PT Trans Retail Indonesia Bouzeneth Benaouda mengatakan, menyediakan fasilitas belanja online dan offline untuk konsumen adalah kunci di masa depan.

Meski kesenjangan antara belanja online terhadap total belanja ritel nasional masih luas, pihaknya tidak mau menampik pilihan belanja online atau offline. Mereka memilih mengambil kedua segmen tersebut.

“Kita tidak mau underestimate customer yang masih mau experience belanjanya datang langsung ke gerai. Di luar Jakarta, kebiasaan belanja seperti itu masih ada dan porsinya besar. Makanya di masa depan, keduanya harus jalan bersama. Hal tersebut berkaitan erat dengan apa yang kami lakukan bersama Bukalapak,” ucapnya.

Presiden Bukalapak Teddy Oetomo melanjutkan, AlloFresh hadir karena semangat kolaborasi yang bila dilakukan oleh satu pihak saja akan memakan ongkos yang jauh lebih besar. “Mungkin bisa lebih dari Rp1 triliun untuk sampai ke titik ini,” ucapnya.

Rp1 triliun yang dimaksud Teddy ini adalah investasi awal yang digelontorkan untuk pengembangan AlloFresh. Pemegang saham mayoritas di AlloFresh adalah Trans Retail (55%), Bukalapak (35%), dan Growtheum (10%).

Teddy melanjutkan, selama ini banyak pemain online grocery yang membangun infrastrukturnya dari titik nol. Mereka punya teknologi, tapi membutuhkan biaya dan waktu untuk mereplikasi infrastruktur yang ada. Kondisi tersebut berbeda dengan AlloFresh, sebab Trans Retail sudah hadir lebih dari dua dekade untuk membangun jaringan gerai supermarket di seluruh Indonesia.

Kelebihan tersebut diklaim menjadi kekuatan utama AlloFresh yang selama ini belum ditawarkan kebanyakan startup. “Jadi kami melakukan leapfrog 20 tahun lebih untuk mempercepat penetrasi e-grocery yang mungkin butuh 20 tahun kalau dilakukan sendirian.”

Secara solusi, apa yang ditawarkan AlloFresh tidak jauh berbeda dengan kebanyakan pemain online grocery lainnya. Mereka menyajikan pilihan lebih dari 150 ribu SKU yang berasal dari 10 ribu pemasok, terdiri dari berbagai kategori, mulai dari produk daging, sayur dan buah segar, hingga peralatan memasak. Platform ini menawarkan pengiriman cepat dalam waktu tiga jam dengan jarak pengantaran maksimal 10 km dari toko.

“Hampir semua produk Transmart tersedia di AlloFresh,” tambah VP Product Marketplace & O2O Bukalapak Fanny Limasa.

Ke depannya, AlloFresh tidak hanya melayani seluruh konsumen akhir dari seluruh penjuru Indonesia, namun juga digunakan Mitra Bukalapak dalam memenuhi stok barang jualannya di warung. Teddy menuturkan, sebelumnya SKU yang dapat dibeli Mitra Bukalapak lewat kemitraan bersama prinsipal di Bukalapak sekitar ratusan hingga ribuan SKU saja.

Kini, Mitra Bukalapak di daerah-daerah dapat memiliki lebih banyak pilihan produk dari berbagai prinsipal untuk menawarkan lebih banyak produk dagangan di warungnya. “Ini akan jadi kekuatan yang luar biasa untuk bantu fulfillment FMCG yang dibutuhkan warung,” ungkapnya.

Kompetisi pasar

Hadirnya AlloFresh menambah sengit persaingan layanan online grocery di Indonesia. Sebelumnya sejumlah startup mulai unjuk gigi awal tahun ini, menawarkan konsep quick commerce, di antaranya Astro, Bananas, JaPang, hingga Radius. Sementara pemain lain, seperti HappyFresh, juga mengencangkan strategi ekspansi produk dan pasar mereka

Di segmen e-commerce, para platform juga memiliki strategi khusus di bidang grocery. Misalnya, Blibli dengan Blibli Mart – tahun lalu mereka mengakuisisi saham mayoritas induk Ranch Market untuk menguatkan supply chain produk segar yang dimiliki.

Shopee juga sudah operasikan Shopee Supermarket di Indonesia, memfasilitasi pembelian berbagai kebutuhan harian secara cepat. Berbeda dengan pemain lain yang mengambil barang dari mitra grocery, mereka membangun gudang-gudang persediaan di berbagai tempat untuk mengakomodasi kebutuhan pengiriman cepat.

Application Information Will Show Up Here

AlloFresh Resmi Didirikan CT Corp, Bukalapak, dan Growtheum [UPDATED]

PT Trans Retail Indonesia (bagian dari CT Corp), PT Bukalapak.com Tbk, dan Growtheum Capital Partners (investor AlloBank) segera resmikan platform grocery “AlloFresh”. Rencana ini sudah diumumkan oleh Chairul Tanjung pada Januari 2022 lalu — kala itu CT hanya menyebutkan akan membuat sebuah joint venture di bidang online grocery, belum membeberkan brand yang akan digunakan.

Nilai investasi yang digelontorkan perusahaan untuk pengembangan platform ini senilai Rp1 triliun (setara $70 juta). Menurut sumber Bloomberg, Trans Retail memiliki kepemilikan 55%, Bukalapak 35%, dan Growtheum 10%.

Saat ini situs AlloFresh (PT Allo Fresh Indonesia) sudah bisa mulai diakses, menyajikan sekitar 50 ribu SKU produk di 144 kategori. Kebanyakan adalah produk segar dan keperluan sehari-hari. Dijelaskan juga bahwa proses pengiriman di layanan tersebut akan memakan waktu 3 jam atau lebih cepat, seperti layaknya quick commerce. Di fase awalnya, AlloFresh telah melayani pengguna di kawasan Jabodetabek.

Di LinkedIn kami juga memantau adanya sharing resources untuk tim pengembang, baik dari sisi Trans Retail maupun Bukalapak untuk difokuskan ke AlloFresh.

Ekosistem brand Allo

Kerja sama CT Corp dan Bukalapak tidak terhenti di sini. Pasalnya Bukalapak dan sejumlah startup digital lain telah melakukan aksi korporasi membeli sebagian saham AlloBank (IDX: “BBHI”). Bukalapak sendiri mengakuisisi jumlah persentase saham terbanyak dalam aksi tersebut, yakni setara 11,49%.

Tepatnya sejak Juni 2021, ini Bank Harda Internasional melakukan perubahan nama menjadi Allo Bank Indonesia. Semangatnya adalah memberikan solusi aplikasi terpadu lewat Allo Apps, untuk memenuhi kebutuhan pengguna mulai dari segi finansial, pemenuhan kebutuhan, hingga hiburan.

Misi tersebut tampaknya kini mulai terealisasi, dengan membentuk ekosistem aplikasi di bawah brand Allo, dimulai dari platform grocery.

Kompetisi pasar

Hadirnya AlloFresh menambah sengit persaingan layanan online grocery di Indonesia. Sebelumnya sejumlah startup mulai unjuk gigi awal tahun ini, menawarkan konsep quick commerce, di antaranya Astro, Bananas, JaPang, hingga Radius. Sementara pemain lain seperti HappyFresh juga kencangkan strategi ekspansi produk dan pasar mereka – sebagian lagi menambah pundi-pundi pendanaan, salah satunya KedaiSayur.

Di segmen e-commerce, para platform juga memiliki strategi khusus di bidang grocery. Misalnya Blibli dengan Blibli Mart – tahun lalu mereka juga mengakuisisi saham mayoritas induk Ranch Market dengan tujuan untuk menguatkan supply chain produk segar yang dimiliki.

Shopee juga sudah operasikan Shopee Supermarket di Indonesia, fasilitasi pembelian berbagai kebutuhan harian secara cepat. Berbeda dengan pemain lain yang mengambil barang dari mitra grocery, mereka membangun gudang-gudang persediaan di berbagai tempat untuk mengakomodasi kebutuhan pengiriman cepat.

Application Information Will Show Up Here

Behind the Rumors around “Chilibeli” Social Commerce

Social commerce startup Chilibeli is temporarily closing its operations, at least until the end of this month. Public’s been told that the reason is server relocation and deep cleaning of resources. The employees are getting laid off and promised that this month’s salary will be disbursed soon.

The management is said to have conveyed the employees that they had tried their best to save the company. According to reliable sources, Chilibeli is still having difficulty on securing the Series B fundraising since last year.

The company is reportedly considering to sell the business. Two unicorn startups are said to have explored potential acquisitions, however, the strongest candidate is rising. WeBuy, a similar startup from Singapore, is highly rumored to be taking over Chilibeli’s business.

WeBuy has been available in Indonesia since September 2021. This company is a portfolio of MDI Ventures, Wavemaker, KB Financial Group, and Rocket Internet.

We haven’t received a confirmation from Chilibeli’s management and its investors regarding this matter.

Chilibeli was founded by Alex Feng, Damon Yue, and Matt Li in 2019. They announced a Series A funding round of $10 million in March 2020. The round was led by Lightspeed Ventures, Golden Gate Ventures, Sequoia Surge, Kinesys Group, and Alto Partners.

The company relies on the C2M (customer to manufacturer) business concept in bridging fresh products from farmers to final consumers in a number of communities. The concept exists to encourage logistics efficiency and ensure product freshness to reach consumers’ hands.

Chilibeli was participated in Surge’s Accelerator Program batch 2.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Gonjang Ganjing Startup “Social Commerce” Chilibeli

Startup social commerce Chilibeli saat ini sedang menutup operasional secara sementara, setidaknya sampai akhir bulan ini. Alasan yang disampaikan ke publik adalah pemindahan server dan deep cleaning resource. Para pegawainya sudah mulai dirumahkan dengan janji gaji bulan ini masih bakal cair.

Disebutkan manajemen menyampaikan ke para pegawai bahwa mereka sudah berusaha maksimal untuk menyelamatkan perusahaan. Menurut sumber terpercaya, Chilibeli masih kesulitan mendapatkan pendanaan Seri B yang digalang sejak tahun lalu.

Perusahaan dikabarkan sudah menjajaki potensi menjual bisnis. Ada dua startup unicorn yang sempat menjajaki potensi akuisisi, namun kini muncul kandidat kuat WeBuy, startup sejenis asal Singapura, sebagai pihak yang dikabarkan bakal mengambil alih bisnis Chilibeli.

WeBuy sudah beroperasi di Indonesia sejak September 2021. Perusahaan ini merupakan portofolio MDI Ventures, Wavemaker, KB Financial Group, dan Rocket Internet.

Kami belum mendapatkan jawaban dari manajemen Chilibeli dan investornya terkait hal ini.

Chilibeli didirikan oleh Alex Feng, Damon Yue, dan Matt Li di tahun 2019. Mereka mengumumkan perolehan pendanaan Seri A sebesar $10 juta pada Maret 2020. Putaran tersebut dipimpin Lightspeed Ventures, Golden Gate Ventures, Sequoia Surge, Kinesys Group, dan Alto Partners.

Perusahaan mengandalkan konsep bisnis C2M (customer to manufacturer) dalam menjembatani produk segar dari petani ke konsumen akhir dalam jumlah komunitas. Konsep tersebut hadir untuk mendorong efisiensi logistik dan memastikan kesegaran produk hingga di tangan konsumen.

Chilibeli mengikuti program akselerasi Surge batch kedua.

Application Information Will Show Up Here

Radius Ambil Pendekatan “Quick Commerce” untuk Pasar di Luar Jakarta

Quick commerce merupakan era berikutnya dari industri e-commerce yang tengah ramai di Indonesia. Sudah ada beberapa startup yang menyeriusi segmen ini, tapi kebanyakan menyasar kota Jakarta sebagai titik uji cobanya. Radius mencoba ambil perspektif lain dengan menyasar kota besar non-Jakarta agar terjadi pemerataan solusi digital di seluruh wilayah.

Startup ini didirikan oleh tiga kawan lama, ialah Ivan Darmawan, Stephanie Wongsoredjo, dan Chryssia Natalia. Ketiganya memiliki latar belakang yang berkaitan dengan industri e-commerce. Ivan misalnya, punya pendalaman yang kuat di industri FMCG menangani distribusi pergudangan dan hal berkaitannya lainnya, serta pernah menjadi staf senior di Traveloka dan Grab.

Adapun Stephanie, memiliki pengalaman yang mendalam di bidang operasional dan ekspansi bisnis saat menjalani bisnis keluarganya di industri hiburan ritel. Sementara, Chryssia menjabat sebagai CTO berkat pengalamannya pernah bekerja di perusahaan IT global sebagai programmer. Kini ia spesifik mengatur seluruh aspek teknologi di Radius untuk digitalisasi gudang.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Ivan menjelaskan kebutuhan belanja sehari-hari tetap dibutuhkan kendati terjadi pandemi yang sudah berlangsung lebih dari dua tahun ini. Namun kebutuhan tersebut baru dapat dipenuhi dengan keluar dari rumah, yang mana penuh risiko tertular Covid-19.

“Setelah kami cari tahu kenapa tetap memilih keluar rumah, ternyata mereka menjawab bahwa belanja groceries di Indonesia itu belum convenient. Kalau pakai aplikasi, ongkos kirimnya bisa Rp30 ribu untuk sekali pemesanan dan belum lagi barangnya sampai dalam beberapa jam. Kami lihat ada celah quick commerce bisa masuk,” terangnya.

Dalam konsep quick commerce, sambungnya, Radius sepenuhnya mengandalkan pemesanan secara online via aplikasi. Tidak memiliki kehadiran offline seperti kebanyakan toko belanja pada umumnya, melainkan memanfaatkan kehadiran dark store atau lebih dikenal dengan gudang berukuran kecil yang dapat menampung seluruh produk yang dijual.

Dark store ini terletak di lokasi yang strategis dan penataan yang tepat sehingga seluruh ruang dapat dimaksimalkan dengan baik. Seluruh efisiensi yang dihasilkan ini, menurut Ivan, memberikan kesempatan bagi perusahaan dalam memaksimalkan layanan untuk konsumen.

Dengan perhitungan dan estimasi yang matang berdasarkan densitas dan aspek lainnya, tiap dark store mampu melayani pengiriman berjarak antara 7-10 km dengan durasi 15 menit. Pengiriman dilakukan oleh kurir internal Radius.

Menariknya, Radius memperkenalkan diri sebagai quick commerce yang menjual produk kering (dry goods) dari merek sehari-hari yang biasa digunakan orang Indonesia. Stephanie menambahkan, berdasarkan hasil riset perusahaan, ditemukan bahwa dry foods itu punya persentase basi (spoiled food) sebesar 0,1% daripada produk segar dengan persentase 30%.

Pasalnya, produk segar membutuhkan gudang pendingin yang tentunya lebih menantang dalam penyimpanannya agar tetap segar. Menurut Ivan, strategi tersebut sekaligus meruncingkan target pengguna Radius, yakni mass market yang mencari kebutuhan belanja mingguan hingga bulanan, tidak darurat saja seperti yang menjadi persepsi awal masyarakat terhadap solusi quick commerce.

Saat ini Radius menjual produk kebutuhan sehari-hari, mulai dari kebutuhan pokok, makanan instan, makanan ringan, rumah tangga, kosmetik dan perawatan diri, susu dan olahan, minuman, dan kebutuhan anak.

Fokus ekspansi ke luar kota Jakarta

Diferensiasi lainnya yang membuat Radius lebih menonjol dibanding pemain sejenisnya adalah bermain ke kota besar lapis dua di luar Jakarta. Ivan menjelaskan, di kota besar semisal Semarang, Solo, atau Medan, sebenarnya sudah siap menerima solusi quick commerce hanya saja belum ada pemain yang hadir menyediakan.

Alhasil, mereka harus tetap belanja ke toko offline untuk memenuhi kebutuhan mingguan dan bulanannya. Pun untuk edukasi pasar di non Jakarta, Ivan mengaku tidak ada tantangan khusus mengingat mayoritas penduduk kota besar ini sudah mengenal aplikasi e-commerce untuk belanja online.

“Di sana demand-nya luar biasa besar, tapi supply-nya susah. Jadi sangat relevan bagi kami untuk hadir di luar Jakarta. Sebab kami mau ada pemerataan solusi digital di Indonesia, sebab Indonesia itu enggak hanya Jakarta saja.”

Terhitung saat ini perusahaan memiliki tiga dark store yang terletak di Tangerang, Semarang, dan Solo. Perusahaan akan gencar masuk ke kota-kota besar lapis dua di seluruh Indonesia pada tahun ini dengan target pembukaan satu hingga tiga dark store tiap minggunya. Bila dikalkulasi, setidaknya Radius bakal memiliki ratusan dark store sampai akhir 2022.

Ekspansi Radius yang agresif ini, turut didukung dengan strategi perusahaan yang menyederhanakan proses ekspansi. Diklaim satu dark store dapat beroperasi dalam waktu dua hari. Hal tersebut dapat dicapai karena didukung oleh tim yang sudah dilatih, teknologi digital, dan metode pengambilan produk langsung dari para rekanan prinsipal.

Tak hanya itu, perusahaan juga berencana untuk terus menambah kategori produk agar para pengguna memiliki banyak pilihan saat berbelanja. Seluruh rencana tersebut nantinya akan didukung dengan pendanaan yang disebutkan sedang digalang oleh perusahaan. Radius mendapat pendanaan sebesar $500 ribu dari Y Combinator, pasca terpilih dalam batch Winter 2022 yang sudah berlangsung hingga Maret mendatang.

Industri quick commerce

India menjadi contoh terdekat untuk implementasi quick commerce. Menurut laporan “Quick Commerce: A $5 billion market by 2025” yang diluncurkan RedSeer mengungkapkan, penetrasi pasar quick commerce diperkirakan mencapai $0,3 miliar di 2021 dan akan tumbuh 10x-15x hingga lima tahun mendatang menjadi $5 miliar.

Dalam laporan tersebut, quick commerce didefinisikan sebagai pengiriman barang habis pakai dalam rentang waktu 45 menit dengan biaya pengiriman normal. Faktor penggeraknya tak lain karena meningkatnya adopsi antara pelanggan yang mencari kenyamanan dengan perilaku pemesan yang tidak terencana; meningkatnya afinitas pelanggan online dengan Gen-Z; dan perubahan perilaku konsumen yang dipicu Covid-19.

Mengutip dari sumber lain, quick commerce menjadi generasi ketiga dari industri e-commerce yang terus berevolusi. Kehadirannya berdampak penuh pada industri logistik karena menawarkan pengiriman yang cepat, pengiriman terlokalisasi, mengoptimalkan pengiriman last-mile, gudang yang lebih kecil, pengemasan cepat, dan stok real time.

E-commerce Quick commerce
Waktu pengiriman Hari Menit/jam
Ketersediaan stok Berbagai macam produk Pilihan produk yang sedikit
Transportasi Kendaraan roda empat Kendaraan roda dua
Tipe gudang Gudang terpusat Toko fisik atau gudang lokal kecil

Di Indonesia, pemain quick commerce mulai ramai bermunculan, di antaranya, Astro, Bananas, dan Dropezy. Di luar itu, solusi sejenis menjadi pertimbangan berbagai perusahaan e-commerce, termasuk online grocery yang menawarkan pengiriman dapat sampai dalam hitungan 1-2 jam dari tadinya harus pre-order satu hari sebelumnya.

Application Information Will Show Up Here

HappyFresh Hadirkan Inovasi Produk; Tanggapi Tren “Quick Commerce”

Layanan online grocery tampak mendapatkan penerimaan kalangan pengguna yang semakin luas. Hal tersebut ditangkap baik oleh HappyFresh sebagai salah satu platform yang menyediakan layanan terkait. Baru-baru ini, mereka meresmikan inovasi terbaru berjuluk “HappyFresh Supermarket”, untuk memperluas akses terhadap produk kebutuhan harian dengan meningkatkan kehadiran toko virtual.

Langkah ini turut dijadikan sebagai salah satu strategi HappyFresh untuk mempererat kolaborasinya dengan jaringan supermarket nasional dan regional yang sejauh ini telah membantu menyediakan ragam produk. Saat ini HappyFresh Supermarket sudah diluncurkan di kota-kota besar di Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Di dalamnya menyediakan lebih dari 15.000 SKU yang terdiri dari produk segar, kering, dan beku yang disimpan dalam tiga zona suhu yang dipantau secara ketat.

“Dalam hanya beberapa bulan setelah peluncuran, kami melihat ketertarikan pelanggan yang luar biasa, melalui pertumbuhan pengguna sebesar 300% setiap bulannya. Untuk memenuhi permintaan ini, kami mendirikan lebih banyak fasilitas untuk meningkatkan area jangkauan kami dan menyediakan aksesibilitas yang jauh lebih besar. Produk kebutuhan harian ada dalam DNA kami,” ujar Co-founder & CEO HappyFresh Guillem Segarra.

Kepada DailySocial.id, ia juga menyampaikan saat ini platformnya telah melayani total pesanan dalam skala jutaan per tahun. Mereka juga telah bermitra dengan hampir banyak supermarket besar di Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Sampai saat ini perusahaan juga telah memiliki lebih dari 50 mitra jaringan supermarket dan ratusan toko khusus.

“Kami telah meluncurkan 15 fasilitas HappyFresh Supermarket di tiga negara. Di Indonesia, kami sudah menjangkau sebagian besar area Jabodetabek, dan beberapa dark store (toko virtual) lainnya akan segera siap,” imbuhnya.

Tanggapan tentang tren quick commerce

Filippo Candrini (Managing Director Happy Fresh) & Fajar Budiprasetyo (Co-Founder & CTO Happy Fresh) dalam sesi wawancara dan temu media

Seperti diketahui, fokus dari layanan quick commerce yang baru-baru ini banyak bermunculan juga pada pemenuhan grocery. Bedanya, mereka menjanjikan pengiriman instan dalam hitungan 10-15 menit — dua pemain lokal yang baru-baru ini mendapatkan sorotan adalah Bananas dan Astro. Sementara di negara lain sebenarnya model quick commerce juga sudah mulai populer, seperti Gorillas di Eropa dan Zepto di India.

Menanggapi hal ini Managing Director HappyFresh Indonesia Filippo Candrini mengatakan, “Berdasarkan pengalaman kami dalam pengamatan terhadap perilaku konsumen online grocery, kami mengetahui bahwa sebagian besar konsumen merencanakan pembelanjaan dengan memilih beragam produk dari berbagai kategori dan menyimpannya di keranjang belanja.”

Hal tersebut juga yang menjadikan alasan utama mereka membangun HappyFresh Supermarket sebagai online grocery. Melalui pemanfaatan teknologi dan fasilitas yang tersedia, HappyFresh dapat menampung lebih banyak SKU di toko virtual. Jumlah ini cenderung lebih besar dari kapasitas dark store quick commerce – dengan waktu pengiriman hanya dalam 30 menit atau pada jam-jam tertentu sesuai preferensi pengguna (untuk layanan full-weekly grocery basket).

“Dengan demikian, kami mencegah risiko kerusakan bahan makanan atau membahayakan keselamatan mitra pengemudi pengiriman kami,” tambah Filippo.

Dari hipotesis tersebut, HappyFresh masih meyakini bahwa model yang diusung sekarang adalah yang paling relevan dengan kebutuhan pasar. Dan pada akhirnya fokus ke kualitas produk akan menjadi kunci utama kebertahanan layanan online grocery. Dengan kata lain, HappyFresh tidak akan turut andil dalam hingar-bingar quick commerce dulu.

Pisah kongsi dengan Grab

Kabar lainnya yang disampaikan dalam sesi wawancara adalah layanan GrabFresh yang sudah dihentikan sejak awal 2021. Hal ini disampaikan oleh Co-Founder & CTO HappyFresh Fajar Budiprasetyo, menurutnya layanan tersebut sudah tidak relevan lagi untuk diteruskan — dengan artian saat ini pihaknya sudah mantap untuk memperluas layanannya secara standalone. Pun untuk inovasi produk, difokuskan untuk meningkatkan kapabilitas layanan HappyFresh, baik di mobile dan website.

Terlepas dari kabar tersebut, HappyFresh juga memiliki keyakinan bahwa sektor online grocery di Indonesia masih berada pada tahap pertumbuhan, masih banyak hal yang bisa dieksplorasi. Di platformnya, mereka melihat banyak pengguna yang tumbuh menjadi pelanggan grosir online secara berulang, dengan frekuensi pembelian bulanan dan total pengeluaran yang semakin meningkat. Hal ini merupakan sebuah pertanda bahwa mereka lebih banyak membeli kebutuhan bahan makanan secara online.

“Di HappyFresh kami juga berkomitmen pada keberlanjutan, yang merupakan inti komitmen kami – tidak hanya untuk masa depan, tetapi juga saat ini. Kami terus mencari cara untuk mengurangi jejak ekologis dengan mengurangi kemasan plastik. Salah satu terobosan terbaru pada HappyFresh Supermarket adalah kerja sama dengan food bank FoodCycle untuk mendistribusikan kembali kelebihan makanan yang tidak terjual kepada komunitas yang kurang mampu dan membutuhkan,” imbuh Filippo.

Rencana penggalangan dana

Kendati tidak memberikan tanggapan secara spesifik, Filippo mengatakan bahwa penggalangan dana lanjutan juga akan menjadi agenda ke depannya. Apalagi melihat iklim bisnis online grocery yang bertumbuh pesat di pasar regional.

“Industri online grocery di Asia Tenggara tidak diragukan lagi menerima banyak perhatian berkat peluang yang muncul saat ini. HappyFresh terbuka untuk berdiskusi dengan investor yang dapat memahami semangat kami dalam membentuk kembali industri grosir, menambah nilai strategis, dan membantu kami mempercepat pencapaian kami berikutnya,” ujarnya

Ke depan, bukan tidak mungkin HappyFresh akan hadir di negara-negara baru lainnya di Asia Tenggara. Namun ditekankan, untuk saat ini mereka masih ingin meningkatkan pengalaman untuk basis pengguna yang sudah ada dulu..

“Industri produk kebutuhan harian sedang mengalami transformasi signifikan yang didorong oleh perubahan dalam kebiasaan berbelanja konsumen. Asia Tenggara berada di puncak perubahan tersebut. Ini adalah industri senilai $300 miliar, maka fokus utama kami sebagai sebuah perusahaan adalah untuk menentukan fondasi bangunan fundamental untuk bagaimana 100 juta orang berikutnya akan berbelanja produk kebutuhan harian,” tambah Segarra.

Quick Commerce Startup Bananas Is Reportedly Received Seed Funding, Soon to Debut

Another online grocery platform arise. It’s called “Bananas”, this service applies the quick commerce concept with 10 minutes delievery guaranteed. The product categories ranged from meat, vegetables, drinks, and various other daily needs.

Based on the website, in the early stage, Bananas is available for users in the Kelapa Gading, Sudirman, and Senopati areas — soon to be available in Kuningan, Senayan, PIK, and surrounding areas.

Regarding funding, based on our source, the company also secured seed investment from a number of investors, including East Ventures and Arise.

In terms of purchasing, users can download the Bananas app on the Android or iOS platform. The app will confirm whether it is within the coverage area. If it is available, you can continue to order items according to the product SKUs.

After the payment is completed, the order will be shipped within 10 minutes after the packing finished. After the goods are shipped and received, the user has 10 minutes to make sure the order is correct. The delivery is carried out by Bananas trained partners.

Bananas was founded by Mario Gaw and Kristian Frits, they curently also participating in the Y Combinator (W22) program. Mario himself is quite familiar in the digital startup industry, he used to be Tiket.com’s CPO, Co-Founder of Cashbac, CEO of Dimo, General Manager of Rumah123.com and several executive positions in other digital companies.

Online groceries innovation in Indonesia

Previously, Astro came up with the same concept. The company recently announced a series A funding of IDR 387 billion. In Indonesia, the quick commerce concept is still relatively new, however, several overseas markets have already validated the business. For example in India, there is Zepto with a similar service. In Europe there is also Gorilla platform.

Quick commerce is basically one of the existing online grocery models. Previously, the Indonesian market had been introduced to the online grocery platform with Happy Fresh or Sayurbox. Although they do not guarantee fast delivery, they are able to deliver orders on the same day with an in-house logistics fleet.

Another concept is in the form of on-demand services, for example, presented by Titipku. They connect Jatiper (partners who shop for goods) scattered in various traditional markets to buy and deliver orders from consumers. Titipku currently accommodates more than 100 markets with nearly 500 thousand users.

Apart from that, unicorns also offer grocery-related sub-services by utilizing their ecosystem and platform. For example, Gojek with GoMart, Grab with GrabFresh, to Blibli with BlibliMart. Blibli seems serious enough to work on the potential of online grocery, last year they just completed a corporate action to acquire a majority stake in the parent company Ranch Market.

On the other hand, several retail companies have also begun to intensify its digital transformation by providing delivery services through applications. Indomaret did it with the KlikIndomaret application and website.

According our observation, the following are Indonesia’s online grocery platforms with the fastest user growth based on rankings in the Shopping category and the number of downloads:

App Rank Download
Klikindomaret 11 1 million+
Segari 23 100 thousand+
Sayurbox 26 1 million+
Pasarnow 30 100 thousand+
Titipku 40 100 thousand+
KitaBeli 42 100 thousand+
TaniHub 52 500 thousand+
LOTTEmart 92 50 thousand+
MyYOGYA 99 100 thousand+

The existing online grocery business models will ultimately provide flexibility for consumers. Moreover, since the pandemic, many people are considering to purchase their needs online to avoid crowds and physical contact. However, the progress of the retail business is also expected to have an impact on industry players – including MSMEs, market traders, to farmers – by including them in the supply chain.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Dikabarkan Dapat Pendanaan Awal, Startup “Quick Commerce” Bananas Segera Debut [UPDATED]

Satu lagi platform online grocery muncul. Bernama “Bananas”, layanan ini mengusung konsep quick commerce, menjanjikan proses pengiriman pesanan dalam 10 menit. Kategori produk yang disuguhkan mulai dari daging, sayur, minuman, dan berbagai kebutuhan harian lain.

Menurut informasi di situs webnya, di fase awal ini Bananas sudah bisa digunakan untuk pengguna di area Kelapa Gading, Sudirman, dan Senopati — segera menyusul di Kuningan, Senayan, PIK, dan sekitarnya.

Terkait pendanaan, dari data yang kami peroleh, saat ini mereka juga sudah mengamankan investasi awal dari sejumlah pemodal, termasuk East Ventures, SMDV, Arise, dan Y Combinator. Total pendanaan yang didapat adalah $1,5 juta sekitar 21,5 miliar rupiah.

Untuk melakukan pesanan, pengguna dapat mengunduh aplikasi Bananas yang terdapat di platform Android atau iOS. Aplikasi akan memastikan apakah area tempat tinggal sudah diakomodasi atau belum. Jika sudah, dapat melanjutkan membuat pesanan item belanja sesuai SKU produk.

Setelah pembayaran selesai, pesanan akan dikirim dalam waktu 10 menit setelah produk selesai dikemas. Setelah barang dikirim dan diterima, pengguna memiliki waktu 10 menit untuk memastikan pesanan sudah sesuai. Pengiriman barang dilakukan oleh mitra Bananas yang telah diberikan pelatihan.

Bananas didirikan oleh Mario Gaw dan Kristian Frits, saat ini mereka juga tengah mengikuti program Y Combinator (W22). Mario sendiri bukan orang baru di dunia startup digital, sebelumnya ia sempat menjadi CPO Tiket.com, Co-Founder Cashbac, CEO Dimo, General Manager Rumah123.com dan beberapa jabatan eksekutif di perusahaan digital lain.

Inovasi online grocery di Indonesia

Sebelumnya, Astro juga hadir dengan konsep yang sama. Baru-baru ini mereka umumkan pendanaan seri A senilai 387 miliar Rupiah. Di Indonesia konsep quick commerce memang relatif masih baru, namun demikian beberapa pasar di luar negeri telah terlebih dulu memvalidasi bisnis tersebut. Misanya di India, ada Zepto yang mengusung layanan serupa. Di Eropa juga ada Gorilla.

Quick commerce sendiri pada dasarnya satu dari varian model online grocery yang saat ini ada. Sebelumnya, pasar Indonesia sudah terlebih dulu dikenalkan dengan platform online grocery ala Happy Fresh atau Sayurbox. Kendati tidak menjanjikan pengiriman kiat, mereka mampu mengantarkan pesanan di hari yang sama dengan armada logistik yang juga dikelola sendiri.

Konsep lain berupa layanan on-demand, misalnya yang dihadirkan oleh aplikasi Titipku. Mereka menghubungkan Jatiper (mitra membelanjakan barang) yang tersebar di berbagai pasar tradisional untuk membelikan dan mengantar pesanan dari para konsumen. Saat ini Titipku sudah mengakomodasi lebih dari 100 pasar dengan hampir 500 ribu pengguna.

Di luar itu, para unicorn juga memiliki sub-layanan terkait grocery yang ditawarkan memanfaatkan ekosistem dan platform yang dimiliki. Misalnya Gojek dengan GoMart, Grab dengan GrabFresh, sampai Blibli dengan BlibliMart. Blibli sendiri tampak cukup serius untuk menggarap potensi online grocery, tahun lalu mereka baru menyelesaikan aksi korporasi mengakuisisi saham mayoritas perusahaan induk Ranch Market.

Di sisi lain, beberapa perusahaan ritel juga mulai menggencarkan transformasi digital mereka dengan menghadirkan layanan pesan-antar melalui aplikasi. Seperti yang dilakukan Indomaret dengan aplikasi dan situs web KlikIndomaret.

Dari data yang berhasil kami kumpulkan, berikut ini adalah platform online grocery di Indonesia dengan pertumbuhan pengguna paling pesat didasarkan pada peringkat di kategori Belanja dan jumlah unduhannya:

Aplikasi Peringkat Jumlah Unduhan
Klikindomaret 11 1 juta+
Segari 23 100 ribu+
Sayurbox 26 1 juta+
Pasarnow 30 100 ribu+
Titipku 40 100 ribu+
KitaBeli 42 100 ribu+
TaniHub 52 500 ribu+
LOTTEmart 92 50 ribu+
MyYOGYA 99 100 ribu+

Hadirnya berbagai model bisnis online grocery pada akhirnya akan memberikan keleluasaan pada konsumen. Terlebih, dari pandemi kemarin banyak orang yang kini mempertimbangkan pemenuhan kebutuhannya secara online untuk menghindari kerumunan dan kontak fisik. Namun demikian, kemajuan bisnis ritel ini juga diharapkan dapat berdampak kepada pelaku industri – termasuk UMKM, pedagang pasar, hingga petani—dengan mengikutsertakan mereka ke dalam rantai pasoknya.

Update: kami menambahkan nominal pendanaan yang didapat dan data investor. Pendanaan ini sudah dikonfirmasi dengan pengiriman rilis oleh East Ventures.

Application Information Will Show Up Here

Astro Announces Series A Funding Worth of 387 Billion Rupiah

An online grocery start-up with the quick-commerce concept, Astro, announced $27 million Series A funding or equivalent to 387 billion Rupiah. The round was led by Accel and Sequoia Capital India. Some previous-funding venture capitalists were also invoved, including AC Ventures, Global Founders Capital, Lightspeed, and Goodwater Capital.

Some angel investors backed this company, including founders and senior executives from Traveloka, Ajaib, Meesho, OYO, Swiggy, and Udaan. Astro will immediately use the funds to expand its reach in Indonesia. In addition, it will be channeled to increase human resources up to 3 times by the end of 2022.

“Astro adheres to the mission to improve the quality of life of people in Indonesia by providing convenience shopping for daily needs. Our Astronauts [partners] are ready to deliver groceries and essentials within 15 minutes, therefore, you can spend time, energy and money on other things,” Astro’s Co-Founder & CEO, Vincent Tjendra said.

Since its launching in September 2021, Astro has established 15+ hubs throughout Jakarta with 1,500+ product SKUs, from food, vegetables, meat, and other daily necessities. The Astro app has been downloaded by hundreds of thousands of people on the Google Playstore. This hub is an important infrastructure for Astro, because their quick-commerce concept guarantees a maximum delivery process of 15 minutes after the order is completed — even for product returns if it doesn’t match.

Competition for the leading online grocery

Previously, in an interview with DailySocial.id, Vincent said, the quick commerce business model provides its own competitive advantages for Astro, including offering convenience and speed through instant delivery, a 24 hours online store with a wide variety of products to meet customer’s needs.

Astro uses the existence of ‘dark stores’ as distribution centers placed at various points to allow instant delivery services. Astro utilizes an in-house logistics fleet to accommodate all orders. The flat shipping cost per order is IDR 15 thousand with  the minimum transaction of IDR 50 thousand.

According to the data, the current retail sector in Indonesia for foodstuffs has a fairly low penetration, which is around 0.4% compared to the penetration of e-commerce that reaches 10%. However, the pandemic is widely seen as an opportunity for online grocery to build the market. According to the research, this sector is projected to grow at $6 billion in 2025.

In Indonesia alone, some players also provide similar services, here are the top list of leading applications on Google Play in the shopping category (as of 02 February 2022). This rating fluctuates, indicating the growth rate of downloads and usage of related apps.

App Rank Download
Klikindomaret 11 1 million+
Segari 23 100 thousand+
Sayurbox 26 1 million+
Pasarnow 30 100 thousand+
Titipku 40 100 thousand+
KitaBeli 42 100 thousand+
TaniHub 52 500 thousand+
LOTTEmart 92 50 thousand+
MyYOGYA 99 100 thousand+

Apart from the standalone grocery services, a number of local tech giants are getting serious to penetrate this segment. For example, Blibli with the BlibliMart. Also, the company has recently took a corporate action by acquiring a majority stake in the Ranch Market company – which is planned to be integrated to strengthen the online grocery line.

Other startups also gain significant support from investors, considering the market is still very “green” to work on. Earlier this year, KedaiSayur has received fresh funding from its parent company Triputra Group. A number of ex-Tanihubs also launched JaPang late this year to provide grocery services that focus on serving markets outside Java.

Meanwhile, last year, apart from Astro, a number of other startups received funding from investors, including Segari (Series A), Dropezy (Series A), Pasarnow (Series A), Segari (Series A), Titipku (Pre-Series A), HappyFresh (Series A). Series D), and Sayurbox (Series B).

“There are several things cannot be separate from e-commerce, one of which is that consumers always want faster delivery, more diverse choices, and appropriate pricing. The quick-commerce model answers all of these needs. With the rapid growth of the market in Indonesia, especially in the online groceries category, this certainly opens up a big market opportunity and deserves to be explored […],” Sequoia India’s VP, Aakash Kapoor said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here