Pelaku Industri P2P Lending Bicara Peluang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di 2023

Saat ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia tengah melambat. Resesi yang terjadi di global diprediksi bakal menghampiri Indonesia pada tahun depan. Apa artinya situasi ini bagi industri P2P lending dan dampaknya bagi pelaku usaha di Tanah Air?

Sesi #SelasaStartup kali ini mengulas cukup dalam mengenai keyakinan pelaku industri P2P lending dan perannya terhadap pertumbuhan ekonomi. Simak selengkapnya, rangkuman dari sudut pandang Yolanda Sunaryo sebagai Wakil Ketua Klaster Multiguna Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sekaligus CEO RupiahCepat dan Betania Jezamin selaku CEO GandengTangan.

Peluang pertumbuhan

AFPI mengaku optimistis Indonesia dapat keluar dari masa resesi pada tahun depan. Menurut Yolanda, mungkin yang akan terjadi di Indonesia bukan resesi, melainkan kontraksi. Apa yang terjadi saat ini sebetulnya sudah pernah dirasakan ketika pandemi awal terjadi di 2020. Saat itu, TKB90 sejumlah P2P naik, karena borrower mengalami kesulitan keuangan.

Namun, situasi saat ini maupun ke depan dapat menjadi momentum bagi pemberi pinjaman atau lender untuk menyalurkan pinjaman. Platform P2P lending memfasilitasi penyaluran pinjaman dengan return hingga 21%. Imbal hasil ini tidak mungkin diberikan oleh lembaga keuangan konvensional. Tinggal bagaimana lender harus selektif dalam memilih sektor sesuai risiko yang dipahami.

Dari sisi peminjam atau borrower, banyak dari mereka sebetulnya belum terlayani lembaga keuangan. P2P dapat menjadi opsi alternatif apabila pengajuan mereka tidak diproses oleh lembaga keuangan, baik untuk kebutuhan mendesak atau modal usaha.

“Kami memprediksi penyaluran pinjaman di 2023 dapat naik hingga 25%. Pandemi tidak menyurutkan masyarakat untuk mencari berbagai peluang yang ada. Demikian juga peluang UMKM semakin tinggi. Kami optimistis pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 5%,” paparnya.

Sementara, Betania (Jezzy) Jezamin menilai faktor perang Ukraina-Rusia memang berdampak besar ke sejumlah negara di dunia, tetapi tidak terlalu signifikan bagi Indonesia. Ia membandingkan resesi global yang terjadi di 2008 kala itu juga serupa.

Salah satunya dikarenakan Indonesia sedang mempersiapkan Pemilu 2009. Di samping itu, Indonesia tidak terlalu bermain pada instrumen sekuritas atau mortgage. Yang menarik, tuturnya, tahun politik akan dimulai di 2023. Mesin-mesin penggerak milik partai politik akan mulai bergerilya.

Jezzi menyebut setiap interaksi politik tersebut akan membutuhkan dukungan logistik. Dengan kata lain, situasi tersebut berpotensi menjadi stimulus ekonomi tidak langsung. Ia meyakini peluang pertumbuhan ekonomi masih besar di tahun depan. “Saya melihat [situasi] di 2023 akan sama seperti 2008 di mana Indonesia tidak terlalu terdampak,” katanya.

Langkah mitigasi

Yolanda menyebutkan sejumlah poin penting terkait upaya mitigasi dalam menekan potensi risiko kredit macet tahun depan. AFPI yang memayungi para pelaku industri terus memantau aktivitas penyaluran pinjaman.

Salah satunya memanfaatkan Fintech Data Center (FDC) atau pusat data nasabah untuk mencegah penyaluran pinjaman secara berlebih. “Apabila ada calon peminjam yang mengajukan lebih dari dua atau tiga, itu akan memengaruhi credit rating,” ucapnya.

Dari aspek bisnis, Yolanda menyarankan pelaku P2P agar lebih selektif dalam memfasilitasi penyaluran pinjaman. Misalnya, P2P di segmen produktif fokus pada sektor usaha yang tidak terdampak dari resesi atau tidak terlalu bergantung pada bahan baku impor.

“Dari sisi penyaluran pendanaan, kami tidak terlalu khawatir selama tingkat mitigasi risiko penyaluran sudah aman. Yang utama itu mengamankan risiko yang akan terjadi. Pertumbuhan akan tetap ada, tetapi melambat. Kami juga mendorong masyarakat agar lebih bijak dalam menentukan mana kebutuhan dan keinginan sebelum meminjam,” tambah Yolanda.

Peran P2P dan kolaborasi

Mengutip data AFPI, Yolanda mengungkap bahwa kebutuhan pinjaman/kredit di Indonesia mencapai Rp2.600 triliun. Sementara, lembaga keuangan konvensional, termasuk perbankan, pegadaian, dan pembiayaan, hanya mampu menyalurkan sekitar Rp1.000 triliun. Artinya, masih ada gap 650 triliun.

Maka itu, ia menilai kehadiran P2P lending punya peran besar dalam membantu memperkecil gap tersebut. “Banyak masyarakat yang pengajuan pinjamannya tidak dapat diproses oleh lembaga keuangan karena mereka tidak memenuhi persyaratan, seperti memiliki rekening bank. Demikian juga dengan hampir 50 juta UMKM yang tidak punya akses ke pinjaman,” ujar Yolanda.

Di sisi lain, Jezzi menyebut bahwa P2P sebagai bagian dari sektor keuangan masih terbilang muda di Indonesia. Sektor ini baru mengalami pertumbuhan di 2016. Namun, P2P telah mengalami ‘ujian’ pertamanya di 2020 ketika pandemi terjadi. Apa yang akan terjadi di tahun ini akan menjadi semacam ujian kedua.

Dari sudut pandang perusahaan, pemain P2P harus berhati-hati mengambil langkah agar dapat bertahan di tengah gejolak ekonomi. Namun di sisi lain, pemain P2P memiliki moral obligation untuk ambil peran dalam pemulihan ekonomi Indonesia.

“Kunci utama adalah kolaborasi dengan pemangku kepentingan terkait. Pemulihan ekonomi tidak bisa dilakukan sendiri. Bagi GandengTangan, kami fokus bikin Open API sehingga memudahkan siapa pun bermitra dengan kami, bisa langsung terintegrasi dengan cepat dan transparan,” tambahnya.

Sebagaimana mandat OJK menuntut sektor P2P menjadi pelaku industri keuangan yang sehat, Jezzi juga menyebut pentingnya untuk menjadi self-sustaining company. Mentality ini perlu dibangun agar startup dapat fokus menghasilkan pendapatan, dan tak melulu bergantung pada modal investor.

“Kecuali, ada rencana pengembangan inovasi baru, tentu butuh biaya besar. Artinya, fokus menyehatkan perusahaan itu utama karena OJK menuntut pelaku industri menjadi lembaga keuangan yang sehat,” tutupnya.

[Video] Modalku Jadi Platform “Beyond Financing”

DailySocial bersama Co-founder & CEO Modalku Reynold Wijaya membahas terobosan baru yang digencarkan Modalku dan bagaimana tren fintech di Indonesia ke depan.

Sebagai platform fintech, Modalku menyediakan layanan pendanaan digital yang membantu peminjam (UMKM yang berpotensi) mendapatkan pinjaman modal usaha tanpa jaminan hingga Rp2 miliar. Dana berasal dari individu atau institusi yang mencari alternatif investasi melalui pasar digital.

Bagaimana strategi Modalku mengembangkan bisnisnya ke depan? Seperti apa strategi perusahaan menghadapi situasi ekonomi yang berpotensi terjal tahun depan?

Simak pembahasannya di video wawancara berikut.

Untuk video menarik lainnya seputar strategi bisnis dan kontribusi startup di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi DScussion.

ALAMI Kantongi Pendanaan Pra-Seri B, Dipimpin East Ventures

Startup platform p2p lending syariah ALAMI Group mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri B yang dipimpin oleh East Ventures, melalui growth fund. Tidak disebutkan nominal yang diterima perusahaan dalam putaran ini. Sejumlah investor dari putaran sebelumnya turut berpartisipasi, di antaranya AC Ventures, Quona Capital, dan FEBE Ventures.

Terdapat investor baru yang masuk, yakni Capria Ventures, VC berbasis Amerika Serikat. Investasi yang mereka kucurkan ini menandai debut perdananya untuk kawasan Asia Pasifik.

ALAMI akan menggunakan dana segar tersebut untuk memperkuat basis bisnisnya dengan memberikan akses layanan pembiayaan dan keuangan yang lebih baik dan mengikuti prinsip-prinsip Islam di Indonesia. Caranya dengan terus menciptakan teknologi keuangan berbasis syariah kelas dunia.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (10/10), Founder dan CEO ALAMI Group Dima Djani menyampaikan putaran pra-seri B ini menjadi validasi dan dukungan yang kuat dari para investor atas dampak positif yang diciptakan ALAMI di Indonesia. Terdapat potensi jangka panjang yang dilakukan ALAMI Group dengan membuka akses perbankan dan pembiayaan syariah, salah satunya melalui Bank Hijra untuk menghubungkan 230 juta umat Muslim dan UMKM di Indonesia.

“Kami akan berkomitmen dengan terus memberikan lebih banyak energi dan sumber daya ke depannya. Besar keyakinan kami akan potensi pasar yang dapat terlayani oleh produk dan layanan produk-produk kami,” kata Dima.

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana turut mengatakan, keuangan syariah adalah salah satu sektor dengan pertumbuhan tercepat dalam industri keuangan dan perbankan. “Kami sangat percaya bahwa keahlian dan integritas yang kuat dari Dima dan tim, dibuktikan melalui pertumbuhan positif perusahaan dan target yang terlampaui, akan terus mengembangkan dan memberdayakan industri perbankan di Indonesia, menggerakkan laju inklusi keuangan menuju keberlanjutan,” ucapnnya.

Dima melanjutkan, UMKM Indonesia telah berangsur-angsur pulih dari pandemi, namun nyatanya masih terdapat kebutuhan pembiayaan dan akses pembiayaan bagi UMKM mencapai $108 miliar. P2P lending menawarkan solusi pinjaman keuangan yang cepat dan mudah sebagai solusi baru.

Pertumbuhan bisnis ALAMI

Sejak didirikan pada 2019, ALAMI telah menyalurkan Rp3,5 triliun dengan NPF sebesar 0% dan Tingkat Keberhasilan Bayar (TKB90) mencapai 100%. ALAMI memiliki lebih dari 111 ribu investor p2p lending yang terlibat pada 10 ribu proyek UMKM, yang berfokus pada pertumbuhan eksponensial bagi UMKM Indonesia.

Kinerja yang ciamik ini diklaim karena didukung oleh rangkaian produk pembiayaan di ALAMI yang mampu menekan laju NPF dan kerja sama dengan BPRS untuk pembiayaan channeling maupun referral.

Kolaborasi antara ALAMI dengan BPRS dapat menjadi peluang bagi BPRS untuk menyalurkan pembiayaan kepada pelaku UMKM ke berbagai sektor dengan metode account receivable (AR) financing, purchase order (PO) Financing, maupun ecosystem financing, tentunya menggunakan akad syariah. Menejkan laju NPF ini adalah salah satu tantangan di BPRS. Berdasarkan data statistik perbankan syariah OJK per Februari 2022, NPF BPRS berada di level 7,27%.

Dari 165 BPRS yang ada di Indonesia, perusahaan sudah bekerja sama dengan 11 BPRS untuk pembiayaan dengan skema channeling dan referral dengan total plafon sebesar Rp108 miliar. Pembiayaan tersebut disalurkan ke berbagai industri, seperti human resources, logistik, healthcare, halal food, dan IT.

ALAMI memiliki beberapa produk pembiayaan, di antaranya Account Receivable (AR) Financing, Account Payable (AP) Financing, dan Ecosystem Financing. Dalam metode AR Financing, pembiayaan ditujukan bagi UMKM yang menyelesaikan proyek/pekerjaan dan telah melakukan penagihan pada pemberi kerja (klien), namun belum dilakukan pembayaran. Melalui produk ini, UMKM tersebut tetap mampu memastikan cash flow dan dapat mengerjakan pekerjaan lainnya tanpa khawatir atas keterlambatan pembayaran.

Sedangkan dalam metode AP Financing, pembiayaan diberikan berdasarkan invoice financing yang diterbitkan oleh supplier kepada penerima pembiayaan. ALAMI juga menyalurkan pembiayaan dengan metode Ecosystem Financing, yaitu pembiayaan berbasis ekosistem kepada anggota dari suatu ekosistem.

Anggota ekosistem merupakan pihak perorangan yang menjalankan aktivitas usaha tertentu untuk kemandirian ekonomi. Proses pengajuan hingga pencairan pembiayaan secara end to end dilakukan melalui platform digital, sehingga proses yang dilalui oleh calon penerima pembiayaan menjadi lebih cepat dan mudah.

Tim ALAMI kini mencapai lebih dari 484 orang yang tersebar di berbagai kota di Indonesia, juga di luar negeri, seperti Singapura, Inggris, dan Amerika Serikat yang seluruhnya berkebangsaan Indonesia. Pada awal berdiri tim ALAMI diisi oleh 38 orang.

Startup Fintech Pembiayaan “Danacita” Genjot Ekspansi Lewat Kemitraan dengan Institusi Pendidikan

Platform fintech pembiayaan pendidikan Danacita terus memperluas kerja sama strategis mereka dengan institusi pendidikan formal dan nonformal. Hingga kini tercatat sudah ada sekitar 130 mitra institusi yang sudah bergabung di platformnya.

Kepada DailySocial.id, Direktur Utama Danacita Alfonsus Wibowo mengungkapkan, model bisnis mereka masih sama, yakni berbentuk fintech p2p lending. Tercatat sudah ada universitas besar yang bergabung, seperti Universitas Tarumanagara (UNTAR), President University (PU), Institut Teknologi PLN (IT PLN), dan sejumlah lainnya.

Sementara institusi nonformal seperti tempat kursus hingga coding class yang memastikan lulusan mereka langsung bisa bekerja juga sudah bermitra dengan Danacita. Di antaranya adalah Hactiv8, Binar Academy, CourseNet, Co-Learn, dan Purwadhika.

“Untuk jumlah mitra institusi formal dan nonformal jumlahnya bisa dibilang cukup seimbang. Karena profilnya untuk nonformal siswa memang tidak banyak, namun ticket size cukup besar,” kata Alfonsus.

Konsisten dengan core business

Masih konsisten dengan misi mereka yaitu memberikan kemudahan bagi semua orang untuk mendapatkan biaya pendidikan, Danacita masih enggan untuk menambahkan produk dan layanan baru di platform mereka. Meskipun ada beberapa penawaran dari pihak universitas agar bisa memberikan pembiayaan untuk kebutuhan mahasiswa seperti laptop dan lainnya.

Sebelumnya Dana Cita juga menjadi perusahaan fintech yang secara strategis digandeng oleh Gojek untuk mendukung pembiayaan di ekosistemnya bersama dengan Findaya (pendukung Gopay Paylater) dan Aktivaku.

Pandemi ternyata juga tidak menurunkan minat calon mahasiswa untuk melanjutkan jejang pendidikan yang lebih tinggi. Hal tersebut terlihat dari makin meningkatnya jumlah borrower yang mengajukan permohonan pembiayaan. Disinggung siapa saja lender atau pemberi pinjaman yang tergabung dengan Danacita, tercatat saat ini sebagian besar adalah dari kalangan institusi.

“Dengan pilihan pembayaran yang kami tawarkan, konsep tersebut pada umumnya lebih menarik bagi kalangan institusi. Hal tersebut yang membedakan kami dengan platform P2P lainnya,” kata Alfonsus.

Tenor pinjaman yang diberikan Danacita berkisar 6 s/d 24 bulan dengan biaya platform antara 0 s/d 1,75% plus biaya persetujuan 3% dari total dana. Konsep bisnis yang diusung Dana Cita adalah “Study Now, Pay Later”, memungkinkan siswa atau orang tua mengajukan pinjaman pembiayaan belajar di institusi formal. Platform akan membayarkan langsung dana pinjaman ke institusi terkait.

Di Indonesia ada beberapa startup pembiayaan untuk pendidikan. Selain Dana Cita, ada DANAdidik, Pintek, KoinWorks, dan EiduPay.

Lancarkan ekspansi

Danacita sendiri merupakan salah satu dari sedikit perusahaan teknologi finansial yang fokus pada pembiayaan pendidikan di Indonesia, yang juga telah berizin dan diawasi oleh OJK. Saat ini Danacita telah menyalurkan pembiayaan ke lebih dari 14.000 pelajar di Indonesia, dengan total pembiayaan lebih dari Rp140 miliar.

ErudiFi, induk perusahaan Danacita telah mengantongi pendanaan seri A senilai $5 juta atau setara 70,5 miliar Rupiah tahun 2021 lalu. Pasca penerimaan dana segar tersebut, Danacita telah melancarkan strategi mereka, yaitu memperbanyak jumlah kemitraan dengan institusi pendidikan.

Disinggung apakah perusahaan memiliki rencana untuk menggalang dana ke tahapan lanjutan, untuk saat ini mereka belum memiliki rencana penggalangan dana. Namun demikian tidak menutup kemungkinan jika ada investor yang memiliki visi dan misi yang sama dengan perusahaan, penggalangan dana bisa dilakukan.

Selain di Jabodetabek, saat ini Danacita juga sudah melakukan ekspansi ke Yogyakarta dan telah bermitra dengan beberapa kampus di Jawa Tengah. Selain itu mereka juga sudah memperluas kehadiran di Jawa Timur, Bali, hingga Makassar.

“Sejak 2018, Danacita telah dipercaya menjadi bagian dari perjalanan puluhan ribu pelajar dan profesional di Indonesia dalam meraih mimpi masa depan mereka. Kami konsisten terus membangun kolaborasi dengan institusi pendidikan baik itu formal maupun nonformal, dengan mengedepankan pembiayaan terjangkau yang berbasis teknologi,” kata Alfonsus.

Application Information Will Show Up Here

Kredit Macet Meningkat, Alarm Industri Fintech Lending

Kredit macet fintech lending tercatat meningkat, seiring membengkaknya beban operasional sepanjang Juli 2022. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding pinjaman macet mencapai Rp785,94 miliar pada Januari 2022. Nilainya menggelembung jadi Rp1,21 triliun per Juli 2022 atau naik 8% dari bulan sebelumnya Rp1,11 triliun.

Pinjaman perseorangan mencatatkan porsi terbesar dalam struktur pinjaman macet tersebut, yakni sebesar Rp1,10 triliun. Kemudian, sisanya pinjaman badan usaha sebesar Rp118 miliar. Jika dirinci, nasabah perempuan mendominasi pinjaman macet, yaitu sebanyak Rp563 miliar. Sedangkan dari usianya, nasabah 19-34 tahun paling banyak tercatat dalam pinjaman macet.

Sementara itu, pinjaman online tidak lancar atau 30-90 hari mencapai Rp3,21 triliun, dan pinjaman lancar atau keterlambatan sampai dengan 30 hari sebesar Rp41,29 triliun.

Selanjutnya, industri ini mencatatkan kenaikan kerugian sebesar Rp114,08 miliar dari Januari 2022 sebesar Rp7,42 miliar. Bila dirinci, beban operasioal mencapai Rp4,69 triliun dan pendapatan operasional hanya Rp4,61 triliun. Adapun beban terbesar dari pos ketenagakerjaan yang naik sembilan kali lipat sebesar Rp1,21 triliun.

Mengutip Koran Tempo, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah, pelemahan kinerja fintech lending, seperti kenaikan tingkat pinjaman macet, pada akhirnya akan berdampak pada kinerja perbankan. “Tak hanya itu. Jika kredit macet fintech lending makin tinggi, kemampuan mereka untuk memberikan pembiayaan kepada dunia usaha juga menurun. Kesempatan usaha mendapatkan pinjaman juga berkurang. Pada akhirnya, ini akan merugikan perekonomian,” kata dia.

Secara sederhana, bisnis fintech lending adalah menghubungkan antara pemilik dana sebagai pemberi pinjaman dan pihak yang membutuhkan dana sebagai peminjam. OJK mencatat outstanding penyaluran pinjaman di industri ini mencapai Rp45,72 triliun atau naik 88,84% secara year-on-year.

Sumber dana yang disalurkan ini berasal dari pinjaman dalam negeri, bank menjadi kelompok pemberi pinjaman tertinggi sebesar Rp15,8 triliun. Sisanya, ada perseorangan, badan hukum, dan industri keuangan non-bank.

Ekonom Indef Nailul Huda menyampaikan, kenaikan pinjaman macet sejalan dengan pertumbuhan penyaluran pinjaman fintech lending dalam beberapa waktu terakhir. “Sistem paylater dengan proporsi kredit konsumtif yang cukup besar belum diimbangi dengan seleksi peminjam (borrower) yang berkualitas. Analisis kredit scoring masih harus banyak diperbaiki,” kata Nailul.

Di sisi lain, upaya mengumpulkan pendanaan dari lender juga dibayangi persaingan yang relatif ketat. Menurut dia, pendanaan yang kurang tak jarang harus diatas dengan mengorbankan pendapatan. Kondisi itu tampak dari tren peningkatan beban operasional perusahaan, sehingga kerugian yang ditanggung pun makin besar.

Pembayaran telat

Sementara itu, kondisi di atas tercermin dengan apa yang dialami oleh iGrow saat ini. Tepat setahun sebelumnya, perusahaan juga mengalami kondisi yang serupa, telat mengembalikan dana pinjaman para pemilik dana dalam berbagai proyek. Alhasil, para lender iGrow yang bernasib sama berkumpul dalam grup Telegram, dinamai Investor iGrow. Beberapa menceritakan pengalamannya di media sosial dan surat pembaca untuk meminta kejelasan.

Para lender menghujani kolom review dan rating aplikasi iGrow di Google Play dengan berbagai keluhan. Mayoritas menyebutkan pihak perusahaan yang tidak transparan dalam menjelaskan status proyek yang didanai. Langkah tersebut diambil, salah satunya karena kolom komentar di akun Instagram iGrow telah ditutup.

Mengutip dari DealStreetAsia, manajemen iGrow telah menyampaikan notifikasi soal keterlambatannya tersebut kepada para lender yang terkena dampak. “Kondisi ini telah ditangani oleh tim collection kami, yaitu melakukan upaya penghimpunan dana dari proyek-proyek terkait sesuai dengan standar operasional prosedur dan peraturan OJK. Kami telah menawarkan solusi dan penjelasan untuk beberapa proyek melalui fitur informasi di aplikasi iGrow, sementara proyek lain masih dalam penyelidikan dan verifikasi oleh tim koleksi kami.”

Perusahaan mengatakan proyek pertanian menghadapi berbagai tantangan dan risiko yang dapat mempengaruhi hasil panen. Di antaranya, kehilangan hasil panen karena cuaca yang tidak menentu, bencana alam, hama, dan kenaikan atau penurunan harga di pasar dapat mengganggu arus kas peminjam [petani], dan pada akhirnya, mengganggu pembayaran kepada pemberi pinjaman.

Sebelumnya di ranah agrikultur, ada TaniFund, Tanijoy, Crowde, Angon, dan Vestifarm yang tersandung kasus serupa.

Secara umum, berinvestasi di platform p2p lending memang tidak luput dari risiko, di tengah tingginya imbal hasil yang ditawarkan. Terlebih lagi, menaruh dana untuk sektor agrikultur yang penuh tantangan ini. Bila dilihat dari hulu dan hilir masalah di agrikultur begitu melimpah, tak hanya soal akses permodalan yang sulit. Oleh karenanya, sektor ini banyak dilirik para pemain.

OJK memberikan rasio untuk melihat kesehatan bisnis para pemain fintech lending ini berdasarkan TKB90. TKB90 adalah ukuran pinjaman yang berhasil diselesaikan dalam waktu 90 hari dari tanggal jatuh temponya — kebalikan dari rasio NPL yang lebih umum. Semakin rendah angka TKB90, semakin tinggi tingkat NPL.

Saat TaniFund tersandung pada 9 Mei, tingkat TKB90-nya berada di 93,53%, di bawah rata-rata nasional 97,68%. TKB90 ini wajib dipublikasikan di laman utama situs dan harus diperbarui tiap bulannya. Adapun, TKB90 dari iGrow saat ini adalah 93,71%.

Sementara itu, menurut data OJK, TKB90 industri saat ini sebesar 97,33%. angka ini sedikit lebih baik dari bulan sebelumnya, yakni Juni 2022 sebesar 97,47% atau Mei 2022 sebesar 97,72%.

5 Rekomendasi P2P Lending yang Aman dan Terdaftar di OJK

Rata-rata pengusaha memiliki masalah yang sama ketika akan memulai usahanya, yaitu permasalahan dana atau modal. Setiap ide yang dieksekusi membutuhkan modal setidaknya agar ide tersebut bisa direalisasikan sebelum dipasarkan kepada masyarakat. Banyak yang ingin memiliki usaha, tetapi tidak memiliki modal dan kesulitan mencari dananya.

Bagi Anda yang membutuhkan modal dan tidak ingin meminjam ke bank karena bunganya yang tinggi ataupun karena syaratnya yang ribet. Anda bisa memanfaatkan aplikasi P2P Lending atau Peer to Peer Lending, aplikasi ini sedikit mirip dengan pinjaman online. Perbedaanya adalah P2P merupakan sistem yang bisa mempertemukan seseorang yang membutuhkan dana dengan orang yang mau meminjamkan dana dengan mengharapkan bunga ketika pengembalian.

Bagi Anda yang berniat untuk mencoba mendapatkan dana usaha dari P2P Lending, Anda bisa mencoba beberapa aplikasi berikut ini. Aplikasi yang disarankan DailySocial.id, sudah dicek sebelumnya di OJK dan dipastikan terdaftar, sehingga aplikasi yang direkomendasikan merupakan aplikasi yang aman.

  1.   Investree

Investree merupakan salah satu pionir atau pelopor yang menyediakan peminjaman uang kepada orang yang membutuhkan. Bagi investor Investree memiliki imbal hasil yang rata-rata cukup tinggi dan menggiurkan yakni mencapai 16,3 persen.

Investree memiliki atau mengakomodir layanan pendanaan yang bisa dilakukan oleh investor pada platform ini:

  • Untuk peminjaman individu atau pribadi
  • Untuk keperluan bisnis atau semacamnya
  1. KoinWorks

KoinWorks menjadi layanan P2P berikutnya yang disarankan untuk penggunaan. Aplikasi ini memiliki pengguna yang cukup banyak. Hal ini dikarenakan, banyaknya keunggulan dan keuntungan menarik yang ditawarkan untuk investor.

Salah satu hal menarik yang ditawarkan oleh KoinWorks adalah peluang return atau imbal hasil yang didapatkan untuk layanan P2P ini mencapai angka lebih dari 18% dalam waktu satu tahun. Pihak KoinWorks sendiri akan melakukan pembagian terhadap kategori dari jenis pinjaman yang tersedia.

KoinWorks memiliki keunggulan yaitu, bagi Anda yang ingin mencoba menjadi investor. Anda tidak perlu mengeluarkan biaya yang cukup terjangkau mulai dari 100 ribuan saja. Hal ini membuka kesempatan lebih besar untuk banyak orang untuk bergabung menjadi investor di KoinWorks.

  1. Amartha

Bagi Anda yang ingin ketika memberikan modal akan membantu banyak mendorong pengusaha kecil daerah. Amartha merupakan layanan pinjaman yang difokuskan pada pengusaha kecil pedesaan. Layanan tersebut menjadi akses bagi pengusaha kecil yang tidak memiliki akses kredit konvensional di bank.

Amartha memberikan imbal balik yang cukup menarik, yaitu mencapai 15 persen untuk per tahunnya. Dengan nilai tersebut investasi dalam layanan ini layak untuk dipertimbangkan untuk menjadi pilihan. Ditambah dengan setoran yang tidak besar yaitu seratus ribu rupiah untuk mulai berinvestasi.

  1. Danamas

Danamas merupakan anak perusahaan dari Sinarmas Group yang menjadi startup P2P lending yang pertama di Indonesia untuk mengantongi usaha dari OJK. Danamas menyasar UMKM dan pengusaha kecil untuk layanan peminjamannya. Layanan tersebut tentu saja sangat membantu pengusaha kecil dan UMKM mengembangkan bisnisnya.

  1. Modalku

Modalku merupakan P2P lending platform yang bisa Anda gunakan layanannya untuk meminjam ataupun berinvestasi. Layanannya mempunyai performa yang apik dan mumpuni. Dalam menjalankan layanannya, Modalku menjalin kerja sama dengan investor asal Singapura terkait dana bantuan.

Imbal hasil yang bisa didapatkan ketika melakukan investasi dalam platform ini mempunyai nilai yang beragam, bergantung dari kondisi pasar dan nominal pinjaman yang diberikan.

Itulah dia beberapa aplikasi P2P lending terpercaya yang terdaftar OJK, tempat pinjam modal yang relatif aman untuk bisnis Anda.

KoinWorks Perkenalkan Penilaian Profil Risiko Baru “Grade S”, Sasar Usaha Mikro dan Kecil

Startup fintech lending KoinWorks perkenalkan penilaian profil risiko baru, dinamai Grade S (Grade Spesial) untuk masuk ke pembiayaan usaha mikro dan kecil. Inisiatif ini sekaligus memperkukuh komitmen perusahaan dalam menjangkau lebih banyak pendana dari kalangan UMKM, setelah merilis KoinWorks NEO.

Dalam konferensi pers yang digelar kemarin (01/9), Co-founder dan CEO KoinWorks Benedicto Haryono menyampaikan, Grade S ini diperkenalkan untuk menjangkau ekosistem UMKM yang sebelumnya peminjam di perusahaan dan terbukti sukses menjadi bankable dan level usahanya naik dari sebelumnya mikro dan kecil.

Dari ekosistem pendana tersebut, masih banyak usaha mikro dan kecil berikutnya yang unbankable dan bisa didanai untuk pertumbuhan bisnisnya. Selama ini mereka luput dari perhatian perusahaan keuangan konvensional.

“Baru semalam (31/8) kami perkenalkan Grade S, sebelumnya hanya ada Grade A-E. Konsep ini kita perkenalkan untuk para graduates UKM yang sudah step up dan punya ekosistem untuk mulai memberdayakan entrepreneur generasi berikutnya. Graduates ini bukan jadi peminjam lagi tapi jadi mitra penghubung,” ucapnya.

Saat meracik fitur baru dari produk personal KoinP2P ini, sambung Ben, perusahaan menyadari bahwa UMKM ini tipikal punya risiko gagal bayar yang besar. Berlaku pula konsep high risk, high return. Perusahaan mencari cara bagaimana bisa menjadi win-win solution bagi semua pihak. Setelah meriset lebih dalam, ada segmen niche di dalam UMKM dengan risiko tinggi yang dapat direndahkan. Caranya dengan masuk ke ekosistem dari UKM yang terbukti sukses tumbuh setelah dibantu oleh KoinWorks.

Dicontohkan, ada pembiayaan supply chain yang berhasil di danai perusahaan, ternyata memiliki enam ribu motorist di dalamnya. Artinya, usaha tersebut berpotensi memiliki calon pengusaha berikutnya yang bakal sukses karena didukung support system yang baik.

Para motorist tersebut dapat didukung dengan produk pembiayaan yang baik dan pendampingan tanpa pricing yang mahal. Kemudian, dari sisi pemberi pinjaman, mereka juga mendapat asuransi untuk melindungi imbal hasil yang bakal didapat.

Mitigasi seperti ini, memungkinkan KoinWorks untuk menyalurkan pendanaan Grade S kepada para pekerja sektor informal seperti salesman, toko kelontong, dan pedagang grosir untuk membantu mengembangkan usaha dan meningkatkan kesejahteraan sosial mereka.

“Kami tidak hanya mitigasi dari sisi bisnis tapi juga financial protection-nya. Kami ingin breaking the mold, jadi jangan lihat risk dan return saja. Para pemberi pinjaman juga bisa ikut serta, enggak cuma lihat return-nya berapa.”

Pada tahap awal, saat ini perusahaan baru menetapkan Grade S ini untuk kasus tertentu saja (case by case) bagi masing-masing UMKM yang layak didanai. Benedicto memastikan akan terus perluas Grade S ini ke lebih banyak UMKM karena ini berkaitan erat dengan inisiatif impact investing yang sedang digalakkan perusahan.

Disebutkan saat ini KoinWorks telah memiliki tim impact investing yang khusus mengukur dampak yang dihasilkan untuk ekonomi Indonesia, bisa dilihat dari penciptaan tenaga kerja baru, pemberdayaan perempuan, dan sebagainya.

Adapun, kisaran imbal hasil yang dapat diterima pemberi dana apabila turut berpartisipasi dalam pendanaan Grade S mulai dari 8%-10% per tahunnya. “Ini step pertama kami agar bisa berikan akses yang breaking the mold di industri finansial. Kami mau perluas impact investing, sebab pendana yang bergabung itu misinya adalah safety dan return. Tapi kami mau perlihat impact yang lebih nyata.”

Enam tahun KoinWorks

Sejak enam tahun berdiri, KoinWorks mengklaim telah memiliki lebih dari 2 juta pengguna, terdiri dari 1,5 juta pendana dan 500 ribu UMKM terdaftar. Perusahaan menyediakan delapan produk keuangan inovatif yang memberikan layanan manajemen UMKM, pengembangan finansial pribadi, pinjaman pendidikan, dan produk salary advance.

Hingga saat ini, KoinWorks telah mendistribusikan pembiayaan dengan total Rp13 triliun kepada UMKM di seluruh Indonesia. Dengan dana tersebut, UMKM telah berhasil mengembangkan usahanya dengan pendapatan rata-rata per bulan sebesar Rp70 juta.

“Kami berharap semakin banyak UMKM yang terdorong untuk mengambil langkah dalam mencapai potensi terbaik mereka melalui KoinWorks sebagai financial partner. Ini juga merupakan bukti lebih lanjut bagi para lenders bahwa impact investing dengan KoinWorks berdampak positif, tidak hanya untuk keuntungan mereka tetapi juga berdampak pada perekonomian Indonesia,” kata Ben.

KoinWorks juga merayakan keberhasilannya dengan menjaring talenta yang kompeten di berbagai bidang untuk bergabung. Sebanyak 950 karyawan KoinWorks saat ini tersebar di Indonesia dan beberapa negara Asia, antara lain Singapura, Vietnam, dan India. Dengan sumber daya yang kuat, KoinWorks optimis dapat terus memberikan dampak, tidak hanya bagi penggunanya tetapi juga bagi seluruh UMKM di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Induk Perusahaan Fintech “UangMe” Umumkan Pendanaan 327 Miliar Rupiah

SuperAtom, startup fintech binaan Cheetah Mobile, mengumumkan perolehan pendanaan seri C sebesar 22 juta (sekitar 327 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh perusahaan investasi asal Malaysia, Nue 3 Capital. Pendanaan tersebut melambungkan valuasi SuperAtom menjadi $370 juta.

SuperAtom akan memanfaatkan raihan dana tersebut untuk memperluas produk-produk perbankan digital dan kredit SuperAtom secara global, mulai dari Meksiko dan Amerika Latin. Di Indonesia, SuperAtom memiliki produk fintech lending bernama UangMe yang sudah resmi beroperasi sejak 2018 di bawah lisensi OJK.

Dalam keterangan resmi, Founder dan CEO SuperAtom Scarlett Xiao menyampaikan pihaknya akan membuat lebih banyak produk, mereplikasi model UangMe di pasar negara berkembang lainnya seperti Meksiko. Oleh karena itu, dalam beberapa bulan ke depan perusahaan akan membangun operasional lokal di negara-negara, seperti Meksiko dan Amerika Latin, dengan merekrut talenta-talenta lokal, mengajukan izin keuangan, dan fokus pada pengembangan produk kami.

“Kami bersyukur memiliki investor-investor yang luar biasa dan sejalan dengan misi kami untuk membuat layanan keuangan lebih inklusif dan dapat diakses oleh banyak orang,” katanya dalam keterangan resmi, Senin (1/8).

CEO Nue 3 Capital Felix Tang turut menambahkan, meskipun inovasi terus berlanjut di sektor perbankan, masih banyak konsumen global yang aksesnya masih terbatas terhadap layanan keuangan. Dengan rekam jejak tim yang terbukti di Indonesia, mereka meyakini model SuperAtom dapat ditingkatkan secara global dan membantu memberdayakan konsumen yang tidak memiliki rekening bank.

“Kami senang dapat mendukung perjalanan SuperAtom berekspansi ke pasar baru dan memulai fase pertumbuhan berikutnya.”

SuperAtom didirikan pada 2018 berkat inspirasi Xiao terhadap kesuksesan Alipay. Perusahaan ini ingin memberikan produk finansial yang lebih luas dan memfasilitasi inklusi keuangan di pasar negara berkembang seperti Asia Tenggara, termasuk Indonesia, yang sebagian besar penduduknya kurang terlayani oleh lembaga keuangan.

Menurut laporan Bain & Company, lebih dari enam dari 10 orang di Asia Tenggara tidak memiliki rekening bank (underbanked) atau memiliki akses kredit yang terbatas, serta sebagian besar populasi yang masih asing dengan aset manajemen. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Bank Dunia, terdapat sekitar 95 juta orang dewasa yang belum memiliki akses ke layanan keuangan.

Layanan UangMe

Melalui UangMe, SuperAtom menyediakan akses pembiayaan kepada pengguna lokal. Selain fitur pinjaman tunai, telah tersedia fitur BNPL sejak tahun lalu yang memungkinkan konsumen untuk memperoleh barang/jasa terlebih dulu dan membayarnya pada waktu yang telah disepakati. Diklaim saat ini UangMe telah menarik jutaan pengguna dan menyalurkan pinjaman hingga ratusan kali sejak awal diluncurkan.

Mengutip dari situs perusahaan, secara akumulasi UangMe telah melayani satu juta peminjam (individu dan institusi) dengan menyalurkan pinjaman sebesar Rp10,1 triliun. Perusahaan disebutkan berhasil menjaga TKB 90 di angka 100%. Produk utama UangMe adalah pinjaman konsumer dengan limit maksimal Rp20 juta dengan pembayaran dalam 30 hari atau cicilan antara 3-6 bulan.

Presiden Direktur Uangme Vincent Jaya Saputra turut menambahkan, dukungan dana segar yang diterima dapat mengakselerasi pertumbuhan inklusi keuangan bagi masyarakat yang tidak terpapar akses perbankan, serta membangun ekosistem yang lebih baik lagi.

“UangMe Fintek Indonesia juga sangat senang dan berterima kasih karena SuperAtom telah memilih Indonesia sebagai pusat pengembangan fintech Asia Tenggara dan tentunya kami akan memaksimalkan upaya dalam menjadikan UangMe sebagai fintech terpilih bagi masyarakat yang kesulitan dalam akses perbankan,” ujarnya.

Pada bulan lalu, perusahaan mengumumkan kemitraan dengan McDonald Indonesia. Sebanyak 197 gerai McDonald kini dapat menerima fitur pembayaran BNPL UangMe sebagai metode pembayaran. Ke depannya, disebutkan SuperAtom akan mengenalkan lebih banyak produk baru lainnya, termasuk produk wealthtech.

Sebelum mengumumkan pendanaan teranyar ini, SuperAtom terakhir kali mengumumkan pendanaan sebesar $24 juta yang dipimpin Gobi Partners melalui Meranti ASEAN Growth Fund dan sebuah konsorsium investor pada September 2019.

Kompetisi pasar

Di Indonesia, UangMe berkompetisi langsung dengan sejumlah kompetitor. Untuk fintech lending yang sifatnya cashloan, jumlahnya ada puluhan. Pun demikian untuk layanan paylater yang jumlah pemainnya ada belasan. Sementara untuk fintech yang memiliki dua lini sekaligus (lending dan paylater) juga ada beberapa, salah satu yang terbesar adalah Kredivo.

Menurut data yang dihimpun Statista, layanan pinjaman alternatif di Indonesia, khususnya berbasis teknologi, nilai transaksinya akan mencapai $46,61 juta pada 2022. Capaian ini juga diproyeksi akan bertumbuh dengan CAGR 5,38% sampai 2027 mendatang, dengan prakiraan nilai akan mencapai $60,56 juta.

Application Information Will Show Up Here

Modalku Acquires Singapore-Based Fintech Payment “CardUp”

Modalku Group announced acquisition with an undisclosed amount over CardUp, a Singapore-based fintech startup providing payment solutions. CardUp capabilities are to enhance Modalku’s loan products in order to provide more integrated financial services for MSMEs in Southeast Asia.

Once the acquisition process is complete and approved by local regulators, the Modalku Group will welcome CardUp Co-founder Nicki Ramsay as a member of the management team to lead the payments business while retaining all CardUp employees in Asia.

In an official statement (29/6), Co-founder of Funding Societies and CEO of Modalku Indonesia, Reynold Wijaya, said that his team has known Nicki and CardUp since 2018. In terms of culture and strategy, this is quite a match for the Modalku Group.

He said, with this acquisition, the company can accelerate its leadership in the regional fintech market by combining payment service capabilities, improving user experience, and adding local licenses to Modalku Group’s digital lending services in key markets. “We are excited to work with the CardUp team. This is an honor for us,” said Reynold.

CardUp’s Founder and CEO, Nicki Ramsay said, “We also identify the Modalku Group as a perfect associate for the company’s expertise in payments. For him, this acquisition reflects the strong strategic and cultural synergy between the two companies.

“We have the same mission to empower MSMEs and have been providing the medium for them in business operations and cash flow management. We believe that CardUp has a bright future with the Modalku Group and we are delighted to be working together on this new journey,” Ramsay added.

CardUp will continue to operate its business and consumer services, also continue its long-term relationships with partners, card issuers, and media partners. The two companies will take advantage of synergies through complementary human resources, technological innovation, banking, and technology partnerships to continue to empower MSMEs in Southeast Asia.

This acquisition, Reynolds continued, is one of the most significant corporate actions during this year. In February, the company raised $294 million in Series C funding, with $144 million streaming from equity. Moreover, the company also invested in Bank Index in Indonesia, launched a virtual business card called Elevate in Singapore, and expanded business in Vietnam. “All of this is to strengthen and expand the range of corporate financial services for MSMEs.”

About CardUp

CardUp was founded in 2016 in Singapore, providing payment solutions for individuals and businesses to pay suppliers and receive payments from customers digitally. In addition to Singapore, the solution has been used by tens of thousands of businesses on various business and industrial scales (B2B and C2B) in Malaysia and Hong Kong. They use CardUp for transactions related to payroll, rent payments, corporate taxes, vendor payments, accounts receivable flows, and fees between countries.

CardUp is licensed by the Monetary Authority of Singapore (MAS) as a Major Payment Institution under the Payment Services Act and is also licensed by the Hong Kong Customs and Excise Department or HKCED. ) as a Financial Service Operator (Money Service Operator).

CardUp is in high demand from businesses looking to save time and money by digitizing payment transactions. This is reflected in the claimed quarterly growth of 53%.

Momentum for MSMEs

The acquisition is considered to have the right momentum, as the MSME segment is projected to drive Southeast Asia’s digital financial market to $60 billion by 2025, according to a Bain & Company report. Meanwhile, citing McKinsey, the business payments sector will grow at a CAGR of 10% over the next five years.

Modalku provides digital funding services, borrowers (potential MSMEs) can get an unsecured business capital loan of up to IDR 2 billion funded by platform lenders (individuals or institutions looking for alternative investments) through the digital market.

In addition to Indonesia, Modalku also operates in Singapore, Malaysia, Thailand, and Vietnam under the name Funding Societies. To date, the Modalku Group has succeeded in disbursing business loans of Rp. 35.14 trillion to more than 5 million MSME loan transactions in Southeast Asia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Modalku Akuisisi CardUp, Startup Fintech Pembayaran Asal Singapura

Grup Modalku mengumumkan akuisisi terhadap CardUp, startup fintech penyedia solusi pembayaran dari Singapura dengan nominal dirahasiakan. Kapabilitas CardUp akan melengkapi produk-produk pinjaman Modalku dalam rangka menyediakan layanan keuangan yang lebih terintegrasi untuk UMKM di Asia Tenggara.

Setelah proses akuisisi selesai dan disetujui regulator setempat, Grup Modalku akan menyambut Co-founder CardUp Nicki Ramsay sebagai anggota tim manajemen untuk memimpin usaha pembayaran dengan tetap mempertahankan semua karyawan CardUp di Asia.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (29/6), Co-founder Funding Societies dan CEO Modalku Indonesia Reynold Wijaya menuturkan, pihaknya sudah mengenal Nicki dan CardUp sejak 2018. Secara kultural dan strategis, CardUp sangat cocok bagi Grup Modalku.

Menurutnya, dengan akuisisi ini, perusahaan dapat mempercepat kepemimpinan perusahaan di pasar fintech regional dengan menggabungkan kapabilitas layanan pembayaran, meningkatkan user experience, dan menambah lisensi lokal ke layanan digital lending Grup Modalku di pasar-pasar utama. “Kami bersemangat untuk bekerja sama dengan tim CardUp. Bergabung dengan mereka adalah suatu kehormatan bagi kami,” ucap Reynold.

Founder dan CEO CardUp Nicki Ramsay menambahkan, pihaknya juga melihat Grup Modalku sebagai pasangan komplementer untuk keahlian perusahaan di bidang pembayaran. Bagi dia, akuisisi ini mencerminkan sinergi strategis dan budaya yang kuat antara kedua pihak.

“Kami memiliki misi yang sama untuk memberdayakan UMKM dan selama ini menyediakan sarana bagi mereka untuk mendapatkan bisnis operasional dan mengelola arus kas. Kami percaya bahwa CardUp memiliki masa depan yang cerah dengan Grup Modalku dan kami senang akan bekerja sama dalam perjalanan baru ini,” kata Ramsay.

CardUp akan terus mengoperasikan layanan bisnis dan konsumennya, serta melanjutkan hubungan jangka panjangnya dengan para mitra, penerbit kartu, dan mitra media. Kedua perusahaan akan memanfaatkan sinergi, yaitu melalui sumber daya manusia yang komplementer, inovasi teknologi, kemitraan perbankan, dan teknologi untuk terus memberdayakan UMKM di Asia Tenggara.

Akuisisi ini, sambung Reynold, adalah salah satu aksi korporasi yang signifikan selama 2022. Pada Februari kemarin, perusahaan memperoleh pendanaan Seri C senilai $294 juta, dengan $144 juta di antaranya berasal dari pendanaan ekuitas. Berikutnya, berinvestasi terhadap Bank Index di Indonesia, meluncurkan kartu virtual usaha bernama Elevate di Singapura, dan perluas bisnis di Vietnam. “Semua ini dilakukan untuk memperkuat dan memperluas rangkaian layanan keuangan perusahaan bagi UMKM.”

Tentang CardUp

CardUp didirikan pada 2016 di Singapura, sediakan solusi pembayaran untuk individu dan badan usaha membayar pemasok dan menerima pembayaran dari pelanggan secara digital. Tak hanya Singapura, kini solusinya telah dimanfaatkan oleh puluhan ribu usaha dari berbagai skala bisnis dan industri (B2B dan C2B) di Malaysia dan Hong Kong. Mereka menggunakan CardUp untuk transaksi yang berhubungan dengan pembayaran gaji, pembayaran sewa, pajak korporat, pembayaran vendor, arus piutang, dan biaya antar negara.

CardUp memegang lisensi dari Monetary Authority of Singapore (MAS) sebagai Lembaga Pembayaran Signifikan (Major Payment Institution) di bawah Undang-Undang Layanan Pembayaran (Payment Services Act) dan juga terlisensi oleh Departemen Bea Cukai Hong Kong (Hong Kong Customs and Excise Department atau HKCED) sebagai Operator Layanan Keuangan (Money Service Operator).

CardUp memperoleh permintaan tinggi dari usaha-usaha yang ingin menghemat waktu dan uang lewat digitalisasi transaksi pembayaran. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan tiap kuartal yang diklaim sebesar 53%.

Momentum pangsa pasar UMKM

Langkah akuisisi dianggap memiliki momentum yang tepat, lantaran segmen UMKM diproyeksikan akan menggerakkan pasar keuangan digital Asia Tenggara menjadi sebesar $60 miliar pada 2025 mendatang, menurut laporan Bain & Company. Sementara, mengutip dari McKinsey, sektor pembayaran usaha akan tumbuh dengan CAGR 10% selama lima tahun ke depan.

Modalku menyediakan layanan pendanaan digital,  peminjam (UMKM yang berpotensi) bisa mendapatkan pinjaman modal usaha tanpa jaminan hingga Rp2 miliar yang didanai oleh pendana platform (individu atau institusi yang mencari alternatif investasi) melalui pasar digital.

Selain di Indonesia, Modalku juga beroperasi di Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam dengan nama Funding Societies. Sampai saat ini, Grup Modalku telah berhasil mencapai penyaluran pinjaman usaha sebesar Rp35,14 triliun kepada lebih dari 5 juta transaksi pinjaman UMKM di Asia Tenggara.

Application Information Will Show Up Here