NusaTrip Buka Kantor di Vietnam untuk Lanjutkan Ekspansi Regional

Startup OTA NusaTrip hari ini (8/3) mengumumkan pembukaan kantor regional di Ho Chi Minh City, Vietnam, yang juga kota ketiga di luar Jakarta, setelah membuka kantor di Singapura dan Manila. Kantor regional ini akan berfokus untuk menciptakan berbagai inisiatif strategi penjualan dan bekerja sama dengan ekosistem pariwisata di negara tersebut.

Setelah pandemi Covid-19 menunjukkan pemulihan, Vietnam kembali membuka pintu untuk para wisatawan internasional pada Maret 2022. Semenjak itu, industri pariwisata domestik Vietnam mengalami pertumbuhan yang kuat dan berhasil mendatangkan lebih dari empat juta wisatawan mancanegara.

Berdasarkan data ASEANFocus, Vietnam menargetkan kedatangan sebanyak 16 juta wisatawan mancanegara dan 80 juta wisatawan domestik, serta pendapatan sebesar $34 miliar pada 2024-2026. Selain itu, Otoritas Penerbangan Sipil Vietnam (CAAV) juga berharap industri pariwisata dapat pulih seutuhnya di Desember 2023, naik tiga kali lipat secara volume perjalanan dari 2022 dengan perkiraan 34 juta wisatawan Vietnam yang akan bepergian ke luar negeri dengan pesawat.

Dalam keterangan resmi, CEO NusaTrip Johanes Chang menyampaikan, pembukaan kantor di Vietnam adalah bentuk komitmennya dalam menghadirkan pengalaman perjalanan terbaik kepada lebih banyak pelanggan di wilayah yang memiliki salah satu pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara.

“NusaTrip akan berusaha meningkatkan pelayanan dan terus berinovasi guna memenuhi perubahan perilaku pelanggan. Selain itu, dengan pertimbangan kekuatan potensi pasar, NusaTrip juga berencana membuka kantor di wilayah Asia Tenggara lainnya untuk memberikan layanan personal dan menjadi one-stop booking experience bagi seluruh pelanggan kami,” kata Joe, sapaan akrab Johanes.

Society Pass Vietnam Country Manager Ngo Thi Cham menambahkan, “[..] Bersamaan dengan momentum tren ‘revenge travel‘ yang sangat berharga, kami siap memenuhi permintaan tinggi dari konsumen, terutama bagi yang ingin mengunjungi lebih dari 3.000 pulau indah di Vietnam. Asia Tenggara merupakan mesin pertumbuhan penting bagi NusaTrip. Seiring dengan pulihnya industri pariwisata, kami juga optimistis terhadap potensi pasar di Vietnam.”

Perkembangan SoPa

Society Pass mengakuisisi NusaTrip pada Agustus 2022. Kesepakatan tersebut mengawali langkah SoPa masuk ke pasar Indonesia, sejalan dengan strategi bisnisnya dalam menyatukan dan mengembangkan ekosistem perusahaan berbasis digital di seluruh pasar Vietnam, Filipina, Singapura, dan Thailand.

SoPa sendiri sudah memiliki kantor di banyak lokasi, seperti Los Angeles, Bangkok, Ho Chi Minh, Jakarta, Manila, dan Singapura. Sebagai perusahaan induk berbasis akuisisi, SoPa mengoperasikan enam vertikal bisnis berkaitan dengan loyalitas, media digital, perjalanan, telekomunikasi, gaya hidup, dan F&B.

Salah satu inovasi yang tengah disiapkan adalah poin loyalitas atau Poin Society. Nantinya, pengguna SoPa bisa mendapat dan menukarkan Poin Society mereka, dan menerima promosi yang dipersonalisasi sesuai kemampuan data SoPa dan pemahaman tentang perilaku belanja konsumen. Fitur teranyar ini telah masuk pengujian beta dan diperkirakan meluncur secara luas awal tahun ini.

Diklaim SoPa telah mengumpulkan lebih dari 3,3 juta konsumen terdaftar dan lebih dari 205 ribu pedagang dan merek terdaftar. Perusahaan telah menginvestasikan lebih dari dua tahun membangun arsitektur IT eksklusif untuk secara efektif mengukur dan mendukung konsumen, pedagang, dan proses akuisisi.

Dampak Industri Esports ke Merek Non-Endemik dan Potensi Game Esports Lokal

Beberapa tahun belakangan, semakin banyak perusahaan non-endemik yang tertarik untuk masuk ke dunia esports. Alasannya, mereka tertarik untuk mendekatkan diri dengan audiens esports, yang kebanyakan merupakan generasi milenial dan gen Z. Di Indonesia, tren ini juga terjadi. Tidak jarang, turnamen atau kegiatan esports disponsori oleh perusahaan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan esports, seperti bank atau perusahaan e-commerce.

Dampak Esports ke Bisnis Non-Endemik

BCA telah terjun ke dunia esports sejak 2018. Ketika itu, mereka mengadakan promosi bersama UniPin. Tahun lalu, mereka juga mendukung Piala Presiden. Armand Hartono, Deputy President Director BCA menjelaskan dampak yang dirasakan oleh BCA setelah ikut aktif dalam mendukung kegiatan esports dalam acara bertajuk “Leverage Your Business with Esports” yang diadakan pada Rabu, 28 April 2021. Dia mengungkap, salah satu efek positif yang BCA dapatkan adalah branding yang lebih kuat, khususnya di kalangan fans esports.

“Perkembangan esports tidak seperti olahraga tradisional, yang perlu hingga puluhan tahun. Pertumbuhan esports eksponensial,” ujar Armand. Lalu, kenapa BCA menargetkan fans esports? Armand menjelaskan, BCA tertarik untuk mendekatkan diri dengan komunitas esports adalah karena di Indonesia, generasi muda memang mendominasi demografi negara. “Kita mengikuti demografi Indonesia, memang banyak yang muda. Kita ikuti apa yang mereka mau. Dengan begitu, kita akan lebih diterima di kalangan generasi muda,” katanya.

BCA menjadi sponsor dari Piala Presiden.

Sementara itu, keuntungan konkret yang didapatkan oleh BCA dengan aktif di dunia esports adalah meningkatnya jumlah transaksi di aplikasi mereka. Armand bercerita, pada aplikasi BCA Mobile, terdapat fitur lifestyle, yang dapat digunakan untuk membeli tiket pesawat, voucher game, dan produk lain terkait gaya hidup. Dia mengungkap, pembelian voucher game berkontribusi 70% dari total transaksi di aplikasi tersebut. Meskipun begitu, dia mengatakan, dari segi nilai transaksi, pembelian tiket travel tetap lebih besar.

Tak hanya pelaku bisnis, bahkan pemerintah pun menunjukkan ketertarikannya pada sektor esports. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno menyebutkan, salah satu alasan mengapa pemerintah kini semakin tertarik dengan dunia game dan esports adalah karena kedua industri itu terbukti bisa bertahan melalui pandemi. Memang, secara global, industri game justru diuntungkan oleh pandemi. Sementara itu, banyak turnamen esports yang menjadi pengganti dari kompetisi olahraga tradisional. Walau, tak bisa dipungkiri, sebagian pelaku esports mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan selama pandemi.

Ke depan, Sandiaga berharap, event esports akan bisa digelar di kawasan wisata yang menjadi prioritas pemerintah, seperti Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupan. Harapannya, hal ini akan mendorong wisatawan untuk berkunjung ke tujuan wisata tersebut. Memang, sebelum pandemi, terbukti bahwa event offline esports bisa menarik pengunjung dari luar kota atau bahkan dari luar negeri. Misalnya, turnamen Rainbow Six Siege Raleigh Major yang diadakan pada 2019 memberikan sumbangan ekonomi langsung sebesa sekitar Rp20,5 miliar.

Mengembangkan Game Esports Lokal, Mungkinkah?

Industri game di Indonesia punya potensi yang cukup besar. Berdasarkan data dari Newzoo, pada 2019, Indonesia merupakan pasar gaming terbesar ke-16 di dunia, dengan nilai industri mencapai US$1,31 miliar. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara, Indonesia merupakan negara dengan pasar gaming terbesar. Sementara itu, menurut perkiraan dari Statista, nilai industri game di Indonesia akan mencapai US$1,49 miliar. Mobile game menjadi kontributor utama, diikuti oleh game PC dan game konsol.

Dari segi popularitas, Mobile Legends: Bang Bang masih menjadi raja di Indonesia. Sementara gelar game terpopuler kedua diduduki oleh PUBG Mobile, diikuti oleh Free Fire di posisi ketiga. Seperti yang bisa Anda lihat pada gambar di bawah, semua game terpopuler di Indonesia merupakan game esports, menurut data dari GDP Venture.

10 game terpopuler di Indonesia. | Sumber: GDP Venture

Walau industri game punya potensi besar di Indonesia, pemerintah sadar bahwa kebanyakan game yang beredar di Tanah Air merupakan game buatan developer asing. Begitu juga dengan game-game esports yang populer di Indonesia; kebanyakan merupakan game dari mancanegara. Karena itu, pemerintah ingin mendorong developer lokal agar bisa membuat game esports. Terciptalah Lokapala, yang akan dipertandingkan di Pekan Olahraga Nasional (PON) 2021.

Ketika ditanya tentang potensi pengembangan ekosistem game esports lokal, Co-founder EVOS Esports, Hartman Harris percaya, hal itu bukan sesuatu yang tidak mungkin. “Sekarang, medan esports sangat Jakarta-sentris. Karena, dari segi infrastruktur, seperti stadion dan lain-lain, masih terpusat ke Jakarta. Tidak tertutup kemungkinan, dalam satu atau dua tahun ke depan, komunitas esports akan lebih tersebar, ke Kalimatan, Sulawesi, atau bahkan Papua,” ujarnya.

Lebih lanjut, Hartman menyarankan, bagi developer yang hendak membuat game esports, mereka harus memerhatikan komunitas dari game itu. Dia menyebutkan, developer sebaiknya fokus untuk membangun komunitas gamer yang berkualitas, tanpa harus terlalu terpaku pada kuantitas. “Satu orang gamer yang benar-benar hardcore itu lebih berharga dari satu juta followers yang nggak aktif sama sekali,” ungkapnya. “Komunitas yang hiperlokal itu sangat berharga.”

Sementara itu, Hans Saleh, Country Head, Garena Indonesia percaya, hanya karena telah ada game esports yang populer di Indonesia, hal itu bukan berarti tidak ada ruang bagi game esports lain. Dia mengatakan, beberapa game esports bisa tumbuh bersama tanpa harus saling menganibal viewers atau gamers satu sama lain. “Penonton kan bisa saja mau menonton lebih dari satu game atau turnamen,” ujarnya. Dia membandingkan skena esports dengan dunia olahraga tradisional. Tidak tertutup kemungkinan, fans sepak bola menonton pertandingan basket. Begitu juga dengan game esports.

Soal karakteristik game esports, Hans menjelaskan, salah satu hal yang membedakan game esports dengan kebanyakan game lainnya adalah game esports cenderung lebih kompetitif. Selain itu, kebanyakan gamer yang bermain game esports cenderung lebih serius. Pasalnya, mereka memang ingin mengejar gelar juara.

Upaya Mendigitalkan UKM di Bidang Jasa dan Pariwisata ala Gomodo

Sektor jasa dan pariwisata adalah salah satu yang paling terpukul selama wabah Covid-19 berlangsung. Ketika banyak bisnis pariwisata berhadapan dengan paceklik tersebut, setidaknya ada satu startup anyar bernama Gomodo yang menghimpun tenaga sebagai platform teknologi di sektor jasa dan pariwisata.

Gomodo adalah satu dari 15 startup yang terpilih mengikuti final pitch program akselerasi GK-Plug and Play angkatan keenam. Gomodo merupakan platform software-as-a-service (SaaS) yang memungkinkan UKM di sektor jasa dan pariwisata memiliki situs web untuk menerima pesanan online, pembayaran nontunai, hingga solusi distribusi.

Menjamah yang belum tergapai

Founder & CEO Gomodo Lius Widjaja menjelaskan kepada DailySocial, ide startup ini bermula dari keresahannya yang berkecimpung di industri pariwisata. Selama berkarier di industri ini, Lius menilai biro perjalanan kerap kesulitan memperoleh inventaris produk atau paket wisata dalam bentuk digital.

Perkara itu tak lain karena kebanyakan operator penyedia jasa wisata dan supplier belum memanfaatkan layanan digital. Maklum, kata Lius, platform digital yang dipakai di sektor jasa dan pariwisata ini terbilang rumit dan sulit yang mana lebih ditujukan kepada entitas perusahaan besar alih-alih UKM.

“Sebenarnya ada banyak pengalaman unik yang dapat dinikmati wisatawan di Indonesia, contohnya jungle trekking, wisata observasi Orang Utan, exotic bird watching, bahkan sampai wisata berburu babi hutan? Tetapi pengalaman-pengalaman tersebut hampir tidak tersedia di katalog Online Travel Agent sekelas unicorn sekalipun,” tutur Lius.

Permasalahan ini berlanjut ketika pusat-pusat pariwisata Indonesia masih belum banyak memiliki perangkat yang mendukung pembayaran nontunai. Survei internal Gomodo menyebut 95% UKM di sektor pariwisata yang tak menerima pembayaran via kartu kredit.

Segmentasi dan monetisasi

Seperti diutarakan sebelumnya, Gomodo berfokus pada UKM yang bergerak di bidang jasa dan pariwisata. Operator tur, pemandu wisata, biro perjalanan, perusahaan rental kendaraan, penginapan, hingga konsultan pajak, dan penyedia jasa akuntan pun termasuk.

Fokus terhadap UKM ini yang membedakan Gomodo dengan penyedia sistem distribusi global (GDS) seperti Galileo atau Sabre yang produknya umum digunakan para pelaku industri jasa pariwisata. Jika Gomodo membidik jenis aktivitas wisata dan inventaris paket wisata, Galileo dan Sabre menyasar pasar enterprise yang umumnya adalah inventaris maskapai penerbangan, hotel, tiket taman hiburan, hingga transportasi.

“Dengan lain kata, dalam konteks distribusi, Gomodo dan GDS lainnya berfungsi serupa, hanya kami lebih fokus kepada digitalisasi dan pengumpulan inventaris paket dan aktivitas wisata UKM yang tidak dimiliki banyak pihak GDS dan agent,” imbuh Lius.

Gomodo memang tak memungut biaya bagi para UKM untuk menggunakan platform mereka. Sebagai gantinya, Gomodo memberlakukan sistem bagi untung. Artinya, setiap ada transaksi yang sukses di platformnya, Gomodo akan mendapat bayaran dari mitra mereka tersebut. Lius tak membuka berapa besaran fee yang mereka peroleh dari setiap transaksi.

Target setelah pandemi

Gomodo meluncur ke publik pada Februari 2019. Sejak itu mereka telah mengantongi 1000 klien UKM di seluruh Indonesia. Gomodo juga telah ditunjuk oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan  sebagai mitra kerja program Perhutanan Sosial 4.0. Program ini memungkinkan mereka mendapatkan akses ke ribuan penyedia ekowisata kelas UKM se-Indonesia untuk diberdayakan secara digital.

Saat ini sejatinya Gomodo sudah menggandeng Koinworks untuk menyediakan fitur dana pinjaman kepada UKM yang membutuhkan. Namun fitur ini baru akan diluncurkan secara utuh setelah pandemi berakhir. Berbarengan dengan itu, Lius juga memperkirakan juga meluncurkan fitur investasi di mana para investor atau pemberi pinjaman leluasa menanamkan modalnya ke berbagai usaha di daerah-daerah tujuan wisata.

Terkait status pendanaan, Gomodo telah mengamankan dua babak pendanaan yakni angel round pada akhir 2018 dan pre-seed di akhir tahun lalu. Pada putaran pre-seed tercatat nama-nama investor yang berpartisipasi mulai dari Amand Ventures, Brama One Ventures, dan Plug and Play Indonesia.

Sementara ini Gomodo hanya aktif di Indonesia. Namun Lius tak menutup kemungkinan dalam dua tahun ke depan pihaknya akan ekspansi ke luar negeri seperti Vietnam yang dianggap memiliki karakter serupa Indonesia.

Lius membenarkan bahwa bisnis pariwisata sedang terpuruk. Namun ia optimis ini adalah momen yang tepat untuk mendorong solusi online booking dan pembayaran nontunai mereka ke pelaku bisnis jasa dan pariwisata. Menurutnya hal itu diperlukan untuk bersiap menyambut rebound sektor ini ketika pandemi berakhir.

“Dengan menggunakan platform Gomodo, sebuah UKM di sektor jasa dan wisata dapat Go Digital secepat 10-15 menit, dan set-up atau pengaturan semudah mengisi formulir atau survei,” pungkas Lius.

Saat ini layanan Gomodo masih hanya bisa diakses melalui situs web. Lius memastikan layanan mereka baru bisa diakses di Android dan iOS pada kuartal tiga nanti.

Turnamen Esports Bisa Dorong Industri Pariwisata Lokal

Rusia menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018. Pihak penyelenggara memperkirakan, potensi dampak ekonomi dari kegiatan tersebut mencapai hampir US$31 miliar dalam waktu 10 tahun. Salah satu alasannya adalah karena acara tersebut mendorong pertumbuhan sektor pariwisata. Selain itu, pembangunan besar-besaran yang dilakukan pemerintah untuk menyambut Piala Dunia juga memberikan dampak ekonomi yang besar. Memang, acara seperti Piala Dunia atau konser musik dapat mendukung perekonomian lokal. Sayangnya, acara dalam skala yang lebih kecil, seperti liga lokal atau konser musik, biasanya tak memberikan dampak besar pada ekonomi lokal karena kebanyakan orang yang hadir adalah warga lokal. Sebuah konser baru akan didatangi oleh orang-orang dari luar kota atau luar negeri jika musisi yang hadir memang sangat dikenal. Namun, lain halnya dengan turnamen esports.

Turnamen esports biasanya dapat menarik pengunjung dari luar kota atau bahkan luar negeri. Berbeda dengan olahraga tradisional seperti sepak bola, yang biasanya memiliki fans yang terpusat di kota asalnya, fans esports biasanya tersebar di berbagai kawasan. Tak aneh, mengingat esports tumbuh besar berkat internet. Misalnya, kebanyakan The Jak Mania, fans sepak bola Persija Jakarta, berasal dari Jakarta. Tapi tidak begitu dengan fans tim esports ternama. Walaupun tim-tim esports besar seperti EVOS Esports dan RRQ memiliki markas di Jakarta, tapi fans-nya tak hanya ada di Jakarta saja.

Rainbow Six: Siege Raleigh Major
Sumber: Ubisoft

Mengingat esports kini telah menjadi fenomena global, pemerintah kota bisa mengembangkan industri pariwisata lokal jika mereka bisa memanfaatkan strategi yang tepat. Ubisoft bercerita, salah satu alasan mereka memilih untuk mengadakan turnamen Rainbow Six Major di Raleigh adalah karena pemerintah Raleigh memang melakukan pendekatan yang agresif, misalnya dengan memberikan subsidi. Ini menunjukkan bahwa pemerintah kota mulai berlomba-lomba untuk membuat kotanya menjadi ramah pada pelaku industri esports. Tren ini mulai terlihat di Tiongkok dan Amerika Serikat. Pemerintah Shanghai bahkan mengatakan, mereka ingin menjadikan Shanghai sebagai “ibukota esports“. Mengingat turnamen Raleigh Major memberikan kontribusi ekonomi langsung sebesar US$1,45 juta atau sekitar Rp20,5 miliar, tak heran jika pemerintah kota mau agar kotanya terpilih sebagai tempat diselenggarakannya turnamen esports.

Turnamen besar seperti Rainbow Six Major di Raleigh bisa mendatangkan hingga ribuan pengunjung dari luar kota dan luar negeri. Pemerintah Raleigh mengatakan, 70 persen penonton turnamen Rainbow Six Major datang dari luar Raleigh. Sementara dari segi kontribusi ekonomi, turnamen tersebut menyumbangkan US$1,45 juta atau sekitar Rp20,5 miliar pada perekonomian lokal. Memang, menurut Tourism Economics, divisi Oxford Economics yang menghitung dampak langsung ekonomi, jumlah pengunjung luar kota atau luar negeri berdampak langsung pada ekonomi lokal.

Di Indonesia, cukup banyak turnamen esports yang diadakan. Hadiah yang diberikan pun cukup besar, seperti Mobile Legends Professional League Season 4 yang menawarkan hadiah sebesar US$300 ribu. Jakarta juga pernah menjadi tuan rumah dari turnamen tingkat regional, seperti ESL Clash of Nations yang merupakan turnamen Arena of Valor tingkat Asia Tenggara atau GESC: Indonesia Dota 2 Minor yang diadakan pada tahun lalu. Akhir pekan lalu, HP juga baru mengadakan turnamen OMEN Challenger Series yang mempertemukan 12 tim dari kawasan Asia Pasifik dan Jepang. Sayangnya, belum diketahui berapa besar dampak penyelenggaraan turnamen tersebut pada sektor pariwisata di Jakarta.

Baidu Luncurkan Baidu Maps dan Qunar untuk Dukung Pariwisata Indonesia

Bersama dengan Kementerian Pariwisata, perusahaan teknologi asal Tiongkok Baidu kembali melanjutkan kemitraan strategis dengan meluncurkan dua aplikasi tambahan, Baidu Maps dan Qunar. Diharapkan dua aplikasi ini dapat mendongkrak target pemerintah yang ingin mendatangkan 2 juta wisatawan Tiongkok ke Indonesia pada tahun ini.

Dua aplikasi tambahan ini nantinya bakal melengkapi produk Baidu lainnya, di antaranya Baidu Search Engine, Display Ads, dan Baidu Travel. Seluruh produk tersebut diklaim sangat efektif dalam mengedukasi masyarakat Tiongkok tentang destinasi andalan Indonesia, seperti Bali, Lombok, Banyuwangi, Jogja-Solo-Semarang, Manado, dan Labuan Bajo.

Baidu Maps adalah peta digital yang menawarkan tampilan citra satelit, peta jalan, dan peta dalam ruang. Selain itu, Baidu Maps juga menyediakan rekomendasi akan beragam jenis transportasi terbaik yang dapat dipertimbangkan wisatawan dalam mencapai destinasi tujuan.

Diklaim saat ini pengguna aktif Baidu Maps mencapai 300 juta orang per bulannya, memiliki cakupan point of interest (POI) global sebanyak 140 juta dan mengelola permintaan lokasi sebanyak 72 miliar per harinya. Aplikasi ini dapat diunduh untuk pengguna Android dan iOS.

Sementara itu, Qunar adalah aplikasi perjalanan wisata nomor satu di Tiongkok dengan 4,5 juta pengunjung aktif harian. Dengan mengakses Qunar, wisatawan yang ingin berwisata di Indonesia dapat memperoleh informasi akurat tentang penerbangan domestik dan internasional, paket liburan, hingga informasi lainnya.

Qunar sendiri merupakan perusahaan mobile dan online travel platform (OTP) yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Baidu.

Tampilan Baidu Maps
Tampilan Baidu Maps

“Setelah peluncuran di Indonesia, kami akan meluncurkan Baidu Maps di negara-negara Asia Pasifik lainnya. Pada peluncuran pertama di Indonesia, akan tersedia 1.000 POI mencakup Jakarta dan Bali. Angka tersebut akan terus dikembangkan, termasuk 10 destinasi utama lainnya yang menjadi prioritas Kemenpar,” terang Business Director Baidu Indonesia Ken Tao, Kamis (4/5).

Dia melanjutkan, “Pendekatan OTP yang menjadi fokus kerja sama ini juga sangat strategis untuk diterapkan karena mayoritas wisatawan Tiongkok berusia di bawah 45 tahun dan 68% dari mereka menjadikan informasi berbasis internet sebagai salah satu referensi utama dalam menentukan destinasi wisata.”

Mengenai komitmennya dalam mendukung pariwisata Indonesia dan bisnis secara keseluruhan, Ken mengatakan bahwa pihaknya berencana untuk meningkatkan nilai investasinya pada tahun ini hingga dua kali lipat dari jumlah investasi di tahun sebelumnya sebesar US$5 juta.

Capai target

Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan kerja sama yang dilakukan dengan Baidu pada tahun lalu menunjukkan hasil yang impresif. Dengan pendekatan online, berhasil mendongkrak jumlah kunjungan wisatawan Tiongkok sampai 27,3% atau senilai 1,14 juta orang, khusus Bali meningkat hingga 43,4%.

Akses informasi terkait pariwisata Indonesia yang terpublikasi di berbagai perjalanan wisata maupun di Baidu Travel, dalam waktu singkat mampu menarik minat lebih dari 320 ribu pembaca dengan impresi di atas 1 juta.

Pencarian destinasi dengan kata kunci “Bali Island” juga meningkat sebesar 45% dan kata kunci “Indo Travel” juga meningkat jadi 11%.

“Zaman sekarang kalau strategi pemasarannya tidak pakai digital, ya rugi,” terang Arief.

Dia menuturkan, “Lewat kerja sama dengan Baidu, saya rasa jadi faktor utama yang mendongrak tercapainya target kunjungan wisatawan Tiongkok jadi 1,14 juta. Tahun ini kami targetkan angkanya meningkatnya jadi 2 juta wisatawan.”

Sebelumnya, pemerintah menargetkan terima kunjungan 2 juta wisatawan Tiongkok pada tahun ini dan 10 juta kunjungan di 2019.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Postcard & Tag Fokus Menjadi Social Travel Directory

Postcard & Tag menghadirkan referensi wisata dunia / DailySocial

Pernahkah Anda merasa bingung ketika akan mencari tahu informasi tentang tujuan wisata untuk mengisi liburan? Hal yang biasa kita lakukan ketika mengalami situasi tersebut yakni langsung meluangkan waktu untuk browsing atau menanyakan pada rekan. Fenomena ini ditanggapi oleh Punyo Sakharet dan timnya untuk menghadirkan sebuah media sosial travel discovery bernama Postcard & Tag. Continue reading Postcard & Tag Fokus Menjadi Social Travel Directory

Ezytravel Usung Tampilan Baru

Pembaruan Tampilan Ezytravel Diharapkan Membawa Dampak Baik Bagi Bisnis / Shutterstock

Hari ini secara resmi Ezytravel meluncurkan perubahan tampilan atribut perusahaan yang dimiliki. Logo, tampilan website, merchandise, dan beberapa atribut lain kini sudah mendapatkan pembaruan. Dalam rilisnya Ezytravel mengatakan bahwa proses ini harus dilakukan untuk terus berbenah menjadi yang terbaik melayani kebutuhan di sektor pariwisata.

Continue reading Ezytravel Usung Tampilan Baru

Telkom Mencoba Bermain di Pasar CRM Perhotelan dengan Hadirkan USmart Hotel (Update)

Ilustrasi Reservasi Hotel / Shutterstock

Sektor pariwisata yang terus berkembang di Indonesia berimplikasi pada bertumbuhnya bisnis penginapan dan perhotelan, dari yang berskala kecil hingga yang besar. Pertumbuhan tersebut disikapi dengan sigap oleh Telkom dengan menghadirkan solusi Customer Relationship Management (CRM) perhotelan bernama USmart Hotel. USmart Hotel memiliki dua produk utama, yaitu platform web marketing dan aplikasi e-hotel dikemas dalam dua varian bentuk, SaaS (Software as a Service) dan Hybrid. Continue reading Telkom Mencoba Bermain di Pasar CRM Perhotelan dengan Hadirkan USmart Hotel (Update)

Nuansa Digital di Keraton Kasepuhan Cirebon

Penerapan digitalisasi nampaknya tidak hanya digagas dari kalangan instansi-instansi di ibukota saja. Keraton Kasepuhan Cirebon dikabarkan siap mengadopsi konsep e-ticketing guna meninggalkan cara konvensional dari penggunaan tiket kertas di kawasan keraton. Proyek ini terealisasi atas kerja sama Kementerian Pariwisata dan Pacific Asia Travel Association (PATA).

Diberitakan pertama kali oleh Kompas kemarin (5/1), pengunjung nantinya tidak hanya sekadar masuk dan keluar kawasan keraton, namun juga lebih terdata profilnya yang tersimpan dalam basis data sehingga dinilai lebih efektif dan efisien. Cara menarik ini tentunya dapat dimanfaatkan seperti melihat perilaku dari jangkauan umur, gender, dan usia pengunjung yang datang. Dengan memanfaatkan data mining, seharusnya pihak keraton bisa meluncurkan promo-promo maupun ajakan untuk mengenal kebudayaan dengan lebih tersegmentasi.

Tidak hanya sistem eticketing, revolusi sistem ini juga dibarengi promosi digital berupa website dan situs e-commerceRoyal Kasepuhan Cirebon”. Melalui halaman tersebut, calon pengunjung tidak hanya dapat memesan tiket masuk, tetapi juga disuguhkan dengan informasi dan galeri foto yang cukup lengkap. Keraton Kasepuhan Cirebon juga menyediakan Wi-Fi di seluruh area, berkat kerja samanya dengan Telkom Indonesia.

E-ticketing merupakan bentuk pembaruan di bidang teknologi yang akan diberlakukan di kawasan-kawasan wisata. Keraton Kasepuhan menjadi salah satunya dan menjadi keraton pertama yang memberlakukan sistem ini atas kerja sama dengan Kementerian Pariwisata dan Pacific Asia Travel Association (PATA) Indonesia. Ini juga menunjukkan bahwa cagar budaya tak boleh alergi dengan teknologi,” ujar Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat, mengutip pemberitaan dari Kompas.

Proyek ini sendiri belum secara resmi diluncurkan, namun kabarnya akan segera diperkenalkan berbarengan dengan website dan situs e-commerce sebelum penghujung bulan Januari 2015 ini. Sebelumnya, e-ticketing ini telah melalui tahap uji coba selama tiga bulan belakangan ini dengan harga tiket sebesar Rp 15.000. Ke depannya konsep serupa akan diimplementasikan pada kawasan keraton di seluruh penjuru nusantara untuk mempermudah kegiatan wisata budaya, terutam bagi kaum muda.

“Salah satu promosi yang lebih mudah dijangkau ialah promosi digital. Saat ini eranya digital dan karena kebanyakan pengguna digital anak muda, kami harap endorsement promosi digital dapat dilakukan oleh 80 persen anak-anak muda. Nantinya, mereka diharapkan dapat mempengaruhi dan meyakinkan banyak orang untuk tertarik dengan budaya Indonesia. Saya yakin anak muda dapat mempengaruhi orang banyak, tak hanya kalangannya saja tapi juga orang tua,” kata Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat.

Artikel sindikasi ini pertama kali dimuat di DailySocial dan ditulis oleh Michael Erlangga.