Sony Patenkan Platform Turnamen Online Terintegrasi untuk PlayStation 5

Selain fokus pada game eksklusif dan memenuhi permintaan konsol PlayStation 5-nya di pasaran, Sony ternyata juga menaruh perhatian terhadap esports. Hal ini sejalan dengan akuisisi Sony atas EVO di bulan Maret tahun ini.

Namun lewat paten baru yang dipublikasikan minggu lalu, Sony kelihatannya ingin lebih seriues ke esport untuk ke depannya. Dalam paten yang diberi nama “Online Tournament Integration” tersebut Sony mengusulkan sebuah sistem turnamen online baru yang akan terintegrasi melalui PlayStation Network.

Nantinya para pemain, pengembang, atau bahkan penyelenggara pihak ketiga dapat mengadakan turnamenya sendiri. Namun setiap pihak tadi memiliki kapasitas yang berbeda-beda dalam menyelenggarakan skala turnamennya.

Image credit: United States Patent and Trademark Office

Pada tingkatan paling dasarnya, pemain dapat membuat turnamen kecil untuk teman-teman ataupun keluarga mereka. Namun pada tingkatan tertinggi, para penyelenggara event dapat mengadakan turnamen dengan skala besar dengan peraturan mereka sendiri.

Sistem ini juga akan menyediakan beragam pengaturan untuk manajemen tim, pelacakan event, menentukan parameter turnamen, social tools, percakapan instan, dan juga fitur untuk menelusuri arsip dari event esports.

Parameter turnamen disebut sebagai fitur yang akan paling berguna bagi para penyelenggara karena Sony mengklaim bahwa turnamen gaming yang paling sukses adalah ketika para peserta yang ikut berada di level kemampuan yang sama.

Fitur parameter yang disediakan nantinya dapat digunakan untuk memberikan persyaratan spesifik bagi para peserta yang ingin mengikuti turnamen yang diadakan. Para penyelenggara dapat mensortir para peserta lewat data yang ditarik dari profil pemain mulai dari statistik menang-kalah, durasi total bermain, jumlah kill atau poin, dll.

Image credit: Sony PlayStation

Bahkan para penonton yang nantinya tengah melihat sebuah pertandingan dan tertarik dengan salah satu pemain atau tim dapat mengeksplorasi lebih dalam informasi tentang turnamen-turnamen lain yang diikuti oleh pemain atau tim tersebut.

Semua aktivitas baik dari penyelenggara maupun para pemain yang mengikuti nantinya akan di-update secara real-time melalui PlayStation Network. Begitu juga dengan gameplay yang telah dilaksanakan sebelumnya, yang pada akhirnya akan di-update ke profil pemain masing-masing.

Sistem ini tentunya akan mempermudah bagi semua pihak yang akan menyelenggarakan turnamen esport dengan platform PlayStation 5 nantinya. Meskipun akhirnya semua fitur dan statistik tersebut akan bersifat eksklusif untuk para pemain PS5 saja.

Info Paten Ungkap Rencana Microsoft Mengembangkan Controller Xbox Dengan Huruf Braille

Satu fakta yang jarang sekali dibahas terkait permainan video adalah kegiatan ini baru bisa dinikmati secara maksimal oleh mereka yang sempurna secara fisik. Dan setiap kali tema tersebut dibahas, saya selalu teringat harapan Stevie Wonder di salah satu ajang Video Game Awards (sekarang dikenal sebagai The Game Awards) agar game juga dapat dimainkan oleh penyandang tunanetra.

Mencoba mengubah status quo ini, beberapa minggu sebelum E3 2018, Microsoft memperkenalkan Xbox Adaptive Controller untuk Xbox One. Adaptive Controller ialah sebuah unit kendali fleksibel yang memberikan kesempatan bagi penderita disabilitas buat bermain game. Penampilannya mirip turntable DJ, dilengkapi tombol-tombol programmable dan port-port untuk membubuhkan input custom eksternal. Kali ini, Microsoft diketahui punya rencana buat menggarap sesuatu yang lebih ambisius lagi.

Website Let’s Go Digital (berbahasa Belanda) baru-baru ini menemukan bahwa Microsoft sempat mengajukan sebuah paten berisi rancangan gamepad yang memanfaatkan rangkaian huruf Braille. Dari ilustrasinya, periferal tersebut mempunyai penampilan layaknya Xbox One Controller standar, tetapi desainer juga membubuhkan hardware tambahan di bagian bawah yang boleh jadi memungkinkan pengguna membaca dan memasukkan huruf Braille ke permainan.

Xbox One Controller 1

Salah satu gambar tersebut memperlihatkan sebuah panel di sisi bawah yang diisi oleh titik-titik dengan total sembilan matrik mirip formasi huruf Braille. Mereka diposisikan agar mudah dicapai oleh ujung jari pengguna. Selain itu, Microsoft juga membubuhkan enam buah pedal tambahan. Ada indikasi pedal-pedal ini memungkinkan user memasukkan karakter-karakter Braille sehingga dapat dibaca oleh sistem.

Let’s Go Digital juga menyampaikan bahwa paten tersebut turut membahas fitur unik yang bisa mengubah input suara menjadi tulisan buat mempermudah pengendalian. Lalu controller juga dibekali sejumlah sistem haptic feedback – kemungkinan tidak sesederhana vibrasi seperti pada Xbox Controller biasa atau DualShock 4. Selain hardware tambahan dengan rangkaian huruf Braille, saya tidak melihat adanya perbedaan signifikan pada wujud, penempatan tombol dan thumb stick.

Selain menampilkan beberapa ilustrasi controller, paten juga memperlihatkan gambar sederhana unit Xbox One dan monitor. Layar tersebut menampilkan tulisan ‘want to play?’. Melihat dari untuk siapa gamepad versi Braille ini ditujukan, saya menduga teks-teks yang muncul di sana turut diiringi oleh audio.

Dari keterangan Let’s Go Digital, pengajuan paten ini dilakukan oleh Microsoft Technology Licensing ke World Intellectual Property Office (WIPO) pada bulan Oktober 2018 dan dipublikasikan pada tanggal 2 Mei kemarin. Dan mengingat ini hanya sekadar paten, belum diketahui apakah Microsoft  betul-betul akan mengangkatnya jadi produk konsumen.

Via GamesIndustry.

 

Paten Bocorkan Teknologi Layar Tekuk Sony yang Tak Biasa

Tahun 2018, tren fokus pada notch dan kamera geser. Tahun depan, aroma akan adanya tren baru sudah tercium dini, di mana industri mobile akan dijejali oleh ponsel dengan layar yang bisa ditekuk layaknya dompet. Konsep desain yang berdasar dari ponsel lipat clamshell namun kali ini tanpa engsel dan area tekukannya ada di tengah layar.

Semua pabrikan smartphone besar seperti Apple, Samsung, Huawei, LG, Motorola sudah bersiap-siap untuk merilis smartphone layar tekuk dalam waktu dekat. Kini Sony juga dikabarkan siap terjun ke arena perlombaan itu.

Pabrikan asal Jepang yang terkenal dengan sensor kameranya ini disebut berencana untuk meluncurkan smartphone yang sama, tetapi dengan cara yang berbeda. Sony dilaporkan telah mengajukan paten untuk teknologi mobile yang menampilkan layar tekuk yang transparan.

paten sony

Dilaporkan pertama kali oleh LetsGoDigital via PhoneArena, paten menunjukkan smartphone dengan dua layar. Satu di depan, dan satu lagi di belakang. Layar ini dapat diatur untuk bekerja dalam enam mode berbeda, misalnya dibuat dengan latar solid, transparan, tembus cahaya, ditekuk dan bahkan digulung. Situs web ini juga telah memposting beberapa render tentang bagaimana tampilan smartphone yang dimaksudkan oleh Sony. Paten juga menyinggung soal layar yang bisa digulung yang pernah terlihat beberapa waktu yang lalu.

Sony-Foldable-phone-patent-Leak

Rancangan baru ini jelas merupakan sebuah terobosan yang melampaui apa yang ada dalam ekspektasi banyak orang tentang smartphone layar lipat.  Meskipun masih butuh waktu untuk melihat produk akhirnya, bahkan tak ada jaminan perangkat akhrinya akan benar-benar terwujud, tapi setidaknya hal ini menunjukkan bahwa Sony cukup peka dengan perkembangan tren. Bukan tak mungkin teknologi ini akan menjadi penyelamat divisi mobile Sony yang kembang kempis.

Dua Buah Paten Ungkap Rencana Sony Memperbarui PlayStation Move

PlayStation Move diperkenalkan jauh sebelum ide mengenai PlayStation VR disingkap, disiapkan sebagai jawaban Sony terhadap mulai populernya metode kontrol berbasis gerakan di masa itu. Konsep kerjanya menyerupai Wii Remote, yaitu mengubah gerakan fisik menjadi input kendali. Respons pengguna terhadap Move terbilang positif, tapi penjualannya tidak setinggi harapan Sony.

Potensi pemanfaatan PlayStation Move baru benar-benar terlihat setelah PSVR diumumkan. Periferal ini menjadi salah satu alternatif metode kendali buat headset virtual reality PlayStation tersebut. Umur Move sendiri lebih tua dari PlayStation 4, dan Sony sepertinya punya rencana untuk memperbarui atau mungkin bahkan mengganti controller ini dengan versi yang lebih anyar.

Berdasarkan laporan VR Focus, Sony Interactive Entertainment telah mengajukan setidaknya dua paten yang menampilkan ilustrasi perangkat motion controller baru beserta cara penggunannya. Gambar-gambar itu tak hanya memperlihatkan revisi pada desain, namun juga menunjukkan potensi kehadiran sejumlah fitur yang sudah lama diminta oleh komunitas PlayStation VR.

PS Move 1

Paten pertama diajukan oleh Sony Jepang dan dipublikasikan awal bulan Januari ini. Di gambar, tampak sebuah controller dengan wujud yang lebih stylish dan ergonomis. Hilang sudah bagian bola berisi RGB di atas. Penampilan controller kini selangkah menyerupai controller Vive dengan area kepala yang melebar (boleh jadi merupakan rumah bagi rangkaian sensor). Di sana, terdapat stik analog dan sejumlah tombol, lalu ada tombol trigger di bagian bawah. Selanjutnya, pemakaian controller diamankan oleh strap.

PS Move 2

Paten kedua telah diungkap tahun lalu, kontennya mengindikasikan eksistensi dari fitur-fitur baru. Pertama, ada kemungkinan controller akan mengsung teknologi pelacak gerakan jari, mirip seperti purwarupa controller ‘Knuckles’ untuk HTC Vive. Lalu ‘PS Move anyar’ ini kabarnya akan bekerja langsung dengan unit head-mounted display tanpa lagi menggunakan kamera eksternal. Hal ini menunjukkan akan ada unit PSVR baru.

PS Move 3

Berbicara soal PSVR, Sony sempat meng-upgrade headset ke model CUH-ZVR2. Efeknya, penjualan PlayStation VR laris manis di Jepang. Terhitung di bulan Desember silam, PSVR telah terjual sebanyak lebih dari dua juta unit secara global.

Mengingat usianya yang hampir menyentuh delapan tahun, sangat wajar bagi Sony untuk memperbarui PlayStation Move dengan unit yang lebih baru. Apalagi sang console-maker Jepang itu sempat menyingkap agenda buat meluncurkan tidak kurang dari 130 permainan PlayStation VR di tahun 2018.

Xiaomi Ikut Kembangkan Smartphone dengan Layar Lipat

Ponsel lipat itu sudah biasa, bahkan konsep ini sudah dianggap kuno dan hanya diterapkan ke model yang diproduksi dalam jumlah terbatas. Tapi, lain halnya dengan ponsel yang layarnya bisa dilipat dan ditekuk layaknya sebuah buku. Konsep ini benar-benar baru dan diyakini akan menjadi tren berikutnya di masa mendatang.

Industri smartphone terus berkembang dan perlahan memasuki fase jenuh yang mengakibatkan persaingan menjadi semakin sengit. Kondisi ini mendorong pabrikan perangkat khususnya mobile untuk berlomba-lomba menemukan cara baru untuk mengalahkan pesaingnya. Salah satu celah yang mungkin akan digarap adalah model smartphone dengan layar yang bisa dilipat.

Langkah itulah yang kini ditempuh oleh Xiaomi. Sebuah dokumen paten diketahui milik Xiaomi membeberkan adanya upaya Xiaomi untuk mengembangkan teknologi serupa yang sedang dimatangkan oleh Samsung, namun dengan konsep yang berbeda. Samsung menerapkan lipatan di bagian tengah perangkat layaknya engsel, sedangkan Xiaomi menggunakan dua titik lipat yang bisa dibuka atau ditutup seperti dua buah jendela. Dari apa yang terlihat, ketika dalam kondisi terlipat, ponsel tampak relatif lebih tebal tapi dengan ukuran yang lebih kecil peragkat sepertinya akan sangat mudah dikantongi.

xiaomi-patent-2

Paten ini dimuat pada tanggal 26 Agustus 2015 dan tampaknya sudah mendapatkan persetujuan dari otoritas terkait. Kendati masih jauh dari realisasi, namun paten ini menjadi tambahan baru yang menggembirakan untuk persediaan teknologi Xiaomi dalam rangka mengarungi persaingan industri mobile yang semakin ketat.

Sumber berita Gizmochina.

Sony Racik Teknologi Pengisian Daya Nirkabel Antar Perangkat

Teknologi pengisian daya nirkabel (wireless charging) bukanlah hal baru. Di tahun 2012, Nokia sudah membenamkan teknologi ini di seri Lumia yang menggunakan Qi wireless charging. Sejak saat itu, teknologi serupa terus berkembang di tangan pabrikan papan atas seperti Samsung, LG dan Google.

Tapi Sony tampaknya siap membawa teknologi pengisian daya nirkabel ke level baru. Belum lama ini perusahaan teknologi asal Jepang itu kedapatan mengajukan paten teknologi pengisian daya nirkabel dengan konsep baru. Dokumen paten tersebut menjelaskan cara kerja sebuah sistem antena yang memungkinkan perangkat, smartphone misalnya untuk mengirimkan daya dari stasiun pengisian daya nirkabel. Lebih jauh dijelaskan bahwa antena juga bisa mengirimkan tenaga listrik dari alat elektronik ke alat lainnya, misalnya dari satu ponsel ke ponsel lain.

wireless-charging-by-sony-e1489664304346

Saat tertanam dalam sebuah smartphone, teknologi memungkinkan perangkat memindai sebuah lokasi untuk menemukan hotspot pengisian daya. Cara kerjanya mirip dengan pencarian perangkat Bluetooth atau hotspot  tethering. Dan jika perangkat yang cocok dan mendukung ditemukan, seketika proses pengiriman listrik secara nirkabel akan dimulai untuk mengisi daya ponsel yang terhubung.

Yang menarik, paten ini pertama kali diajukan pada tahun 2014, menandakan bahwa Sony sudah lama memikirkan teknologi yang berpotensi mengubah banyak hal ini. Hanya saja, masih terlalu dini untuk mengharapkan kehadiran teknologi mutakhir ini di perangkat Sony keluaran terbaru. Bahkan mungkin juga belum untuk 2 tahun ke depan.

Sumber berita Softpedia dan header ilustrasi Whatafuture.

Cara Mengetahui Kapan Mengajukan Hak Paten Produk Startup

Apakah pernah terlintas di pikiran Anda untuk mematenkan produk dengan harga yang pantas? Jika jawabannya ya, lantas bagaimana cara untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk mengajukan hak paten tersebut? Apakah Anda sudah merasa pantas untuk mematenkan produk?

Selaku founder startup, masalah paten produk merupakan hal yang sangat menarik karena bisa membuka ladang rezeki lainnya. Bagi pengembang produk, juga jadi hal yang dapat memicu semangat untuk lebih kreatif.

Stephen Key selaku seorang penemu, penulis dan co-founder dari InventRight, mengatakan pendapatan pasif yang didapat dari royalti sangat membantu pihaknya untuk lebih kreatif dalam menciptakan hal-hal yang baru dan belum pernah ada di pasaran. Pihaknya mengaku sudah memegang penuh hak paten dari puluhan produk yang sudah ia ciptakan dari berbagai industri, mulai dari mainan hingga kemasan produk.

Menurutnya, mendapatkan hak paten itu bukanlah jadi patokan jaminan pasti untuk meraih kesuksesan bisnis. Tapi berusaha untuk mendapatkan hak paten itu mungkin jadi bernilai ketika berhasil mencapainya hanya dengan ide yang sederhana dengan satu kalimat dan sketsa dasar.

Artikel ini akan fokus membahas apa saja tips yang Anda perlukan ketika ingin mendapatkan hak paten untuk produk Anda. Berikut rangkumannya:

1. Cari ide dengan pasar yang besar

Memperoleh hak paten dari ide bisnis dengan ceruk pasar yang “niche” bukanlah tidak mungkin untuk bisa dilakukan. Tapi,sebaiknya carilah ide baru dengan target pasar yang lebih luas. Usaha ekstra ini akan sangat bernilai ketika Anda menerima cek royalti.

2. Pastikan ide Anda dapat diproses manufaktur dengan harga yang wajar

Faktor ini jadi sangat penting untuk Anda pertimbangkan. Jika sebuah ide bisa diproses manufaktur dengan harga yang kompetitif, artinya Anda bisa memperoleh hak paten. Jika ide Anda membuat perusahaan harus investasi ke mesin baru atau menghabiskan uang untuk proses manufaktur lainnya, berarti Anda akan memiliki kesulitan untuk meyakinkan perusahaan bahwa ide tersebut patut untuk diperjuangkan.

Maka dari itu menurut Key ide-ide yang terlalu baru atau revolusioner tidak cocok untuk mendapatkan hak paten.

3. Fokus pada ide dengan manfaat yang besar dan mudah untuk dijelaskan

Mengedukasi konsumen adalah suatu kegiatan yang sangat mahal. Di sinilah Anda memerlukan satu kalimat pamungkas untuk menjelaskan ide. Dapatkah Anda menjelaskan manfaat dari produk Anda hanya dengan beberapa kata saja? Anda harus mampu. Itulah yang disebut dengan istilah “elevator pitch”, repetisi frasa secara terus menerus. Jika Anda belum mampu melakukan ini, Anda bakal menghadapi masa sulit untuk membuka peluang.

Pasalnya, ada beberapa jenis ide yang tidak bisa di patenkan. Ide tersebut terlalu sulit untuk dilindungi, kecuali produknya terkait dengan kemasan atau pengiriman. Sama halnya dengan perangkat lunak, mendapatkan hak paten memungkinkan untuk dilakukan tapi sulit untuk mendapatkannya.

Untuk itu, Anda harus cerdas. Jangan biarkan orang lain mempengaruhi Anda bahwa mendapatkan paten itu adalah suatu kebutuhan. Lalu kembangkan ide dengan melakukan inovasi, misalnya menghadiri berbagai kegiatan pendukung.

Sony Kembangkan Lensa Kontak Pintar yang Mampu Merekam Video

Di bulan April kemarin, Samsung kabarnya telah mengajukan paten sebuah device unik: lensa kontak pintar untuk augmented reality, terdiri atas layar kecil, kamera, antena RF serta sensor buat mendeteksi gerakan mata. Ternyata tak hanya Samsung yang tertarik menciptakan perangkat serupa. Sony juga sedang mengembangkan contact lens berkemampuan merekam video.

Ingatkah Anda pada karakter Trevor Hanaway di Mission Impossible: Ghost Protocol? Di film itu, ia menggunakan gadget berupa lensa mata untuk dokumentasi. Secara garis besar, kemampuan inilah yang disuguhkan oleh kreasi terbaru Sony, berdasarkan penjelasan di laman US Patent & Trademark Office. Sang produsen turut melengkapi perangkat dengan teknik kendali unik, membuatnya lebih mirip alat mata-mata ketimbang aksesori.

Dari deskripsi Sony, lensa kontak ciptaan mereka memanfaatkan display electroluminescence, memungkinkan pengguna menyaksikan video, gambar-gambar, serta melihat informasi lain. Ia turut dibekali sebuah modul video recorder, di mana Anda bisa merekam apapun, ditopang fitur familier misalnya autofocus dan zoom, serta setting exposure dan aperture.

Sony contact lens
Desain dari lensa kontak Sony

Yang membuat device ini distingtif adalah cara pengoperasiannya. Ia tidak dirancang untuk streaming terus menerus dan menyalurkannya ke perangkat lain (smartphone, tablet). Lensa kontak Sony dapat dikendalikan dengan kedipan mata. Device menyimpan rangkaian sensor piezoelectric, mampu menghitung seberapa lama kelopak mata terpejam, sehingga mengetahui apakah user berkedip biasa karena refleks atau bermaksud memberi input.

Lewat teknik kedipan itu, pengguna juga dapat menghapus video. Lensa tersebut dilengkapi gyroscope untuk membaca arah kepala – apakah tegap atau miring – dan menjaga orientasi video supaya tidak miring. Buat sumber tenaganya sendiri, Anda tak perlu khawatir harus menggantungkan baterai di mata. Solusi Sony jauh lebih mutakhir: induksi elektromagnetik wireless, memastikan device mampu bekerja seharian.

Lensa kontak Sony merupakan karya dari tujuh orang inventor: Yoichiro Saku, Masanori Iwasaki, Kazunori Hayashi, Takayasu Kon, Takatoshi Nakamura, Tomoya Onuma dan Akira Tange. Menariknya, waktu pengajuan paten device ini sama seperti lensa milik Samsung, yaitu di tahun 2014. Selain kedua perusahan itu, Anda mungkin sudah tahu bahwa Google telah mengembangkan gadget sejenis, tapi untuk fungsi berbeda.

Memang ada banyak skenario pemakaian lensa kontak tersebut, dan ia juga dapat diterapkan ke bidang augmented reality. Namun tentu saja, ketersediaan device ini untuk publik bisa menimbulkan problem soal privasi…

Via Forbes.

Sony Sedang Garap Controller PlayStation VR Berbentuk Sarung Tangan?

Setelah harga Rift serta Vive diumumkan, kini perhatian tertuju pada Sony dan PlayStation VR mereka. Ada beberapa alasan mengapa virtual reality tidak murah. Pertama, konsumen harus mempersiapkan hardware yang mampu mendukungnya. Lalu aksesori kendali juga tidak kalah penting. Menariknya, ada indikasi Sony tidak cuma mengandalkan DualShock 4 saja.

User NeoGAF bernama Rösti melaporkan bahwa perusahaan video game berbasis Tokyo itu telah mengajukan tiga buah paten input kendali untuk digunakan bersama headset PlayStation VR. Paten tersebut meliputi Thumb Controller, Glove Interface Object, dan ‘sistem serta metode buat menyediakan feedback bagi pengguna yang sedang berinteraksi dengan konten digital’.

Di antara ketiga paten tersebut, Glove Interface Object paling menarik. Berdasarkan rangkuman penjelasan Sony, periferal ini memungkinkan user berinteraksi dengan video game. Mengacu pada gambar-gambar yang telah dipublikasi, aksesori berbentuk sarung tangan itu memberi kemampuan pada sistem buat menterjemahkan pose tangan menjadi input; contohnya, dengan mengacungkan jempol dan telunjuk, aplikasi membacanya sebagai pistol.

PlayStation VR Glove Controller

Melihat secara lebih teknis, sarung tangan memanfaatkan sensor flex untuk mengindentifikasi jari. Dari sana, sebuah modul komunikasi akan menyalurkan data dari sensor ke device komputasi utama supaya perangkat dapat mengetahui posisi dan pose jari. Kemudian sistem segera me-render tangan kita di dunia virtual, menampilkannya di head-mounted display.

Menariknya lagi, Glove Interface Object kemungkinan juga akan dibekali pressure sensor, diletakkan di sejumlah lokasi misalnya ujung jari atau telapak tangan, fungsinya adalah mendeteksi besar kecilnya tekanan. Terdapat pula touch switch agar sarung tangan bisa mengetahui saat permukaannya saling bersentuhan – misalnya sewaktu jempol menyentuh jari lain.

PlayStation VR Glove Controller 01

Premisnya memang sangat menarik, dan berpotensi menyaingi Oculus Touch atau controller Vive, tapi Sony bukanlah produsen pertama yang mengusung aksesori kendali mirip sarung tangan. 27 tahun silam, Nintendo pernah meluncurkan Power Glove. Diracik untuk melengkapi NES, Power Glove memperoleh kesuksesan di awal pengenalannya. Namun karena keterbatasan teknologi dan hanya ditopang dua permainan, ia gagal secara komersial.

Implementasi teknologi serupa berpeluang memberikan alternatif terbaik atas solusi input virtual reality. Namun buat sekarang, kita hanya bisa menunggu dengan sabar sampai Sony mengungkapnya lebih resmi. Perlu Anda tahu, pengajuan paten telah dilakukan sejak bulan September serta Oktober 2014, dan baru dipublikasi pada 25 Februari 2016 kemarin.

Via IGN.

Industri Kreatif Harus Dilindungi Hak Kekayaan Intelektual

Berbicara tentang industri startup erat kaitannya dengan proses kreatif di dalamnya. Rata-rata produk yang dihasilkan oleh startup adalah produk yang memerlukan proses pemikiran, perancangan, riset hingga implementasi. Produk kreatif erat kaitannya dengan bagaimana sebuah ide brilian direalisasikan dalam sebuah karya, menjadi produk yang bisa dipakai banyak orang.

Beberapa waktu lalu DailySocial berkesempatan berbincang dengan Deputi Bidang Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Hari Santosa Sungkari. Dalam kesempatan tersebut terdapat sebuah bahasan pokok yang menjadi perbincangan, yaitu terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang seharusnya menjadi landasan penting dari sebuah pengembangan produk kreatif.

“Sebuah produk kreatif terdiri dari bentuk fisik dan non-fisik. Bentuk fisik sering kali menjadi satu-satunya hasil produk yang dibisniskan untuk mencapai keuntungan ekonomis. Padahal justru yang menjadi core dari sebuah produk kreatif adalah kekayaan intelektual yang ada di dalamnya. Kekayaan intelektual tersebut yang harusnya mampu memberikan nilai ekonomis lebih tinggi dibanding dengan barang fisik yang dihasilkan,” ujar Hari memulai perbincangan.

Hari melanjutkan, “Saya melihat proses kreatif produk startup di Indonesia sudah semakin bagus, tapi kesadaran tentang HKI masih rendah, padahal HKI akan melindungi karya dari pemalsu dan memberikan jaminan kualitas yang mahal untuk produk yang dihasilkan.”

Menurut Hari startup harus aware dengan upaya peningkatan merek dagang. Seiring dengan pengembangan produk menuju produk bagus, startup harus memiliki inisiatif untuk memikirkan hak cipta dan paten terhadap merek tersebut. Hari mencontohkan beberapa produk yang biasa saja, namun ketika produsen sudah memiliki brand yang kuat maka nilai jualnya juga tinggi. Keuntungan seperti ini yang diharapkan untuk pengembang produk kreatif di dalam negeri.

Mendukung awareness HKI untuk industri kreatif dalam negeri, Bekraf berinisiatif membantu proses pendaftaran HKI secara end-to-end, termasuk dari sisi pembiayaan (proses pendaftaran HKI akan gratis, biaya ditanggung Bekraf). Saat ini pihak Bekraf bersama Kementerian Hukum dan HAM (Menkumham) sedang menggodok mekanisme terbaik. Direncanakan akhir Februari 2016 ini industri kreatif sudah bisa menikmati kemudahan proses HKI dari Bekraf.

Dalam melakukan pendaftaran HKI nantinya Bekraf akan menyajikan dua prosedur, yakni sesi konsultasi dan sesi validasi kelayakan. Dari pengalaman terdahulu proses ini banyak yang menilai lama dan cukup rumit. Bekraf mengatakan bahwa bersama pihak Menkumham akan menyederhanakan proses HKI ini, sehingga memicu banyak karya kreatif yang dipatenkan di Indonesia. Tahun ini target Bekraf ada 1.000 lebih pendaftar HKI.

“Selain menekankan kepada HKI kami juga ingin membuka kanal selebar-lebarnya untuk industri kreatif dalam ngeri berkembang. Salah satu contohnya bersama pemerintah kami mengupayakan membuka investasi asing yang lebih luas untuk film. Kami ingin di Indonesia banyak bioskop alternatif yang akan lebih sering memutar film Indonesia,” pungkas Hari.