Riset Kredivo: Opsi Paylater Makin Dipertimbangkan untuk Bayar Belanja Online

Riset Kredivo dan Katadata Insight Center (KIC) menunjukkan sebanyak 27% dari 3560 responden memanfaatkan metode pembayaran paylater saat berbelanja di platform e-commerce selama setahun lalu. Kendati, opsi pembayaran dengan dompet digital masih jadi pilihan utama responden.

Direktur Riset KIC Mulya Amri menjelaskan, dompet digital masih menjadi pilihan utama responden selama setahun terakhir. Namun jumlah pengguna paylater di platform e-commerce mulai meningkat. “Lebih dari 50% pengguna baru menggunakan paylater di e-commerce setahun terakhir atau saat pandemi corona,” ucapnya saat konferensi pers virtual, Rabu (9/6).

Ini adalah tahun kedua KIC dan Kredivo berkolaborasi membuat riset. Pada edisi kali ini “Perilaku Konsumen E-Commerce Indonesia 2021”, juga menganalisis perilaku pembayaran konsumen dan penggunaan paylater di tengah pandemi. KIC memanfaatkan data primer lebih dari 10 juta sampel transaksi dari enam pemain e-commerce terbesar Indonesia sepanjang 2020 dan hampir satu juta sampel pengguna Kredivo dari seluruh Indonesia yang dikumpulkan langsung oleh Kredivo.

Lebih lanjut, dari riset ini mayoritas responden menilai bahwa paylater merupakan alternatif kredit, namun dengan proses yang mudah. Berikut rinciannya:

Selain itu, dalam survei juga turut menanyakan sejauh mana pengetahuan responden terhadap produk paylater. Sebanyak 86% orang menyatakan sudah mengetahui dengan tingkat pengetahuan sedang. Bisa dikatakan, bahwa orang-orang sudah mulai tahu dengan konsep paylater, meski belum memanfaatkan produknya secara langsung. Ini bisa menjadi peluang yang bisa digarap para pemain paylater ke depannya.

Mulya turut menambahkan, hampir seluruh responden (71%) yang menggunakan paylater akan terus menggunakannya. Bahkan sebanyak 49% menyatakan akan meningkatkan penggunaannya.

Hasil riset ini dilakukan dengan melakukan survei online selama 26-30 Maret 2021. Responden mayoritas perempuan (64%), laki-laki (36%). Dari segi usia, sebanyak 68% responden adalah kelompok milenial atau 23-38 tahun. Kemudian, generasi Z (13-22 tahun) 16%, generasi X (39-54 tahun) 15%, dan baby boomer (55-70 tahun) 1%.

Sementara itu, dari sisi pengeluaran, sebanyak 36% responden memiliki pengeluaran Rp2 juta-Rp4 juta, 30% kurang dari Rp2 juta, 21% lebih dari Rp6 juta, dan 13% antara Rp4 juta-Rp6 juta.

Dari data primer Kredivo, KIC menganalisis mengenai Perilaku Konsumen E-Commerce Indonesia 2021. Ditemukan sejumlah temuan bahwa:

  1. Terjadi peningkatan rata-rata nilai transaksi secara konsisten di hampir semua kategori produk yang disebabkan oleh konsumen yang bergeser ke pembelanjaan secara online. Hal ini menunjukkan meningkatnya kepercayaan konsumen terhadap transaksi digital, walaupun distribusi belum merata di beberapa wilayah.
  1. Konsumen yang berusia lebih tua semakin nyaman berbelanja online. Di tengah dominasi gen Z dan milenial, generasi X (kelompok usia 36-45) mengalami peningkatan jumlah transaksi berbelanja online dari 13% pada 2019 menjadi 19% pada 2020.
  1. Pandemi ubah preferensi belanja konsumen saat bertransaksi online. Karena konsumen lebih banyak beraktivitas dari rumah, pandemi mendorong konsumen untuk membeli produk yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi belanja produk non-pokok. Ini terlihat dari penurunan volume transaksi produk fashion (30% di tahun 2019 menjadi 22% di tahun 2020) sedangkan terjadi peningkatan signifikan di kategori produk seperti peralatan rumah tangga, isi ulang pulsa dan voucher, serta makanan.
  1. Promosi dan festival belanja online masih efektif tarik konsumen untuk berbelanja. Hari Belanja Online Nasional (12.12) dan festival belanja tanggal kembar seperti 9.9 dan 11.11 terbukti masih efektif dalam menarik konsumen untuk berbelanja. Jumlah rata-rata transaksi pada tanggal 11.11 dan 12.12 tahun 2020 meningkat hingga 3 kali rata-rata transaksi harian tahun 2020.

“Riset yang dilakukan Kredivo bersama Katadata Insight Center tahun ini memperkuat kesimpulan kami bahwa adopsi e-commerce akan terus meningkat tiap tahunnya. Di samping meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap e-commerce, pandemi juga mendorong masyarakat untuk berpindah ke transaksi digital [..],” tandas VP Marketing & Communications Kredivo Indina Andamari.

Application Information Will Show Up Here

Potensi Traveloka PayLater Bersaing di Pasar Vietnam dan Thailand

Kemunculan paylater atau buy now pay later (BNPL), atau yang di Indonesia dikenal sebagai paylater, yang hadir di dalam platform digital berupaya mendefinisikan ulang persepsi “utang”.

Dalam suatu wawancara, Executive VP Products and Innovation Asia Pacific Mastercard Sandeep Malhotra menerangkan, Covid-19 mampu mengakselerasi transformasi digital di berbagai sektor, termasuk layanan e-commerce tanpa terkecuali.

Transaksi digital beralih secara cepat dan mulus, membuka peluang besar bagi merchant dan issuer yang menawarkan fleksibillitas kepada konsumen untuk membayar nanti saat melakukan pembayaran di toko dan platform online.

“Menggunakan cicilan untuk melakukan pembelian saat ini menjadi lebih populer bagi orang-orang di seluruh dunia yang menginginkan pilihan pembayaran yang lebih luas, kemampuan untuk mengelola arus kas dengan lebih baik, dan kenyamanan menggunakan uang mereka sendiri untuk mengatur pembayaran, sekaligus untuk peralatan rumah tangga, perangkat TV, dan berbagai item lain yang lebih besar,” terangnya Malhotra.

Di negara maju, popularitas BNPL menjamur di banyak negara. Di Amerika Serikat, misalnya, disebutkan BNPL telah menyumbang $24 miliar pada tahun lalu dari total transaksi e-commerce. Angka ini tumbuh drastis daripada volume kartu kredit tradisional. Diproyeksikan transaksi BNPL di seluruh dunia tembus $350 miliar hingga 2025.

Inisiasi BNPL dipionirkan startup yang berada di negara Barat, seperti Klarna (Swedia), Affirm (Amerika Serikat), dan Afterpay (Australia). Di negara-negara Asia Tenggara sendiri, dengan tingkat penetrasi akses produk keuangan yang masih rendah, pemain BNPL kian memberikan warna.

Dalam perjalanannya Asia Tenggara, memiliki sejumlah champion di segmen BNPL dan hadir di lebih dari satu negara. Beberapa nama adalah Akulaku, Kredivo, Atome, Home Credit, Hoolah, OctiFi, Oriente, Pace, dan Pine Labs.

Indonesia, Malaysia, dan Filipina menjadi negara sasaran para pemain di atas.  Thailand dan Vietnam menjadi negara tersisa dengan populasi pemain BNPL yang minim. Singapura tidak masuk dalam radar mengingat posisinya yang dominan di semua aspek ekonomi dibanding negara tetangganya.

Saat ini, Thailand baru dihuni oleh Pace dan Pine Labs, sementara Vietnam dihuni oleh Akulaku, Atome, dan Home Credit. Pemain lain, seperti Hoolah, Oriente, dan Pine Labs, sedang mempersiapkan kehadirannya.

Traveloka, yang memiliki produk BNPL di Indonesia, berencana memboyong layanannya ini ke Thailand dan Vietnam dalam waktu dekat. Mengutip dari Reuters, kehadiran BNPL diharapkan dapat mendongkrak transaksi perjalanan domestik di kedua negara tersebut, mengingat keduanya telah berhasil melalui melampaui level pra-Covid-19.

Kondisi ekonomi di sana merefleksikan kinerja Traveloka yang membaik, terutama di bisnis perjalanan yang diklaim sudah mencetak untung pada akhir tahun lalu. “Rencananya adalah berinvestasi di fintech secara besar-besaran untuk memungkinkan lebih banyak konsumen melakukan perjalanan di kawasan ini,” kata Presiden Traveloka Caesar Indra.

Untuk mewujudkan wacana tersebut, perusahaan sedang berdiskusi dengan calon mitra institusi lokal di kedua negara tersebut.

Traveloka PayLater, yang merupakan produk Caturnusa Finance Sejahtera Finance, juga bermitra dengan Danamas, anak usaha Grup Sinarmas. Indra mengklaim, sejak dirilis dua tahun lalu, layanannya telah memfasilitasi lebih dari enam juta pinjaman.

DailySocial pernah membuat ulasan bagaimana memandang Traveloka (baca: Caturnusa) sebagai perusahaan fintech. Dengan besarnya ticket size belanja produk akomodasi, hal ini menjadi sumber bisnis yang bagus buat perusahaan.

Kondisi di Vietnam dan Thailand

Dalam suatu laporan disebutkan, Singapura, Indonesia, Vietnam, dan Thailand adalah empat negara yang paling menjanjikan buat industri p2p lending. Singapura bisa dibilang pusat regional terkuat di kawasan ini.

Vietnam kaya akan inovasi dan jumlah perusahaan rintisan dari negara tersebut telah meningkat secara eksponensial selama beberapa tahun terakhir. Salah satu pasar yang harus diperhatikan. Sementara Indonesia adalah rumah bagi banyak unicorn dan startup yang menjanjikan dan Thailand adalah penghasil bakat dan inovasi teknologi yang kuat.

Faktor pendorong lainnya, dibalik menariknya Thailand dan Vietnam, selain karena pemain yang masih sedikit, juga potensi adopsi digital yang terus tumbuh. Laporan e-Conomy 2020 menyebutkan, Thailand memiliki pertumbuhan 30% konsumen baru yang berkontribusi terhadap layanan ekonomi digital. Diprediksi GMV dari negara tersebut tumbuh 25% menjadi $53 miliar pada 2025 mendatang dari posisi $18 miliar di 2020.

Sementara Vietnam mencatatkan pertumbuhan 41% konsumen baru yang menggunakan layanan digital sepanjang pandemi. GMV diestimasi tumbuh 19% menjadi $52 miliar pada 2025 dari posisi tahun lalu sebesar $14 miliar.

BNPL sebenarnya bukan konsep baru. Secara konvensional, pengalaman bayar cicilan fleksibel adalah paket yang sudah umum hadir di kartu kredit yang diterbitkan bank. Namun pengalaman tersebut mengharuskan konsumen memiliki rekening bank dan lolos skoring kredit sebelum memiliki kartu kredit.

Metode tersebut membuat besarnya kesenjangan antara unbanked dan underbanked di kawasan ini. Menurut laporan Bain & Company di 2019, lebih dari 70% orang dewasa (sekitar 450 juta orang) masuk ke dalam dua kategori tersebut.

BNPL mengambil metode skoring yang berbeda untuk menyasar pengguna tanpa harus memiliki riwayat kartu kredit. Alhasil dua kategori yang tadinya tidak masuk radar perbankan kini jadi incaran para pemain BNPL, salah satunya Traveloka.

Menurut laporan National Financial Supervision Commission, pinjaman konsumtif di Vietnam berkembang pesat sejak 2015 dengan tingkat pertumbuhan 65% pada tahun 2017 dibandingkan dengan 50,2% pada tahun sebelumnya, persentase pinjaman konsumen dalam total kredit naik menjadi 18% pada tahun 2017 dari 12,3% pada tahun 2016.

Di balik itu, meski sebagian besar masyarakat Vietnam paham teknologi (84% dari populasi adalah pengguna smartphone pada akhir 2017), namun proses mendapatkan pinjaman sebagian besar dilakukan secara manual dan akibatnya, memakan waktu setidaknya 4-5 hari.

Menurut McKinsey, hingga akhir 2019, mayoritas pemain BNPL di Vietnam – delapan dari 16 perusahaan – dimiliki oleh atau bermitra dengan bank dengan pangsa pasar 60%, dipimpin oleh FE Credit, yang memegang hampir 50 persen. Sisanya, diisi pemain non bank yang mulai ramai dengan persentase 25%.

“Bisnis kredit konsumer juga semakin menjadi penyedia utama keuangan tanpa jaminan untuk segmen pelanggan yang secara tradisional tidak akan dilayani oleh bank dan yang harus menggunakan pemberi pinjaman uang,” kata Partner McKinsey & Co. Sumit Popli.

McKinsey juga menemukan bahwa Vietnam memiliki laba atas ekuitas (ROE) yang jauh lebih tinggi untuk kredit konsumen, sebesar 38% dengan margin yang meningkat pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata ASEAN, pada 15%-25%. Selain itu, pangsa pinjaman konsumer dalam total pinjaman Vietnam hanya sekitar 12%, dibandingkan dengan 34% di ASEAN dan 40%-50% di negara-negara maju.

Negara ini sedang bergerak dari fase jaminan tanah ke pinjaman konsumen yang lebih profesional, dengan pemain membangun tim manajemen profesional dan kapabilitas kelembagaan dan mengadopsi infrastruktur digital dan teknologi mutakhir.

Cara yang paling populer untuk perusahaan asing yang ingin masuk ke pasar keuangan Vietnam adalah dengan mengakuisisi saham di bank lokal atau membeli perusahaan keuangan alih-alih mendirikan perusahaan sendiri. Pasalnya, pembiayaan konsumen mengharuskan pemain memiliki pemahaman yang mendalam tentang pasar lokal dan kapabilitas operasional, yang hanya dapat dibawa oleh mitra lokal.

Masataka Yoshida, Senior Managing Director, Head of the Cross-Border Division, and CEO Vietnam Recof Corporation mengatakan, “Mendirikan perusahaan keuangan yang benar-benar baru di Vietnam akan menimbulkan banyak kesulitan hukum dan prosedural, sementara bekerja sama dengan mitra domestik memungkinkan investor asing masuk ke Vietnam dengan lebih cepat dan mudah.”

Kondisi tak jauh berbeda ditunjukkan Thailand. Pinjaman konsumtif baru menyumbang 0,2% dari total pinjaman ritel di industri perbankan Thailand, meskipun ada potensi untuk pertumbuhan lebih lanjut.

Di satu sisi, tantangan para pemain startup fintech di sini adalah mencari cara untuk memanfaatkan database lembaga keuangan mapan untuk skoring kredit. Otoritas Thailand secara hukum melarang startup menggunakan fasilitas berbagi data kredit.

Hal ini menghambat para pekerja lepas, wiraswasta, karyawan, yang belum pernah mendapat akses keuangan dari perbankan karena pendapatannya yang tidak konsisten. Karena alasan inilah sebagian besar perbankan memilih untuk menawarkan pinjaman kepada peminjam yang memiliki riwayat kredit yang baik atau klien baru yang berpenghasilan tetap dengan laporan bank yang diverifikasi.

Penghuni pasar ini dikuasai bank komersial karena punya basis data pelanggan yang besar. Persetujuan pinjaman pada dasarnya masih berdasarkan data konvensional. Dengan kata lain data pendapatan atau laporan bank yang mencerminkan kemampuan membayar utang pelanggan.

Karena kewewenangan ini, perbankan bermitra dengan sekutu bisnis dan penyedia layanan lainnya pada platform online terkemuka, seperti marketplace dan platform pengiriman makanan online besar dengan jaringan toko dan restoran yang luas.

Bank akhirnya mendapatkan akses ke data alternatif dari kelompok sasaran baru calon pelanggan untuk analisis pendapatan yang lebih efisien, misalnya omset penjualan, pesanan pembelian, dan pengembalian dana produk, bersama dengan ulasan produk dan layanan.


*Foto header: depositphotos.com 

Diferensiasi Layanan yang Coba Disuguhkan Gopay Paylater

Memasuki tahun ketiga, Findaya (PT Mapan Global Reksa) pengembang dari layanan Gopay Paylater pada pekan lalu merilis fitur “Pick Your Limit” untuk menjawab kebutuhan pengguna dalam pengelolaan keuangan yang berbeda-beda setiap bulannya. Diklaim inovasi ini pertama kalinya hadir di ekosistem fintech Indonesia.

“Kami ingin memenuhi kebutuhan pengguna Gopay Paylater yang berbeda-beda dan ingin memiliki kendali sepenuhnya atas keuangan mereka melalui inovasi Pick Your Limit. Hal ini sesuai dengan komitmen kami untuk menjadikan paylater sebagai teman terpercaya masyarakat Indonesia dalam mengatur keuangan,” ucap Head of Growth Gopay Paylater Neni Veronica dalam keterangan resmi.

Secara terpisah dalam wawancara bersama DailySocial, Neni menjelaskan, pengguna memiliki kendali penuh menentukan limit Gopay Paylater mulai dari kelipatan Rp100 ribu di bawah limit awal yang dimiliki pengguna. Sebagai ilustrasi, jika seorang pengguna memiliki limit sebesar Rp500 ribu, maka dengan Pick Your Limit, ia dapat menentukan limit di bawahnya dengan kelipatan seperti Rp400 ribu, Rp300 ribu, sampai Rp100 ribu.

DailySocial turut menanyakan limit maksimal yang diberikan, namun tidak ditanggapi oleh Neni. Dari pantauan kami, mulai dari Rp500 ribu sampai Rp1,25 juta.

Selama ini Gopay Paylater tidak menetapkan bunga untuk setiap pemakaian limit, melainkan menggunakan satu biaya layanan yang tetap setiap bulannya. Adapun biaya layanan ini nominalnya tergantung seberapa sering pengguna menggunakan layanan tersebut, bila semakin sering maka akan semakin murah biayanya.

Ambil contoh, DailySocial memantau dengan limit Rp750 ribu, biaya yang dikutip adalah Rp25 ribu. Sementara dengan limit di bawahnya, misalnya Rp100 ribu biaya layanan jauh lebih murah sebesar Rp7.500, Rp200 ribu dikenakan biaya Rp10 ribu, dan seterusnya.

Neni melanjutkan, penggunaan layanan Gopay Paylater sudah diperluas, tidak hanya dapat digunakan untuk seluruh transaksi di aplikasi Gojek dan merchant offline afiliasinya. Kini limit dapat digunakan untuk membayar di mitra e-commerce seperti Blibli, JD.id, Zalora, dan lainnya.

Diungkapkan pada tahun lalu pertumbuhan transaksi dengan menggunakan Gopay Paylater naik hingga 3,3 kali lipat. Transaksi terbesarnya dikontribusikan dari pembelian makanan melalui GoFood dan membayar berbagai tagihan di GoBills.

“Gopay Paylater menjadi salah satu layanan yang paling digemari pengguna, terbukti dengan peningkatan transaksi sampai dengan 3,3 kali lipat sepanjang tahun 2020 dengan NPL di bawah industri.”

Tren layanan paylater di Indonesia

Tak hanya Indonesia, tren paylater ini juga menjamur di Singapura. Di sana, lebih familiar dengan memakai istilah Buy Now Pay Later (BNPL). Menurut data Fintech Report 2019 yang dirilis DSResearch, paylater (56,7%) jadi layanan favorit peringkat ketiga setelah dompet digital (82,7%) dan aplikasi investasi (62,4%).

Ada dua faktor utama yang membuat penetrasi layanan paylater makin tinggi. Pertama, tren pertumbuhan konsumen e-commerce Indonesia dari tahun ke tahun. Menurut laporan McKinsey, industri e-commerce di Indonesia diproyeksikan bernilai $40 miliar di tahun 2022 mendatang. Sementara per tahun 2019, nilai kapitalisasi pasar bisnis dagang online itu sudah menyentuh $21 miliar atau setara 294 triliun Rupiah. Hal ini diperkuat temuan WeAreSocial yang menyebutkan 90% pengguna internet di Indonesia pernah berbelanja online.

Faktor kedua terkait rendahnya kepemilikan kartu kredit dari perbankan. Menurut data Bank Indonesia, per Februari 2020 tercatat 17,61 juta kartu kredit yang beredar. Angka ini sangat kecil dibandingkan dengan total populasi. Kartu kredit memang cenderung tidak mudah didapatkan, karena persyaratan yang lebih sulit dipenuhi kebanyakan masyarakat.

Application Information Will Show Up Here

Optimisme Home Credit Hadapi Pandemi dengan Memperkuat Inovasi Pembiayaan Nontunai

Home Credit baru-baru ini memperkenalkan layanan paylater kepada 4,6 juta pelanggannya. Layanan bernama “BayarNanti” ini rencananya bakal tersedia di lebih dari 15 ribu titik penjualan Home Credit di Indonesia.

BayarNanti merupakan salah satu strategi perusahaan untuk mempermudah masyarakat dalam mengakses pembiayaan multiguna, terutama di masa pandemi Covid-19.

DailySocial berkesempatan mengulik lebih dalam mengenai BayarNanti, dampak pandemi, hingga rencana dan strategi pengembangan Home Credit ke depan. Berikut wawancara kami dengan Chief Marketing and Strategy Home Credit Indonesia Moin Uddin.

Memperluas akses ketersediaan “BayarNanti”

Menurut Uddin, saat ini menjadi momentum yang tepat untuk meluncurkan layanan paylater setelah pihaknya melakukan riset dan analisis mendalam terhadap kondisi pasar. Upaya ini juga sejalan dengan komitmen Home Credit untuk berinovasi memberikan kemudahan kepada pelanggannya.

Untuk saat ini, layanan Home Credit BayarNanti baru tersedia bagi pelanggan terpilih yang memiliki kontrak pembiayaan di jaringan mitra retailer di lebih dari 15 ribu titik penjualan. Layanan BayarNanti juga dapat digunakan di lebih dari 5 juta merchant di Indonesia yang menggunakan QRIS.

“Home Credit selalu mengedepankan open ecosystem approach untuk mengembangkan bisnis dan produknya. Saat ini, kami sedang memperluas akses BayarNanti ke seluruh pelanggan existing dan platform lainnya. Kami telah berkolaborasi dengan beberapa bank terbesar di Indonesia untuk pembayaran tagihan BayarNanti dan pendanaan produk pembiayaan multiguna kami,” jelas Uddin dalam keterangan tertulisnya kepada DailySocial.

Adapun, pelanggan dapat bertransaksi dengan BayarNanti minimal Rp10.000 dan maksimal plafon hingga Rp1,2 juta. Namun, plafon tersebut dapat meningkat sejalan dengan pola penggunaan dari para pelanggan. Selain itu, setiap transaksi dengan BayarNanti juga tidak dikenakan biaya tambahan alias gratis.

Berdasarkan Fintech Report 2019 yang dirilis DailySocial, paylater (56,7%) berada di posisi ketiga setelah dompet digital (82,7%) dan aplikasi investasi (62,4%) sebagai layanan keuangan digital terfavorit.

Ada dua faktor yang membuat penetrasi paylater semakin berkembang. Pertama, pertumbuhan e-commerce setiap tahun meningkat di mana kapitalisasi bisnis belanja online telah menembus $21 miliar (setara Rp294 triliun) di 2019 menurut laporan McKinsey, dengan 90% pengguna internet pernah berbelanja online menurut temuan WeAreSocial.

Kedua, penetrasi kartu kredit yang diterbitkan perbankan masih rendah. Data Bank Indonesia mencatat 17,61 juta kartu kredit beredar per Februari 2020. Angka ini sangat kecil dibandingkan total populasi Indonesia. Sementara, penetrasinya rendah karena persyaratan mengajukan kartu kredit sulit dipenuhi oleh masyarakat.

Dampak pandemi terhadap Home Credit

Selama masa pandemi, Home Credit melakukan beberapa penyesuaian untuk menjaga kinerjanya dengan fokus utama meningkatkan transaksi produk dan engagement kepada para pelanggan. Perusahaan melakukan evaluasi ulang terhadap portofolio produk dan memperkenalkan produk digital terbaru, seperti Home Credit Card, Home Credit Pay, dan Home Credit BayarNanti.

Diungkapkan Uddin, pihaknya menjadi lebih selektif dalam menyalurkan pembiayaan selama pandemi Covid-19 di 2020. Hal ini sejalan dengan berkurangnya jumlah pengguna yang mengajukan pembiayaan ke Home Credit.

Menurut catatannya, volume penjualan di Home Credit turun 34% per Juni 2020 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Kendati begitu, dengan seleksi underwriting yang lebih ketat, Home Credit mengklaim telah berhasil menekan risiko gagal bayar dengan rasio Non Performing Financing (NPF) sebesar 2,17%. Tingkat NPF ini terbilang masih jauh di bawah batas maksimal yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yaitu sebesar 5%.

Selain itu, Uddin mengungkap juga memperkuat kerja sama strategis dengan sejumlah bank untuk meningkatkan penyaluran pembiayaan. Pada kuartal III 2020, Home Credit menyepakati perjanjian fasilitas pinjaman sindikasi luar negeri (offshore) $60,5 juta.

Beberapa kreditur yang tergabung dalam sindikasi ini antara lain ING Bank N.V. Hong Kong Branch dan Bank of China (Hong Kong) Limited sebagai Mandated Lead Arrangers dan Bookrunners, BNP Paribas sebagai Mandated Lead Arranger,
serta SinoPac Financial Holdings Company Ltd. (Bank SinoPac) dan Singapore Branch Malayan Banking Berhad (Maybank).

Dari sisi pelanggan existing, Home Credit memberikan keringanan pembiayaan yang memenuhi kriteria tertentu. Misalnya, pertama, keringanan ini berlaku bagi pelanggan yang terkena dampak langsung Covid-19 (baik secara medis maupun finansial).

Kedua, pekerja sektor informal atau pengusaha UMKM. Ketiga, pelanggan bekerja di sektor yang terpengaruh langsung oleh pandemi (transportasi online, pariwisata, perhotelan, perdagangan, pertanian, pertambangan, real estate, infrastruktur, dan F&B).

Keempat, keringanan ini berlaku pada pelanggan yang memiliki riwayat pembayaran cicilan lancar dan tidak memiliki tunggakan sebelum tanggal 2 Maret 2020 (dapat diperiksa di My Home Credit App). Dan kelima, barang yang dicicil sesuai dengan kontrak pembiayaan dan tidak berpindah tangan.

“Secara umum, tahun 2020 memang menjadi tahun yang sangat menantang. Hampir seluruh lapisan masyarakat terkena dampak dari pandemi Covid-19, termasuk industri pembiayaan dan Home Credit. Namun, kami memandang positif tahun 2021, di mana kami percaya 2021 akan menjadi masa pemulihan,” tambahnya.

Optimisme di industri pembiayaan dan penguatan jaringan merchant

Pihaknya mengaku optimistis 2021 bakal menjadi tahun pemulihan karena sejumlah faktor. Uddin, sebagaimana mengutip laporan pada webinar MarkPlus Inc, mengungkap bahwa data beli masyarakat menengah ke atas akan meningkat di 2022.

Dalam webinar MarkPlus Inc bertajuk “Actualizing The Post Normal: Year 2021 and Beyond Multifinance Industri Perspective”, Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) juga menyebutkan bahwa kekuatan ekonomi akan bangkit kembali di 2022-2025.

Apalagi, pandemi turut berkontribusi terhadap akselerasi digital dan perubahan perilaku konsumen. Menurut Uddin, konsumen mempertimbangkan sejumlah faktor utama dalam berbelanja, antara lain pilihan produk beragam dan harga kompetitif yang memengaruhi pengambilan keputusan.

“Dalam hal ini, industri keuangan, termasuk Home Credit harus melakukan persiapan menghadapi 2021 dan seterusnya. Maka itu, kami akan terus mengembangkan teknologi dan inovasi digital untuk mengubah cara masyarakat berbelanja dan memudahkan mereka terhadap akses pembiayaan,” kata Uddin.

Perihal perilaku belanja, Home Credit juga sebetulnya melakukan survei pada Agustus 2020 yang diikuti 2.500 responden di Indonesia. Hasilnya, pelanggan masih menyukai aktivitas belanja offline. Alih-alih sepenuhnya berbelanja online, responden justru lebih menyukai pola berbelanja offline dan online.

“Maka itu, implikasinya bagi bisnis [kami] adalah untuk [melakukan] diversifikasi pilihan metode pembayaran dan pembiayaan mereka, baik dalam platform belanja online maupun offline agar lebih mudah, nyaman dan fleksibel sesuai dengan kebutuhan para konsumen,” ujarnya.

Dengan temuan tersebut, Home Credit akan memperkuat kehadiran pembiayaan offline di jaringan merchant di tahun ini. Fasilitas atau layanan transaksi nontunai merupakan salah satu strategi inovatif perusahaan untuk mencapai target, yakni melalui Home Credit Card, Home Credit Pay, dan Home Credit BayarNanti.

Saat ini, rata-rata ticket size pembiayaan pelanggan Home Credit berkisar Rp4,5 juta. Adapun, aplikasi My Home Credit telah mencapai hampir 10 juta download per Januari 2021.

Application Information Will Show Up Here

Layanan Paylater Asal Singapura “Pace” Mengudara, Mulai Melirik Pasar Indonesia

Sebuah startup fintech baru Pace Enterprise meluncur di Singapura. Didirikan oleh Turochas “T” Fuad yang juga dikenal sebagai pendiri Spacemob [diakuisisi oleh WeWork pada tahun 2017], startup ini menawarkan paylater yang bertujuan untuk menghadirkan akses dan inklusi keuangan pada segmen yang kurang terlayani di wilayah Asia Pasifik.

DailySocial mewawancara pihak Pace terkait peluncuran layanan ini, mereka menyinggung tentang industri BNPL (buy-now-pay-later) yang masih sangat baru di Asia Tenggara namun optimis bahwa ini hanya masalah waktu sebelum paylater mendominasi sebagai metode pembayaran. Hal ini didorong oleh keinginan konsumen untuk memiliki kendali lebih besar atas pengeluaran mereka.

Dikutip dari e27, “Alasan kami meluncurkan Pace –dan tujuan jangka panjang kami– adalah untuk menciptakan platform fintech digital yang lebih luas dan lebih inklusif yang memberdayakan populasi yang kurang terlayani. Untuk mencapai hal ini, BNPL adalah langkah pertama yang tepat yang secara fleksibel dan mulus memperluas batas pembelian pelanggan sambil memberi pedagang akses ke alternatif pembiayaan dan segmen pelanggan yang sama sekali baru,” ujar Founder & CEO Pace T. Fuad.

Layanan ini telah berhasil mengumpulkan pendanaan tahap awal dengan nilai yang disebut “high seven-figure” atau sekitar $6 juta hingga $9 juta yang dipimpin oleh Vertex Ventures dan Alpha JWC Ventures. Dana ini akan digunakan untuk mengembangkan platformnya lebih baik dan menawarkan layanan dan solusi progresif kepada konsumen dan pedagang.

Model bisnis

Pace mulai bergulir pada November 2020, menggunakan algoritma pembuatan profil keuangan. Platform ini akan mencocokkan profil pelanggan dengan batas pengeluaran paling sesuai yang memungkinkan mereka membagi pembelian menjadi tiga cicilan tanpa bunga.

Perusahaan juga mengklaim telah dengan cepat menambahkan lebih dari 300 titik penjualan dari lebih dari 200 mitra pedagang, termasuk Goldheart, OSIM, Sincere Watch, Carousell, Reebonz, dan FJ Benjamin.

BNPL dipercaya sebagai salah satu solusi yang bisa diimplementasi oleh berbagai kalangan, karena memberikan cara bagi bisnis untuk meningkatkan pendapatan dengan menjangkau audiens baru di semua industri.

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa perusahaan fintech yang menyediakan layanan paylater. Implementasinya muncul di banyak aplikasi, mulai dari dompet digital, pemesanan tiket, sampai yang paling populer di platform e-commerce dan/atau online marketplace.

Pihaknya menambahkan “Kami juga percaya bahwa budaya unik setiap negara akan mendorong perbedaan penggunaan BNPL di antara berbagai sektor. Meskipun demikian, kami telah melihat banyak daya tarik dalam kategori layanan, fesyen, dan olahraga & kebugaran yang semuanya pasti akan terus tumbuh seiring popularitas BNPL di antara konsumen.”

Target ke depan

Berdasarkan studi dari Coherent Market Insights, pasar paylater global diperkirakan akan tumbuh dari US$5 miliar pada 2019, menjadi $33.6 miliar pada 2027, dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata (CAGR) lebih dari 21.2%.

Pihaknya turut menyatakan bahwa selain layanan BNPL, Pace juga berencana mengembangkan seluruh rangkaian solusi fintech yang akan membantu bisnis dan konsumen. Perusahaan menargetkan untuk menjangkau 5000 mitra pedagang pada akhir 2021 melalui ekspansi geografisnya ke Asia Utara dan seluruh Asia Tenggara.

Saat ini Pace telah tersedia di Malaysia, Thailand, dan Hongkong. Namun, tidak menutup kemungkinan mereka akan melebarkan sayapnya ke Indonesia, mengingat keterlibatan Alpha JWC dalam putaran awalnya.

“Kami sangat percaya pada Indonesia dan potensi dampak yang dapat kami sumbangkan di sana. Kami memiliki ambisi untuk menjadi pemain global suatu hari nanti, tetapi kami tahu bahwa kami harus ultra lokal (dari produk hingga layanan) ketika kami memasuki setiap pasar. Kami melakukan yang terbaik untuk berkembang dengan cepat dan kami akan berusaha sekuat tenaga untuk sampai ke Indonesia secepat mungkin,” ujar representatif Pace.

Seperti kebanyakan produk fintech, pangsa pasar akan selalu berubah-ubah, dengan peluang bagi pemain baru dan inovasi baru yang bermunculan. Pihaknya menambahkan, “Yang penting bagi kami adalah bahwa produk dan penawaran kami dikembangkan dengan mempertimbangkan pengeluaran yang berkelanjutan. Kami percaya itu adalah kunci untuk mencapai inklusi keuangan dan aksesibilitas bagi semua orang.”

Gambar Header: Depositphotos.com

Application Information Will Show Up Here

Layanan Paylater Kredivo Bisa Dipakai di Alfamart, Penetrasi Fintech ke O2O Makin Kuat

Kredivo, platform pembayaran digital, mengumumkan kerja sama dengan jaringan minimarket Alfamart. Kini pengguna Kredivo dapat menggunakan limit kreditnya untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari di 15 ribu gerai Alfamart dengan bunga 0% dan tenor 30 hari.

General Manager Kredivo Lily Suriani mengatakan, kerja sama ini diharapkan dapat memperluas akses kredit lebih luas ke seluruh masyarakat Indonesia. Sekaligus, bagian dari strategi Kredivo yang ingin hadir di setiap aktivitas dan ekonomi masyarakat dengan memberikan fasilitas paylater dalam 30 hari tanpa bunga.

“Di tengah penetrasi kredit yang masih rendah, kami berharap kerja sama dan inovasi yang kami hadirkan bersama Alfamart dapat menjadi stimulus bagi roda perekonomian Indonesia,” ujar Lily dalam keterangan resmi, Senin (21/12).

Managing Director Alfamart Ryan Alfons Kaloh menambahkan, perusahaan berkomitmen selalu menghadirkan berbagai inovasi berbelanja, juga mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional bersama pemerintah. “Kami bangga dapat bekerja sama dengan Kredivo yang telah hadirkan berbagai inovasi pembayaran bagi masyarakat yang sebelumnya tidak terjangkau oleh akses kredit,” kata dia.

Lily melanjutkan, dalam data internal perusahaan menunjukkan selama pandemi khususnya di kuartal ketiga tahun ini, ditemukan permintaan meningkat hingga 20% untuk produk-produk keseharian dibandingkan kuartal sebelumnya. Oleh karenanya, kerja sama strategis Kredivo dan Alfamart dapat menjangkau lebih banyak pengguna. Kredivo sendiri menargetkan dapat melayani 10 juta konsumen dalam beberapa tahun mendatang.

Pada tahap awal, Kredivo dapat digunakan sebagai alternatif metode pembayaran di 15 ribu gerai Alfamart di seluruh Indonesia. Untuk memanfaatkan limit Kredivo di Alfamart, pengguna cukup menggunakan menu ‘Barcode’ yang ada di aplikasi Kredivo, lalu memilih merchant Alfamart.

Berikutnya, memasukkan PIN serta voucher diskon, barcode akan muncul selama lima menit dan dapat dipindai oleh kasir Alfamart untuk menyelesaikan transaksi. Selain mempermudah masyarakat pengguna Alfamart untuk mengatur cashflow belanja kebutuhan sehari-harinya, kerja sama ini diharapkan dapat membantu merchant dalam meningkatkan rata-rata nilai pembelian.

Alfamart menambah rangkaian merchant offline yang kini menerima pembayaran dengan limit Kredivo. Sebelumnya, sudah bekerja sama dengan merchant yang datang dari bisnis ritel, elektronik, dan F&B, seperti Electronic City, Erafone, Okeshop, Gramedia, Wakai, 20Fit, McDonald’s, Solaria, dan masih banyak lagi.

Kerja sama O2O lainnya

Luasnya jaringan peritel seperti Alfamart atau Indomaret membawa potensi bisnis yang besar buat banyak perusahaan untuk menjangkau lebih banyak basis pengguna. Makanya, banyak perusahaan ramai-ramai melakukan kerja sama dari berbagai hal tanpa harus membuka kantor sendiri.

Khusus di perusahaan teknologi saja, salah satu yang bisa diangkat adalah kerja sama Blibli dengan Alfamart untuk layanan Click and Connect. Dalam layanan ini memungkinkan konsumen untuk berbelanja online di Blibli tanpa harus menunggu kurir mengantarkan pesanan ke alamat tujuan karena mereka bisa langsung mengambil ke gerainya.

Dari sisi kerja sama untuk kemudahan pembayaran, sebelumnya baik Alfamart ataupun Indomaret aktif bekerja sama dengan pemain uang elektronik seperti Gopay, OVO, dan ShopeePay. Bahkan, pemain e-commerce juga menyediakan pembayaran via gerai minimarket untuk menjangkau konsumen yang belum sepenuhnya memanfaatkan aplikasi pembayaran, seperti Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak.

Application Information Will Show Up Here

Infografik: Studi Layanan Paylater di Platform E-commerce Indonesia

Berikut ini hasil riset yang dilakukan tim DailySocial terhadap berbagai layanan paylater yang terintegrasi dengan top 15 e-commerce dan/atau online marketplace di Indonesia.

Infografik Perbandingan Paylater Indonesia

Ulasan selengkapnya mengenai riset ini bisa dibaca melalui artikel berikut: Studi Layanan Paylater di Platform E-commerce Indonesia.

Studi Layanan Paylater di Platform E-commerce Indonesia

Layanan cicilan tanpa kartu kredit untuk pembelian barang di platform e-commerce atau akrab disebut dengan paylater makin marak ditemui. Sederhananya, layanan tersebut memungkinkan konsumen untuk membeli barang melalui angsuran dengan tenggat waktu tertentu. Peminatnya terus bertambah, seiring makin masifnya penggunaan e-commerce untuk memenuhi berbagai jenis kebutuhan. Menurut data Fintech Report 2019 yang dirilis DSResearch, paylater (56,7%) jadi layanan favorit peringkat ketiga setelah dompet digital (82,7%) dan aplikasi investasi (62,4%).

Ditinjau lebih dalam, ada dua faktor utama yang membuat penetrasi layanan paylater makin tinggi. Pertama, tren pertumbuhan konsumen e-commerce Indonesia dari tahun ke tahun. Menurut laporan McKinsey, industri e-commerce di Indonesia diproyeksikan bernilai $40 miliar di tahun 2022 mendatang. Sementara per tahun 2019, nilai kapitalisasi pasar bisnis dagang online itu sudah menyentuh $21 miliar atau setara 294 triliun Rupiah. Hal ini diperkuat temuan WeAreSocial yang menyebutkan 90% pengguna internet di Indonesia pernah berbelanja online.

Faktor kedua terkait rendahnya kepemilikan kartu kredit dari perbankan. Menurut data Bank Indonesia, per Februari 2020 tercatat 17,61 juta kartu kredit yang beredar. Angka ini sangat kecil dibandingkan dengan total populasi. Kartu kredit memang cenderung tidak mudah didapatkan, karena persyaratan yang lebih sulit dipenuhi kebanyakan masyarakat.

Penyedia layanan paylater

Saat ini di Indonesia sudah ada beberapa perusahaan fintech yang menyediakan layanan paylater. Implementasinya muncul di banyak aplikasi, mulai dari dompet digital, pemesanan tiket, sampai yang paling populer di platform e-commerce dan/atau online marketplace. Masing-masing penyedia memiliki spesifikasi dan cakupan yang berbeda. Variabel yang membedakan di antaranya batas nilai pinjaman, bunga, tenor, syarat peminjaman, cakupan area, hingga integrasinya ke layanan pihak ketiga.

Di studi ini, DailySocial mencoba mendalami berbagai layanan paylater yang terintegrasi di 15 situs e-commerce terpopuler di Indonesia sepanjang kuartal kedua (Q2) 2020, yang ditinjau dari statistik kunjungan ke situs terkait dan peringkat layanan di toko aplikasi. Dari pemetaan yang dilakukan, ditemukan 7 layanan paylater yang saat ini menemani konsumen untuk berbelanja online. Berikut ini daftarnya:

Tabel 1. Integrasi layanan paylater di e-commerce populer Indonesia

Layanan Paylater Platform E-commerce yang Terintegrasi
Kredivo Bukalapak, Lazada, Tokopedia, Blibli, Elevenia, JD.id, Ralali, iLotte, Jakmall, Bhinneka, Matahari.com, Fabelio, Sociolla
Akulaku Bukalapak, Blibli, JD.id, Alfacart
Home Credit Tokopedia, Bukalapak, Blibli, Bhinneka
Kreditmu Elevenia, JD.id, Bhinneka
Indodana Blibli, Elevenia
Shopee Paylater Shopee
Atome JD.id

Masing-masing layanan umumnya menjadi opsi pembayaran yang bisa ditemui pengguna ketika melakukan checkout barang belanjaannya di layanan e-commerce yang digunakan. Untuk mendapatkan manfaat kredit, pengguna harus terlebih dulu mendaftarkan diri di platform paylater yang dipilih, melakukan verifikasi, hingga mendapatkan limit kredit yang diberikan berdasarkan skoring kredit.

Terkait syarat pengajuan pinjaman, masing-masing platform juga menyuguhkan kriteria berbeda. Meskipun demikian, jika ditarik benang merah, semua layanan mengisyaratkan dokumen identitas dan pendukung, seperti KTP elektronik, NPWP, atau dokumen bukti lainnya. Berkas-berkas tersebut tentu dijadikan salah satu variabel dalam menentukan skoring kredit nasabah — biasanya berujung pada besaran limit pinjaman yang diberikan. Beberapa platform lainnya mensyaratkan batas minimum penghasilan bulanan, karena mereka menawarkan kredit dengan limit maksimal yang cukup besar.

Tabel 2. Berbagai syarat pengajuan layanan paylater

Platform Paylater Syarat Pengajuan
Akulaku Minimal 23 tahun, KTP-el + dokumen lain (NPWP, Rekening Koran, atau Slip Gaji)
Atome Usia 18-55 tahun, KTP-el, NPWP
Home Credit Minimal 21 tahun atau 19 tahun jika sudah menikah, penghasilan minimal Rp1.500.000 per bulan, KTP-el + dokumen lain (NPWP, Rekening Koran, Slip Gaji, atau BPJS TK)
Indodana Usia 17-55 tahun, memiliki penghasilan tetap dengan penghasilan minimum Rp3.500.000 per bulan dan telah bekerja minimal 3 bulan, KTP-el
Kreditmu Fotokopi KTP dan asli, slip gaji, fotokopi cover buku tabungan dan isi buku tabungan yang menunjukkan transaksi 3 bulan terakhir (untuk pengusaha)
Kredivo Minimal usia 18 tahun, memiliki penghasilan tetap minimum Rp3.000.000 per bulan, KTP-el, NPWP
Shopee Paylater Akun Shopee harus sudah terverifikasi dan minimal berusia 3 bulan, KTP-el

Kendati diperuntukkan untuk pembelian di platform e-commerce, semua proses administratif transaksi dilakukan melalui aplikasi atau situs penyedia paylater. Saat proses pembayaran, pengguna akan diarahkan menuju aplikasi atau situs terkait. Persetujuan sepenuhnya dilakukan di sisi penyedia paylater. Proses validasinya sendiri rata-rata memakan waktu hitungan menit atau maksimal 2×24 jam.

Spesifikasi kredit paylater

Variabel lain yang biasa diperhitungkan calon pengguna adalah soal limit kredit yang diberikan. Takarannya berbeda-beda untuk masing-masing platform. Dari studi yang dilakukan, dengan melihat informasi yang tertera di situs penyedia paylater dan e-commerce yang terintegrasi, temuan yang didapat batas minimum yang bisa diajukan saat ini adalah Rp750.000, sementara batas maksimal yang diberikan adalah Rp30.000.000.

Tabel 3. Batasan maksimal dan minimal kredit yang bisa diajukan di layanan paylater

Platform Paylater Rentang Kredit yang Diberikan
Kredivo Rp1.000.000 s/d Rp30.000.000
Indodana Rp1.000.000 s/d Rp25.000.000
Akulaku Rp1.000.000 s/d Rp20.000.000
Kreditmu Rp1.250.000 s/d Rp20.000.000
Home Credit Rp1.000.000 s/d Rp10.000.000
Atome Rp1.000.000 s/d Rp8.000.000
Shopee PayLater Rp750.000 s/d Rp1.800.000

Terkait bunga pinjaman, banyak dari platform paylater mengenakan persentase yang disesuaikan dengan tenor dan jumlah pinjaman. Hanya 2 pemain yang mengenakan bunga tetap — jika diurutkan dari yang terkecil adalah Kredivo dan Atome. Adapun rentang bunga pinjaman yang dibebankan di berbagai platform antara 0% s/d 6%. Berikut ini daftar lengkapnya:

Tabel 4. Kisaran bunga yang dikenakan layanan paylater

Platform Paylater Bunga yang Dikenakan
Kredivo 0% (tetap, untuk 30 hari) 2,6% (tetap)
Kreditmu Mulai 1,5%
Indodana 2% s/d 4%
Shopee PayLater Mulai 2,95%
Atome 3,33% (tetap)
Home Credit 2,49% s/d 3.99%
Akulaku 3,2% s/d 4,5%

Tenor atau jangka waktu pinjaman opsinya pun cukup variatif, dengan rentang periode dari 1 s/d 12 bulan.

Tabel 5. Tenor pinjaman yang disuguhkan layanan paylater

Platform Paylater Pilihan Tenor Pinjaman
Akulaku 1, 2, 3, 6, 9, dan 12 bulan
Kredivo 1, 3, 6, dan 12 bulan
Indodana 1, 3, 6, dan 12 bulan
Shopee PayLater 1, 2, 3, dan 6 bulan
Home Credit 3, 6, 9, dan 12 bulan
Kreditmu 3, 6, dan 12 bulan
Atome 3 dan 6 bulan

Sampai saat ini, layanan paylater atau platform pinjaman online pada umumnya masih membatasi diri untuk mengakomodasi pengguna di kota-kota tertentu. Kendati, jika menyimak pemberitaan yang ada, semua perusahaan terus melakukan ekspansi dan memperluas kehadiran bisnis. Ada banyak faktor yang mendasari hal ini. Salah satunya dibutuhkan adanya kantor perwakilan di tiap kota, baik untuk operasional maupun mitra, terutama bagi mereka yang memiliki ukuran pinjaman yang besar.

Dari informasi yang dijabarkan masing-masing platform di laman ketentuan pinjaman, kami merangkum masing-masing jangkauan area pengembang platform paylater. Beberapa tidak menginformasikan secara spesifik. Kami mencoba menghubungi masing-masing melalui email, tapi sejauh ini belum mendapatkan jawaban.

Tabel 6. Cakupan kota layanan paylater

Platform Paylater Jangkauan Area
Kredivo Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Semarang, Palembang, Medan, Bali, Yogyakarta, Solo, Makassar, Malang, Sukabumi, Cirebon, Balikpapan, Batam, Purwakarta, Padang, Pekanbaru, Manado, Samarinda, Kediri
Indodana Jabodetabek, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi
Akulaku Jabodetabek, Bandung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Medan, Padang, dan Palembang
Kreditmu Jabodebek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi (cakupan kota terbatas di tiap provinsi)
Shopee PayLater Tidak diinfokan secara spesifik
Atome Tidak diinfokan secara spesifik
Home Credit Tidak diinfokan secara spesifik

Ketentuan lainnya

Proses pendaftaran dan kelengkapan berkas kebanyakan dilakukan melalui aplikasi yang dikembangkan masing-masing penyedia platform paylater. Beberapa platform juga memberikan pelayanan melalui formulir yang tersedia di situs e-commerce rekanan.

Pendataan terkait sistem keamanan juga menjadi konsentrasi kami dalam studi ini. Masyarakat saat ini masih dihadapkan dengan kehadiran pemain-pemain fintech lending ilegal yang mencoba menawarkan pinjaman instan, kendati satgas OJK juga melakukan pengawasan dan penindakan secara terus menerus. Selain itu, banyak kejahatan yang mulai mengintai masyarakat, misalnya adanya oknum yang memanfaatkan data curian untuk mendaftarkan diri di platform-platform pembiayaan online. Setidaknya opsi pengamanan yang semakin lengkap akan meminimalisir terjadinya risiko penyalahgunaan akun atau kebocoran data.

 Tabel 7. Sistem keamanan yang diaplikasikan dalam layanan paylater

Platform Paylater Medium Transaksi Sistem Keamanan
Akulaku Aplikasi SMS OTP
Atome Situs rekanan e-commerce, Aplikasi SMS OTP
Home Credit Aplikasi SMS OTP
Indodana Aplikasi SMS OTP
Kreditmu Situs rekanan e-commerce SMS OTP dan PIN
Kredivo Aplikasi SMS OTP, PIN, Pertanyaan Keamanan
Shopee PayLater Aplikasi PIN, Sidik Jari

Pada dasarnya ada kewajiban pengembalian dana oleh konsumen. Untuk itu mereka juga menyediakan kanal pembayaran seluas-luasnya. Sebagian besar aplikasi memiliki fitur virtual account yang memungkinkan pengguna membayar dengan mentransfer sejumlah nominal ke nomor rekening bank yang sudah disiapkan. Tak sedikit yang menyuguhkan layanan pembayaran lewat minimarket dan dompet digital. Ada juga yang bermitra dengan POS Indonesia dan layanan pembayaran di platform e-commerce.

 Tabel 8. Biaya administrasi yang menyertai layanan paylater

Platform Paylater Kanal Pembayaran Biaya Lain-lain
Akulaku Melalui aplikasi (Virtual Account), Minimarket, GoPay Ada biaya penanganan dan DP. Tergantung barang, merchant dan platform e-commerce nya.
Atome Melalui aplikasi (VA) Di JD.id biaya layanan setara 11% untuk admin fee.
Home Credit Pembayaran uang muka melalui: Minimarket atau POS Indonesia. Pembayaran cicilan melalui: Minimarket, BCA, BNI, BRI, ATM Bersama, Mandiri, POS Indonesia, GoPay Biaya administrasi Rp199.000, biaya pembayaran cicilan bulanan Rp5.000, biaya pelunasan awal Rp150.000.
Indodana Melalui aplikasi (VA), Minimarket Admin fee 1% atau minimum Rp1.000.
Kreditmu Melalui aplikasi (VA), Tokopedia, Pos Indonesia, kantor cabang KreditPlus Rp50.000 per transaksi
Kredivo Melalui aplikasi (VA), Minimarket, Tokopedia, Bukalapak, Shopee 0%-1,5% per transaksi
Shopee PayLater Melalui aplikasi (VA) Biaya penanganan 1% per transaksi.

Hal lain yang kadang tidak disadari baik oleh peminjam ketika mengajukan atau melakukan kalkulasi di awal adalah biaya lain-lain. Umumnya biaya tersebut diperuntukkan untuk admin fee dipatok setiap kali pengguna melakukan transaksi pengembalian. Jumlahnya bermacam-macam, menyesuaikan kebijakan yang diusung oleh pengembang platform paylater.

Simulasi Perhitungan Cicilan

Untuk mendapatkan gambaran secara penuh tentang jumlah yang harus dibayarkan oleh konsumen, berikut ini merupakan simulasi perhitungannya. Mengasumsikan bahwa semua penyedia layanan menawarkan tenor pinjaman  6 bulan dengan nominal transaksi Rp10.000.000 tanpa adanya uang muka,  biaya admin dan biaya lain-lain. Simulasi dilakukan dengan melakukan check out melalui e-commerce yang menyediakan platform paylater terkait untuk menentukan besaran bunga yang dikenakan

 Tabel 9. Simulasi perhitungan layanan paylater

Penyedia Layanan Bunga Tenor Nominal Transaksi Cicilan per Bulan Total Tagihan 6 Bulan
Kredivo 2,60% 6 bulan  Rp      10.000.000 Rp 1.926.660 Rp 11.559.960
Shopee PayLater 2,95% 6 bulan  Rp      10.000.000 Rp 1.961.667 Rp11.770.000
Indodana 3% 6 bulan  Rp      10.000.000 Rp 1.966.667 Rp11.800.000
Akulaku 3,05% 6 bulan  Rp      10.000.000 Rp 1.973.000 Rp11.838.000
Home Credit 3,31% 6 bulan  Rp      10.000.000 Rp 1.997.879 Rp11.987.273
Atome 3,33% 6 bulan  Rp      10.000.000 Rp 1.999.666 Rp 11.998.000
Kreditmu 4,76% 6 bulan  Rp      10.000.000 Rp 2.142.179 Rp12.853.077

Kesimpulan

Dari ulasan di atas, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan. Sebagian besar layanan e-commerce yang memiliki traksi besar telah menyematkan paylater sebagai opsi pembayaran. Kredivo menjadi platform yang memiliki jangkauan terluas, baik dari sisi integrasi maupun kota pelayanan. Terkait rentang pinjaman, Shopee PayLater tawarkan nilai terendah mulai Rp750 ribu untuk tiap pengajuan, sementara rentang tertinggi dimiliki oleh Kredivo, yakni pengguna bisa mendapatkan limit sampai Rp30 juta.

Untuk bunga, dari statistik yang didapatkan Kredivo menawarkan persentase paling rendah, dimulai 0% (tetap) untuk pinjaman dengan tenor 30 hari. Sementara untuk cicilan di kisaran 3 -12 bulan, dapat dilihat dari simulasi transaksi bahwa Kredivo masih memiliki presentase terendah dengan bunga tetap 2,60% per bulan, lalu diikuti oleh Shopee Paylater dan Indodana. Platform paylater lainnya mengenakan bunga tidak tetap tergantung pada besaran, status pengguna baru/terdaftar, jenis barang dan tenor yang diajukan, dimulai dari yang terendah 1,5% sampai yang paling tinggi 6%. Simulasi ini diambil dengan melakukan check out melalui e-commerce yang menyediakan platform paylater terkait tanpa memasukkan biaya lain-lain seperti uang muka, biaya layanan dan biaya admin, sehingga ada kemungkinan beberapa pemain paylater mengenakan biaya yang lebih tinggi dibanding yang ditampilkan simulasi di atas.

Terkait syarat pengajuan, rata-rata setiap platform memiliki beberapa variabel yang sama, seperti usia, kepemilikan KTP elektronik, dan dokumen pendukung lainnya. Beberapa juga memiliki spesifikasi khusus untuk mengurangi risiko gagal kredit, misalnya terkait pemasukan bulanan atau umur akun e-commerce yang digunakan.

Sistem keamanan juga layak menjadi konsiderasi untuk memastikan keamanan transaksi. Sebagian besar aplikasi paylater menggunakan mekanisme SMS OTP untuk verifikasi akun, sebagian lain memiliki opsi tambahan seperti PIN atau autentikasi sidik jari seperti yang diimplementasikan Shopee PayLater. Di luar bunga, platform juga mengenakan biaya administrasi yang umumnya dibebankan pada saat pengguna melakukan transaksi.

Opsi layanan yang beragam tentu akan memanjakan pengguna. Dengan tahu detail dan spesifikasi masing-masing platform, diharapkan pengguna bisa mendapatkan manfaat yang lebih baik untuk memfasilitasi transaksi pinjaman tanpa kartu kredit untuk belanjanya di e-commerce.

*Marsya Nabila berkontribusi dalam studi penyusunan artikel ini

Tokopedia Tambah Opsi PayLater, Gaet Indodana

Tokopedia menambah opsi pembayaran “bayar nanti” (paylater) dengan menggandeng platform lending Indodana. Diklaim antusiasme pengguna untuk menggunakan layanan ini meningkat hingga dua kali lipat pada Oktober 2020, dibandingkan pada Januari sebelum pandemi.

Dalam konferensi pers yang digelar secara virtual pada hari ini (11/12), VP of Business & Operations Indodana Jerry Anson menjelaskan, kehadiran Indodana PayLater di Tokopedia diharapkan akan memudahkan masyarakat Indonesia, khususnya segmen under-banked yang belum terjangkau institusi keuangan formal dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Kami melihat kenaikan kebutuhan layanan paylater selama pandemi, makanya kami banyak bekerja sama dengan merchant online, yang terbaru dengan Tokopedia,” terangnya.

Senior Lead Business Development Fintech Tokopedia Marina Ivana Tjuanda menuturkan, saat ini di Tokopedia telah bermitra dengan beragam platform lending untuk menyediakan fitur paylater, di antaranya BRI Ceria, Kredivo, Home Credit, dan OVO Paylater. OVO Paylater, yang termasuk portofolio dari Tokopedia, dari semenjak pandemi hingga kini tidak bisa diakses dengan alasan peningkatan layanan.

Kehadiran Indodana tentunya akan menambah variasi opsi metode paylater yang bisa dipilih para penggunanya yang diklaim telah lebih dari 100 juta orang. Dalam data internal Tokopedia, tercatat tingkat pembayaran dengan metode paylater meningkat hingga dua kali lipat pada Oktober 2020, dibandingkan pada Januari sebelum pandemi. Secara total, Tokopedia memiliki lebih dari 50 opsi pembayaran.

“Sejak 2018 kami sudah menghadirkan fitur paylater untuk menjangkau masyarakat yang belum mendapat akses perbankan untuk bertransaksi online,” kata Marina.

Jerry melanjutkan untuk menggunakan Indodana PayLater, sebelumnya pengguna diharuskan untuk mendaftarkan diri melalui aplikasi Indodana. Bila berhasil terverifikasi, pengguna akan mendapat limit kredit maksimal Rp25 juta dan pilihan tenor maksimal 12 bulan.

Limit kredit tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbelanja di merchant rekanan Indodana yang saat ini ada lebih dari 150 merchant, salah satunya Blibli dan Tiket.com.

Sejak resmi beroperasi pada Mei 2020, perusahaan mengklaim aplikasinya telah diunduh lebih dari 3,5 juta kali dan menyalurkan pembiayaan lebih dari Rp1 triliun. Pembiayaan ini tidak hanya disalurkan ke sektor konsumtif saja, tapi juga ke produktif. Kendati demikian, Jerry enggan mendetailkan lebih jauh terkait hal ini.

“Dari portofolio pembiayaan kami, segmennya juga ada ke produktif sesuai dengan arahan dari OJK. Tapi kami tidak bisa share lebih jauh, begitu pula untuk jumlah pengguna aktifnya,” pungkasnya.

Indodana saat ini sudah berstatus izin dari OJK yang didukung dengan manajemen risiko berbasis AI, sistem keamanan bersertifikasi ISO 27001, dan proses collection yang sesuai dengan standar OJK.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Blibli dan Indodana Luncurkan Fitur PayLater

Fitur PayLater juga menjadi pilihan Blibli. Adopsi fitur PayLater ini dilakukan dengan menggandeng layanan fintech lending Indodana. Ini merupakan langkah Blibli dalam memperluas akses kredit individu yang terintegrasi dalam platform e-commerce.

Blibli menjadi e-commerce kesekian yang mengadopsi fitur PayLater. Blibli PayLater mengusung konsep registrasi yang cepat, biaya administrasi yang murah, serta metode pelunasan yang beragam. Fitur anyar ini mereka tujukan kepada mereka yang selama ini belum memiliki akses ke fasilitas kredit.

“Blibli PayLater mendorong inklusi keuangan dengan membuka akses ke fasilitas kredit institusional ke pelanggan yang belum memilikinya,” ucap Vice President of Business Development Blibli, William Hadibowo pada Jumat pekan lalu.

Blibli PayLater menawarkan fasilitas kredit dengan batas maksimal Rp8 juta. Adapun opsi yang ditawarkan kepada pengguna untuk melunasi kredit dalam 30 hari dan cicilan berjangka 3, 6, dan 12 bulan. Opsi PayLater ini melengkapi fasilitas pembayaran di Blibli menjadi 10 metode pembayaran.

Fitur “belanja sekarang, bayar nanti” ini sejatinya sudah Blibli luncurkan sejak Mei lalu. Blibli mengklaim peminat fitur baru ini terus meningkat sejak saat itu. Mereka menghitung pengguna fitur PayLater bertambah 63% tiap bulan dan sudah tersebar di 22 provinsi.

Peluncuran Blibli PayLater ini juga tak lepas dari faktor pandemi Covid-19 yang belum henti sampai sekarang. Menurut William fitur tersebut membantu rumah tangga dalam belanja kebutuhan sehari-hari. Dari data yang mereka berhasil kumpulkan, penggunaan Blibli PayLater mayoritas untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari seperti minyak goreng, gula, dam beras.

“Terlebih lagi, Blibli PayLater mendorong inklusi keuangan dengan membuka akses ke fasilitas kredit institutional ke pelanggan yang belum memilikinya. Berlanjutnya aktivitas konsumsi ini penting bagi pemulihan ekonomi di new normal,” imbuh William.

Senada dengan William, VP Indodana Jerry Anson menyebut, kerja sama mereka dengan Blibli adalah bentuk dorongan mereka terhadap perekonomian Indonesia yang lesu akibat pandemi berkepanjangan.

Pada Juli lalu, Indodana telah mengemukakan rencana mereka untuk fokus menggenjot kredit konsumsi lewat PayLater. Indodana yang sudah mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan pada tengah tahun lalu bahwa PayLater menjadi pilihan mereka untuk mendorong penetrasi produk ke masyarakat lebih luas.

Sebelumnya Indodana telah menggandeng anak perusahaan Blibli, Tiket.com, dengan kemitraan serupa.

“Besar harapan kami produk PayLater hasil kerjasama dengan Blibli ini bisa membantu masyarakat dalam mengatur keuangan dan menjembatani kesenjangan inklusi keuangan di Indonesia yang berdasarkan Bappenas diprediksi akan mencapai Rp1.400 triliun dalam 5 tahun ke depan,” tukas Jerry.

Sebagai platform e-commerce ternama di Tanah Air, keputusan Blibli mengadopsi fitur PayLater terhitung lebih lama ketimbang kompetitornya. Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee telah lebih dulu mengumumkan fitur PayLater mereka.

Application Information Will Show Up Here