Sony XB900N Diciptakan untuk Pencinta Bass yang Juga Mementingkan Noise Cancelling

Saya yakin tidak ada yang meragukan reputasi Sony di bidang audio, apalagi dengan portofolio yang mencakup produk sekelas headphone WH-1000XM3. Tidak hanya menawarkan fitur noise cancelling yang efektif, headphone tersebut juga masuk di kriteria kaum audiophile berkat kemampuannya mengolah file audio beresolusi tinggi.

Namun sebagian besar konsumen tidak membutuhkan kapabilitas setinggi itu, dan mereka pun juga bakal keberatan mengucurkan dana sebesar 6 juta rupiah hanya untuk sebuah headphone wireless. Ditambah lagi, beberapa mungkin akan menilai dentuman bass yang dihasilkan WH-1000XM3 masih kurang wow.

Itulah mengapa Sony telah menyiapkan headphone wireless lain bernama XB900N. Label “XB” adalah kuncinya, singkatan dari “eXtra Bass” yang berarti karakter suaranya lebih condong ke frekuensi rendah. Di saat yang sama, label “N” di buntutnya juga berarti noise cancelling telah tersedia sebagai fitur standar di headphone ini.

Sony XB900N

Buat saya pribadi, yang cukup mencuri perhatian adalah desainnya. Saya masih ingat di kisaran tahun 2012-2013, seri headphone Sony XB selalu berpenampilan agak norak. Seperti yang bisa Anda lihat, XB900N tidak demikian. Selain elegan, desainnya juga fungsional; earcup-nya dapat diputar sekaligus dilipat sehingga mudah dibawa bepergian.

Sisi luar earcup-nya dibekali panel sentuh, yang berarti pengoperasiannya mengandalkan gesture seperti WH-1000XM3. Dukungan Google Assistant dan Alexa pun tidak ketinggalan, sedangkan baterainya bisa bertahan sampai 30 jam pemakaian sebelum perlu diisi ulang via USB-C.

Di Amerika Serikat, Sony XB900N sudah dipasarkan seharga $250, selisih $100 dari banderol WH-1000XM3 saat pertama dirilis.

Sumber: The Verge.

Earphone Nirkabel OnePlus Bullets Wireless 2 Bawa Sederet Pembaruan yang Signifikan

Bersamaan dengan OnePlus 7 dan OnePlus 7 Pro, OnePlus turut memperkenalkan generasi kedua dari earphone nirkabelnya. Mengusung nama Bullets Wireless 2, ia membawa sejumlah perubahan yang cukup signifikan jika dibandingkan generasi pertamanya yang dirilis baru setahun lalu.

Yang paling utama adalah desainnya. Dilihat dari sudut manapun, masing-masing earpiece Bullets Wireless 2 kelihatan jauh lebih membulat ketimbang pendahulunya. Bukan sebatas kelihatan lebih manis di mata, desain baru ini semestinya juga berpengaruh terhadap ergonomi sehingga perangkat bisa lebih nyaman dipakai dalam waktu yang lama.

Meski begitu, Bullets Wireless 2 masih mengadopsi model neckbud, dengan ‘tangkai’ fleksibel berisikan baterai yang menggantung di leher. Sisi belakang kedua earpiece-nya juga masih rata seperti sebelumnya, sengaja agar keduanya dapat ditempelkan secara magnetis ketika sedang tidak digunakan. Dalam posisi ini, musik akan otomatis di-pause, dan perangkat siap beralih fungsi menjadi kalung pemanis tampilan.

OnePlus Bullets Wireless 2

Secara teknis, Bullets Wireless 2 menjanjikan performa audio yang mumpuni berkat kombinasi sepasang driver balanced armature dan dynamic driver berdiameter 10 mm di tiap earpiece-nya. Dua balanced armature-nya bertugas mengolah frekuensi mid dan high, sedangkan dynamic driver-nya secara khusus menangani frekuensi low alias bass.

Performanya turut didukung pula oleh konektivitas Bluetooth 5 serta kompatibilitas aptX HD. Juga menarik adalah fitur fast pairing ala Google Pixel Buds, akan tetapi ini hanya berlaku jika perangkat hendak disambungkan dengan ponsel-ponsel bikinan OnePlus saja (minimal OnePlus 5).

OnePlus Bullets Wireless 2

Soal baterai, Bullets Wireless 2 diklaim dapat digunakan sampai 14 jam pemakaian dalam satu kali charge. Menariknya, bukan cuma ponsel OnePlus yang mendukung fast charging, earphone ini pun juga; pengisian selama 10 menit saja sudah cukup untuk menyuplai daya pemakaian sampai 10 jam.

Sayang sekali semua pembaruan ini juga harus berarti harganya semakin mahal dibanding pendahulunya. OnePlus mematok harga $99 untuk Bullets Wireless 2, lebih mahal $30 dari generasi sebelumnya.

Sumber: The Verge.

Marshall Luncurkan Dua Speaker Bluetooth Baru: Stockwell II dan Tufton

Saya yakin tidak banyak dari kita yang pernah mendengar pabrikan bernama Zound Industries. Lain halnya dengan Marshall; saya yakin cukup banyak yang tahu reputasi produsen amplifier gitar elektrik tersebut tanpa harus menjadi seorang gitaris.

Lalu mengapa saya membandingkan keduanya? Karena selama ini Zound Industries adalah sosok yang bertanggung jawab atas deretan headphone dan speaker milik Marshall, dan kolaborasi keduanya baru saja menelurkan sepasang speaker Bluetooth baru: Marshall Stockwell II dan Marshall Tufton.

Keduanya melengkapi Marshall Kilburn II yang telah hadir lebih dulu sejak tahun lalu. Yang paling membedakan, kalau Kilburn II memiliki wujud berorientasi horizontal, baik Stockwell II maupun Tufton sama-sama berorientasi vertikal. Kendati demikian, ketiganya sama-sama menganut gaya desain retro yang menyerupai amplifier rancangan Marshall.

Marshall Stockwell II

Stockwell II adalah yang paling kecil dari ketiganya. Kalau melihat dimensinya (180 x 161 x 70 mm), besarnya kurang lebih mirip iPad Mini, tapi tentu jauh lebih tebal, dan bobotnya pun mencapai angka 1,38 kg. Sertifikasi IPX4 berarti ia sanggup bertahan dari cipratan air saat dibawa ke pinggir kolam renang.

Di baliknya bernaung dua tweeter beroutput 5 W dan woofer 10 W. Bukan yang paling lantang memang, dan bass-nya juga bukan yang paling menendang mengingat respon frekuensinya berada di rentang 60 – 20.000 Hz.

Tufton di sisi lain punya ukuran jauh lebih bongsor, dengan bobot mencapai 4,9 kg, akan tetapi ketahanan airnya cuma IPX2. Di dalamnya tertanam tweeter 10 W, dua full range driver 15 W, dan woofer 40 W, sedangkan respon frekuensinya berkisar antara 40 – 20.000 Hz.

Marshall Tufton

Kedua speaker ini sama-sama sudah dilengkapi konektivitas Bluetooth 5.0, dan di bagian atasnya terdapat sejumlah kenop yang berfungsi untuk mengatur volume, maupun tingkatan bass dan treble. Daya tahan baterai keduanya sama-sama diklaim mampu mencapai angka 20 jam pemakaian.

Juga sangat modern adalah penggunaan USB-C sebagai port charging-nya, dan ini juga berarti keduanya sama-sama mendukung fast charging. Untuk Stockwell II, pengisian selama 20 menit sudah cukup untuk menyuplai daya baterai hingga 6 jam pemakaian, sedangkan untuk Tufton, 20 menit charging cukup untuk pemakaian selama 4 jam.

Di Amerika Serikat, Stockwell II dan Tufton saat ini sudah dipasarkan dengan harga masing-masing $249 dan $399.

Sumber: Zound Industries via TechCrunch.

Astell & Kern Kembali Luncurkan Portable Music Player Kelas Sultan, Kann Cube

Dengan banderol $999 dan spesifikasi kelas sultan, Astell & Kern Kann yang dirilis dua tahun silam masih merupakan salah satu portable music player terbaik yang dapat dibeli saat ini. Namun kalau ternyata Anda masih mengincar performa yang lebih wah dan tidak keberatan merogoh kocek lebih dalam lagi, A&K rupanya sudah menyiapkan penawaran lain.

Namanya Kann Cube, dan ia diyakini mampu membawa performa Kann orisinal ke level yang lebih tinggi lagi berkat penggunaan dua chip DAC ESS ES9038PRO Sabre sekaligus, tidak ketinggalan juga amplifier dengan output nyaris dua kali lipat lebih tinggi dari yang terdapat pada Kann orisinal.

Pada bagian depannya, Kann Cube mengemas layar sentuh 5 inci beresolusi 720p, sebuah peningkatan yang cukup drastis dibanding Kann orisinal. Bukan cuma itu, pengoperasiannya juga dipastikan bakal lebih mulus perkat penggunaan prosesor quad-core baru.

Yang mungkin sedikit membuat alis mengernyit adalah bentuknya yang sepintas mirip power bank, dan bobotnya pun sudah hampir menyentuh angka 500 gram. Ini dikarenakan baterai yang tertanam punya kapasitas yang lebih besar: 7.400 mAh, dengan estimasi daya tahan hingga 9 jam ketika dipakai untuk memutar file audio FLAC (lossless).

Kabar baiknya, Kann Cube sudah mendukung fast charging via USB-C, yang berarti waktu charging yang diperlukannya tak bisa disetarakan dengan mayoritas power bank. Urusan penyimpanan, A&K menjejalkan storage internal sebesar 128 GB pada Kann Cube, namun tentu saja pengguna dapat mengekspansinya lebih jauh lagi dengan bantuan memory card.

Seperti yang saya bilang, semua ini tentu harus ditebus dengan biaya yang amat tinggi. A&K mematok harga $1.499 untuk Kann Cube, dan berencana untuk memasarkannya mulai akhir bulan Mei mendatang.

Sumber: The Verge.

Headset Wireless SteelSeries Arctis 9X Diciptakan Khusus untuk Pengguna Xbox

Kalau ditanya apa salah satu kekurangan Xbox One dibanding PlayStation 4, mungkin mayoritas penggunanya akan bilang absennya kompatibilitas headset Bluetooth. Sebagai gantinya, Microsoft mengandalkan protokol khusus bernama Xbox Wireless, kurang lebih mirip seperti kasus Apple dan AirPlay.

Yang jadi masalah, populasi headset Xbox Wireless tergolong kecil. Beruntung SteelSeries tergerak untuk meluncurkan produk di segmen ini, yaitu Arctis 9X. Kelebihan utamanya? Apa lagi kalau bukan dukungan resmi Xbox Wireless, yang berarti pengguna Xbox dapat menyambungkannya tanpa kabel maupun dongle.

Dukungan Xbox Wireless juga berarti latency-nya dipastikan sangat rendah, yang berarti hampir tidak ada jeda antara audio yang keluar dari game dan yang terdengar di telinga. Lebih lanjut, SteelSeries juga mengklaim bahwa Arctis 9X menawarkan koneksi yang paling bisa diandalkan di antara headset Xbox Wireless lain, dan ini berdasarkan pernyataan Microsoft kepada mereka.

SteelSeries Arctis 9X

Dari segi estetika, Arctis 9X tampak tidak jauh berbeda dari headset Arctis lainnya. Desainnya simpel namun elegan (tidak norak seperti mayoritas gaming headset), dan kenyamanan yang ditawarkannya mungkin sudah bisa diwakilkan oleh bantalan telinga yang terlihat cukup tebal.

Berhubung ini adalah headphone wireless, sudah pasti ada sejumlah tombol kontrol di earcup-nya. Namun yang paling menarik adalah sebuah kenop di earcup sebelah kiri, yang berfungsi untuk mengatur volume audio yang datang dari Xbox di saat headset juga tersambung ke perangkat lain via Bluetooth.

Ya, Arctis 9X mendukung multiple input. Jadi selagi tersambung ke Xbox, ia juga bisa disambungkan ke ponsel via Bluetooth, entah untuk mendengarkan musik atau menerima panggilan telepon, semuanya sembari asyik bermain game.

SteelSeries Arctis 9X

Terkait daya tahan baterai, dalam satu kali pengisian, Arctis 9X diklaim mampu beroperasi sampai 20 jam nonstop, dan pengguna dapat memantau sisa baterainya langsung di TV. Saat baterainya habis, pengguna masih bisa memakainya dengan bantuan kabel 3,5 mm.

SteelSeries saat ini sudah memasarkan Arctis 9X seharga $200. Bukan harga yang murah, tapi cukup pantas jika mempertimbangkan semua fiturnya, serta fakta bahwa headset Xbox Wireless merupakan spesies yang langka.

Sumber: AnandTech.

Bowers & Wilkins Formation Adalah Lini Perangkat Audio Multi-Room Berteknologi Mesh Networking

Mungkin tidak banyak yang tahu, akan tetapi di pertengahan tahun 2016, Bowers & Wilkins dibeli oleh sebuah startup kecil bernama Eva Automation, yang didirikan oleh Gideon Yu, mantan CFO Facebook. Kala itu, tidak ada yang tahu produk apa yang dikembangkan oleh Eva, dan apa yang mendasari keputusan B&W untuk menjual perusahaannya ke mereka.

Sinergi antara dua perusahaan itu baru terdengar masuk akal ketika B&W baru-baru ini meluncurkan lineup produk audio wireless anyar dengan nama Formation. Lineup-nya berisikan lima produk, dan kelimanya mendukung sistem multi-room layaknya produk-produk Sonos. Namun yang perlu dicatat, sistem multi-room yang dimaksud bukan sembarangan.

Formation Duo / B&W
Formation Duo / B&W

Sistem ini mengandalkan teknologi mesh networking rancangan Eva Automation sendiri, dengan klaim bahwa proses sinkronisasinya dapat berjalan secepat satu mikrodetik. Secara keseluruhan, sistem multi-room ini mereka kembangkan 100% sendiri tanpa meminjam rancangan pabrikan lain via lisensi.

Dampak positifnya, B&W jadi sanggup untuk tidak berkompromi dengan kualitas audio lini Formation meskipun konteksnya wireless. Formation mendukung streaming audio dengan resolusi 24-bit/96kHz, atau hampir dua kali lipat resolusi yang didukung produk-produk Sonos.

Formation Bar / B&W
Formation Bar / B&W

Apa saja perangkat yang tergabung dalam lini Formation? Yang pertama ada Formation Bar, sebuah soundbar yang mengemas tiga unit tweeter 25 mm dan enam woofer 65 mm. Bluetooth, Spotify Connect, dan Apple AirPlay 2 merupakan fitur standarnya, namun yang cukup disayangkan, ia tak dilengkapi port HDMI, yang berarti Anda tak bisa memanfaatkan port HDMI-ARC yang terdapat di TV Anda.

Produk yang kedua adalah Formation Duo, sepasang bookshelf speaker dengan desain yang amat seksi menurut saya. Bentuk dasarnya sengaja dibuat mirip seperti speaker klasik B&W, dan mereka pun mengklaim kualitas suaranya juga cukup identik.

Formation Wedge / B&W
Formation Wedge / B&W

Namun yang berpotensi lebih mencuri perhatian adalah Formation Wedge, yang bisa dibilang merupakan generasi penerus B&W Zeppelin. Bentuk dasarnya sama-sama oval, tapi tampak Wedge lebih modern. Performanya pun ditunjang oleh sepasang tweeter 25 mm, sepasang woofer 90 mm, dan satu subwoofer 150 mm.

Selanjutnya, ada Formation Bass yang berbentuk seperti gendang dan siap mendampingi perangkat lain di lineup ini demi menyuguhkan dentuman bass yang lebih mantap. Terakhir, ada Formation Audio yang berfungsi untuk menyajikan kapabilitas streaming pada hardware lawas, semisal turntable, sehingga output suaranya dapat disalurkan ke speakerspeaker Formation secara wireless, atau ke speaker lain via kabel audio-out.

Formation Bass / B&W
Formation Bass / B&W

Yang cukup mengejutkan, B&W tidak terhanyutkan oleh tren integrasi smart assistant. Formation benar-benar ditujukan bagi para enthusiast sekaligus audiophile, dan itulah mengapa harganya tergolong premium:

  • Formation Bar $1.199
  • Formation Duo $3.999
  • Formation Wedge $899
  • Formation Bass $999
  • Formation Audio $699

Sumber: Engadget.

Kolaborasi Ikea dan Sonos Lahirkan Dua Speaker yang Menyamar Sebagai Perabot Rumah

Kita sudah melihat penampakan final dari speaker bikinan Ikea dan Sonos, namun hingga kini masih banyak yang bertanya-tanya apakah Ikea dan Sonos hanya menyiapkan satu model itu saja. Pertanyaan tersebut akhirnya terjawab berkat partisipasi Ikea dalam pameran desain Salone del Mobile di Itali.

Di ajang tersebut, Ikea tak hanya memamerkan speaker Symfonisk yang bisa merangkap fungsi sebagai rak (dengan beban maksimum hingga 3 kg), tapi juga speaker lain yang menyamar sebagai lampu meja. Ya, seperti yang bisa kita lihat pada gambar di atas, separuh bagian ke bawah dari lampu tersebut adalah speaker, dan tentu saja jeroannya diracik oleh Sonos.

Ikea Symfonisk

Sonos mengklaim performa audio speaker berwujud lampu meja ini tak kalah dari speaker termurah mereka saat ini, Sonos Play:1. Kontrolnya terbilang sederhana, hanya mengandalkan satu buah kenop saja, dan itu pun juga cuma untuk menyala-matikan perangkat.

Selebihnya, pengguna perlu memanfaatkan aplikasi pendamping Sonos di smartphone. Dari situ juga bisa disimpulkan bahwa kedua speaker Symfonisk ini kompatibel dengan speakerspeaker Sonos lain sehingga dapat disertakan ke dalam setup multi-room.

Ikea Symfonisk

Dukungan Alexa turut tersedia, tapi sayangnya pengguna harus menggunakan ponsel sebagai perantaranya mengingat kedua speaker ini tidak dilengkapi mikrofon internal. Terlepas dari itu, teknologi Sonos TruePlay yang mampu mengoptimalkan reproduksi suara berdasarkan kondisi ruangan, tetap tersedia dengan memanfaatkan bantuan mikrofon pada smartphone yang terhubung.

Terkait jadwal perilisannya, Ikea masih berpegang pada janji awalnya di bulan Agustus. Beruntung banderol harganya tak perlu ditebak lagi, sebab Ikea sudah mengumumkannya secara resmi: $99 untuk Symfonisk bookshelf alias rak buku, dan $179 untuk yang berwujud lampu meja.

Sumber: Engadget dan Ikea.

Ikea Resmi Pamerkan Wujud Final Speaker Hasil Kolaborasinya dengan Sonos

Belum lama ini, Ikea mengumumkan bahwa speaker hasil kolaborasinya dengan Sonos bakal diluncurkan pada bulan Agustus nanti. Kendati demikian, Ikea sepertinya sudah tidak sabar memamerkan wujud perangkat tersebut ke hadapan publik.

Lewat sebuah siaran pers, Ikea mengumumkan bahwa tujuh produknya berhasil memenangkan gelar Red Dot Awards 2019 di bidang desain, dan salah satunya adalah speaker Symfonisk yang mereka kerjakan bersama Sonos.

Dibandingkan dengan prototipenya, versi final ini tentu tampak jauh lebih terpoles. Selain bisa diberdirikan, perangkat juga bisa ditanamkan ke tembok demi merangkap fungsi sebagai rak. Pada bagian atasnya, kita bisa melihat label kecil bertuliskan “Sonos” berdampingan dengan “Ikea”.

Sayangnya sejauh ini Ikea baru mengungkap wujudnya saja. Rincian spesifikasi maupun fiturnya sepertinya masih harus menunggu sampai jadwal peluncuran resminya di bulan Agustus nanti.

Ikea Symfonisk

Lebih lanjut, tidak ada yang tahu berapa model Symfonisk yang sudah mereka siapkan. Bisa jadi lebih dari satu, hanya saja kebetulan yang memenangkan penghargaan dari Red Dot cuma model yang satu ini.

Namun pada akhirnya hal yang paling dinantikan oleh konsumen dari kolaborasi Sonos dan Ikea ini adalah, bagaimana campur tangan Ikea bisa membuat produk Sonos lebih bersahabat dengan kantong. Anda yang pernah kepincut dengan speakerspeaker besutan Sonos pasti tahu semahal apa banderolnya.

Sebaliknya, Ikea selama ini terkenal dengan produk-produknya yang berharga terjangkau, dan untuk speaker ini, mereka juga sudah berencana untuk memasarkannya dalam harga yang terjangkau pula. Sebagai perbandingan, speaker Sonos termurah saat ini adalah Play:1 yang dijual seharga $149, sehingga semestinya banderol Symfonisk akan berada di bawahnya.

Sumber: The Verge.

AirPods Generasi Kedua Datang Bersama Wireless Charging Case dan Dukungan Fitur Hey Siri

Tidak terasa sudah hampir tiga tahun sejak Apple mengeliminasi headphone jack dari iPhone sekaligus memperkenalkan true wireless earphone bernama AirPods. Timing-nya cukup tepat untuk sebuah upgrade, dan Apple baru-baru ini menyingkap AirPods generasi kedua.

Desainnya sama persis seperti generasi pertamanya, masih seperti earphone bawaan iPhone yang dipotong kabelnya. Charging case yang mendampinginya pun juga tampak identik, akan tetapi bedanya, kali ini Apple menawarkan dua macam charging case: satu standar, satu lagi yang mendukung wireless charging, ditandai oleh indikator LED kecil berwarna hijau.

AirPods 2nd gen

Perubahan selanjutnya tersembunyi di bagian dalam AirPods. Generasi keduanya kini mengemas chip baru berlabel H1, yang diklaim lebih irit daya. Alhasil, AirPods anyar ini diyakini mampu menyuguhkan waktu bicara 50 persen lebih lama, atau sekitar satu jam ekstra. Di luar waktu bicara, daya tahan baterainya masih sama, hingga 5 jam dalam satu kali pengisian, dan charging case-nya juga masih mampu menyuplai lebih dari 24 jam daya ekstra.

Lebih lanjut, chip H1 ini juga memungkinkan AirPods untuk terhubung ke perangkat dua kali lebih cepat daripada sebelumnya, sehingga sangat ideal bagi konsumen yang kerap berganti antara iPhone dan Apple Watch, atau iPad sekalipun. Terakhir, kehadiran chip H1 juga mewujudkan fitur “Hey Siri” pada AirPods, sehingga pengguna dapat memanggil sang asisten secara hands-free.

AirPods 2nd gen

Di Amerika Serikat, AirPods generasi kedua ini sudah dipasarkan seharga $159 (sama seperti generasi pertamanya), tapi itu untuk varian yang dibekali charging case standar. Untuk yang dilengkapi wireless charging case, harganya dipatok $199.

Kabar baiknya, wireless charging case ini dapat dibeli secara terpisah seharga $79, yang berarti pengguna AirPods generasi pertama tidak harus membeli earphone baru hanya demi menikmati kepraktisan wireless charging.

Sumber: Apple.

Focal Luncurkan Earphone Nirkabel dengan Harga Cukup Terjangkau

Sebagai pemain lama di dunia audio, kiprah Focal di segmen headphone sebenarnya belum terlalu panjang. Selain portofolio produknya terbatas, kebanyakan juga disasarkan ke kategori premium. Untungnya, seiring waktu Focal terus menambahkan produk baru, termasuk yang harganya lebih bersahabat.

Salah satunya adalah earphone bernama Focal Sphear, dan baru-baru ini, Focal telah meluncurkan versi nirkabelnya. Seperti yang bisa Anda lihat pada gambar di atas, Focal Sphear Wireless merupakan earphone nirkabel konvensional; kedua earpiece-nya masih tersambung dengan kabel, bukan model true wireless seperti yang sedang ngetren belakangan ini.

Focal Sphear Wireless

Ini menunjukkan bahwa sang pabrikan asal Perancis tidak asal ikut-ikutan tren yang ada. Toh model wireless konvensional seperti ini masih menawarkan sejumlah kelebihan, utamanya koneksi yang lebih stabil, dan perangkat juga dapat dengan mudah dikalungkan ke leher ketika sedang tidak digunakan.

Rekam jejak Focal sejatinya sudah bisa menggambarkan kualitas suara yang ditawarkan Sphear Wireless. Namun setidaknya masih ada fitur-fitur pemanis seperti bass-reflex system, serta equalizer dua mode (standar dan Loudness). Konektivitasnya memang masih mengandalkan Bluetooth 4.1, tapi paling tidak ada dukungan terhadap codec aptX.

Focal Sphear Wireless

Remote tiga tombol menghiasi bagian tengah kabel penyambung earpiece, diikuti pula oleh unit baterai yang diklaim tahan hingga 8 jam pemakaian. Kalau melihat foto produknya, sangat disayangkan kabel yang digunakan bukan tipe braided, dan kelihatannya terlalu tipis untuk bisa bertahan lama (terlebih di tangan pengguna yang asal-asalan).

Terlepas dari itu, banderol $129 merupakan harga yang sangat menarik untuk sebuah produk yang mengusung label brand Focal. Selain hitam, Sphear Wireless juga tersedia dalam warna ungu, biru dan hijau.

Sumber: Engadget.