Kesupermarket Kini Jadi GetMyStore, Garap Layanan “Online Grocery” untuk Segmen Menengah ke Atas

Lama tak berkabar, PT Supra Kreatif Mandiri, pemegang brand layanan online grocery Kesupermarket mengumumkan rebranding menjadi GetMyStore (GET) per 9 November 2020. Lewat identitas baru, GET akan perluas cakupan bisnis tidak hanya B2C, tapi juga B2B dan marketplace.

Perusahaan patungan dari PT Supra Boga Lestari Tbk dan PT Kresna Graha Investama Tbk ini, juga mengangkat Andrew You sebagai CEO.

Dalam wawancara bersama DailySocial, Andrew mengatakan akan membawa GET sebagai pemain online grocery terdepan yang spesifik bermain di segmen menengah ke atas.

“Sekarang ada banyak pemain e-grocery di Indonesia, tapi kebanyakan bermain di mass market. Kami spesifik melayani pembeli menengah ke atas yang populasinya ada sekitar 25% di Indonesia dengan concern produk premium yang berkualitas,” terangnya.

Memanfaatkan jaringan dari induk, pemilik jaringan Ranch Market dan Farmers Market, GET melebarkan sayapnya bisnisnya. Saat ini, Supra Boga mengoperasikan 52 gerai Ranch Market dan Farmers Market yang tersebar di Jabodetabek, Cikarang, Surabaya, Malang, Semarang, Balikpapan, Samarinda, Pekanbaru, Dumai, dan Ambon.

Seluruh gerai ini dapat melayani konsumen yang berada di kota tersebut dan sekitarnya, bekerja sama dengan kurir logistik pihak ketiga. Terdapat dua jenis layanan pengiriman yang disediakan GET, yakni pengiriman instan untuk pelanggan yang melakukan pembelian produk segar dan pengiriman reguler. Metode pembayaran juga dipermudah dengan kehadiran Gopay, virtual account, dan kartu kredit.

Online grocery adalah salah satu industri yang tumbuh di tengah pandemi, Andrew memandang dampak tersebut juga dirasakan oleh perusahaan. Meski \tidak bersedia membagi data lebih lanjut, ia menggambarkan terjadi tren kenaikan konsumsi buah-buahan dan sayuran segar untuk meningkatkan imun mereka. Adapun rata-rata belanja mereka tercatat di atas Rp300 ribu untuk sekali belanja.

“Konsumen middle class itu mencari produk premium dan eksklusif yang sulit ditemukan di tempat lain. Kami memberikan layanan premium untuk mereka, misalnya menaruh petugas khusus di tiap toko agar pengiriman bisa dilakukan dengan instan.”

Perluas segmen

Andrew melanjutkan, saat ini perusahaan tengah mempersiapkan segmen baru yang segera diresmikan pada kuartal III mendatang, yakni platform B2B dan marketplace. Perusahaan sangat optimis masuk ke segmen ini karena masih ada peluang-peluang yang belum bisa diselesaikan oleh pemain yang ada sekarang.

Ia mencontohkan, segmen B2B menarik karena dalam proses supply chain masih dihuni oleh pihak ketiga yang merugikan pebisnis. Dengan proses digital, akan jauh lebih transparan dan produk yang didapat juga jauh lebih berkualitas berkat jaminan Ranch Market.

Bahkan nantinya, perusahaan akan menyediakan layanan produk private label untuk kategori food, non-food, dan perlengkapan dan aksesori umum. Jaminan mutu dan keamanan pangan produk dijaga betul-betul untuk memenuhi rantai pasok produk private label ini.

Sementara itu, marketplace juga menarik untuk diseriusi karena GET sadar betul bahwa SKU yang ada di dalam jaringan Ranch Market tidak selengkap yang ada di pasar. Kesempatan tersebut akhirnya menginisiasi untuk menjaring lebih banyak penyuplai terkurasi ikut berjualan dan melayani konsumen GET.

Produk-produk yang dicari, mulai dari produk makanan impor, suplemen kesehatan, makanan sehat, bahan dapur organik, dan sebagainya. “Secara model bisnis kami ingin lebih banyak penjual berkualitas yang bisa bergabung, meski mereka belum berbentuk brand besar. Untuk mengurasi, kita punya benchmark sebagai standar prosedurnya.”

Sama seperti bisnis B2C, nantinya platform marketplace ini juga akan bermain ke segmen menengah ke atas karena sama-sama menyasar pengguna aplikasi GET. “Penting bagi kami untuk membangun platform yang memiliki positioning penting di pasar karena e-grocery saat ini sudah kompetitif. Kami cukup jelas di sini, bermain di middle up class dan ke depannya akan ada banyak orang Indonesia yang naik kelas ke segmen tersebut,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Layanan Singgahsini Jadi Strategi Perluasan Bisnis Mamikos, Gandeng Mitra Pemilik Properti

Setelah sebelumnya dikenal dengan nama Mamirooms, salah satu layanan Mamikos yang diperuntukan kepada pemilik indekost, kini mengubah nama menjadi “Singgahsini”. Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO Mamikos Maria Regina Anggit mengungkapkan, perubahan nama dilakukan untuk memberikan nuansa lokal karena Singgahsini merupakan layanan manajemen properti yang berasal dari Indonesia.

“Kami ingin membantu lebih banyak lagi pemilik kos untuk mengoptimalkan okupansi kosnya, juga memberikan kenyamanan tempat tinggal yang lebih baik bagi pencari kos,” kata Anggit.

Singgahsini menawarkan pengelolaan properti end-to-end sehingga mitra (pemilik properti) tidak perlu khawatir mengenai operasional bisnis. Sejak diluncurkan pada bulan Januari 2019, kos Singgahsini telah tersebar di Jabodetabek, Bandung & Jatinangor, Yogyakarta, Solo, Semarang, Surabaya, dan Malang.

Beberapa layanan yang disuguhkan ke mitra meliputi pemasaran kamar, pemasaran visual, standardisasi fasilitas dan re-touch/re-design, pre-conditioning, pelatihan kepada operator atau penjaga, pembuatan SOP, penjadwalan survei, hingga pengelolaan pemesanan.

“Singgahsini bekerja sama dengan mitra Mamikos untuk memenuhi okupansi kos dengan beberapa model kerja sama, yakni Bagi Hasil, Minimal Jaminan Pendapatan, atau Jaminan Pendapatan Penuh; tergantung dari hasil evaluasi properti. Untuk saat ini Layanan Singgahsini masih untuk kos, namun tidak menutup kemungkinan akan merambah ke apartemen,” kata Anggit.

Indekost yang dapat bergabung dengan Singgahsini yakni mereka yang memiliki fasilitas kamar isian serta fasilitas penunjang lainnya seperti kamar mandi dalam, Wi-Fi, TV, dan AC. Tim Transformasi Mamikos nantinya juga senantiasa mengecek/menyurvei kos-kos yang berminat bergabung dengan Singgahsini untuk memastikan standarnya sesuai dengan yang sudah ditentukan.

Keunggulan Singgahsini

Secara khusus layanan pengelolaan end-to-end kepada pemilik indekost juga telah ditawarkan oleh pemain serupa lainnya seperti RoomME. Namun Mamikos mengklaim memiliki keunggulan tersendiri yaitu, Singgahsini berkoordinasi secara transparan dengan mitra Mamikos terkait pengelolaan dan kebijakan.

“Kami menyediakan jasa konsultasi perawatan aset dan perbaikan fasilitas, manajemen komplain kos, serta pengelolaan kos yang terukur dan maksimal. Selain itu, listing kos kami pasarkan melalui Mamikos, yang memiliki 5 juta pengguna aktif dengan harga optimal serta foto dan video eksklusif. Dan yang terpenting, kami mengelola kos secara digital untuk semakin mengefektifkan industri properti,” kata Anggit.

Ke depannya, Singgahsini akan memperluas jaringannya hingga ke seluruh Indonesia untuk membantu lebih banyak mitra Mamikos dalam memaksimalkan potensi pendapatannya dan memberikan hunian eksklusif yang nyaman bagi pencari kos.

Di masa Pandemi, untuk mendukung mitra agar properti kosnya tetap aman dan diminati oleh calon penghuni, Singgahsini juga memiliki program “Kos SEHAT” yang merupakan salah satu upaya untuk membantu pemerintah dalam mencegah penyebaran Covid-19 dengan penerapan protokol kesehatan mulai dari penyediaan tempat cuci tangan dan hand sanitizer di depan kos, cek suhu, dan edukasi untuk penggunaan masker.

“Hadirnya Singgahsini diharapkan dapat memberikan layanan auto-pilot dalam pengelolaan kos, membuat bisnis kosnya stabil dan lancar serta membuka potensi bagi mitra Mamikos untuk terus mengembangkan bisnis kosnya,” kata Anggit.

Application Information Will Show Up Here

iLOTTE Berganti Nama Jadi iStyle, Pertajam Fokus ke Produk Gaya Hidup

iLOTTE, situs e-commerce besutan Salim Group dan Lotte Group, mengumumkan rebranding menjadi iStyle memasuki tahun ketiganya. Perubahan tersebut menajamkan strategi perusahaan dengan nama badan hukum PT Indo Lotte Makmur ini dalam menyediakan produk gaya hidup yang lebih beragam.

Per 15 November 2020, situs domain iLOTTE sudah dialihkan ke situs terbaru, tampilan UI/UX juga diperbarui untuk menyesuaikan fokus barunya. Pun untuk aplikasi, pengguna akan diarahkan untuk memperbarui ke versi terbaru.

Perwakilan perusahaan yang dihubungi DailySocial menerangkan, brand iStyle dianggap lebih mewakili posisi perusahaan dengan nuansa yang lebih fresh, young, dan menjawab kebutuhan penggunanya. iStyle kini fokus menyediakan berbagai produk gaya hidup, termasuk di dalamnya produk kecantikan, fesyen, olahraga, dan kebutuhan harian.

Ia juga menjelaskan, tidak ada perubahan model bisnis dari perubahan merek ini. Malah, penambahan fitur dan pengalaman belanja dengan hadirnya konsep K-Hub, sebuah platform media yang bisa diakses semua orang mencari informasi dan tren terkini.

“iStyle membawa harapan untuk tidak hanya menjadi situs e-commerce, namun juga bisa mencari tren-tren dan informasi terkini mengenai gaya hidup, mulai dari produk kecantikan, Korea, fashion, dan gaya hidup lainnya,” terangnya.

Sejak iLOTTE pertama kali dirilis pada 2017, situs ini mengambil konsep mall in mall yang memberikan solusi alternatif belanja produk dari Lotte Shopping Avenue, LotteMart grocery store, Planet Sports, Kidz Station, Lejel Home Shopping, K-Mall, Kinokuniya, dan Best Denki. Berbagai brand yang digandeng ini, memindahkan kebiasaan belanja di mal ke dalam satu aplikasi dan bisa diakses kapan saja.

Lebih lanjut dipaparkan, berdasarkan data yang ditarik di internal, sepanjang tahun ini terjadi peningkatan hingga empat kali lipat untuk jumlah member dan trafik yang masuk, terlebih ketika masa PSBB total pada Maret lalu. Sayangnya, tidak disertai data pendukung yang disertakan.

Sementara produk yang paling banyak dicari adalah produk kecantikan seperti skincare dan make up, produk olahraga, dan kebutuhan harian. “Insight yang menarik adalah perubahan perilaku belanja di masa pandemi, di mana peningkatan untuk pemesanan kebutuhan harian meningkat secara signifikan, tetap tinggi walaupun PSBB total sudah tidak diberlakukan,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Ayopop Secures Pre Series B Funding Worth of 73 Billion Rupiah, Rebranding to Ayoconnect

Ayopop fintech payment aggregator rebrands to Ayoconnect and shifting their business focus after securing Pre-Series B funding worth of $5 million (more than 73 billion Rupiah) led by BRI Ventures.

There are some other investors involved in this round, including Kakaku.com, Brama One Ventures, and the previous investors, Finch Capital, Amand Ventures, Strive, and AC Ventures. Overall, the company has raised over $10 million.

Ayoconnect’s Co-Founder and CEO Jakob Rost said this fresh money will be channeled to invest in technology and develop partnership networks to connect billing providers and payment partners, with the trusted basic infrastructure, safe, and fast digital bill payments.

The company is to immediately double the employees, from the current 100 people in Indonesia headquarter and technology centers in India.

“We expect a solid partnership with our previous investors and new investors, which is in line with Ayoconnect’s vision to shape Indonesia’s billing ecosystem into a centralized network,” he explained in an official statement, Wednesday (5/8).

On the occasion, he also announced the appointment of Alex Jatra as the new CFO. He has a strong financial track record with experience working in the private equity industry, venture capital, and served as C-Level at startup, HARA and Dattabot.

One API solution

Rost said, Ayoconnect’s new business focus is the billing network provider (open bill network) with the One API solution that allows billing companies to expand their payment points with minimum effort, while payment partners have direct access to 2500 billing products.

The solution is to answer bill payment industry problems in Indonesia that is mostly offline, separate, and manual. Integration through the API will streamline the process, therefore, consumers will be easier to transact.

In this billing network, Ayoconnect connects bill providers (electricity/water companies, telecommunications, educational institutions, etc.) with online and offline payment partners (including Indomaret, Pos Indonesia, and financial institutions) for customers can pay their bills easier through Ayoconnect network.

The company has introduced this business model since Ayopop starts operating in August last year. It still uses the name Ayopop Open API. Some previous B2B partners already connected, including Dana, LinkAja, Pos Indonesia, BRI Bank, Permata Bank, Bukalapak, Lazada, and Pegadaian.

“Therefore, we want to clarify that we are no longer just payment aggregators. Payment aggregators are part of the payment products that we offer. We are agnostic to our partners. Moreover, we continue to run the Ayoconnect brand. Ayopop will be part of the Ayoconnect network,” Rost explained separately to DailySocial.

BRI Ventures’ CEO, Nicko Widjaja also added, “Bill payment technology plays an important role in the vertical industry that is currently underserved, and there is a great opportunity in digitizing these sectors.”

Ayoconnect’s Co-Founder and COO, Chiragh Kirpalani mentioned that online bill payments play a big role in the pandemic because consumers prefer to shift into digital. One ongoing solution is the Billing Reminder which has been proven to help partner companies, such as Bank Mandiri Card Division and other financial institutions, do auto-debit for bill payments.

Until July 2020, the company has processed more than 40 million payments through 600 billing networks and 40 payment partners. The number of transactions recorded an increase of 400% in a period of six months during the first six month period this year.

In March, the Open API business contributes around 80% of the gross transaction value (GTV). In fact, the company only started in November of last year.

“We will remain dedicated to bill payments yet build more B2B technology for value-added solutions for us to provide to bill providers and channels. We are currently pursuing very broad (blue ocean) categories, there are hundreds of thousands of micro-billers, therefore, we need to build partnerships and improve the technology required to drive digitalization in that area,” Rost concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Peroleh Investasi Pra-Seri B 73 Miliar Rupiah, Ayopop Rebranding Jadi Ayoconnect

Startup fintech payment agregator Ayopop melakukan rebranding menjadi Ayoconnect, sekaligus mengubah fokus bisnis mereka pasca mengantongi pendanaan Pra-Seri B senilai $5 juta (lebih dari 73 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh BRI Ventures.

Investor baru lainnya yang turut berpartisipasi dalam putaran tersebut adalah Kakaku.com, Brama One Ventures, dan investor sebelumnya, yakni Finch Capital, Amand Ventures, Strive, dan AC Ventures. Secara keseluruhan, perusahaan telah berhasil mengumpulkan pendanaan lebih dari $10 juta.

Co-Founder dan CEO Ayoconnect Jakob Rost mengatakan, pendanaan segar ini akan digunakan untuk berinvestasi teknologi dan pengembangan jaringan kemitraan untuk menghubungkan perusahaan penyedia tagihan dan mitra pembayaran, dengan infrastruktur dasar untuk pembayaran tagihan digital yang terpercaya, aman, dan cepat.

Perusahaan juga segera menambah jumlah pegawai menjadi dua kali lipat, dari posisi saat ini hampir 100 orang yang berkantor pusat di Indonesia dan pusat teknologi di India.

“Kami mengharapkan kemitraan yang solid dengan investor sebelumnya dan investor baru kami, yang sejalan dengan visi Ayoconnect untuk membentuk ekosistem penagihan Indonesia menjadi satu jaringan terpusat,” terangnya dalam keterangan resmi, Rabu (5/8).

Dalam kesempatan tersebut, ia juga mengumumkan penunjukan CFO baru Alex Jatra ke dalam jajaran manajemen. Ia memiliki rekam jejak finansial yang kuat dengan pengalaman bekerja dalam industri ekuitas pribadi, modal ventura, dan menjabat C-Level di startup, yakni HARA dan Dattabot.

Solusi One API

Rost menjelaskan, fokus bisnis baru Ayoconnect adalah penyedia jaringan tagihan (open bill network) dengan solusi One API yang memungkinkan perusahaan penyedia tagihan untuk memperluas titik pembayaran mereka dengan upaya minimum, sedangkan mitra pembayaran memiliki akses secara langsung ke 2500 produk tagihan.

Solusi tersebut untuk menjawab permasalahan bahwa industri pembayaran tagihan di Indonesia masih didominasi secara offline, terpisah, dan manual. Integrasi melalui API akan mempersingkat proses sehingga konsumen dapat lebih nyaman bertransaksi.

Dalam jaringan tagihan ini, Ayoconnect menghubungkan perusahaan penyedia tagihan (perusahaan listrik/air, telekomunikasi, institusi pendidikan, dan lainnya) dengan mitra pembayaran online dan offline (termasuk Indomaret, Pos Indonesia, dan institusi keuangan) agar pelanggan dapat membayar tagihan mereka dengan lancar dalam jaringan Ayoconnect.

Model bisnis ini sebenarnya sudah diperkenalkan perusahaan sejak masih menggunakan brand Ayopop mulai Agustus tahun lalu. Namanya masih menggunakan Ayopop Open API. Sejumlah mitra b2b awal yang telah memanfaatkannya adalah Dana, LinkAja, Pos Indonesia, Bank BRI, Bank Permata, Bukalapak, Lazada, dan Pegadaian.

“Karenanya, kami ingin mengklarifikasi bahwa kami tidak lagi hanya agregator pembayaran. Agregator pembayaran adalah bagian dari produk pembayaran yang kami tawarkan. Kami agnostik terhadap mitra kerja kami. Ke depan, kami tetap menjalankan merek Ayoconnect. Ayopop akan menjadi bagian dari jaringan Ayoconnect,” terang Rost secara terpisah kepada DailySocial.

CEO BRI Ventures Nicko Widjaja turut menambahkan, “Teknologi pembayaran tagihan memainkan peranan penting dalam industri vertikal yang saat ini belum terlayani, dan ada kesempatan yang besar dalam digitalisasi pada sektor-sektor tersebut.”

Co-Founder dan COO Ayoconnect Chiragh Kirpalani menambahkan, pembayaran tagihan online sangat berperan besar dalam masa pandemi karena preferensi konsumen beralih ke digital. Salah satu solusi telah dikembangkan adalah Pengingat Tagihan (Billing Reminder) yang terbukti telah membantu mitra perusahaan, seperti Bank Mandiri Card Division dan institusi finansial lainnya melakukan auto-debet untuk pembayaran tagihan.

Hingga Juli kemarin perusahaan telah memroses lebih dari 40 juta pembayaran melalui 600 jaringan tagihan dan 40 mitra pembayaran. Jumlah transaksi tercatat meningkat 400% dalam jangka waktu enam bulan selama periode enam bulan pertama tahun ini.

Pada Maret, bisnis Open API ini telah berkontribusi hingga 80% terhadap nilai transaksi kotor (gross transaction value/GTV). Padahal, perusahaan baru memulainya pada November tahun lalu.

“Kami akan tetap berdedikasi pada pembayaran tagihan tetapi membangun lebih banyak teknologi B2B untuk solusi yang bernilai tambah untuk kami berikan kepada penyedia tagihan dan mitra saluran. Beberapa kategori yang kami kejar masih sangat luas (blue ocean) ada ratusan ribu mikro-biller, sehingga kami perlu terus membangun kemitraan dan meningkatkan teknologi yang diperlukan untuk mendorong digitalisasi di area itu,” pungkas Rost.

Application Information Will Show Up Here

Zenius akan Terus Gratiskan Konten, Dua Produk Baru Diluncurkan untuk Topang Model Bisnis

Zenius mulai memperlihatkan keseriusannya bertransformasi sebagai platform edtech unggulan di tanah air sejak Rohan Monga bergabung sebagai CEO. Setelah pengumuman pendanaan seri A pada Februari kemarin, kini Zenius melakukan rebranding dengan mengubah logo dan menambah produk-produk baru.

Jika sebelumnya logo mereka didominasi dengan warna kuning-hitam, logo baru lebih dipenuhi dengan warna ungu dengan desain yang lebih sederhana. Mereka menyebut logo baru ini menandai Zenius sudah kian matang dan hidup di tengah-tengah masyarakat.

Gratis selamanya

Namun di antara pengumuman rebranding itu, ada penegasan yang penting yang keluar dari mulut Co-Founder & Chief Eduacation Officer Sabda PS. Dalam konferensi pers virtual, Sabda memastikan bahwa akses gratis mereka akan terus dipertahankan untuk selamanya. Konten gratis itu meliputi video konsep, latihan soal, serta jawabannya.

“Itu termasuk sebagian besar dari konten kita. Makanya target 30 juta pelajar yang punya akses internet seharusnya enggak ada masalah untuk mengakses Zenius,” ucap Sabda.

CEO Rohan Monga menambahkan, ada sekitar 80.000 konten video pembelajaran yang bisa diakses gratis. Menurut Rohan hal itu penting untuk memberikan kesempatan pelajar di nusantara untuk mengenyam konten pembelajaran yang berkualitas. “Karena kita ingin mengakselerasi high quality learning,” imbuh Rohan.

Zenius menggebrak skema edtech karena berani menggratiskan layanan mereka pada Desember 2019. Jika saat pengumuman penggratisan akses itu Zenius masih belum menyebut bagaimana monetisasinya, kini jawabannya sudah ada.

Produk baru

Rohan menjelaskan, ada dua produk baru mereka yakni Zenius Ultima dan Zenius Optima. Kedua produk ini memperkenalkan fitur interaksi langsung. Melalui fitur tersebut, pelajar bisa melakukan tanya jawab atau diskusi secara real-time dengan tutor senior Zenius baik untuk sekadar bimbingan belajar atau untuk persiapan ujian.

“Kita ingin pastikan edukasi berkualitas untuk segmen murid yang suka dengan interactive learning,” ujar Rohan.

Dalam paparan kemarin, Zenius mengklaim sudah memiliki 15,7 juta pengguna yang tersebar di 300 kota dan kabupaten. Tiga bulan terakhir Sabda menyebut aplikasi mereka sudah diunduh tiga juga kali. Selain faktor konten gratis, kondisi pandemi yang mengharuskan kegiatan belajar mengajar dilakukan di rumah juga berpengaruh.

Beroperasi sejak 2004, Zenius merupakan salah satu pionir edtech di Indonesia. Mereka dulu lebih dikenal berkat produk kepingan CD/DVD yang memuat konten-konten pembelajaran. Keberadaannya makin dikenal publik luas ketika bisa diakses lewat situs web dan aplikasi mobile.

Hampir 16 tahun unjuk gigi di Indonesia, Zenius sudah mengantongi pendanaan seri A senilai US$20 juta atau setara Rp260 miliar saat diumumkan Februari kemarin. Northstar Group, Kinesys Group, dan BeeNext berpartisipasi dalam pendanaan tersebut. Melihat agresivitasnya belakangan ini, bukan tidak mungkin Zenius mulai melirik pasar baru di luar Indonesia. Namun Rohan Monga langsung menampik kemungkinan tersebut.

“Ada banyak yang masih harus kita kerjakan dan fokuskan di Indonesia,” pungkas Rohan.

Application Information Will Show Up Here

Mayoritas Saham Dimiliki OLX, BeliMobilGue Bersalin Nama Jadi “OLX Autos”

Platform jual-beli mobil bekas BeliMobilGue mengumumkan pergantian nama menjadi OLX Autos Indonesia yang disingkat menjadi OLX Autos. Perubahan nama ini kian mengukuhkan perusahaan yang dipimpin oleh Johnny Widodo itu sebagai bagian dari OLX Indonesia.

“Bergabungnya kami dengan OLX juga memungkinkan kami untuk bisa melayani pelanggan lebih luas lagi, dengan kekuatan kami yang menggabungkan keunggulan penjualan mobil secara online dan offline, menawarkan cara yang mudah, nyaman dan instan dalam menjual mobil,” ujar Johnny melalui keterangan resmi.

Johnny mengklaim OLX Autos sudah hadir di 7 kota dengan 100 pusat inspeksi dan menggandeng lebih dari 2000 mitra diler. Pencapaian ini satu kali lipat lebih besar dari yang mereka peroleh di tahun lalu. Pada tahun lalu pula, Johnny saat itu mengumumkan pihaknya memperoleh suntikan dana sebesar Rp429 miliar untuk dua tahun.

Johnny juga mengonfirmasi perubahan nama ini terjadi seiring kepemilikan saham mayoritas BeliMobilGue yang beralih ke tangan OLX. Selain itu, pria yang sebelumnya memimpin payment gateway OVO itu memastikan akan ada perubahan bisnis yang terjadi mengikuti rebranding ini.

“Kami akan lebih bersinergi dengan OLX dalam sisi bisnis. Layanan-layanan baru akan segera kami luncurkan,” ucapnya lewat pesan singkat.

Sementara itu Direktur Marketing OLX Indonesia Ichmeralda Rachman menyebut, rebranding ini sebagai langkah strategis mereka untuk fokus memenuhi kebutuhan pelanggan. Ia menyadari layanan BeliMobilGue yang sudah dikenal sebelumnya dapat memperkaya pilihan konsumen mereka.

“Dengan bergabungnya BMG dengan OLX dan berubah nama menjadi OLX Autos, kami berharap dapat meningkatkan komitmen bersama kami di pasar otomotif di Indonesia dengan terus memberikan layanan inovatif yang menjawab kebutuhan pelanggan yang terus berkembang,” imbuh Ichmeralda.

Dari perspektif OLX, perubahan nama tersebut merupakan dukungan besar untuk memperkuat kehadirannya dalam pasar mobil bekas. Seperti diketahui, kategori otomotif selalu menjadi salah satu kategori terkuat di platform iklan baris tersebut.

Tampilan situs BeliMobilGue yang sudah beralih ke OLX Autos.
Tampilan situs BeliMobilGue yang sudah beralih ke OLX Autos.

Diprediksi segera bangkit

Pandemi memang menyebabkan hampir segala sektor ekonomi anjlok, tak terkecuali pasar mobil bekas. Namun OLX Indonesia dan OLX Autos meyakini pasar mobil bekas akan bangkit lebih cepat dibanding pasar mobil baru ataupun kebanyakan sektor lain.

Berdasarkan kajian yang mereka buat tentang industri mobil bekas di Tanah Air, kondisi pandemi menyebabkan 54% responden lebih mempertimbangkan membeli mobil bekas ketimbang mobil baru. Alasannya tak lain karena pengetatan bujet yang dilakukan hampir semua orang selama wabah masih terjadi.

Hasil kajian itu membuat mereka yakin bahwa pasar mobil bekas segera pulih dalam kurun 2-3 bulan ke depan. Ada lebih dari 50% responden mereka menyatakan sudah berencana membeli mobil dalam setahun ke depan.

“Data dalam whitepaper yang belum lama kami luncurkan juga mengungkapkan bahwa menjadi penting bagi penjual untuk terus menawarkan layanan-layanan baru yang inovatif untuk pembeli, termasuk di antaranya layanan secara online dan tanpa kontak fisik, mulai dari proses administrasi hingga pembayaran,” pungkas Johnny.

Gojek Rencanakan Penggunaan Merek Tunggal, GoViet dan GET akan Berganti Nama

Gojek segera melakukan penyeragaman merek mereka untuk unit bisnisnya di luar negeri, yakni GoViet di Vietnam dan GET di Thailand. Nantinya semua akan bernama “Gojek” dan menggunakan aplikasi tunggal. Kabar ini pertama kali disampaikan Nikkei Asian Review didasarkan pada pernyataan Andrew Lee selaku Head of International Gojek.

Namun hingga tulisan ini terbit, di Google Playstore aplikasi GoViet dan GET masih bisa ditemui.

Tujuannya jelas, untuk memperkuat branding dan penetrasi Gojek di tengah persaingan ketatnya dengan Grab di pasar regional. Dalam keterangannya Andrew menyampaikan, keputusan ini sudah digodok beberapa bulan dan diambil demi memudahkan perusahaan untuk bisa meningkatkan skala bisnis secara lebih efisien.

Sebenarnya penggunaan merek dan aplikasi tunggal sudah mulai diaplikasikan Gojek sejak ekspansinya ke Singapura sejak akhir 2018 lalu, dilanjutkan penjajakan bisnisnya di pasar Malaysia yang juga gunakan merek yang sama.

Peluncuran GoViet dan GET dilakukan sejak pertengahan tahun 2018. Kala itu Founder & CEO Gojek Nadiem Makarim mengatakan, unsur lokal sangat penting untuk memajukan bisnis di negara baru. Untuk itu ia mempercayakan betul penetrasi bisnis pada tim lokal, termasuk akhirnya menyepakati untuk menggunakan nama yang dinilai lebih mudah di terima dengan masyarakat setempat.

Namun sayangnya strategi tersebut justru membuat interoperabilitas aplikasi kurang baik. Pengguna di luar negeri harus mengunduh aplikasi berbeda. Dan kini perusahaan sedang mengupayakan pembenahan tersebut dan segera menyatukan aplikasi.

Perkembangan layanan Gojek di luar negeri pun senada dengan yang ada di Indonesia. Beberapa waktu lalu kepada DailySocial juru bicara Gojek menyampaikan, di Thailand saat ini layanan GET Pay mulai diaplikasikan untuk mendukung bisnis transportasi, pesan makanan, dan pengiriman; makin agresif dengan adanya pandemi, yang membuat masyarakat harus meminimalkan kontak langsung saat transaksi.

Application Information Will Show Up Here

Rencana dan Fokus Bisnis PHI-Integration Setelah “Rebranding” Menjadi Xeratic

Setelah sebelumnya dikenal dengan nama PHI-Integration, perusahaan perangkat lunak yang menyediakan layanan analisis dan manajemen data melakukan rebranding dengan nama baru mereka Xeratic.

Kepada DailySocial Co-Founder Xeratic Victor Gunawan mengungkapkan, visi startupnya tidak pernah berubah meskipun telah menggunakan nama baru. Di awal, pangsa pasar yang ditargetkan adalah korporasi atau perusahaan menengah ke atas. Namun 6 bulan terakhir Victor dan tim melihat adanya kebutuhan di segmen UKM, sehingga lahirlah Xeratic sebagai upaya untuk memperluas pangsa pasar.

“Kami percaya bahwa memiliki data yang berkualitas tinggi serta sistem untuk mengelola data yang baik merupakan fondasi penting dalam strategi transformasi digital setiap perusahaan. Kami percaya bahwa data yang bersih akan mendorong perusahaan untuk mencapai analisis bisnis yang jauh lebih baik, terutama di masa sekarang, di mana efisiensi proses dan ketepatan pengambilan keputusan sangat perlu dilakukan; pemanfaatan machine learning dan kecerdasan buatan yang lebih baik adalah kuncinya,” kata Victor.

Xeratic adalah brand produk SaaS untuk pengolahan dan analisa data. Dengan fokus ke data cleansing dan machine learning, didesain membantu pemegang keputusan mengambil kebijakan yang lebih akurat. Termasuk membawa perusahaan menjadi data-driven company.

“Dengan data yang bersih dan akurat, sistem AI akan bekerja sangat maksimal untuk membaca pola data dan menghasilkan informasi yang akan membantu pemegang keputusan melihat kesempatan yang bisa didapatkan dan potensi kerugian yang bisa dihindari,” imbuh founder Xeratic Feris Thia.

Rencana di tahun 2020

Formula "solving data" Xeratic
Formula “solving data” Xeratic

Meskipun baru dimulai, saat ini sudah ada beberapa UKM yang telah menjadi mitra piloting dan mendapatkan manfaat dari layanan yang ditawarkan oleh Xeratic.

“Tahun ini kami berencana untuk penetrasi lebih banyak lagi UKM, juga tentunya tetap melayani perusahaan menengah ke atas yang kami lihat di masa pandemi ini sangat butuh efisiensi proses dan pengambilan keputusan tersebut. Produk dan layanan kami sudah terbukti di beberapa industri seperti finansial, ritel, dan manufaktur,” kata Feris.

Xeratic juga menjalin kemitraan strategis dengan beberapa perusahaan teknologi dunia dan juga lokal. Hitachi Vantara dan Microsoft adalah yang paling lama berinteraksi, karena memang Xeratic menggunakan dan juga mengembangkan beberapa solusi perusahaan di atas platform teknologi mereka.

“Dalam perkembangannya, kami bermitra juga dengan beberapa perusahaan Solution Integrator (SI), juga sebagai collaboration channel kami ke pasar komersial yang lebih luas,” kata Victor.

Penyebaran virus Covid-19 menjadi salah satu kendala bagi bisnis Xeratic, salah satunya adalah penetrasi pasar lebih terhambat. Tetapi di saat bersamaan perusahaan juga tetap memacu untuk mewujudkan misi untuk edukasi pasar melalui DQLab.id. Portal tersebut merupakan online learning untuk data. Program belajar tersebut disusun secara terstruktur untuk mempersiapkan talenta praktisi data baru.

Setelah mendapatkan pendanaan tahap awal dari East Ventures dan Skystar Capital tahun 2018 lalu, Xeratic memiliki rencana untuk kembali melakukan penggalangan dana. Melalui pendanaan baru nantinya diharapkan bisa membantu perusahaan menjadi pemimpin di pasar data.