Menakar Isi Perpres Satu Data dan Efektivitasnya Dukung Program Pemerintah

Kesimpangsiuran data merupakan persoalan yang paling disoroti dalam setiap kebijakan yang diambil pemerintah. Ketika membuat kebijakan mengenai data lahan, produksi pertanian, ketenagakerjaan, hingga jumlah penduduk miskin; sering jadi perdebatan di internal bahkan antar kementerian dan lembaga. Alhasil, persoalan ini berdampak pada kurangnya efektivitas setiap kebijakan yang diambil pemerintah.

Presiden Joko Widodo akhirnya menekan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia beberapa hari lalu. Semangat yang ingin disampaikan dari Perpres ini adalah harmonisasi data-data yang diperoleh masing-masing kementerian dan lembaga; agar lebih akurat, mutakhir, terpadu, dapat dipertanggungjawabkan, mudah diakses, dibagipakaikan, dan sebagainya.

Dikutip dari Hukumonline, pengamat ekonomi dan direktur Indef Enny Sri Hartati menerangkan, sudah seharusnya pemerintah menyatukan data-data yang selama ini masih terjadi perbedaan dan tumpang tindih. Dia mencontohkan, data lahan adalah salah satu jenis data yang sering terjadi perbedaan.

Antar kementerian sering kali beda pendapat dalam menetapkan lahan produksi dan hutan lindung. Data produksi pertanian juga demikian. Pemerintah sering terlambat dalam mengambil kebijakan impor produksi pertanian seperti bawang dan beras.

“Tidak jelasnya data itu buat pemerintah gamang apakah putuskan impor atau enggak akhirnya bertele-tele. Jadi kalau ada kebijakan satu data diharapkan pengambilan keputusannya lebih sederhana,” kata Enny.

Deputi Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Sosial, Ekologi, dan Budaya Strategis Kantor Staf Presiden Yanuar Nugroho menambahkan, Satu Data hadir tidak lepas untuk kebutuhan pembangunan. Makanya butuh satu gagasan agar upaya pembangunan yang digenjot pemerintah bisa tepat sasaran.

“Apalagi di zaman yang semakin maju ini, tidak bisa kita membangun itu dengan intuisi saja, atau misalnya merencanakan pembangunan karena negosiasi politik misalnya. Enggak. Kita butuh data yang benar,” kata Yanuar dikutip dari CNBC Indonesia.

Pada praktiknya, Satu Data ini diakses lewat portal resmi terbuka yang berisi data lintas kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan instansi lain yang terkait dalam menghasilkan data. Seluruh data yang tersedia ini dikategorikan sebagai data publik, sehingga tidak memuat informasi yang mengandung rahasia negara, pribadi, atau hal lainnya yang sudah diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2008.

Di portal ini disebutkan telah menyimpan lebih dari 79 ribu dataset yang sudah bisa diakses secara gratis dalam berbagai format berkas. Mulai dari jumlah pekerja berdasarkan pendidikan terakhir, layanan puskesmas, produksi perikanan laut, ternak unggas menurut kecamatan di tiap kabupaten, dan lainnya.

Isi Perpres

1. Prinsip Data

Menurut Perpres, Satu Data Indonesia harus dilakukan oleh Produsen Data dengan memenuhi prinsip yang telah ditetapkan. Di antaranya memenuhi Standar Data, memiliki Metadata, memiliki kaidah Interoperabilitas Data, dan menggunakan Kode Referensi dan/atau Data Induk.

a. Standar Data: Selain Data Statistik dan Data Geospasial, standar data ditetapkan oleh Pembina Data lainnya tingkat pusat, yang merupakan Instansi Pusat yang diberi kewenangan melakukan pembinaan terkait Data sebagaimana diatur dalam Perpres, selain badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kegiatan statistik atau badan yang melaksanakan tugas pemerintah di bidang informasi geospasial.

b. Metadata: Artinya informasi dalam Metadata harus mengikuti struktur dan format yang baku merujuk pada bagian informasi tentang Data yang harus dicakup dalam Metadata, dan merujuk pada spesifikasi atau standar teknis dari Metadata.

Struktur dan format yang baku untuk Data yang berlaku lintas Instansi Pusat dan/atau Daerah, ditetapkan oleh Pembina Data tingkat Pusat. Sementara Menteri atau kepala Instansi Pusat dapat menetapkan struktur dan format yang baku yang pemanfaatannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan instansi sesuai dengan tugas dan fungsinya.

c. Interoperabilitas Data: Untuk memenuhi kaidah prinsip ini, Data harus konsisten dalam bentuk sintak/bentuk, struktur/skema/komposisi penyajian, dan semantik/artikulasi keterbacaan; disimpan dalam format terbuka yang dapat dibaca sistem elektronik.

d. Kode Referensi dan Data Induk: Menurut Perpres ini, prinsip ini dibahas dalam Forum Satu Data Indonesia tingkat pusat. Forum tersebut akan menyepakati; Kode Referensi dan/atau Data Induk; Instansi Pusat yang unit kerjanya menjadi Walidata atas Kode Referensi dan/atau Data Induk tersebut.

2. Penyelenggara Satu Data Indonesia

Perpres ini menetapkan penyelenggara Satu Data Indonesia tingkat pusat dilaksanakan oleh; Dewan Pengarah; Pembina Data tingkat pusat; Walidata tingkat pusat; dan Produsen Data tingkat pusat.

Misalnya, Dewan Pengarah: bertugas untuk mengoordinasikan dan menetapkan kebijakan terkait Satu Data Indonesia; mengoordinasi pelaksanaannya; melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan; mengoordinasi penyelesaian permasalahan dan hambatan; dan menyampaikan laporan penyelenggaraan kepada Presiden.

Dewan Pengarah ini terdiri atas; Ketua merangkap anggota yaitu menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional; Anggota, terdiri atas menteri di bidang pendayagunaan aparatur negara, menteri di bidang komunikasi dan informatika, pemerintahan dalam negeri, bidang keuangan, bidang kegiatan statistik, dan bidang informasi geospasial.

“Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja Dewan Pengarah diatur dalam Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional selaku Ketua Dewan Pengarah,” bunyi Perpres ini.

3. Penyelenggara Satu Data Indonesia

Penyelenggara Satu Data Indonesia terdiri atas; perencanaan Data; pengumpulan Data; pemeriksaan Data; dan penyebarluasan Data, dilakukan oleh Walidata melalui Portal Satu Data Indonesia dan media lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Portal ini menyediakan akses Kode Referensi; Data Induk; Data; Metadata; Data Prioritas; jadwal rilis dan/atau pemutakhiran Data. Instansi Pusat dan Instansi Daerah yang mengakses Data di Portal Satu Data Indonesia tidak dipungut biaya.

Kominfo Akan Gandeng Inkubator dalam Memberikan Sertifikasi Produk IoT

Untuk mendukung inovator di bidang IoT, Kementerian Kominfo tengah menyiapkan terobosan terkait dengan sertifikasi perangkat. Proses sertifikasi nantinya akan melibatkan inkubator startup IoT yang telah beroperasi di Indonesia, sehingga diharapkan pengajuan dan pengujian dapat terlaksana secara lebih efektif.

“Untuk melakukan sertifikasi dan memenuhi persyaratan lainnya, makers bisa dibantu oleh inkubator, contohnya seperti inkubator Telkomsel (TINC), XL dan lainnya. Pemerintah selain menjadi policy maker dan regulator, saat ini berusaha menjadi fasilitator,” ujar Direktur Standardisasi Perangkat Pos dan Informatika Mochamad Hadiyana.

Menurutnya, kolaborasi seperti ini diperlukan agar ekosistem IoT di Indonesia dapat berkembang pesat. Sejauh ini regulasi IoT mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Nomor 3 Tahun 2019 tentang Persyaratan Teknis Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi Low Power Wide Area.

“Persyaratan teknis ini mengatur perangkat LPWA baik non-seluler dan juga seluler yaitu Narrow Band IOT (NB-IoT) dan LTE Machine (LTE-M),” jelas Hadiyana.

Para pengembang IoT –dalam konteks penelitian—saat ini bisa merilis perangkat IoT selama enam bulan tanpa sertifikat. Namun jika setelah satu tahun produk berjalan dan diluncurkan ke publik, maka wajib mengajukan sertifikasi. Standar dan persyaratan teknis untuk perangkat IoT merupakan mandat Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000.

Menurut Hadiyana, tujuan sertifikasi untuk menjamin keterhubungan dalam jaringan dan mencegah saling mengganggu antar perangkat telekomunikasi. Selain itu juga sebagai tindakan preventif untuk melindungi masyarakat dari risiko kerugian dari penggunaan alat tersebut.

Four Fintech Lending Startup Acquired License from OJK

Indonesian Fintech Lenders Association (AFPI) announces its four members, Investree, Amartha, Dompet Kilat, and Kimo to acquire license from OJK as fintech lending. In total, with Danamas, there are only five out of 113 AFPI members listed in OJK.

“We appreciate our four members to acquire OJK’s license after the long process to make sure the fintech lending industry was build upon a strong infrastructure,” AFPI’s Head of Institutions and Public Relation, Tumbur Pardede said.

He continued, the four startups reflect all fintech lending’s business models. Investree with the SME’s productive sector and supply chain, Amartha focused on women’s micro businesses. Dompet kilat aims for consumptive sector with quick loan, and Kimo runs payment for balance top-up sellers.

In order to fasten the other members to acquire business license, AFPI is to build a special working group for license. Therefore, all startups which already listed are encouraged to share insights for members that suits their respective segments.

Therefore, they should be faster in completing requirements from OJK, the positive image will built among society.

Investree’s Co-Founder and CEO, Adrian A Gunadi said, the company needs two years to complete the requirements, as for Amartha. In the process, there are series of agreements in terms of administration or risk management that is completely essential.

One of those is to comply with ISO 27001, it doesn’t apply to every tech-based startup. The license isn’t simple and requires so things, particularly for startup working in financial service. Confidentiality is one of the example.

Furthermore, the integration system must adapt per OJK request, devices to monitor in order to run along the APU PPT (anti money laundering) it should be perfect, the auditor must be included in OJK.

“Any [requirements] to be integrated with system must be prioritized and meet the OJK standard. Some product development plans should be ‘hold’ for it,” he added.

After acquiring license, the company’s build up its confidence for partnership with all classes, either the government or private company. Also, there are companies and financial industries in need for partner with official license from regulator to guarantee their users.

“I think what we’ve been planning this year should worked. Starting to expand agressively with new partners is to be realized next year for we’ve grown confident through license,” Amartha’s Founder and CEO, Andi Taufan Garuda Putra said.

In terms of industry, fintech lending has distributed Rp33 trillion loans per April. For further detail, Amartha is claimed to distribute more than Rp 1 trillion for 230 thousand entrepreneurs with 98,26% payment success rate (TKB).

While, Dompet Kilat has distributed more than Rp10 billion loans for 20 thousand active consumers, the payment success rate has reached 97%. Investree has distributed over Rp2 trillion for 4 thousand borrowers. There are 66 thousand lenders with payment success rate up to 90,99%.

Lastly, Kimo has distributed Rp1 trillion loans since founded in 2016 with 10 thousand balance top-up partners.

Success payment rate is OJK’s requirement for all p2p lending entities with license to display success rate in the 90th day of its operation. It intends to improve transparency and help the lenders to know the risk of its funding placement.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Empat Startup Fintech Lending Terima Izin Usaha dari OJK

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengumumkan empat anggotanya, yakni Investree, Amartha, Dompet Kilat, dan Kimo telah mengantongi izin usaha dari OJK sebagai perusahaan fintech lending. Bila ditotal, ditambah Danamas, baru ada lima startup sudah berizin dari total 113 anggota AFPI yang sudah berstatus terdaftar.

“Kami mengapresiasi kepada empat anggota kami yang berhasil memperoleh izin OJK setelah melalui serangkaian proses panjang demi memastikan industri fintech lending dibangun dengan infrastruktur yang kuat,” terang Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas AFPI Tumbur Pardede, Kamis (16/5).

Dia melanjutkan, keempat startup ini mencerminkan semua bisnis model yang diterapkan oleh fintech lending. Investree bergerak di sektor produktif UKM dan supply chain, Amartha fokus untuk pembiayaan mikro usaha perempuan. Dompet Kilat menyasar sektor konsumtif dengan layanan pinjaman kilat, dan Kimo bergerak pembiayaan untuk penjual pulsa.

Untuk mempercepat anggota AFPI lainnya memperoleh izin usaha, asosiasi akan membuat working group khusus mengenai perizinan. Jadi setiap startup yang sudah berizin didorong untuk berbagi catatan apa saja yang harus dipenuhi anggota, sesuai dengan segmen usahanya masing-masing.

Dengan demikian, mereka akan semakin cepat memenuhi ketentuan dari OJK, citra positif industri pun lambat laun akan semakin positif di mata masyarakat.

Co-Founder dan CEO Investree Adrian A Gunadi menerangkan, perusahaan butuh waktu dua tahun untuk memenuhi ketentuan dari OJK, sama seperti Amartha. Dalam prosesnya, ada serangkaian ketentuan baik dari tata kelola dan manajemen risiko yang harus betul-betul dijaga perusahaan.

Di antaranya adalah memenuhi ISO 27001, aturan ini belum tentu diberlakukan buat startup berbasis teknologi lainnya. Lisensi ini tidak sederhana dan mencakup banyak hal yang harus dipatuhi perusahaan, apalagi buat startup yang bergerak di jasa keuangan, misalnya tentang kerahasiaan data pengguna.

Kemudian, dari sisi integrasi sistem harus menyesuaikan dengan apa yang OJK minta, perangkat untuk monitor agar sejalan dengan APU PPT (anti pencucian uang) harus sempurna, auditor pun harus masuk ke dalam daftar rekanan OJK saat audit.

“Apapun [ketentuan] yang harus integrasi ke sistem itu harus didahulukan dan harus memenuhi aturan OJK. Bahkan ada beberapa rencana pengembangan produk harus di-hold demi OJK,” terangnya.

Dari sisi perusahaan, pasca memperoleh izin usaha tentunya menambah kepercayaan diri untuk lebih gencar melakukan kemitraan dari berbagai kalangan baik dari pemerintah maupun swasta. Pasalnya, banyak perusahaan dari industri keuangan yang butuh mitra dengan status izin resmi dari regulator demi meyakini para konsumennya.

“Buat kami apa yang sudah direncanakan tahun ini tetap akan dijalankan. Mulai melebarkan sayap lebih agresif dengan cari mitra baru akan dilakukan pada tahun depan karena kami sudah percaya diri lewat izin resmi,” tambah Founder dan CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra.

Secara industri, fintech lending per April telah menyalurkan pinjaman sekitar Rp33 triliun. Dirinci lebih dalam, Amartha diklaim telah menyalurkan lebih dari Rp1 triliun untuk 230 ribu pengusaha dengan tingkat keberhasilan bayar (TKB) 98,26%.

Sementara, Dompet Kilat menyalurkan lebih dari Rp10 miliar pinjaman untuk 20 ribu konsumen aktif, TKB-nya 97%. Investree menyalurkan lebih dari Rp2 triliun untuk 4 ribu peminjam. Terdapat 66 ribu pemberi pinjaman dengan TKB 90,99%.

Terakhir, Kimo telah menyalurkan pinjaman Rp1 triliun sejak berdiri di 2016 dan memiliki 10 ribu mitra penjual pulsa.

TKB adalah kewajiban dari OJK untuk seluruh entitas p2p lending yang terdaftar untuk menampilkan tingkat keberhasilan pengembalian pada hari ke-90 di situsnya. Maksudnya untuk meningkatkan transparansi sekaligus membantu calon pemberi pinjaman untuk mengetahui risiko penempatan dananya.

Standardisasi QR Code Ditargetkan Mulai Berlaku Paruh Kedua 2019

Rencana Bank Indonesia (BI) menerbitkan standardisasi QR Code untuk sistem pembayaran uang elektronik mulai mencapai titik terang. Baru-baru ini pihaknya telah melakukan percobaan yang kedua mengenai teknisnya. Hal tersebut dijelaskan oleh Deputi Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Ricky Satria. Ia juga mengatakan, seperti dikutip dari Tirto, bahwa standardisasi tersebut diharapkan bisa mulai berlaku pada paruh kedua tahun 2019.

Ini adalah uji coba kedua setelah sebelumnya dilakukan pada bulan November 2018 lalu. Program standardisasi ini oleh BI disebut sebagai “QR Indonesia Standard” (QRIS). Nantinya bakal bersifat merchant presented mode dan dapat memperluas interkoneksi. Tujuannya mendukung ekonomi keuangan digital di Indonesia. Adanya QRIS juga memungkinkan QR Code yang dimiliki perbankan dan fintech dapat saling dikolaborasikan.

Mengenai pengujian tahap dua ini Ricky turut memaparkan bahwa mereka fokus pada berbagai kemungkinan isu. Misalnya untuk penanganan isu ketika terjadi kasus pengguna melakukan transaksi dan saldo terpotong, namun merchant belum mendapatkan nominal dana. Selain itu juga melakukan antisipasi di daerah blankspot (tidak ada sinyal).

Hal lain yang tak kalah menarik, nantinya QRIS ini akan menghadirkan efisiensi kaitannya dengan penerimaan dana. Merchant dapat menerima dana yang berasal dari berbagai instrumen pembayaran, baik dari uang elektronik yang berbasis server, tabungan, maupun kartu debit.

Sebelumnya dalam uji coba pertama di tahun 2018 BI telah memberikan izin penggunaan QR Code untuk pembayaran kepada 12 perusahaan, termasuk Go-Pay, Ovo, TCash, BNI Yap! dan BRI (tiga nama terakhir kini sudah bersatu di platform LinkAja). Selain bersama industri fintech, BI kala itu juga menunjuk Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) sebagai lembaga khusus yang akan merampungkan standardisasi QR Code.

ASPI adalah lembaga yang dibentuk BI dengan melibatkan representasi seluruh pelaku industri sistem pembayaran di Indonesia. Lembaga tersebut diberi kewenangan dalam lingkup mikro dan teknis untuk membuat aturan main dalam industri sistem pembayaran dengan tetap memperhatikan ketentuan dan kebijakan.

Indodax to Comply with Bappebti’s New Regulation for License

Indodax, the biggest crypto asset market platform in Indonesia, announced its main focus to comply with the new regulations issued by the Commodity Futures Trading Commission (Bappebti) on February, 12th.

Oscar Darmawan, Indodax’s CEO said the team wants the crypto asset market platform to acquire official license. Currently, Indodax is a company under PT Indodax Nasional Indonesia.

He admits some points to highlight as an issue. In his opinion, the required capital for business players to register as crypto asset sellers is quite high.

In the Bappebti’s Law No. 5 in 2019 of Technical Rules to Organize Crypto Asset Physical Market in the future market include (1) Capital for futures company of Rp1.5 trillion, (2) Capital for crypto asset storage of Rp1.2 trillion, and (3) Capital for crypto asset trading of Rp1 trillion.

“We’re running those three points, therefore we (need) three licenses. Our focus this year is to be a crypto asset market platform with license,” he said in the Indodax’s Badai Hadiah Pers Conference last time.

Darmawan said he’ll keep discussing with some parties including Bappebti to explore the new regulation. “We’re indeed trying to get permission. However [in terms of regulation] we let Bappebti to take control, we’ll try to comply and discuss,” he added.

Currently, Indodax have more than 30 digital assets to trade with 1.5 million members in Southeast Asia per December 2018. Last year’s income is claimed to have increased by two times from the previous year. He aims for an additional 500 thousand new users this year.

Meanwhile, Indodax’ Chief Technology Officer, William Sutanto said the team is trying to comply with the new regulation in terms of technology. One is to obtain ISO certification.

Included in the regulation, some required ISO certifications, such as ISO 27001 (Information Security Management System), ISO 27017 (cloud security), and 27018 (cloud privacy) if the crypto asset physical sellers are using cloud.

“This year, [certification] must be obtained. There will be further discussion,” he added.

Tokenized Economy Phenomenon

One of the concrete implication of cryptocurrency is tokenized economy realization in the future. All physical assets to financial can be converted to token in real time.

Rahmat Waluyanto, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia’s (KSEI) Chief Commissioner has predicted the tokenized economy to be a big phenomenon worldwide, at least in 5-10 years ahead.

He said the cryptocurrency market capitalization has reached $211 billion worldwide per 2018. The fundraising of Initial Coin Offerings (ICO) has exceeded $15 billion.

Currently, cryptocurrency is indeed illegitimate in Indonesia because it’s considered a commodity. Unless the other countries where crypto has been traded in the Securities and Exchange Commission (SEC) capital market.

“The token system is not very impactful, yet raises opportunities and implications, to build up financial system. In addition, to make advance access to financial inclusion,” he mentioned at the event.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Indodax Bakal Penuhi Syarat Aturan Baru Bappebti Demi Kantongi Izin

Indodax, platform perdagangan aset kripto terbesar di Indonesia, mengaku akan fokus memenuhi segala persyaratan dalam aturan baru yang diterbitkan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) pada 12 Februari lalu.

Menurut CEO Indodax Oscar Darmawan, pihaknya ingin platform perdagangan aset kripto miliknya mengantongi izin resmi. Diketahui, saat ini Indodax masih berstatus sebagai perusahaan umum biasa di bawah nama PT Indodax Nasional Indonesia.

Ia mengakui ada poin yang dianggap memberatkan dalam aturan tersebut. Menurutnya, modal yang diminta bagi pelaku usaha yang ingin mendaftar sebagai pedagang fisik aset kripto masih terlalu besar.

Dalam Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka disebutkan (1) Modal untuk perusahaan berjangka Rp1,5 triliun, (2) Modal untuk penyimpanan aset kripto Rp1,2 triliun, dan (3) Modal untuk perdagangan aset kripto Rp 1 triliun.

“Nah kita menjalankan ketiga poin tersebut makanya kami [harus punya] tiga izin. Fokus kami tahun ini menjadi platform perdagangan aset kripto yang punya izin resmi,” ujarnya ditemui di Konferensi Pers Badai Hadiah Indodax beberapa waktu lalu.

Oscar mengaku masih akan terus berdialog dengan sejumlah pihak termasuk Bappebti untuk mempelajari aturan baru tersebut. “Kami memang sedang berusaha untuk memperoleh izin. Tapi [soal aturan] kami serahkan ke Bappebti, kami akan coba comply dan terus berdiskusi,” katanya.

Saat ini, Indodax memperdagangkan lebih dari 30 aset digital, dengan 1,5 juta member di Asia Tenggara per Desember 2018. Pendapatannya di 2018 diklaim naik dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Oscar membidik tambahan 500 ribu pengguna baru tahun ini.

Sementara itu Chief Technology Officer Indodax William Sutanto mengungkap bahwa pihaknya juga berupaya untuk comply dengan aturan baru ini dari sisi teknologi. Salah satunya adalah memenuhi sertifikasi ISO.

Dalam aturan tersebut, sejumlah sertifikasi ISO yang wajib dipenuhi antara lain ISO 27001 (Information Security Management System), serta ISO 27017 (cloud security) dan 27018 (cloud privacy) apabila pedagang fisik aset kripto menggunakan cloud.

“Tahun ini [sertifikasi] harus dipenuhi. Nanti bakal ada diskusi lebih lanjut,” kata William.

Fenomena tokenized economy

Salah satu implikasi konkret terhadap mata uang kripto (cryptocurrency) adalah terwujudnya tokenized economy di masa depan. Segala macam aset fisik hingga keuangan dapat dikonversi dalam bentuk token dalam dunia yang sesungguhnya.

Komisaris Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Rahmat Waluyanto bahkan memprediksi tokenized economy bakal menjadi fenomena besar di dunia setidaknya dalam kurun 5-10 tahun lagi.

Ia menyebut kapitalisasi pasar mata uang kripto telah mencapai $211 miliar di dunia per 2018. Pengumpulan dana dari hasil Initial Coin Offerings (ICO) juga telah menembus angka $15 miliar

Memang saat ini kripto memang belum menjadi mata uang yang sah di Indonesia karena masih dianggap sebagai komoditi. Berbeda dengan di luar negeri di mana kripto telah diperdagangkan di pasar modal Securities and Exchange Comission (SEC).

“Sistem token sebetulnya tidak memberikan dampak banyak, tetapi memunculkan peluang dan implikasi, yakni memperkuat sistem keuangan. Selain itu, mendorong akses ke inklusi keuangan,” tuturnya yang turut hadir di acara.

E-commerce Roadmap to be Finalized This Year

E-commerce roadmap is to be finalized this year, after its drafting in 2014 and legitimate on 2017. The government is drafting three other rules related to the digital economy.

“It’s currently on finalizing step in the state secretariat. There are some other regulations on process like the data discussed by DPR,” Rudy Salahuddin, Deputy of Creative Economy Coordination, Entrepreneurship, and Competitive Cooperative and SME’s Coordinator Ministry of Economy, said.

He said, President Regulation (Perpres) of e-commerce which is long been initiated had many irrelevant points. Therefore, some aren’t finished, but some also added, such as data protection, cross-border transaction, digital goods and services, and build up local products.

In terms of data, the government is having difficulty in collecting data. In fact, data is an essential component in drafting a regulation. The Central Bureau of Statistics (BPS) is requested to collect data from those e-commerce, except the resistance due to confusing business players.

The government will create synergy between Ministry/Institution (K/L), therefore the e-commerce data will be issued shortly. E-commerce players won’t have to worry by K/L’s data request.

“Learn from that, the government wants to make a more integrated collecting system. Because the government often make data request, it’ll be complicated, and we want to avoid it. We’ll make an integrated data center for the better data collection.”

He also mentioned, the finalization will be followed by Digital Economy National Strategy to cover it. It’s necessary for Indonesia to be the e-commerce hub in Southeast Asia. In this National Strategy, everything is being managed, including tax, logistics, cross border, talent development, data protection, and others.

“Our country doesn’t have any national-scale digital economy strategy. We need to finish it by this year to cover Perpres.”

Based on Hinrich Foundation report, Indonesia’s digital sales have economic potential of Rp2,305 trillion by 2030. This number has grown by 18 times from Rp125 trillion in 2017.

Digital export has contributed one percent of the current total export. In fact, digital export is likely to increase up to 768% from the current number, Rp240 trillion, by 2030.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Roadmap E-commerce Segera Rampung Tahun Ini

Roadmap e-commerce segera rampung pada tahun ini, setelah dirancang pada 2014 lalu dan disahkan pada 2017. Pemerintah juga tengah menyusun tiga draf aturan lainnya terkait ekonomi digital.

“Saat ini sudah tahap finalisasi di Sekretariat Negara. Ada beberapa aturan lain masih dalam proses seperti soal data yang sedang dibahas di DPR,” terang Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewairausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rudy Salahuddin, kemarin (12/2).

Ia mengatakan, Peraturan Presiden (Perpres) e-commerce yang sudah lama diinisiasi ini memuat banyak poin yang sudah tidak relevan lagi. Oleh karena itu ada beberapa yang tidak diselesaikan, namun ada juga yang ditambahkan seperti perlindungan data, transaksi lintas batas, barang dan jasa digital, dan penguatan daya saing produk lokal.

Terkait data, pemerintah selama ini mengalami kesulitan dalam mengumpulkan data. Padahal data adalah komponen penting dalam merumuskan suatu kebijakan. Badan Pusat Statistik (BPS) pun diminta untuk mengumpulkan data dari para e-commerce, hanya saja terjadi resistensi karena mekanismenya yang membingungkan pelaku usaha.

Pemerintah akan melakukan sinergi antar Kementerian/Lembaga (K/L) agar data e-commerce dikeluarkan secara satu pintu. Pemain e-commerce pun tidak akan dipusingkan dengan permintaan data dari setiap K/L.

“Belajar dari situ, pemerintah mau buat sistem pengumpulan yang lebih terintegrasi. Karena banyak pemerintah yang minta data, nanti akan rumit, itu yang mau kita coba hindari. Kita akan buat pusat data terintegrasi agar lebih baik lagi pengumpulan datanya.”

Rudy juga menyampaikan, dengan rampungnya roadmap e-commerce ini bakal diikuti dengan Strategi Nasional Ekonomi Digital sebagai luarannya. Cara ini dibutuhkan agar Indonesia bisa menjadi hub e-commerce di Asia Tenggara. Dalam Strategi Nasional ini, mengatur keseluruhan mulai dari perpajakan, logistik, cross border, pengembangan talenta, perlindungan data dan lainnya.

“Negara kita belum pernah ada strategi ekonomi digital secara nasional. Harus kita selesaikan tahun ini sebagai bentuk luaran Perpres.”

Berdasarkan laporan Hinrich Foundation, perdagangan digital Indonesia dapat menciptakan peluang ekonomi sebesar Rp2.305 triliun pada 2030. Angka ini tumbuh hingga 18 kali lipat dari Rp125 triliun di 2017.

Adapun untuk ekspor digital baru menyumbang satu persen dari jumlah nilai ekspor saat ini. Padahal ekspor digital berpotensi dapat meningkat hingga 768 persen dari level saat ini Rp240 triliun pada 2030 mendatang.

The Government Applies Discretion to Control Online Transportation

The Indonesian government will issue a regulation regarding two-wheeler as public transportation. Particularly, two-wheeler will be the main focus. The regulation includes safety, rate, suspension, and partnership aspects.

The government is said to perform discretion to boost action, because the two-wheeler is not included in public transportation under Law No. 22 in 2009 of Road Traffic and Transportation.

Discretion is a term for actions determined by government officials (related to the regulation issue) to solve concrete problems in government administration. The legal based on Law No. 30 in 2014. Discretion in the government is common. It usually applied to overcome crucial issue immediately.

In article 22 verse 2 under Law No. 30 in 2014 is explained that every discretion taken has several objectives, such as launching the government administration, occupying the legal vacuum, providing legal certainty, and overcome government stagnation to provide benefits and public interests.

Due to the two-wheeler wasn’t regulated as part of public transportation, it’s getting difficult. In fact, their communities are becoming essential part of mobility.

Through the discretion, the government is trying to occupy the regulation vacuum. The rules is in discussion, the government has been actively communicating with related parties for feedback since early 2019.

“To date, it’s as if online transportation weren’t protected. In this discretion, I decided to give one thing for them as a guarantee,” Budi Karya, Minister of Transportation said, quoted from Tirto.

Competition and welfare of Two-wheeler transportation

The regulation to be issued by the government of two-wheeler online transportation will adjust many aspects. Some important issues are highlighted, including rate management to avoid price wars. It’s currently issued by app or service providers, both are considered too low for the driver partners.

Another aspect is to be adjusted related to safety, including trip insurance. The regulation is expected to solve the current polemics while increasing driver’s welfare and protecting consumers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian