[Review] ASUS VivoBook S14 (M433) AMD Ryzen 5 5500U, Laptop 10 Juta dengan Performa Konsisten

Untuk segmen anak muda, ASUS mengandalkan lini laptop VivoBook guna menggempur pasar laptop kelas menengah ke atas. Keluarga VivoBook sendiri terdiri dari beberapa seri, mulai dari VivoBook original, VivoBook Pro, VivoBook S dan Ultra yang tampil stylish dengan bodi ringkas, hingga VivoBook Flip yang menawarkan fleksibilitas penggunaan berkat desain convertible 2-in-1.

Selain punya model yang beragam, ASUS juga menggunakan dua jenis prosesor yang berbeda yaitu dari Intel dan AMD yang biasanya harganya lebih terjangkau. Pada bulan Juni lalu, ASUS meluncurkan tiga laptop VivoBook yang ditenagai oleh prosesor mobile AMD Ryzen 5000 Useries, meliputi VivoBook Flip (TM420), VivoBook S14 (M433), dan VivoBook Ultra (M413).

DailySocial Gadget telah kedatangan VivoBook S14 (M433), kali ini saya mendapatkan warna gaia green dengan cover depan hijau yang mencolok dan area keyboard-nya berwarna silver. Unit yang saya review varian prosesor AMD Ryzen 5 5500U yang dibanderol Rp10.099.000. Sedangkan, varian tertinggi dengan AMD Ryzen 7 5700U dijual Rp11.799.000. Pembaruan apa yang disematkan oleh ASUS? Setelah sebulan lebih menggunakannya sebagai daily driver, berikut review ASUS VivoBook S14 (M433) selengkapnya.

Desain Stylish dengan Tepian Diamond Cut

Dari segi desain, penampilan VivoBook S14 (M433) tampak identik seperti pendahulunya. Ia memiliki perawakan tipis dan ringan dengan rupa yang menawan, dimensinya 324x213x15,9 mm dan berbobot 1,4 kg sehingga mudah dibawa bepergian dan cocok untuk bekerja secara mobile.

Cover depannya mengusung desain minimalis yang disebut negative space, dengan tulisan ‘ASUS VivoBook’ kecil berwarna silver. Seperti biasa, kita dapat mendekorasi bagian cover depan yang tersedia dalam gaia green, resolute red, dreamy silver, dan indie black sesuka hati dengan satu set stiker eksklusif di dalam paket penjualan.

Saya kebagian gaia green, warna ini terinspirasi dari alam. Saat laptop dibuka, terpampang layar 14 inci dengan desain NanoEdge display yang menghadirkan bezel samping layar tipis dengan screen-to-body ratio mencapai 85%, namun material bezel yang digunakan masih berbahan plastik. Selain itu, layar Full HD-nya menggunakan panel IPS-level dalam rasio 16:9, menawarkan sudut pandang 178 derajat, punya kecerahan maksimum 250 nits, dan mendukung color space NTSC di angka 45%.

Beralih ke bagian keyboard, VivoBook S14 (M433) punya tepian diamond cut dengan finishing bertekstur. Ciri khas tombol enter dengan tepian color-blocking juga masih disematkan pada chiclet keyboard yang dilengkapi backlit berwarna putih. Keyboard-nya memiliki key travel 1,4mm yang dapat menangani pengetikan cepat dan dilengkapi touchpad yang responsif berukuran besar.

Konektivitas dan Sistem Keamanan

Soal konektivitas, sebagai laptop masa kini VivoBook S14 (M433) hadir dengan beragam port. Termasuk dua port USB 2.0 Type-A dan microSD card reader di sisi kanan. Sedangkan pada sisi kiri terdapat port HDMI 1.4, USB 3.2 Gen 1 Type-A, 3.5mm combo audio jack, serta USB 3.2 Gen 1 Type-C untuk tranfer data lebih cepat dan mengkoneksikannya dengan berbagai perangkat eksternal.

Koneksi nirkabelnya mengandalkan Bluetooth 5.0 (dual band) dan WiFi 6 (802.11ax). WiFi generasi terbaru ini tiga kali lebih cepat, kapasitas jaringan hingga empat kali lebih banyak, dan latency hingga 75 persen lebih rendah daripada generasi sebelumnya.

Untuk masuk ke dalam sistem Windows 10, pengguna tidak perlu mengetik password karena sudah dilengkapi sensor sidik jari di pojok kanan atas touchpad yang terintegrasi dengan fitur Windows Hello. Saya mendaftarkan jari telunjuk, dari pengalaman saya asalkan jari bersih dan tidak basah maka kita dapat login lebih cepat.

Prosesor Mobile AMD Ryzen 5000 U-Series

Perubahan terbesar yang dibawa oleh VivoBook S14 (M433) terletak pada sisi performa, laptop Windows 10 Home yang telah dilengkapi dengan Microsoft Office Home & Student 2019 orisinil pre-Installed ini ditenagai prosesor mobile AMD generasi terbaru Ryzen 5000 U-series. Prosesor berfabrikasi 7nm dengan teknologi Zen 3 ini menawarkan peningkatan performa yang signifikan, namun tetap optimal dalam hal konsumsi daya.

Lebih lanjut, AMD Ryzen 5000 U-series memiliki TDP 15W dan didesain untuk laptop ultra thin yang berorientasi pada daya tahan baterai panjang dan mengedepankan mobilitas tinggi. Untuk varian AMD Ryzen 5 5500U, ia memiliki konfigurasi 6 core dan 12 thread dengan Max Boost hingga 4GHz dan cache 8MB.

Performanya ditopang RAM 8GB DDR4 dual-channel dan penyimpanan M.2 NVMe PCIe 3.0 SSD berkapasitas 512GB. Sementara, kebutuhan olah grafisnya mengandalkan integrated AMD Radeon Graphics. Detail spesifikasi menurut CPU-Z sebagai berikut:

Dengan konfigurasi tersebut, skenario apa yang cocok diemban oleh VivoBook S14 (M433)? Laptop ini ideal untuk menangani komputasi harian bagi pengguna umum, misalnya tugas dan aplikasi kantor ataupun sekolah, hingga mengerjakan project kreatif seperti edit foto dan video berdurasi pendek. Sebagai gambaran, hasil benchmark-nya dapat dilihat pada tabel berikut:

No Pengujian Skor
1 GeekBench 5 Single-Core 1115
2 GeekBench 5 Multi-Core 5504
3 PCMark 10 5274
4 Cinebench R15 1296
5 Cinebench R20 2912
6 3DMark Sky Diver 11219
7 3DMark Cloud Gate 19670

Mengingat prosesor yang digunakan versi hemat daya, laptop ini memang tidak dirancang untuk pekerjaan berat. Sebaliknya, VivoBook S14 (M433) lebih menekankan pada portabilitas, dengan keseimbangan antara performa dan masa pakai baterai. Walau begitu, kalau hanya sesekali diajak ngebut buat bermain game kasual atau editing video pada resolusi 1080p dengan durasi agak panjang harusnya bukan masalah.

Verdict

Kehadiran ASUS VivoBook S14 berbasis AMD selalu layak dinantikan, terlebih kini sudah ditenagai prosesor AMD generasi terbaru Ryzen 5000 series. Tentunya selain karena harganya yang lebih bersahabat daripada versi Intel, dari segi performa dan pengalaman pengguna yang ditawarkan bisa dibilang beda-beda tipis.

Bentuknya ringkas dengan desain stylish yang dirancang untuk generasi muda dan menawarkan performa yang mumpuni untuk menangani komputasi harian pengguna umum. Dua fitur utama yang membedakannya ialah versi Intel memiliki port Thunderbolt 4 dan tambahan discrete graphics NVIDIA GeForce MX350.

Sebagai pembanding, VivoBook S14 (M433) varian AMD Ryzen 5 5500U dibanderol mulai dari Rp10.099.000 dan Rp11.799.000 untuk versi Ryzen 7 5700U. Sementara, harga VivoBook S14 (S433) mulai dari Rp13.299.000 untuk varian Intel Core i5-1135G7 dan Rp15.099.000 untuk versi Intel Core i7-1165G7.

Sparks

  • Bentuk ringkas dan build quality cukup premium
  • Ditenagai prosesor mobile AMD Ryzen 5000 series
  • WiFi 6 dan punya port USB Type-C
  • Harga kompetitif mulai dari Rp10.099.000

Slacks

  • Bezel layar masih berbahan plastik
  • Belum mengadopsi USB Thunderbolt 4

[Review] OPPO Enco Air: TWS Suara Bagus, Cocok untuk Mendengar Musik, Bermain dan Olah Raga

Saat ini, mendengarkan musik mungkin sudah menjadi sebuah kebiasaan bagi para remaja dan pekerja. Tidak heran jika pasar perangkat audio seperti earphone dan True Wireless Stereo meningkat permintaannya di Indonesia. Untuk ikut meramaikan pasar audio, OPPO juga telah mengeluarkan sebuah TWS baru. Nama dari TWS tersebut adalah OPPO Enco Air.

Terus terang, Enco Air adalah TWS pertama yang saya uji dari OPPO. TWS ini juga memiliki model open-ear yang tentu saja tidak akan masuk sepenuhnya ke dalam lubang telinga. Walaupun begitu, OPPO mempersenjatai perangkat ini dengan menggunakan driver sebesar 12 mm agar semakin banyak detail suara yang bisa terhantar ke dalam lubang telinga.

OPPO juga memberikan latensi yang cukup kecil pada TWS terbarunya ini. Hanya dengan latensi 80 ms akan membuat suara dari game akan terasa seperti tidak ada jeda. Selain itu, OPPO juga membuat baterai pada perangkat yang satu ini bisa bertahan lebih panjang. Jadi, TWS ini akan cocok digunakan dalam waktu satu hari penuh.

Spesifikasi dari OPPO Enco Air yang datang ke Dailysocial adalah sebagai berikut

Bobot 3,75 gram per earbuds, 40,4 gram case
Warna Putih
Versi Bluetooth 5.2
Ukuran Driver ⌀12 mm dynamic
Dimensi 60.0 x 53.2 x 23.5 mm (case), 35.8 x 18.9 x 17.7 mm (buds)
Kapasitas Baterai 440 mAh (case), 25 mAh (buds)

Unboxing

Isi dari paket penjualan OPPO Enco Air bisa dilihat pada gambar berikut ini

Desain

Untuk seri Enco Air, OPPO memilih model open ear. Hal ini tentu saja membuat semua suara yang dikeluarkan dari driver-nya tidak akan masuk secara keseluruhan. Model seperti ini akan menggantung pada daun telinga sang penggunanya. Namun jangan khawatir, OPPO sudah mendesainnya agar tidak mudah jatuh dari telinga.

OPPO menggunakan bahan plastik polikarbonat pada perangkat TWS yang satu ini. Tenang saja, build pada TWS ini termasuk dengan charging shell-nya terasa sangat kokoh. Jadi, tidak perlu khawatir charging shell-nya akan remuk saat ditaruh pada kantong belakang celana Anda dan tertimpa saat duduk. Earbuds-nya sendiri juga terasa kokoh sehingga terasa aman saat terjatuh.

Pada setiap earbuds-nya terdapat sebuah speaker, microphone, serta beberapa sensor. Pada ujung bagian atas dari batangnya, terdapat sensor sentuh yang bisa diubah fungsinya melalui aplikasi HeyMelody. Secara standar, fungsinya hanya akan menaik/turunkan volume, skip lagu, dan memanggil voice assistant. Anda harus mengubah sendiri agar bisa langsung mengubahnya ke mode gaming.

Dengan menggunakan model open ear, tentu saja sebuah driver berukuran besar dibutuhkan untuk menghantarkan suara. OPPO pun menggunakan driver dengan dimensi 12 mm yang tentu saja besar di kelasnya. Hal tersebut juga menandakan bahwa TWS ini akan memiliki suara bass yang cukup baik.

Bagi Anda yang gemar berolah raga juga akan menyukai OPPO Enco Air. Hal tersebut dikarenakan TWS ini sudah memiliki sertifikasi IPX4 yang tahan terhadap air dan debu. Jadi saat Anda sedang berkeringat, tidak lagi harus memikirkan apakah akan merusak TWS ini atau tidak. Saat terjatuh ke tanah, Anda juga tidak perlu khawatir karena debunya tidak akan merusak perangkat ini.

Case dari OPPO Enco Air yang memiliki desain semi transparan ini memiliki baterai yang juga cukup besar, yaitu 440 mAh. Setiap earbuds-nya sudah terpasang baterai sebesar 25 mAh yang mampu bertahan hingga 4 jam. OPPO menjanjikan bahwa dengan kombinasi baterai yang ada, perangkat ini bisa digunakan hingga 24 jam. Untuk mengisi baterai ke charging case, OPPO memilih port USB-C yang bisa digunakan untuk mengisi secara cepat.

Menggunakan OPPO Enco Air

Saat pertama kali menerima perangkat yang satu ini, saya cukup skeptis bahwa model open ear-nya tidak akan cocok dengan bentuk telinga saya. Bagaimana tidak, beberapa perangkat TWS dengan model yang sama selalu saja bergeser keluar sehingga suaranya tidak akan masuk dengan penuh ke rongga telinga dan mengurangi bass-nya. Namun hal tersebut berubah saat saya menggunakannya pertama kali sekitar 2 minggu sebelum artikel ini diterbitkan.

Ada yang berbeda dengan OPPO Enco Air, di mana OPPO berhasil membuatnya tidak tergeser jauh dari rongga telinga. Cukup mengejutkan juga mengingat sampai saat ini model TWS open ear belum banyak yang membuat saya kagum. Walaupun begitu, saat tidak pas, memang membuat suara yang dihasilkan mirip dengan beberapa TWS yang pernah saya uji. Hal tersebut membuat suara bass-nya hilang.

Perangkat ini saya pasangkan ke sebuah smartphone dan terpasang dengan codec AAC (Advanced Audio Coding). Suara yang dihasilkan memang terdengar lebih baik dibandingkan dengan SBC (Sub Band Codec). Proses pairing dari OPPO Enco Air pun sangat mudah dan tidak memerlukan tombol apa pun pada sisi case-nya. Tinggal buka case-nya dan hubungkan pada perangkat yang diinginkan.

Saat menguji, saya juga melakukan pemasangan aplikasi Hey Melody. Saat dijalankan, aplikasi yang satu ini langsung mendeteksi firmware terbaru untuk Enco Air. Tentunya, saya langsung melakukan upgrade firmware agar terhindar dari segala bug yang mungkin muncul.

Saat mendengarkan musik FLAC dan mendekatkan eartips ke rongga telinga, saya bisa merasakan bass yang dalam. Hal tersebut diimbangi dengan suara vokal yang lantang. Suara high terdengar cukup tajam dan seringkali sedikit menusuk. Namun, suara yang dihasilkan secara keseluruhan membuat saya tidak ingin berhenti mendengarkan musik.

Hal tersebut tentu saja berubah pada saat Enco Air sedikit tergeser keluar. Bass yang dikeluarkan memang sedikit menghilang. Sayangnya, suara high yang dihasilkan cukup menusuk ditelinga sehingga posisinya harus diubah dengan benar. Hal ini bisa diselamatkan dengan meningkatkan bass dari equalizer. Untungnya, OPPO Enco Air jarang tergeser terlalu jauh dari rongga telinga karena cukup pas dengan bentuk kuping saya.

Selain untuk mendengarkan musik, saya juga menggunakannya untuk bermain game. Saya beberapa hari menggunakan OPPO Enco Air untuk bermain game Valorant. Hasilnya dengan menyalakan game mode, suara yang dihasilkan hampir tidak memiliki lag sama sekali. Suara yang dihasilkan juga sangat detail untuk mendengarkan langkah kaki musuh serta arah desingan peluru.

Saya juga mencoba menggunakannya untuk melakukan panggilan via Whatsapp dan Telegram. Suara lawan bicara bisa terdengar dengan baik dan lantang. Sebaliknya, microphone-nya juga menghasilkan suara yang bagus untuk terdengar oleh lawan bicara. Pada saat melakukan panggilan inilah fitur noise cancellation dari OPPO Enco Air berfungsi.

Untuk menguji baterai, saya menggunakan OPPO Enco Air saat bermain game tanpa menggunakan mode gaming. Benar saja, perangkat ini akan bertahan hingga kurang lebih empat jam. Kemungkinan, pada saat mode game dinyalakan bakal membuatnya lebih boros lagi.

Untuk mengisi baterainya, saya langsung memasukkan earbuds ke charging case-nya. Untuk terisi secara penuh, OPPO Enco Air membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam. Waktu yang sama juga tercapai jika saya melakukan isi ulang langsung dengan menancapkan USB-C. Jadi, perangkat ini bisa menemani saya seharian saat sedang bekerja mau pun bermain game.

Verdict

Kebiasaan orang untuk mendengarkan musik tentu menjadi sebuah kesempatan bagi vendor untuk menawarkan produknya. Apalagi, saat ini tren perangkat audio nirkabel sedang naik daun karena tidak ribet dengan kabel yang menggantung. OPPO juga memiliki perangkat mendengarkan musik tanpa kabel sama sekali. Yang terbaru adalah OPPO Enco Air.

Saat mendengarkan dengan OPPO Enco Air, kuping saya terasa cukup nyaman. Saat posisinya benar-benar pas, kualitas suara yang dihasilkan memang terdengar bagus. Namun, akan ada saatnya di mana posisi dari TWS ini tidak pas sehingga kualitas suaranya akan berkurang. Dan memang disayangkan perangkat ini tidak memiliki ANC untuk mendengarkan lagu dan hanya ada noise cancellation untuk panggilan suara.

OPPO juga mempersenjatai Enco Air dengan daya tahan baterai yang cukup panjang. Selain itu, mereka yang gemar bermain game FPS juga bisa menggunakan TWS ini karena memiliki mode game. Untuk yang gemar berolah raga juga tidak perlu khawatir TWS ini akan rusak karena keringat karena sudah memiliki sertifikasi IPX4.

Ternyata, dengan kualitas suara yang baik serta fitur gaming tidak membuatnya dijual sangat mahal oleh OPPO. Konsumen bisa mendapatkan TWS OPPO Enco Air hanya dengan harga Rp. 999.000 saja. Untuk membelinya, konsumen bisa langsung mendatangi jalur distribusi OPPO secara online seperti OPPO Store dan official store pada beberapa ecommerce.

Sparks

  • Suara bass dan mid yang bagus serta detail
  • Latensi rendah dengan menggunakan mode game
  • Daya tahan baterai yang cukup lama
  • Aplikasi Hey Melody yang mampu meningkatkan firmware
  • Tahan terhadap air keringat serta debu
  • Noise Cancellation saat sedang melakukan panggilan suara

Slacks

  • Suara bass berkurang saat posisi tergeser menjauhi rongga telinga
  • Tidak ada Active Noise Cancelling untuk mendengarkan musik

[Review] Samsung Galaxy M32, Smartphone ‘Mungil’ dengan Refresh Rate Kekinian

Samsung Galaxy M32 adalah perangkat yang dijual dengan harga 3.299.000 rupiah (untuk ROM 8GB dan RAM sebesar 128GB). Perangkat ini hadir membawa beberapa fitur yang diunggulkan seperti baterai 5000 mAh, refresh rate 90Hz serta 4 kamera di bagian belakang.

Bagi saya perangkat ini ditujukan untuk mereka yang membutuhkan beberapa fitur yang memang (hanya) ditawarkan perangkat ini. Sebagai perangkat kelas menengah, tentu saja perangkat ini tidak bisa melayani banyak segmen konsumen. Ada banyak hal yang terasa kurang tetapi ada berbagai fitur juga yang cukup menyenangkan hadir di perangkat seharga 3.3 juta rupiah (versi memory 8GB).

Untuk lebih jauh, mari kita bahas lebih dalam perangkat Galaxy M32 ini. Mari kita mulai.

Samsung Galaxy M32

Sebelum memulai, saya harus menyebutkan bahwa proses penyusunan review atau uji perangkat yang saya lakukan kurang lebih selama 2 minggu saja. Bisa jadi akan ada banyak perbedaan pengalaman bagi mereka yang mencobanya dalam jangka waktu yang lebih lama. Unit yang saya coba berwarna hitam dan memiliki spesifikasi ROM dan RAM 8/128GB.

Spesifikasi perangkat

Untuk kali ini saya tidak akan memulainya dengan membahas desain tetapi melihat spesifikasi teknis dari Galaxy M32. Salah satu alasannya adalah untuk menunjukkan bagian mana yang menarik dari perangkat ini serta bagian mana yang harus diterima saja keadaannya karena memang ini adalah perangkat kelas menengah. Yang sejatinya memiliki kemampuan yang terbatas. 

Rangkuman dari spesifikasi teknis adalah sebagai berikut:

Samsung Galaxy M32
SoC  Mediatek Helio G80
CPU Octa-core (2×2.0 GHz Cortex-A75 & 6×1.8 GHz Cortex-A55)
GPU Mali-G52 MC2
RAM 8 GB
Internal 128 GB
Layar  6,4  inci Super Amoled 1080 x 2400 (FHD+) 90Hz
Dimensi 159.3 x 74.0 x 8.4
Bobot 180 gram
Baterai 5000 mAh
Kamera 64 MP main, 8 MP wide, 2 Macro, 2 MP depth, 20 MP Selfie Camera
OS Android 11 One UI 3.1

 

Saya tidak akan membahas semua detail spesifikasi secara mendalam tetapi akan fokus ke beberapa spesifikasi yang menurut saya menarik untuk dibahas. Beberapa diantaranya adalah departemen layar, baterai, desain, sedikit tentang kamera dan prosesor. 

Layar menjadi salah satu yang pertama kali membuat kesan di perangkat ini. Hadir dengan hanya sebesar 6.4 inci, M32 menghadirkan Super Amoled 1080×2400 (FHD+). Dengan spesifikasi ini sebagai perangkat menengah yang akan sering diakses layarnya, entah itu untuk produktivitas, untuk hiburan atau untuk fotografi sehari-hari, tampilan layar yang menyenangkan seperti ini menjadi salah satu fitur yang cukup bisa diunggulkan. 

Kenyamanan ketika menjelaskan media sosial atau web. Lalu pengalaman yang cukup menyenangkan ketika menonton video, seperti di Youtube misalnya, atau ketiga bermain game, menjadi pengalaman yang didapatkan di perangkat ini. Kekurangan (tetapi kelebihan di sisi lain) adalah ukuran layarnya yang cukup kecil, kurang ideal sebenarnya untuk menonton. Tetapi menjadi ideal untuk kegiatan lain. 

Kegiatan yang ideal dengan layar hanya 6.4 ini adalah dengan ukurannya yang relatif kecil dibandingkan, dengan Galaxy M62 misalnya – yang belum lama ini saya review juga, menjadikan perangkat ini nyaman dalam genggaman. Menyenangkan digunakan untuk scrolling media sosial (Twitter misalnya) atau menjelajah web untuk membaca konten. Dan bisa juga untuk menonton video meski karena ukuran kecil kurang nyaman, namun kualitas display-nya yang HD+ cukup baik.

Beratnya yang cukup ringan juga menambah kenyamanan Galaxy M32. Grip karena ukuran kecil ditambah ringan, memberikan pengalaman tersendiri ketika menggunakan M32 untuk kegiatan sehari-hari. 

Dukungan spesifikasi lain seperti RAM dan ROM serta sistem operasi sudah cukup mendukung untuk kelasnya. Unit yang saya coba memiliki RAM 8GB dan ROM-nya 128GB, untuk ruang penyimpanan bisa diperluas sampai 1TB. 

Galaaxy M32

Untuk kesan penggunaan kamera, sama seperti M62 saya tidak akan membahas terlalu dalam karena bagi saya dua perangkat ini memang bukan dititikberatkan untuk kegiatan fotografi. Meski demikian, 4 kamera yang ada di perangkat M32 ini sudah bisa dibilang cukup jika dilihat dari spesifikasi di atas kertas. 

Galaxy M32 hadir dengan 4 kamera dengan layout sama persis dengan Galaxy M62 tetapi spesifikasi yang dikurangi cukup banyak. Galaxy M32 memiliki kamera Macro 2MP, Ultra Wide 8MP lalu Depth camera 2MP, dan kamera utama 64MP (ini saja yang spesifikasi sama dengan M62). 

Kalau melihat dari halaman resmi, salah satu promosi yang ditawarkan untuk kamera belakang adalah macro dan wide angle. Meski derajat wide angle hanya 80 derajat dan ultra wide angle 123 derajat tetapi hasilnya cukup baik meski saya menemukan ada sedikit proses yang lambat ketika berubah antara satu pengaturan kamera ke kamera lain, misalnya dari kamera utama ke mode wide. 

Untuk aplikasi kamera sendiri cukup familiar seperti One UI Samsung lainnya. Anda bisa menemukan pengaturan kamera seperti Macro, model Pro atau malam serta gerak lambat dan hyperlapse dengan mengakses menu kamera yang lebih lengkap. Galaxy M32 juga sudah memiliki fitur coretan air atau AR yang cukup menarik untuk membuat konten di jelas smartphone 3 jutaan.

Galaaxy M32

Lalu untuk macro, saya cukup penasaran, padahal hanya disediakan 2MP dan sebenarnya fitur macro ini kadang kurang berguna untuk sehari-hari. Untuk menguji, saya mencoba dengan setup studio (artinya lighting artificial dan beberapa setup lain) hasilnya cukup. Cukup dalam arti memang tidak bisa mendapatkan detail yang sangat detail tetapi cukup untuk bisa menunjukkan objek foto. Untuk upload ke media sosial sih menurut saya sudah cukup. 

Untuk kamera sehari-hari tentu saja spesifikasi yang dihadirkan sudah cukup di kelasnya, meski jika disandingkan dengan merek lain, Galaxy M32 akan mendapat saingan yang lumayan berat untuk kisaran harga 3 – 5 juta rupiah. 

Seperti yang dijelaskan di atas, bagi saya perangkat ini bukan unggul dari sisi kamera jadinya pengujian kamera hanya untuk beberapa keperluan saja, fokus review pada hal lain yang menurut saya cukup unggul di perangkat ini.

Baterai dan refresh rate serta tampilan layar depan

Untuk baterai sendiri, M32 hadir dengan 5000mAh yang seharusnya sudah cukup besar dan sesuai dengan peruntukkan perangkat ini. Untuk penggunaan sehari-hari dan hiburan termasuk juga sudah cukup untuk menopang refresh rate perangkat yang bisa sampai dengan 90Hz. 

Galaaxy M32

Berbicara tentang refresh rate, fasilitas ini adalah salah satu fasilitas yang menurut saya menjadi kelebihan utama di Galaxy M32. Perangkat terjangkau, ukuran dan berat ponsel yang pas di grip tangan lalu didukung pula dengan refresh rate 90Hz. Kombinasi yang memberikan pengalaman nyaman, smooth untuk menjelajah konten serta tidak membosankan. 

Namun ada kekurangan dari tampilan layar yang hanya 6.4 inci. Bagian dagu di perangkat ini terlihat cukup lebar sehingga tampilan depan memang kurang kekinian karena biasanya, perangkat terbaru akan menjual tampilan depan yang terasa full atau minim bezel. 

Galaaxy M32

Prosesor yang loyo?

Sayangnya, prosesor malah jadi departemen yang kurang menarik di perangkat ini karena pengalaman yang diberikannya terasa kurang smooth.

Berbicara tentang performa, sebenarnya secara keseluruhan perangkat ini secara umum baik-baik saja untuk segmen yang disasarnya. Namun dalam pengalaman penggunaannya saya menemukan ketimpangan spesifikasi yang ada di perangkat ini. Prosesor yang digunakan, Mediatek Mediatek Helio G80 terasa kendor untuk mengimbangi refresh rate yang sampai 90Hz. 

Ketika layar 90Hz memberikan performa yang menyenangkan ketika menjelajah konten, sayangnya saat ingin berpindah-pindah aplikasi, kinerja terasa lambat, terasa ada gap ‘tipis’ namun cukup kentara saat ponsel digunakan. Pengalaman yang jauh berbeda dengan M62 misalnya yang memang didukung prosesor mantan flagship. 

Prosesor ini tetap bisa diandalkan untuk performa secara keseluruhan. Bermain game, melahap kegiatan sehari-hari termasuk hiburan serta juga tetap bisa diandalkan menjelajah konten di internet. Namun karena hadir dengan refresh rate tinggi maka pengalaman smoothness-nya agak berkurang karena pengguna sudah dihadirkan dengan pengalaman yang sangat baik dengan 90Hz refresh rate. Jika refresh rate perangkat ini sama dengan M62 yaitu hanya 60Hz saja, mungkin saya tidak akan mengeluh. 

Pengalaman penggunaan

Galaaxy M32

Untuk pengalaman penggunaan kegiatan sehari-hari dan hiburan, beberapa hal sudah saya bahas di atas. Satu catatan yang penting adalah kualitas display, refresh rate dan grip handle dari perangkat. Memberikan kesan yang cukup menyenangkan. 

Namun, sama seperti keluhan saya pada review Galaxy M62 di artikel lain, kualitas audio memang sangat biasa saja di perangkat ini. Speaker hanya 1 dan kualitasnya memang tidak bisa dibahas alias cukup ada saja. Galaxy M32 juga masih menyediakan jack audio untuk digunakan sebagai panggilan telepon meeting atau mendengarkan hiburan seperti musik atau video. 

Untuk urusan kemanan, perangkat ini menggunakan sensor sidik jari yang diletakan bersama tombol power di bagian pinggir perangkat. Tepat di bawah tombol volume. Kecepatan sensor sidik jari di perangkat ini juga biasa saja, tidak terlalu cepat.

Lalu untuk pengalaman gaming, kesan yang melekat bagi saya tetap pada display. Memainkan dua game FPS di perangkat ini cukup menyenangkan karena bisa disuguhkan tampilan warna dan aset dalam game yang cukup baik. Ukuran layar yang tidak lebar cukup menyenangkan saat dipegang tetapi tidak cukup menyenangkan untuk mengakses menu-menu yang ada di dalam game. Terutama untuk game FPS yang saya coba seperti PUBGM dan Super Mecha Champions.

Bisa jadi, M32 akan cocok untuk game-game casual yang tidak membutuhkan untuk menekan banyak tombol saat bermain. Atau bisa juga untuk memainkan game side scrolling dan game yang bisa dimainkan hanya dengan satu tangan saja seperti Dragon Ball Legends.

Untuk pengaturan sendiri pada game PUBGM di Galaxy M32 bisa Smooth – Ultra. Untuk kualitas mentok kanan hanya bisa frame rate di High dan grafisnya mentok di HD.

Untuk Super Mecha Champion pengaturannya bisa cukup tinggi. Antara lain refresh rate bisa sampai 90Hz tetapi kualitas gambar di paling rendah alias hemat daya dan resolusi serta pengaturan lain bisa sampai mentok kanan. Jika ingin mendapatkan kualitas gambar serta pengaturan lain semua mentok kanan maka refresh rate harus diturunkan jadi 60Hz atau 30Hz.

Secara keseluruhan, pengalaman gaming dengan dua game pilihan di atas cukup baik di perangkat ini. Dengan catatan bahwa ukuran layar kecil saja yang memang perlu penyesuaian tetapi untuk urusah kualitas layar cukup baik. 

Kesimpulan

Secara keseluruhan pengalaman penggunaan yang saya dapatkan di perangkat ini agak berimbang, antara memuji tetapi menyayangkan beberapa hal. 

Galaaxy M32

Tampilan layar dan refresh rate dan grip di tangan adalah pengalaman terbaik yang didapatkan dari Galaxy M32. Menjelajah konten, menikmati kemulusan scrolling layar adalah kesan yang membekas di perangkat ini. Namun sayangnya kurang diimbangi dengan dukungan prosesor yang menjadikan agak sedikit terhambat kemulusan penggunaan, karena terkadang ketika berpindah aplikasi saya merasakan sedikit slow, terutama ketika ingin berpindah cukup cepat di beberapa aplikasi. 

Saya membayangkan, kalau saja refresh rate yang ada di Galaxy M32 diletakkan di Galaxy M62 (yang memiliki prosesor mantan flagship), maka pengalaman yang didapatkan, saya prediksi akan terasa baik secara keseluruhan. 

Tapi itulah namanya perangkat kelas menengah, kita tidak akan bisa menikmati fitur yang lengkap dalam satu perangkat, ada beberapa pengorbanan yang harus dilakukan. Galaxy M32 hadir dengan harga jauh lebih murah dari M62, namun ukuran dan berat yang pas untuk kegiatan sehari-hari. Memiliki refresh rate yang lebih tinggi tetapi dukungan prosesor dan baterai yang lebih rendah. 

Perangkat ini bisa cocok untuk akses media sosial dan menjelajah internet. Akses konten visual yang memerlukan tampilan yang wah. Atau bisa juga untuk membantu pekerjaan saat WFH seperti untuk video call – karena kamera depan sudah 20MP – serta dukungan baterai 5000mAH. Mereka yang membutuhkan perangkat kedua dengan ukuran yang compact juga bisa memilih produk ini

Galaaxy M32

Sparks

  • Refresh rate 90Hz
  • Baterai 5000mAh
  • Ukuran compact
  • Display Super Amoled 1080×2400 (FHD+)

Slacks 

  • Prosesor kurang balance dengan refresh rate
  • Layar kecil kurang cocok untuk game dengan banyak tombol

[Review] Xiaomi Redmi Note 10 5G: Smartphone 5G Dimensity 700 Murah

Dengan hadirnya teknologi 5G, banyak sekali anggapan bahwa nantinya smartphone yang beredar akan memiliki harga tinggi. Memang, banyak perangkat 5G yang dijual di atas harga 5 jutaan. Namun, beberapa produsen smartphone saat ini berlomba-lomba untuk mengeluarkan perangkat 5G yang lebih bisa dijangkau oleh konsumen. Salah satunya adalah Xiaomi Redmi Note 10 5G.

Seri yang satu ini mungkin memiliki keluarga yang paling banyak yang pernah hadir di Indonesia. Hal tersebut mulai dari Redmi Note 10 Pro, Redmi Note 10, Redmi Note 10S, dan yang terakhir adalah Redmi Note 10 5G. Melihat dari penempatan harganya, Redmi Note 10 5G ada pada posisi di antara Redmi Note 10 dan Redmi Note 10s.

Menggunakan nama 5G tentu saja mengartikan bahwa perangkat ini mampu terkoneksi dengan jaringan yang baru digelar di Indonesia tersebut. Jaringan ini sendiri mampu menyalurkan data hingga hitungan gigabit per detik. Dan dengan menggunakan chipset dari Mediatek, membuat Redmi Note 10 5G menjadi perangkat 5G yang memiliki harga terjangkau. Tentunya, harga yang terjangkau akan membuat teknologi terbaru ini bisa digunakan oleh lebih banyak orang.

Perangkat yang datang ke meja pengujian DailySocial merupakan varian yang tertinggi dari Redmi Note 10 5G, dengan menggunakan RAM 8 GB dan internal 128 GB. Xiaomi Redmi Note 10 5G sendiri memiliki varian yang lebih rendah dengan RAM 4 GB dan internal 128 GB. Harga dari perangkat ini tentu saja masih dalam rentang dua jutaan.

Sub-Brand dari Xiaomi, yaitu Poco, juga memiliki perangkat yang sama persis spesifikasinya. Hanya saja, Xiaomi membedakannya dengan bentuk desain pada sisi belakangnya. Selain itu, Poco juga memiliki konfigurasi RAM dan penyimpanan internal yang berbeda pula. Harganya juga sedikit lebih murah jika dibandingkan dengan Redmi Note 10 5G.

Spesifikasi dari Redmi Note 10 5G yang saya dapatkan bisa dilihat pada tabel berikut ini

Redmi Note 10 5G
SoC Mediatek Dimensity 700
CPU 2× 2.2 GHz Cortex-A76+ 6× 2 GHz Cortex A-55
GPU Arm Mali-G57 MC2 950MHz
RAM 8 GB LPDDR4x
Internal 128 GB UFS 2.2
Layar 6,5 inci IPS 2400 x 1080 90Hz Gorilla Glass 3
Dimensi 161.8 x 75.3 x 8.9 mm
Bobot 190 gram
Baterai 5000 mAh
Kamera 48 MP / 12 MP utama, 2 MP Macro, 2 MP depth, 8 MP Selfie
OS Android 11 MIUI 12

Untuk hasil dari CPU-Z, AIDA 64, dan Sensorbox adalah sebagai berikut

Redmi Note 10 5G masih menggunakan pengisian daya dengan 18 watt. Selain itu, Xiaomi juga mencabut speaker stereo yang dihadirkan pada seri 10 ini. Kamera wideangle juga tidak dihadirkan pada perangkat 5G dengan harga yang terjangkau ini.

Unboxing

Inilah yang ada didalam paket penjualan smartphone Redmi Note 10 5G.

Desain

Kebanyakan smartphone yang masih masuk dalam satu keluarga akan memiliki desain badan yang sama. Namun, hal tersebut berbeda dengan Xiaomi Redmi Note 10 5G. Desain belakang dari perangkat yang satu ini berbeda dari Redmi Note 10 Pro, Redmi Note 10, dan Redmi Note 10s. Akan tetapi ada satu yang sepertinya akan lama dipakai oleh Xiaomi, yaitu logo Redmi yang dibuat kecil pada sisi kiri bawah.

Bobot dari Redmi Note 10 5G memang terasa cukup ringan, yaitu hanya 190 gram saja. Dimensinya juga dapat dibilang cukup ramping dengan ketebalan yang hanya 8,9 mm saja. Case belakangnya sendiri terbuat dari plastik polikarbonat. Untuk warna yang saya dapatkan adalah Graphite Gray.

Layar dari Redmi Note 10 5G menggunakan panel dengan tipe IPS. Layar ini menggunakan resolusi 2400×1080 dan memiliki refresh rate 90Hz yang nyaman untuk dipandang. Berbeda dengan pesaingnya, Xiaomi sudah memasangkan kaca yang lebih tahan terhadap goresan dari Corning, yaitu Gorilla Glass 3. Hal tersebut juga diperkuat lagi dengan lapisan anti gores yang sudah terpasang dari pabriknya.

Dengan harga yang terjangkau, Xiaomi ternyata tetap menghadirkan fitur NFC pada Redmi Note 10 5G. Hal ini akan membuat pengisian saldo kartu uang elektronik lebih nyaman saat terhubung dengan jaringan 5G dan tengah berada di jalan tol. Keamanannya juga cukup baik dengan menghadirkan sensor sidik jari yang berbarengan dengan tombol daya serta face unlock. Selain itu, perangkat ini juga memiliki emergency SOS yang bisa mengirimkan pesan langsung ke kontak yang sudah ditentukan dengan 5 kali menekan tombol daya.

Pada sisi sebelah kanan akan ditemukan tombol power yang tergabung dengan pemindai sidik jari serta tombol volume naik dan turun. Pada sisi kirinya terdapat sebuah slot nano SIM dengan microSD. Untuk bagian bawahnya, ditemukan microphoneslot USB-C, dan speaker. Di bagian atasnya terdapat port audio 3,5 mm, infra merah untuk remote, serta microphone kedua.

Xiaomi Redmi Note 10 5G menggunakan MIUI 12 (versi 12.0.3 pada saat saya uji) dengan basis sistem operasi Android 11. Pada sistem operasi yang satu ini, pengguna bisa memilih apakah menggunakan model app drawer atau tidak serta tombol navigasi dengan model tekan atau geser. Sayang memang, perangkat ini belum mendapatkan MIUI 12.5 yang memiliki tingkat responsivitas yang lebih baik lagi.

Jaringan LTE, 5G, dan WiFi

Menggunakan chipset Dimensity buatan Mediatek, menandakan bahwa perangkat ini mendukung jaringan data cepat 4G dan 5G. Pada Redmi Note 10 5G, jaringan 4G LTE yang didukung adalah band 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 12, 17, 20, 28, 32, 38, 40, 41, dan 66 yang sudah mencakup seluruh operator yang ada di Indonesia. Untuk jaringan 5G, yang didukung adalah band NR 1, 3, 7, 8, 20, 28, 38, 40, 41, 66, 77, 78 SA/NSA.

Saya juga sudah mencoba terkoneksi dengan jaringan Telkomsel 5G yang menggunakan band N40 NSA. Hasilnya, perangkat ini bisa digunakan untuk melakukan download dengan kecepatan tinggi. Walaupun secara teoritis bisa mencapai kecepatan Gbps, namun yang saya dapatkan hanya sekitar 140-an Mbps dengan posisi pengujian tepat di belakang sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

Dengan menggunakan Dimensity 700, menandakan bahwa Redmi Note 10 5G juga mendukung fungsi Smart 5G Power Saving. Teknologi ini secara cerdas akan mengidentifikasi kekuatan sinyal di sekitarnya dan beralih antara 4G dan 5G tanpa jeda waktu peralihan. Hal tersebut akan menghasilkan konsumsi daya yang 30% lebih rendah dibandingkan dengan smartphone tanpa fitur Smart 5G.

Xiaomi Redmi Note 10 5G juga sudah mendukung WiFi 5 atau yang dikenal dengan 802.11 AC. Hal ini menandakan bahwa perangkat ini mampu terhubung dengan jaringan 5 GHz dari sebuah router WiFi. Kecepatannya sendiri tentunya juga lebih kencang dari WiFi pada jaringan 2.4 GHz.

Kamera: 48 MP Tanpa Wideangle

Xiaomi membenamkan empat buah kamera pada Redmi Note 10 5G, dengan tiga diantaranya yang dapat digunakan secara manual. Kamera utamanya menggunakan sensor 48 MP buatan OmniVision dengan OV48B 1/2″ dengan 0.8µm. Dengan menggunakan algoritma quad bayer, membuat hasilnya akan lebih baik pada resolusi 12 MP. Xiaomi tidak mengggunakan kamera ultrawide pada Redmi Note 10 5G.

Kamera utamanya ternyata menghasilkan gambar yang cukup baik. Saya bisa mendapatkan gambar yang tajam serta warna yang cukup baik hanya dengan sekali klik. Pada rentang harganya, tingkat noise yang dihasilkan cukup rendah dibandingkan dengan perangkat sekelasnya.

Kamera makro yang terpasang pada smartphone ini dibuat oleh Hynix dengan Hi-259. Hasilnya cukup lumayan dan cukup dapat diandalkan jika Anda menyukai pengambilan foto jarak dekat. Walaupun begitu, hasil fotonya tidak akan setajam kamera utamanya. Dan pengguna juga harus belajar yang cukup untuk mengetahui jarak pengambilan gambarnya.

Kamera depan dari Redmi Note 10 5G menggunakan sensor dengan resolusi 8 MP buatan OmniVision OV8856. Xiaomi tampaknya telah membuat sensor yang satu ini menjadi lebih tajam. Tingkat noise nya cukup kecil pada saat diluar ruangan, namun saat didalam akan cukup meningkat pada tempat yang gelap.

Pengujian

Redmi Note 10 5G menggunakan Meditek Dimensity 700. Dimensity 700 sendiri menggunakan dua core kencang Cortex A76 dengan kecepatan 2.2 GHz. Enam inti prosesor lainnya adalah Cortex A55 dengan kecepatan 2 GHz dan tentunya menggunakan daya yang lebih rendah dari dua inti pertama. Grafisnya menggunakan Mali-G57 MC2 buatan ARM dengan kecepatan 950 MHz.

Kinerja dari Dimensity 700 memang sudah tidak perlu lagi diragukan. Namun untuk membuktikannya, saya akan mengujinya dalam dua skenario. Menggunakan Cortex A76 menandakan bahwa perangkat ini bisa digunakan untuk bermain game. Selain itu, prosesor kencang juga akan nyaman dipakai untuk bekerja.

Bermain Game

Walaupun menggunakan Cortex A76, namun prosesor kencang tersebut hanya menggunakan dua core saja. Hal tersebutlah yang akan membatasi kinerjanya dalam bermain game yang ada. Namun, clock tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan Helio G95 yang masih 2 GHz saja.

Perangkat yang satu ini saya uji dengan menggunakan Genshin Impact. Sayangnya, PUBG pada Redmi Note 10 5G tidak terdeteksi untuk dapat berjalan pada 90 fps. Dengan kemampuan SoC Dimensity, tentu saja PUBG dapat dimainkan dengan kecepatan penuh. Dan sekali lagi, sayangnya, Apex Mobile belum dapat dijalankan pada platform Mediatek.

Genshin Impact saya jalankan pada profile lowest. Framerate juga saya pasang pada limit 60 fps. Hasilnya, perangkat ini berjalan dengan rata-rata 32 fps. Jika diperhatikan, memang hasilnya cukup rendah mengingat beberapa perangkat bisa berjalan di atas 40 fps. Jadi, mungkin ini adalah PR Xiaomi untuk meningkatkan kinerjanya.

Berikut adalah grafik perolehan frame rate dari game Genshin Impact. Data frame rate saya ambil dengan menggunakan aplikasi GameBench.

Untuk Bekerja

Kinerja dari Dimensity 700 memang sudah tidak perlu diragukan lagi dalam bekerja. Penggunaan aplikasi Trello, Slack, GMail, Whatsapp, Telegram, Facebook, Tiktok, serta Chrome yang menggunakan banyak tab akan berjalan tanpa lag. Xiaomi sudah menggunakan teknologi UFS 2.2 pada perangkat ini yang memastikan kinerja baca dan tulis pada penyimpanan internalnya berjalan dengan cepat.

Saya juga sempat menggunakan aplikasi office pada perangkat ini, yaitu WPS. Hal tersebut saya gunakan untuk melakukan editing teks serta gambar untuk kebutuhan sekolah anak. Tentunya, saya tidak menemukan masalah yang berarti sehingga cukup cocok digunakan untuk melakukan editing teks pada saat sedang berada di jalan.

Editing video dan gambar pada perangkat ini juga tidak menemukan masalah. Konversi serta rendering tidak membuat perangkat ini panas. Hasilnya pun juga bisa diandalkan saat ingin melakukan editing cepat dengan menggunakan aplikasi bawaan mau pun pihak ketiga yang ada pada Google Play.

Benchmarking

Pada pengujian kali ini, saya akan menghadirkan kembali beberapa SoC yang hadir pada rentang harga dua-tiga jutaan. Chipset yang saya hadirkan adalah Snapdragon 845, Snapdragon 732G, serta Mediatek Helio G95. Hal ini tentu saja hanya sekedar untuk membandingkan kinerja dari tiap-tiap chipset. Walaupun konfigurasi tiap perangkat berbeda, namun pada akhirnya pengguna akan mendapatkan gambaran bagaimana kinerja dari sebuah smartphone secara utuh.

Berikut adalah hasil benchmarking dari perangkat Redmi Note 10 5G

Uji baterai: 5000 mAh

Menguji baterai, apalagi dengan kapasitas 5000 mAh, memang akan memakan banyak waktu. Sayangnya, aplikasi yang ada saat ini tidak merepresentasikan pemakaian sehari-hari. Sebuah pengujian menunjukkan bahwa pemakaian smartphone tidak didominasi untuk bermain game, namun untuk hiburan seperti menonton video dan mendengarkan musik serta sosial media.

Saya mengambil patokan dengan menggunakan sebuah file MP4 yang memakai resolusi 1920 x 1080 yang diulang sampai baterai habis. Redmi Note 10 5G dapat bertahan hingga 16 jam 10 menit. Setelah habis, saya langsung mengisi kembali baterainya dengan menggunakan charger bawaan 18 watt. Hasilnya, baterai akan terisi penuh dalam waktu kurang lebih 2 jam.

Verdict

Walaupun belum merata, jaringan 5G saat ini sudah hadir di Indonesia. Oleh karena itu, perangkat pendukung seperti smartphone pun juga sudah harus tersedia di pasaran. Tidak hanya harus tersedia, perangkat tersebut juga harus bisa dijangkau oleh daya beli masyarakat Indonesia. Seperti halnya Xiaomi Redmi Note 10 5G yang saat ini sudah ada di pasaran.

Dengan menggunakan Dimensity 700, kinerjanya memang dapat diandalkan. SoC yang satu ini dapat menjalankan semua aplikasi dan game yang tersedia pada Google Play. Oleh karenanya, perangkat ini nyaman digunakan untuk bermain serta bekerja. Hal tersebut juga didukung dengan daya tahan baterai yang cukup panjang.

Kamera yang terpasang juga ternyata menghasilkan gambar yang dapat diandalkan pula. Walaupun tidak memiliki kamera wideangle yang sepertinya sudah menjadi standar smartphone saat ini, hal tersebut tidak membuat perangkat ini menjadi tidak menarik. Redmi Note 10 5G juga sudah memiliki NFC yang bisa diandalkan untuk mengisi kartu uang elektronik. Penggunaan Gorilla Glass 3 pada rentang harganya juga membuat perangkat ini menjadi lebih aman.

Xiaomi Redmi Note 10 5G dengan konfigurasi 8/128 GB dijual dengan harga online Rp. 2.999.000 dan offline Rp. 3.099.000. Versi dengan RAM 4 GB dijual lebih murah pada harga Rp. 2.699.000. Harga tersebut membuat Redmi Note 10 5G menjadi salah satu smartphone 5G termurah di Indonesia. Semoga saja, implementasi jaringan 5G dapat merata dengan cepat di Indonesia.

Sparks

  • Mendukung jaringan 5G tanpa harus di unlock
  • Harga yang terjangkau untuk teknologi 5G
  • Layar dengan refresh rate 90 Hz
  • Hasil kamera utama yang dapat diandalkan
  • Daya tahan baterai yang panjang
  • Kinerja Dimensity yang mumpuni untuk bermain dan bekerja
  • Gorilla Glass 3

Slacks

  • Speaker mono
  • Tanpa kamera wideangle
  • Dukungan game yang kurang untuk framerate 90 fps

[Review] ASUS ROG Phone 5: Smartphone Gaming Snapdragon 888 dan Layar 144 Hz untuk Gamer Enthusiast

ASUS sepertinya tidak pernah absen setiap tahunnya dalam meluncurkan perangkat gaming smartphone-nya. Dengan lini RoG atau yang sering dikenal dengan Republic of Gaming, ASUS selalu menghadirkan perangkat smartphone dengan SoC terkencang yang ada pada masanya. Setelah meluncurkan RoG Phone II dan RoG Phone 3 di Indonesia, sekarang saatnya ASUS RoG Phone 5.

Pada perangkat terbarunya, tentu saja ASUS menanamkan SoC terkencang untuk Android saat ini dengan Snapdragon 888. ASUS juga tetap menggunakan layar 144 Hz serta baterai 6000 mAh pada RoG Phone 5 yang sudah terlebih dahulu hadir pada RoG Phone 3. Hal ini tentu saja membuat RoG Phone 5 bisa menjalankan sebuah game hingga 144 fps. ASUS juga sudah menggunakan panel AMOLED terbaru dari Samsung yang membuatnya memiliki warna yang lebih baik dari perangkat sebelumnya.

ASUS juga menanamkan desain baru pada RoG Phone 5. Kali ini, logo ROG pada bagian belakangnya sudah disesuaikan dengan standar laptop gaming mereka. Logo tersebut saat ini sudah mendukung warna RGB dengan desain titik-titik yang bisa diatur sendiri warna dan pola menyalanya. Hal ini tentu saja bisa membuat orang lain “iri” dengan desain yang ditawarkan oleh ASUS.

Spesifikasi dari ASUS RoG 5 yang saya dapatkan bisa dilihat pada tabel berikut ini

ASUS ROG Phone 5 ASUS ROG Phone 3
SoC Snapdragon 888 Snapdragon 865+
CPU 1 x 2.84 GHz Kryo 680 + 3 x 2.42 GHz Kryo 680 & 4 x 1.80 GHz Kryo 680 1 x 3.1 GHz Kryo 585 + 3 x 2.42 GHz Kryo 585 + 4 x 1.8 GHz Kryo 585
GPU Adreno 680 Adreno 650
RAM

8 GB LPDDR5

Internal

128 GB UFS 3.1

Layar 6,78 AMOLED inci 2448×1080 Gorilla Glass Victus 6,59 inci 2340×1080 Gorilla Glass 6
Refresh Rate

144 Hz

Dimensi 172.8 x 77.3 x 10.3 mm 171 x 78 x 9.9 mm
Bobot 238 gram 240 gram
Baterai 6000 mAh dengan 65 watt charger 6000 mAh dengan 30 watt charger
Kamera

64 MP / 16 MP utama, 13 MP wide, 5 MP Macro, 24 MP selfie

Spesifikasi yang didapatkan dari CPU-Z, AIDA-64, serta SensorBox

Bisa dilihat pada tabel di atas bahwa spesifikasi ASUS ROG Phone 5 yang saya dapatkan mirip dengan ROG Phone 3. Konfigurasi kamera juga masih mirip dengan generasi sebelumnya. Selain itu, RAM serta kapasitas penyimpanan internal yang beredar di Indonesia juga masih sama dan menggunakan UFS 3.1. Kapasitas baterai masih sama, namun dengan daya pengisian yang berbeda.

Unboxing

ASUS RoG Phone 5 tadinya datang hanya dengan kotak paket penjualannya. Namun ternyata, pihak ASUS mengatakan bahwa perangkat ini akan datang dengan RoG Cetra II Core, sebuah earphone gaming yang khusus dibuat untuk lini RoG. Berikut adalah penampakannya.

Yang unik adalah komik dibalik paket penjualan dari ASUS RoG Phone 5. Dengan menggunakan aplikasi Armory Crate, Anda bisa melihat sebuah cerita AR yang nantinya menjadi sebuah misi bagi para pengguna ASUS RoG Phone 5.

Desain

Desain bagian depan dari ASUS RoG Phone 5 masih sama dengan dua perangkat sebelumnya, yaitu dengan menebalkan bezel pada bagian atas dan bawahnya. Hal tersebut ditempuh oleh ASUS yang tidak menggunakan layar berponi karena untuk kenyamanan saat bermain game. Kedua ibu jari pun akan lebih presisi saat menekan tombol yang ada pada layar. Selain itu, ASUS juga lebih leluasa menempatkan beberapa sensor dan kamera pada bezel tersebut.

Desain bagian belakang dari ASUS RoG Phone 5 juga sudah dibuat menjadi RGB dengan desain bintik-bintik seperti pada laptop ASUS Zephyrus G14. Tentunya hal ini membuat tampilah ASUS RoG Phone 5 jauh lebih keren dibandingkan dengan dua perangkat sebelumnya. Logo RGB tersebut juga bisa diganti warnanya serta cycle-nya. Semua itu bisa langsung dikontrol dengan membuka aplikasi Armory Crate.

Layar yang digunakan pada ASUS RoG Phone 5 menggunakan teknologi AMOLED buatan Samsung, yaitu E4 Panel. Dengan E4, membuat layar terbaru dari Samsung ini memiliki akurasi warna yang lebih tepat serta tingkat kontras dan kecerahan yang lebih baik. Resolusi yang digunakan pada perangkat ini adalah 2448 x 1080 dengan 144 Hz. Layar ini juga sudah menggunakan Corning Gorilla Glass Victus yang diklaim paling kuat saat ini.

Dengan menggunakan layar AMOLED, membuat sebuah perangkat bisa dipasangkan sensor sidik jari di bawah layar. ASUS memang dikenal memiliki sensor sidik jari bawah layar yang sangat responsif. Hal ini pula yang saya rasakan saat membuka kunci layar dari ASUS RoG Phone 5. Bahkan, hasilnya lebih responsif dibandingkan dengan ASUS RoG Phone II yang saya pegang saat ini.

Untuk bagian kirinya, bisa ditemukan slot SIM nano yang ditandai dengan warna merah dan juga side mounted port yang berisikan sebuah port USB-C dan proprietary yang cukup berbeda dengan generasi sebelumnya. Pada bagian kanannya terdapat tiga buah tombol, yaitu volume naik dan turun, serta tombol daya yang memiliki warna samping merah dan juga AirTrigger untuk bermain game pada bagian atas dan bawahnya. Pada bagian bawahnya terdapat sebuah port USB-C utama untuk mengisi baterai serta ASUS mengembalikan port audio 3.5mm pada smartphone yang satu ini.

Pada bagian belakangnya akan ditemukan tiga buah kamera yang juga ditemani oleh sebuah LED flash. Pada bagian kamera hingga pas sebelum logo ROG, merupakan area yang cukup luas untuk membaca NFC. Jika dipasangkan dengan  Aero Case, ternyata tidak mengurangi sensitivitas dari NFC-nya. Sayangnya, belum ada sertifikasi IP untuk tahan air dan debu pada smartphone gaming yang satu ini.

ASUS ROG Phone 5 menggunakan antar muka buatan ASUS sendiri dengan ASUS Launcher versi 8. ASUS masih menghadirkan app drawer pada antarmukanya ini sehingga mirip dengan launcher bawaan Google. Sistem operasi yang digunakan adalah Android 11 saat perangkat ini datang ke meja pengujian Dailysocial. Entah apakah ASUS RoG Phone 5 akan mendapatkan 2 kali update atau tidak karena pengguna ROG Phone II saat ini masih sabar menunggu update ke Android 11.

Konektivitas

ASUS RoG Phone 5 menggunakan SoC Snapdragon 888 yang berarti sudah memiliki modem untuk terkoneksi ke 5G. Walaupun secara spesifikasi sudah mendukung, namun informasi terakhir yang saya dapatkan mengatakan bahwa ASUS RoG Phone 5 belum mendukung 5G dari Telkomsel. Sayangnya juga karena PPKM, saya tidak bisa menguji apakah perangkat ini bisa mendeteksi jaringan baru tersebut.

Untuk jaringan 4G LTE, ASUS RoG Phone 5 sudah mendukung semua band yang meliputi 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 18, 19, 20, 26, 28, 34, 38, 39, 40, 41, 42, dan 48. Band 5G nya sendiri juga sudah mendukung 1, 3, 7, 8, 20, 28, 38, 41, 77, 78, dan 79 SA/NSA. Dapat dilihat memang bahwa perangkat ini tidak akan mendukung band N40 yang digunakan oleh Telkomsel. Akan tetapi, Indosat yang kini sedang melakukan uji coba 5G sudah didukung oleh ASUS ROG Phone 5.

ASUS RoG Phone 5 juga sudah memiliki NFC dan juga sudah memiliki bluetooth versi 5.1. Untuk pemindaian lokasi, ASUS RoG Phone 5 juga sudah mendukung GPS, BEIDOU, GALILEO, QZSS, dan GLONASS. ASUS RoG Phone 5 tentunya juga sudah memiliki konektivitas ke WiFi 5 GHz dengan nama WiFi 6 yang memiliki kecepatan transfer data lebih kencang dari WiFi 5.

Kamera: Kembali dengan IMX 686

ASUS mungkin merupakan salah satu loyalis pada sensor buatan Sony. Saat ini, ASUS RoG Phone 5 kembali dipasangkan sensor yang sama dengan ASUS RoG Phone 3, yaitu Sony IMX 686 yang memang hasil tangkapannya sudah tidak diragukan lagi. Bedanya, kali ini sensor tersebut dipadukan dengan Spectra 580 terbaru dari Qualcomm.

Seperti yang kita ketahui bahwa sensor IMX 686 menggunakan teknologi Quad Bayer. Teknologi ini sendiri akan menggabungkan 4 piksel sehingga akan mendapatkan gambar yang lebih baik. Walau bisa mengambil gambar pada resolusi 64 MP, hasilnya mungkin tidak akan sebaik saat teknologi Quad Bayer tersebut diaktifkan dan menjadi resolusi 16 MP. ASUS juga tidak memasangkan OIS pada perangkat yang satu ini dan hanya menggunakan EIS.

Kamera yang satu ini menghasilkan gambar yang cukup mumpuni. Walaupun begitu, bakal cukup terlihat algoritma pengurangan noise pada bagian gelap. Tingkat ketajaman dari kamera utamanya ini memang cukup baik. Saya cukup menyarankan untuk menyalakan HDR Auto agar memperbaiki hasil tangkapannya.

Kamera kedua merupakan ultrawide yang menggunakan sensor OmniVision OV13B. Kamera yang satu ini juga bisa menangkap gambar yang cukup baik dan bisa diandalkan hasilnya. Namun sekali lagi, saya juga menyarankan untuk menayalakan HDR Auto pada kamera yang satu ini karena dapat membenahi dynamic range pada kamera ultrawide ASUS RoG Phone 5.

Kamera makro yang terpasang pada perangkat ini memiliki resolusi 5 MP, yang tentunya bakal lebih baik dibandingkan dengan perangkat dengan 2 MP yang ada di pasaran. Namun, hasilnya juga masih kurang memuaskan dan tidak memiliki fitur auto fokus.

Kamera swafoto pada perangkat ini memiliki resolusi 24 MP dengan sensor OmniVision OV24B1Q. Akan tetapi, secara default perangkat ini akan memasangkannya pada 6 MP, karena sensornya juga menggunakan teknologi quad bayer. Hasilnya ternyata juga cukup tajam dengan warna yang cukup baik pula. Hasilnya juga terlihat lebih baik jika dibandingkan dengan para pendahulunya.

Pengujian Kinerja

ASUS RoG Phone 5 menggunakan cip terkencang dari Qualcomm saat ini, yaitu Snapdragon 888. SoC ini sendiri memiliki 3 buah cluster yaitu Prime, Performance, dan Efficiency. Cluster terkencang menggunakan Kryo 680 dengan basis Cortex X1 berkecepatan 2,84 GHz, diikuti dengan cluster kinerja yang menggunakan Kryo 680 Gold dengan basis Cortex A78 berkecepatan 2,42 GHz, dan terakhir adalah cluster efisiensi yang menggunakan Kryo 680 silver dengan basis Cortex A55 dengan clock 1,8 GHz. GPU yang digunakan pada SoC ini adalah Adreno 680.

Untuk membuktikan SoC yang satu ini tentu saja harus melalui beberapa pengujian. Hal yang paling utama dan memakan banyak sumber daya adalah dengan menggunakan game. Tentunya, perangkat ini juga bisa digunakan untuk bekerja. Saya juga menguji RoG Cetra II Core untuk bermain serta mendengarkan musik.

Bermain Game

Terus terang, dengan menggunakan nama gaming membuat saya harus mencari beberapa game yang bisa berjalan pada 144 fps. Untungnya, ASUS sudah menyediakan daftarnya langsung pada aplikasi Armoury Crate. Hal ini tentu saja membuat saya cukup mudah dalam mencari beberapa game yang bisa berjalan dan kompatibel dengan ASUS ROG Phone 5.

Game pertama yang saya jalankan pada perangkat yang satu ini adalah Genshin Impact. Tentunya, saya menggunakan setting paling tinggi dengan 60 fps untuk mengetahui apakah ada kendala atau tidak. Ternyata, perangkat ini mampu menjalankannya dengan sangat baik: tidak ada fps drop atau lag. Secara grafis, Anda akan mendapatkan pengalaman yang terbaik.

Sayangnya, saat menguji perangkat yang satu ini ASUS tidak menyertakan kipas Aero Cool 5. Hal tersebut dikarenakan GameCool 5 yang merupakan sistem pendingin dari ASUS RoG Phone 5 kurang bisa menghambar panas yang dihasilkan saat bermain Genshin. Saya mendapatkan suhu sampai dengan 52º celcius saat bermain game tersebut.

Saya juga menguji PUBG Mobile dua kali. Yang pertama menggunakan mode UHD dengan 40 fps dan yang kedua adalah mode Smooth 90 fps. Hasilnya, kedua mode bisa dijalankan tanpa adanya penurunan framerate. Mungkin karena cukup enteng, smartphone gaming ini tidak menghasilkan panas yang berarti dan membuatnya nyaman untuk bermain game tersebut.

Game lain yang saya gunakan adalah Real Racing 3 serta Bullet Echo yang sudah mendukung 144 fps. Kedua game juga terasa sangat ringan jika dijalankan dengan ASUS RoG Phone 5. Layarnya yang licin juga membuat saya cukup andal saat bermain. Memang cukup berbeda dengan ROG Phone II yang saya gunakan sebelumnya.

Untuk mengukur framerate, saya menggunakan dua aplikasi. Yang pertama adalah Game Genie dan yang kedua adalah menggunakan aplikasi GameBench yang mampu merekam framerate dari sebuah game. Akan tetapi sepertinya aplikasi ini masih memiliki kekurangan di mana belum mampu mendeteksi framerate hingga 144 fps.

Untuk Bekerja

Kalau sudah sangat mumpuni saat digunakan untuk bermain game, tentu saja tidak akan bermasalah saat dipakai untuk bekerja. Saya harus menggunakan aplikasi Trello, Slack, GMail, Whatsapp, Facebook, serta Chrome yang selalu digunakan sehari-hari. Dan memang saya tidak menemukan masalah sama sekali.

Hal yang menyenangkan adalah pada saat melakukan rendering video. Walaupun membuat perangkat ini panas, namun hasilnya bisa dibilang paling cepat di antara semua perangkat yang pernah saya uji. Jadi, sepertinya mereka yang suka melakukan editing video bisa menggunakan perangkat ini agar bisa membantu pekerjaannya.

ROG Cetra II Core

ASUS mengatakan mereka menyertakan ROG Cetra II Core pada penjualan ASUS RoG Phone 5. Nama Core itu sendiri menandakan bahwa IEM yang satu ini menggunakan konektor 3,5 mm dan bukan USB-C. Dimensi driver dari IEM yang satu ini adalah 9,4 mm yang sudah lebih dari mumpuni untuk menghantarkan suara dengan baik.

Saya mencoba In-ear monitor ini dengan bermain game serta mendengarkan musik. Sepertinya memang ROG Cetra II Core memiliki profile bass yang cukup menggelegar, yang memang akan membuat suara ledakan serta tembakan menjadi lebih menggelegar. Menggunakan ROG Cetra II Core saat bermain game seperti PUBG Mobile membuat saya cukup mudah mengetahui langkah musuh yang ada di sekitar. Suaranya sangat detail sehingga saya juga sering menggunakannya untuk bermain game PC seperti CS:GO serta Valorant.

Untuk mendengarkan musik, IEM ini juga pasti sangat disukai oleh mereka yang lebih suka profile bass. Suara high dan mid juga terdengar cukup lembut sehingga tidak terlalu memekakkan telinga. Akan tetapi, suaranya sedikit terdengar seperti tercampur pada beberapa lagu. Suara petikan gitar pada beberapa lagu juga terdengar sedikit “mendem”.

Untuk volumenya, IEM ini bisa mengeluarkan suara dengan sangat keras. Saya pun harus menurunkan volume agar pas terdengar di telinga. Untuk bas dan trebble-nya sendiri, Anda bisa naikkan pada menu AudioWizard agar terdengar lebih baik lagi.

Benchmark

Rasanya tidak lengkap jika saya tidak menghadirkan kembali perangkat ROG sebelum yang satu ini. Oleh karena itu, ASUS RoG Phone 5 akan disandingkan dengan ASUS RoG Phone II dan 3. Saya juga menghadirkan SoC Snapdragon 845 yang digunakan pada RoG Phone pertama. Tentunya, Anda akan mendapatkan gambaran mengenai kinerja dari setiap perangkat RoG Phone.

Berikut adalah hasilnya

Uji Baterai 6000 mAh

Untuk menguji baterai 6000 mAh yang digunakan ASUS RoG Phone 5 saya menggunakan refresh rate 120 Hz yang terkunci oleh Armory Crate. Rencananya, saya ingin menggunakan refresh rate  60 Hz. Akan tetapi, saya baru mengetahuinya setelah pengujian berakhir. Toh, refresh rate tersebut juga sudah terpasang secara default saat perangkat ini diaktifkan untuk pertama kali.

Dengan menggunakan video MP4 dengan resolusi 1080p yang diputar secara terus menerus, ASUS RoG Phone 5 bisa bertahan hingga 17 jam 51 menit. Saat sudah mencapai 0%, saya langsung mengisi baterainya dengan menggunakan charger bawaan dan berada pada mode HyperCharge 65 watt. Smartphone gaming ini dapat diisi hingga penuh dalam waktu lebih dari 1 jam.

Verdict

Pasar gaming memang selalu menjadi sesuatu yang menarik bagi banyak kalangan, terutama yang gemar bermain game. Dengan memiliki perangkat yang sudah ditujukan untuk bermain game, tentu saja memiliki kemampuan yang tinggi sehingga tidak lagi terasa lamban saat menggunakannya. Salah satunya adalah dengan memiliki smartphone gaming ASUS ROG Phone 5.

Kinerja dari smartphone ASUS ROG Phone 5 sudah menjadi salah satu yang tercepat saat ini. Dengan Snapdragon 888, tidak ada satu pun aplikasi dan game yang terasa pelan pada perangkat yang satu ini. Hal ini membuatnya cocok untuk mereka yang juga suka menggunakan smartphone sebagai alat untuk melakukan editing seperti video dan gambar, selain untuk bermain.

Kamera yang ada pada perangkat ini sudah menggunakan sensor dari Sony IMX 686 yang menghasilkan gambar yang bagus. Oleh karena itu, smartphone ini sudah cukup untuk mengambil momen selama seharian. Baterai 6000 mAh yang bisa diisi hanya dalam waktu 1 jam ini pun juga bisa membuat ASUS ROG Phone 5 bertahan lebih dari sehari.

ASUS menjual ROG Phone 5 dengan kapasitas 8/128 GB dengan harga Rp. 9.999.000. Tentunya dengan harga tersebut, pengguna sudah terjamin bahwa akan bisa bermain semua game yang dibuat untuk platform Android tanpa masalah. Selain untuk para gamer enthusiastsmartphone ini juga bisa digunakan untuk para editor video dan gambar, serta para pembuat konten. Hal tersebut membuatnya menjadi sebuah smartphone gaming yang bisa digunakan untuk semua kegiatan dan pekerjaan tanpa hambatan.

Sparks

  • Kinerja terkencang saat ini dengan Snapdragon 888
  • AirTrigger 5 sangat sensitif dan mampu membantu pengguna dalam bermain
  • Speaker dengan suara keras dan jelas
  • Daya tahan baterai yang baik, bahkan pada refresh rate 120Hz
  • Hasil kamera yang bagus
  • Pilihan aksesoris yang lengkap dan tersedia di Indonesia

Slacks

  • Sebagai smartphone gaming, 128 GB tanpa microSD terasa kurang besar kapasitasnya
  • Tidak kompatibel dengan aksesoris ROG Phone II dan 3
  • Tidak memiliki IP rating
  • Panas saat bermain game yang berat

[Review]Vivo V21 4G vs V21 5G: Smartphone Kembar namun Berbeda “Jeroan”

Pada kuartal kedua tahun 2021, Vivo meluncurkan dua perangkat baru pada seri V. Kedua smartphone tersebut adalah Vivo V21 dan Vivo V21 5G. Jika dilihat dari penampilannya, kedua perangkat ini terlihat sama saja. Selain konektivitas 5G, apa yang menjadi pembeda dari kedua perangkat tersebut?

Saat sedang melakukan pengujian Vivo V21 5G, tiba-tiba Vivo juga menawarkan perangkat Vivo V21 4G untuk diuji. Saya pun juga langsung tertarik ingin membandingkan kedua perangkat tersebut. Beberapa rekan juga sering menanyakan perbedaan antara kedua perangkat tersebut. Dari pada saya harus menjelaskan satu per satu, lebih baik saya langsung bandingkan saja pada artikel ini.

Tentu saja, SoC kedua perangkat ini berbeda karena konektivitasnya terhadap jaringan yang baru di mulai di Indonesia tersebut. Untuk 5G, Vivo memercayakan SoC dari Mediatek. Sedangkan untuk versi 4G, Vivo menggunakan SoC buatan Qualcomm. Berikut adalah spesifikasi lengkap dari kedua perangkat yang saya dapatkan

Vivo V21 4G Vivo V21 5G
SoC Snapdragon 720G Dimensity 800U
CPU 2×2.3 GHz Kryo 465 Gold & 6×1.8 GHz Kryo 465 Silver 2×2.4 GHz Cortex-A76 & 6×2.0 GHz Cortex-A55
GPU Adreno 618 Mali-G57 MC3
RAM 8 GB
Internal 128 GB
Layar 6,44 inci 2400×1080 AMOLED (90Hz untuk 5G)
Dimensi 161.24 x 74.37 x 7.38 mm 159.68 × 73.90 × 7.29 mm
Bobot 171 gram 176 gram
Baterai 4000 mAh
Kamera Utama: 64/16 MP, Wide: 8 MP, Macro; 2 MP, Selfie: 44 MP
OS Android 11 dengan FunTouch OS 11.1

Pemindaian yang dilakukan pada CPU-Z, AIDA 64, dan Sensor Box adalah seperti di bawah ini (kiri adalah V21 4G dan kanan merupakan V21 5G)

Jika dilihat, maka Vivo V21 5G merupakan perangkat pertama di Indonesia yang menggunakan Dimensity 800U. Sedangkan untuk versi 4G, Vivo masih memilih Snapdragon 720G yang saat ini memang memiliki kinerja yang 11-12 dibandingkan dengan Snapdragon 732G.

Unboxing

Kedua perangkat ternyata memiliki isi kotak penjualan yang sama. Berikut adalah isinya

Desain

Dua saudara kembar ini memang didesain cukup cantik oleh Vivo. Selain ramping dan ringan, keduanya memang memiliki bentuk yang tidak bulky. Jika diletakkan berbarengan, maka kita tidak akan tau mana yang versi 4G dan 5G. Untuk unit yang saya dapatkan, pada V21 4G memiliki warna Roman Black dan yang 5G berwarna Dusk Blue.

Layar kedua perangkat memiliki resolusi 2400×1080 pada layar dengan dimensi 6,44 inci. Kedua smartphone ini sudah menggunakan layar dengan jenis Super AMOLED. Sayang memang, tidak ada informasi apakah keduanya sudah menggunakan pelindung seperti Gorilla Glass atau belum. Oleh karena itu, saya sangat menyarankan kepada para pemiliknya untuk melepas lapisan anti gores bawaan dan menggantinya dengan tempered glass atau hydrogel.

Pada bagian belakangnya akan ditemukan sebuah ruang kotak dengan tiga buah kamera dan sebuah LED Flash. Kamera utama dengan 64 MP berada pada sisi kanan atas. Kamera ultrawide ada pada bagian kiri serta kamera makro ada pada sebelah kanan. Pada bagian bawah akan ditemukan sebuah LED flash.

Tombol-tombol juga menjadi pembeda pada kedua smartphone dari Vivo ini. Pada Vivo V21 akan ditemukan tombol volume dan power pada sisi sebelah kanannya. Pada sisi yang sama di Vivo V21 5G juga ditemukan tombol yang sama, yaitu volume dan power.

Pada bagian kiri dari Vivo V21 bisa ditemukan slot SIM dan microSD, namun pada V21 5G tidak akan ditemukan slot apa pun. Pada bagian bawah dari Vivo V21 4G ditemukan port audio 3.5 mm, microphone, port USB-C, dan speaker. Berbeda dengan Vivo V21 5G yang menempatkan slot SIM hybrid di bagian bawahnya, diikuti dengan microphoneport USB-C, dan speaker. Tidak ditemukan port audio 3,5 mm pada V21 5G.

Kedua unit yang saya dapatkan sudah menggunakan sistem operasi Android 11. Antar muka yang digunakan juga sudah yang paling baru, dengan FunTouch OS 11.1. Pada antar muka terbarunya ini, Vivo tidak lagi menggunakan swipe ke atas untuk quick menu, melainkan untuk membuka app drawer. Jadi, saat ini pengalaman pada FunTouch OS sudah mirip dengan launcher bawaan Android 11.

Extended RAM

Kedua Vivo V21 juga sudah dilengkapi dengan fitur Extended RAM. Fitur ini sendiri sama dengan virtual memory yang selama ini digunakan pada perangkat komputer pada sistem operasi Windows dan Linux. Dengan fitur ini, pengguna bisa memakai ruang 3 GB pada penyimpanan internal untuk diisi dengan cache sehingga bisa menjalankan lebih banyak aplikasi dan melancarkan multitasking. Vivo sendiri mematok hanya 3 GB saja untuk melebarkan memory perangkatnya.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa fitur ini bisa mengurangi masa hidup dari penyimpanan internalnya. Seperti yang kita ketahui bahwa penyimpanan internal sebuah smartphone masih menggunakan NAND chip yang memiliki kuota penulisan/penulisan. Pihak Vivo pun mengatakan bahwa saat RAM tidak penuh, ruang Extended RAM tidak akan digunakan, sehingga penulisan pada ruang internal tidak akan terlalu sering.

Konektivitas

Hingga saat ini, saya belum mengetahui apakah Vivo V21 5G yang saya pegang sudah terbuka atau belum jaringan 5G-nya. Hal tersebut dikarenakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat yang ditetapkan oleh pemerintah sehingga cukup sulit untuk datang ke tempat yang memiliki titik 5G. Sebelum PPKM, saya juga sudah mencoba ke Pondok Indah Mall 2, namun ternyata perangkat ini belum dibuka jaringan 5G-nya.

Untuk jaringan 4G-nya, kedua smartphone ini mendukung band yang sama, yaitu 1, 3, 5, 8, dan 40. Pada saat jaringan 5G pada Vivo V21 5G dibuka, perangkat ini akan mendukung n1/n3/n7/n8/n28/n40/n41/n78, yang berarti dapat digunakan pada jaringan Telkomsel dan juga Indosat. Oleh karena itu, pengguna tidak lagi harus mengganti perangkat saat 5G sudah merata di Indonesia.

Kedua perangkat ini juga sudah memiliki NFC dan memiliki fitur untuk menyalin kartu ID yang tidak terenkripsi. Selain itu, perangkat ini juga sudah memiliki bluetooth versi 5.1. Untuk pemindaian lokasi, kedua perangkat juga sudah mendukung GPS, BEIDOU, GALILEO, dan GLONASS. Kedua Vivo V21 juga sudah memiliki konektivitas ke WiFi 5 GHz yang lebih kencang dibandingkan dengan jaringan 2,4 GHz.

Kamera: ISOCELL 2.0

Spesifikasi kamera yang terpasang pada kedua perangkat sepertinya sama. Vivo sendiri tidak memberikan informasi spesifik mengenai sensor mana yang digunakan. Akan tetapi, kedua Vivo V21 sudah menggunakan teknologi ISOCELL 2.0 dari Samsung. ISOCELL 2.0 sendiri akan meningkatkan penyerapan cahaya yang ditangkap saat mengambil foto.

Kamera utama dari kedua perangkat memang menghasilkan gambar yang bagus. Akan tetapi, sepertinya keduanya memiliki tone warna yang berbeda. Keduanya memiliki noise yang cukup sedikit serta detail yang juga bagus. Hasilnya bisa diandalkan untuk kebutuhan sehari-hari.

Berikut adalah hasil dari Vivo V21 5G dan V21 4G

Hasil dari kamera ultrawide yang ada memang tidak sebaik kamera utamanya. Walaupun begitu, hasilnya masih bisa diandalkan saat berfoto dengan tingkat cahaya yang baik. Noise-nya sendiri cukup baik untuk ukuran kamera ultrawide, dan detail yang dihasilkan juga lumayan baik.

Untuk kamera makro, well, hanya memiliki resolusi 2 MP. Jadi hasilnya juga bisa dibilang “seadanya” saja.

Untuk kamera selfie, Vivo menanamkannya dengan resolusi 44 MP. Hasil fotonya pun juga bagus. Detail yang terambil juga bagus serta tingkat ketajamannya yang bisa diandalkan. Warna yang dihasilkan juga cukup alami.

Pengujian

Vivo V21 5G menggunakan cip 5G baru dari Mediatek, yaitu Dimensity 800U. SoC ini sendiri menggunakan dua core kencang Cortex A76 dengan kecepatan 2.4 GHz. Enam inti prosesor lainnya adalah Cortex A55 dengan kecepatan 2 GHz dan tentunya menggunakan daya yang lebih rendah dari dua inti pertama. Grafisnya menggunakan Mali-G57 MC2 buatan ARM dengan kecepatan 850 MHz.

Untuk Vivo V21 masih menggunakan Snapdragon 720G. SoC ini sendiri menggunakan dua core kencang Kryo 465 Gold (Cortex A76) dengan kecepatan 2.3 GHz. Enam inti prosesor lainnya adalah  Kryo 465 Silver (Cortex A55) dengan kecepatan 1.8 GHz dan tentunya menggunakan daya yang lebih rendah dari dua inti pertama. Grafisnya menggunakan Adreno 618 dengan kecepatan 750 MHz.

Kedua SoC memang memiliki kinerja yang cukup tinggi. Akan tetapi saat melihat spesifikasinya, clock dari Dimensity 800U lebih unggul pada cluster performa sebanyak 100 MHz dan juga pada clock GPU-nya. Namun untuk mengetahui kinerjanya tentu harus dibuktikan dengan sejumlah pengujian. Saya menggunakan dua metode dalam menguji SoC dari realme 8 5G ini, yaitu dengan bermain game serta benchmark sintetis.

Bermain game

Dalam bermain game, keduanya memiliki kinerja yang cukup mirip. Dua-duanya juga akan mampu menjalankan semua game yang ada pada Google Play. Tentunya, SoC yang cukup kencang seperti ini akan digunakan oleh kebanyakan orang untuk memainkan aplikasi hiburan tersebut.

Dalam menguji perangkat ini untuk bermain, saya menggunakan satu  game yang saat ini sedang ramai diperbincangkan serta memiliki grafis yang dapat dibilang sangat berat. Game tersebut adalah Genshin Impact. Untuk menguji perangkat ini, saya bermain selama 30 menit dengan setting lowest dan menggunakan framerate 60 fps.

Pada Vivo V21 5G, Genshin dapat dijalan dengan rata-rata framerate 43 fps. Untuk Vivo V21, saya dapat menjalankan game dengan rata-rata framerate di 40 fps. Tentunya dengan perolehan framerate seperti ini, game tersebut dapat dimainkan dengan cukup nyaman.

Sayangnya, GameBench sepertinya belum mendukung Funtouch 11.1. Hal tersebut dapat terlihat dari tidak dapatnya aplikasi ini untuk diaktivasi melalui komputer. Oleh karena itu, sayangnya, saya hanya bisa menampilkan hasil uji dari benchmark sintetis saja

Untuk Bekerja

Dengan menggunakan dua SoC yang memiliki kinerja baik seperti Dimensity 800u serta Snapdragon 720G, sepertinya tidak perlu lagi diragukan saat menggunakannya untuk bekerja. Jujur saja, pengujian ini memang memakan waktu paling lama karena saya harus menggunakan aplikasi Trello, Slack, GMail, Whatsapp, Facebook, serta Chrome yang selalu saya gunakan sehari-hari.

Hasilnya, seperti kebanyakan perangkat Android yang sudah saya uji, tidak ditemukan masalah sama sekali. Apalagi pada Vivo V21 5G yang sudah mendukung 90 Hz, membuat mata saya nyaman saat menggunakannya selama beberapa hari. Akan tetapi, hal tersebut tentu akan menguras baterainya.

Benchmarking

Pada pengujian kali ini, saya akan menghadirkan kembali beberapa SoC yang hadir pada rentang harga tiga jutaan. Chipset yang saya hadirkan adalah Snapdragon 732G, serta Mediatek Helio G95. Hal ini tentu saja hanya sekedar untuk membandingkan kinerja dari tiap-tiap chipset. Walaupun konfigurasi tiap perangkat berbeda, namun pada akhirnya pengguna akan mendapatkan gambaran bagaimana kinerja dari sebuah smartphone secara utuh.

Berikut adalah hasilnya

Uji baterai 4000 mAh

Untuk menghadirkan uji baterai, Vivo V21 5G saya set pada refresh rate 60 Hz. Hal ini untuk membandingkan langsung baterai 4000 mAh yang ada di kedua perangkat pada setting yang sama. Perangkat ini sendiri sudah menggunakan layar FHD+ yang sudah pasti bakal memakan daya baterai.

Dengan menggunakan video MP4 dengan resolusi 1080p yang diputar secara terus menerus, Vivo V21 5G bisa bertahan hingga 18 jam 11 menit dan Vivo V21 mencapai lebih lama lagi, yaitu 20 jam 25 menit. Saat sudah mencapai 0%, saya langsung mengisi baterainya dengan menggunakan charger bawaan. Kedua perangkat dapat diisi hingga penuh dalam waktu sekitar 1 jam.

Verdict

Dengan hadirnya jaringan 5G di Indonesia tentu saja membuka harapan baru untuk dapat terkoneksi internet dengan kecepatan tinggi. Namun dilain pihak, jaringan 4G sudah lebih merata dan sudah cukup untuk mobilitas sehari-hari. Untuk menghadirkan pemecahan masalah tersebut, Vivo pun mengeluarkan dua buah smartphone yang ada pada keluarga yang sama, yaitu Vivo V21 dan Vivo V21 5G.

Kinerja kedua perangkat ini memang dapat diandalkan untuk kebutuhan sehari-hari. Dimensity 800u memang sedikit lebih unggul dari Snapdragon 720G, namun keduanya sudah cukup untuk menjalankan game berat yang saat ini tersedia pada Google Play. Aplikasi-aplikasi lainnya seperti untuk melakukan editing video dan gambar juga dapat berjalan dengan baik pada kedua perangkat tersebut.

Kamera dari kedua smartphone juga memiliki hasil tangkapan yang cukup baik. Hasil tangkapannya dapat diandalkan untuk menyimpan momen sehari-hari. Kamera depannya pun juga bisa digunakan dengan baik saat mengambil gambar selfie. Perangkat ini juga memiliki NFC yang mampu mengisi kartu uang elektronik secara instan tanpa perlu ke ATM serta menyalin kartu ID Anda.

Vivo V21 5G dijual dengan harga Rp. 5.799.000 dan untuk versi 4G-nya dijual pada harga Rp. 4.399.000 saja. Untuk mendapatkan konektivitas 5G, rentang harganya adalah Rp. 1.400.000. Hal tersebut tentunya harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pengguna, apakah membutuhkan future proof 5G atau cukup dengan 4G saja.

Sparks

  • Kedua smartphone memiliki kinerja yang tinggi
  • Refresh rate 90 Hz pada Vivo V21 5G
  • Kamera pada kedua perangkat menghasilkan gambar yang bagus
  • FunTouch 11.1 yang cukup responsif
  • NFC bisa menyalin kartu yang tidak dienkripsi
  • Daya tahan baterai yang cukup panjang
  • Kamera selfie yang tajam

Slacks

  • Speaker masih mono
  • Vivo V21 5G tidak memiliki port audio 3.5 mm
  • Layar tidak memiliki lapisan pelindung
  • Vivo V21 5G masih terkunci 5G-nya

[Review] OPPO Reno6, Kemampuan Kamera Meningkat & Tetap Terjangkau Rp5 Jutaan

Dari awal saya sudah mengikuti rangkaian acara peluncuran smartphone OPPO terbaru, Reno6. Saya pun sempat dibuatnya penasaran, karena OPPO membeberkan fitur kamera baru dan berbagai peningkatan Reno6 secara bertahap, kemudian membahas desain, dan mengungkap spesifikasi lengkap tepat sebelum resmi diluncurkan.

Ya, hampir segala sesuatu yang baru tentang Reno6 telah saya tulis pada beberapa artikel sebelumnya. Meski masih ada banyak lagi hal yang ditawarkan oleh Reno6, tetapi pada artikel review ini saya akan berfokus pada user experience dan hal-hal yang menurut saya penting.

Saya menggunakan Reno6 secara intensif sebagai smartphone kedua, draft kasar review ini juga saya ketik di Reno6. Tugas-tugas dan aktivitas ber-smartphone yang bisa dialihkan, saya kerjakan pada Reno6. Langsung saja, berikut review OPPO Reno6 selengkapnya.

Desain dengan proses Diamond Spectrum & Reno Glow

Awalnya Reno generasi pertama yang dirilis Juni 2019, merupakan smartphone high-end yang dijual Rp8 juta dan merupakan versi hemat dari flagship Reno 10x Zoom. Keduanya punya desain yang khas dengan keunikan mekanisme kamera depan ‘Pivot Rising Camera‘.

Penerusnya, Reno2 tiba pada Oktober 2019 dengan harga dan desain yang sama. Perubahan besar terjadi pada Reno3, posisi perangkat Reno series disesuaikan dan diturunkan levelnya ke kelas menengah guna menggantikan OPPO F series.

Reno3 yang dirilis Maret 2020 dibanderol Rp5,5 juta dengan desain yang lebih simpel tanpa mekanisme pop-up camera diganti dengan notch bergaya waterdrop. Dari titik ini, garis desain perangat Reno series yang baru dikembangkan.

Pada Agustus 2020, OPPO Indonesia merilis Reno4 dengan desain yang jauh lebih kekinian. Untuk pertama kalinya OPPO menggunakan teknik pewarnaan Reno Glow, modul kamera belakangnya di bingkai, dan notch waterdrop digantikan punch hole. Kemudian pada Reno5 yang dirilis Januari 2021, OPPO menerapkan proses Diamond Spectrum untuk memberikan efek warna yang dapat selalu berubah.

Pada Reno6, OPPO meningkatkan lapisan Diamond Spectrum menjadi lima lapisan yang menghasilkan sekitar satu juta kombinasi warna dengan gradasi warna lebih kaya. Sangat jauh dibandingkan 10.000 warna yang dihasilkan oleh Reno5 dengan tiga lapisan. Selain itu, Reno6 hadir dengan warna baru Aurora dan Stellar Black yang mana kali ini keduanya dikemas dengan Reno Glow dengan sentuhan akhir matte.

Saya kedapatan Reno6 Aurora, warna ini memang tampil sangat menawan, bahkan saya enggan memakaikannya case. Sementara pada bagian muka, Reno6 tampil seperti kebanyakan smartphone kelas menengah lain dengan layar datar dan single punch hole di pojok kiri atas.

Reno6 masih berbagi spesifikasi layar yang sama seperti Reno5, menggunakan panel AMOLED 6,4 inci FHD+ dalam rasio 20:9 dengan refresh rate 90Hz dan touch sampling rate 180Hz. Pada dasarnya, kualitas layarnya ini memang sudah bagus dan mencukupi untuk memenuhi banyak keperluan seperti pembuatan konten kreatif, gaming, dan menonton film.

Layarnya juga sudah mengantongi sertifikasi SGS Eye Care Display yang dapat mengurangi efek cahaya biru sehingga layar lebih nyaman di mata terutama pada malam hari. Bagi penggemar film dan acara series, Reno6 mendukung streaming konten HD pada aplikasi Netflix dan Amazon.

Dengan ketebalan hanya 7,8mm dan bobot sekitar 173 gram, Reno6 terasa sangat ramping dan mudah dioperasikan dengan satu tangan. Untuk sistem keamanan biometriknya mengandalkan In-Display Fingerprint Sensor 3.0. 

Kelengkapan atributnya meliputi tombol power di sebelah kanan dan di kiri terdapat tombol volume, serta SIM tray dengan tiga slot yang terdiri dari dua slot nano SIM dan satu microSD. Bagian atas ditemui mikrofon sekunder, sisanya seperti jack audio 3,5mm, mikrofon utama, port USB-C, dan speaker dapat dijumpai di sisi bawah.

AI Quad Camera 64MP + Bokeh Flare Portrait Video

Berdasarkan spesifikasi di atas kertas, konfigurasi kamera depan dan belakang pada Reno6 tampil identik dengan yang dimiliki oleh Reno5. Seperti pendahulunya, OPPO mengadopsi fotografi komputasional untuk meningkatkan kemampuan kameranya.

Reno6 mengusung kamera depan 44MP f/2.4 dan empat unit belakang dengan kamera utama menggunakan sensor Omnivision beresolusi 64MP f/1.7. Bersama kamera sekunder 8MP f/2.2 dengan lensa ultra wide, sisanya masing-masing sebatas 2MP f/2.4 untuk foto mono dan macro. Yang membedakan dengan pendahulunya, Reno6 kini dilengkapi dual LED flash.

Apa kelebihan fotografi komputasional? Teknologi ini memungkinkan produsen smartphone memecahkan batasan perangkat keras dengan memaksimalkan kemampuan algoritma AI. Serta, komputasi yang diproses oleh prosesor khusus seperti ISP.

Sebelumnya Reno5 mengunggulkan fitur AI Mixed Portrait dan AI Highlight Video. Sementara pada Reno6, OPPO tetap mengedepankan Portrait Video Expert dengan menghadirkan fitur baru Bokeh Flare Portrait Video dan meningkatkan AI Highlight Video.

Dengan Bokeh Flare Portrait Video, kita dapat menghasilkan video dengan efek ‘bokeh sinematik’. Skenario terbaiknya ialah malam hari dengan latar belakang gemerlap lampu kota, tetapi mengingat kondisi PPKM, saya hanya mengandalkan lampu jalan saat mencobanya.

Caranya dari aplikasi kamera pilih mode video, lalu klik menu style dan pilih Bokeh Flare Portrait Video. Hasilnya bokehnya memang tampak mengagumkan, bulat dan berpendar-pendar mendekati bokeh yang dicapai menggunakan kamera mirrorless atau DSLR dengan lensa aperture besar.

Ukuran dan kecerahan lampu bokeh juga akan berubah berdasarkan pergerakan kamera dan perubahan kedalaman (jarak). OPPO menggunakan algoritma AI untuk menunjukkan dengan tepat sumber cahaya asli pada latar belakang dan menciptakan titik cahaya bokeh pada berbagai tingkatan kedalaman.

Sementara untuk AI Highlight Video, ketika merekam video dengan cahaya latar belakang yang kuat, algoritma HDR Live yang diaktifkan supaya subjek dan latar belakang bisa terlihat sama jelasnya. Lalu, ketika dalam kondisi pencahayaan redup, giliran algoritma Ultra Night Video yang digunakan.

Kedua fitur ini dapat digunakan pada kamera depan dan kamera utama di belakang, kekurangannya adalah resolusi video yang tersedia hanya sebatas 720p. Bagi pembuat konten video pendek seperti IG Reels mungkin bukan masalah, tetapi bagi YouTuber dengan standar video 1080p mungkin bisa menjadi deal breaker. Untuk perekaman video normal, mendukung 1080p hingga 60fps atau 4K 30fps.

Selain itu, meski fitur-fitur berbasis fotografi komputasional dapat meningkatkan hasil foto dan video secara signifikan. Kreativitas dan teknis fotografi seperti pencahayaan, komposisi, dan sudut pengambilan tetap berpengaruh dominan terhadap hasil akhir. Hasil foto dari Reno6 sebagai berikut:

Performa (Snapdragon 720G)

Dalam hal performa, OPPO masih mempertahankan chipset Qualcomm Snapdragon 720G yang telah dipakai sejak tahun lalu pada dua generasi perangkat Reno sebelumnya yakni Reno4 dan Reno5. OPPO percaya chipset 4G tersebut masih mampu mengakomodasi kebutuhan target penggunanya.

Snapdragon 720G sendiri dirilis pada Januari 2020, SoC ini dibangun pada proses fabrikasi 8nm dan didukung AI Engine generasi ke-5. Dengan CPU octa-core yang terdiri dari 2x Kryo 465 Gold 2.3 GHz, 6x Kryo 465 Silver 1.8 GHz, dan GPU Adreno 618.

Smartphone yang menjalankan ColorOS 11.1 berbasis Android 11 ini didukung RAM 8GB dan penyimpanan internal 128GB dengan fitur Ekspansi RAM. Di mana pengguna dapat mengubah sebagian dari penyimpanan internal menjadi RAM virtual sebanyak 2GB, 3GB, atau 5GB.

Performa Reno6 di dunia nyata sama sekali tidak mengecewakan, aktivitas multitasking, edit video pendek, hingga bermain game diproses dengan lancar. PUBG Mobile pun mendukung grafis HD dengan frame rate high.  Berikut hasil benchmark-nya:

  • Geekbench 5 single-core 566
  • Geekbench 5 multi-core 1706
  • 3DMark Wild Life 1056
  • PCMark Work 3.0 performance 8980

Dengan baterai 4.310 mAh dan pengisian daya cepat 50W, Reno6 dapat diisi hingga 100% dalam 45 menit saja. Juga dilengkapi fitur Super Power Saving Mode dan Super Nighttime Standby untuk memaksimalkan baterai terakhir ketika dibutuhkan.

Verdict

OPPO bukan tidak bisa membawa spesifikasi yang lebih baik, tetapi sangat jelas bahwa OPPO Indonesia memilih untuk mempertahankan harga Reno6 di angka Rp5 jutaan. Imbasnya dari Reno5 yang sudah bagus, Reno6 tidak mengalami pembaruan yang besar alias belum cukup untuk membuat pemilik Reno5 melakukan upgrade.

Sebaliknya bila Anda bukan pengguna Reno5, lain ceritanya. Reno6 memiliki pesona yang memikat bagi kaum muda dan penuh dengan daya tarik seperti desain stylish, layar AMOLED 90Hz, kamera utama 64MP dengan fitur baru Bokeh Flare Portrait Video, dan sebagainya.

Reno6 juga tampil sangat kompetitif di kelas menengah dan chipset 4G Qualcomm Snapdragon 720G masih banyak digunakan oleh para kompetitornya di segmen tersebut. Namun saya pikir, bila OPPO memperbarui Reno6 dengan chipset yang lebih baru – mungkin saja batasan hasil video 720p dari fitur-fitur video berbasis fotografi komputasional bisa ditingkatkan menjadi resolusi 1080p.

Sparks

  • Lapisan Diamond Spectrum lebih banyak, dengan warna baru Aurora dan Stellar Black
  • Bokeh Flare Portrait Video mampu menghasilkan bokeh dengan efek ‘sinematik’
  • Fitur Ekspansi RAM untuk menambah RAM virtual hingga 5GB

Slacks

  • Masih menggunakan layar datar 90Hz
  • Fitur video berbasis fotografi komputasional  hanya tersedia pada resolusi 720p
  • Reno6 berbagi spesifikasi yang sama dengan Reno5

[Review] Samsung Galaxy M62, Smartphone dengan Prosesor Mantan Flagship dan Baterai Jumbo

Seri M dari Samsung sejatinya adalah seri untuk pasar menengah ke bawah, beberapa perangkatnya menjadi pintu masuk sebelum ke ekosistem Samsung seri lainnya. Tapi pada perkembangannya, banyak perangkat Samsung seri A dan seri M yang saling overlapping. Bahkan kini, Seri M menggunakan prosesor seri Note.

Adalah Galaxy M62 yang mencuri perhatian saya ketika diperkenalkan dengan menggunakan prosesor seri Note 10 yaitu Exynos 9825. Ini bukan prosesor terkini memang dan hitungannya termasuk jadul. Tetapi menjadi menarik ketika perangkat seri M menggunakan prosesor yang pernah digunakan seri Note 10.

Secara fisik dan beberapa spesifikasi lainnya, M62 sebenarnya mirip dengan M51 yang sudah dirilis duluan. Perbedaan mencolok hanya dari prosesor saja. Bisa jadi, ketertarikan saya pada Galaxy M62 dikarenakan saya adalah pengguna Galaxy Note 10 Plus, yang merasa bahwa perangkat ini sangat powerfull (pada waktunya) dan bahkan masih bisa diandalkan sampai sekarang, baik untuk kerja, editing (video dan audio), dan hiburan (main game).

Untuk membahas lebih lanjut, mari kita selami pengalaman penggunaan saya atas Galaxy M62.

Desain dan hal-hal terkait

Dari sisi perangkat, ada yang menyamakan M62 ini dengan seri M lain dari Samsung yang telah dirilis duluan yaitu M51. Kesamaan posisi sebagai perangkat baterai jumbo adalah salah satu yang memang mau tidak mau akan menarik kita ke Galaxy M51 jika membicarakan Galaxy M62.

Namun kalau dari sisi desain sebenarnya bisa dibedakan dengan cukup kentara. Misalnya saja dari layout kamera serta eksekusi tampilan belakang yang memberikan perbedaan atau bisa disebut juga penyegaran.

Untuk sisi desain lain memang M62 ya begitu saja, namanya juga perangkat seri M plus fokus utamanya bukan dari sisi penampilan. Meski body-nya yang cukup bongsor (tebal) karena membawa baterai 7000 mAh, tampilan belakang perangkat ini coba dihadirkan lumayan keren dengan efek gradasi warna. Setidaknya itu yang saya dapatkan dari varian yang saya coba.

Untuk layout button dan kelengkapan lain sendiri, M62 menghadirkan semua tombol di sebelah kanan, bagian kiri ada SIM tray, bagian bawah terdapat colokan jack audio dan colokan charger usb type-c dan tentu saja speaker.

Salah satu yang menarik di perangkat ini, button power berfungsi juga sebagai fingerprint jadi letaknya bukan lagi di layar tetapi di bagian kanan ponsel. Samsung menjelaskan bahwa layout fingerprint dan power button ini adalah untuk kenyamanan penggunanya.

Pengalaman menggunakan fingerprint di bagian pinggir ini memang cukup nyaman tetapi, karena jari saya sering berkeringat jadinya fitur ini jarang digunakan karena tidak bisa membaca sidik jari dengan presisi karena agak basah.

Untuk bagian belakang ponsel ada 4 kamera dengan layout kotak serta lampu flash. Dan bagian depan ada kamera depan dengan layout punch hole alias kamera depan letaknya di bagian atas tengah. Ini juga mirip dengan layout Note 10 Plus.

Spesifikasi kamera sendiri adalah macro camera 5MP, ultra wide camera 12MP, depth camera 5MP dan kamera utama 64MP. Untuk kamera depan 32MP. Namun terus terang saya sendiri tertarik dengan smartphone ini bukan karena spesifikasi kameranya, tetapi karena prosesor, baterai dan display atau layarnya.

Selanjutnya untuk tampilan display, M62 hadir dengan lebar akses layar 6.7 inci lalu resolusi 1080 x 2400 (FHD+) dengan teknologi Super Amoled Plus dan kedalaman warna 16M. Dengan layar seperti ini menggunakan perangkat M62 cukup nyaman, meski tanpa pelindung Corning Gorilla Glass, namun pengalaman menyentuh dan menjelajah aplikasi/web dengan layar ini terasa nyaman. Hanya saja memang harus hati-hati karena perlindungan bawahan dari perangkat ini cukup kurang.

Dari sisi desain memang tidak banyak yang bisa dibahas, yah namanya juga perangkat kelas menengah. Meski desain kadang jadi alat jualan tetapi perangkat kelas ini biasanya memang lebih fokus pada penggunaan alias fungsi, alih-alih estetis. Oleh karena itu mari kita masuk ke pembahasan selanjutnya, yaitu tentang pengalaman penggunaan.

Pengalaman penggunaan, termasuk gaming

Kalau mau memulai bahasan tentang pengalaman penggunaan perangkat Galaxy M62 saya akan memilihnya dari pengalaman pemakaian yang berhubungan dengan display. Sebagai perangkat kelas menengah, display dari M62 memang mencuri perhatian sejak pertama kali menggunakannya, baik untuk menjelajah konten di media sosial, menikmati hiburan lewat Youtube atau menjelajah Instagram yang katanya sudah bukan lagi aplikasi berbagi foto.

Menggunakannya untuk produktivitas seperti menjelajah web untuk mendapatkan informasi atau berganti-ganti aplikasi juga nyaman di layar M62. Pengalaman sentuhnya terasa ‘empuk’ meski layar ini tidak dilindungi pelindung kaca. Untuk kecerahan dan warna juga cukup menyenangkan mengingat segmen dari perangkat ini yang memang jauh dari flagship bahkan dari sisi penamaan seri masih di bawah seri A.

Salah satu kekurangan yang sebenarnya bisa dimaklumi yaitu adalah fitur terkait refresh rate. M62 masih membawa refresh rate 60Hz saja. Jika perangkat ini menghadirkan refresh rate sampai dengan 90Hz, menurut saya ini akan bisa jadi perangkat yang patut direkomendasikan. Bayangkan saja baterai jumbo, prosesor mantan flagship dan layar yang menyenangkan untuk digunakan. Tapi tentu saja Samsung punya pertimbahan lain dengan hanya menghadirkan refresh rate yang 60Hz di perangkat M62, bisa jadi harga, bisa jadi agar tidak overlapping dengan perangkat lain.

 

Berbicara tentang baterai. Salah satu daya jual Galaxy M62 ini memang baterai jumbo yaitu 7000mAh. Angka spesifikasi ini yang menyebabkan M62 jadi disejajarkan dengan Galaxy M51 yang memiliki angka kemampuan baterai yang sama. Dengan kemampuan baterai seperti ini tentu saja penggunaan M62 jadi bertahan lama dan menjadikannya layak untuk perangkat hiburan alias menemani kemageran Anda dengan menonton tayangan Netflix atau Youtube.

Perpaduan baterai besar dan display yang menyenangkan di M62 cukup menarik. Meski bisa jadi Anda harus menyiapkan smartphone holder karena perangkat ini cukup berat untuk dipegang terus-menerus jika menonton konten.

Kini kita akan masuk ke pembahasan bermain game dengan menggunakan perangkat Galaxy M62.

Seperti halnya hiburan, pengalaman tampilan layar untuk bermain game di perangkat ini cukup menyenangkan, dukungan prosesor serta memory yang cukup lewat 8GB/256GB juga memberikan dukungan atas pengalaman bermain game yang mulus. Saya mencoba 3 game di perangkat ini, ketiganya FPS dan merupakan game FPS favorit saya. CODM Mobile, Super Mecha Champions (SMC) dan satu lagi adalah game FPS candaan tapi serius Sausage Man.

 

Semua game yang saya coba ini bisa dilibas dengan pengaturan mentok kanan. Pengalaman bermainnya juga tanpa masalah dari sisi performa. Display FHD+ menjadikan nyaman dalam melihat permainan. Dari sisi baterai juga rasanya tidak ada panas yang terlalu berlebihan yang saya rasakan ketika bermain.

Satu kekurangan saat bermain game (juga saat menikmati konten alias penggunaan untuk hiburan) adalah dari sisi suara atau speaker. Galaxy M62 cukup lemah di departemen speaker. Sebenarnya kalau dari sisi suara tidak jelek juga namun karena hanya menyediakan 1 speaker saja tidak stereo maka pengalaman bermain game jadi kurang maksimal. Kadang juga speaker tertutup ketika bermain game FPS. Apalagi dengan ketebalan dari perangkat yang menjadikan genggaman agak sedikit harus lebih solid yang menyebabkan speaker tertutup.

Untuk mengatasi ini salah satu caranya adalah menggunakan earphone eksternal, kabel pun bisa karena M62 menyediakan jack audio. Sayangnya di paket penjualan tidak disertakan earphone bawaan jadi harus membeli tambahan earphone.

Selain baterai, prosesor dan display salah satu spesifikasi yang menurut saya jadi andalan M62 adalah RAM dan ROM yang dihadirkan sudah cukup memberikan ketenangan saat menggunakan yaitu 8GB/256GB. Cukup aman untuk mengunduh aplikasi banyak termasuk berbagai game yang sedang ramai dimainkan dewasa ini.

Pengalaman kamera

Terus terang, saat mencoba perangkat ini saya tidak banyak melakukan test dari sisi kamera. Alasan utamanya adalah, menurut saya perangkat ini bukanlah perangkat untuk fotografi tetapi lebih ke ranah hiburan, produktivitas dan bisa pula untuk gaming.

Dari sisi baterai yang jumbo, layar yang baik, prosesor yang bisa diandalkan M62 cocok untuk produktivitas karena bisa tahan lama, hiburan dengan layar Super Amoled Plus dan untuk gaming dengan dukungan prosesor mantan flagship.

Meski demikian, sisi kamera juga tetap bisa diandalkan, setidaknya untuk kelasnya. Dari sisi spesifikasi ada 4 kamera tapi yang paling utama bisa dibilang dua yaitu kamera utama yang sampai 64MP dan kamera depan 32MP.

Ultra wide yang ada juga cukup untuk kelasnya dengan 12MP. Sedangkan kamera lain seperti macro dan depth adalah pelengkap, masing-masing 5MP.

Uji kamera yang saya lakukan juga tidak terlalu lengkap, hanya mencoba beberapa skenario yang sekiranya biasa dilakukan saat kondisi sedang di rumah saja karena pandemi. Misalnya memfoto tanaman, mainan dan mencoba untuk mode ultra wide.

 

Hasil uji dengan aplikasi

Untuk beberapa hasil uji dengan aplikasi bisa dilihat di-slide berikut ini.

Untuk spesifikasi lengkap dan hasil uji bisa dilihat di beberapa tampilan di bawah ini.

Kesimpulan

Bisa jadi ini masalah preferensi tetapi kalau saya harus memilih perangkat Galaxy M62 dari perangkat di segmennya, maka saya memilihnya karena M62 hadir dengan prosesor yang sama dengan Note 10 +. Tentu saja akan ada perbedaan dari sisi pengalaman penggunaan karena Note adalah seri teratas Samsung sedangkan M adalah seri menengah – bawah. Selain itu prosesor ini memang bukan prosesor paling anyar atau bisa dibilang jadul.

Tetapi untuk seri M menurut saya ini cukup memberikan pilihan yang menarik, prosesor Exynos 9825 lalu RAM dan ROM yang besar 8GB/256GB serta display yang sudah Super Amoled adalah beberapa keunggulan yang ingin ditawarkan perangkat ini, selain tentu saja baterai yang besar yaitu 7000 mAh.

Samsung Galaxy M62 dijual dengan harga 5.999.000 rupiah.

Sparks

  • Prosesor handal
  • Display ciamik
  • Baterai 7000 mAh
  • Ruang penyimpanan cukup besar

Slacks

  • Speaker hanya satu sisi
  • Ketebalan ponsel cukup terlihat
  • Desain biasa saja

[Review] Huawei MateBook X Pro 2021: Tipis, Cantik, dan Kencang

Huawei saat ini sangat dikenal dengan produk smartphone dan juga aksesorisnya. Namun saat ini, Huawei sudah mulai terlihat untuk menunjukkan giginya di Indonesia pada perangkat laptopnya. Tidak tanggung-tanggung, mereka pun telah meluncurkan laptop premium yang bernama Huawei MateBook X Pro yang memiliki desain cantik dan tipis.

Laptop MateBook X Pro yang saya dapatkan memilki warna yang dinamakan Emerald Green. Laptop yang satu ini juga sudah ditenagai dengan prosesor Intel Tiger Lake Generasi ke 11, yaitu Core i7 1165G7. Pada prosesor ini pula, sudah disematkan kartu grafis terintegrasi yang dinamakan Intel Iris Xe yang saat ini masih menjadi grafis bawaan Intel yang paling kencang. Kartu grafis ini akan memberikan tampilan melalui layar MateBook X Pro yang touchscreen.

Huawei juga memberikan kapasitas baterai yang cukup besar pada laptop tipis ini. Huawei menjanjikan baterai dengan daya hidup 10 jam pada kapasitas 56 Wh. Tentunya hal ini akan membuatnya bisa dipakai seharian untuk bekerja di kantor mau pun di rumah.

Spesifikasi lengkap dari Huawei MateBook X Pro yang saya dapatkan adalah sebagai berikut

Prosesor Intel Core i7 1165G7 (4C8T) 2,8 GHz, Turbo 4,7 GHz
GPU Intel Iris Xe
RAM 16 GB LPDDR4 3733 MHz
Storage Toshiba M.2 NVMe PCI-e 1 TB
Layar LTPS 13,9 inci 3000×2000 touchscreen 3:2
WiFi 802.11 ax atau WiFi 6
Bobot 1,33 kg
Sistem operasi Windows 10 64 Bit
Dimensi 304 x 217 x 14,6 mm
Baterai 4 cell 56 Wh

Spesifikasi dari CPU-Z dan GPU-Z bisa dilihat dari gambar berikut ini:

Spesifikasi seperti ini tentu saja cocok untuk digunakan oleh para pebisnis dan juga pembuat konten. Dengan kinerja yang kencang, pelaku bisnis UMKM juga bisa menggunakannya untuk berbagai kegiatan yang bisa meningkatkan kinerja usahanya. Lalu sekencang apa laptop yang satu ini?

Charger

Charger yang diberikan pada perangkat yang satu ini memang cukup menyenangkan. Perangkat ini menggunakan charger USB-C to USB-C dengan daya 65 watt. Uniknya, MateBook X Pro juga bisa diisi baterainya dengan menggunakan sebuah charger smartphone yang menggunakan USB-C.

Desain

Mungkin konsumen akan bosan dengan warna hitam atau perak saat membeli sebuah laptop. Hal tersebut mungkin berbeda dengan MateBook X Pro yang sudah menggunakan badan dari aluminium ini. Dengan warna hijau zamrud, laptop yang satu ini memang terasa kokoh. Selain itu, desainnya juga membuat perangkat ini tidak mudah kotor dari bekas sidik jari.

Layar yang digunakan pada Huawei MateBook X Pro adalah jenis LTPS dengan model glossy. Resolusinya adalah 3000×2000 dengan dimensi 13,9 inci dan rasio 3:2. Layarnya sendiri sangat nyaman digunakan untuk menonton video dengan resolusi full HD dan mudah dioperasikan karena mendukung sentuhan (touchscreen). Bingkai tipis pada bagian atas, kanan dan kirinya juga membuat laptop yang satu ini menjadi lebih cantik.

Berbicara mengenai bingkai tipis, maka akan berdampak pada penempatan webcam. Untungnya, Huawei cukup cerdas dengan menaruh kameranya di antara tombol F6 dan F7. Keyboard-nya sendiri juga cukup nyaman dengan respon sentuhan yang pendek. Desain antar tombol juga cukup dekat sehingga nyaman dipakai untuk mengetik.

Untuk touchpad, Huawei menggunakan bahan kaca yang kuat. Huawei menamakannya sebagai Free Touch, yang akan mengenali respon klik di mana pun pada area touchpad-nya. Sensitivitas klik pada Free Touch juga bisa diatur pada aplikasi bawaannya. Karena dimensinya yang cukup besar, kadang cukup mengganggu saat mengetik pada Huawei MateBook X Pro.

Dengan desain yang tipis, tidak banyak port yang disediakan oleh Huawei pada MateBook X Pro-nya. Pada sisi sebelah kiri hanya akan ditemukan audio 3.5 mm serta dua buah port USB-C. Untuk sisi sebelah kanannya hanya ditemukan sebuah port USB 3.2 saja. Jadi, pengguna harus membeli sebuah external reader jika ingin membaca kartu microSD atau SD.

Pengujian

Laptop tipis ini menggunakan prosesor Core i7-1165G7 atau sering dikenal dengan Tiger Lake dan memiliki kartu grafis terintegrasi yang bernama Iris Xe. Iris Xe yang digunakan pada Core i7-1165G7 ini sendiri memiliki 96 Execution Unit yang membuatnya kencang. Prosesornya sendiri memiliki 4 core dengan 8 threads dengan kecepatan 2,8 GHz yang beroperasi pada TDP 12 watt hingga 28 watt. Tiger Lake sendiri sudah menggunakan litografi 10 nm SuperFin.

Untuk membandingkan kinerjanya, saya memasangkan prosesor Intel Core i7 1185G7 dan juga AMD Ryzen 4700U. Semua itu untuk mengetahui seberapa kencang laptop Huawei MateBook X Pro 2021 ini. Benchmark-nya juga terbagi atas dua jenis, produktivitas dan juga grafis untuk gaming.

Berikut adalah benchmark grafis yang bisa dijadikan tolok ukur untuk bermain game serta beberapa aplikasi yang menggunakan hardware acceleration

Dengan nilai yang didapat, Intel Iris Xe akan bisa menjalankan hampir semua game dengan setting rendah sampai medium. Selain itu, kecepatan seperti ini juga bisa membuat beberapa aplikasi yang menggunakan hardware acceleration seperti Photoshop dan Office terbantu kinerjanya.

Untuk produktivitas sendiri, saya sudah mencobanya pada beberapa software benchmarking. Laptop seperti Huawei MateBook X Pro juga sering kali digunakan untuk melakukan editing video dan gambar. Tentunya, pembuatan konten tidak luput dari kebutuhan akan kinerja prosesor dan GPU. Berikut adalah hasilnya.

Kinerja dari laptop Huawei MateBook X Pro yang menggunakan Intel Core i7-1165G7 memang terbukti kencang.  Hal ini cukup membuktikan bahwa Huawei MateBook X Pro cocok untuk digunakan dalam bekerja menggunakan software Office mau pun membuat konten video. Para pelaku UMKM juga cocok untuk menggunakan perangkat yang satu ini dan akan terbantu pekerjaannya karena kinerja yang dihasilkan laptop ini.

Baterai

DailySocial menguji laptop yang satu ini berdasarkan berapa lama sebuah perangkat bisa menonton file video 1080p dengan container file MP4. Perlu diketahui bahwa tidak satu tes baterai pun yang mampu memberikan hasil yang sama dengan penggunaan sehari-hari. Hanya saja, sebuah riset pernah dilakukan untuk mengukur pemakaian sebuah laptop.

Hasilnya, untuk nonton video, laptop yang satu ini ternyata bisa bertahan selama 10 jam 11 menit. Tentu saja saat digunakan dalam menggunakan Office ringan, hasilnya bisa jadi lebih lama. Tetapi jika digunakan untuk melakukan rendering video dan bermain game, sepertinya akan lebih cepat habis.

Yang saya cukup suka dari laptop ini adalah kemampuannya untuk diisi ulang dengan sebuah charger smartphone. Asalkan memiliki kabel USB-C, laptop ini bisa diisi baterainya walaupun hanya dengan daya 10 watt saja. Jika terdesak, gunakan saja charger smartphone yang ada. Bahkan, laptop ini juga bisa diisi baterainya dengan menggunakan sebuah powerbank.

Verdict

Untuk memilih sebuah laptop yang dapat digunakan oleh para pebisnis, pelaku UMKM, dan pembuat konten memang cukup sulit karena terlalu banyak pilihan. Apalagi, saat ini sebagian laptop yang ditujukan pada pangsa pasar tersebut memiliki dimensi yang cukup ramping. Namun, laptop yang disajikan oleh Huawei dengan MateBook X Pro-nya patut dipertimbangkan sebagai salah satu pilihan.

Dengan menggunakan Core i7 1165G7, kinerja dari laptop yang satu ini memang tidak perlu dipertanyakan lagi. Saat menggunakannya, saya tidak menemukan masalah panas walaupun prosesornya masih menggunakan pabrikasi 10 nm. Oleh karena itu, penggunaan untuk pembuatan konten akan lebih nyaman karena akan selesai dengan cepat dan tanpa panas. Selain itu, laptop ini juga masih bisa digunakan untuk bermain game.

Laptop ini memiliki daya tahan baterai yang cukup baik dan dapat mencapai sekitar 10 jam pada pengujian yang saya lakukan. Namun jika ingin menggunakannya dan tidak membawa charger, gunakan saja charger smartphone. Jika charger smartphone tidak ada, sebuah powerbank juga mampu mengisi baterai laptop ini. Jadi, Anda tidak lagi perlu bersusah payah mencari sebuah stop kontak.

Huawei menjual MateBook X Pro dengan harga Rp. 30.999.000 melalui beberapa jalur distribusinya. Harga tersebut memang tergolong mahal untuk sebuah laptop yang menggunakan Core i7-1165G7 tanpa discrete GPU. Namun pada harga tersebut, Anda bisa mendapatkan laptop dengan rasio 3:2 yang akan sangat jarang ditemukan di pasaran.

Sparks

  • Kinerja kencang dengan Intel Core i7-1165G7
  • Daya tahan baterai yang mencapai 10 jam
  • Menggunakan layar sentuh dengan warna akurat
  • Pengisian baterai menggunakan USB-C dan bisa dengan berbagai macam charger
  • Badan yang ramping dan juga ringan

Slacks

  • Harga jualnya mahal, hampir 31 juta untuk Core i7-1165G7
  • Walaupun pintar, webcam pada bagian bawah akan terlihat aneh pada layar
  • Tanpa card reader dan Kensington Lock

[Review] OASE Horizon W1: Smartwatch Murah dengan Temperatur dan Tekanan Darah

Akhir-akhir ini, banyak produsen smartwatch berlomba untuk menghadirkan produknya di pasaran. Semuanya tentu memiliki fitur-fitur kesehatan yang sudah menjadi sebuah standar, seperti pengukuran detak jantung serta kadar oksigen dalam darah. Namun, anggota keluarga dari BBK asal Tiongkok yang satu ini mengeluarkan produk yang menawarkan fitur berbeda. Nama dari smartwatch tersebut adalah OASE Horizon W1.

OASE pada jam tangan pintar Horizon W1 menawarkan dua fitur yang saat ini belum tentu dapat ditemukan pada smartwatch merek lain. Yang pertama adalah fitur pendeteksi temperatur tubuh, di mana sangat dibutuhkan pada pandemi COVID saat ini. Yang kedua adalah fitur tekanan darah yang saat ini hanya ditemukan pada jam tangan dengan harga yang mahal. Untuk detak jantung serta SpO2, tentu saja sudah tersedia pada perangkat yang satu ini.

Spesifikasi dari OASE Horizon W1 adalah sebagai berikut

SoC RTL8762CK
CPU ARM Cortex M4
Layar 1.28 inci OLED 240×240 LCD Tempered Glass
Baterai 160 mAh
Konektivitas Bluetooth 5
Sertifikasi IP 67
Dimensi 44 x 44 x 12 mm
Bobot 25 gram
Bahan Strap Silicon TPU

Kapasitas baterai yang dibawa oleh smartwatch yang satu ini memang terlihat kecil, hanya 160mAh saja. Namun, smartwatch yang satu ini bisa bertahan selama 7 hari jika digunakan setiap hari. Saat standby, jam tangan ini bisa bertahan hingga 15 hari.

Charger

Pada paket penjualannya, akan didapatkan sebuah kabel pengisi daya. OASE menggunakan model magnetik, sehingga pengguna tidak akan terbalik saat mengisi daya.

Desain

OASE memilih untuk menggunakan desain bundar pada Horizon W1 smartwatch. Desain seperti ini memang menyerupai jam tangan pada umumnya. Untuk model yang satu ini, OASE hanya menyediakan dalam warna hitam, sesuai dengan yang saya dapatkan.

Jam tangan yang satu ini menggunakan layar dengan dimensi 1,28 inci dengan resolusi 240 x 240 piksel. Walaupun bukan terbuat dari Gorilla Glass atau Sapphire, layarnya sendiri sudah menggunakan kaca dengan bahan tempered glass. Namun, ada baiknya untuk menambah perlindungan tambahan karena tempered glass sendiri juga akan tergores pada saat terkena pasir dan debu.

Pada sisi sebelah kanan dari OASE Horizon W1, terdapat dua buah tombol. Yang bagian atas merupakan tombol daya serta untuk menyalakan dan mematikan layarnya dan juga sebagai tombol back. Tombol yang bawah dibuat khusus untuk fungsi-fungsi olah raga. Menu pada smartwatch ini dapat dilihat saat menggeser layarnya ke kanan atau ke kiri. Saat menggeser ke atas akan ditemukan layar notifikasi dan sebaliknya saat digeser ke bawah akan ditemukan layar quick setting.

Pada sisi bagian bawah, OASE menempatkan beberapa sensor untuk melakukan pemindaian kesehatan. Sensor-sensor tersebut seperti three axis acceleration untuk melakukan pemindaian terhadap detak jantung. Selain itu, OASE juga menaruh sensor thermometer di samping sensor pemindai detak jantung tersebut.

Strap pada jam tangan pintar ini juga bisa diganti, sehingga pengguna tidak bosan saat menggunakannya. Mengganti strap-nya juga cukup mudah, tinggal menggeser pin yang berada pada ujungnya sampai terlepas. Pengguna juga bisa menggunakan strap standar yang dijual pada toko-toko jam tangan.

Untuk menyambungkan OASE Horizon W1 ke smartphone tentu memerlukan aplikasi khusus yang bernama Glory Fit. Aplikasi ini juga bakal melakukan update firmware saat ada pembaruan-pembaruan serta bug fix. Berbagai macam koleksi watch face, serta setting lainnya juga akan ditemukan pada aplikasi yang satu ini. Dan tentunya, semua data yang tertangkap pada jam tangan ini juga akan disimpan pada Glory Fit.

Pengalaman Menggunakan

Jam tangan yang satu ini menggunakan model bundar, yang kebetulan saya sukai. Oleh karena itu, selama 2-3 minggu ini, saya selalu menggunakan OASE Horizon W1 saat pergi berbelanja dan juga saat melakukan vaksinasi COVID-19. Hal tersebut tentu saja untuk memuaskan keinginan saya dalam menguji keakuratan dari setiap fiturnya.

Perangkat Horizon W1 saya nyalakan sekitar 3-4 minggu sebelum artikel review ini saya publish. Tentunya sesuai Standard Operating Procedure yang saya tetapkan, jam tangan ini saya isi sampai 100% terlebih dahulu agar bisa melakukan pengujian dengan baterai secara penuh. Satu hal yang cukup membuat saya was-was adalah kabel charger dari jam tangan pintar ini sepertinya cukup tipis. Jadi, berhati-hatilah menarik kabel ini saat tertancap ke USB ataupun tersangkut.

Saya juga langsung melakukan instalasi aplikasi yang bernama Glory Fit. Aplikasi yang satu ini bisa dengan mudah ditemukan pada toko aplikasi Google Play. Saat aplikasi ini dinyalakan, ternyata sudah terdeteksi firmware baru. Tentu saja saya langsung melakukan download dan memasang firmware yang paling baru tersebut.

Pada Glory Fit juga tersedia beberapa watch face yang bisa langsung dipasang pada jam tangan pintar Horizon W1. Selain itu, semua pengaturan seperti notifikasi juga bisa diatur langsung pada setting-nya. Namun ada sebuah fitur yang tersembunyi, yaitu kamera. Jam tangan ini bisa menjadi shutter dari kamera bawaan Glory Fit saja dan bukan kamera bawaan smartphone.

Pertama yang saya lakukan saat semua sudah terpasang adalah menguji notifikasinya. Terus terang, Glory Fit memang menjadi cukup rumit bagi pengguna awam untuk melakukan setting notifikasi dan permission. Selain itu, sayangnya tidak semua aplikasi bisa di push notifikasinya. Salah satu aplikasi messenger yang tidak bisa di push adalah Telegram.

Untuk Whatsapp sendiri, pengguna bisa langsung memilihnya pada daftar aplikasi yang sudah ada. Notifikasi termasuk pesan teks dan panggilan Whatsapp bisa diterima dengan baik pada jam tangan pintar tersebut. Sayang memang, karena saya juga pengguna Telegram, setiap kali ada panggilan suara dan video dari aplikasi tersebut tidak akan muncul notifikasinya pada Horizon W1.

Jam tangan pintar ini memiliki kemampuan untuk mendeteksi detak jantung serta SpO2. Sepertinya dua fungsi ini sudah menjadi sebuah standar untuk jam tangan pintar yang dipasarkan. Saya mencoba membandingkan kedua fitur ini dengan jam tangan pintar lainnya, hasilnya sangat mirip. Tentu saja hal ini membuatnya menjadi bisa diandalkan.

Selanjutnya adalah fungsi pendeteksi temperatur serta tekanan darah. Sensor temperatur yang ada di bagian bawahnya dapat melakukan pendeteksian suhu dengan cukup akurat. Saat saya menggunakan thermometer anak, hasil dari suhunya hanya berbeda sekitar 0,2 derajat celcius saja. Tentunya rentang suhu seperti ini masih bisa ditolerir.

Sampai pada saat saya mencoba fungsi tekanan darahnya. Setiap kali melakukan pengujian, jam tangan ini sepertinya hanya mendeteksi tekanan sekitar 120/80 saja. Saya pun membandingkan tekanan darah saya dari perangkat yang satu ini beberapa kali dengan beberapa orang dan hasilnya memang cukup jauh. Jadi, satu-satunya hasil yang kurang bisa dijadikan ukuran pada jam tangan ini adalah pengukur tekanan darahnya.

Walaupun hasilnya ada yang akurat dan tidak, namun sudah umum bahwa alat pengukur yang ada tidak bisa dijadikan patokan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, sangat disarankan langsung mengunjungi fasilitas kesehatan. Apalagi, fitur tekanan darah yang ada pada jam tangan ini akan selalu menghasilkan nilai yang bagus, sekitar 120/80 sampai 127/84 pada setiap kali pengujian.

Jam tangan pintar ini juga sudah memiliki 24 mode olah raga. Jadi dengan menggunakan jam tangan pintar ini, banyak jenis olah raga yang sering dilakukan sudah bisa terdeteksi dengan baik. Semuanya bakal tersinkronisasi pada aplikasi Glory Fit. Jam tangan ini juga bakal menghitung langkah dengan animasi tersendiri.

OASE mengklaim bahwa perangkat ini bisa bertahan hingga 7 hari pemakaian dengan 15 hari standby. Akan tetapi, berbeda dengan yang saya alami karena memang tidak digunakan setiap harinya. Setelah hampir sebulan menggunakan jam tangan pintar ini, saya baru mengisi baterainya selama dua kali untuk pemakaian sekitar 10-11 hari.

Menggunakan chipset buatan RealTek dengan RTL8762CK mungkin membuat jam tangan ini menggunakan daya yang rendah. Namun dengan prosesor Cortex M4 yang memiliki clock 40 MHz ini membuat beberapa kali animasi terasa lag. Walaupun begitu, hal tersebut tidak lah terlalu mengganggu.

Verdict

Saat ini, sebuah jam tangan pintar harus memiliki sebuah fitur yang membedakannya dengan merek lain. Setidaknya, itulah yang ditawarkan oleh smartwatch OASE Horizon W1 yang memiliki fitur berbeda dengan kebanyakan jam tangan pintar di pasar Indonesia. Dengan fitur yang lebih lengkap, OASE ternyata tidak menjualnya dengan harga yang kelewat mahal.

Jam tangan pintar ini memiliki kinerja yang cukup baik selama saya gunakan. Walaupun sedikit menemukan lag pada animasi layarnya, namun semua fitur dapat dijalankan tanpa masalah sama sekali. Baterai yang digunakan juga membuatnya tidak harus diisi ulang setiap hari yang tentu saja membuat orang kesal saat lupa mengisinya.

Fitur yang ditawarkan juga membuat penggunanya bisa terbantu dengan data-data kesehatan. Di masa pandemi COVID seperti saat ini, pengukuran detak jantung dan SpO2 sudah pasti diperlukan. Apalagi ditambah dengan sensor temperatur yang bisa membuat penggunanya selalu terinformasikan apakah sedang demam atau tidak. Sayangnya, pengukur tekanan darah pada jam tangan pintar ini tidak akurat.

OASE Horizon W1 dijual dengan harga yang cukup murah, yaitu Rp. 699.000 saja. Dengan harga yang murah ini, konsumen tidak hanya mendapatkan alat penunjuk waktu saja tetapi juga mendapatkan alat-alat bantu kesehatan. Hal tersebut juga membuatnya cocok sebagai pengganti produk smartband yang saat ini dijual dengan harga yang kurang lebih sama.

Sparks

  • Cukup responsif
  • Fitur yang lengkap seperti temperatur suhu tubuh dan SpO2
  • Daya tahan baterai yang cukup baik, bisa semingguan
  • Strap bisa diganti dengan mudah
  • Harganya murah dengan fiturnya yang lengkap

Slacks

  • Masih terdapat lag animasi
  • Pengukur tekanan darah tidak akurat
  • Notifikasi terbatas pada aplikasi-aplikasi tertentu