Startup Genomik Mesh Bio Terima Pendanaan Seri A Rp55 Miliar Dipimpin East Ventures

Startup deep tech di bidang kesehatan berbasis di Singapura Mesh Bio mengumumkan telah meraih pendanaan seri A sebesar $3,5 juta (sekitar Rp55,3 miliar) dipimpin oleh East Ventures. Elev8, Seeds Capital, dan beberapa investor lainnya turut serta dalam putaran tersebut.

Sebelumnya East Ventures juga menyuntikkan sejumlah dana dengan nominal dirahasiakan untuk Mesh Bio pada Oktober 2023. Putaran pendanaan sebelumnya mencakup putaran pendanaan awal sebesar $1,8 juta pada Oktober 2021. Perusahaan didirikan pada 2018 oleh Andrew Wu (Co-Founder dan CEO) dan Arsen Batagov (Co-Founder dan CTO).

Mesh Bio akan menggunakan dana segar ini untuk menawarkan teknologi digital twin atau kembar digital kepada para penyedia layanan kesehatan, serta memperluas penerapan solusi ini di Hong Kong dan Asia Tenggara, terutama di Indonesia dan Filipina.

Di Filipina, perusahaan telah mendapatkan persetujuan peraturan dan melakukan uji coba penerapan salah satu teknologi digital twin mereka dengan sistem kesehatan masyarakat di Singapura yang menandakan peluang besar dalam meningkatkan hasil kesehatan pasien dengan penyakit kronis.

Pada bulan Oktober 2023, Mesh Bio menerima persetujuan dari Otoritas Ilmu Kesehatan Singapura (Health Sciences Authority/HSA) untuk memasarkan HealthVector® Diabetes sebagai perangkat lunak dari alat medis. HealthVector® Diabetes saat ini dalam tahap uji coba implementasi di beberapa rumah sakit, antara lain: Singapore General Hospital (SGH), Tan Tock Seng Hospital (TTSH), serta beberapa poliklinik terpilih untuk potensi penerapan klinis.

“Kami senang mengumumkan penutupan pendanaan seri A Mesh Bio. Langkah penting ini memberdayakan kami untuk memperluas solusi kesehatan digital untuk manajemen penyakit kronis di Asia Tenggara,” kata Co-Founder dan CEO Mesh Bio Andrew Wu dalam keterangan resmi, Selasa (30/1).

Produk Mesh Bio

Visualisasi dari teknologi digital twin Mesh Bio

Wu melanjutkan, Asia Tenggara punya banyak kebutuhan layanan kesehatan yang belum terpenuhi, dan fokus Mesh Bio adalah mengatasi kesenjangan ini secara efektif.

Tingginya prevalensi penyakit kronis, mulai dari diabetes hingga penyakit jantung di Asia Tenggara telah mendorong lebih banyak dokter umum yang kurang memiliki pelatihan spesialis di bidang endokrinologi untuk menangani pasien dengan penyakit kronis.

Mesh Bio memberikan solusi digital mutakhir untuk membantu penyedia layanan kesehatan dalam manajemen pasien. Solusi Mesh Bio memberikan data pasien dan analisis prediktif yang membekali para dokter dengan informasi dan diagnosis tentang pasien mereka dan penyakit yang mereka derita.

Salah satu produknya adalah DARA® Health Intelligence Platform, memungkinkan pemberian layanan berbasis data sehingga meningkatkan keterlibatan pasien dan kesehatan. Berdasarkan data tersebut, DARA menyediakan analisis prediktif untuk mengidentifikasi pasien yang memiliki risiko penyakit kronis sehingga mereka bisa mendapatkan diagnosis dan pengobatan lebih dini.

Selain itu, platform tersebut juga memungkinkan para dokter untuk mendapatkan dan memanfaatkan pengetahuan dari komunitas praktisi kesehatan global yang sesuai dengan praktik dan pedoman klinis terbaik, serta penilaian pasien secara holistik.

Disebutkan DARA telah digunakan oleh lebih dari 120 pusat kesehatan di Singapura, Malaysia, dan Indonesia untuk pemeriksaan kesehatan preventif. Tak hanya itu, Mesh Bio telah memperluas platform untuk manajemen penyakit kronis melalui HealthVector® Diabetes.

“Kami senang untuk terus mendukung Mesh Bio. Dalam lanskap layanan kesehatan yang berkembang pesat saat ini, Mesh Bio hadir dengan menawarkan teknologi terdepannya yang dirancang untuk merevolusi perawatan pasien. Pendekatan inovatif mereka dalam memanfaatkan analisis prediktif merupakan terobosan baru, memungkinkan layanan kesehatan yang lebih personal dan preventif. Kami menantikan kolaborasi lebih lanjut dalam mentransformasikan sistem layanan kesehatan di Asia Tenggara dan sekitarnya,” kata Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Menilik Pendekatan SEEDS Capital Lakukan Co-Investasi ke Startup Berdampak

Laporan Intellecap bertajuk “Impact Investing in Southeast Asia 2020-2022” merangkum aktivitas investasi ke sektor berdampak di kawasan tersebut. Dari data yang dihimpun, nilai investasi yang berhasil dibukukan sebagai berikut:

Jenis Investor Nilai Investasi Jumlah Transaksi Jumlah Investor Aktif
Private Impact Investors (PII) $625 juta 226 66
Development Finance Institutions (DFI) $6,04 miliar 147 11
DFI x PII $197,5 juta 6 n/a

Untuk PII, nilai pendanaan terbesar diberikan kepada sektor keuangan, sementara transaksi terbanyak ada di sektor teknologi informasi. Lalu untuk DFI, mayoritas disalurkan ke sektor keuangan — termasuk beberapa di dalamnya fintech yang beroperasi di Indonesia.

Investasi berdampak ditujukan tidak hanya membantu suatu bisnis untuk terakselerasi, namun juga memberikan dampak sosial seluas-luasnya untuk segmen pasar yang ditargetkan.

Sejumlah startup di Indonesia telah menerima investasi ini –salah satunya dari lembaga seperti International Finance Corporation—memberikan dukungan pendanaan (dalam bentuk ekuitas dan debt) kepada GoTo (ride hailing dan e-commerce), Amartha (fintech lending), AnterAja (logistik), Evermos (social commerce), Kitabisa (crowdfunding), dan PasarPolis (insurtech).

Melihat dampak positif yang terus digapai, pendanaan di bisnis berdampak terus diperluas melalui unit investasi yang lebih beragam. Salah satunya SEEDS Capital, salah satu lengan ventura di bawah Enterprise Singapore (bagian dari inisiatif Kementerian Perdagangan dan Perindustrian Singapura).

DailySocial.id berkesempatan berbincang secara virtual dengan General Manager SEEDS Capital Kaixin Tan, membahas bagaimana hipotesis yang mendasari para pemodal ventura di sektor berdampak.

Hipotesis investasi

General Manager SEEDS Capital Tan Kaixin / SEEDS
General Manager SEEDS Capital Tan Kaixin / SEEDS

Mengawali perbincangan, Tan mengatakan bahwa mandat SEEDS Capital adalah mendorong investasi cerdas ke dalam startup inovatif (berbasis) di Singapura yang memiliki konten intelektual kuat dan potensi menembus pasar global. Pendekatan utamanya  dengan melakukan co-investment dengan VC dan CVC di kawasan regional.

“Dengan memberikan leverage investasi dan mengambil risiko bersama private investor, kami menyediakan modal yang dibutuhkan startup untuk menutup putaran awal mereka dan melanjutkan pertumbuhan mereka. Kami cenderung berinvestasi lebih awal pada putaran seed sampai seri A, ketika startup masih melakukan penelitian dan pengembangan atau dalam tahap komersialisasi awal,” ujar Tan.

Berikut ini sejumlah startup portofolio SEEDS yang saat ini punya kehadiran di Indonesia dan/atau turut diinvestasi oleh pemodal ventura yang punya basis di Indonesia:

Startup Sektor Co-Investor (basis Indonesia)
6Estates AI GDP Venture
Aevice Health Healthtech East Ventures
AMILI Biotech East Ventures
CROWDO Fintech Gobi Partners
Ematic Solution Martech AC Ventures
ION Mobility Electric Vehicle GDP Venture
Mesh Bio Biotech East Ventures
Style Theory Fashion Alpha JWC Ventures
Workmate Job Marketplace AC Ventures
Zenyum Healthtech TNB Aura
ZUZU Hospitality Hospitality AC Ventures, Alpha JWC Ventures

Tan melanjutkan, “Kami exit bersama mitra investor ketika ada peluang yang sesuai. Namun, kami juga dapat bertindak sebagai pemodal yang lebih ‘sabar’ jika beberapa startup memerlukan periode pengembangan yang lebih lama untuk mengomersialkan teknologi tersebut,” ujar Tan.

Lebih dari 40 Mitra investasi

Saat ini SEEDS telah bekerja sama dengan lebih dari 40 mitra VC di seluruh vertikal bisnis yang menjadi domain investasi. Ada lebih dari 150 startup yang telah diinvestasi, yang telah melayani pasar di Singapura dan sejumlah negara Asia Tenggara lainnya. Beberapa startup seperti ION Mobility dan CROWDO memiliki fokus di pasar Indonesia dalam debutnya — kendati mereka memiliki kantor pusat di Singapura.

“Kami bekerja sama dengan mitra investasi yang kami yakini mampu menambah nilai strategis yang kuat bagi startup, tidak hanya dalam hal pendanaan, namun juga mampu membantu startup untuk berkembang dengan pengalaman, keahlian, dan jaringan mereka di pasar-pasar utama yang diminati,” imbuh Tan.

Ia mencontohkan, kemitraan SEEDS dengan Real Tech Holdings (RTH), sebuah VC deep tech asal Jepang, memungkinkan startup mereka memanfaatkan jaringan RTH yang luas di Negeri Sakura, termasuk melalui perusahaan dan LP mereka. Secara khusus, RTH membantu startup deep tech portofolio SEEDS mengakses pasar Jepang melalui kemitraan strategis atau proyek percontohan.

Di bidang perawatan kesehatan, SEEDS bermitra dengan Coronet Ventures, sebuah lengan investasi Cedars-Sinai Medical Centre, salah satu grup rumah sakit swasta terkemuka di Amerika Serikat. Kemitraan ini memungkinkan portofolio mereka memanfaatkan sumber daya klinis pusat medis tersebut. seperti paparan infrastruktur penelitian dan sumber daya uji klinis.

“Kemitraan ini juga akan memungkinkan para startup untuk mendapatkan manfaat dari peluang mentoring dari para dokter, peneliti, dan pengusaha layanan kesehatan global terkemuka lainnya,” kata Tan.

Porsi lebih untuk deep tech

Investasi ke sektor deep tech memang tengah menggeliat di dunia. Menurut laporan BCG, tahun ini sekitar 20% dana VC diinvestasikan ke sektor ini. Secara total, pada H1 2023 sekurangnya $40 miliar telah disalurkan ke startup deep tech global.

Dalam 5 tahun terakhir, SEEDS banyak berinvestasi ke startup deep tech khususnya bidang biotech, climate-tech, dan manufaktur tingkat lanjut. Menurut Tan, hal ini disebabkan oleh semakin matanya ekosistem deep tech di kawasan ini, termasuk dari sisi talenta, program akselerator, hingga investor yang masuk ke segmen ini. “Dan tentunya adanya peningkatan pengusaha ‘bilingual’ yang mampu memadukan kemampuan ilmiah yang kuat dengan pola pikir komersial dalam mendirikan usaha tersebut,” ujarnya.

Tan melanjutkan, “Yang lebih penting lagi, pendorong terbesarnya adalah permintaan akan solusi dan teknologi terobosan yang dapat memenuhi sebagian kebutuhan Asia Tenggara dalam melayani kebutuhan penduduknya, seperti layanan kesehatan dan urbanisasi.”

Dicontohkan SEEDS telah berinvestasi ke AMILI, sebuah startup mikrobioma usus presisi, yang melakukan studi untuk memahami kekhususan mikrobioma usus Asia guna menemukan wawasan dan mengembangkan intervensi kesehatan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan populasi Asia. Tahun ini investor East Ventures turut mendanai startup tersebut.

Portofolio lainnya adalah Transcelestial, startup komunikasi laser nirkabel, bekerja sama dengan perusahaan telekomunikasi, ISP, dan mitra perusahaan untuk menerapkan sistem Centauri. Sistem tersebut menyediakan konektivitas 4G di rumah dan kantor secara lebih baik tanpa kabel bawah tanah atau perangkat berbasis frekuensi radio yang memerlukan investasi infrastruktur mahal.

Bawa startup go-global

Ketika berinvestasi, SEEDS juga melihat potensi calon portofolionya untuk bisa berkembang secara global. Tan mengatakan bahwa Asia Tenggara saat ini menjadi bagian penting dari rencana pertumbuhan banyak perusahaan dalam portofolio mereka, mengingat kelas menengah yang berkembang pesat dan permintaan solusi atau produk yang lebih efektif, terjangkau, atau berkelanjutan.

Selain ION Mobility di Indonesia, beberapa startup lain yang pesat di luar Singapura adalah layanan agritech Singrow di Malaysia dan Thailand.

Sebagai bagian dari agensi pemerintah dalam mendukung pengembangan usaha, SEEDS ingin membawa nilai tambah dari jaringan yang dimiliki Enterprise Singapore yang saat ini telah memiliki 37 kantor global termasuk di negara-negara besar di Asia Tenggara. Enterprise Singapore sendiri juga punya mandat untuk menjembatani antara startup dengan investor, mitra, dan pangsa pasar di jaringannya.

“Inisiatif kunci lainnya adalah program Global Innovation Alliance (GIA) yang dijalankan Enterprise Singapore di pusat-pusat inovasi kunci, termasuk 4 kota di Asia Tenggara. Program akselerator GIA bertujuan mempercepat masuknya startup ke pasar dengan bantuan mitra lokal seperti Plug and Play (Jakarta & Manila), Quest Ventures (Ho Chi Minh City), dan RISE (Bangkok),” jelas Tan.

Menutup perbincangan Tan menyampaikan, walaupun fokus utama SEEDS berinvestasi ke startup berbasis di Singapura dengan aktivitas inti di sana (kantor pusat, R&D, dan manufaktur), namun bisa dipastikan para pendiri datang dari berbagai negara dan latar belakang. “Kami menyambut startup dari Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya untuk mendirikan basis di Singapura dan bekerja sama dengan kami,” tutupnya.

ION Mobility Dapat Pendanaan Awal, Tahun Depan akan Luncurkan Sepeda Motor Listrik Pintar di Indonesia

ION Mobility hari ini (16/10) umumkan perolehan pendanaan awal senilai $3,3 juta atau setara 48,6 miliar Rupiah. Adapun investor yang masuk dalam putaran ini meliputi Monk’s Hill Ventures, TNB Aura, Village Global, 500 Startup (melalui fund 500 Durians), AngelCentral, kipleX, dan Seeds Capital.

Pada dasarnya ION Mobility adalah perusahaan pengembang motor elektrik pintar. Pintar di sini karena mereka turut tanamkan perangkat lunak kecerdasan buatan untuk beberapa tugas, seperti penghematan daya dan kemudahan penggunaan. Perusahaan ini berbasis di Singapura, Shenzhen (Tiongkok), dan Jakarta.

Co-Founder & CEO ION Mobility James Chan mengatakan, produknya menargetkan pasar di Asia Tenggara. “Belum ada merek kendaraan elektrik yang unggul di Asia Tenggara [..] Kami berkomitmen menawarkan suatu alternatif yang lebih baik, yaitu motor elektrik generasi baru, pintar, dan ramah lingkungan, dengan harga yang terjangkau.”

Dalam rilis juga disampaikan, pangsa pasar industri motor di Asia Tenggara akan mencapai $8,53 miliar di tahun 2023 nanti — pasar terbesar ketiga di dunia untuk sepeda motor setelah India dan Tiongkok. Di Indonesia sendiri, menurut data BPS per akhir 2018, jumlah sepeda motor yang beredar (resmi) mencapai 137,7 unit. Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia mencatat ada penjualan 6,05 juta unit di tahun 2019.

ION Mobility berencana untuk meluncurkan produk perdananya di Indonesia tahun 2021 mendatang. Melalui pendanaan yang didapat, mereka berkomitmen memperbesar di operasional di tiga basis wilayah yang telah dinaungi; termasuk mengembangkan kapabilitas riset dan membangun kemitraan untuk produksi dan rantai pasokan.

Di tanai air sebenarnya sudah ada beberapa produk motor listrik. Beberapa di antaranya Viar, Elvindo Rama, Selis E-Max, Honda PCX, serta produsen lokal yang motornya sempat dicoba presiden yakni Gesits.

Motor listrik besutan Gesits saat dicoba Presiden Jokowi / Biro Pers Setpres
Motor listrik besutan Gesits saat dicoba Presiden Jokowi / Biro Pers Setpres

Meninjau regulasi

Di sebuah kesempatan, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, dalam roadmap pengembangan industri kendaraan bermotor pemerintah menargetkan produksi tumbuh sampai 10 juta unit pada tahun 2025, dengan target ekspor minimal 1 juta unit. Dari sisi produksi dan penjualan sepeda motor nasional sejak tahun 2010 sampai 2018 telah mencapai rata-rata di atas 6,5 juta unit per tahun.

Pemerintah Indonesia juga menargetkan sekitar 20% dari total produksi nasional di tahun tersebut adalah motor listrik. “Untuk merealisasikan target tersebut, kami secara agresif mengajak para produsen otomotif agar membuka kegiatan produksi di Indonesia. Pemerintah yakin bahwa Indonesia memiliki banyak keunggulan pada sektor otomotif, sehingga target pada tahun 2030 tersebut, bukan hal yang mustahil untuk dicapai,” terangnya.

Terkait beleid, sudah ada Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai. Mengamanatkan pengaturan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) Berbasis Baterai termasuk sepeda motor listrik guna meningkatkan nilai tambah industri dalam negeri.

Sejalan dengan itu, pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019, salah satunya mengatur tentang super deduction tax bagi kegiatan riset, inovasi dan vokasi yang dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto sampai 200%-300%.

Kesiapan pasar

Peresmian uji coba kendaraan listrik oleh Grab / Grab
Peresmian uji coba kendaraan listrik oleh Grab / Grab

Menurut survei yang diadakan Pertamina Energy Institute, di sisi konsumen masyarakat masih meragukan kendaraan listrik. Misalnya, takut ketika sedang berada di jalan akan kehabisan daya. Alasan yang cukup wajar, karena infrastruktur pendukung kendaraan listrik di Indonesia masih sangat minim.

Selain itu, umumnya kendaraan berdaya listrik jauh lebih mahal dari pada berdaya BBM. Dari riset disebutkan, untuk mobil rata-rata 3x lipat lebih mahal dan untuk motor 1,5 kali lipat lebih mahal.

Dirjen Ilmate Kemenperin Taufiek Bawazier mengatakan, pemerintah tidak menampik fakta keraguan tersebut. Saat ini upaya yang dilakukan adalah meniadakan pajak daerah untuk kendaraan bertenaga listrik. Untuk pengadaan stasiun pengisian daya sendiri, ditaksirkan perlu biaya hingga 54,6 triliun Rupiah untuk per 31 ribu titik — target realisasi keseluruhan pada tahun 2030. Memang, visi kendaraan listrik harus didukung oleh ekosistem yang kuat.

Kolaborasi dengan pemain swasta juga turus digalakkan untuk percepat pengembangan ekosistem tersebut. Salah satunya dengan Grab, akhir tahun lalu perusahaan ride-hailing tersebut mengumumkan uji coba kendaraan listrik roda empat dan dua di Jabodetabek. Grab akan memanfaatkan kemitraan dengan salah satu investornya Hyundai sebagai produsen mobil lewat entitas lokal Hyundai Motor Manufacturing Indonesia, Astra Honda Motor (AHM), dan Gesits untuk roda empat.

PLN menjadi BUMN yang ditunjuk untuk melakukan percepatan PP 55-2019, termasuk terkait pengadaan stasiun pengisian daya. Grab adalah satu dari 20 mitra yang dipilih. Beberapa lainnya adalah Gojek, BlueBird, Transjakarta, Mobil Anak Bangsa, Build Your Dream (BYD) sebagai penyedia transportasinya.